Upload
m-nashrayansar
View
595
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanah sebagai media tumbuh tanaman empunyai fungsi menyediakan air,
udara dan unsure hara untuk pertumbuhan tanaman, namun demikian, kemampuan
tanah menyediakan unsure hara sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan pemakaian
tanah yang terus menerus secara intensif tanpa penambatan unsure hara
mengakibatkan merosotnya produktifitas tanah, menurunkan hasil panen dan
rusaknya sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (kesuburan tanah).
Kesuburan tanah atau kandungan unsure hara pada lapisan permukaan
tanah (top soil) selain dapat terjamin kaena pemupukan, juga karena dalam tanah
berlangsung proses-proses pembentukan tanah, yang dalam hal ini sangat berperan
factor-faktor iklim, jasad hidup (hewani), bahan-bahan induk lainnya, sehingga
segala unsure hara yang terangkut bersama tanaman ketika panen dapat segera
diganti atau dipenuhi oleh sejumlah pupuk yang diberikan dan zat-zat hasil
pelapukan bahan induk tanah.
Pertumbuhan dan produksi tanaman adalah merupakan fungsi dari semua
factor tumbuh tanaman, diantaranya adalah factor genetic, cahaya, air, udara,
tunjangan mekanik, dan unsure hara esensial. Pertumbuhan maksimum tanaman
hanya mungkin dicapai bila semua factor-faktor tumbuh tersebut berada dalam
keadaan optimum. Apabila salah satu dari factor trsebut berada dalam keadaan
minimum sudah tentu akan menurunkan keaktifan factor-faktor tumbuh yang lain.
1
Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh negative terhadap pertumbuhan tanaman, kadar garam yang tinggi
dalam tanah dan genangan.
Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu meaksanakan praktikum
kesuburan tanah dengan indicator tanaman jagung untuk melihat gejala yang
muncul pada tanaman jagung yang kekurangan salah satu unsure hara.
I.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk
Nitrogen, Posfor dan Kalium terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays)
pada tanah berbagai jenis tanah dan faktor yang mempengaruhinya.
Kegunaan dari praktikum ini adalah sebagi bahan informasi dalam
pengelolaan tanah sebagai media tumbuh tanaman melalui tingkat pemupukan.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Alfisol
Tanah Alfiols adalah tanah dimana terdapat penimbunan liat dihorison
bawah (argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) yang
tertinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 150 cm dari permukaan tanah. Liat
yang tertimbun dari horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke
bawah bersama dengan gerakan air (Hardjowigeno, 2003)
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung
mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara.
Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi.
Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah.
Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci
kebawah bersama gerakan air perkolasi (Foth, 1994)
Alfisol ditemukan banyak di zona iklim, tetapi yang utama adalah di daerah
beriklim sedang yang bersifat humid atau subhumid, dengan bahan induk relative
muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena itu, alfisol
adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral tanah yang
mudah lapuk, mineral liat Kristal ini kaya akan unsure hara (Darmawijaya, 1990)
Daya menahan air dan permeabilitas sedang, kepekaan terhadap erosi
sedang sampai besar, serta air pada keadaan ini merupakan faktor pembatas secara
umum sifat fisiknya sedang sampai baik, sifat kimianya baik, sehingga nilai
3
prokduktivitas tanahnya sedang samapai tinggi. Pada umumnya Alfisols adalah
tanah yang sangat produktif. kandungan basa yang sedang sampai yang besar itu
umumnya menghasilkan tanaman yang cukup besar (Sarief, 1986)
2.2 Tanah Inceptisol
Beberapa Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan
tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Beberapa inceptisol yang lain
telah dapat diduga arah perkembangannya apakah ke ultisol, alfisol, atau tanah-
tanah yang lain (Hardjowigeno, 2003)
Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon okrik
dan horizon albik seperti yang dimilki tanah entisol juga mempunyai beberapa sifat
penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo
tanah yang lain (Hardjowigeno, 2007)
Salah satu penciri terpenting bagi inceptisol adalah ditemukannya horizon
kambik pada kedalaman kurang lebih 100 cm. Apabila horizon kambik tidak
ditemukan, tanah dapat diklasifikasikan juga sebagai inceptisol bila mempunyai
horizon klasik, petroklasik, duripan (Munir, 1996).
2.3 Tanah Alluvial
Tanah Alluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai atau
mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferinsiasi
horizon. Endapan Alluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat pengaruh
4
iklim dan vegetasi tidak termasuk Inceptisols, mungkin lebih berkembang.
Kebanyakan tanah ini disepanjang aliran sungai merupakan campuran
mengandung cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah
subur sejak dulu. Tekstur tanahnya sangat variabel, baik vertikal maupun
horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan
menghambat drainase tanah (Munir. M, 1996)
Tanah Alluvial proses pembentukannya sangat tergantung dari bahan induk
asah tanah itu dan topografinya punya tingkat kesuburan yang bervariasi dari
rendah sampai tinggi, tekstur dari sedang hingga kasar, kandungan bahan organic
dari rendah hingga tinggi, strukturnya bervariasi, pH tanah berkisar asam hingga
alkalis (Indranada, 1995).
Pada tanah Alluvial yang berasosiasi dengan tanah gurun (Desert Soils)
rupanya juga mengalami kekurangan unsur Zn dan Fe yang perlu diperbaiki. Jika
melihat genesa tanahnya, kurang dipengaruhi iklim dan vegetasi, tetapi yang paling
nampak pengaruhnya pada ciri dan sifat tanahnya ialah bahan induk dan topografi
akibat waktu terbentuknya yang masih muda. Berdasarkan bahan induknya, maka
tanah Alluvial terbagi atas: pasir, lempung, kapur. Memperhatikan cara
terbentuknya maka fisiografi untuk terbentuknya tanah ini terbatas pada (a) lembah
sungai, (b) dataran pantai, (c) bekas danau. Semuanya mempunyai relief datar atau
cekungan datar (Munir, 1996)
5
2.4 Pupuk Anorganic
2.4.1 Pupuk Nitrogen
Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsure
hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung
sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%.
Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk
ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi
tanaman padi sawah (Russell, 1973).
Nitrogen merupakan hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang banyak. Unsur hara ini merupakan konstituen dari protein dan asam nuklet,
dan terlibat dalam sintesis dan transfer energi. Dalam kondisi air mencukupi,
nitrogen dapat menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman. Nitrogen
merupakan unsur hara yang banyak dipasok melalui pemupukan. Aplikasi nitrogen
melalui pemupukan mempunyai tujuan untuk meningkatkan hasil dan
meningkatkan keuntungan secara ekonomi, akan tetapi kelebihan nitrogen dapat
menyebabkan kerugian secara ekonomi baik akibat penurunan kualitas tanaman
maupun kerusakan lingkungan, sehingga pemupukan yang akurat diperlukan untuk
efisiensi dan agar supaya ramah lingkungan. Dalam sistem pertanian saat ini,
tanaman banyak membutuhkan pasokan nitrogen. Banyak hasil penelitian yang
menyebutkan bahwa, bahan organik tanah merupakan sumber utama nitrogen,
6
sehingga bahan organik tanah perlu dikonservasi. Penelitian nitrogen dapat
merupakan kajian atas proses tunggal atau dapat pula merupakan kajian atas daur
dan hubungan atas beberapa proses daur nitrogen (Anonim 2, 2009)
Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan.
selain sangat mutlak di butuhkan , ia dengan mudah dapat hilang atau menjadi
tidak tersedia bagi tanaman. Ketidak tersediaan N dari dalam tanah dapat melalui
proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3-menjadi N2,
volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat ataudikonsumsi oleh
mikroorganisme tanah. Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahwa
larutan hara yang di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa
(konveksi). Walaupun mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara
bersama-ama. Pergerakan N di dalam tanah cukup sulit untuk diamati, karena
adanya proses transformasi yang tidak dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan
nitrifikasi (Nkurumah, et al. 1989).
Bila dibandingkan dengan NO3-, maka pergerakan NH4+ justru jauh lebih
lambat. Keadaan ini dikarena oleh beberapa sebab, antara lain:
a. Ion NH4+ merupakan kation yang dapat teradsorbsi di permukaan koloid tanah,
sehingga gerakan difusinya akan lebih kecil dibandingkan NO3- yang
senantiasa bebas di larutan tanah (Wild, 1981).
7
b. Ion NH4+ di tanah sawah yang jenuh air lebih kecil aliran massa yang terjadi,
karena aliran (flux) berbanding terbalik dengan kadar air tanah, sebagaimana
persamaan kecepatan rata-rata aliran (Hillel, 1980).
Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka penyediaannya sangat
diperhatikan sekali oleh para petani. Surnber N utama tanah adalah dari bahan
organik melalui proses mineralisasi NH4+ dan NO3-. Selain itu N dapat juga
bersumber dan atmosfir (78 % N melalui curah hujan (8 -10 % N tanah),
penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan
tanaman maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami,
namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka diberikan secara sengaja dalam
bentuk pupuk, seperti Urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk
kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1976).
Sumber utama nitrogen di alam adalah N2 atmosfer yang menempati 78%
dari volume total udara. Walaupun tersedia melimpah namun N atmosfer ini
terdapat dalam bentuk ikatan kovelen rangkap 3 yang bersifat sangat stabil dan
inert. Meskipun tanaman dapat menyerap sejumlah N dari atmosphere melalui
dedaunan, tetapi sebagian besar kebutuhan tanaman akan nitrogen dipenuhi dari
perakaran di dalam tanah yang diperoleh dalam bentuk nitrat dan ammonium.
Dibawah kondisi normal, N masuk dalam lingkungan tanah sebagai hasil dari
penambatan biologi dan atau decomposisi dari hewan atau residu tanaman.
Sebagian besar dari N dalam tanah terdapat dalam bentuk bahan organic, dimana
8
bersifat relative stabil dan tidak tersedia secara langsung untuk tanaman. Oleh
karena itu agar dapat diasimilasi oleh tumbuhan tingkat tinggi maka N2 atmosfer
harus di transformasikan ke dalam bentuk yang dapat diserap oleh tumbuhan yaitu
NH4+ dan NO3-.( B.J. Miflin, 1974)
2.4.1 Pupuk Fospor
Pupuk fosfor (P) dibedakan menjadi tiga golongan berdasar atas
kelarutannya, yaitu :
1. Larut dalam asam keras
2. Larut dalam asam sitrat
3. Larut dala air
Pupuk P yang larut dalam asam keras lambat tersedia bagi tanaan, sedangkan yang
larut dalam asam sitrat atau air mengandung air mengandung P yang mudah
tersedia bagi tanaman. (Hardjowigeno S, 2003)
Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah
langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink
silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling
umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu fluoresen,
sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat
berpendar dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katoda mulai
dibakukan pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti
dengan sebuah angka (Anonim 1; 2009)
9
Perbedaan utama diantara siklus nitrogen dan fosfor dalam tanah adalah
bahwa bentuk tersedia nitrogen ( ammonium dan nitrat) adalah ion-ion relative
stabil yahng tetap tersedia untuk digunakan tanaman. H2PO4- sebaliknya bereaksi
cepat dengan ion-ion lainnya dalam larutan tanah supaya menjadi tidak begitu
mudah larut atau tidak tersedia bagi tanaman. Reaksi dengan kalium, besi dan
alumunium umumnya terjadi. Fosfat juga diadsorbsi kuat pada permukaan liat oleh
penempatan kembali OH dari liat ( pertukaran ligand) suatu keseimbangan
dimantapkan di antara konsentrasi H2PO4- dalam larutan tanah dan bentuk mineral
yang tetap. konsentrasi fosfor dalam larutan terutama merupakan suatu fungsi
kelarutan bentuk fosfor yang tetap. Pada umumnya, terjadi penurunan kelarutan
dan ketersediaan dalam ordo kalsium fosfat, fosfat yang diadsorbsi liat, dan besi
serta alumunium fosfat (Foth, 1998).
Bentuk fosfat dominan yang tersedia bagi tanaman adalah
H2PO4-.Keberadaan air penting untuk penyerapan fosfor dalam tanah. Di dalam
larutan tanah, ion merupakan fungsi pH. Bila pH turun sampai di bawah 5,5, besi
dan aluminium yang terlarut meningkat sekali. Hal ini menyebabkan peningkatan
fosfor sebagai besi fosfat dan aluminium fosfat. Persediaan fosfor yang terbaik
adalah pada kisaran 6 dan 7. Kadar fosfor yang sangat rendah dalam lautan tanah
pada suatu saat berarti bahwa pencucian memindahakan sedikit fosfor dari dalam
tanah. Pengaruh fosfor yang terlalu sedikit atau terlalu banyak pada pertumbuhan
tanaman kurang menyolok dibandingkan dengan pengaruh nitrogen dengan
10
kalium. Tampaknya fosfor lebih mempercepat kedewasaan daripada sebagian besar
hara lainnya, karena stimulasi yang berlebihan mendorong kedewasaa yang lebih
awal. (Notohadiprawiro; 1999).
Gejala kekurangan unsur P akan menyebabkan,warna hijau daun lebih
gelap dari yang normal. Selain itu, daun di bagian bawah sering berwarna
keunguan, terutama diantara tulang-tulang daun. Parahnya, di tahap kritis daun
akan terlihat rapuh dan mudah layu, seperti tak mempunyai kekuatan untuk berdiri
dan akhirnya menghambat pertumbuhan daun baru tanaman (Anonim 2; 2009).
Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik
dan P-anorganik.Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah,
tetapi pada umumnya rendah , Gambar 20 menunjukkan bagian dunia yang
kekuranagn P (Handayanto dan Hairiyah,2007)
Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari
tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman
jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah, 2007).
Fospor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam
senyawa organik dan organik dalam bentuk teroksidasi. Fospor organik banyak
terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistim penyangga tanaman. Dalam
11
bentuk anorganik, P terdapat sebagai fosfolipid yang merupakan komponen
membran sitoplasma dan kloroplas. Fitin merupakan simpanan fospat dalam biji,
gula fospat merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme
tanaman. Nukleoprotein merupakan komponen utama DNA dan RNA inti sel.
ATP, ADP dan AMP merupakan senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme.
Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar
halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah
rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap
penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha
untuk menghasilkan berat basah tanaman4200 kg/ha (Premono,2002).
Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan
metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan
terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P
tanaman dapat diamati secaa visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna
kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini
terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya
sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir
atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.
Kekurangan p dalam tanah menyebabkan :
· Tanaman kerdil
· Daun-daun kecil
12
· Daun berwarna hijau tua
· Daun tua menunjukkan gejala klorosis dan gugur sebelum waktunya
· Pembentukan bunga dan buah terhambat dan biji kecil
· Pembentukan akar kurang baik dan bintik akar sering tidak terbentuk (Anonim 2;
2009)
2.4.2 Pupuk Kalium
Kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah paling banayak
dalam jumlah paling banyak dibanding N dan P. Pada fase pembungaan, akumulasi
hara K telah mencapai 60-75% dari kebutuhannya. Jika K kurang, gejalanya sering
terlihat sebelum pembungaan yaitu pinggiran dan ujung daun menguning sampai
kering. Hal ini terlihat terutama pada daun bawah. Pembentukan tongkol
terpengaruh ujung tongkol bagian atas tidak penuh berisi biji tidak melekat secara
kuat pada tongkol (Anonim, 2009)
Tanaman menyerap kalium dalam bentuk K+ (umumnya pada tanaman
muda). Kalium dijumpai dalam tanah dengan jumlah yang sangat kecil. Berbeda
dengan unsur lainnya kalium tidak dijumpai dalam bahan atau bagian tanaman
seperti protoplasma, lemak dan glukosa. Kemampuan tanah untuk menyediakan
kalium dapat diketahui dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun,
13
umumnya mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam
kalium bagi tanaman (Soepardi, 1998)
2.5 Tanaman Jagung
2.5.1 Fisiologi dan Klasifikasi Jagung
Berdasarkan hasil penulusuran http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung bahwa
klasifikasi dan keadadan fisiologi tanaman jagung yaitu :
Klasifikasi tanaman jagung yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Family : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung
umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai
tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas
sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan
(seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Akar jagung
tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian
14
besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul
akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga
tegaknya tanaman (Wikipedia, 2009)
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu,
namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak
tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas
terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh
namun tidak banyak mengandung lignin. (wikipedia, 2009)
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah
dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun.
Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung
berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-
sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman
menanggapi defisit air pada sel-sel daun.(Anonim, 2009)
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin)
dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas
bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh
sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak
tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan
beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku,
di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat
15
menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina.
Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif,
dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk
penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Bunga
betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan
"rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.(Anonim,2009)
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada
endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan
kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan
amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan
amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi
lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu
memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.
(Anonim, 2009)
2.5.2 Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik
jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8.
Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. (Anonim,2009)
Tanaman jagung pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air.
Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cutup
16
untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi
dari rumput liar dan serangan hama. (Anonim,2009)
Jagung kebanyakan ditanam di dataran rendah baik di tegalan, sawah tadah
hujan, maupun sawah irigasi. Sebahagian terdapat juga di daerah pegunungan pada
ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut. Tanah-tanah yang
dikehendaki adalah gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi
dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam
tanah. Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya.
Tanah-tanah berat masih dapat ditanami jagung dengan pengerjaan tanah lebih
sering selama pertumbuhannya, sehingga aerase dalam tanah berlangsung dengan
baik. Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran drainase yang
dibuatdisekitar barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung
adalah sekitar 5,5-7. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat
ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan
maksud untuk mencegah erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar. Faktor-
faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan
curah hujan, temperature, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus
mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-pohonan atau
bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari hasilnya akan berkurang.
(Djainuddin, 2000).
17
III. METODELOGI
III.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Kesuburan Tanah dilaksanakan di Green House Jurusan Ilmu
Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Yang berlangsung
dari bulan November – Desember 2009.
III.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, skop, mistar,
timbangan, alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum
ini adalah sampel tanah Alfisols, sampel tanah Alluvial dan sampel tanah
Inceptisols, polibag, benih jagung (Zea mays), air, kertas label, pupuk urea, KCl,
SP36.
III.3 Metode Praktikum
1. Mengambil tanah Alfisol, Alluvial, dan Inceptisol, pada lapisan top soil
kemudian dihaluskan dan di ayak agar didapatkan tanah yang homogen
2. Menyiapkan polibeg kapasitas 5 kg sebanyak 5 buah
3. Mengisi polibeg dengan tanah yang telah dihaluskan tadi sebanyak 5 kg pada
masing-masing polibeg kemudian dijenuhkan sebanyak 1X24 jam.
18
4. Menimbang pupuk nitrogen sebanyak 0,8 gr, pupuk fospor sebanyak 0,2 gr dan
pupuk klium sebanyak 0,6 gr.
5. Mencampur pupuk dengan tanah pada polibeg sesuai dengan dosis yang
ditentukan.
6. Menyiapkan benih jagung (Zea mays) yang akan ditanam, dengan terlebih
dahulu di rendam selama 1X12 jam
7. Menanam benih jagung tersebut sebanyak 2 biji kedalam 1 polibeg
8. Penyiraman dan pemeliharaan dilakukan setiap hari dan penyiangan dilakukan
jika ada gulma pengganggu.
9. Melakukan pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun setelah tanaman
berumur 2 minggu setiap minggunya selama 4 minggu
10. Sertelah tanaman berumur 4 minggu, dilakukan pemotongan pada pangkal,
batang kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.
III.4 Perlakuan
Adapun perlakuan yang diberikan terhadap tanaman pada Tanah Alluvial (tanah
maros), Alfisol (tanah exfarm), dan Inceptisol (tanah gowa) :
1. Perlakuan pada tanah Alfisol (tanah exfarm)
-N-P-K (Kontrol)
-N+P+K
+N-P+K
+N+P-K
19
2. Perlakuan pada tanah Aluvial (tanah maros)
-N-P-K (Kontrol)
-N+P+K
+N-P+K
+N+P-K
3. Perlakuan pada tanah Inceptisol (tanah gowa)
-N-P-K (Kontrol)
-N+P+K
+N-P+K
+N+P-K
+N+P+K
3.5 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada jenis tanah Alfisol, Inceptisol, dan Alluvial yaitu :
Tinggi Tanaman
Jumlah Daun
Berat Tanaman
20
IV. HASIL PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai berikut :
Gambar 1 : Diagram Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.
4.1.2 Jumlah Daun
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai
berikut :
21
Gambar 2 : Diagram Rata-rata Jumlah Daun (Helai) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.
4.1.3 Berat segar
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai
berikut :
Gambar 3 : Diagram Berat Segar (gr) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman, dari lima perlakuan, rata-
rata tinggi tanaman terbesar pada tanah Alfisol (Exfarm) yaitu pada perlakuan -N,-
P,-K (Kontrol), dan rata-rata tinggi tanaman terendah yakni pada perlakuan +N,-P,
+K. Perlakuan dengan pemberian tanpa pupuk yang menngandung fosfor (P) nilai
tinggi rata-rata tanamannya rendah. Hal ini diakibatkan karena tanaman
22
kekurangan unsure fosfor pada tanah yang sangat sedikit tersedia bagi tanaman.
Hal ini sesuai dengan pendapat Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan
bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari
tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman
jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah. Sedangkan Pertumbuhan tinggi
rata-rata tanaman terbesar terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk
(control). Hal ini diakibatkan karena ketersediaan unsure-unsur hara esensial yang
cukup dan lengkap serta tidak berlebih untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan
pendapat Subandi dan Ibrahim manwan (1990) yang menyatakan bahwa
pertumbuhan tanaman jagung akan lebih cepat apabila unsure hara yang ada di
dalam tanah tersedia dalam jumlah yang cukup dan lengkap.
Pada tanah Aluvial diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung tertinggi
adalah pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K (+N,+P,-K) hal
ini diakibatkan karena mineral yang ada pada tanah alluvial merupakan mineral
leusit atau pun biotit. Hal ini didukung oleh pendapat Soepardi (1998) yang
menyatakan bahwa Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui
dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit
dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman.
Sedangkan tinggi rata-rata tanaman terendah yaitu pada perlakuan pemberian
23
pupuk tanpa unsure P. Hal ini akibat tanaman kekurangan unsure yang sangat
dibutuhkan pada saat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur
hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman
memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil
dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Pada tanah Inceptisol tinggi tanaman rata-rata terbesar yakni pada
perlakuan control yaitu tanpa pemberian unsure hara (-N,-P,-K), hal ini diakibatkan
karena pada tanah inceptisol ketersediaan unsure-unsur hara esensial yang cukup
dan lengkap serta tidak berlebih untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat
Subandi dan Ibrahim manwan (1990) yang menyatakan bahwa pertumbuhan
tanaman jagung akan lebih cepat apabila unsure hara yang ada di dalam tanah
tersedia dalam jumlah yang cukup dan lengkap. Sedangkan tinggi tanaman rata-
rata terendah adalah pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure P
(+N,-P,+K). Hal ini dikarenakan unsure hara esensial khususnya fospor pada tanah
sangat sedikit tersedia bagi tanaman sedangkan unsure P sangat dibutuhkan oleh
tanaman dalam pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh Handayanto dan Hairiyah
(2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Jumlah P total dalam tanah cukup
banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2
mg/kg tanah.
24
4.2.1 Jumlah Daun
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah daun maka
diperoleh hasil yang dilihat dari diagram yaitu jumlah daun yang paling banyak
terdapat pada tanah Alfisol yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa
pemberian unsure K. Sedangkan rata-rata jumlah daun terrendah adalah perlakuan
pemberian pupuk tanpa pemberian unsure P. Pada perlakuan pemberian tanpa
unsure P jumlah daun sedikit akibat pertumbuhan daun terhambat disebabkan
kekurangan unsure P, karena unsure P yang paling berperan. Pada perlakuan tanpa
pemberian unsure K jumlah daun banyak karena yang berperan dalam
pembentukan daun adalah unsure fospor (P) dan unsure K tidak terlalu
berpengaruh. Kedua hal ini didukung oleh pendapat Anonim 2 (2009) yang
menyatakan bahwa gejala kekurangan unsur P akan menyebabkan,warna hijau
daun lebih gelap dari yang normal. Selain itu, daun di bagian bawah sering
berwarna keunguan, terutama diantara tulang-tulang daun. Parahnya, di tahap kritis
daun akan terlihat rapuh dan mudah layu, seperti tak mempunyai kekuatan untuk
berdiri dan akhirnya menghambat pertumbuhan daun baru tanaman.
Pada Tanah Alluvial rata-rata jumlah daun terbanyak dari akumulasi empat
inggu pengamatan yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure
K. Hal ini disebabkan karena unsure K kuang berperan dalam pembentukan daun
dan ketersediaan kalium pada tanah Alluvial tergantung dari mineral-mineral yang
25
ada di dalamnya. Hal ini diduung oleh pendapat Soepardi (1998) yang
menyatakan bahwa Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui
dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit
dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman.
Sedangkan perlakuan tanpa pemberian pupuk P jumlah rata-rata daunnya paling
kecil hal ini disebabkan karena tanaman kekurangan unsure P sedangkan tanaman
sangat membutuhkan unsure fospor pada saat perkembangan genaratif dalam
pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh Anonim (2009) yang menyatakan bahwa
fospor sangat dibutuhkan pada fase-fase generative sehingga pada fase ini unsure
fospor sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar guna merangsang pertumbuhan
dan perkembangan tanaman.
Sama halnya pada tanah inceptisol yaitu jumlah daun yang paling banyak
terdapat yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K. Ini
terjadi akibat kandungan K dalam tanah banyak tersedia bagi tanaman. Kandungan
minerak juga mempengaruhi kadar K dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Soepardi (1998) yang menyatakan Berbeda dengan unsur lainnya kalium tidak
dijumpai dalam bahan atau bagian tanaman seperti protoplasma, lemak dan
glukosa. Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui dari
susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit dan
biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman. Sedangkan
rata-rata jumlah daun terrendah adalah perlakuan pemberian pupuk tanpa
26
pemberian unsure P. Hal ini terjadi karena kandungan unsure hara P yang tersedia
untuk tanaman di dalam tanah sangat sedikit, didukung oleh perlakuan yang tidak
member pupuk yang mengandung unsure fospor. Hal inilah yang mengakibatkan
jumlah daun kurang. Hal ini sesuai pendapat Handayanto dan Hairiyah (2007)
yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Jumlah P total dalam tanah cukup
banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2
mg/kg tanah. Pemberian pupuk yang kaya unsure fospor akan menambah
ketersediaan P dalam tanah bagi tanaman.
4.2.2 Berat segar
Berdasarkan hasil penimbangan yang dilakukan setelah empat minggu
pertumbuhan jagung maka dapat dilihat dari diagram yang paling tinggi berat
segarnya yaitu pada tanah Alluvial dengan perlakuan penambahan pupuk N, P, dan
K dan yang paling rendah pada tanah Inceptisols dengan perlakuan N, P dan tanpa
K hal ini dapat juga dihubungkan degan tinggi daun dan jumlah daun pada tanah
Alfisol dan perlakuan penambahan pupuk N, P, dan K dengan seimbang, hal ini
terjadi karna tanah Alfisols memiliki pH 5,5 – 6,6 yang sesuai dengan syrat
tumbuh jagung, hal ini sesuai dengan pendapat Suroto dkk., (1998) yang
menyatakan bahwa tanaman jagung membutuhkan tanah yang subur dan gembur
karena memerlukan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh baik
pada berbagai jenis tanah asalkan dapat pengelolaan yang baik. Tanah dengan
27
tekstur lempung berdebu adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung. Tanah
yang bertekstur liat masih dapat ditanami jagung bila pengelolaan tanah dikerjakan
secara optimal sehingga aerase dan ketersediaan air dalam tanah berada dalam
kondisi tersedia bagi tanaman. Tingkat kemasaman (pH) yang baik bagi tanaman
ini antara 5,6 – 7,5 dan berkaitan erat dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah.
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kesuburan tanah maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
28
1. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung paling baik pada tanah Alfisol dengan
perlakuan yang paling efektif adalah pada perlakuan control (-N,-P,-K) dan
yang paling rendah tinggi tanamannya pada tanah Inceptisol dengan perlakuan
tanpa penambahan pupuk yang mengandung P
2. Jumlah daun paling banyak pada tanah Alfisol dengan perlakuan penambahan
pupuk N dan P tanpa K. Dan paling sedikit jumlah daunnya pada tanah
Alluvial dengan perlakuan N, K tanpa P.
3. Berat segar yang paling tinggi pada tanah Iceptisol dengan perlakuan tanpa
penambahan pupuk (control), sedangkan yang paling rendah berat segarnya
pada tanah Alfisol dengan perlakuan pemberian pupuk N dan K tanpa P.
4. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung yaitu pH tanah, Jenis
tanah, unsure hara nitrogen, fosport, dan kalium, dan Iklim.
5.2 Saran
Dalam melakukan pertanaman tanaman perlu dilakukan penambahan
pupuk organic dan anorganik agar pertumbuhan tanaman lebih optimal. Dan perlu
pemberian kadar pupuk yang tidak berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung Diakses pada tanggal 14-12-2009
Anonim 1 ; www.wikipedia.org diakses pada tanggal 15-12-2009
Anonim2 ; www.spmabanjarbaru.sch.id/index. diakses pada tanggal 15-12-2009
29
B.J. Miflin, 1974. The location of nitrate reductase and other enzymes related to amino acid biosynthesis in the plastids of roots and leaves. Plant Physiol. 54:550–555.
Darmawijaya, M.Isa. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University press, Yogyakarta
Foth, Hendry D.1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Edisi keenam.Erlangga.Jakarta.
Handayanto,E dan Hairiyah,K.2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah
Hardjowigeno,H.Sarwono 2003. Klasifikasi Tanah dan pedogenesis. Akademik Pressindo. Jakarta
Hardjowigeno, H. Sarwono, 2007. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo. Jakarta
Hillel, D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academica Press.
Indranada, 1995. Kesuburan Tanah. Penerbit pustaka Buana, Bandung
Munir, M.1996. Tanah-tanah Utama di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta
Nkrumah, M., S.M. Griffith, N. Ahmad, and F.A. Gumbs. 1989. Lysimeter and Field Studies on 15N in a Tropical Soil. Plant and Soil. 114: 3 -12.
Notohadiprawiro. 1999. Tanah dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal 204-205.
Premono.Widyastuti,R. 1992. Pengaruh BPF terhadap Serapan Kation UnsurMikro Tanaman Jagung pada Tanah Masam.Bandung
Russel, E. W. 1973. Soil Condition and Plant Growth 10th edition Longman-ELBS, London.
Sanchez, P .A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley & Sons. New York.
Wild, A. 1981. Mass Flow and Diffusion in D.J. Grreenland and M.H.B. Hayes (eds). The Chemistry of Soil Processes. John Wiley & Sons New York.
30