Upload
ahmad-ridha
View
104
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mikrobiologi
Citation preview
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usaha peternakan di Indonesia mempunyai potensi berkembang pesat,
mengingat cukupnya ketersediaan pakan dan keragaman jenis ternak yang ada.
Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang nilai gizi serta kebutuhan konsumsi
masyarakat akan protein hewani, juga turut mendukung berkembangnya usaha
peternakan rakyat. Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan konsumsi
protein hewani bagi penduduk Indonesia adalah dengan mengembangkan
peternakan sapi perah (Tuasikal, 2003). Peternakan sapi perah merupakan
komoditas yang paling penting, namun produktifitasnya belum mencapai
maksimum. Penyakit radang ambing merupakan salah satu kendala dalam usaha
peningkatan produktifitas sapi perah tersebut. Penyakit radang ambing atau yang
dikenal sebagai mastitis merupakan masalah utama dalam peternakan sapi perah
karena menyebabkan kerugian yang besar akibat penurunan produksi susu,
penurunan kualitas susu, biaya perawatan dan pengobatan yang mahal. Penyakit
ini berhubungan langsung pada kerugian peternak karena mastitis menyebabkan
terjadinya penurunan produksi dan kualitas susu yang akan menimbulkan
konsekuensi tertentu dalam proses pengolahan susu selanjutnya. Perubahan fisik
air susu akibat mastitis meliputi warna, bau, rasa dan konsistensi. Warna yang
biasanya putih kekuningan akan berubah menjadi putih pucat atau agak kebiruan.
Rasa yang agak manis berubah menjadi getir atau agak asin. Bau yang harum
berubah menjadi asam. Konsistensi yang biasanya cair dengan emulsi yang merata
akan berubah menjadi pecah, lebih cair, dan kadang disertai jonjot atau endapan
fibrin dan gumpalan protein yang lain. Perubahan secara kimiawi meliputi
penurunan jumlah kasein, sehingga apabila dibuat keju kualitasnya menurun.
Protein total air susu juga menurun dengan meningkatnya jumlah albumin dan
globulin dan terjadi penurunan gula susu dan laktosa sehingga nilai kalori yang
dikandungnya menurun (Jasper, 1980).
Sori et al (2005) menyatakan bahwa kerugian kasus mastitis antara lain :
kehilangan produksi susu, kualitas dan kuantitas susu berkurang, banyak sapi
yang diculling. Penurunan produksi susu per kuartir bisa mencapai 30% atau 15%
per sapi per laktasi, sehingga menjadi permasalahan besar dalam industri sapi
perah. Lebih dari 130 kuman yang berbeda sudah dapat di isolasi dari ambing
sapi. Umumnya disebabkan oleh infeksi staphylococcus, streptococcus, dan
colliform.
1.2. Masalah
Apakah dari sampel susu yang diperiksa ditemukan adanya bakteri
penyebab mastitis pada sapi perah?
1.3. Tujuan
Untuk mengetahui bakteri penyebab mastitis pada susu dari sapi perah
yang diperiksa dengan cara isolasi dan identifikasi.
1.4. Manfaat
1. Mengidentifikasi bakteri penyebab mastitis pada sampel air susu.
2. Mengetahui prosedur kerja pada pemeriksaan bakteri penyebab
mastitis.
3. Membantu proses terapi yang tepat pada kasus mastitis.
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Mastitis
Mastitis atau yang dikenal dengan nama radang ambing merupakan
penyakit yang paling penting pada sapi perah. Mastitis biasanya merusak jaringan
secretory pada ambing yang terinfeksi, namun kadang kala perubahan yang
ditimbulkan tidak nampak jelas hanya penurunan produksi susu maupun
perubahan komposisi susu yang hanya dapat dideteksi oleh tes laboratorium.
Mastitis menurunkan pendapatan para peternak melalui susu dikarenakan susu
yang diproduksi menurun nilai lemak dan laktosanya. Perubahan klinis pada
mastitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 yaitu Perakut, Akut, Subakut dan
Kronis.
2.2. Penyebab Mastitis
2.2.1. Staphylococcus
Brooks (2005), menyatakan bahwa Staphylococcus adalah bakteri Gram
positif, bentuk kokus dengan susunan berpasangan atau bergerombol, seperti
anggur. Bersifat aerobik atau anaerobik fakultatif, katalase positif, oksidase
negatif, bersifat non motil, tidak membentuk spora. Staphylococcus tumbuh
dengan cepat pada beberapa tipe media dan aktif melakukan metabolisme serta
melakukan fermentasi karbohidrat. Staphylococcus menghasilkan bermacam-
macam pigmen, dari warna putih hingga kuning gelap.
Spesies Staphylococcus mayoritas ditemukan di berbagai tempat pada
tubuh ternak, antara lain : kelenjar mammae yang terinfeksi, saluran puting, lesi-
lesi pada puting, kulit puting, vagina, cekung hidung dan moncong. Pada kulit
puting yang sehat, tidak ditemukan bakteri ini, tetapi bakteri ini mudah masuk ke
saluran puting lewat luka dekat puting. Organisme ini bermultiplikasi pada lesi-
lesi, berkolonisasi dalam saluran puting dan memasuki kelenjar mammae (Jones,
1998).
Spesies Staphylococcus yang menyebabkan gejala klinis yang serius
adalah Staphylococcus aureus. Staphylococcus aureus merupakan bakteri
penyebab utama mastitis pada sapi dan kejadian mastitis sering diasosiasikan
dengan infeksi Staphylococcus aureus. Untuk membedakan Staphylococcus
aureus dengan spesies Staphylococcus yang lain maka diperlukan test koagulase.
Koagulase merupakan enzim yang mampu menggumpalkan plasma dan hanya
diproduksi oleh Staphylococcus aureus bukan oleh Coagulase-negative
Staphylococcus (CNS) seperti Staphylococcus epidermis dan Staphylococcus
sapropyticus. Kelompok bakteri ini dikenal dengan Staphylococcus albus karena
pada media pertumbuhan Manitol Salt Agar (MSA), Staphylococcus aureus akan
membentuk koloni berwarna kuning, sedangkan bakteri CNS akan membentuk
koloni berwarna putih.
Staphylococcus aureus dapat berkoloni pada kulit ambing dan saluran
ambing sehingga menyebabkan infeksi bakteri ini melalui intramammae. Bakteri
ini memproduksi toksin dan enzim seperti katalase dan koagulase serta dapat
dengan mudah menginvasi karena memproduksi enzim hyaluronidase yang dapat
menginvasi jaringan. Bakteri ini dapat menyebabkan abses pada jaringan yang
dapat mengakibatkan fibrosis. Hasil akhirnya adalah penurunan produksi susu dan
peningkatan sel somatic pada susu.
Bakteri Coagulase-negative Staphylococcus (CNS) dapat diklasifikasikan
sebagai kontagius pathogen karena CNS dapat dikategorikan sebagai flora normal
pada hewan. Bakteri ini dapat menyebabkan mastitis subklinis dan kronis. Infeksi
bakteri CNS tampaknya terjadi pada masa kering terlebih lagi pada saat
melahirkan.
2.2.2. Eschericia coli
Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang umumnya
menyebabkan mastitis pada sapi perah. Banyak penyakit mastitis yang disebakan
oleh Escherichia coli yang berasal dari lingkungan seperti feses, bedding dan
ambing yang kotor dan basah.
Escherichia coli tumbuh subur pada media Mac Conkey agar (MCA)
karena tidak dihambat pertumbuhannya oleh kelenjar empedu pada media
tersebut. Eosin Methylen Blue agar (EMBA) digunakan untuk mengidentifikasi
bakteri ini. Pada media ini akan terbentuk koloni berwarna hijau metalik.
Patogenesa Escherichia coli pada penyakit mastitis banyak disebabkan
oleh efek endotoksin. Pada saat bakteri ini masuk ke dalam ambing , mereka akan
bermultiplikasi dan membentuk endotoksin., dimana endotoksin ini akan
menyebabkan hyperemia, haemoraghi dan odema pada ambing yang terinfeksi.
Bakteri ini tidak menginvasi jaringan sehingga apabila sudah sembuh dari efek
endotoksin maka ambing yang terinfeksi dapat sembuh pada masa laktasi yang
sama.
Mastitis yang disebabkan oleh Escherichia coli bersifat akut atau perakut
pada awal laktasi. Sebagian besar infeksi Escherichia coli terjadi pada hari ke 7
sampai ke 10 sebelum melahirkan. Pada infeksi perakut terdapat sekresi serous
pada susu yang mengandung butiran-butiran kecil jaringan nekrotik.
2.2.3. Streptococcus
Streptococcus merupakan spesies yang sebagian besar hidup pada mukosa
saluran respirasi bagian atas dan saluran urogenital bagian bawah. Streptococcus
merupakan bakteri yang dapat menginfeksi banyak spesies hewan dan
menyebabkan infeksi suppuratif dan salah satunya adalah mastitis.
Streptococcus spesies pada media Blood Agar didapatkan koloni bulat,
kecil, halus, seperti titik embun dan merupakan bakteri Gram positif yang
berstruktur seperti rantai. Bakteri ini tidak memproduksi enzim katalase. Spesies -
spesies Streptococcus yang dapat menyebabkan mastitis adalah Streptococcus
agalactiae, Streptococcus dysgalactiae dan Streptococcus uberis. Streptococcus
uberis merupakan spesies Streptococcus yang paling sering ditemukan pada
environment mastitis. Bakteri ini dapat menyebabkan mastitis subklinis.
2.2.4 Corynebacterium Spp.
Corynebacterim penyebab mastitis antara lain C. bovis dan C. pyogenes.
Berbeda dengan C. bovis yang berhabitat pada kelenjar ambing maka C. pyogenes
terdapat sebagai flora normal pada selaput lendir traktur respiratorius yaitu pada
tonsil dan retropharingeal. Bakteri ini berbentuk batang, kokoid dengan ujung
membengkak tersusun dalam bentuk palisade, kuman tidak bergerak dan bersifat
Gram positif. Pada media BA dan MA membentuk koloni jernih seperti tetes
embun. Kuman tidak tumbuh pada MCA.
Keduanya menimbulkan mastitis pada sapi masa kering. Radang ambing
yang disebabkan oleh C. pyogenes akan menyebabkan radang akut dengan
pernanahan. Kuman C. bovis sering dapat diisolasi dari air susu yang berasal dari
sapi sehat. Hanya dalam keadaan tertentu, C. bovis dapat menyebabkan radang
ambing dan biasanya penyakit bersifat sub klinis.
2.2.5. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas merupakan penyebab environmental mastitis. Kuman ini
banyak ditemukan di tanah dan air di sekitar lingkungan peternakan. Bakteri ini
berbentuk batang langsing, motil, tidak memiliki spora dan kapsul, bersifat Gram
positif. Kuman ini tumbuh baik pada media NA dimana menunjukkan koloni yang
besar, tidak beraturan, konsistensi seperti mentega, membentuk pigmen pyocianin
dan fluorescen, membentuk koloni tidak berwarna pada media MacConkey.
2.2.6. Mycoplasma bovis
Mycoplasma dapat ditemukan pada mukosa konjungtiva, rongga hidung
dan GI tract hewan. Bakteri ini pada umumnya membutuhkan host yang spesifik
dan bertahan pada periode yang singkat di lingkungan. Mycoplasma merupakan
bakteri prokaryotic terkecil. Bakteri ini tidak dapat diwarnai menggunakan
pewarnaan Gram.
Mycoplasma bovis merupakan bakteri yang mudah menular, biasanya
bakteri ini menginfeksi pada saat hewan baru saja dibeli dan dimasukkan ke
dalam kandang. Begitu bakteri ini menginfeksi maka akan dengan mudah menular
ke sapi perah yang lain baik itu melalui mesin pemerah, tangan pemerah maupun
baju yang digunakan oleh pemerah. Bakteri ini biasanya dikaitkan pada kasus
severe mastitis. Produksi susu akan menurun secara drastis dan digantikan oleh
eksudat purulenta.
BAB 3 METODE
3.1. Waktu dan Tempat Pengambilan Sampel
Sampel susu yang diduga terkena mastitis diambil pada 22 Maret 2015 di
Peternakan Sapi Bumi Farm, Kalikepiting, Surabaya pada pukul 14.30 WIB.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan yaitu air susu yang diduga mastitis, media isolasi
dan identifikasi, serta bahan-bahan pewarnaan. Alat yang digunakan yaitu tabung
Erlenmeyer steril, box container, mikroskop, ose bulat, spiritus, obyek glass.
3.2.1. Media Isolasi
Bahan yang digunakan untuk isolasi bakteri yaitu :
a. Blood Agar
BA merupakan media umum yang kegunaannya adalah untuk
menumbuhkan kuman, membedakan kuman yang dapat menghemolisa
darah dan tidak menghemolisa darah, serta membedakan macam
hemolisanya.
b. Manitol Salt Agar
MSA merupakan media selektif yang digunakan untuk mengisolasi
kuman Staphylococcus yang pathogen (S. aureus). Staphylococcus
pathogen membentuk zona kuning di sekitar koloni sedangkan yang non
pathogen membentuk zona merah.
c. Eosin Methilen Blue Agar
EMBA merupakan media selektif yang khusus untuk melihat
warna pertumbuhan koloni kuman Eschericia coli yaitu hijau metalik.
d. Nutrien Agar
Nutrient Agar (NA) adalah medium padat untuk pertumbuhan
mikroorganisme yang umum digunakan dalam berbagai kultur
mikroorganisme. Medium ini cukup baik untuk memulai belajar tentang
bagaimana koloni bakteri dapat tumbuh dan menyebar.
3.2.2. Media Pewarnaan Gram
Bahan yang digunakan : kristal violet, lugol, alcohol 95%, dan safranin.
3.2.3. Media Identifikasi
a. Triple Sugar Iron Agar (TSIA)
Digunakan untuk membedakan sifat kuman secara biokimiawi
untuk membedakan kuman yang tergolong Enterobacteriaceae dalam
memfermentasi karbohidrat membentuk asam, gas, dan H2S. Warna
kuning (asam) menunjukkan glukosa dan / sukrosa dan / laktosa
difermentasi. Warna merah (alkalis) menunjukkan glukosa, sukrosa, dan
laktosa tidak difermentasi.
b. Simmon Citrate Agar
Untuk mengetahui kemampuan kuman dalam memanfaatkan
natrium citrat sebagai sumber karbon untuk keperluan hidupnya. Tanda
adanya pertumbuhan bakteri pada medium ini adalah adanya perubahan
warna dari hijau menjadi biru.
c. Sulfide Indol Motility
Berfungsi mengetahui terbentuknya sulfide, indol, dan motilitas
kuman.
d. Urea
Untuk mengetahui adanya enzim urease dari kuman. Jika kuman
menghasilkan enzim urease maka kuman akan menguraikan urea yang
ditandai dengan perubahan warna menjadi merah ungu.
e. MacConkey Agar
Untuk mengetahui bakteri yang dapat memfermentasi laktosa yang
ditandai dengan perubahan warna merah pada media. Media ini juga dapat
membedakan kuman Gram positif dan negatif karena hanya Gram negatif
yang dapat tumbuh.
3.3. Alur Pelaksanaan
Pengambilan Sampel
Penanaman pada media isolasi
3.4. Metode Pengambilan Sampel
Sampel diambil dan disimpan sementara di dalam tabung Erlenmeyer
dengan tutup dan disimpan dalam box container berisi es.
3.5. Metode Isolasi Kuman
Sampel susu yang diambil diisolasi menggunakan media umum,
diferensial, dan selektif. Media umum yang digunakan yaitu blood agar dan
nutrien agar, media diferensial menggunakan MacConkey agar, sedangkan media
selektif yang digunakan yaitu Manitol Salt Agar dan Eosin Methylen Blue Agar.
3.6. Metode Pewarnaan Gram
Prinsip pewarnaan Gram adalah bakteri dengan pewarna utama (Primary
stain) yaitu dengan kristal violet atau Gentian violet akan berwarna ungu, melalui
fiksasi warna dengan lugol akan menguatkan pelekatan warna utama, penambahan
alkohol akan melunturkan atau memucatkan zat warna utama sehingga pada sel
Gram negatif sel menjadi tidak berwarna tetapi pada sel Gram positif tidak
mengalami pelunturan sehingga tetap berwarna ungu. Pada pemberian pewarna
tandingan (counterstain) yang berbeda dengan pewarna utama yaitu safranin
menyebabkan bakteri Gram negatif akan menyerap warna tersebut menjadi merah.
BA / NA
MCA mikroskopis
kalatalase
pewarnaan Gram
CAMP TEST
Aesculin test
Langkah-langkah pewarnaan Gram yaitu :
1. Teteskan sampel pada obyek glass dan ratakan pemukaannya menggunakan
ose setipis mungkin.
2. Fiksasi hingga permukaan pada obyek glass menjadi kering.
3. Teteskan crystal violet dan diamkan selama 1-2 menit.
4. Buang sisa crystal violet dan bersihkan dengan air mengalir.
5. Teteskan lugol dan diamkan selama 1 menit.
6. Buang sisa lugol dan bersihkan dengan air mengalir.
7. Teteskan alkohol 95% dan diamkan selama 1 menit hingga warna menjadi
luntur.
8. Bersihkan dengan air mengalir.
9. Teteskan safranin dan diamkan selama 30 detik.
10. Bersihkan safranin dengan air mengalir, keringkan dengan kertas tisu.
11. Teteskan minyak emersi dan lihat di bawah mikroskop.
BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Susu yang dijadikan sampel pemeriksaan adalah susu dari peternakan
bumifarm kalikepiting Surabaya yang diduga terkena mastitis dengan gejala
produksi susu menurun, ambing berwarna kemerahan, sapi demam, lemah,
terdapat gumpalan pada susu (susu pecah), berwarna kekuningan, kental dan
belum dilakukan terapi pengobatan dengan antibiotik.
Gambar. sampel susu yang diduga terkena mastitis.
Susu yang baru tiba di lab dilakukan uji CMT untuk mengetahui susu
tersebut berasal dari sapi yang terkena penyakit mastitis dengan melihat adanya
penambahan jumlah sel leukosit yang nantinya akan bereaksi dengan ditambahkan
detergen yang akan mengakibatkan konsentrasi susu menjadi lebih viscous
(kental) dan menjadi gel.
Gambar : Hasil uji CMT susu sampel.
Kemudian dilanjutkan dengan isolasi dan identifikasi pada media : NA dan
MCA. Pada media na, secara makroskopis koloni yang terlihat di permukaan ada
3 jenis yaitu : 1. Koloni terbanyak dengan presentasi 90 % mempunyai bentuk
bulat seperti tetes embun berukuran kecil berwarna putih 2. Koloni dengan
presentasi 8% mempunyai bentuk bulat berukuran sedang berwarna putih 3.
Koloni dengan presentasi 2% mempunyai bentuk bulat berukuran besar berwarna
putih. Pada media MCA tidak terlihat adanya koloni yang menunujukkan tidak
adanya bakteri cemaran Enterobacteriae maupun Non Enterobacteriae.
Gambar : Penampakan bakteri pada media NA (kiri), Penampakan pada media
MCA (kanan)
Dari media NA, koloni terbanyak diambil dan dilakukan isolasi sekunder
pada media NA. Hal ini dilakukan untuk mendapat koloni yang terpisah.
Kemudian setelah didapatkan koloni yang terpisah dilakukan pewarnaan Gram
serta pengamatan mikroskopis. Bentukan yang terlihat di mikroskop adalah
bakteri berbentuk bulat dengan susunan berantai dan Gram positif (+).
Selanjutnya dilakukan uji katalase untuk membedakan kuman penyebab dari
Staphylococcus dengan Streptococcus. Hasil uji katalase menunjukkan katalase
negatif (-) yang ditunjukkan dengan tidak adanya buih. Hal ini menunjukkan
bahwa kuman penyebab berasal dari jenis Streptococcus yang terdiri dari
Streptococcus agalactiae, Streptococcus dysgalactiae, Streptococcus uberis.
Gambar : Genus Steptococcus dengan pewarnaan Gram pada sampel susu.
Untuk membedakan Streptococcus agalactiae dengan Streptococcus dysgalactiae
dan Streptococcus uberis. Dilakukan CAMP Test untuk mengetahui bakteri
penyebab mastitis berasal dari Streptococcus agalactiae atau dari Streptococcus
dysgalactiae dan Streptococcus uberis. Untuk mengetahui perbedaannya pada
Streptococcus agalactiae terdapat tanda panah yang merupakan reaksi hemolisis
antara Streptococcus agalactiae dengan Staphylococcus aureus ini dikarenakan
Streptococcus agalactiae menghasilkan protein ektraseluler yang menyebar
merata(difus) yang dikenal dengan CAMP factor yang akan bersinergi dengan β-
lysin yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, sehingga akan menyebabkan
hemolisis sel darah merah pada agar darah. Sedangkan Streptococcus dysgalactiae
dan Streptococcus uberis tidak terdapat tanda panah dikarenakan Streptococcus
dysgalactiae dan Streptococcus uberis tidak dapat bereaksi dengan
Staphylococcus aures.
Gambar : Hasil uji CAMP Test Genus Steptococcus
BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
Pada hasil pemeriksaan susu yang diduga mastitis ditemukan jenis bakteri
yang menyebabkan mastitis pada sapi yaitu Streptococcus dysgalactae ataupun
Streptococcus uberis. Untuk membedakan antara keduanya harusnya dilanjutkan
dengan Askulin test. Diduga mastitis yang terjadi diakibatkan oleh infeksi
Streptococcus dysgalactae ataupun Streptococcus uberis yang berasal dari
lingkungan dimana sapi tersebut hidup, alas kandang, lumpur, kotoran dan pupuk
yang ada disekitar sapi.
4,2, Saran
Sebaiknya dilakukan uji lanjutan dengan Askulin test. Hal ini diperlukan
untuk mengetahui kuman penyebab dari mastitis antara Streptococcus dysgalactae
atau Streptococcus uberis.