Upload
kicky-chaca
View
250
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN KEGIATAN PENYULUHAN
I. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN
Tuberkulosis (TBC/TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menular dari orang ke orang melalui inhalasi
droplet di udara (Harries 2006).
Jumlah penderita penyakit tuberculosis (TB) di Indonesia sangat tinggi. Setiap
tahun bertambah 450 ribu kasus baru. Dari jumlah tersebut 65 ribu diantaranya
meninggal dunia. Selain itu pada usia 5 tahun ke atas, TB merupakan penyebab
kematian nomor 4 di perkotaan setelah stroke, diabetes dan hipertensi, serta
merupakan penyakit pembunuh nomor 2 dipedesaan setelah stroke.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia mengakui selama 12 tahun terakhir ada
peningkatan pelaporan kasus baru TB. Hingga triwulan pertama tahun 2013 tercatat
angka notifikasi semua kasus baru mencapai 132 per 100 ribu penduduk dan BTA
positif sebesar 82 per 100 ribu penduduk Indonesia.
Konseling nutrisi pada pasien TB yang dimulai sejak fase awal pengobatan
menghasilkan peningkatan signifikan dalam berat badan dan fungsi fisik setelah 6
minggu, selain itu TB dan kurang gizi berinteraksi melalui proses dua arah dimana
TB dapat menyebabkan terjadinya penurunan berat badan dan kekurangan komponen
mikronutrisi melalui peningkatan kebutuhan asupan nutrisi, perubahan proses
metabolik ataupun melalui berkurangnya nafsu makan yang menyebabkan kurangnya
intake nutrisi secara oral. Sebaliknya, indeks massa tubuh (BMI) yang rendah dan
kekurangan beberapa mikronutrisi dapat menekan cell-mediated immunity atau sel sel
imun yang memegang peranan penting dalam melawan kuman TB, sehingga
meningkatkan angka keaktifan kuman tersebut dan memperlambat proses
penyembuhan.
II. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT
Pentingnya terapi gizi pada pasien TB di Indonesia sering kali diabaikan,
padahal gizi sangat berperan dalam proses penyembuhan dan membantu sistem imun 1
tubuh dalam melawan penyakit TB ini. Kendala yang banyak ditemui adalah pasien
tidak memiliki nafsu makan ataupun mengalami gejala kurang nafsu makan selama
pengobatan TB berlangsung. Hal ini bisa disebabkan oleh banyak hal salah satunya
pasien masih mengalami keluhan batuk-batuk berdahak sehingga semua makanan
terasa tidak enak dan sulit ditelan. Hilangnya nafsu makan ini membuat pasien malas
makan sehingga pola makannya tidak teratur. Kadangkala pasien juga mual dan
muntah akibat efek samping dari obat yang dikonsumsi. Selain itu adanya
kepercayaan atau mitos yang beredar seputar makanan yang boleh dikonsumsi selama
pengobatan pun menyebabkan intake gizi pasien TB tidak terpenuhi. Banyak dari
pasien juga mengalami krisis percaya diri dalam bergaul dan berinteraksi dengan
keluarga dan lingkungan sekitarnya sehingga membatasi keluarga maupun
lingkungan sosial untuk mendukung dan menunjang pasien dalam memperbaiki pola
makan selama pengobatannya berlangsung.
Perlu diketahui bahwa pasien TB itu sendiri memerlukan asupun makro dan
mikronutrisi yang tinggi, terutama tinggi energi dan tinggi protein, tetapi dengan
adanya masalah-masalah seperti diatas membuat intake nutrisi pasien jadi tidak
adekuat sehingga memperlambat proses penyembuhan penyakitnya bahkan dapat
membuat daya tahan tubuh semakin menurun sehingga memperburuk kondisi
penyakit TB yang dideritanya. Maka daripada itu, sangat penting bagi pasien TB
untuk mengenal lebih jauh tentang penyakit yang ia derita serta bagaimana pola
nutrisi yang baik untuk menunjang proses penyembuhan penyakitnya.
III. PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI
Dari masalah gizi yang dapat digali selama berlangsungnya pengobatan TB,
maka intervensi yang akan dilakukan adalah sebuah penyuluhan tentang TB dan
terapi gizi serta sharing class yang diikuti dengan diskusi mini group yang berisi 3-4
orang pasien beserta narasumber.
Direncanakan untuk mengundang seluruh pasien yang berobat TB, pasien yang
telah selesai berobat TB, serta para Ketua RT di cakupan wilayah kerja Puskesmas
Bontang Utara 2 yaitu Kelurahan Lhoktuan yang bersedia dan berkesempatan untuk
2
hadir. Acara dipusatkan pada Gedung Kelurahan Lhoktuan pada Hari Kamis, 30
Januari 2014 pukul 08.30-12.00 WITA.
Jenis intervensi yang dipilih adalah penyuluhan dengan tujuan umum :
1. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Perilaku
Penyuluhan adalah proses perubahan perilaku di kalangan masyarakat
agar mereka tahu, mau dan mampu melakukan perubahan demi tercapainya
peningkatan produksi, pendapatan/ keuntungan dan perbaikan
kesejahteraannya. Dalam perkembangannya, pengertian tentang penyuluhan
tidak sekadar diartikan sebagai kegiatan penerangan, yang bersifat searah
(one way) dan pasif. Tetapi, penyuluhan adalah proses aktif yang
memerlukan interaksi antara penyuluh dan yang disuluh agar terbangun
proses perubahan “perilaku” (behaviour) yang merupakan perwujudan dari:
pengetahuan, sikap, dan keterampilan seseorang yang dapat diamati oleh
orang/pihak lain, baik secara langsung (berupa: ucapan, tindakan, bahasa-
tubuh, dll) maupun tidak langsung (melalui kinerja dan atau hasil kerjanya).
2. Penyuluhan Sebagai Proses Pendidikan atau Proses Belajar
Dapat diartikan bahwa kegiatan penyebar-luasan informasi dan
penjelasan yang diberikan dapat merangsang terjadinya proses perubahan
perilaku yang dilakukan melalui proses pendidikan atau kegiatan belajar.
Artinya, perubahan perilaku yang terjadi/dilakukan oleh sasaran tersebut
berlangsung melalui proses belajar. Hal ini penting untuk dipahami, karena
perubahan perilaku dapat dilakukan melalui beragam cara, seperti:
pembujukan, pemberian insentif/hadiah, atau bahkan melalui kegiatan-
kegiatan pemaksaan (baik melalui penciptaan kondisi lingkungan fisik
maupun sosial-ekonomi, maupun pemaksaan melalui aturan dan ancaman-
ancaman).Berbeda dengan perubahan perilaku yang dilakukan bukan
melalui pendidikan, perubahan perilaku melalui proses belajar biasanya
berlangsung lebih lambat, tetapi perubahannya relatif lebih kekal. Perubahan
seperti itu, baru akan meluntur kembali, manakala ada pengganti atau
sesuatu yang dapat menggantikannya, yang memiliki keunggulan-keung-
3
gulan “baru” yang diyakininya memiliki manfaat lebih, baik secara ekonomi
maupun non-ekonomi.
3. Penyuluhan Sebagai Proses Perubahan Sosial
Penyuluhan tidak sekadar merupakan proses perubahan perilaku pada
diri seseorang, tetapi merupakan proses perubahan sosial, yang mencakup
banyak aspek, termasuk politik dan ekonomi yang dalam jangka panjang
secara bertahap mampu diandalkan menciptakan pilihan-pilihan baru untuk
memperbaiki kehidupan masyarakatnya. Yang dimaksud dengan perubahan
sosial di sini adalah, tidak saja perubahan (perilaku) yang berlangsung pada
diri seseorang, tetapi juga perubahan-perubahan hubungan antar individu
dalam masyarakat, termasuk struktur, nilai-nilai, dan pranata sosialnya,
seperti: demokratisasi, transparansi, supremasi hukum, dll.
4. Penyuluhan Sebagai Proses Rekayasa Sosial (Social Engineering)
Sejalan dengan pemahaman tentang penyuluhan sebagai proses
perubahan sosial yang dikemukakan di atas, penyuluhan juga sering disebut
sebagai proses rekayasa sosial (social engineering) atau segala upaya yang
dilakukan untuk menyiapkan sumberdaya manusia agar mereka tahu, mau
dan mampu melaksanakan peran sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya
dalam sistem sosialnya masing-masing.
5. Penyuluhan Sebagai Proses Pemasaran Sosial (Social Marketing)
Yang dimaksud dengan “pemasaran sosial” adalah penerapan konsep
dan atau teori-teori pemasaran dalam proses perubahan sosial. Berbeda
dengan rekayasa-sosial yang lebih berkonotasi untuk “membentuk” (to do
to) atau menjadikan masyarakat menjadi sesuatu yang “baru” sesuai yang
dikehendaki oleh perekayasa, proses pemasaran sosial dimaksudkan untuk
“menawarkan” (to do for) sesuatu kepada masyarakat. Jika dalam rekayasa-
sosial proses pengambilan keputusan sepenuhnya berada di tangan
perekayasa, pengambilan keputusandalam pemasaran-sosial sepenuhnya
berada di tangan masyarakat itu sendiri.
4
6. Penyuluhan Sebagai Proses Pemberdayaan Masyarakat (Community
Empowerment)
Margono Slamet (2000) menegaskan bahwa inti dari kegiatan penyu-
luhan adalah untuk memberdayakan masyarakat. Memberdayakan berarti
memberi daya kepada yang tidak berdaya dan atau mengembangkan daya
yang sudah dimiliki menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat bagi masyarakat
yang bersangkutan.
Dalam konsep pemberdayaan tersebut, terkandung pemahaman bahwa
pemberdayaan tersebut diarahkan terwujudnya masyarakat madani (yang
beradab) dan mandiri dalam pengertian dapat mengambil keputusan (yang
terbaik) bagi kesejahteraannya sendiri.
7. Penyuluhan Sebagai Proses Penguatan Kapasitas (Capacity Strenghtening)
Yang dimaksud dengan penguatan kapasitas di sini, adalah penguatan
kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu (dalam masyarakat),
kelembagaan, maupun hubungan atau jejaring antar individu, kelompok
organisasi sosial, serta pihak lain di luar sistem masyarakatnya sampai di
arah global. Kemampuan atau kapasitas masyarakat, diartikan sebagai daya
atau kekuatan yang dimiliki oleh setiap indiividu dan masyarakatnya untuk
memobilisasi dan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara lebih
berhasil-guna (efektif) dan berdaya-guna (efisien) secara berkelanjutan.
Dalam hubungan ini, kekuatan atau daya yang dimiliki setiap individu dan
masyarakat bukan dalam arti pasif tetapi bersifat aktif yaitu terus menerus
dikembangkan/dikuatkan untuk “memproduksi” atau menghasilkan sesuatu
yang lebih bermanfaat.
8. Penyuluhan Sebagai Proses Komunikasi Pembangunan
Sebagai proses komunikasi pembangunan, penyuluhan tidak sekedar
upaya untuk menyampaikan pesan-pesan pembangunan, tetapi yang lebih
penting dari itu adalah, untuk menumbuh-kembangkan partisipasi
masyarakat dalam pembangunan (Mardikanto, 1987).
5
Tujuan Khusus :
1. Untuk meningkatkan fungsi fisik pasien melalui terapi gizi selama
pengobatan TBC;
2. Untuk menambah pengetahuan pasien tentang pentingnya terapi gizi pada
pasien TBC;
3. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi pasien saat menjalani terapi gizi
selama pengobatan TBC;
4. Untuk membantu pasien dan memberikan solusi pada kendala yang dihadapi
pasien selama proses terapi gizi pada pengobatan TBC.
IV. PROSES INTERVENSI
Pada hari Kamis, 30 Januari pukul 08.30 bertempat di Gedung Kelurahan
Lhoktuan proses intervensi berupa penyuluhan dan sharing class dimulai dengan
jumlah peserta penyuluhan sebanyak 23 orang (diluar staf dan pengurus acara) Acara
dimulai dengan pemberian materi melalui penyuluhan dimana dihadirkan pemateri
yang menjelaskan secara menyeluruh tentang penyakit tuberkulosis dan pentingnya
gizi pada pasien TB yang dilanjutkan dengan sesi konsultasi melalui tanya-jawab
langsung dengan pemateri.
Setelah itu acara dilajutkan dengan sharing class dimana dihadirkan beberapa
narasumber sebagai pembicara yang merupakan pasien TB itu sendiri baik yang
sudah selesai pengobatan, yang putus berobat selama pengobatan maupun yang baru
memulai pengobatan agar mereka dapat berbagi pengalaman, kendala, keluhan-
keluhan serta solusi yang selama ini sudah mereka jalani langsung dari sesama
penderita dan dimoderatori oleh pemegang program pengobatan TB di Puskemas
Bontang Utara 2.
V. MONITORING DAN EVALUASI
Selama proses penyuluhan dan sharing class berlangsung didapatkan banyak
peserta yang mengajukan pertanyaan seputar penyakitnya baik gejala, cara
6
mencegahnya, efek samping obat-obatan yang dikonsumsi serta membahas beberapa
mitos-mitos yang beredar seputar penyakit tersebut.
Dari narasumber sharing class yaitu pasien itu sendiri yang berbagi pengalaman
didapatkan banyak pasien yang mulai mengerti dan memahami gejala dan perburukan
dari penyakitnya jika ia memandang pengobatan TB sebagai penyakit “batuk biasa”.
Efek jera didapatkan dengan jelas pada pasien-pasien yang menghentikan
pengobatannya sendiri tanpa sepengetahuan pihak pengelola program yang kemudian
berobat ulang dengan gejala yang jauh lebih buruk. Hal ini membuka mata pasien TB
lainnya yang selama ini merasa bosan dan tidak kuat minum obat TB sehingga ingin
memutuskan untuk berhenti berobat TB. Dengan adanya pengakuan dari pasien yang
putus berobat, pasien-pasien yang awalnya sudah bosan berobat ini kembali
termotivasi untuk menyelesaikan pengobatnnya dibandingkan harus sembuh sesaat
dan kambuh dengan gejala yang lebih parah serta pengobatan yang lebih lama. Selain
itu pasien menjadi lebih memahami bahwa tidak terdapat pantangan makanan selama
pengobatan TB (diluar adanya penyakit sistemik lainnya). Pasien dapat mengatur
jenis-jenis variasi dan bahan makanan yang akan dimakan berdasarkan kebutuhan
energi dan protein yang tinggi selama proses penyembuhan. Pasien dapat memahami
vitamin dan mineral apa yang sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhannya.
Pasien juga mengetahui dapat mencari substitusi bahan makanan dalam memenuhi
target nutrisinya serta mendapatkan tips-tips dan solusi untuk masalah pola makan
dan dapat memperbaiki asupan nutrisi yang diperlukan selama proses penyembuhan
penyakit ini. Pasien juga mejadi lebih mengerti tentang penyakitnya dan tentang
pentingnya gizi selama proses penyembuhan berlangsung.
Sharing Class ini dilakukan langsung dengan ke duapuluhtiga peserta
penyuluhan tanpa adanya pembagian mini group 3-4 orang pasien untuk sesi berbagi
masalah sesama pasien dikarenakan terbatasnya waktu, sedikitnya narasumber pasien,
serta terbatasnya konsumsi peserta. Seluruh pasien TB berobat yang didata untuk
hadir pun tak semuanya dapat hadir dengan berbagai alasan terutama karena
dilaksanakan di pagi hari dan dilaksanakan di jam dinas (bukan hari libur) sehingga
7
beberapa pasien tidak dapat menghadiri acara penyuluhan ini diakibatkan sedang
bekerja.
Penyuluhan dan sharing class ini diharapkan dapat berkelanjutan untuk
memantau keadaan pasien serta berbagi ilmu dan pengalaman kepada sesama pasien
baik pasien yang telah mengikuti penyuluhan ini maupun pasien yang baru
mengikutinya di acara penyuluhan berikutnya. Dipertimbangkan untuk
memperpanjang waktu acara agar semua topik selesai dibahas dan acara mini group
yang tertunda dapat dilaksanakan sehingga kita semua dapat lebih memetik hasil yang
signifikan dalam perbaikan pola pengobatan dan gizi pasien TB.
Diharapkan setelah penyuluhan dan sharing class ini didapatkan adanya
peningkatan berat badan, kualitas hidup, serta ekonomi pasien. Pasien juga menjadi
termotivasi serta lebih percaya diri untuk patuh menyelesaikan pengobatannya serta
yang tidak kalah penting yaitu berkurangnya angka pasien baru TB paru aktif serta
jumlah pasien yang putus berobat di Puskesmas Bontang Utara 2 ini.
Komentar/Umpan Balik dari Pendamping :
1. Komunikasi--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
2. Kepribadian dan Profesionalisme---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Bontang, 01 Februari 2014
Pemateri Pendamping
dr. Kartika Achmad dr. Norsikawaty Haya
NIP. 19850721 201001 2005
8
9