View
57
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hgtfr
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tinja adalah bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
melalui anus sebagai sisa dari proses pencernaan makanan di sepanjang
sistem saluran pencernaan (tractus digestifus). Pengertian tinja ini juga
mencakup seluruh bahan buangan yang dikeluarkan dari tubuh manusia
termasuk karbon monoksida (CO2) yang dikeluarkan sebagai sisa dari
proses pernapasan, keringat, lendir dari ekskresi kelenjar, dan sebagainya.
Feses (tinja) juga merupakan hasil pemisahan dan terdiri dari : sisa – sisa
makanan; air; bakteri; zat warna empedu.Enterobacter sp. dapat
menginfeksi manusia melalui air dan makanan, serta lalat yang hingga
pada makanan yang tercemar. Akibat yang ditimbulkan adalah peradangan
pada saluran pencenaan sampai rusaknya dinding usus. Enterobacter
sp. tertelan bersama makanan dan minuman yang terkontaminasi
kemudian bersarang di jaringan limfoid pada dinding usus sebagian ada
yang ikut keluar bersama feses. Aliran limfa membawa organisme ini ke
dalam duktustorak kemudian ke dalam darah. Dari darah bakteri ini masuk
ke ginjal dan melewati glomerulus, selanjutnya terbawa bersama urin.
Masuknya bakteri Enterobacter sp. kedalam tubuh dan dikeluarkan
melalui feses, maka dari itu dilakukan identifikasi Enterobacter sp. pada
sampel feses bebek. Indikasi sebelum pemeriksaan Enterobacter sp. Pada
sampel feses bebek dilakukan adalah dilihat dari gejala penyakit yang
timbul, yaitu: adanya diare dan konstipasi, adanya icterus, adanya
gangguan pencernaan, adanya lendir dalam tinja, kecurigaan penyakit
gastrointestinal, dan adanya darah dalam tinja (Entjang Indan, dr. 2001).
Feses merupakan salah satu media sumber penyebaran bakteri
intestinal yang dapat menyebabkan penyakit. Enterobacter sp tumbuh dan
berkembang pada saluran intestinal mamalia dan dapat keluar bersama-
sama dengan bakteri lain melalui feses dan menyebar melalui vehikel
lainnya. Biasanya sebelum susu diperah, sapi dimandikan atau dibersihkan
bagian ambingnya terlebih dahulu menggunakan air yang berada di sekitar
kandang atau air sungai. Feses yang keluar dapat mencemari lingkungan di
sekitar peternakan, dapat melekat pada bagian tubuh sapi, ambing, bagian
lipatan paha, ekor dan bisa juga terjadi kontak dengan air kemudian
menyebar. Tempat pembuangan feses yang tidak jauh dari letak sumber air
yang berada di sekitar kandang menyebabkan feses dapat
mengkontaminasi sumber air yang berada di sekitar kandang. Air tersebut
biasa digunakan untuk memandikan sapi, mencuci alat pemerahan dan
mencuci tangan pekerja. Selain feses yang dibuang ke lingkungan, feses
yang melekat pada tubuh sapi ini dapat ikut terbawa ke dalam susu pada
waktu proses pemerahan berlangsung dan mempengaruhi kualitas susu
yang dihasilkan. Selain itu kebersihan kandang yang kurang baik seperti
lantai yang kotor menjadi salah satu faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya kontaminasi Enterobacter sp. (Arif Mansyur. 2007).
Peternakan bebek di Indonesia umumnya merupakan peternakan
rakyat yang belum dikoordinasi dengan baik.Umumnya peternakan rakyat
sanitasi lingkungannya kurang diperhatikan. Hal tersebut merupakan salah
satu penyebab tercemarnya daging bebek yang beredar di pasaran yang
bakteri patogen sangat besar seperti E. coli, Salmonella sp. Dan lain-lain
(1). Bakteri patogen tersebut dapat menyebabkan antara Lain penyakit
gastroentiritis.( Stephen A. 2005).
Pertumbuhan mikroorganisme pada daging bebek akan
mengakibatkan terjadinya Perubahan fisik maupun kimiawi sehingga
dapat menimbulkan penyakit dan akhirnya akan terjadi keracunan Jenis
makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri patogen adalah daging,
ikan, telur, beberapa jenis sayuran, umbi- umbian, buah-buahan dan
pakan. Makanan yang paling besar kemungkinannya terkontaminasi
bakteri patogen adalah daging, ikan dan sayuran. Cemaran tersebut
kemungkinan berasal dari makanan dan minuman sehari-hari serta dari
lingkungan di sekitar tempat bebek dipelihara. Bebek tersebut umumnya
dilepas dan pada sore hari dikumpulkan kembali untuk kandangkan. Asus
eracunan makanan di Indonesia jarang dilaporkan atau sangat sedikit data
penyebab keracunan makanan yang dapat diperoleh (Nugraha Tania. 2010)
B. Tujuan Percobaan
1. untuk membuat media pertumbuhan pada bakteri
2. untuk mengidentifikasi morfologi serta sifat bakteri enterobacter sp
dengan jalan isolasi bakteri dan pewarnaan gram.
3. Untuk mengidentifikasi bakteri enterobacter sp pada sampel feses bebek
BAB II
TINJAUAN PUSTAKAItik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo
Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas
javanica. Proses domestikasi membentuk beberapa variasi dalam besar
tubuh, konformasi,dan warna bulu. Perubahan ini diperkirakan akibat
campur tangan manusia untuk mengembangkan ternak itik dengan tujuan
khusus dan juga karena jauhnya jarak waktu domestikasi dengan waktu
pengembangan (Chaves dan Lasmini, 1978).
Klasifikasi Itik:
Taksonomi: Itik
Kingdom : Animalia
Phylum : Vertebrata
Class : Aves
Ordo : Anseriformes
Familia : Anatidae
Genus : Anas
Species : Anas Platyhyncos
Sumber : Srigandono (1997).
Anterobacter sp merupakan bakteri gram negatif yang berbentuk basil,
dengan ukuran 0,6 – 1,0 µm x 1,2 – 3,0 µm, motil, tidak membentuk
spora,berkapsul,dan memiliki flagel.. Bakteri ini sering ditemukan
bersama E. Coli hidup bebas di alam seperti di air, tanah dan juga di
saluran pencernaan manusia dan hewan.( Entjang Indan, dr. 2001)
klasifikasi dari Anterobacter sp bedasarkan pembagian yang
dilakukan oleh Bergey,
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Aerobacter
Spesies : Aerobacter aerogenes.
Sumber : Srigandono (1997).
Anterobacter sp sering ditemukan bersama E. Coli pada
lingkungan yang sama (tanah & air), selain dapat hidup sebagai saprobe di
saluran pencernaan hewan dan manusia. Aenterobacter sp adalah salah
satu jenis bakteri coliform, yang merupakan kelompok bakteri yang
digunakan sebagai indikator kondisi sanitasi yang tidak baik terhadap
makanan dan minuman. (Arif Mansyur. 2007)
Enterobacter sp adalah Gram-negatif , oksidase negatif, katalase
positif, sitrat positif,indol negatif, berbentuk batang bakteri .
E.sp adalah nosokomial dan bakteri patogen yang menyebabkan infeksi
oportunistiktermasuk sebagian besar jenis infeksi. Mayoritas adalah yang
paling sensitif terhadap antibiotik yang dirancang untuk kelas bakteri, tapi
ini rumit oleh mekanisme diinduksi perlawanan mereka, terutama
laktamase yang berarti bahwa mereka dengan cepat menjadi resisten
terhadap antibiotik standar selama pengobatan, membutuhkan perubahan
antibiotik untuk menghindari memburuknyasepsis (Stephen A. 2005).
Anterobacter sp dapat menyebabkan pelendiran dan ropiness pada
makanan..Anterobacter sp merupakan patogen oportunistik. Kebanyakan
individu yang terkena infeksi memiliki kondisi fisik yang membuatnya
lebih mudah bagi bakteri lain untuk tumbuh dan menyebar. Infeksi
Enterobacter sp sering dijumpai diperoleh di rumah sakit,terutama pada
pasien di unit perawatan intensif. Faktor risiko lain untuk infeksi termasuk
penggunaan antibiotik (hal ini dapat mengurangi bakteri alami yang
bersaing dengan Aerobacter aerogenes), infus , dan luka bakar.
Anterobacter sp lebih sering mempengaruhi bayi yang baru lahir dan
orang tua. (Nugraha Tania. 2010)
Jika bakteri mencapai darah (bakteremia), dapat menyebabkan
sepsis. Bakteri yang memasuki cairan serebrospinal, dapat menyebabkan
meningitis Anterobacter sp keseluruhan memiliki tingkat kematian rendah
(10,2 persen), dengan ketidaktelitian masalah medis yang mendasari
meningkatnya risiko kematian.
Gejala klinis yang timbul dari infeksi saluran pernapasan, kemih
atau kulit yang disebabkan oleh bakteri Anterobacter sp mirip dengan
gejala umum dari kondisi ketika disebabkan oleh infeksi bakteri
lainnya.Bakteremia yang disebabkan oleh infeksi A.sp sering
menyebabkan peningkatan denyut jantung, pernapasan cepat dan demam.
Kasus yang ekstrim dapat melibatkan hipertensi, shock dan bahkan
kematian.( Entjang Indan, dr. 2001.)
Itik asli Indonesia termasuk jenis Indian Runner (Anas
plathyryncos). Secara morfologis Indonesia memiliki beberapa jenis itik
lokal berdasarkan tempat berkembangnya (Simanjuntak, 2002).
Bangsa itik domestikasi dibedakan 6menjadi tiga yaitu: pedaging,
petelur dan hiasan. Itik-itik yang ada sekarang merupakan keturunan dari
Mallard berkepala hijau (Anas plathyrhynchos plathyrhynchos). Beberapa
itik lokal yang banyak dipelihara oleh masyarakat di pulau Jawa antara
lain yaitu itik Tegal, itik Mojosari, itik Magelang, itik Cihateup dan itik
Cirebon (Djanah, 1982).
Menurut Kedi (1980), bangsa-bangsa itik yang termasuk golongan
tipe pedaging mempunyai sifat-sifat pertumbuhan serta struktur
perdagingan yang baik, sedangkan bangsa-bangsa itik yang tergolong
petelur memiliki badan relatif lebih kecil dibandingkan dengan tipe
pedaging. Salah satu itik lokal yang banyak dipelihara adalah itik Tegal.
Seleksi bibit itik yang dilakukan oleh peternak sampai sekarang masih
berdasarkan pada karakteristik bentuk tubuh atau morfologi tubuh dan
produksi telur.
Ciri-ciri itik Tegal:
a.Bentuk badan langsing dengan postur tegak lurus menyerupai botol.
b.Warna bulu merah tua bertotol coklat (branjangan).
c.Paruh panjang dan lebar.
d.Warna kaki hitam.
e.Bentuk kepala kecil dengan mata merah. Sebagai hewan yang berdarah
panas ( homeotherm) itik memerlukan kisaran suhu lingkungan yang
nyaman untuk kelangsungan hidup dan berproduksi.
Pada kisaran suhu yang nyaman itik mempunyai kemampuan yang
baik untuk mempertahankan suhu tubuhnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan baik (North dan Bell, 1990).
Wilson et.al.,(1981),menyatakan bahwa suhu yang ideal untuk
memelihara ternak itik adalah antara 18,3--25,5⁰C dan 20--25⁰C.
Menurut Bharoto (2001), dalam pemeliharaan secara intensif itik
mampu memproduksi telur antara 240--280 butir/ekor/tahun. Itik yang
dipelihara secara system semi intensif mampu memproduksi telur
sebanyak 203 --232 butir/ekor/tahun dan pemeliharaan secara tradisional
mampu menghasilkan telur sebanyak 124 butir/ekor/tahun.Periode
pemeliharaan itik petelur yaitu dimulai dari fase starteryang berumur
sekitar 0– bulan, fasegrower berumur sekitar 2 –5 bulan, kemudian fase
breeder/layer berumur diatas 5 bulan. Pada umumnya mortalitas paling
tinggi pada ternak terjadi pada fase awal kelahiran (fase starter), hal
tersebut dikarenakan pada awal masa kelahiran, anak itik cenderung lemah
dan memiliki imunitas yang sangat rendah dan dari pihak peternak pun
harus memperhatikan dengan baik dan benar.( Bharoto 2001),
Menurut Simanjuntak (2002), fase grower adalah fase
pertumbuhan yang sangat penting karena pada fase ini sangat berpengaruh
pada masa produksi telur nantinya. Ditambahkan pula menurutSuharno
dan Amri (1995),pemeliharaan itik terbagi dalam tiga fase, yaitu fase
starter(umur 0 --8minggu), fase grower(umur 8 –20 minggu)dan fase
finisher(umur 20minggu keatas).
Sistem KekebalanTubuh
ItikSecara umum sistem kekebalan pada unggas hampir sama
dengan sistem kekebalan hewan lainnya. Sistem kekebalan unggas juga
ada yang merupakan sistem kebal alami yang bersifat fisik seperti bulu
dan kulit maupun kimiawi seperti pembentukan lendir/mukus dan
enzimatis (lisozim yang terkandung dalam air mata). Sistem kekebalan
lainnya adalah sistem kebal dapatan yang bersifat seluler maupun humoral.
Limfosit merupakan unsur kunci sistem kekebalan tubuh. Selama
perkembangan janin, prekursor limfosit berasal dari sumsum tulang. Pada
unggas, prekursor yang menempati bursa Fabricius di transformasi
menjadi limfosit yang berperan dalam kekebalan humoral (limfosit B). Sel
B berdiferensiasi menjadi sel plasma dan sel B memori. Sel T dibagi
menjadi 4yaitu: sel T pembantu, sel T supresor, sel T sitotoksik(sel T
efektor atau sel pembunuh)dan sel T memori (Ganong, 1998).
Mekanisme kekebalan dapat terbentuk akibat induksi antigen
dengan tidak sengaja seperti infeksi agen penyakit maupun induksi antigen
dengan sengaja seperti vaksinasi. Antigen yang masuk ke dalam tubuh
baik sengaja maupun tidak pertama kali akan ditanggapi oleh sistem kebal
alami, seperti adanya respon pembentukan mukus oleh sel-sel epitel
permukaan mukosa tempat masuknya antigen. Antigen yang berhasil
melewati kekebalan alami ini akan berhasil menembus sel dan
menginfeksi sel. Antigen tersebut akan dijerat makrofag yang terdapat
dalam jaringan limfoid. Makrofag akan memfagositosis antigen tersebut
dan dibawa ke sel T pembantu pada saat yang bersamaan (Guyton,1995).
BAB III
METODE KERJAA. ALAT DAN BAHAN
1. Alat
a. Tabung Reaksi
b. Bunsen
c. Rak Tabung
d. Ose lurus dan ose bulat
e. Pipet Tetes
f. Objek Glass
g. Mikroskop
h. Kapas lidi
2. Bahan
a. Sampel Feses Bebek i. Kristal Gentiana Violet
b. Media MAC j. Lugol
c. Larutan oksidase k. Alkohol 96%
d. H2O2 (larutan Hidrogen peroksida) l. Air Fuchsin
e. Media Citrat m. Oil emersi
f. Media MRVP n. Kertas saring
g. Media Urea o. Aquades
h. Media gula-gula p. Tissue
B. PROSEDUR KERJA
1. Isolasi sampel
a. Isolasi sampel pada Media BHIB
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Ditampung sampel feses ayam pada tempat sampel
c) diambil sampel feses ayam menggunakan kapas lidi
d) Setelah itu dimasukkan kedalam media BHIB
e) Kemudian diinkubasi selama 1 x 24 jam suhu 37oC
b. Isolasi sampel pada media MAC
a) Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
b) Diambil sampel feses ayam yang telah diisolasi pada media BHIB
menggunakan ose lurus
c) Kemudian ditanam pada media MAC dan diinkubasi selama 1 x 24
jam pada suhu 37oC.
2. Pewarnaan Gram
a) Dibuat preparat dengan mensuspensikan koloni dengan aquades
steril
b) Kemudian difiksasi diatas api Bunsen
c) Ditambahkan 1-2 tetes Kristal violet, lalu diamkan selama 3 menit
d) Setelah kering, kemudian dicuci air mengalir
e) Ditambahkan 1-2 tetes lugol, lalu didiamkan selama 2 menit
f) Dicuci air mengalir
g) Dekolorisasi dengan alcohol 96% selama 2 menit
h) Dicuci air mengalir
i) Ditambahkan 1-2 tetes air fuchsin selama 1 menit
j) Dicuci air mengalir
k) Dikeringkan dan diamati pada mikroskop dengan perbesaran
objektif 40x dan 100x ( tambahkan oil emersi).
3. Uji Biokimia
1. Uji katalase
a) Dioleskan koloni pada objek glass yang telah difiksasi.
b) Diteteskan larutan H2O2 atau Hidrogen peroksida.
c) Diamati ada atau tidaknya gelembung pada koloni.
2. Uji oksidase
a) Digoreskan koloni pada kertas saring.
b) Diteteskan larutan oksidasi pada koloni.
c) Diamati perubahan warna pada koloni.
3. Uji MRVP
a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose
b) Dimasukkan kedalam media MRVP
c) Setelah itu dihomogenkan dengan cara dikocok
d) Kemudian dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada
suhu 37oC
4. Uji Urea
a) Diambil koloni terpisah dengan menggunakan ose
b) Dimasukkan kedalam media Urea dengan cara digores
c) Kemudian dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada
suhu 37oC
5. Uji Citrat
a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose
b) Dimasukkan kedalam media Citrat dengan cara digores pada lereng
media.
c) Dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada suhu 37oC
6. Uji Media Gula-gula ( laktosa, sukrosa, glukosa dan maltose)
a) Diambil koloni terpisah menggunakan ose
b) Dimasukkan kedalam media gula-gula
c) Kemudian dihomogenkan dengan cara dikocok
d) Setelah itu dimasukkan kedalam incubator selama 24 jam, pada
suhu 37oC.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keterangan :
Setelah didapatkan hasil penanaman kami mendapatkan jenis koloni
yang berbeda pada media BHIB pada sampel feses yaitu berwarna hijau
kecoklatan. Dan setelah dilakukan pengamatan pada mikroskop didaptkan
hasil bahwa jenis koloni tersebut adalah berbentuk basil positif.
2. Pertumbuhan bakteri di media BHIB
SAMPEL JENIS KOLONI WARNA KOLONI
Feses Bebek Kecil dan bulat Hijau kecoklatan
3. Uji biokimia IMVIC
MEDIA HASIL WARNA KETERANGAN
KIA
Slant
Butt
Gas H2S
Merah (slant) kuning (butt)
Alkali & acid
MIO
Motilty + Kuning
Terjadi pergerakan
Indol -Ungu Tidak ada cincin
merah
Ornity -Ungu Tidak berubah
warna
UREA
+
Merah muda
Mengandung urea
MRVP
MR + Merah
VP -Tdk berubah
CITRATE + Biru
GULA-GULA
GLUKOSA + Kuning terdapat gas
MANITOL +Kuning terjadi
perubahan warna
SUKROSA + Kuning terdapat gas
LAKTOSA +Kuning terjadi
perubahan warna
A. PEMBAHASAN
Media adalah suatu bahan atau susunan bahan yang terdiri dari
nutrisi atau zat-zat makanan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroba
(bakteri). Media pertumbuhan atau pembiakan diperlukan untuk
mempelajari sifat bakteri untuk dapat mengadakan identifikasi, determinasi,
atau diferensiasi jenis-jenis yang ditemukan.
Prinsip isolasi bakteri adalah memisahkan suatu mikroba dari
mikroba lainnya sehingga diperoleh kultur murni.Proses isolasi ini menjadi
penting dalam mempelajari identifikasi mikrobia, uji morfologi, fisiologi,
dan serologi. Sedangkan pengujian sifat-sifat tersebut di alam terbuka
sangat mustahill untuk dilakukan.
Proses identifikasi bakteri dapat perupa pengecatan, penanaman
pada media plate, dan uji bio kimia. Salah satu tujuan pengecatan bakteri
untuk mengetahui bentuk morfologi bakteri namun pada pengecatan belum
bisa pastikan spesiesnya karena spesies yang berbeda bentuk morfologinya
bisa sama. Penanaman pada media plate bertujuan untuk melakukan isolasi
dan dari penanaman dapat diketahui bentuk koloni.
Media diferensial adalah media yang mengandung suatu bahan yang
dapat membedakan jenis bakteri satu dengan lainnya berdasarkan sifat
biokimia/hasil reaksinya terhadap bahan dalam media tersebut. Media ini
digunakan oleh ahli mikrobiologi untuk mengidentifikasi jenis bakteri
tertentu.
Proses identifikasi bakteri dapat perupa pengecatan, penanaman pada
media plate, dan uji bio kimia. Salah satu tujuan pengecatan bakteri untuk
mengetahui bentuk morfologi bakteri namun pada pengecatan belum bisa
pastikan spesiesnya karena spesies yang berbeda bentuk morfologinya bisa
sama. Penanaman pada media plate bertujuan untuk melakukan isolasi dan
dari penanaman dapat diketahui bentuk koloni.
Setelah diamati dibawah mikroskop, didapatkan hasil yang negatif
yaitu berbentuk basil dan berwarna merah. Setelah itu dilanjutkan dengan uji
biokimia yaitu uji katalase, oksidase,urea, KIA, citrat, SIM, MRVP, dan uji
media gula-gula.
a. Uji Katalase
Uji Katalase dilakukan didapatkan hasil yaitu positif karena
terdapat gelembung-gelembung udara. karena adanya pemecahan
H2O2 (hidrogen peroksida) oleh enzim katalase yang dihasilkan oleh
bakteri itu sendiri. Komponen H2O2 ini merupakan salah satu hasil
respirasi aerobik bakteri, misalnya S. aureus, dimana hasil respirasi
tersebut justru dapat menghambat pertumbuhan bakteri karena bersifat
toksik bagi bakteri itu sendiri. Oleh karena itu, komponen ini harus
dipecah agar tidak bersifat toksik lagi. Pada tes ini, hasil yang didapatkan
adalah posiitif.
b. Uji Oksidase
uji oksidase yaitu dengan cara diambil koloni yang berwarna
kuning tua yang kemudian dipindahkan dikertas saring dan ditetesi larutan
oksidase sebanyak 1 tetes. Setelah ditetesi didapatkan hasil yang positif
karena memberikan hasil yang berwarna hitam.
c. Uji KIA
Kemudian setelah dilakukan uji oksidase dilanjutkan dengan Uji
KIA yaitu dengan cara dimasukan media kedalam KIA menggunakan ose
yang telah dipijarkan diatas api Bunsen yang kemudian digores dan
menggunakan tehnik penusukan didalam media. Pada media KIA,
didapatkan hasil Acid Alkali. Hal ini dibuktikan dengan terbentuknya
warna merah pada lereng tabung (slunt) dan warna kuning pada dasar
tabung (butt). Dengan adanya hasil seperti ini, maka dikatakan bahwa
bakteri pada sampel dapat menfermentasikan glukosa. Selain perubahan
tersebut, identifikasi kemungkinan yang dapat terjadi pada media KIA
yaitu adanya gas, cara mengetahuinya yaitujika terlihat ada gelembung
pada media atau media seperti terpisah. Adapun identifikasi lain yaitu, jika
media KIA mengalami perubahan warna menjadi hitam berarti bakteri
tersebut mengandung sulfur.
d. Uji Urea
Uji Urea yaitu dengan cara memasukan media kedalam Urea
dengan cara digores pada lereng media setelah itu dimasukkan kedalam
incubator. Setelah dikeluarkan dari inkubator didapatkkan hasil positif, hal
ini dibuktikan dengan adanya perubahan warna menjadi merah muda.
e. Uji Citrat
Setelah itu dilanjutkan dengan uji Citrat, dengan cara dimasukan
media kedalam media Citrat dengan cara digores diatas permukaan media.
Uji Simmon’s Citrat Agar digunakan untuk melihat kemampuan
mikroorganisme menggunakan citrat sebagai satu-satunya sumber karbon
dan energi. Media ini merupakan medium sintetik dengan NA citrat
sebagai satu-satunya sumber karbon, NHA+ sebagai sumber N dan Brom
Thymol Blue sebagai indikator pH. Pada uji ini menunjukkan reaksi
positif. Hal ini ditandai dengan adanya perubahan warna media dari hijau
menjadi biru. Ini karena dasar dari medium mampu dihilangkan sehingga
terjadi peningkatan pH yang nantinya akan menambah warna media dari
hijau menjadi biru bila keadaan menjadi alkalin.
f. Uji SIM (sulfur Indol Motility)
Untuk media MIO, ada 3 uji yang diidentifikasi, yaitu motility,
Indol dan ornity. Uji motilty menunjukkan hasil positif dikarenakan
adanya pergerakan. Uji indol dilakukan dengan menambahkan beberapa
tetes larutan kofak, jika media mengalami pembentukan cincin merah
berarti hasil positif, namun pada media kami tidak tebentuk cincin merah
yang berarti hasil negative. Dan terakhir dilakukan identifikasi ornity yaitu
dengan mengamati media apa terjadi perubahan warna atau tidak. Jika
terjadi perubahan warna maka hasil positif, dan jika tidak ada berarti hasil
negative. Kami mendapatkan hasil negatif.
g. Uji MRVP
Selanjutnya, untuk media MRVP, pertama-tama dilakukan
pemisahan antara MR dan VP. Untuk uji MR, media ditambahkan larutan
methyl red sebanyak 2 tetes kemudian ditunggu selama beberapa menit.
Kemudian dilakukan pemisahan pada MR dan VP dimana MR
ditambahkan dengan pereaksi methyl Red yang memberikan hasil yang
positif karena terjadi perubahan warna pada media yaitu dari kuning
menjadi merah sedangkan pada media VP yang ditambahkan pereaksi
KOH 30% dan α- Naftol memberikan hasil yang berbeda yaitu negatif
tidak mengalami perubahan warna, tetap berwarna kuning.
h. Uji Gula-Gula ( glukosa, laktosa, sukrosa dan maltose)
Selanjutnya dilakukan dengan Uji Media gula-gula ( glukosa,
laktosa, sukrosa dan maltose) dengan cara dimasukkan media kedalam
media gula-gula yaitu dihomogenkan dan dikocok. Hasil ini harus sesuai
dengan hasil dari media KIA. Jika hasil positif berarti media akan
mengalami perubahan warna dari warna merah menjadi kuning. Seperti
pada media kami, kami mendapatkan hasil positif pada media
glukosa,sukrosa,laktosa dan manito yaitu media tersebut mengalami
perubahan warna dan kami juga mengamati adanya gas yang terbentuk.
Media ini berfungsi untuk melihat kemampuan bakteri
memfermentasikan jenis karbohidrat, jika terjadi fermentasi maka media
terlihat berwarna kuning kerena perubahan pH menjadi asam.Uji gula-
gula dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri yang mampu
mempermentasi karbohidrat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam Mengidentifikasi dan mengisolasi bakteri Enterobacter sp
dengan menggunakan sampel feses bebek murni dalam hal ini dapat di
simpulkan bahwa:
dari hasil penanaman bakteri Enterobacter sp pada media identifikasi di
dapat hasil TSIA(+), MIO(+, - , -),MR(+), laktosa(+), maltosa(+),
glukosa(+)manitol(+).
B. Saran
Untuk praktikum kedepannya diharapkan kepada praktikan agar betul-
betul memperhatikan hal-hal penting yang harus dilakukan pada saat praktikum
isolasi dan identifikasi bakteri.
DAFTAR PUSTAKA
Entjang Indan, dr. 2001. “Mikrobiologi & Parasitologi”, Citra Aditya Bakti :
Bandung.
Arif Mansyur. 2007. “Semiloka Mutu “Pemantapan Mutu tes Rapid
Salmonella”, Makassar.
Brooks, Geo F, Butel, Janet S, Morse, Stephen A. 2005. “Mikrobiologi
Kedokteran Edisi Pertama”, Salemba Medica : Jakarta.
Nugraha Tania. 2010. “Penata Laksanaan Demam Tifoid”, Fakultas
Kedokteran Universitas Riau.