Upload
siti-roslinda-rohman
View
39
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di negara maju dan berkembang, fenomena malpraktik merupakan
fenomena yang umum dijumpai. Angka statistik tentang fenomena ini
cukup mencengangkan. Sebagai contoh, di Amerika pada tahun 2006-
2007 sekitar 25.000 kematian di Negara ini ditengarai berhubungan
dengan tindakan malpraktik (Ake, ). Sebuah laporan menyebutkan bahwa
50%-65% dokter yang praktik di Amerika pernah dituntut atas tuduhan
tindakan malpraktik kepada pasiennya (Hanafiah, 2007).
Faktor lain yang menyebabkan peningkatan kasus malpraktik
adalah meningkatnya kesadaran hukum masyarakat saat ini. Selain itu
juga diperparah dengan pemanfaatan kasus malpraktik sebagai ladang
bisnis. Ada orang-orang yang memiliki kompetensi di bidang hukum
memberikan suatu provokasi kepada keluarga klien untuk memperkarakan
kasus malpraktik yang dialami oleh klien atau keluarga klien ke dalam
ranah hukum untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Malpraktik memiliki dampak positif dan negative. Dampak positifnya
yaitu meningkatnya pengawasan dalam bidang pelayanan kesehatan
sehingga perbaiikan pelayanan kesehatan merupakan suatu hal yang
mutlak perlu. Sedangkan, dampak negatifnya yaitu kerugian maerial bagi
lembaga (institusi)/perorangan terkait dengan jumlah ganti rugi yang
dituntut dari klien. Jumlah ganti rugi biasanya berkisar puluhan hingga
ratusan juta rupiah atau bahkan juga lebih. Dampak negative lainnya
yaitu, pemborosan dalam melakukan pelayanan kesehatan karena
petugas kesehatan takut untuk bertindak atau terlalu berhati-hati sehingga
mengeluarkan biaya dan proses yang sebenarnya tidak perlu karena
indikasi yang timbul belum mengarah ke penyakit yang lebih serius.
Misalya, bila ada klien yang datang dan mengeluhkan mengalami panas
tinggi, petugas kesehatan tidak berani untuk segera mengambil tindakan
sebelum ada hasil laboratorium, cek darah lengkap, cek urin, dsb. Hal
tersebut juga menyebabkan biaya yang harus dikeluarkan harus lebih
banyak.
Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan yang dalam
menjalankan tugasnya sangat riskan untuk terbelit kasus malpraktik, maka
perawat harus memiliki pengetahuan tentang seluk-beluk malpraktik, etika
dan hukum dalam melaksanakan praktik keperawatan, dan pencegahan
terjadinya tindakan kelalaian dalam melaksanankan pelayanan medis.
B. Batasan Topik
1. Definisi Hukum
2. Definisi Hukum Kesehatan
3. Dasar Hukum Praktik Keperawatan
4. Definisi Perawat Teregistrasi
5. Syarat menjadi Perawat Teregistrasi
6. Proses Menjadi Perawat Teregistrasi
7. Dasar Hukum yang Mengatur Proses menjadi perawat teregistrasi
8. Definisi persetujuan tindakan
9. Urgensi persetujuan tindakan
10.Proses permintaan persetujuan tindakan
11.Tindakan perawat terhadap respon pasien yang menolak
melakukan persetujuan tindakan
12.Tindakan perawat terhadap respon pasien yang menunda
melakukan persetujuan tindakan
13. Indikasi perawat dalam melakukan persetujuan tindakan
14.Definisi rekam medis
15.Tujuan rekam medis
16.Standar rekam medis
17.Hak akses rekam medis
18.Dasar hukum rekam medis
19.Sanksi hukum rekam medis
20.Dokumentasi keperawatan dalam rekam medis
21.Definisi malpraktik
22.Pembuktian malpraktik
23.Pihak yang bertanggung jawab dalam malpraktik
24.Tanggung jawab hukum terhadap malpraktik
25.Malpraktik keperawatan dalam bidang hukum
26.Upaya pencegahan malpraktik
27.Upaya menghadapi tuntutan korban malpraktik
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi Hukum
Hukum merupakan sekumpulan peraturan yang disusun
secara sistematis baik tertulis maupun tidak tertulis oleh lembaga
yang berwenang dan berisi perintah maupun larangan yang
tujuannya untuk mengatur tata kehidupan masyarakat serta
sifatnya memaksa.
2. Definisi Hukum Kesehatan
Hukum kesehatan merupakan semua peraturan hukum yang
berhubungan dengan pelayanan kesehatan dimana didalamnya
melibatkan penerima pelayanan kesehatan, proses
penyelengaraan pelayanan kesehatan serta pemberi pelaayanan
kesehatan dengan tujuan mengatur ketertiban serta
perlindungannya dan penerapannya pada hokum perdata, hukum
pidana, hukum administrasi.
3. Dasar Hukum Praktek Keperawatan
Dasar hukum praktek keperawatan merupakan dasar yang
dijadikan landasan atau panduan dalam menjalankan praktek
keperawatan. Ada beberapa dasar hukum praktik keperawatan
meliputi :
a. Undang-ungdang nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,
bagian ke 9 pasal 32 penyembuhan penyakit dan pemulihan.
b. Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen.
c. Undang-undang nomor 6 tahun 1963 tentang kesehatan.
d. Undang-undang kesehatan nomor 18 tahun 1964 mengatur
tentang wajib kerja para medis.
e. Undang-undang RI nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
f. Undang-undang dasar 1945 pasal 5 ayat 1 dan pasal 20 ayat 1
tentang kesehatan.
g. Peraturan MENKES nomor 660/MENKES/SK/IX/1987 yang
dilengkapi surat edaran direktur jenderal pelayanan medik
nomor 105/Yan.Med/RS.Umdik/I/88 tentang penerapan standar
praktik keperawatan bagi perawat kesehatan dirumah sakit.
h. KEMENKES nomor 647/SK/IV/2000/ tentang registrasi praktik
perawat dan direvisi dengan SK KEMENKES
No.1239/MENKES/SK/XII tentang registrasi dan praktik perawat
i. SK MENKES No.262/Per/VII/1979 yang membedakan para
medis menjadi dua golongan yaitu golongan medis keperawatan
(termasuk bidan) dan para medis non keperawatan.
j. SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
No.94/Menpan/1986 tentang jabatan fungsional tenaga
keperawatan dan system kredit poin.
4. Definisi Perawat Teregistrasi
Perawat teregistrasi meruakan perawat yang telah diakui
secara hukum sebagai tenaga medis (keperawatan). Secara umum
perawat teregistrasi adalah semua perawat baik lulusan sarjana
keperawatan maupun program master keperawatan dengan ruang
lingkup praktik sesuai dengan kompetensinya masing – masing
yang telah terdaftar atau tercatat secara resmi (diakui secara
hukum) sebagai tenaga kesehatan untuk menjalankan praktik
profesinya dan telah mendapatkan STR (surat tanda registrasi) dari
institusi terkait.
5. Syarat Menjadi Perawat Teregistrasi
Syarat menjadi perawat teregistrasi merupakan hal-hal yang
harus dipenuhi oleh perawat sehingga perawat dapat dikatakan dan
diakui sebagai perawat teregistrasi. Adapun syarat-syarat menjadi
perawat teregistrasi yaitu :
a. Mempunyai ijazah sebagai bukti lulus ujian program pendidikan
keperawatan dari berbagai jenjang.
b. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah / janji
perawat
c. Mempunyai sertifikat kompetensi yang didapatkan setelah lulus
uji kompetensi.
d. Mendapatkan STR (Surat Tanda Registrasi) dari institusi terkait
e. Mendapatkan SIP (Surat Ijin Perawat) serta nomor register.
f. Membuat pernyataan akan mematuhi atau melaksanakan kode
etik profesi keperawatan
g. Rekomendasi dari organisasi profesi
6. Proses menjadi perawat teregistrasi
Proses menjadi perawat teregistrasi merupakan langkah-
langkah atau prosedur yang harus dilakukan sampai perawat
dikatan menjadi perawat teregistrasi. Secara umum proses
registrasi perawat yaitu :
a. Tenaga kesehatan harus mengajukan permohonan dengan
melampirkan persyaratan :
Fotokopi ijazah pendidikan di bidang kesehatan yang
dilegalisir.
Fotokopi transkrip nilai akademi yang di leglisir.
Fotokopi sertifikat kompetensi yang dilegalisir.
Sertifikat kompetensi tersebut diperoleh setelah lulus uji
kompetensi dan dikeluarkan oleh MTKI. Sertifikat tersebut
berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang melalui
partisipasi dalam kegiatan pendidikan pelatihan yang
memenuhi persyaratan minimal 25 selama 5 tahun. Sertifikat
kompetensi diberikan oleh MTKI kepada peserta didik pada
waktu pengambilan sumpah.
Surat keterangan sehat dari dokter yang memiliki surat izin
praktek.
Pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan
etika profesi, dan
Pasfoto terbaru dan berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2
(dua) lembar.
b. STR dikeluarkan oleh MTKI dan berlaku sepanjang berlakunya
setifikat kompetensi.
7. Dasar Hukum yang Mengatur Proses Menjadi Perawat Teregistrasi
Dasar hukum proses menjadi perawat teregistrasi
merupakan sekumpulan peraturan yang menjadi dasar bagaimana
proses sampai perawat dikatakan sebagai perawat teregistrasi. Ada
beberapa dasar hukum yang mengatur proses menjadi perawat
teregistrasi, diantaranya yaitu :
a. Peraturan menteri kesehatan No. 161/MENKES/PER/1/2010
tentang registrasi tenaga kesehatan.
b. Keputusan menteri kesehatan RI No.1239/MENKES/SK/XI/2001
tentang registrasi dan praktek perawat.
c. Kepmenkes No.647/MENKES/IV/2000 tentang registrasi da
praktik perawat.
d. UU RI No 23/1992 pasal 34 ayat 4 bahwa pelaksanaan
pengobatan dan ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan bagi
yang memilki keahlian dan kewenangan
8. Definisi persetujuan tindakan
Persetujuan tindakan merupakan pernyataan setuju yang
dilakukan oleh pasien. Secara umum definisi persetujuan tindakan
yaitu persetujuan yang dilakukan oleh pasien atau keluarga dekat
pasien tentang tindakan yang akan dilakukan kepada pasien
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap dari pihak dokter
maupun tenaga kesehatan lain yang akan melakukan tindakan dan
dapat dilakukan scara tertulis maupun lisan dan disertai penjelasan
tentang resiko yang mungkin akan terjadi.
9. Urgensi persetujuan tindakan
Pengertian dari urgensi persetujuan tindakan yaitu mengapa
persetujuan tindakan harus dilakukan dan mengapa persetujuan
tersebut boleh untuk tidak dilakukan. Berikut alasan mengapa
ersetujuan tindakan harus dilakukan :
a. Untuk menghargai hak otonomi pasien.
b. Untuk proteksi diri dan mencegah paksaan.
c. Untuk melindungi terhadap kesalahan pemberian kesempatan.
d. Promosi kdari keputusan-keputusan nasional untuk mengurangi
resiko malpraktek.
Sedangkan alasan mengapa persetujuan tindakan boleh
untuk tidak dilakukan yaitu :
a. Dalam keadaan darurat (emergensi) dimana dokter harus
segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa pasien.
b. Pasien dalam keadaan emosi yang sangat labil sehingga dia
tidak bisa menghadapi situasi dirinya serta tidak bisa
menentukan tindakan pada dirinya.
10. Proses permintaan persetujuan tindakan
Menurut Guwandi, proses sampai terjadinya persetujuan dan
penandatanganan formulir persetujuan tindakan dapat dibagi
menjadi tiga fase, yaitu :
a. Fase pertama
Dimana seorang pasien datang ke tempat dokter.
Pada saat kedatanganpasien ke tempat dokter ini sudah
dapat disimpulkan bahwa pasien telah memberikan
persetujuan untuk dilakukan pemeriksaan
b. Fase kedua :
Pada saat ini pasien telah berhadapan dengan dokter
dan dokter melakukan anamnese terhadap pasien dan mulai
mencatat dalam rekam medis pasien. Pada saat ini dapat
dikatakan sudah terjadi hubungan antara dokter dan pasien.
c. Fase ketiga :
Dimana dokter mulai melakukan penafsiran dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Dokter kemudian
mengambil keputusan tentang penyakit pasien dan akan
memberikan pengobatan, nasihat dan anjuran termasuk
tindakan medis disertai dengan penjelasan yang cukup.
Bila pasien menyetujui untuk dilakukan tindakan medis,
barulah persetujuan tersebut diberikan, berdasarkan Undang –
Undang Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 45 Ayat 5 menyatakan di
dalam penjelasan bahwa yang disebut tindakan medis yang
beresiko tinggi adalah tindakan bedah atauu tindakan invasif
lainnya.
11. Tindakan perawat terhadap respon pasien yang menolak
melakukan persetujuan.
Perawat sebagai tenaga medis wajib meminta persetujuan
tindakan dari pasien sebelum melakukan tindakan. Namun tidak
semua pasien setuju dengan tindakan yang akan dilakukan,mereka
dapat menunda atau bahkan menolak.Berikut hak-hak pasien
terkait persetujuan tindakan yaiitu :
a. Pasien behak menyetujui atau memberikan izin atas
tindakanyang akan dilakukan oleh dokter sehubungan dengan
penyakit yang di deritanya
b. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan
terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan
atas tanggung jawab sendiri setelah memperoleh informasi
yang jelas tentang penyakitnya.
Secara umum tindakan perawat jika pasien menolak
persetujuan tentang tindakan medic, maka perawwat harus
menghormatinya dan tidak boleh memaksakan namun harus
dijelaskan resiko jika menolak persetujuan akan menjadi
tanggung jawab penolak persetujuan. Penolakan pasien untuk
dilakukan tindakan medis yang direncanakan atau sudah
dilakukan oleh dokter meskipun sudah mendapatkan penjelasan
yang cukup, harus memberikan pernyataan secara tertulis.
12. Tindakan perawat jika pasien menunda melakukan persetujuan
tindakan medis.
Perawat sebagai tenaga medis wajib meminta persetujuan
tindakan dari pasien sebelum melakukan tindakan. Namun tidak
semua pasien setuju dengan tindakan yang akan dilakukan,mereka
dapat menunda atau bahkan menolak. Pada saat itu perawat harus
benar-benar paham apa yang harus dia lakukan.Berikut tindakan
yang harus dilakukan perawat jika pasien menunda melakukan
persetujuan tindakan medis :
a. Tetap menghormati kputusan pasien dan memberikan waktu
pasien untuk memikirkan kembali
b. Memberi penjelasan tentang pentingnya dilakukan tindakan
c. Menggali informasi dari pasien mengenai sebab melakukan
penundaan
d. Mengkaji dan mengklarifikasi pemahaman pasien tentang
penjelasan perawat.
e. Menanyakan kepada pasien apakan perjanjian yang dibuat
sebelumnya masih berlaku atau tidak. Jika masih berlaku
tanyakan kepada pasien kapan tindakan tersebut bisa dilakukan
13. Indikasi Tindakan Keperawatan dalam Meminta Persetujuan
Definisi dari indikasi sendiri yaitu kapan perawat harus
meminta persetujuan kepada pasien tentang tindakan yang akan
dilakukan kepadanya. Ada beberapa indikasi tindakan keperawatan
dalam meminta persetujuan, diantaranya yaitu :
a. Bila tindakan medis yang akan dilakukan bersifat komplek atau
menyangkut efek samping memiliki resiko yang tinggi
b. Bila tindakan medis yang akan dilakukan bukan dalam rangka
terapi
c. Bila tindakan medis yang akan dilakukan memiliki dampak
yang bermakna
d. Bila tindakan medis yang akan dilakukan adalah bagian dari
penelitian
14. Definisi Rekam Medis
Rekam Medis merupakan catatan tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan pasien. Secara umum yang dimaksud
dengan rekam medis adalah berkas yang berisi catatan dan
dokumen baik yang tertulis maupun terekam tentang identitas, hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik,laboratorium, pengobatan, tindakan
dan pelayanan lain yang diberikan kepada pasien baik yang dirawat
inap, rawat jalan maupun yang mendapatkan pelayanan gawat
darurat.
15. Tujuan Rekam Medis
Pembuatan rekam medis tentunya mempunyai tujuan yang
ingin dicapai.Tujuan rekam medis adalah untuk menunjang
tercapainya tertib administrasi dalam rangka upaya peningkatan
pelayanan kesehatan. Tanpa didukung suatu sistem pengelolaan
rekam medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak
akan berhasil. Selain itu rekam medis dapat dijadikan sebagai
dasar atau bukti tentang evaluasi pelayanan kesehatan dan terapi,
sebagai bukti evaluasi kondisi medis pasien, untuk
mendokumentasikan komunikasi antara dokter dengan tenaga
kesehatan lain maupun antara dokter dengan pasien, sebagai alat
bantu dan bukti hukum bagi pasien, tenaga kesehatan, dan rumah
sakit dan yang terakhir sebagai data untuk penelitian dan juga
pendidikan.
16. Standar Pembuatan Rekam Medis
Standar rekam medis merupakan sekumpulan peraturan
yang mengatur tentang petunjuk tata cara pembuatan rekam
medis. Ada beberapa standar pembuatan rekam medis,
diantaranya yaitu :
a. Isi rekam medis dibagi menjadi dua kelompok yaitu :
Data Medis atau Data Klinis
Yang termasuk data medis adalah segala sesuatu tentang
riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis,
pengobatan serta hasilnya, laporan dokter dan perawat,
hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dan lain-lain. Data-
data ini bersifat rahasia dan tidak boleh diberitahukan pada
pihak ketiga tanpa ijin dari pasien.
Data non-medis atau Data Sosiologis
Termasuk dalam data ini yaitu hal-hal lain yang tidak
berkaitan langsung dengan data medis, seperti identitas,
data social ekonomi, alamat, status dan lain-lain. Sebagian
orang menilai data ini bersifat rahasia, namun sebagian
lainnya menilai bukan rahasia.
b. Pengisian harus jelas, tidak membingungkan. Rekam medis
harus akurat, adekuat, tepat, faktual dan relevan.
c. Untuk memberikan pelayanan sesuai standar, pengisian
rekam medis harus sesering mungkin
d. Baik dokter maupun perawat harus memiliki rencana perawtan
yang terpisah namun saling melengkapi
e. Setiap tindakan yang dilakukan harus tercatat sejak
kedatangan awal pasien, rekam medis ditulis sesegera
mungkin. Pada saat pasien pulang, dokumentasi harus
menunjukkan bahwa pemulangan pasien telah sesuai medis
dengan mencantumkan rencana tindak lanjut dan
mengajarkan pada pelaku rawat cara pemberian obat setelah
pulang.
f. Data yang dimasukkan dibedakan untuk pasien yang diperiksa
yang di unit rawat jalan, rawat inap dan gawat darurat.
Pasien Rawat Jalan
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien
i. Untuk kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik
j. Persetujuan tindakan bila perlu
Pasien Rawat Inap
a. Identitas pasien
b. Tanggal dan waktu
c. Anamnesis (keluhan, riwayat penyakit)
d. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
e. Diagnosis
f. Rencana penatalaksanaan
g. Pengobatan dan atau tindakan
h. Persetujuan tindakan bila perlu
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan
j. Ringkasan pulang
k. Nama dan tanda tangan dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan lain yang memberikan pelayanan
kesehatan
l. Pelayanan lain yang diberikan oleh tenaga
kesehatan tertentu
m. Untuk kasus gigi dilengkapi dengan odontogram
klinik
Pasien Gawat Darurat
a. Identitas pasien
b. Kondisi saat pasien tiba di sarana pelayanan
kesehatan
c. Identitas pengantar pasien
d. Tanggal dan waktu
e. Hasil anamnesis
f. Hasil pemeriksaan fisik dan penunjang medis
g. Diagnosis
h. Pengobatan dan atau tindakan
i. Ringkasan kondisi pasien sebelum meninggalkan
pelayanan unit gawat darurat dan rencana tindak
lanjut
j. Nama dan tandaa tangan dokter, dokter gigi atau
tenaga kesehatan tertentu yang memberikan
pelayanan kesehatan
k. Sarana transportasi yang digunakan bagi pasien
yang akan dipindahkan ke sarana pelayanan
kesehatan lain
l. Pelayanan lain yang telah diberikan oleh tenaga
kesehatana tertentu
g. Apabila terjadi kesalahan dalam melakukan
pencatatan dapat dilakukan pembetulan dengan
cara pencoretan tanpa menghilangkan catatan yang
dibetulkan dan dibubuhi paraf yang melakukan
pembetulan
h. Masa simpan rekam medis di rumah sakit adalah 5
tahun (kecuali ringkasan pulang dan perstujuan
tindakan disimpan selama 10 tahun).Untuk selain
rumah sakit masa simpannya yaitu 2 tahun. Setelah
batas waktu, rekam medis dapat dimusnaahkan.
17.Hak Akses Rekam Medis
Hak akses rekam medis berhubungan dengan siapa yang
berhak memiliki maupun siapa yang berhak melihat dan membaca
isi atau berkas dari rekam medis. Adapun yang mempunyai hak
akses rekam medis diantaranya yaitu :
a. Pasien, karena berhak memiliki isi rekam medis
b. Sarana Pelayanan Kesehatan, dengan tujuan untuk
kepentingan kesehatan pasien
c. Aparat Penegak Hukum, untuk dijadikan bukti sebagai
penegakan hukum
d. Permintaan Institusi berdasarkan peraturan perundang-
undangan
e. Hak askes untuk kepentingan pennelitian atau pendidikan (tetap
menjaga privasi atau kerahasiaan pasien)
18. Dasar Hukum Rekam Medis
Dasar hukum rekam medis merupakan seperangkat
peraturan yang mengatur tentang rekam medis, diantaranya yaitu :
a. UU Kesehatan No.23 tahun 1992 Pasal 53 menjelaskan bahwa
setiap tenaga kesehatan berhak memperoleh perlindungan
hokum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya,
untuk itu maka setiap tenaga kesehatan dalam melkukan
tugasnya berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan
menghormati hak pasien.
b. Keputusan Menkes No 034/Birhup/1972 tentang perencanaan
dan pemeliharaan rumah sakit
c. Permenkes No 749a/Menkes/Per/XII tahun 1989 tentang rekam
medis atau medical record.
d. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik No 78
tahun 1991 tentang penyelenggaraan rekam medis.
e. PP No. 10 tahun 1966 tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran
f. Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan
Medis
g. SE Direktorat Jenderal No:H.K.00.66.1.5.01160 tentang
Petunjuk Teknis Pengadaan Formulir Rekam Medis Dasar dan
Pemusnahan Arsip Rekam Medis
h. Permenkes Nomor 269 tahun 2008 tentang Hukum Rekam
Medis
i. UU No. 29 tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran
j. UU RI Nomor : 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik
k. UU RI Nomor : 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
l. UU RI Nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan
m. UU RI Tahun 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan
n. Kepmenkes RI Nomor 377/MENKES/SK/III/2007 Tentang
Standar Profesi Perekam Medis dan Informasi Kesehatan
o. Kepmenkes RI Nomor 135/KEP/M.PAN/12/2002 Tenyang
Jabatan Fungsional Perekam Medis dan Angka Kreditnya
p. Kepmenkes RI Nomor 134/Menkes/SK/IV/1978 Tentang
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit
q. Keputusan Bersama Menkes dan Kepala Badan Kepegawaian
Negara Nomor 048/MENKES/SKB/I/2003, Nomor 02 Tahun
2003 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional
Perekam Medis dan Angka Kreditnya
19. Sanksi Hukum terhadap Pelanggaran Rekam Medis
Pelanggaran rekam medis merupakan salah satu kejahatan
hukum, oleh karena itu bagi pelakunya diperlukan adanya sanksi
untuk mencegah terulang kembali, diantara sanksi pelanggaran
medis adalah sebagai berikut :
a. Menurut Permenkes no 749a tahun 1989 tentang rekam medis,
pada pasal 20 disebutkan bahwa pelanggaran terhadap
ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan
sanksi administrasi dimulai dari teguran lisan sampai
pencabutan izin.
b. Pasal 79 UU Praktik Kedokteran secara tegas mengatur bahwa
setiap tenaga kesehatan yang dengan sengaja tidak membuat
rekam medis dapat dipidana dengan pidana kurungan paling
lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000
(lima puluh juta rupiah).
c. Sanksi perdata, Karena tidak melakukan yang seharusnya
dilakukan dalam hubungan tenaga kesehatan-pasien.
d. Sanksi disiplin dan etik dapat berupa peringatan tertulis,
pencabutan ijin atau wajib mengikuti pelatihan atau pendidikan
di Institusi Pendidikan Kedokteran.
20. Dokumentasi Keperawatan dalam Rekam Medis
Dokumentasi keperawatan merupakan bagian dari dalam
rekam medis dan di dalamnya harus mencakup :
a. Lembar persetujuan yang ditandatangani tentang tindakan yang
akan dilakukan
b. Catatan khusus tentang hal-hal khusus. Contoh : Alergi, hasil
pemeriksaan laboratorium, rontgen,
c. Catatan tentang cairan intravena sebelum melakukan operasi
d. Lokasi grounding dari alat elektrosurgical
e. Tipe prep dan kondisi kulit
f. Catatan tentang pembuangan sisa jaringan atau implant
g. Identifikasi semua peralatan
h. Perhitungan alat, jarum dan spon
Dokumentasi keperawatan dalam rekam medis memiliki
aspek hukum yang dapat melindungi pasien maupun perawat.
Kurangnya pengetahuan dalam menerapkan catatan dukomentasi
asuhan keperawatan maka akan dapat mengakibatkan rendahnya
mutu kelengkapan rekam medis begitu juga sebaliknya. Jadi
dokumentasi keperawatan sangat diperlukan demi meningkatkan
kualitas medis.
21. Definisi Malpraktik
Merupakan suatu tindakan yang salah atau tidak sesuai
dengan standar profesi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan
dalam memberikan perawatan atau pelayanan kesehatan kepada
pasien, baik dengan sengaja ataupun karena kelalaian, yang
mengakibatkan kerugian pada pasien.
22. Pembuktian Malpraktik
Dalam menghadapi adanya dugaan malpraktek,maka kasus
malpraktek perlu adanya pembuktian. Pembuktian tersebut
dilakukan agar dapat menentukan apakah dugaan tersebut masuk
kategori malpraktek atau tidak. Dalam kasus atau gugatan adanya
civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua cara
yakni :
a. Cara langsung
Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok
ukur adanya 4 D yakni :
1. Duty (kewajiban)
Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan
pasien, tenaga perawatan haruslah bertindak berdasarkan :
Adanya indikasi medis
Bertindak secara hati-hati dan teliti
Bekerja sesuai standar profesi
Sudah ada informed consent.
2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)
Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan
keperawatan menyimpang dari apa yang seharusnya atau
tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut
standard profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat
dipersalahkan.
3. Direct Causation (penyebab langsung)
4. Damage (kerugian)
Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada
hubungan kausal (langsung) antara penyebab (causal) dan
kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada
peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah
dibuktikan dengan jelas. Hasil (outcome) negatif tidak dapat
sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.
Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka
pembuktiannya adanya kesalahan dibebankan/harus
diberikan oleh si penggugat (pasien).
b. Cara tidak langsung
Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang
mudah bagi pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang
diderita olehnya sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa
loquitur).
Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang
ada memenuhi kriteria:
Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan
tidak lalai
Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab
tenaga perawatan
Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien
23.Pihak yang Bertanggung Jawab
Dalam kasus malpraktek pasti ada pihak yang dituntut untuk
mempertanggung jawabkannya. Secara umum, yang harus
bertanggung jawab dalam kasus malpraktik adalah :
a. Pelaku Malpraktik, diantaranya dokter, perawat, bidan, dan
tenaga kesehatan lain
b. Pimpinan Institusi (pimpinan Rumah Sakit)
c. Atasan dari pelaku Malpraktik
24. Tanggung Jawab Hukum terhadap Malpraktik
Hukum bertanggung jawab penuh atas terjadinya malpraktek
yang melanggar hukum. Secara umum tanggung jawab hukum
yaitu melindungi korban malpraktek, membuktikan sejauh mana
tenaga yang dilakukan tenaga medis sampai dituduh melakukan
malpraktek, dan memberikan sanksi kepada pelaku malpraktek
apabila terbukti bersalah.
25. Malpraktik Keperawatan dilihat dari Segi Hukum
Malpraktek keperawatan dapat dilihat dari berbagai segi.
Malpraktik keperawatan jika dilihat dari segi hukum ada tiga jenis,
yaitu :
a. Malpraktik Kriminal, dimana perbuatan tersebut merupakan
perbuatan tercela, baik karena kesegajaan, kecerobohan,
maupun kealpaan. Malpraktik ini dipertanggungjawabkan secara
individu/personal.
b. Malpraktik Perdata, tindakan malpraktik berhubungan dengan
tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana telah ditentukan
dan disepakati. Malpraktik ini dipertanggungjawabkan baik
secara individu, korporasi, maupum dilimpahkan kepada pihak
lain.
c. Malpraktik Administratif, tindakan malpraktik akibat tidak
melaksanakan atau melanggar hokum administrasi.
26. Upaya pencegahan Malpraktik
Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk
menggugat tenaga medis karena adanya malpraktek diharapkan
tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu bertindak hati-hati
Dunia kedokteran berbahaya bukan hanya karena banyaknya
orang yang cenderung lalai, tetapi karena tidak melakukan apa-apa
untuk mencegahnya.. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah atau mengantisipasi terjadinya malpraktek yaitu :
a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan
upayanya, karena perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning
verbintenis) bukan perjanjian akan berhasil (resultaat
verbintenis).
b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed
consent.
c. Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.
d. Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau
dokter.Jangan menebak diagnosa penyakit maupun obatnya
e. Menghormati hak-hak pasien dan juga memperlakukan pasien
secara manusiawi dengan memperhatikan segala
kebutuhannya.
f. Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan
masyarakat sekitarnya.
g. Diperlukan pendidikan yang berkelanjutan
h. Mengidentifikasi pasien sebelum memberikan obat dan
setelahnya
i. Melibatkan pasien atau keluarganya dalam tahapan terapi,
diagnosis maupun prognosis
j. Merawat pasien dengan perhatian, menghibur dan sensitif
k. Membuat rencana tindakan secara rapi
27. Upaya menghadapi Tuntutan Pasien
Dalam kasus malpraktek sering kali terjadi tuntutan dari
pihak korban kepada tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Usahakan untuk menghadapi tuntutan pasien secara kekeluargaan.
Jelaskan secara lisan kejadian serta tunjukkan rekam medis bila
perlu. Dalam penjelasan tersebut, jangan serta merta mengakui
kesalahan.
Namun, apabila pasien tetap kukuh untuk membawa kasus
malpraktik ke meja pengadilan, beberapa hal berikut dapat
diupayakan dilaksanakan :
a. Informal defence, dengan mengajukan bukti atau menyangkal
bahwa tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak
menunjuk pada doktrin-doktrin yang ada.
b. Formal/Legal defence, melakukan pembelaan dengan
mengajukan atau menunjuk pada doktrin-doktrin hokum yakni
dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak unsure-
unsur pertanggungjawaban atau untuk membebaskan diri
dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan pengaruh
daya paksa.
BAB III
RINGKASAN
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan professional
sebagai bagian integral dari pelayanan kesehatan di masyarakat,
untuk itu diperlukan suatu dasar hukum yang mengaturnya baik
dasar hukum kesehatan maupun dasar hukum praktek
keperawatan. Dalam dasar hukum tersebut dijelaskan diantaranya
mengenai registrasi perawat, persetujuan tindakan, rekam medis
dan juga tentang malpraktek.
Seorang perawat dapat menjalankan praktek keperawatan
apabila dia telah tercatat secara resmi sebagai tenaga kesehatan
dan juga telah diakui secara hukum atau dapat dikatakan telah
menjadi perawat teregistrasi. Untuk menjadi perawat teregistrasi
perawat harus memenuhi syarat sampai akhirnya mendapatkan
STR (Surat Tanda Registrasi).
Dalam menjalankan praktek keperawatan, perawat harus
tahu betul tentang kewajiban yang harus dilakukannya, misalnya
dalam hal meminta persetujuan tindakan dan juga pencatatan
dokumentasi asuhan keperaawatan dalam rekam medis.
Persetujuan tindakan tersebut dilakukan karena untuk menghormati
hak otonomi pasien dan juga menghindari tejadinya
malpraktek.Oleh karena itu perawat harus tahu bagaimana proses
meminta persetujuan tindakan kepada pasien dan juga
menghadapi responnya (baik menunda atau menolak).
Sedangkan mendokumentasikan asuhan keperawatan
dalam rekam medis wajib dilakukan oleh perawat karena nantinya
rekam medis dapat dijadikan sebagai bukti apabila terjadi dugaan
kasus malpraktek. Namun perawat juga harus memahami standar
pembuatannya dan juga sanksi hukum apabila rekam medis tidak
dibuat atau perawat tidak menjaga privasi data dari pasien.
Pembuatan rekam medis dapat menjadi tolak ukur tinggi dan
rendahnya kualitas pelayanan kesehatan. Alasan perawat
diharuskan memahami tentang kewajiban dan haknya yaitu untuk
menghindari terjadinya malpraktek. Karena jika seorang tenaga
kesehatan terbukti melakukan malpraktek maka akan dimintai
pertanggung jawaban. Oleh karena itu diperlukan kesiapan tenaga
kesehatan untuk menghadapi tuntutan malpraktek dan juga
diperlukan upaya untuk pencegahannya.
REFERENSI PUSTAKA
Ahira, Anne. 2012. Definisi Hukum Menurut Para Pakar.
http://www.anneahira.com/definisi-hukum-.htm. Diakses pada
tanggal 24 Mei 2012. Pukul 18.25 WIB
Ake,Julianus. 2002. Malpraktek dalam Keperawatan. Jakarta:EGC
Asmadi. 2008. Konsep Dasar Keperawatan.Jakarta:EGC
Gondodiputro, Sharon. 2007. Rekam Medis dan Sistem Informasi
Kesehatan. Bandung: Universitas Padjajaran.
Jabir,Muhammad. 2009. Menghindari dan Menghadapi Tuntutan Pasien.
kesehatan.kompasiana.com. Diakses pada tanggal 24 Mei 2012.
Pukul 20.40 WIB
Jayanti,Nusye KI. 2009. Penyelesaian Hukum dalam Praktek Kedokteran.
Yogyakarta : Pustaka Yustisia
Kasimin. 2009. Malpraktik Tenaga Perawatan.
els.fkumy.ac.id/file.php/1/moddata/forum/171/23650/HUKES.pdf.
Diakses pada tanggal 26 Mei 2012. Pukul 17.50 WIB
Kusnanto. 2004. Profesi dan Praktek Keperawatan Profesional.
Jakarta:EGC
Kusuma Wardhani, Ratih. 2009. Tinjauan Yuridis Persetujuan Tindakan
Medis. Semarang : Universitas Diponegoro
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. H.K.02.02/Menkes/148/2010
Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 161/Menkes/Per/2010 tentang
Registrasi Tenaga Kesehatan
PPNI. 2005. Standar Kompetensi Perawat Indonesia. http://www.inna-
ppni.or.id. Diakses pada tanggal 25 Mei 2012. Pukul 21.15 WIB
PPNI. 2011. Registered Nurse?. www.inna-ppni.or.id. Diakses pada
tanggal 24 Mei 2012. Pukul 20.10 WIB
Pusparatri, Risky Aprilia. 2012. Persetujuan Tindakan Medik (Informed
Concent). http://dentaluniverseindonesia.com/index.php/article/62-
persetujuan-tindakan-medik. Diakses pada tanggal 27 Mei 2012.
Pukul 16.19 WIB
Qauliyah, Asta. 2007. Rekam Medis, Definisi dan Kegunaannya.
http://astaqauliyah.com/2007/10/rekam-medis-definisi-dan-
kegunaannya/ Diakses pada tanggal 27 Mei 2012. Pukul 16.40 WIB
Rahmawat,Yanuar Lely Puji. 2009. Pola Penyelesaian Kasus Malpraktek.
www.library.um.ac.id. Diakses pada tanggal 24 Mei 2012. Pukul
20.30 WIB
Sampurno,Slamet.2008. Hukum Kesehatan. www.ilunifk83.com/t315-
hukum-kesehatan. Diakses pada tanggal 24 Mei 2012. Pukul 20.00
WIB
Sanjoyo, Raden. 2010. Aspek Hukum Rekam Medis.
http:www.yoyoke.web.ugm.ac.id. Diakses pada tanggal 26 Mei
2012. Pukul 09.15 WIB
Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
LAPORAN KELOMPOK 5
STUDENT LEARNING OBJECTIVE (SLO)
Disusun untuk Memenuhi Tugas Legal Ethic of Nursing (LEN)
Disusun oleh :
Ratih Kumalasari 115070201111034
Nadifatus Susana 115070213111002
Achmad Mansyur A 115070205111002
Siti Roslinda Rohman 115070206111002
Aliful Nisa Noviga 115070207111002
Amin Ayu Badriyah 115070207111004
Rita Novita Sari 115070207111006
Faizatul Mudawwamah 115070207111008
M F Fitri 115070207111010
Dicky Syahrulloh Bakhri 115070207111012
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA2012