Upload
gustafianza27
View
168
Download
24
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Kasus Keratitis, koass stase mata
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di tubuh manusia, organ yang paling sering dan paling terpapar oleh
lingkungan sekitar selain organ kulit, ialah mata. Walau mata dilindungi oleh
selaput konjungtiva dan dapat ditutup oleh dua kelopak mata, namun mata tetap
harus dalam keadaan terbuka jika ingin mendapatkan hasil penglihatan yang baik.
Oleh karena itu sangat mungkin bila mata sering terkena infeki maupun iritasi
yang akhirnya dapat melukai dan mengganggu fungsi penglihatannya.1
Mata memilki segenap bagian-bagiannya, mulai dari media refraksi cahaya,
media penggeraknya, dan juga persyarafannya. Media refraksi cahaya adalah
salah satu bagian penting dalam menentukan keberhasilan manusia melihat suatu
objek di sekitarnya. Dalam hal ini lapisan kornea menjadi gerbang terdepan dalam
menjalankan fungsinya sebagai media penerima cahaya, sehingga keberadaannya
harus tetap terbuka ke lingkungan luar tubuh manusia. Kornea merupakan lapisan
tipis yang tembus cahaya. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan
lapisan yang dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina.1
Iritasi pada kornea dapat mudah terjadi dalam keadaan ini. Bila ada agen iritan
menyentuh atau berkontak langsung dengan kornea maka lapis kornea akan
langsung teriritasi. Sehingga menimbulkan reaksi peradangan pada kornea yang
dapat mengganggu fungsi penglihatan pada mata. Keratitis adalah peradangan
pada kornea akibat suatu iritasi yang ditandai dengan timbulnya infiltrat pada
lapisan kornea. Keratitis biasanya di klasifikasikan menurut lapisan kornea yang
terkena. Prognosis dari penyakit ini pun berbeda-beda menurut kedalaman luka
yang ditimbulkannya pada kornea.1-3
Keratitis merupakan satu penyakit yang menjadi target pencegahan oleh WHO
(World Health Organization) karena keratitis menjadi penyakit utama yang
menyebabkan kekeruhan pada jalur refraksi bola mata setelah katarak. Keratitis
1
dapat terjadi baik pada orang dewasa maupun anak-anak. Di Indonesia, kekeruhan
kornea akibat keratitis masih merupakan masalah kesehatan mata yang menempati
urutan kedua penyebab kebutaan. Namun keratitis dapat dikurangi dan
disembuhkan secara total apabila penanganannya tepat dan cepat.3
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kornea Mata
A.1. Anatomi Kornea Mata
Kornea adalah jaringan tembus cahaya, menutupi bola mata bagian depan.
Terletak satu pertiga anterior bola mata dengan diameter anterior 11,6 mm.
Diameter vertikal 10,6 mm, bentuk agak oval dan horizontal.
Gambar 2.1 Anatomi Kornea Mata.
Kornea merupakan lanjutan dari sklera yang memiliki 5 lapisan, yaitu1 :
a. Lapisan pertama, Epitel.
Epitel kornea berasal dari ektoderm permukaan dan memiliki ketebalaan 50
pm, terdiri atas 5 lapis sel epitel bertanduk yang saling tumpang tindih satu
lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng. Pada sel basal terlihat mitosis sel,
dan sel muds ini terdorong ke depan menjadi lapis sel sayap dan semakin maju
ke depan menjadi sel gepeng. Sel basal berikatan erat dengan sel basal di
sampingya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula
okluden dan ikatan ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang
3
merupakan barrier. Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat
kepadanya. Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
b. Lapisan kedua, Membran Bowman.
Membran bowman terletak di bawah membran basal epitel komea yang
merupakan kolagen yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari
bagian depan stroma. Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Lapisan Ketiga, Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya. Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedangkan di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang dan terbentuknya kembali serat
kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak di antara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
d. Lapisan keempat, Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma.
Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal
40 μm.
e. Lapisan kelima, Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 pm.
Endotel melekat spada membran descement melalui hemidesmosom dan zonula
okluden
4
Gambar 2.2 Lapisan Kornea Secara Histologi
A.2. Persarafan Kornea
Kornea dipersarafi oleh saraf sensoris saraf siliar longus, saraf nasosiliar, saraf
trigeminus. Saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Bowman, dan melepaskan selubung Schwannya.
Bulbus krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu tiga bulan.1
A.3. Fisiologi Kornea
Salah satu struktur yang penting dalam kemampuan refraktif mata adalah
kornea. Permukaan kornea yang melengkung, berperan paling besar dalam
kemampuan refraktif total mata karena perbedaan densitas pada pertemuan udara
dengan kornea jauh lebih besar daripada perbedaan densitas antara lensa dan
cairan di sekitarnya. Kornea memiliki kemampuan membiaskan cahaya sebesar
80% dari total cahaya yang masuk ke mata. Pada astigmatisme, kelengkungan
kornea tidak rata sehingga sinar mengalami refraksi yang tidak sama. Kemampuan
5
refraktif kornea seseorang tidak berubah, karena kelengkungan kornea tidak
berubah.1,3
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui oleh
berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesen. Deturgesen atau keadaan
dehidrasi relatif pada jaringan kornea dipertahankan oleh pompa bikarbonat aktif
pada endotel dan fungsi sawar oleh epitel dan endotel.3
Lapis endotel lebih penting dari pada epitel dalam mekanisme dehidrasi, dan
kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada epitel.
Kerusakan pada lapisan endotel menyebabkan edem kornea dan hilangnya sifat
transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi perbaikan
fungsi endotel. Kerusakan pada epitel biasanya hanya menyebabkan edema lokal
sesaat pada stroma kornea yang akan cepat menghilang dengan regenerasi sel-sel
epitel yang cepat.3
Penetrasi obat melalui kornea yang utuh terjadi secara bifasik. Substansi larut
lemak dapat melalui epitel utuh, dan substansi larut air dapat melalui stroma yang
utuh. Supaya dapat melalui kornea, obat harus larut-lemak sekaligus larut-air.4
B. Keratitis
B.1. Epidemiologi
Keratitis merupakan satu penyakit yang menjadi target pencegahan oleh WHO
(World Health Organization) karena keratitis menjadi penyakit utama yang
menyebabkan gangguan penglihatan mata setelah katarak. Hal ini disebabkan oleh
khususnya penggunaan lensa kontak. Di Amerika, terjadi pada setiap 11 per
100.000 orang, dan nepal 799 per 100.000 orang. Di Indonesia, kekeruhan kornea
akibat keratitis masih merupakan masalah kesehatan mata yang menempati urutan
kedua penyebab kebutaan.3
6
B.2. Definisi
Keratitis adalah peradangan kornea akibat terjadinya infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat terjadinya
keekeruhan pada media kornea ini, tajam pengelihatan akan menurun. Mata
menjadi merah akibat injeksi siliar.4
B.3. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu: infeksi (bakteri, virus,
jamur, dan acantamoeba), iritasi bahan kimia, keracunan obat, alergi, dan
konjungtivitis kronis. Selain itu juga ada beberapa faktor predisposisi yang dapat
menyebabkan inflamasi pada kornea yaitu: blefaritis, infeksi apendisk mata
(dakrostenosis), perubahan barier epitel kornea (dry eyes/nullous keratopaty),
penggunaan lensa kontak, lagoftalmus, trauma, dan agen imunosupresan (topikal
dan sistemik).5
B.4. Patogenesis
Karena kornea avaskular, maka pertahanan sewaktu peradangan tidak dapat
segera datang. Maka badan kornea, sel-sel yang terdapat didalam stroma segera
bekerja sebagai makrofag baru kemudian disusul oleh pembuluh darah yang
terdapat dalam limbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru
terjadi infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh, dan
permukaan yang licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel kornea dan timbul
ulkus yang dapat menyebar ke permukaan dalam stroma.5,7
Pada peradangan yang hebat, toksin dari kornea dapat menyebar ke iris dan
badan siliar dengan melalui membran descemet dan endotel kornea. Baru
demikian iris dan badan siliar dengan meradang dan timbulah kekeruhan di cairan
camera okuli anterior, disusul dengan terbentuknya hipopion. Bila peradangan
terus mendalam, tetapi tidak mengenai membran descement dapat timbul tonjolan
membran descement yang disebut dengan mata lalat atau descementocele.5,7
7
Peradangan yang terjadi di permukaan epitel kornea, dapat sembuh tanpa
pembentukan jaringan parut. Pada peradangan yang lebih dalam, penyembuhan
berakhir dengan terbentuknya jaringan parut yang dapat berupa nebula, makula,
atau leukoma.5,7
Kornea memiliki banyak serat nyeri, sehingga lesi pada kornea, superfisial
maupun profunda, akan menimbulkan rasa nyeri dan fotofobia. Rasa nyeri ini
diperberat oleh gerak palpebra (terutama palpebra superior) di atas kornea dan
biasanya menetap sampai sembuh. Lesi kornea dapat mengaburkan pengelihatan,
terutama bila letaknya ditengah kornea.2,3
Fotofobia pada penyakit kornea merupakan akibat reflek kontraksi iris akibat
iritasi pada ujung saraf kornea. Fotofobia akan terasa sangat berat pada
kebanyakan penyakit kornea, namun akanminimal pada keratitis herpes karena
terjadi hipestesia pada penyakit ini, yang juga merupakan suatu tanda diagnostik
penting. Meskipun mata berair, sekret kotor tidak ada ditemukan, kecuali pada
ulkus akibat infeksi bakteri purulen.1,3
B.5. Stadium Perjalanan Keratitis
Pada Keratitis, dikenal dengan istilah stadium perjalanan keratitis yang dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu:
a. Stadium infiltrasi.
Infiltrasi epitel stroma, sel epitel rusak, edema, nekrosis lokal. Hanya
stadium infiltrasi ini yang terjadi pada keratitis, sedangkan stadium lainnya
terjadi pada keratitis lanjut seperti pada ulkus kornea. Gejala pada stadium ini
terdapat penglihatan yang kabur, disertai tanda radang, warna keabu-abuan dan
injeksi perikorneal.6
b. Stadium regresi.
Ulkus disertai infiltrasi di sekitarnya, vaskularisasi meningkat dengan tes
flouresensi positif.6
c. Stadium sikatrik.
8
Pada stadium ini terjadi epitelisasi, ulkus menutup, terdapat jaringan sikatrik
dengan warna kornea kabur. Tanpa disertai tanda keratitis, batas jelas, tanpa
tanda radang, warna keputihan dan tanpa injeksi perikorneal.6
B.6. Gejala Klinis
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan adanya sensasi benda
asing, mata merah, mata berair, penglihatan yang kabur, dan fotofobia, serta sulit
membuka mata (Blepharospasme).3
B.7. Klasifikasi Keratitis
Menurut lapisan kornea yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila
mengenai lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau interstisialis
(atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma.2
B.7.a. Keratitis Superfisial
Keratitis Superfisial dibagi menjadi dua bagian sesuai dengan , yaitu2,8 :
a. Keratitis epitelial, tes fluoresin (+).
1) Keratitis pungtata
Merupakan keratitis yang terkumpul di daerah lapis epitel dengan
infiltrat berbentuk bercak-bercak halus. Keratitis pungtata disebabkan
oleh hal yang tidak spesifik dan dapat terjadi pada moluskum
kontagiosum, akne rosasea, trauma kimia, herpes zoster,
herpes simpleks, blefaritis, keratitis neuroparalitik, infeksi virus, dry
eyes, vaksinia, trauma radiasi, lagoftalmus, keracunan obat seperti
neomisin, tobramisin dan bahan pengawet lain. Mata biasanya terasa
nyeri, berair, merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan
menjadi sedikit kabur.2
9
Gambar 2.3 Keratitis Pungtata Superfisial
2) Keratitis herpeti
Disebabkan oleh herpes simplek dan herpes zoster.Yang
disebabkam herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stroma.Yang murni epitelial adalah dendritik sedangkan stromal adalah
diskiformis. Pada yang epitelial kerusakan terjadi aibat pembelahan
virus di dalam sel epitel yang akan mengakibatkan kerusakan sel dan
membentuk tukak kornea superficial.2
3) Infeksi Herpes zoster
Bila telah terdapat vesikel di ujung hidung, berarti nervus
Nasosiliaris terkena, maka biasanya timbul kelainan di kornea, di mana
sensibilitasnya menurun tetapi penderita menderita sakit. Keadaan ini
disebut anestesia dolorosa. Pada kornea tampak infiltrat yang bulat,
letak subepitel, disertai injeksi perikornea.Infiltrat ini dapat mengalami
ulserasi yang sukar sembuh. Kadang-kadang infiltrat ini dapat bersatu
membentuk keratitis disiformis. Kadang juga tampak edema kornea
disertai lipatan-lipatan dari membran Descement.2
b. Keratitis Subepitelial, tes fluoresin (-).
1) Keratitis numularis, dari Dimmer
Keratitis ini diduga oleh virus. Klinis tanda-tanda radang tidak
jelas, di kornea terdapt infiltrat bulat-bulat subepitelial, dimana
ditengahnya lebih jernih, disebut halo. Keratitis ini bila sembuh akan
10
meninggalkan sikatrik yang ringan.
Gambar 2.4 Gambar Numularis
2) Keratitis disiformis dari Westhoff
Keratitis ini awalnya banyak ditemukan pada petani. Penyebabnya
adalah virus yang berasal dari sayuran dan binatang. Di kornea tampak
infiltrat bulat-bulat, yang ditengahnya lebih padat dari pada dipinggir.
Umumnya menyarang usia 15-30 tahun.
11
Gambar 2.5 Keratitis Disiformis dari Wasthoff
c. Keratitis stromal, tes fluresin (-)
1) Keratitis neuroparalitik
Gambar 2.6 Keratitis Neuroparalitik
2) Keratitis et lagoftalmus
Terjadi akibat mata tidak menutup sempurna yang dapat terjadi
pada ektropion palpebra, protrusio bola mata atau pada penderita koma
di mana mata tidak terdapat reflek mengedip. Umumnya bagian yang
terkena adalah kornea bagian bawah
12
B.7.b. Keratitis profunda
Keratitis profunda, merupakan keratitis pada lapisan di bawah epitel dan
supepitel. Terbagi menjadi 3 bagian, yaitu2,8 :
a. Keratitis interstisial
Penyebab paling sering adalah lues kongenital dan sebagian kecil TBC.
Patogenesisnya belum jelas, disangka merupakan reaksi alergi. Biasanya
mengenai umur 5-15 tahun jarang ditemukan pada waktu lahir atau usia
tua. Merupakan manifestasi lambat dari lues kongenital. Biasanya
didahului trauma. Pada umumnya 2 mata atau 1 mata terkena lebh dahulu
kemudian mata yang lain mengikuti. Tanda klinis : injeksi silier, infiltrat di
stroma bagian dalam. Kekeruhan bertambah dengan cepat disertai
pembentukan pembuluh darah di lapisan dalam yang berjalan dari limbus
ke sentral.
b. Keratitis sklerotikans
Merupakan penyulit dari skleritis yang letaknya biasanya di bagian
temporal, berwarna merah sedikit menonjol disertai nyeri tekan. Keluhan
dari kertatitis ini : mata sakit, fotofobia dan di mata timbul skleritis. Di
kornea kemudian timbul infiltrat berbentuk segitiga di stroma bagian
dalam yang berhubungan dengan benjolan yang terdapat di sklera.
c. Keratitis disiformis
Penyebabnya herpes simplek, banyak yang menduga dasarnya adalah
reaksi alergi terhadap virusnya. Biasanya unilateral. Berlangsung beberapa
bulan. Biasanya timbul bila pada kerusakan primer yang diberikan
pengobatan dengan Iodium atau dalam pengobatan dahulu pernah diberi
kortikosteroid. Kekeruhan kornea tampak di lapisan dalam kornea, di
pinggirnya lebih tipis daripada bagian tengah. Sensibilitas kornea
menurun. Hampir tidak pernah disertai neovasklarisasi. Kadang-kadang
sembuh dengan meninnggalkan kekeruhan yang tetap.
B.8. Penegakan Diagnosis
13
B.8.a. Anamnesis
Dari langkah anamnesis harus bisa mendapatkan sebanyak-banyaknya gejala
sebagai alat bantu awal bagi kita untuk menentukan kemungkinan penyakit dan
langkah pemeriksaan apa yang akan kita lakukan selanjutnya. Biasanya pasien
akan mengeluh matanya merah dan sakit; sangat silau terhadap cahaya,
blefarospasme, penglihatan menurun, terasa mengganjal, terkadang ada secret
kotor, dan keluar air mata berlebihan.8,9
B.8.b. Pemeriksaan Oftalmologi
Ada beberapa pemeriksaan oftalmologi yang dianjurkan untuk mendiagnosa
penyakit Keratitis ini. Berikut beberapa pemeriksaan oftamoskopi antara lain11 :
a. Tes Plasido
pada tes ini, hal yang perlu diperhatikan adalah gambaran sirkuler yang
direfleksi pada permukaan kornea penderita. Bila bayangan di kornea
gambaran sirkulernya teratur, disebut Placido (-), pertanda permukaan kornea
baik. Kalau gambaran sirkulernya tidak teratur, Placido (+) berarti permukaan
kornea tidak baik, mungkin ada infiltrat.
b. Tes Fluoresin
Untuk melihat lebar dan dalamnya ulkus pada kornea, yaitu dengan
memasukkan kertas yang mengandung fluoresin steril ke dalam sakus
konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu diberi anestesi lokal, kemudian
penderita disuruh mengedip beberapa waktu dan kertas fluoresinnya dicabut.
Pemeriksaan ini dapat juga menggunakan fluoresin tetes. Pada tempat ulkus
tampak berwarna hijau.
c. Pemeriksaan visus
d. Pemeriksaan Bakteriologik
B.9. Penatalaksanaan
14
Pengobatan diberikan tergantung organisme penyebab. Obat tetes mata atau
salep mata antiradang, antibiotik, anti jamur dan antivirus biasanya diberikan
untuk menyembuhkan keratitis, tapi obat-obat ini hanya boleh diberikan dengan
resep dokter.
BAB III
PENYAJIAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Ibu KN
Umur : 43 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Melayu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Semparuk
Tanggal Datang ke Poli Mata : 21 september 2015
B. Anamnesis
1. Keluhan Utama :
Pasien datang dengan mata kiri buram dan merasa sangat silau jika melihat
cahaya
2. Keluhan Tambahan :
15
Pasien merasa mata kiri berair, sedikit pusing, namun tidak terasa sakit pada
mata
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSUD dr. Abdul Aziz bersama suaminya.
Pasien mengatakan bahwa penglihatan mata kirinya terasa buram dan merasa
sangat silau bila melihat cahaya. Keluhan sudah dirasakan selama satu bulan
lalu sejak mata kirinya terkena cipratan air deterjen pencuci baju. Maka sejak
saat itu pasien merasa agak sulit melihat objek di depannya dan sering pusing
bila sudah terlalu lama membuka mata. Pasien juga mengaku matanya kadang-
kadang berair namun tidak mengeluarkan kotoran yang lengket. Sebelumnya
pasien belum mendapatkan pengobatan apapun hingga akhirnya berobat di Poli
Mata RSUD dr.Abdul Aziz.
4. Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah mengalami penyakit ini sebelumnya.
5. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga pasien yang mengalami sakit seperti ini
6. Riwayat alergi makanan : Disangkal
7. Riwayat alergi obat : Disangkal
8. Riwayat trauma : Disangkal
9. Riwayat operasi : Disangkal
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Tanda Vital : Nadi : 80x/menit
Respirasi : 16x/menit
Tekanan Darah : Tidak dilakukan
Suhu : Tidak Dilakukan
4. Kepala : Nomrocephali
5. Telinga, Hidung,Tenggorokan : Deviasi septum (-), sekret (-)
16
6. Thoraks : Tidak dilakukan
7. Abdomen : Tidak dilakukan
8. Ekstremitas : Akral Hangat, edema (-)
9. KGB : Tidak didapatkan pembesaran
D. Status Oftalmologi
17
++
+
+
+
+
+
+
++
+
+
+
+
+
+
OD OS
Gambar 2.7 Inspeksi Pada Mata Pasien
1. Visus
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Tajam pengelihatan 6/7 6/7
Axis visus Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kacamata Lama - -
2. Kedudukan Bola Mata
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Eksoftalmos Tidak ada Tidak ada
Enoftalmos Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata Baik ke semua arah Baik ke semua arah
3. Supersilia
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Warna Hitam Hitam
Simetris + +
18
4. Palpepbra Superior dan Inferior
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fisura palpebra Dalam Batas Normal Dalam Batas Normal
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
5. Konjungtiva tarsalis superior dan inferior
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemis Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
6. Konjungtiva bulbi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Sekret Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Ada
Injeksi
subkonjungtiva
Tidak ada Tidak ada
19
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nevus pigmentosus Tidak ada Tidak ada
Nodul Tidak ada Tidak ada
7. Sistem lakrimalis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Punctum lakrimalis Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
8. Sklera
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Warna Putih Kemerahan
Ikterik Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
9. Kornea
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Kejernihan Jernih Agak keruh
Permukaan Licin Tidak licin
Sensibilitas Baik Baik
Infiltrat Tidak ada Ada
Keratik presipitat Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
20
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes placido Tidak dilakukan Tidak dilakukan
10. Bilik mata depan
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
11. Iris
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Warna Coklat Tua Coklat Tua
Sinekia Tidak ada Tidak ada
Koloboma Tidak ada Tidak ada
12. Pupil
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Letak Sentral Sentral
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3mm 5 mm
Refleks cahaya
langsung
Positif Negatif
Refleks cahaya tak
langsung
Positif Negatif
21
13. Lensa
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Kejernihan Jernih Jernih
Letak Ditengah Ditengah
Shadow test Negatif Negatif
14. Fundus okuli
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rasio arteri vena Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C/D rasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Perdarahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sikatriks Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
15. Palpasi
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Tensi okuli Terkesan normal Terkesan normal
Tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan
E. Pemeriksaan Penunjang
22
Untuk melihat adanya defek pada epitel kornea dapat dilakukan uji fluorosein.
Cara pemeriksaannya,ialah sebagai berikut: pertama-tama basahi terlebih dahulu
kertas fluoresin dengan garam fisiologis kemudian diletakkan pada saccus
konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu penderita diberi anestesi lokal.
Penderita diminta menutup matanya selama 20 detik, kemudian kertas diangkat.
Minta pasien untuk berkedip-kedip sebanyak kira-kira 5 kali. Lalu sorot mata
dengan cahaya kekuning-kuningan. Defek kornea akan terlihat berwarna hijau dan
disebut sebagai uji fluoresin positif.1
Tes fluoroseins pada okuli sinistra pasien menunjukkan hasil positif dengan
ditemukannya gambaran infiltrat menampakkan bintik-bintik pada pemulasan
dengan fluorosein, terutama di daerah pupil. Kekeruhan ini tidak tampak dengan
mata telanjang, namun dapat dilihat dengan bantuan pen-light.
F. Resume
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ibu
KN yang datang ke Poli Mata RSUD Abdul Aziz didapatkan keluhan berupa
penglihatan buram dan terasa sangat silau setiap melihat cahaya pada mata kirinya
sudah sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku matanya pernah terkena air
deterjen saat sedang mencuci baju satu bulan yang lalu sebelum timbul keluhan-
keluhan tersebut. Dari pemeriksaan visus yang diperoleh VOD 6/7 dan VOS 6/7.
Gambaran infiltrat menampakkan bintik-bintik pada pemulasan dengan
fluorosein, terutama di daerah sentral kornea dan diketahui dalam uji fluoresens
positif. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata telanjang, namun dapat dilihat
dengan bantuan pen-light.
G. Diagnosis Kerja
Keratitis Pungtata Superfisialis OS
23
H. Diagnosis Banding
Keratitis Subepitelialis
I. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa
Antiradang : Cendo Xytrol 1% 1 tetes, 4x/hari (OS)
Vitamin Mata : Kapset 1x1
b. Non Medikamentosa
Pemberian edukasi kepada pasien agar selalu menjaga kebersihan, terutama
pada saat sedang mengidap keratitis ini. Juga berikan edukasi kepada pasien jika
ingin mencuci baju lebih berhati-hati lagi, atau dapat juga menggunakan kata mata
untuk melindugi mata dari iritasi kembali. Selain itu konsumsi vitamin yang baik
untuk mata seperti vitamin B, vitamin A, ataupun vitamin C.
3.10 Prognosis
Okuli Dekstra Okuli Sinistra
Ad Vitam : Ad bonam Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Ad bonam Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Ad bonam Dubia ad bonam
24
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
Setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pada pasien ibu
KN yang datang ke Poli Mata RSUD Abdul Aziz didapatkan keluhan berupa
penglihatan buram dan terasa sangat silau setiap melihat cahaya pada mata kirinya
sudah sejak ± 1 bulan yang lalu. Pasien mengaku matanya pernah terkena air
deterjen saat sedang mencuci baju satu bulan yang lalu sebelum timbul keluhan-
keluhan tersebut. Selain keluhan tersebut, pasien terkadang merasa matanya berair
dan sedikit pusing setiap terlalu lama membuka mata. Dari pemeriksaan visus
yang diperoleh VOD 6/7 dan VOS 6/7. Gambaran infiltrat menampakkan bintik-
bintik pada pemulasan dengan fluorosein, terutama di daerah sentral kornea dan
25
diketahui dalam uji fluoreseins positif. Kekeruhan ini tidak tampak dengan mata
telanjang, namun dapat dilihat dengan bantuan pen-light.
Mengacu kepada teori sebelumnya yang menyatakan bahwa gejala keratitis
diantaranya adalah mata terasa sakit, gangguan penglihatan, dan trias keratitis
(lakrimasi, fotofobia dan blefarospasme). Terdapat tanda keratitis pada pasien
tersebut salah satunya ialah adanya infiltrat (berisi infiltrat sel radang, kejernihan
kornea berkurang dan ulkus di epitel) di kornea. Namun dalam kasus ini pasien
tidak mengatakan adanya nyeri dan blerospasme pada mata yang dikeluhkan,
kemungkinan diakibatkan karena derajat keparahan penyakit yang masih ringan.
Uji fluoreseins positif menandakan telah terjadi lesi di bagian superfisial atau di
lapis epitel kornea. Rasa silau yang berlebihan pada pasien disebabkan oleh
adanya pembesaran pupil akibat respon dari ujung saraf kornea yang teriritasi.
Penglihatan buram pada pasien disebabkan oleh adanya gangguan di salah satu
media refraksi mata yaitu kornea yang pada kasus ini kornea mengalami
kekeruhan akibat proses radang, sehingga cahaya tidak dapat menembus kornea
dengan sempurna. Kemudian rasa pusing yang dialami pasien erat hubungannya
dengan gangguan pada proses masuk cahaya melalui kornea yang keruh sehingga
menyebabkan kelelahan pada mata.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan pasien ini didiagnosis
Keratitis Pungtum Superfisialis OS. Penatalaksaan pada kasus ini yaitu dengan
pemberian tetes mata antiradang, dan vitamin oral. Hal ini sesusai dengan teori
penatalaksanaan keratitis, yaitu obat-obatan hanya diberikan sesuai etiologinya.
Untuk terapi lokal diberikan Cendo Xytrol 1% 4 kali sehari satu tetes, disertai
vitamin Kapset 1 kali sehari.
Pemberian edukasi kepada pasien agar selalu menjaga kebersihan mata dan
sekitarnya, diusahakan untuk menggunakan kacamata terlebih dahulu jika ingin
bepergian dan saat mencuci baju selama masa penyembuhan untuk mencegah
kekambuhannya. Selain itu konsumsi vitamin alami yang baik untuk mata seperti
vitamin B, vitamin A, ataupun vitamin C.
26
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Pasien didiagnosisi mengalami Keratitis Pungtata Superfisial Okuli Sinistra setelah
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Terdapat gambaran infiltrat bintik-bintik
pada pemulasan dengan fluorosein, terutama di daerah sentral kornea dan
diketahui dalam uji fluoreseins positif. Kekeruhan ini dapat dilihat dengan
bantuan pen-light. Penatalaksanaan dilakukan berdasarkan etiologi penyakit, yaitu
diberikan antiradang Cendo Xytrol 1% 4 kali sehari satu tetes dan vitamin Kapset
per oral 1 kali sehari.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. ILyas S. Mata merah dengan penglihatan turun mendadak. Dalam : Ilyas S. Ilmu
Penyakit Mata edisi 3; 2004. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hal ; 149
2. Wijana, Nana S.D. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Revisi. Abadi Tegal, Jakarta: 1993.
83-100
3. Vaughan, Daniel G et al. 2010. Oftalmologi Umum edisi-14. Jakarta: Widya
Medika. Hal: 129 – 152
4. Srinivasan M, et al. Distinguishing infectious versus non infectious keratitis.
Indian Journal of Opthalmology. 2006. 56:3; 50-56
5. Radjiman T, dkk. Ilmu Penyakit Mata. Airlangga. Surabaya, 1984
6. Zorab R A, Straus H,Dondrea, et.al. Fundamental and Principles of
Ophtalmology. Section 2. International ophtalmology american academy of
ophtalmology. The Eye M.D;2008-2009.
28
7. Tasman, William; Jaeger, Edward A. Wills eye hospital atlas of clinical
opthamology, the 2nd edition. Lippincott Williams and Wilkins. 2001.
8. Ilyas, Sidarta : Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2009.
9. Lang G.Infectious Keratitis dalam Opthamology.A textbook Atlas.2nd Edition
2006.
10.Kaye SB, Lynas C, Patterson A, Risk JM, McCarthy K, Hart CA. Evidence for
herpes simplex viral latency in the human cornea, Bri Ophthalmol 1991; 75: 195-
200
11.Anonym. 2010. Keratitis. Faculty of Harvard Medical School, National Eye
Institute. Diakses tanggal 29 Maret 2013
12. Kanski JJ. Retinal Vascular Disorders in Clinical Ophthalmology: A Systematic
Approach. 3rd Edition. Oxford: Butterworth-Heinemann Ltd, 1994. Hal 152-200.
29