Upload
ferdiansyah-anugrah-r
View
142
Download
14
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TERBAIK
PRAKTIKUM KIMIA V
PERCOBAAN I
LIPID : ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
Nama : Afrianti Reza Kusuma 24030110120018
Restu Arie Wijayanti 24030110120038
Reza Radiyatul Jannah 24030110130058
Satria Putra 24030110110025
Wihda Wihdatul Hidayah 24030110110033
Yulia Milarsih 24030110130059
Kelompok : II B
Asisten : Hendra Dwipa R. Mahardika J2C009054
JURUSAN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
ABSTRAK
Telah dilakukan percobaan yang berjudul “Lipid : Analisa Kualitatif dan
Kuantitatif” yang bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisa kualitatif lipid meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin,
uji kolesterol, sedangkan analisa kuantitatif meliputi penentuan angka penyabunan
dan penentuan angka iod. Prinsip uji peroksida yaitu reaksi hidrolisis, uji fosfat
pada lesitin yaitu reaksi hidrolisis, uji kolesterol yaitu pemutusan ikatan ester pada
asam lemak, penentuan angka penyabunan yaitu reaksi saponifikasi, penentuan
angka iod yaitu reaksi halogenasi. Metode yang digunakan pada analisa kualitatif
yaitu pengompleksan dan pengendapan, sedangkan pada analisa kuantitatif yaitu
titrasi iodometri dan titrasi asam basa. Hasil yang diperoleh yaitu pada analisa
kualitatif, uji peroksida pada minyak zaitun baru dan tengik mengandung
peroksida yang menghasilkan cincin ungu, uji fosfat pada lesitin menghasilkan uji
positif dengan terbentuk warna larutan kuning keruh dengan terbentuknya
endapan, uji kolesterol pada minyak zaitun baru menghasilkan larutan bening dan
minyak zaitun tengik menghasilkan larutan dengan dua lapisan, dimana lapisan
atas bening dan lapisan bawah berwarna biru, pada minyak ikan menghasilkan
larutan berwarna ungu yang akhirnya berubah warna menjadi coklat kemerahan,
pada putih telur puyuh menghasilkan gumpalan putih, sedangkan kuning telur
puyuh menghasilkan gumpalan kuning. Pada analisa kuantitatif, penentuan angka
iod minyak zaitun baru dan tengik menghasilkan larutan bening setelah dititrasi
dan angka iod yang dihasilkan pada minyak zaitun baru sebesar 9,9 dan minyak
zaitun tengik sebesar 3,55. Sedangkan angka penyabunan pada minyak zaitun
baru dan tengik masing – masing sebesar -257,6 dan -254,8 dengan BM rata-rata
minyak zaitun baru dan tengik sebesar -652,17 dan -659,3.
PERCOBAAN 1
LIPID : ANALISA KUALITATIF DAN KUANTITATIF
I. TUJUAN PERCOBAAN
Melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Lipid
Lipid merupaka salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat
dalam tumbuhan, hewan atu manusia dan sangat berguna bagi kehidupan
manusia. Lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika seperti
lemak dimasukkan dalam satu kelompok yaitu kelompok lipid. Sifat fisika
yang dimaksud adalah tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau
lebih pelarut organik, seperti eter, aseton, kloroform, ada hubungannya
dengan asam – asam lemak atau esternya dan mempunyai kemungkinan
digunakan oleh makhluk hidup (Poedjiadi, 1994).
2.2 Fungsi Lipid
Lipida mempunyai beberapa fungsi diantaranya adalah komponen
struktural membran, bahan bakar, lapisan pelindung, vitamin dan hormon.
Selain itu sebagai penyimpan energi dan transport, komponen dinding sel
dan penyampai kimia (Page, 1981).
Menurut Fessenden (1981), fungsi lipid yaitu
a. Trigliserida
Trigliserida merupakan bentuk lemak yang paling efisien untuk
menyimpan kalor – kalor yang penting untuk proses yang membutuhkan
energi dalam tubuh. Trigliserida juga mempunyai fungsi sebagai
bantalan tulang dan organ vital yang melindungi organ-organ dari
goncangan.
b. Fosfolipid
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung gugus ester fosfat,
fosfogliserida yang berhubungan dengan lemak dan minyak. Senyawa
ini biasa mengandung ester asam lemak pada dua gliserol dengan suatu
ester fosfat pada posisi ketiga. Fosfogliserida mempunyai sifat hidrofob
dan hidrofil.
2.4 Sifat - Sifat Lemak
Menurut Poedjiadi (1994), sifat-sifat fisik lemak adalah tidak larut
dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu pelarut organik
misalnya eter, aseton, kloroform, benzena yang mempunyai kemungkinan
digunakan oleh makhluk hidup. Sedangkan sifat-sifat kimia lemak adalah :
lemak netral dengan unit penyusunnya, asam lemak yang rantai karbonnya
panjang tidak larut dalam air, larut dengan pelarut organik. Titik lebur
lemak dapat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya ikatan rangkap dari asam
lemak yang menjadi penyusunnya.
2.5 Komponen Penyusun Lemak
2.5.1 Gliserol
Pada suhu kamar, gliserol adalah zat cair yang tidak berwarna,
netral terhadap lakmus, kental dan rasanya manis. Dalam keadaan
murni bersifat higroskopis. Dehidrasi gliserol dapat terjadi karena
penambahan KHSO4 pada suhu tinggi. Hasil dehidrasi adalah aldehid
alifatik yang mempunyai aroma khas. Reaksi ini sering dipakai untuk
identifikasi gliserol.
Gliserol (Sumardjo,1998)
2.5.2 Asam-asam Lemak
1. Keberadaan Asam Lemak
Menurut Page (1981), asam lemak jarang terdapat bebas
dialam tetapi terdapat sebagai ester dalam gabungan dengan fungsi
alkohol. Asam lemak pada umumnya adalah asam monokarboksilat
berantai lurus. Asam lemak pada umumnya mempunyai jumlah
atom karbon genap (ini berarti banyak karena asam-asam lemak
disintesa terutama dua karbon setiap kali). Asam lemak dapat
dijenuhkan atau dapat mempunyai satu atau lebih ikatan rangkap.
Bentuk sesungguhnya dari suatu asam lemak berkembang dari
bentuk hidrokarbon induk. Konfigurasi ikatan rangkap dari asam-
asam lemak yang terdapat dialam pada umumnya adalah cis.
Kenyataan bahwa alam lebih menyukai asam-asam lemak tak
jenuh cis mungkin bertalian dengan pentingnya senyawa-senyawa
ini dalam struktur membran biologi (Page,1981).
2. Klasifikasi Asam Lemak (Sumardjo, 1998)
a. Klasifikasi asam lemak berdasarkan ikatannya :
1. Asam lemak jenuh
Asam lemak jenuh tidak mempunyai ikatan rangkap
dalam strukturnya. Beberapa contoh penting antara lain :
C3H7 COOH : asam butiratC5H11 COOH : asam kaproatC7H15 COOH : asam kaprilatC11H23 COOH : asam lauratC13H27 COOH : asam miristatC17H35 COOH : asam stearatC93H39 COOH : asam arachidat
2. Asam lemak tak jenuh
Asam lemak tak jenuh adalah asam lemak yang
mempunyai sebuah atau lebih ikatan rangkap 2 dalam
struktur molekulnya. Beberapa contoh asam lemak tak jenuh :
(asam lemak palmitoleat)
(asam oleat)
(asam linoleat)
b. Klasifikasi asam lemak berdasarkan dapat atau tidaknya
disintesis oleh tubuh :
Asam lemak esensial
Asam esensial yaitu asam lemak yang dibutuhkan oleh
tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Asam
lemak ini diperoleh dari luar, yaitu dari lemak makanan.
Asam ini mempunyai 2 buah atau lebih ikatan rangkap dua
didalam struktur molekulnya. Contoh : asam linoleat, asam
arachidat.
Asam lemak nonesensial
Asam lemak nonesensial yaitu asam lemak yang
dibutuhkan oleh tubuh dan tubuh sendiri dapat
mensintesisnya.
2.6 Klasifikasi Lemak (Hart, 1983)
2.6.1 Berdasarkan bentuknya pada suhu tertentu, lemak dibedakan :
a. Lemak padat, yaitu lemak yang ada pada temperatur udara
biasanya berwujud pada. Contoh : gajih.
b. Lemak cair, yaitu lemak yang pada suhu udara biasa berbentuk
cair. Contoh : etanol, minyak kelapa.
2.6.2 Berdasarkan asal darimana lemak didapat, lemak dibedakan :
a. Lemak hewani, yaitu lemak yang didapat dari hewan.
b. Lemak nabati, yaitu lemak yang didapat dari tumbuhan.
2.6.3 Berdasarkan ikatan rangkap yang terdapat di struktur molekul, lemak
dibedakan:
a. Lemak tak jenuh, yaitu lemak yang mempunyai 1 atau lebih ikatan
rangkap
b. Lemak jenuh, yaitu termasuk lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap pada asam lemak penyusunnya.
2.6.4 Berdasarkan lemak penyusunnya, lemak dibedakan menjadi :
a. Lemak sederhana
b. Lemak berasam dua
c. Lemak berasam tiga
2.7 Identifikasi Lemak
2.7.1 Uji kolesterol
Menurut Poedjiadi (1994), adanya kolesterol dapat ditentukan
dengan menggunakan beberapa reaksi warna. Salah satu di antaranya
ialah reaksi Salkowski. Apabila kolesterol dilarutkan asam sulfat
pekat dengan hati-hati, maka bagian asam berwarna kekuningan
dengan fluoresensi hijau bila dikenai cahaya. Bagian kloroform akan
berwarna biru dan yang berubah menjadi menjadi merah dan ungu.
Larutan kolesterol dalam kloroform bila ditambah anhidrida asam
asetat dan asam sulfat pekat, maka larutan tersebut mula-mula akan
berwarna merah, kemudian biru dan hijau. Ini disebut reaksi
Lieberman Burchard. Warna hijau yang terjadi ini ternyata sebanding
dengan konsentrasi kolesterol.
Struktur kolesterol (Poedjiadi, 1994)
2.7.2 Uji peroksida
Uji ini untuk menentukan derajat ketidak jenuhan asam lemak.
Iodium dapat bereaksi dengan ikatan rangkap dalam asam lemak.
Tiap molekul iodium mengadakan reaksi adisi pada suatu ikatan
rangkap. Oleh karenanya makin banyak ikatan rangkap, makin
banyak pula iodium yang dapat bereaksi.
(Poedjiadi, 1994 )
Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida
adalah dengan metoda titrasi iodometri. Dalam metoda ini minyak
dilarutkan ke dalam larutan asam asetat glasial – kloroform (3:2) yang
kemudian ditambahkan KI. Dalam campuran tersebut akan terjadi
reaksi KI dalam suasana asam dengan peroksida yang akan
membebaskan I2. Kemudian I2 yang dibebaskan selanjutnya dititrasi
dengan larutan standar natrium tiosulfat (Anwar, 1996).
2.7.3 Uji fosfat pada lesitin
Fosfatidikolin atau lesitin berupa zat padat lunak seperti lilin,
berwarna putih dan dapat diubah menjadi coklat bila terkena cahaya
dan bersifat higroskopik dan bila dicampur dengan air membentuk
koloid. Lesitin larut dalam semua pelarut lemak kecuali aseton. Bila
lesitin dikocok dengan asam sulfat akan terjadi asam fosfatidat dan
kolin. Dan dipanaskan dengan asam atau basa akan menghasilkan
asam lemak, kolin, gliserol dan asam fosfat.
2.8 Reaksi Lemak
2.8.1 Reaksi Hidrolisa
Menurut Sumardjo (1998), reaksi hidrolisa ada 3 macam:
a. Hidrolisa dengan katalis enzim
Enzim lipase dan pankreas sebagai steapsin dapat mengkatalis
hidrolisa lemak menjadi gliserol dan asam-asam lemak.
b. Hidrolisa dengan katalis oksida
Zink oksida atau kalsium oksida menghidrolisa lemak menjadi
asas-asam lemak dan gliserol.
c. Hidrolisa dengan basa (penyabunan atau saponifikasi)
Reaksi lemak dengan larutan basa kuat akan menghasilkan
gliserol dan sabun.
2.8.2 Reaksi hidrogenasi
Hidrogenasi lemak tidak jenuh dengan adanya katalisator
dikenal sebagai pengerasan secara kormesial diguakan untuk
mengubah lemak cair menjadi lemak padat (Mayers, 1992).
2.8.3 Reaksi hidrogerolisis
Lemak bila direaksikan dengan hydrogen pada suhu tertentu
akan terbongkar menjadi gliserol dan alkohol alifatik (Sumardjo,
1998).
2.8.4 Reaksi halogenasi
Reaksi ini merupakan reaksi adisi. Biasanya digunakan
bromium atau iodium (Sumardjo, 1998).
2.8.5 Reaksi ketengikan
Menurut Sumardjo (1998), faktor yang dapat mempercepat
reaksi ini adalah oksigen, suhu, cahaya dan logam-logam sebagai
katalisator. Ketengikan pada lemak jenuh terantai pendek terjadi
karena pengaruh hidrolisa pada udara lembab. Sedangkan pada lemak
tak jenuh berantai panjang terjadi dalam 2 tingkat :
a. Tingkat I : Hidrolisa lemak tak jenuh menjadi gliserol
dan asam-asam lemak tak jenuh.
b. Tingkat II : Oksidasi asam lemak tak jenuh oleh
oksigen menjadi asam karboksilat berbau tengik.
2.9 Saponifikasi
Sabun merupakan garam alkali (biasanya garam natrium) dari asam –
asam lemak, sabun mengandung terutama garam C16 dan C18. Namun, dapat
juga mengandung beberapa karboksilat dengan bobot atom lebih rendah.
Reaksi penyabunan :
CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OHCHO2C(CH2)16CH3 + 3NaOH CHOH +3CH3(CH2)16COO-Na+
CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH
Kegunaan sabun adalah kemampuannya mengemulsi kotoran
berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini
disebabkan dua sifat sabun. Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul
sabun larut dalam zat-zat nonpolar. Kedua ujung anion molekul sabun
yang tertarik dalam air, ditolak ujung anion molekul sabun yang muncul
dari tetesan minyak lain (Fessenden, 1999).
2.10 Analisa Kuantitatif Lemak/Lipid (Fessenden, 1999)
2.10.1 Angka Asam
Penentuan metode analisa kuantitatif lemak dengan angka
asam dengan menambahkan jumlah milligram reagen yang
digunakan yaitu KOH untuk menetralkan asam lemak bebas yang
berasal dari 1 gram lemak. Angka asam tersebut untuk
menentukan berat molekul lemak / minyak.
2.10.2 Angka Penyabunan
Angka penyabunan digunakan metode kuantitatif dari proses
penyabunan dengan menambahkan jumlah milligram KOH untuk
menyabunkan 1 gram minyak/lemak. Angka tersebut digunakan
untuk menentukan besarnya berat molekul minyak/lemak.
2.10.3 Angka Iod
Angka iod digunakan untuk mengetahui besarnya derajat
ketidakjenuhan asam lemak. Ketidakjenuhan mengandung banyak
atau sedikit ikatan rangkap. Penentuan angka iod dengan
menambahkan jumlah gram iod yang diikat oleh 100 gram lemak.
2.10.4 Angka Asetil
Angka asetil digunakan untuk menentukan jumlah gugus
hidroksil pada asam lemak dengan menambahkan sejumlah
milligram KOH untuk menetralkan asam asetat yang dibebaskan
pada reaksi asetilasi 1 gram lemak.
2. 11 Titrasi
Titrasi adalah cara analisis yang memungkinkan kita untuk
mengukur jumlah yang pasti dari suatu larutan dengan mereaksikan suatu
larutan ion yang konsentrasinya diketahui. Pada waktu titrasi, larutan
yang mengandung suatu pereaksi dimasukkan dalam buret yang disebut
penitrasi. Larutan ini diteteskan perlahan lahan melalui kran dalam
erlenmeyer yang mengandung pereaksi lain. Titrasi dihentikan sampai
warna indikator berubah. Perubahan warna ini menandakan telah
tercapainya titik akhir titrasi (Brady,1997).
2.12 Titik Ekuivalen dan Titik Akhir Titrasi
Volume dalam jumlah tertentu yang ditambahkan tepat sama
dengan yang diperlukan untuk bereaksi sempurna oleh zat yang dianalisis
disebut sebagai titik ekuivalen. Volume dimana perubahan warna
indikator nampak oleh pengamat adalah merupakan titik akhir. Titik
ekuivalen dan titik akhir tidak sama pada praktiknya, titik akhir tercapai
setelah titik ekuivalen. Perbedaan antara titik akhir dan titik ekuivalen
adalah kasalahan titik akhir yaitu kesalahan acak yang berbeda untuk
setiap sistem. Kesalahan ini bersifat aditif dan determinan, dan nialinya
dapat dihitung (Khopkar, 1990).
2.13 Analisa Bahan
2.13.1 Aquades (H2O)
Sifat fisik :mempunyai berat molekul 18 g/mol, titik beku 00C,
titik didih 1000C, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak berasa
Sifat kimia :bersifat polar, larut dalam dimetil alkohol dan etil
etanoat, mempunyai ikatan hidrogen, mempunyai
tetapan dielektrik tinggi (Basri , 1996).
2.13.2 Phenolphtalein
Sifat fisik : kristal tak berwarna, dalam bentuk cairan berwarna
putih kekuningan
Sifat kimia : mempunyai rumus molekul C20H14O4, larut dalam
alkohol dan pelarut organik lainnya, tak berwarna
dalam larutan asam dan berwarna merah muda
dalam larutan basa, perubahan pH 8,2-10,0
(Mulyono, 2001).
2.13.3 Asam nitrat (HNO3)
Sifat fisik : zat cair tidak berwarna atau agak kekuningan,
mempunyai titik leleh – 410C, titik didih 830C,
densitas 1,5 g/mL
Sifat kimia : asam anorganik, berasap dan korosif, sebagai
oksidator kuat (Mulyono, 2001).
2.13.4 HCl
Sifat fisik : titik leleh 1140C, titik didih -850C, densitas 1,27
(udara = 1), gas tak berwarna, berbau tajam
Sifat kimia : asam kuat, sangat larut dalam air, merupakan hasil
reaksi antara NaCl dan H2SO4 (Mulyono, 2001).
2.13.5 Amonium molibdat ((NH4)2MoO4)
Sifat fisik : berbentuk cairan bening
Sifat kimia : senyawa ini merupakan garam dari amonia dan
asam molibdat, rumus molekul ((NH4)2MoO4)
(Mulyono, 2001).
2.13.6 Asam Sulfat (H2SO4)
Sifat fisik : zat cair kental, tak berwarna, titik leleh 100C, titik
didih 315-3380C, massa jenis 1,8.
Sifat kimia : menyerupai minyak dan bersifat higroskopis dalam
larutan cair, bersifat asam kuat dalam keadaan pekat
bersifat oksidator dan zat pendehidrasi (Mulyono,
2001).
2.13.7 KI
Sifat fisik : tidak bewarna, kristal putih, titik leleh 6800C,
densitas 3.12
Sifat kimia : larut dalam air dan alkohol (Grant, 1987).
2.13.8 Kloroform (CHCl3)
Sifat fisik : cairan jernih tidak bewarna, berbau menyengat, rasa
manis, mempunyai titik leleh -16.20C, berat jenis
1,49 g/ml
Sifat kimia : mudah menguap, pelarut yang baik untuk lemak,
tidak larut dalam air (Arsyad, 2001).
2.13.9 Amilum (C6H10O5)n
Sifat fisik : berwarna putih, tanpa bau dan tanpa rasa
Sifat kimia : terdiri atas rantai bercabang molekul molekul
glukosa, dihasilkaan pada proses fotosintesis dalam
tumbuh tumbuhan, penambahaan iodin mengasilkan
warna hitam (Pudjaatmaka, 2003).
2.13.10 Etanol (C2H5OH)
Sifat fisik : berupa cairan encer tak berwarna, mempunyai titik
lebur -1170C, titik didih 780C
Sifat kimia : dapat bercampur dengan eter, benzena, gliserol dan
air, bersifat hidrofob dan hidrofil, mudah terbakar,
mudah tercampur dangan air, digunakan untuk
pelarut (Basri, 1996).
2.13.11 Minyak zaitun
Sifat fisik : berbau amis yang disebabkan oleh terbentuknya
trimetil amin dari lesitin, mempunyai titk leleh -
6,0oC dan titik didih 300oC
Sifat kimia : mengandung senyawa seperti fenol, tokoferol,
sterol, pigmen, squalen dan triasil gliserol (Basri,
1996).
2.13.12 Telur
Pada putih telur, zat yang terkandung paling banyak adalah
protein albumin dan yang paling sedikit adalah lemak (Basri,
1996).
2.13.13 Lesitin
Sifat fisik : termasuk dalam golongan fosfolipid, berwarna
coklat cerah hingga coklat
Sifat kimia : sebagian larut dalam air, dan aseton, larut dalam
kloroform dan benzena, biasa ditemukan pada
kacang kedelai dan telur (Willey, 2001).
2.13.14 Asam asetat glasial
Sifat fisik : berupa cairan tak berwarna, mempunyai berat
molekul 102,09 g/L, titik didih 139,6oC, dan titik
beku -290oC
Sifat kimia : asam organik hasil fermentasi alkohol, berfungsi
sebagai penyambung gas asetil dimana gugus ini
tidak diperoleh oleh asam asetat glasial (Mulyono,
2001).
2.13.15 Larutan Hubl
Sifat fisik : larutan yang dibuat dengan melarutkan 2,5 gram
iodin dan 3 gram raksa (III) klorida dalam 100 cm3
etanol 95%.
Sifat kimia : dipakai sebagai penguji adanya lemak tak jenuh
(Mulyono, 2001).
2.13.16 Na2S2O3
Sifat fisik : larutan tak berwarna
Sifat kimia : sangat melarutkan halida perak yang sangat larut,
merupakan logam yang mengandung ion S2O32-
(Mulyono, 2001).
2.13.17 KOH
Sifat fisik : berupa zat cair tidak berwarna, mempunyai titik
didih 34oC
Sifat kimia : mudah menguap, mudah terbakar, sebagai pelarut
dan zat anestesi dalam medis (Mulyono, 2001).
2.13.18 Minyak ikan
Sifat fisik : berupa cairan bening berwarna kuning muda, berbau
amis, berbentuk cair dengan berat jenis sekitar 0,92
g/mL dan sifatnya yaitu angka iod lebih dari 65
g/100g, angka penyabunan 185-195 mg/g, asam
lemak bebas 0,1-13% dan angka tidak tersabunkan
0,5-2,0 mg/g.
Sifat kimia : tidak larut dalam air, mengandung asam lemak
berikatan rangkap. Minyak ikan ini dibagi dalam
dua golongan, yaitu minyak hati ikan (fish liver oil)
yang terutama dimanfaatkan sebagai sumber
vitamin A dan D, dan golongan lainnya adalah
minyak tubuh ikan (body oil) seperti halnya minyak
ikan lemuru (Mulyono, 2001).
III. METODE PERCOBAAN3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat- Gelas beker Penangas air- Tabung reaksi Termometer- Gelas ukur Pipet tetes- Pemanas Erlenmeyer- Pengaduk Penjepit- Buret Klem- Statif Timbangan analitis
3.1.2 Bahan- Minyak zaitun Kloroform- Asam asetat glasial KI 10% dan 30%- Lesitin Asam nitrat pekat- Ammonium molibdat H2SO4 pekat- Hubl A Hubl B- Na2S2O3 0,1 N Amilum- Etanol Eter- KOH Alkoholis 0,5M- Indikator pp Aquades- Minyak ikan
3.2 Gambar Alata. Gelas Beker b. Gelas Ukur c. Tabung Reaksi
d. Pipet Tetes e. Buret f. Erlenmeyer
g. statif, penjepit dan klem h. Pengaduk
3.3 Skema Kerja3.3.1 Analisa Kualitatif
3.3.1.1 Uji Peroksida
Pelarutan kedalam 1 mL kloroform Penambahan 2 mL asam asetat glasial Penambahan 1 tetes larutan KI 10%
Pengadukkan dan biarkan selama 5 menit
Pelarutan kedalam 1 mL kloroform Penambahan 2 mL asam asetat glasial Penambahan 1 tetes larutan KI 10% Pengadukkan dan biarkan selama 5 menit
1 mL minyak zaitun baru
Tabung reaksi
Hasil
1 mL minyak zaitun tengik
Tabung reaksi
Hasil
3.3.1.2 Uji Fosfat pada Lesitin
Penambahan asam nitrat pekat Pemanasan dalam air mendidih Penambahan larutan amonium molibdat Pemanasan sampai 600 C Pengamatan
3.3.1.3 Uji Kolesterol (Liberman-Buchard)
Penambahan 3 tetes H2SO4
Pencampuran hingga merataPengamatan
Penambahan 3 tetes H2SO4
Pencampuran hingga merataPengamatan
Penambahan 3 tetes H2SO4
Pencampuran hingga merata Pengamatan
2 mL Lesitin yang telah larut dalam alkohol
Tabung reaksi
2 mL minyak zaitun baru
Tabung reaksi
2 mL minyak zaitun tengik
Tabung reaksi
2 mL minyak ikan
Tabung reaksi
Hasil
Hasil
Hasil
Hasil
Penambahan 3 tetes H2SO4
Pencampuran hingga merata Pengamatan
Penambahan 3 tetes H2SO4
Pencampuran hingga merata Pengamatan
3.3.2 Analisa Kuantitatif
3.3.2.1 Penentuan Angka Iod
Penambahan 5 mL kloroformPenambahan 6,25 mL Hubl APenambahan 6,25 mL Hubl BPenyimpanan selama 1 jam diruang gelapPenambahan 5 mL KI 30%Penambahan 50 mL aquadesPenambahan 3 tetes indikator amilumTitrasi dengan Na2S2O3
0,25 gram minyak zaitun tengik
Erlenmeyer I
Hasil
2 mL larutan kuning telur puyuh
Tabung reaksi
Hasil
2 mL larutan putih telur puyuh
Tabung reaksi
Hasil
Penambahan 5 mL kloroformPenambahan 6,25 mL Hubl APenambahan 6,25 mL Hubl BPenyimpanan selama 1 jam diruang gelapPenambahan 5 mL KI 30%Penambahan 50 mL aquadesPenambahan 3 tetes indikator amilumTitrasi dengan Na2S2O3
Penambahan 5 mL kloroformPenambahan 6,25 mL Hubl APenambahan 6,25 mL Hubl BPenyimpanan selama 1 jam diruang gelapPenambahan 5 mL KI 30%Penambahan 50 mL aquadesPenambahan 3 tetes indikator amilumTitrasi dengan Na2S2O3
3.3.2.2 Penentuan angka penyabunan
Penambahan 3 mL (alkohol + eter)Penambahan 25 mL KOHPemanasan + 20 menitPendiaman pada suhu ruangPenambahan indikator ppPenitrasian dengan HCl
0,25 gram minyak zaitun
Erlenmeyer II
Hasil
0,25 gram blanko
Erlenmeyer III
Hasil
1 gram minyak zaitun baru
Erlenmeyer I
Hasil
Penambahan 3 mL (alkohol + eter)Penambahan 25 mL KOHPemanasan + 20 menitPendiaman pada suhu ruangPenambahan indikator ppPenitrasian dengan HCl
Penambahan 3 mL (alkohol + eter)Penambahan 25 mL KOHPemanasan + 20 menitPendiaman pada suhu ruangPenambahan indikator ppPenitrasian dengan HCl
1 gram minyak zaitun tengik
Erlenmeyer II
Hasil
1 gram blanko (aquades)
Erlenmeyer I
Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
No Perlakuan Hasil Ket
1. Analisa kualitatif a. Uji Peroksida - pemasukkan 1 mL minyak
sampel (minyak zaitun baru dan minyak zaitun tengik) + 1 mL kloroform + 2 mL asam asetat glasial + 1 tetes larutan KI 10%, pengadukan, pendiaman selama 5 menit.
b. Uji Fosfat pada Lesitin
- lesitin yang telah di larutkan dalam alkohol + HNO3 pekat, pemanasan pada penangas air + larutan ammonium molibdat, pemanasan kembali sampai suhu 60°C, pengamatan pada perubahan.
c. Uji Kolesterol (Libermann- Buchard)- tabung 1: 2 mL minyak zaitun
baru + 3 tetes H2SO4
- tabung 2 : 2 mL minyak zaitun tengik + 3 tetes H2SO4
- tabung 3 : 2 mL minyak ikan + 3 tetes H2SO4
- tabung 3 : 2 mL putih telur puyuh + 3 tetes H2SO4
- tabung 3 : 2 mL kuning telur puyuh + 3 tetes H2SO4
Minyak zaitun baru : terbentuk cincin ungu (mengandung peroksida)Minyak zaitun tengik : terbentuk cincin ungu (mengandung peroksida)
Larutan kuning keruh (ada endapan)
Minyak zaitun baru : terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah bening
Minyak zaitun tengik : terbentuk 2 lapisan, lapisan bawah berwarna biru
Minyak ikan + H2SO4 : larutan berwarna ungu yang berubah menjadi coklat dan menghasilkan larutan coklat kemerahan.
Putih telur menghasilkan gumpalan putih
Kuning telur menghasilkan gumpalan kuning padatan
+
+
+
2. Analisa kuantitatifa.Penentuan angka iod
- 0,25 gram sampel (minyak zaitun baru dan tengik, blanko) + 5 mL kloroform + 6,25 Hubl A + 6,25 mL Hubl B, penutupan dan penyimpanan di lemari gelap selama 1 jam
- penambahan KI 30% + aquades 50 mL, penutupan kembali
- penambahan indikator amilum dan penitrasian dengan tiosulfat 0,1N
b.Penentuan angka penyabunanMinyak zaitun baru- 1 gram minyak zaitun + 3mL
(alkohol + eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan + 20 menit
- Penambahan 3 tetes pp- Penitrasian dengan HCl
Minyak zaitun tengik- 1 gram minyak tengik + 3mL
(alkohol + eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan + 20 menit
- Penambahan 3 tetes pp- Penitrasian dengan HCl
Blanko- 1 gram blanko + 3mL (alkohol
+ eter) + 25 mL KOH 0,5 M, pemanasan + 20 menit
- Penambahan 3 tetes pp- Penitrasian dengan HCl
Larutan coklat kemerahan (pekat), setelah disimpan dalam tempat gelap selama 1 jam menghasilkan larutan berwarna orangeLarutan orange cerah
Larutan menjadi hitam, setelah dititrasi larutan menjadi beningPenambahan Na2S2O3 :Minyak zaitun baru = 3,4 mLMinyak zaitun tengik = 4,8 mLBlanko = 7,3 mL
Larutan bening Volume HCl yang dibutuhkan 36,9 mL
Larutan beningVolume HCl yang dibutuhkan37 mL
Larutan beningVolume HCl yang dibutuhkan 28,7 mL
V. HIPOTESISPercobaan ini berjudul “Lipid : Analisa Kualitatif dan Kuantitatif” yang
bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisa kualitatif lipid meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin, uji
kolesterol, sedangkan analisa kuantitatif meliputi penentuan angka
penyabunan dan penentuan angka iod. Prinsip uji peroksida yaitu reaksi
hidrolisis, uji fosfat protein yaitu reaksi oksidasi, uji kolesterol yaitu
pemutusan ikatan ester pada asam lemak, penentuan angka penyabunan yaitu
saponifikasi, penentuan angka iod yaitu reaksi halogenasi. Metode yang
digunakan pada analisa kualitatif yaitu pengompleksan dan pengendapan,
sedangkan pada analisa kuantitatif yaitu titrasi asam basa dan titrasi iodometri.
Hasil yang diperoleh yaitu pada analisa kualitatif, uji peroksida pada minyak
zaitun tidak mengandung peroksida, uji positif peroksida yaitu akan
membentuk warna ungu kehitaman dengan amilum, uji fosfat pada lesitin
akan menunjukkan hasil positif dengan terbentuk warna larutan yang keruh
dan kuning, uji kolesterol pada minyak zaitun tidak mengandung kolesterol,
uji positif kolesterol yaitu terbentuk larutan dengan dua lapisan, dimana
lapisan atas berwarna merah. Pada analisa kuantitatif, penentuan angka
penyabunan pada minyak zaitun besar dan penentuan angka iod pada minyak
zaitun akan menunjukkan hasil yang kecil.
VI. PEMBAHASAN
Percobaan ini berjudul Lipid :Analisa Kualitatif dan Kuantitatif yang
bertujuan untuk melakukan analisa lipid secara kualitatif dan kuantitatif.
Analisa Lipid secara kualitatif meliputi uji peroksida, uji fosfat pada lesitin,
dan uji kolesterol sedangkan pada kuantitaif berupa penentuan angka iod dan
angka penyabunan.
6.1 Analisa Kualitatif Lipid
6.1.1 Uji Peroksida
Uji peroksida ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya
peroksida dalam sampel uji berupa minyak zaitun dengan indikator
amilum. Prinsip percobaan ini adalah reaksi hidrolisis dan reaksi
redoks. Lipid/lemak dapat terhidrolisis menjadi asam lemak dan
gliserol, sedangkan reaksi redoks adalah reaksi yang melibatkan
penambahan serta pengurangan bilangan oksidasi, minyak yang
sudah teroksidasi akan mengandung peroksida keberadaan
peroksida ini kemudian di deteksi dengan KI, peroksida akan
mengoksidasi KI sehingga membebaskan I2. Keberadaan I2
kemudian dianalisis dengan amilum. Metode yang digunakan pada
uji ini adalah pengendapan dan pengompleksan. Sampel yang
digunakan pada uji ini adalah minyak zaitun baru dan minyak zaitun
yang sudah dibiarkan terbuka (tengik). Tujuan dari variasi sampel
adalah untuk mengetahui perbandingan adanya peroksida yang
terkandung di dalamnya.
Pada uji ini, tabung 1 berisi minyak baru dan tabung 2 berisi
minyak tengik yaitu minyak zaitun yang sudah dibiarkan di udara
terbuka agar minyak mengalami reaksi tengik atau reaksi oksidasi
ikatan rangkap oleh oksigen membetuk senyawa-senyawa yang
menimbulkan bau tidak enak, seperti keton, aldehida, dan peroksida.
Kemusian keduanya dilarutkan dalam kloroform. Tujuan dari
penggunaan kloroform adalah agar minyak dapat larut dengan
sempurna. Sesuai dengan prinsip ‘like dissolves like’ dimana
senyawa dengan kepolaran yang sama akan saling melarutkan.
Minyak yang bersifat non polar dapat larut pada kloroform yang
juga bersifat non polar. Kemudian ditambahkan dengan asam asetat
glasial dan larutan KI 10 %. Tujuan dari penambahan asam asetat
glasial adalah untuk menghidrolisis lemak menjadi gliserol dan
asam lemak. Sedangkan penambahan KI bertujuan sebagai
oksidator. Jika terdapat peroksida di dalam minyak maka peroksida
tersebut akan mereduksi KI, sehingga membebaskan I2.
reaksi hidrolisis:
(Fessenden, 1999)
Hidroperoksia yang terbentuk akan bereaksi dengan KI dan
membebaskan I2. Keberadaan iodin ini diuji dengan indikator
amilum. Amilum digunakan sebagai indikator karena saat amilum
bereaksi dengan I2 akan memberikan perubahan warna menjadi
ungu kehitaman.
Menurut Halliwel (2000), reaksi hidroperoksida dengan
penambahan KI berlebih:
H+, heat
ROOH + 2KI + H2O ROH + 2 KOH- + I2
dan mekanisme terbentuknya peroksida dan radikal bebas pada lipid
meliputi 3 tahap reaksi:
1. Inisiasi
LH + X• L• + XH
PUFA 1 radikal lipid radikal non radikal
2. Propasi
L• + O2 LOO•
Radikal Lipid 1 Radikal peroksida lipid
LOO• + LH LOOH + L•
H2C O
HC
C
O
H2C O
C
C
R1
R2
R3
O
O
O
H2C OH
HC OH
H2C OH
+
CHOOH
COOH
CHOOH
R1
R2
R3
trigliserida gliserol asam lemak
+ H2O 33++
Radikal peroksida lipid PUFA 2 Hidroksida lipid
radikal lipid 2
3. Terminasi
L• + LOO• LOOH
L• + vit E LH + vit E•
Vit E• + L• LH + vit Eoks
Peroksida lipid adalah reaksi penyerangan radikal bebas
terhadap asam lemak tidak jenuh jamak (PUFA) yang mengandung
sedikitnya tiga ikatan rangkap. Reaksi ini dapat terjadi secara alami
didalam tubuh yang mengakibatkan oleh pembentukan radikal
bebas secara endogen dari proses metabolisme. Peroksidasi lipid di
inisiasi oleh radikal bebas seperti radikal anion superoksida, radikal
hidroksil dan radikal peroksil. Radikal bebas adalah molekul yang
kehilangan satu buah elektron dari pasangan elektron bebasnya, atau
merupakan hasil pemisahan homolitik suatu ikatan kovalen. Radikal
bebas secara berkesinambungan dapat dibuat oleh tubuh kita. Setiap
radikal bebas yang terbentuk oleh tubuh dapat memulai suatu reaksi
berantai yang akan terus berlanjut sampai radikal bebas ini
dihilangkan oleh radikal bebas lain dan oleh sistem antioksidan
tubuh (Murray, 2003).
Gambar 1 : Peroksida lipid pada asam lemak tak jenuh rantai
panjang (Murray et al.2003)
Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah uji positif , yaitu
pada minyak zaitun baru dan minyak zaitun tengik membentuk
cincin ungu, hal ini mengindikasikan bahwa minyak zaitun baru dan
minyak zaitun tengik mengandung peroksida karena ada reaksi
dengan indikator amilum. Hal ini mungkin terjadi karena sampel
minyak baru mengalami reaksi oksidasi dengan udara sehingga
mengalami ketengikan dan juga cara penyimpanan sampel yang
kurang baik dapat membuat minyak tersebut mengalami oksidasi.
Pembentukkan peroksida akan bertambah dengan bertambahnya
derajat kejenuhan.
6.1.2 Uji Fosfat pada Lesitin
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya fosfat pada
lesitin. Metode percobaan ini adalah pengendapan dan prinsip yang
digunakan adalah reaksi hidrolisis.
Fosfolipid adalah lipid yang mengandung gugus ester fosfat,
fosfogliserida yang berhubungan dengan lemak dan
minyak.sedangkan Lesitin merupakan golongan fosfolipid yang
disebut fosfatidilkolin yang bersifat larut dalam alkohol, eter,
kloroform dan bila bercampur dengan air membentuk alkohol
(Poedjiadi, 1994).
Pada uji fosfat pada lesitin, menyiapkan larutan lesitin yang
telah dilarutkan dalam alkohol. Kemudian ditambahkan HNO3
pekat. Tujuan dari penambahan HNO3 pekat ini adalah untuk
mengoksidasi lesitin yang telah dilarutkan dalam alkohol tersebut.
Kemudian dilakukan pemanasan. Tujuan dari pemanasan ini adalah
untuk mempercepat reaksi dan agar larutan tersebut dapat
terhidrolisis menjadi asam fosfat dan kolin. Hasil yang diperoleh
adalah larutan yang berwarna kuning. Setelah itu, ditambahkan
dengan ammoniun molibdat. Tujuan dari penambahan ini adalah
untuk mempercepat reaksi (katalis). Kemudian dilakukan
pemanasan kembali. Dari percobaan ini diperoleh larutan keruh
yang berwarna kuning. Hal ini menunjukkan uji positif bahwa di
dalam lesitin mengandung fosfat.
Reaksi kimia yang terjadi :
6.1.3 Uji Kolesterol
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya kolesterol
didalam lipid. Metode yang digunakan adalah pengendapan dan
prinsip yang digunakan adalah pemutusan ikatan ester.
Kolesterol menurut Cedar et al (2000) merupakan alkohol
steroid yang berbentuk pada suhu tubuh, berbentuk kristal putih
dengan titik lebur 145-1500C yang tidak larut dalam air tetapi larut
dalam pelarut organik seperti eter, kloroform, benzena, dan aseton.
Struktur Kolesterol menurut Cedar et al (2000) seperti berikut ini :
Uji ini memakai tiga sampel yaitu minyak zaitun (baru dan
tengik), telur puyuh (putih dan kuning telur), minyak ikan (minyak
hewani). Tiap sampel dilarutkan dengan kloroform, fungsi dari
kloroform adalah untuk melarutkan lemak karena sifat dari lemak
atau lipid adalah non polar. Sesuai dengan prinsip “like dissolves
like” maka senyawa non polar akan larut pada pelarut non polar.
Kemudian ditambahkan dengan asam sulfat pekat (H2SO4). Fungsi
H2SO4 untuk memutuskan ikatan ester pada lemak. Jika ada
kolesterol akan terbentuk lapisan merah pada permukaan larutan
dan H2SO4 berwarna kuning.
Hasil yang diperoleh ialah pada sampel minyak zaitun baru
terbentuk larutan bening dan pada minyak zaitun tengik berupa 2
lapisan yakni lapisan atas berwarna putih dan lapisan bawah
berwarna biru, pada sampel putih telur dan kuning telur
menghasilkan gumpalan putih pada putih telur dan gumpalan
kuning pada kuning telur. Hal tersebut menunjukkan uji negatif
karena menurut Cedar et al (2000), kolesterol merupakan hasil
metabolisme intermedier dari hewan (terdapat di jaringan hewan),
oleh karena itu banyak terdapat dalam bahan makanan asal hewani
seperti daging, telur, hati, otak dan susu, sehingga dapat
disimpulkan bahwa minyak zaitun tidak mengandung senyawa
sterol alkohol.
Sedangkan pada putih telur puyuh menurut Khazan (1986)
untuk semua jenis telur, putih telur tidak mengandung kolesterol
karena putih telur mengandung 87% air dan 13% bahan padat non
kolesterol sedangkan pada bagian kuning telur terdiri dari 50%
padatan, dan dari sejumlah kuning sepertiganya adalah protein dan
dua pertiganya adalah lipid se r t a banyak mengandung kolestrol
dibandingkan dengan putih telur.
Tabel kadar kolesterol dapat dilihat dibawah ini :
Menurut Khazan (1986) ketika direaksikan dengan beberapa uji
dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Sumber Pereaksi Liberman-
Burchard
Pereaksi Solkowski
Kuning telur itik + +
Kuning telur ayam ras + +
Kuning telur ayam
buras
+ +
Kuning telur puyuh + +
Pada sampel minyak ikan menunjukkan uji positif yang
menghasilkan warna ungu dan berubah menjadi coklat kemerahan
yang menunjukkan kolesterol pada minyak ikan, hal ini didukung
juga oleh Montesqrit dan Adrizal( 2009) bahwa minyak ikan
merupakan salah satu sumber asam lemak tak jenuh rangkap
banyak terutama asam lemak ω-3 yang dapat meningkatkan asam
lemak ω-3 dalam tubuh ternak.
Untuk mengetahui kandungan kolesterol dalam berbagai
bahan makanan, dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
metode pengukuran baik secara kualitatif maupun kuantitatif dari
metode yang sederhana sampai metode yang kompleks. Tentu saja
setiap metode memiliki kelebihaan dan kekurangan, oleh karena itu
dalam tulisan ini akan disajikan pengukuran kadar koleterol dengan
metode Lieberman-Burchards yang menggunakan alat spesifik
berupa spektrofotometer. (Astuti. 2010)
6.2 Penentuan Analisa Kuantitatif
6.2.1 Penentuan Angka Iod
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan derajat
ketidakjenuhan asam lemak. Angka iod merupakan jumlah gram
iodium yang diserap oleh 100 gram lemak tak jenuh. Prinsip yang
digunakan dalam percobaan ini adalah reaksi halogenasi, yaitu
reaksi pemutusan ikatan rangkap (reaksi adisi) dengan
menggunakan senyawa halogen, seperti Br2 dan I2 (Poedjiadi, 1994).
Metode yang digunakan adalah titrasi iodometri, yaitu titrasi redoks
untuk menetapkan senyawa yang mempunyai potensial oksidasi
yang lebih besar daripada sistem iodium – iodida atau senyawa yang
bersifat oksidator (Poedjiadi, 1994).
Pada percobaan ini sampel yang digunakan adalah minyak
zaitun baru, minyak zaitun tengik dan aquades sebagai blanko.
Masing – masing sampel diberi ditambahkan kloroform yang
berfungsi sebagai pelarut, agar minyak dapat larut dengan
sempurna. Hal ini dikarenakan kloroform dan minyak bersifat non
polar sehingga keduanya dapat mudah tercampur dengan sempurna.
Hal ini sesuai dengan prinsip pelarutan like dissolves like.
Kemudian larutan ditambah dengan Hubl A dan Hubl B yang
menghasilkan larutan berwarna coklat kemerahan. Hubl A
merupakan suatu larutan yang terdiri dari iodin dalam etanol
(Mulyono,2001). Fungsi penambahan dari Hubl A ini adalah untuk
memutus ikatan rangkap menjadi ikatan tunggal pada asam lemak.
Sedangkan hubl B merupakan suatu larutan yang terdiri dari HgCl2
dalam etanol yang berfungsi sebagai oksidator (Mulyono, 2001),
yang bertujuan untuk memutus ikatan rangkap menjadi ikatan
tunggal yang masih tersisa pada reaksi pemutusan sebelumnya oleh
hubl A. Kemampuan HgCl2 (Hubl B) untuk memutus ikatan rangkap
dikarenakan hubl B merupakan oksidator kuat sehingga dapat
menyempurnakan reaksi adisi oleh hubl A.
Setelah larutan ditambah dengan Hubl A dan Hubl B, larutan
didiamkan selama 1 jam dalam kamar gelap. Tujuan dari
penyimpanan di kamar gelap adalah agar larutan tidak terkena
cahaya, dimana dapat mempengaruhi HgCl2 dalam memutus ikatan
rangkap, yakni Hg tidak stabil jika terkena cahaya. Setelah
didiamkan selama 1 jam, larutan ditambah dengan KI yang berfungsi
untuk menentukan angka iod, dimana asam lemak tidak jenuh akan
mengikat I2 membentuk asam lemak yang jenuh.
Selanjutnya dilakukan penambahan aquades yang menghasilkan
larutan berwarna orange cerah. Tujuan dari penambahan aquades
adalah agar larutan dapat terpisahkan dari miselnya. Misel yaitu
sekumpulan molekul lemak dalam pelarut air, dimana bagian
hidrofob lemak saling menyatu (ke dalam) dan bagian hidrofil ke
luar (ke pelarut air) (Fessenden, 1982).
Kemudian larutan segera ditutup agar tidak terjadi oksidasi
lanjut. Lalu larutan ditambah dengan indikator amilum yang
digunakan untuk mengidentifikasi adanya iod dalam larutan saat
titrasi. Selanjutnya, larutan dititrasi dengan menggunakan larutan
standard yaitu Na2S2O3 sebagai titran. Menururt Fessenden (1982),
reaksi yang terjadi :
I I
CH2O2C(CH2)7CH=CH(CH2)7CH3 CH2O2C(CH2)7CHCH(CH2)7H3
CHO2CC17H35 + I2 CHO2CC17H35
CH2O2CC17H35 CH2O2CC17H35
2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6
Setelah dititrasi dengan Na2S2O3, warna larutan berubah menjadi
bening. Volume Na2S2O3 yang dibutuhkan untuk menitrasi minyak
zaitun baru sebesar 3,4 mL, minyak zaitun tengik sebesar 4,8 mL,
dan pada blanko sebesar 7,3 mL. Angka iod pada minyak zaitun baru
sebesar 9,9; minyak zaitun tengik sebesar 3,55. Angka iod minyak
zaitun baru lebih besar dibandingkan minyak zaitun tengik. Hal
tersebut sesuai dengan literatur, dimana ikatan rangkap pada minyak
zaitun baru lebih banyak dibandingkan minyak zaitun tengik, karena
pada minyak zaitun tengik ikatan rangkapnya sudah teroksidasi oleh
cahaya, udara (O2) dan pemanasan sehingga ikatan rangkapnya lebih
sedikit dan mengakibatkan angka iod yang dibutuhkan untuk
memutus ikatan rangkap lebih sedikit.
6.2.2 Penentuan Angka Penyabunan
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan berat molekul
(BM) pada minyak / lemak. Prinsip yang digunakan adalah reaksi
penyabunan (hidrolisis dengan basa), sedangkan metode yang
digunakan adalah titrasi asam basa. Angka penyabunan adalah
jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menyabunkan 1 gram
lemak / minyak (Fessenden, 1982).
Sampel yang digunakan adalah minyak zaitun baru dan tengik
serta aquades sebagai blanko. Masing – masing lemak ditambahkan
dengan pelarut lemak (95% etanol dan 5% eter). Etanol
prosentasenya lebih besar bertujuan untuk mempermudah pengikatan
KOH. Setelah itu, larutan ditambahkan dengan KOH alkoholis
sehingga timbul basa. Tujuan dari penambahan KOH alkoholis
adalah untuk menyabunkan minyak yaitu menghidrolisis lemak
sehingga menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun.
Menurut Ketaren (1986), reaksi yang terjadi :
O
CH2OC R CH2OH O
CHO2C(CH2)16CH3 + KOH CHOH + 3RCOOK O
CH2O2C(CH2)16CH3 CH2OH
Proses hidrolisis dengan menggunakan basa kuat seperti KOH inilah
yang disebut dengan proses penyabunan. Setelah itu, dilakukan
pemanasan diatas penangas air, ketika temperatur naik maka
partikel-partikel molekul yang terdapat dalam larutan bergerak
dengan cepat sehingga reaksi dalam larutan tersebut juga cepat.
Kemudian larutan didinginkan dan ditambahkan dengan PP yang
berfungsi sebagai indikator agar dapat menentukan titik akhir titrasi
sehingga terjadi perubahan warna menjadi merah muda. PP
merupakan asam diprotik dan tidak berwarna. Indikator ini terurai
dahulu menjadi tidak berwarna dan kemudian hilangnya proton
kedua menjadi ion dengan sistem terkonjugat menghasilkan warna
merah dan penambahan proton menghasilkan kation berwarna merah
muda.
Menurut Ketaren (1986), mekanisme yang terjadi pada saat
perubahan warna indikator pp yaitu:
Untuk titrasi HCl dan KOH diatas maka digunakan indikator pp
disebabkan trayek pH indikator pp adalah sekitar 8,0 – 9,6 dimana
trayek pH ini adalah dekat dengan pH titik ekuivalen titrasi HCl-
KOH yaitu pada pH 7. Pemilihan indikator yang baik adalah setidak-
tidaknya antara -1 pH titik ekuivalen sampai dengan +1 pH titik
ekuivalen. Jika kita pergunakan indikator MO maka titik akhir titrasi
akan terjadi terlebih dahulu sebelum titik ekuivalen tercapai. Hal ini
akan membuat perhitungan analisis jauh dari akurat.
Reaksi antara KOH dengan HCl :
KCl akan terhidrolis menjadi HCl dan ion OH sehingga ion OH ini
yang membuat larutan menjadi basa.
K+ + H2O
Cl- + H2O HCl + OH-
Angka penyabunan pada minyak baru sebesar -257,6
sedangkan angka penyabunan pada minyak bekas sebesar -254,8.
Berat molekul kecil maka angka penyabunan besar dan sebaliknya
bila minyak mempunyai berat molekul yang besar angka penyabunan
kecil. Jadi, pada minyak baru memiliki berat molekul yang besar
dibanding minyak lama. Hal ini karena minyak yang disusun oleh
asam lemak berantai karbon yang pendek berarti mempunyai berat
molekul yang relatif kecil mempunyai angka penyabunan yang besar
dan sebaliknya bila minyak mempunyai berat molekul yang besar,
maka angka penyabunan relatif kecil.
VII. PENUTUP
7.1 Kesimpulan
7.1.1 Analisa kualitatif
7.1.1.1 Uji peroksida pada minyak zaitun baru dan tengik
menghasilkan uji positif dengan membentuk cincin ungu.
7.1.1.2 Uji fosfat pada lesitin positif mengandung fosfat dengan
menghasilkan larutan berwarna kuning keruh dan
terbentuknya endapan
7.1.1.3 Uji kolesterol pada minyak baru menghasilkan larutan
bening dan minyak zaitun tengik menghasilkan lapisan atas
bening dan lapisan bawah biru, pada minyak ikan
menghasilkan larutan berwarna ungu dan berubah menjadi
coklat kemerahan, pada putih telur puyuh menghasilkan
gumpalan putih dan kuning telur puyuh menghasilkan
gumpalan kuning.
7.1.2 Analisa kuantitatif
7.1.2.1 Penentuan angka iod untuk minyak zaitun baru
menghasilkan angka iod sebesar 9,9 dan untuk minyak
zaitun tengik 3,55
7.1.2.2 Penentuan angka penyabunan untuk minyak zaitun baru
menghasilkan angka penyabunan sebesar -257,6 dengan
BM rata-rata lemak sebesar -652,17 dan angka penyabunan
untuk minyak zaitun tengik sebesar -254,8 dengan BM rata-
rata lemak sebesar -659,3.
7.2 Saran
7.2.1 Sebaiknya sebelum dan sesudah praktikum, alat–alat yang
digunakan dicuci terlebih dahulu agar steril
7.2.2 Sebaiknya titrasi dilakukan dengan teliti dan hati hati agar tidak
terjadi kesalahan
LEMBAR PENGESAHAN
Semarang, 28 Desember 2012
Praktikan,
Afrianti Reza Kusuma Restu Arie Wijayanti 24030110120018 24030110120038
Reza Radiyatul Jannah Satria Putra 24030110130058 24030110110025
Wihda Wihdatul Hidayah Yulia Milarsih 24030110110033 24030110130059
Mengetahui,Asisten,
Hendra Dwipa R. MahardikaJ2C009054
LAMPIRAN
Perhitungan
a. Penentuan Angka Iod
Na2S2O3 yang dibutuhkan pada :
Minyak zaitun baru = 3,4 mL
Minyak zaitun tengik = 4,8 mL
Blanko = 7,3 mL
Bilangan Iod minyak zaitun baru
= 9,9
Bilangan Iod minyak zaitun tengik
= 3,55
b. Penentuan Angka Penyabunan
Diketahui: VHCl minyak zaitun baru = 36,9 mL
VHCl minyak zaitun tengik = 37 mL
VHCl blanko = 27,8 mL
Ditanya : Angka penyabunan dan BM rata-rata lemak?
Dijawab :
Minyak zaitun baru
Angka penyabunan=(VHCl blanko-VHCl minyak baru) x M.KOHalkoholis x 56
=(27,8ml-37ml) x 0,5M x 56
=-9,2ml x 0,5M x 56
= -257,6
= -652,17
Minyak zaitun tengik
Angka penyabunan=(VHCl blanko-VHCl minyak bekas) x M.KOH alkoholis x 56
=(27,8ml-36,9ml) x 0,5M x 56
=-9,1ml x 0,5M x 56
=-254,8
= -659,3
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, M.N., 2001, Kamus Kimia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Basri,S, 1996, Kamus Kimia, Rineka Cipta, Jakarta
Brady, James, 1997, Kimia Universitas, Binarupa Aksara, Jakarta
Fessenden, R., 1982, Organic Chemistry, Willard Grant Press Publisher, USA
Fessenden, R., 1999, Organic Chemistry, Willard Grant Press Publisher, USA
Grant, 1987, Chemical Dictionary, Mc Graw Hill, USA
Halliwell and Gutteridge, 1999, Free Radiack And In Biology and Medicine, Oxford,
University Press
Hart,H, 1983, Organic Chemistry-A Short Course, edisi ke 5, Houghton Miffin
Company, Boston
Ketaren, 1986, Minyak dan Lemak Pangan, UI Press, Jakarta
Khopkar, 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, UI Press, Jakarta
Kuswati,dkk, 2001, Sains Kimia, Bumi Aksara, Jakarta
Mayers.P.A, 1992, Biokimia Harper, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta
Mulyono, 2001, Kamus Kimia, Grasindo, Bandung
Page,D.S., 1981, Prinsip-prinsip Biokimia, Erlangga, Jakarta
Poedjiadi, 1994, Dasar-dasar Biokimia, Universitas Indonesia, Jakarta
Pudjaatmaka. H, 2003, Kamus Kimia Organik, Depdikbud, Jakarta
Sumardjo.D, 1998, Kimia Kedokteran Undip, edisi ke 3, Universitas Diponegoro,
Semarang
Willey, J, 2001, Hawley’s Condensed Chemical Dictionary, edisi ke 14, John Willey
and Sons Inc, New York