22
LAPORAN KASUS III GLAUKOMA OLEH: Baiq Gerisa R. F. H1A 004006 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

Laporan Kasus mata

  • Upload
    alnaj

  • View
    332

  • Download
    18

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mata

Citation preview

LAPORAN KASUS III

LAPORAN KASUS IIIGLAUKOMA

OLEH:

Baiq Gerisa R. F.

H1A 004006

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYABAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

2009

1. Ringkasan Awal

Seorang laki-laki umur 72 tahun datang ke Poli Mata RSUP NTB pada hari Selasa, 3 Oktober 2009 untuk melakukan kontrol penyakit mata yang dialami.Subjek (S) : Pasien mengeluh penglihatan pada mata kiri kabur dan tidak disertai dengan nyeri pada mata. Objektif (O) : Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh hasil : Visus mata kiri = 6/40, lapang pandang menyempit di medial, segmen anterior mata normal, TIO palpasi kesan normal dan tonometer schiotz 5/5,5 C/D ratio 0,9. Visus mata kiri = LP (-), kornea suram (+).Assesment (A) : Glaukoma kronis OS yang terkontrol dengan obat Glaukoma absolut OD tanpa nyeri dengan leukoma OD

Planning (P) :

Kontrol TIO : Beta adrenergic blocker (Timolol 0,5% 2x1 tetes/hari) KIE : Pada pasien atau keluarga pasien sebaiknya diberikan informasi bahwa peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi sewaktu-waktu. Untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut maka pasien di edukasi untuk tetap kontrol secara rutin dan rajin menggunakan obat yang diberikan. I. IDENTITAS PASIEN

Nama: Tn. LKUmur: 72 tahun

Agama : Islam

Suku : Sasak

Alamat : PuyungTanggal pemeriksaan : 3 Oktober 2009

II. ANAMNESAKeluhan utama:

Mata kiri kabur

Riwayat penyakit sekarang : Pasien merasakan mata kiri terasa kabur sudah sejak lama. Mata merah, berair, dan nyeri disangkal oleh pasien, namun riwayat mata nyeri sekali pada mata kiri pernah dirasakan pasien. Selain itu pasien mengeluhkan mata kanan tidak dapat melihat sudah sejak lama.

Riwayat penyakit dahulu:

Pasien mengaku tidak pernah mengalami trauma, namun pernah menderita penyakit mata sebelumnya. Pasien menderita hipertensi.

Riwayat penyakit keluarga: Tidak ada riwayat gejala penyakit mata yang serupa pada anggota keluarga

Riwayat Pengobatan :Pasien tidak pernah menjalani operasi mata. Pasien mengaku selama ini ia menggunakan obat tetes mata pada mata kirinya untuk mengurangi rasa nyeri (nama obat tidak tahu).

III. Pemeriksaan Fisik :

Tanggal pemeriksaan : 3 November 2009

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Status lokalis :

NoPemeriksaanMata kananMata kiri

Visus 0

LP (-)6/40

PinholeTidak dilakukanTidak dilakukan

Gerakan bola mataRasa sakit saat pergerakan bola mataNormalNormal

--

Palpebra superior

Edema

Hiperemi

Papil

Enteropion

Silia

Pseudoptosis

Sikatriks

--

--

--

--

NormalNormal

--

--

Palpebra inferior

Silia

Trikiasis

Hiperemi

Edema

NormalNormal

--

--

--

Fissura palpebraNormal(10 mm) Normal (10 mm)

Lapang pandangTidak dievaluasiMenyempit di medial

Konjungtiva

Injeksi siliar--

Injeksi konjungtiva--

Sklera

Hiperemi--

Edema--

KorneaSuram, bercak keputihan menutupi seluruh korneaJernih

Bilik mata depanSulit dievaluasiNormal

Hifema--

Hipopion--

Iris

Warna Sulit dievaluasiCoklat

Iridodialisis--

Pupil

Ukuran Sulit dievaluasiNormal

LensaSulit dievaluasiJernih

TIO

Palpasi Tonometer SchiotzsoftKesan normal

Sulit dievaluasi5/5,5

FunduskopiTidak dilakukanFR (+)

Cup and Disc (C/D) ratio Tidak dapat ditentukan0,9

DIAGNOSIS

Diagnosa kerja : Glaukoma kronis OS yang terkontrol dengan obat Glaukoma absolut OD tanpa nyeri dengan leukoma OD

Diagnosa banding : glaukoma akutUSULAN PEMERIKSAAN

Tidak ada(karena pemeriksaan yang telah dilakukan sudah dapat menentukan diagnosis.

PENATALAKSANAAN

Kontrol TIO : Beta adrenergic blocker (Timolol 0,5% 2x1 tetes/hari)

KIE : Pada pasien atau keluarga pasien sebaiknya diberikan informasi bahwa peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi sewaktu-waktu. Untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut maka pasien di edukasi untuk tetap kontrol secara rutin dan rajin menggunakan obat yang diberikan. PROGNOSIS

Prognosis pada kasus ini adalah buruk, karena nilai C/D ratio besar (0,9) walaupun TIO dalam keadan terkontrol. 3. Identifikasi Masalah

Dalam penegakan diagnosis glaukoma secara umum tidak didapatkan permasalahan yang berarti, namun terjadi permasalahan dalam menentukan jenis glaukoma yang terjadi pada pasien. Penegakan diagnosis glaukoma diperoleh dari riwayat kontrol pasien dan hasil pemeriksaan yang dilakukan. Pasien telah kontrol sejak lama di Poli Mata RSUP NTB. Hasil pemeriksaan lapang pandang yang menyempit dan Cup and Disc (C/D) ratio menjadi dasar dalam penegakan diagnosis glaukoma. Untuk menentukan jenis glaukoma yang terjadi, sebaiknya dilakukan pemeriksaan slit lamp dan gonioskop. Pemeriksaan tersebut akan dapat menilai sudut iridokorneal sehingga dapat dibedakan apakah glaukoma sudut terbuka atau tertutup.

4. Analisa Kasusa. Pengetahuan medik dasar

1. Pengertian Glaukoma

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optic (neuropati optic) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan ocular pada papil saraf optic. Iskemia tersendiri pada papil saraf optic juga penting. Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan hilangnya penglihatan jika lapang pandang sentral terkena.

2. Jenis Glaukoma

Pasien glaukoma dapat dibagi menjadi glaukoma akut dan kronik, primer atau sekunder, dan sudut terbuka atau sudut tertutup.

Glaukoma AkutGlaukoma akut biasanya terjadi secara mendadak, dengan gejala nyeri mata yang berat atau sakit kepala, mata buram, melihat pelangi di sekitar lampu, mual dan muntah. Serangan ini harus segera ditangani agar tidak menyebabkan kebutaan.Pada glaukoma jenis ini terjadi hambatan penyaluran keluar cairan akous yang menyebabkan peningkatan tekanan intra okular mendadak dan dramatis.

Glaukoma kronikPerjalanan penyakitnya lambat sehingga perlu pemeriksaan periodik untuk deteksi dan penanganan dini. Penderita glaukoma tipe ini biasanya sering tersandung saat berjalan karena telah terjadi penyempitan lapang pandang akibat glaukoma, sedangkan penglihatan sentralnya tidak terganggu. Hal ini menyebabkan penderita sering kali datang ke dokter dalam stadium lanjut.

Glaukoma Primer atau SekunderGlaukoma primer dicurigai bila terdapat kelainan pada pemeriksaan TOP (tonometri, oftalmoskopi, perimetri) di kedua mata. Glaukoma sekunder dicurigai bila hanya satu mata yang terganggu dan ada kecurigaan penyebab gangguan drainase cairan akuous yang jelas.Glaukoma Sudut Terbuka atau Sudut Tertutup

Anyaman trabekulum tampak

Anyaman trabekulum tertutup pangkal iris

Glaukoma kongenitalAnak-anak yang lahir dengan gangguan sudut bilik mata akan mengalami drainase cairan akuos yang terhambat. Gejala yang muncul biasanya kornea keruh, fotofobia, dan epifora.Glaukoma absolutMerupakan stadium akhir glaukoma (sempit/ terbuka) dimana sudah terjadi kebutaan total akibat tekanan bola mata memberikan gangguan fungsi lanjut. Pada glaukoma absolut kornea terlihat keruh, bilik mata dangkal, papil atrofi dengan eksvasi glaukomatosa, mata keras seperti batu dan dengan rasa sakit. Sering mata dengan buta ini mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah sehingga menimbulkan penyulit berupa neovaskulisasi pada iris, keadaan ini memberikan rasa sakit sekali akibat timbulnya glaukoma hemoragik. Pengobatan glaukoma absolut dapat dengan memberikan sinar beta pada badan siliar, alkohol retrobulber atau melakukan pengangkatan bola mata karena mata telah tidak berfungsi dan memberikan rasa sakit.3. Patofisiologi Glaukoma

Tingkat tekanan intraokular tergantung pada keseimbangan produksi dan ekskresi akueous humor. Akueous dihasilkan oleh sekresi dan ultrafiltrasi dari prosesus siliaris ke dalam bilik anterior. Kemudian akueuos mengalir melalui pupil untuk memasuki bilik anterior dan meninggalkan mata terutama melalui jalur trabekula, kanal schlemm, dan vena episclera. Peningkatan tekanan intraokular dapat terjadi akibat gangguan aliran akueuos humor sehingga ekskresi akueuos humor menurun namun produksi tetap berlangsung.

Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atropi sel ganglion difus yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Diskus optikus menjadi atropik, disertai pembesaran cekungan optikus. Iris dan korpus siliaris juga menjadi atropi dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hyalin.

4. Terapi glaucoma

Terapi pilihan untuk menurunkan tekanan intra ocular adalah terapi medis atau pembedahan. Salah satu terapi medis yang diberikan dalam bentuk tetes mata, sedangkan terapi pembedahan seperti argon laser trabekuloplasti dan trabekulektomi. Trabekuloplasti adalah pembakaran pada trabekula meshwork menggunakan laser bertujuan agar meningkatkan drainase akueous. Efektifitas trabekuloplasti menurun setelah 5 tahun dan lebih dua per tiga mengalami kegagalan terapi trabekuloplasti. Trabekulektomi adalah tehnik membentuk saluran drainase antara bilik mata depan dengan subkonjungtiva. Teknik ini adalah terapi utama yang paling efektif untuk menurunkan tekanan intraocular dan memilihara lapang pandang pasien. Sebagian besar ahli optalmologi menggunakan terapi medis terlebih dahulu, dan mempersiapkan pembedahan jika terapi medis gagal.

b. Subjektif

Keluhan utama yang dirasakan pasien adalah penglihatan kabur pada mata kiri namun tidak disertai nyeri pada mata. Berdasarkan keluhan utama tersebut terdapat beberapa kemungkinan diagnosis antara lain glaukoma, katarak, endoftalmitis dan konjungtivitis. Gambaran klinis beberapa penyakit tersebut memiliki gejala penglihatan kabur dan/atau nyeri pada mata, namun dapat dibedakan dengan karakteristik tanda masing-masing. Pasien menderita hipertensi dengan tekanan darah. Hipertensi tersebut dapat mengakibatkan glaukoma sekunder akibat peningkatan tekanan vena episklera.

c. Objektif

Kaburnya penglihatan pada mata kiri yang dikeluhkan oleh pasien terjadi akibat kerusakan papil optik karena peningkatan tekanan intraokular. Kaburnya penglihatan tersebut disebabkan oleh glaukoma pada mata kiri pasien. Akibat kornea yang suram pada mata kanan maka berkas-berkas cahaya tidak dapat masuk ke dalam mata kanan sehingga mata kanan pasien tidak dapat melihat.

d. AssesmentHasil pemeriksaan yang telah dilakukan menunjukkan bahwa diagnosis lebih mengarah pada glaukoma. Hal tersebut didukung dengan lapang pandang yang menyempit dan Cup and Disc (C/D) ratio. Pengukuran tekanan intraokular dengan tonometer schiotz tidak menunjukkan tekanan yang tinggi pada mata kiri yaitu 5/5,5. Berdasarkan hal tersebut, pemeriksa menetapakan diagnosis kerja glaukoma kronik OS yang terkontrol dengan obat .e. Planning Terapi : 1. Medikamentosa : Beta-adrenergic blocker (timolol ED 2 x 1 tetes/hari)

Pemberian obat-obatan beta-adrenergic blocker dimaksudkan agar sekresi akueuos humor berkurang sehingga diharapkan tekanan intraokular.

Efek samping dari oabt ini adalah ekseserbasi asma dan penyakit saluran nafas kronis, hipotensi, bradikardia.

2. KIEPada pasien atau keluarga pasien sebaiknya diberikan informasi bahwa peningkatan tekanan bola mata dapat terjadi sewaktu-waktu. Untuk mencegah kerusakan saraf mata lebih lanjut maka pasien di edukasi untuk tetap kontrol secara rutin dan rajin menggunakan obat yang diberikan.

Bila tekanan tidak dapat dikendalikan dengan obat-obatan maka diusulkan untuk dilakukan trabekulektomi.

Prognosis pada kasus ini adalah buruk, karena nilai C/D ratio besar (0,9) walaupun TIO dalam keadan terkontrol5. Ringkasan akhirSeorang laki-laki umur 72 tahun datang ke Poli Mata RSUP NTB pada hari Selasa, 3 November 2009 untuk melakukan kontrol penyakit mata yang dialami. Pasien mengeluh penglihatan pada mata kiri kabur dan tidak disertai dengan nyeri pada mata. Selain itu pasien mengeluhkan mata kanan tidak dapat melihat sudah sejak lama. Berdasarkan hasil pemeriksaan diperoleh hasil : Visus mata kiri = 6/40, lapang pandang menyempit di medial, segmen anterior mata normal, TIO palpasi kesan normal dan tonometer schiotz 5/5,5 C/D ratio 0,9. Visus mata kiri = LP (-), kornea suram (+). Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan mada mata, maka pasien didiagnosis glaukoma kronis OS terkontrol dengan obat, glaukoma absolut OD tanpa nyeri dengan leukoma OD. Selanjutnya pasien diterapi dengan beta adrenergic blocker (Timolol 0,5% 2x1 tetes/hari) dan pada pasien atau keluarga pasien sebaiknya diberikan informasi mengenai keadaan pasien. Prognosis pada pasien ini adalah buruk.DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (2009). Glukoma. Available from : http://www.ilmukeperawatan.com/asuhan_keperawatan_glaukoma.html (Accessed : November, 7th 2009)

Diggorx P, Franks W. A. (1997). Glaucoma Therapy May Take Your Breath Away. Age And Ageing 1997; 26: 63-67. . Available from : http://ageing.oxfordjournals.org/cgi/reprint/26/2/63.pdf (Accessed : November, 3rd 2009)

James B, Chew C, Bron A. (2003). Lecture Notes : Oftalmologi Edisi Kesembilan (Alih Bahasa: Asri Dwi Rachmawati); Erlangga: Jakarta.

Oktariana, Virna Dwi. (2009). Dokter Umum Bisa Bantu Cegah Kebutaan Glaukoma. Available from : www.perdami.or.id/.../image/mata%20glaukoma.jpg (Accessed : November, 3rd 2009)

Vaughan D, Asbury T. (2002). Oftalmologi Umum, Edisi Keempatbelas (Alih Bahasa: Waliban dan Bondan Hariono); Widya Medika: Jakarta.