17
Acara II FERMENTASI SUBSTRAT PADAT: FERMENTASI KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI  Disusun oleh:  Nama : Cindy Elysia  NIM : 11.70.0067 Kelompok D3 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2014

Laporan Kecap

Embed Size (px)

Citation preview

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT: FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:Nama : Cindy ElysiaNIM : 11.70.0067Kelompok D3

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

Acara II13

20141. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan dari praktikum fermentasi kecap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan KecapKelPerlakuanAromaRasaWarnaKekentalan

D1500 g kedelai + 0,5% inokulum komersial untuk tempe++++++

D2500 g kedelai + 0,5% inokulum komersial untuk tempe++++

D3500 g kedelai + 0,75% inokulum komersial untuk tempe+++++

D4500 g kedelai + 0,75% inokulum komersial untuk tempe+++++++++

D5500 g kedelai + 1% inokulum komersial untuk tempe+++++++++

Keterangan :AromaRasa Warna Kekentalan+: kurang kuat+: kurang manis +: kurang hitam +: kurang kental++: kuat++: manis ++: hitam ++: kental+++: sangat kuat+++: sangat manis +++: sangat hitam +++: sangat kental

Dari data hasil pengamatan yang telah diperoleh pada tabel di atas setelah dilakukan uji sensoris maka diperoleh hasil sebagai berikut. Untuk kelompok D1 dan D2 memperoleh perlakuan yang sama yakni menambahkan sebanyak 0,5% inokulum komersial tempe pada 500 g kedelai, untuk kelompok D3 dan D4 juga memperoleh perlakuan yang sama yakni menambahan sebanyak 0,75% inokulum komersial untuk tempe pada 500 g kedelai, sedangkan pada kelompok D6 memperoleh perlakkuan penambahan inokulum komersial untuk tempe sebanyak 1% pada 500 g kedelai. Pada kelompok D1 diperoleh kecap yang beraroma kuat, berasa kurang manis, berwarna hitam dan memiliki kekentalan yang kurang kental. Pada kelompok D2 diperoleh kecap yang beraroma kurang kuat, berasa kurang manis, berwarna kurang hitam dan mempunyai kekentalan yang kurang kental. Kelompok D3 memperoleh hasil kecap yang bearoma kurang kuat, berasa manis, berwarna kurang hitam serta memiliki kekentalan yang kurang kental. Pada kelompok D4 memperoleh hasil kecap yang beraroma kuat, berasa sangat manis, berwarna hitam dan mempunyai kekentalan yang kental. Kelompok D5 memperoleh hasil kecap yang sama seperti pada kelompok D4 yakni beraroma kuat, berasa sangat manis, berwarna hitam serta memiliki kekentalan yang kental.

14

2. PEMBAHASAN

Kecap termasuk ke dalam salah satu contoh dari makanan tradisional yang dapat digunakan dalam memperkuat flavor serta member warna pada daging, ikan, sayuran dan bahan pangan lainnya. Kecap seringkali digunakan dalam proses pengolahan pangan karena memiliki peran sebagai penyedap. Peran kecap sebagai penyedap ini dikarenakan pada kecap mengandung asam glutamat yang berperan dalam memberikan rasa sedap yang terdapat dalam kondisi bebas. Rahman (1992) menyebutkan bahwa kecap dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan pada rasa dan kekentalannya yakni kecap manis dan kecap asin. Sedangkan yang dibuat dalam praktikum adalah kecap manis.

Kecap merupakan sari kedelai yang difermentasi dengan atau tanpa penambahan gula maupun bumbu (Santoso, 1994). Sebagian besar masyarakat Indonesia menggunakan kecap dalam proses pengolahan pangan. Kandungan gizi yang terdapat di dalam kecap antara lain protein serta kadar abu yang kandungannya cukup tinggi. Jenis-jenis asam amino yang terdapat pada kecap yaitu leusin, asam aspartat, asam glutamat serta prolin. Kecap yang ditambahkan dalam proses pengolahan bahan pangan tidak hanya ditujukan untuk memberikan rasa sedap namun juga sebagai penambah nutrisi terutama asam amino (Santoso, 1994).

Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan kecap akan sangat mempengaruhi kualitas kecap. Dalam pembuatan kecap, bahan dasar yang paling utama adalah jenis kedelai dan mikroorganisme. Pada umumnya, dalam proses pembuatan kecap digunakan dua macam mikroorganisme yaitu Rhizopus sp. dan Aspergilus sp. Kasmidjo (1990) juga menyatakan bahwa bahan utama yang digunakan dalam pembuatan kecap terutama adalah kedelai kuning atau kedelai hitam dengan bentuk untuh atau hancur atau yang sudah hilang lemaknya. Karakteristik dari kecap antara lain mudah dicerna dan diabsorbsi oleh tubuh manusia karena memiliki komposisi berat molekul yang rendah serta kelarutannya dalam air tinggi (Kasmidjo, 1990).

Tahap pertama yang harus dilakukan dalam pembutaan kecap yaitu persiapan bahan baku yang akan digunakan yakni kedelai. Kedelai direndam dalam air selama semalam dengan rasio perbandingan 1:2 di mana 1 bagian untuk kedelai yakni sebanyak 500 g dan 2 bagian untuk air yakni sebanyak 1 liter. Perendaman kedelai bertujuan untuk menghidrasi air ke dalam kedelai sehingga memudahkan dalam proses pemasakan karena kedelai akan menjadi mudah lunak (Tortora et al., 1995). Apabila selama proses perendmaan kedelai ada kulit ari yang terlepas lalu mengapung maka sebaiknya kulit air tersebut dibuang.

Setelah proses perendaman, tahap selanjutnya adalah membersihkan kedelai dari kulit arinya. Setelah kedelai bersih dari kulit arinya, kemudian kedelai dimasukan dalam air bersih dan direbus hingga air mendidih. Pemasakan kedelai memiliki tujuan supaya biji kedelai menjadi lebih lunak, mendenaturasikan protein yang dapat menghambat jalannya proses fermentasi, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, menghilangkan bau langu dan membunuh bakteri yang terdapat pada permukaan kedelai (Tortota et al., 1995). Setelah air mendidih, selanjutnya kedelai ditiriskan dan didinginkan supaya suhunya turun menjadi suam-suam kuku (tidak sampai kering). Setelah suhu kedelai turun, dilakukan penambahan inokulum komersial tempe pada kedelai tersebut lalu diaduk rata.

Pembuatan koji biasanya dilakukan dengan cara menghamparkan bahan yang telah ditambahkan dengan inokulum ke dalam nampan dari bambu atau plastik (Kasmidjo, 1990). Faktor-faktor yang perlu diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah suhu, aerasi serta kadar air yang harus tepat untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme kontaminan dan bakteri yang bersifat proteolitik. Waktu fermentasi yang semakin lama maka akan dihasilkan flavor yang semakin baik.

Tampah dan daun pisang yang akan digunakan selama proses fermentsai dipersiapkan. Daun pisang yang akan digunakan untuk melapisi tampah harus dibersihkan terlebih dahulu. Pembersihan daun pisang tersebut dapat dilakukan hanya dengan menggunakan lap bersih ataupun menggunakan tisu bersih. Tujuan dari pembersihan daun pisang yang akan digunakan yaitu untuk mencegah terjadinya kontaminasi selama proses fermentasi berlangsung.

Tahap berikutnya adalah memasukkan kedelai yang sudah ditambahkan dengan perlakuan penambahan inokulum komersial tempe ke dalam tampah yang sudah dilapisi dengan daun pisang. Kedelai yang dimasukkan ke dalam tampah tersebut masih dalam keadaan yang basah, artinya tidak kering. Kedelai yang tidak kering tersebut ditujukan supaya selama proses fermentasi berlangsung, jamur yang berasal dari inokulum komersial untuk tempe tersebut dapat tumbuh pada permukaan kedelai serta dapat mengakumulasikan beberapa enzim, seperti enzim proteinase dan amilase (Atlas, 1984). Enzim proteinase memiliki peran dalam menguraikan protein kedelai menjadi lebih sederhana yaitu menjadi asam-asam amino. Sedangkan peran dari enzim amilase yaitu untuk memecah karbohidrat menjadi gula sederhana sehingga tahap fermentasi selanjutnya dapat menjadi lebih mudah (Atlas, 1984).

Setelah tampah yang berisi kedelai yang sudah ditambahkan inokulum komersial untuk tempe ditutup lalu diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Selama proses inkubasi berlangsung, inokulum tersebut akan mulai menggunakan kedelai sebagai substrat pertumbuhannya yang disebut sebagai tahap koji atau stage fermentation. Konsentrasi penambahan inokulum yang ditambahkan berbeda-beda tiap kelompok yakni kelompok D1 dan D2 ditambahkan inokulum sebanyak 0,5%; pada kelompok D3 dan D4 ditambahkan inokulum sebanyak 0,75% dan pada kelompok D5 ditambahkan inokulum sebanyak 1%. Lama waktu yang digunakan untuk inkubasi (3 hari), sudah sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991). Waktu fermentasi yang digunakan tidak boleh terlalu cepat maupun terlalu lama karena jika waktu fermentasi terlalu cepat maka tidak akan menghasilkan komponen-komponen yang dapat menimbulkan reaksi penting karena enzim yang dihasilkan masih dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan jika waktu fermentasi berjalan terlalu lama maka enzim yang dihasilkan akan semakin banyak sehingga cita rasa yang dihasilkan dapat menjadi kurang baik. Hasil pemecahan komponen gizi yang disebabkan oleh enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang selama proses fermentasi seperti amilase, maltase, fosfatase, lipase serta proteinase dapat mempengaruhi hasil cita rasa kecap. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu ruang di mana hal ini sudah sesuai dengan teori Su et al. (2005).

Gambar 1. Hasil Fermentasi koji setelah masa inkubasi 3 hari

Setelah masa inkubasi selesai maka akan didapati bahwa kedelai tersebut sudah ditumbuhi dengan kapang yang disebut sebagai koji. Selanjutnya, koji tersebut dipotong-potong menjadi kecil-kecil yang kemudian dikeringkan dengan dehumidifier. Tjuan dari pemotongan koji menjadi ukuran yang kecil-kecil yaitu supaya proses pengeringan dengan dehumidifier dapat berjalan secara optimal. Sedangkan tujuan pengeringan dengan menggunakan dehumidifier yaitu untuk memudahkan dalam menghilangkan kapang yang melekat pada permukaan substrat (Tortora et al., 1995). Penghilangan kapang pada permukaan substrat ini dikarenakan kapang tersebut sudah tidak digunakan lagi pada proses fermentasi berikutnya.

Setelah dikeringkan dalam dehumidifier, tahap selanjutnya adalah tahap moromi. Bakteri yang penting dalam fermentasi kecap yaitu Lactobacillus delbruckii serta ragi Hansenula sp. (Astawan & Astawan, 1991). Kedelai yang sudah dikeringkan dengan dehumidifier kemudian direndam dalam larutan garam dengan melarutkan garam sebanyak 200 g dalam 1 liter akuades. Hal yang sudah dilakukan tersebut sudah sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991) yang menyebutkan bahwa biasanya pada tahap moromi dilakukan fermentasi dalam larutan garam 20% di mana sebanyak 200 g garam dilarutkan dalam 1 liter akuades. Perendaman dalam larutan garam ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan hasil hidrolisis pada tahap fermentasi kapang untuk kemudian memberikan rasa asin. Selain itu, perendaman dalam larutan garam berperan sebagai medium selektif yang berfungsi untuk mencegah pertumbuhan mikroba berbahaya namun masih memungkinkan bagi khamir dan bakteri untuk bertumbuh yang diperlukan dalam pemberntukan cita rasa. Bakteri yang masih memungkinkan dapat bertumbuh dalam larutan garam ialah bakteri halofilik yang dapat tumbuh secara spontan serta membantu dalam pembentukan flavor yang khas. Berdasarkan pada jurnal yang berjudul Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans (Sumague et al., 2008) disebutkan bahwa halofil merupakan mikroorganisme yang membutuhkan jumlah garam sodium klorida tertentu untuk pertumbuhannya. Mikroorganisme ini dibedakan menurut jumlah garam yang diperlukan untuk pertumbuhannya antara lain halofil ringan dengan kebutuhan garam 2-5%; halofil sedang dengan kebutuhan garam 5-20%; dan halofil ekstrem dengan kebutuhan garam 20-30%.

Gambar 2. Tahap Moromi (Perendaman kedelai kering dalam air garam 20%)

Berdasarkan pada jurnal yang berjudul Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus (Purwoko dan Noor Soesanti, 2007), disebutkan bahwa koji atau tempe yang telah dikeringkan kemudian direndam dalam air garam 20-30%. Mikroba yang berperan selama perendaman koji dalam air garam tersebut adalah Hansenula sp., Zygosaccharomyes sp., dan Lactobacillus sp. Perendaman kedelai dapat mengubah semua isoflavon malonil-glikosida dan asetil-glikosida menjadi isoflavon glikosida. Selanjutnya, isoflavon glikosida dapat diubah menjadi isoflavon aglukon yang disebabkan oleh aktivitas enzim glukosidase. Isoflavon sendiri bersifat atioksidatif sehingga dapat menangkal radikal bebas.

Fermentasi moromi dilakukan selama 1 minggu di mana pada setiap harinya dilakukan penjemuran di bawah sinar matahari selama setengah jam dalam keadaan terbuka sambil diaduk sesekali. Tujuan dari dilakukannya pengadukan pada saat penjemuran yaitu agar garam dapat menyentuh seluruh permukaan substrat secara merata dan untuk memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri (Tortora et al., 1995). Temperatur merupakan faktor yang penting dalam proses fermentasi yang dapat mempengaruhi kualitas kecap.

Setelah tahap perendaman dalam larutan garam selama 1 minggu selesai, maka air hasil fermentasi tersebut kemudian diambil sebanyak 250 ml yang sebelumnya sudah disaring terlebih dahulu. Kemudian ke dalam 250 ml air hasil saringan tersebut ditambahkan air sebanyak 750 ml. Selanjutnya dilakukan pemasakan dengan menambahkan bumbu-bumbu. Bumbu utama yang ditambahkan dalam proses pembuatan kecap manis pada praktikum kali ini adalah gula jawa atau gula kelapa kemudian bumbu yang digunakan untuk memberikan flavor yaitu digunakan laos, ketumbar, kayu manis dan bunga pekak. (a) (b) (c)Gambar 3. (a) Penyaringan air kedelai dari tahap moromi, (b) Hasil saringan air kedelai,(c) Pemasakan dalam pembuatan kecap

Gula kelapa yang ditambahkan dalam proses pembuatan kecap tersebut akan mempengaruhi viskositas dari kecap. Selain itu, gula juga yang menentukan flavor spesifik dan warna dari kecap. Warna yang dihasilkan dalam proses pembuatan kecap ini terbentuk karena adanya reaksi antara asam-asam amino dengan gula reduksi di mana jenis gula yang terdapat dalam kecap diantaranya ialah glukosa, galaktosa, maltosa, xilosa, arabinosa serta komponen gula alkohol yakni gliserol dan manitol (Kasmidjo, 1990).

Setelah proses pemasakan, selanjutnya dilakukan pengujian secara sensoris yang meliputi uji aroma, rasa, warna dan kekentalan. Dari hasil pengamatan yang telah diperoleh pada uji aroma adalah pada kelompok D1, D4 dan D5 memperoleh kecap yang beraroma kuat, sedangkan pada kelomok D2 dan D3 memperoleh kecap yang beraroma kurang kuat. Dari uji rasa diperoleh hasil kecap yang pada kelompok D1 dan D2 memiliki rasa kecap yang kurang manis, kelompok D3 memiliki kecap dengan rasa yang manis, serta pada kelompok D4 dan D5 memperoleh kecap yang berasa sangat manis. Sedangkan pada uji warna diperoleh hasil kecap dengan warna hitam pada kelompok D1, D4 dan D5, sedangkan pada kelompok D2 dan D3 diperoleh kecap yang berwarna kurang manis. Dan pada uji kekentalan diperoleh kecap yang kurang kental pada kelompok D1, D2 dan D3, sedangkan pada kelompok D4 dan D5 diperoleh kecap yang kental. Hasil yang berbeda-beda pada setiap kelompok tersebut dikarenakan penambahan gula kelapa yang berbeda-beda sehingga menyebabkan rasa yang berbeda-beda serta lama waktu pemanasan yang juga berbeda sehingga diperoleh kekentalan yang berbeda-beda. Penggunaan gula jawa atau gula kelapa dalam proses pengolahan kecap akan berpengaruh terhadap rasa, warna dan kekentalan kecap (Prabandari, 1995).

Gula jawa digunakan untuk menentukan jenis kecap yang ingin dihasilkan apakah kecap manis atau kecap asin atau kecap manis dengan ukuran yang digunakan yakni setiap satu liter filtrat memerlukan gula kelapa sebanyak 2 kg (Santoso, 1994). Pada kelompok D1 diberi penambaha gula jawa sebanyak 1 kg, pada kelompok D2 menggunakan gula jawa sebanyak 1,5 kg, pada kelompok D3 menggunakan gula jawa sebanyak 2 kg, pada kelompok D4 diberi penambahan gula jawa sebanyak 2,5 kg serta pada kelompok D5 diberi penambahan gula jawa sebanyak 3 kg. Jika dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Santoso (1994), maka penambahan gula jawa pada kelompok D3 adalah yang paling tepat. Dan berdasarkan pada hasil pengamatan mengenai uji rasa yang telah dilakukan maka diperoleh hasil yang sudah tepat karena kelompok D1 dan D2 memperoleh hasil uji rasa kecap yang kurang manis, kelompok D3 memperoleh hasil kecap dengan rasa manis, serta pada kelompok D4 dan D5 memperoleh hasil kecap dengan rasa yang sangat manis.

Gambar 4. Hasil pemasakan kecap (kelompok D5, D4, D3, D2, dan D1 (dari kiri ke kanan))

Dalam jurnal yang berjudul Enzyme production and growth of Aspergillus oryzae S. on soybean koji fermentation (Chancharoonpong et al., 2012) disebutkan bahwa koji adalah gandum atau biji kedelai yang sudah diinokulasi dengan kultur atau kapang koji yang kemudian dimasak. Langkah pertama dalam membuat pangan terfermentasi seperti kecap, miso, miri, sake dan lainnya adalah dengan membuat koji. Selama pembuatan koji, kapang Aspergillus oryzae S. memproduksi beberapa amilase dan protease untuk memecah karbohidrat dan protein. Disebutkan pula bahwa dalam fermentasi tradisional, fermentasi solid merupakan fermentasi yang tepat bagi pertumbuhan fungi karena kandungan kadar airnya rendah sehingga memudahkan miselium fungi melakukan penetrasi melalui substrat solid.

Kedelai sendiri disebutkan memiliki kandungan protein tertinggi diantara kacang-kacangan lainnya yakni sekitar 40%. Kedelai dibedakan menjadi dua jenis yaitu kedelai kuning dan kedelai hitam. Pada kedelai kuning dapat digunakan sebagai bahan dasar makanan turunan kedelai baik dengan fermentasi maupun tidak. Sedangkan kedelai hitam sendiri terbatas dalam penggunaannya yakni hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap. Pembuatan kecap dapat melalui 3 cara yakni fermentasi, hidrolisis asam, dan kombinasi fermentasi dan hidrolisis asam. Kecap yang dibuat secara fermentasi biasanya memiliki cita rasa dan aroma yang lebih disukai oleh konsumen. Prinsip pembuatan kecap dengan metode fermentasi berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana yakni asam amino, asam lemak dan monosakarida (Koswara, 1997).

Dalam jurnal yang ditulis oleh Purwoko dan Noor Soesanti (2007) juga disebutkan bahwa dalam pembuatan kecap digunakan bumbu-bumbu yang dapat meningkatkan cita rasa kecap manis. Ada dua jenis bumbu dalam pembuatan kecap manis yaitu bumbu sederhana dan lengkap. Bumbu sederhana terdiri dari gula, jahe, lengkuas, dan kayu manis. Sedangkan bumbu lengkap terdiri dari bumbu sederhana ditambah dengan bawang putih, kunyit, kemiri dan ketumbar. Penambahan gula kelapa dapat meningkatkan kadar karbohidrat.

Dalam jurnal dengan judul Production of Enzyme and Growth of Aspergillus oryzae S. on Soybean Koji (Chancharoonpong et al., 2012) dikatakan bahwa A. oryzae merupakan fungi berfilamen yang mampu memproduksi sejumlah besar enzim hidrolitik. Penggunaan fungi digunakan dalam pembuatan kecap secara tradisional di Asia. Dalam jurnal Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern (Mao et al., 2012) disebutkan bahwa dalam larutan garam, enzim yang dikeluarkan oleh fungi Aspergillus akan terus menghidrolisis kedelai sehingga diperoleh kecap. Fermentasi kecap sangat kompleks yang terdiri dari beberapa proses antara lain sakarifikasi pati, degradasi gula, fermentasi alkohol, proteolisis, pembentukan aroma, reaksi asam pantotenat dan reaksi Maillard.

3. KESIMPULAN

Kecap seringkali digunakan dalam proses pengolahan pangan karena memiliki peran sebagai penyedap karena mengandung asam glutamat yang berperan dalam memberikan rasa sedap yang terdapat dalam kondisi bebas. Kecap merupakan sari kedelai yang difermentasi dengan atau tanpa penambahan gula maupun bumbu. Bahan dasar yang digunakan dalam pembuatan kecap akan sangat mempengaruhi kualitas kecap. Tahap pertama yang harus dilakukan dalam pembutaan kecap yaitu persiapan bahan baku yang akan digunakan yakni kedelai. Langkah pertama dalam membuat pangan terfermentasi seperti kecap, miso, miri, sake dan lainnya adalah dengan membuat koji. Pemasakan kedelai memiliki tujuan supaya biji kedelai menjadi lebih lunak, mendenaturasikan protein yang dapat menghambat jalannya proses fermentasi, menginaktifkan zat-zat antinutrisi, menghilangkan bau langu dan membunuh bakteri yang terdapat pada permukaan kedelai. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah suhu, aerasi serta kadar air. Perendaman dalam larutan garam ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana yang merupakan hasil hidrolisis pada tahap fermentasi kapang untuk kemudian memberikan rasa asin. Koji atau tempe yang telah dikeringkan kemudian direndam dalam air garam 20-30%. Penggunaan gula jawa atau gula kelapa dalam proses pengolahan kecap akan berpengaruh terhadap rasa, warna dan kekentalan kecap. Prinsip pembuatan kecap dengan metode fermentasi berkaitan dengan penguraian protein, lemak, dan karbohidrat menjadi bentuk yang lebih sederhana yakni asam amino, asam lemak dan monosakarida Bumbu sederhana terdiri dari gula, jahe, lengkuas, dan kayu manis. Bumbu lengkap terdiri dari bumbu sederhana ditambah dengan bawang putih, kunyit, kemiri dan ketumbar. Penambahan gula kelapa dapat meningkatkan kadar karbohidrat.

Semarang, 19 Juni 2014 Praktikan, Asisten Dosen,

Cindy ElysiaKatharina Nerissa A. A.(11.70.0067)

4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. & Astawan W. M. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo.

Atlas, R. M. (1984). Microbiology Fundamental and Application. Collier Mcmillan Inc. New York.

Chancharoonpong, C., Pao-Chuan Hsieh, and Shyang-Chwen Sheu. (2012). Production of Enzyme and Growth of Aspergillus oryzae S. on Soybean Koji. Internattional Journal of Bioscience, Biochemistry and Bioinformatics, Vol. 2 No.4.

Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Koswara, S., 1997, Mengenal makanan tradisional: hasil olahan kedelai, Buletin Teknologi dan Industri Pangan 8(2):75-76.

Mao, C., Guoqing He, Xinyong Du, Meilin Cui and Shiyang Gao. (2013). Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern. Advance Journal of Food Science and Technology 5(2): 144-147, 2013.

Prabandari, E. (1995). Cara Membuat Kecap. Balai Pustaka. Semarang.

Purwoko, Tjahjadi dan Noor Soesanti H. (2007). Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus. BIODIVERSITAS Volume 8, Nomor 2 :223-227.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H. B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

Su, N; M. Wang; K. Kwok & M. Lee. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. J. Agric. Food Chem. 2005, 53, 1521-1525.

Sumague, M. J. V.; R. C. Mabesa; E. I. Dizon; E. V. Carpio & N. P. Roxas. (2008). Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans.Philippine Journal of Science 137(2):105-114.

Tortora, G. J.; R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

5. 6. LAMPIRAN

6.1. Jurnal6.2. Laporan Sementara