Upload
adibyooongs
View
325
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan Mini Project Intership 2013-2014
Citation preview
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan berkat-
Nya sehingga Laporan Mini Project yang berjudul “Screening Tuberculosis Paru di Wilayah
Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau” ini dapat diselesaikan. Laporan Mini
Project ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan Program Internsip Dokter Indonesia di
Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau. Pada kesempatan ini, tak lupa kami
mengucapkan terima kasih kepada dr. Leni Marzal selaku pendamping selama menjalankan
Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau.
Adapun Laporan Mini Project ini berisi mengenai Hasil Screening Tuberkulosis Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau dan Penyakit Tuberkulosis Paru
itu sendiri. Kasus Tuberkulosis Paru merupakan salah satu kasus yang cukup sering ditemui dan
penting diketahui setiap gejala dan langkah penanganan. Dengan adanya Laporan Mini Project
ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih jauh tentang Penyakit Tuberkulosis Paru,
sehingga dapat meningkatkan angka penjaringan penyakit tuberkulosis, menurunkan resiko
penularan penyakit dan meningkatkan angka kesembuhan penderita tuberkulosis
Kami menyadari bahwa Laporan Mini Project ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan Laporan ini.
Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu
sampai selesainya Laporan Mini Project ini. Semoga Laporan Mini Project ini berguna bagi kita
semua.
Pekanbaru, Oktober 2013
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN.... ......................................................................................................................1
DAFTAR ISI ..................................................................................................................................2
BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................3
1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................3
1.2 MASALAH......................................................................................................................5
1.3 TUJUAN..........................................................................................................................6
1.4 MANFAAT......................................................................................................................6
1.5 SASARAN.......................................................................................................................7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................8
2.1 PENYAKIT TB...............................................................................................................8
2.2 ETIOLOGI......................................................................................................................8
2.3 TRANSMISI...................................................................................................................8
2.4 PATOFISIOLOGI..........................................................................................................8
2.5 EPIDEMIOLOGI.........................................................................................................14
2.6 GEJALA KLINIS.........................................................................................................14
2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS.......................................................................................15
2.8 PENANGANAN PENYAKIT TB...............................................................................20
2.9 STRATEGI DOTS.......................................................................................................27
2.10 KOMPLIKASI............................................................................................................27
2.11 PROGNOSIS..............................................................................................................27
BAB III. METODE......................................................................................................................28
3.1 METODE SCREENING.............................................................................................28
3.2 HASIL SCREENING...................................................................................................28
BAB IV. HASIL...........................................................................................................................30
BAB V. DISKUSI.........................................................................................................................46
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................48
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di
negara-negara berkembang. TB menjadi masalah kesehatan yang besar di Negara-negara
berkembang karena angka kesakitan dan kematian akibat TB 75%-nya terjadi pada golongan usia
produktif kerja, yaitu kelompok usia 15-49 tahun. Pada umumnya kasus di Negara-negara
berkembang tidak tercakup seluruhnya, dan hanya sekitar separuh dari kasus BTA positif yang
ditemukan yang dapat disembuhkan. Hal ini mengakibatkan angka kesakitan di seluruh dunia
diperkirakan mencapai 16-20 juta, di mana sekitar 8-10 juta adalah kasus BTA positif yang
sangat menular.
TB merupakan penyakit menular akibat bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini
menjadi global emergency, dimana sekitar 2,2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi kuman ini.
Menurut laporan WHO 2009, beban infeksi di Indonesia saat ini turun dari urutan ketiga (2007)
menjadi kelima tertinggi di dunia. Target MDG (Millenium Development Goals) keenam adalah
memerangi AIDS dan penyakit menular lainnya, dimana di Indonesia tujuan ini dijabarkan
menjadi tiga penyakit menular tertinggi yakni memberantas AIDS, malaria dan TB. Menurut
WHO, diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang dan beban terbesar ada di
Asia Tengggara. Indonesia merupakan negara ketiga penyumbang terbesar kasus TB setelah
India dan China. Berdasar indikator DALY (Disability Adjusted Life Year), TB merupakan salah
satu penyakit yang menjadi beban di Indonesia yaitu lebih dari 7,7% dari seluruh beban penyakit.
TB merupakan urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah infeksi akibat pernapasan.
Cara penularan TB adalah Airborne sehingga seseorang dengan kuman TB yang aktif, dapat
menulari 10-15 orang per tahun.
WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease)
mengembangkan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi
penanggulangan TB yang cost effective. Berdasarkan Depkes RI, keberhasilan pengobatan DOTS
tahun 2005 adalah 91%. WHO mencatat lebih dari 500.000 kasus TB di Indonesia resisten
terhadap berbagai jenis obat (Multi Drug Resistant Tuberkulosis /TB-MDR) dan hanya 1% dari
populasi kasus TB-MDR dunia yang menerima pengobatan yang sesuai. Berdasarkan sistem
pencatatan dan pelaporan diperkirakan program TBC telah mencapai angka penemuan kasus
Case Detection Rate (CDR) nasional di tahun 2004 berdasarkan angka sebesar 59,6 per 100.000
dan angka kesembuhan (Cure Rate) dengan DOTS (Directly Observed Treatment of Short-
course) sebesar 86% untuk tahun 2002, dimana telah mencapai lebih dari yang ditargetkan 85%
(WHO, 2005). Sebanyak 28 provinsi di indonesia belum mencapai angka penemuan kasus
(CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70 % CDR dan 85%
kesembuhan.Menurut WHO tahun 2007, tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus baru TB per
100.000 penduduk dengan estimasi prevalensi HIV diantara pasien TB sebesar 0,8% secara
nasional. Survei yang dilaksanakan oleh Balitbang Depkes (2003) menunjukkan bahwa pasien
dengan koinfeksi TB-HIV pada umumnya ditemukan di rumah sakit dan TB ditemukan sebagai
infeksi oportunis utama pada pasien AIDS.
Tuberkulosis menduduki peringkat delapan penyebab kematian dunia terutama negara
ekonomi rendah. Insiden penderita TB BTA positif di Indonesia tahun 2006 mencapai 105 per
100.000 penduduk, dan prevalensinya mencapai 578.000 kasus (untuk semua kasus). Tahun
2010 Indonesia menduduki peringkat lima insiden penderita TB terbanyak dunia dengan
Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi
berjumlah 430.000 kasus per tahun.
Tabel Pencapaian Target Pengendalian TB per Provinsi 2009 (STRANAS TB 2011)
CDR ≥ 70% CDR < 70%
SR ≥ 85% Jabar, Sulut, Maluku, DKI Jakarta,
Banten (5)
Bali, Sulbar, Babel, Sumbar, Kalteng,
Jatim, Sulsel, Jateng, Lampung, NTB,
Jambi, NAD, Kalsel, Sumsel, Sultra,
Kepri, Sumut, Gorontalo, Bengkulu,
Kalbar, NTT, Kaltim, Sulteng (23)
SR < 85% Tidak Ada Papua Barat, Papua, DIY, Malut, Riau (5)
Dinas Kesehatan Provinsi Riau (2011), menyatakan pencapaian target pemberantasan
penyakit TB Paru di Riau hanya mencapai 3.154 kasus (35,6%) masih jauh dari target nasional
yang ingin dicapai 70%. Data dari Kesehatan kota Pekanbaru (2012) didapatkan pencapaian
penemuan kasus TB Paru di kota Pekanbaru (2011) 294 kasus (23%) . Sasaran penemuan kasus
TBC di Pekanbaru adalah 160 per 100.000 penduduk per tahun dan diharapkan mencapai 75%
pada tahun 2013. Pada tahun 2012, Puskesmas Simpang Tiga jumlah penderita TB mencapai 41
(termasuk luar wilayah) per 37.720 penduduk. Jumlah penderita TB paru di wilayah kerja
Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 sebanyak 9 orang per 37.720 penduduk (0,024%).
1.2. Masalah
Berdasar pada latar belakang diatas, dapat dilihat permasalahan yang ada, yaitu:
1. Target MDG (Millenium Development Goals) keenam adalah memerangi AIDS dan
penyakit menular lainnya, dimana di Indonesia tiga penyakit menular tertinggi yakni
memberantas AIDS, malaria dan TB.
2. TB merupakan urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah infeksi akibat
pernapasan.
3. Cara penularan TB adalah Airborne sehingga seseorang dengan kuman TB yang aktif,
dapat menulari 10-15 orang per tahun.
4. Indonesia menduduki peringkat ke-5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia.
5. Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi
berjumlah 430.000 kasus per tahun.
6. Sebanyak 28 provinsi di indonesia belum mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70%
dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70 % CDR dan 85% kesembuhan.
7. Pencapaian target pemberantasan penyakit TB Paru di Riau hanya mencapai 3.154 kasus
(35,6%) masih jauh dari target nasional yang ingin dicapai 70%.
a. Sasaran penemuan kasus TBC di Pekanbaru adalah 160 per 100.000 penduduk
per tahun dan diharapkan mencapai 75% pada tahun 2013.
8. Jumlah penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 sebanyak
9 orang per 37.720 penduduk (0,024%).
1.3. Tujuan
Mengacu pada sasaran Stranas Pengendalian TB tahun 2011, tujuan laporan mini Project
screening tuberculosis paru adalah :
1. Menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per per 100.000
penduduk.
2. Meningkatkan presentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73%
menjadi 90%
3. Meningkatkan presentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif)
mencapai 88%
4. Meningkatkan presentasi provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%
5. Meningkatkan presentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan diatas 85% dari 80%
menjadi 88%.
1.4. Manfaat
1. Mengetahui berbagai masalah yang timbul dalam program Penanggulangan Tuberkulosis
paru di wilayah kerjanya.
2. Puskesmas mendapat masukan dari saran yang diberikan, sebagai umpan balik agar
keberhasilan program dimasa mendatang dapat lebih baik dan optimal.
3. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu, khususnya bagi penderita Tuberkulosis paru
di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga periode Juni 2013 – Mei 2014
4. Dengan tercapainya keberhasilan program diharapkan dapat memutus rantai penularan
Tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Simpang Tiga periode Juni 2013 – Mei 2014
1.5. Sasaran
Penduduk rw 05, terdiri dari:
▪ rt 01
▪ rt 02
▪ rt 03
jumlah penduduk ± 750 orang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penyakit tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman
Mycobacterium tuberculosa. Sebahagian besar penyakit ini menyerang paru-paru..
2.2 Etiologi
Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang/basil dan bersifat tahan asam
sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali
ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. TB disebut juga Koch Pulmonum
(KP).
2.3 Transmisi
Pola transmisinya dipengaruhi lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan biasanya lebih mempermudah proses penularan. Proses terjadinya infeksi
oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi ,sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis
paling sering dibandingkan dengan organ lainnya. Penularan sebahagian besar oleh inhalasi basil
yang mengandungi droplet nuklei. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, kelembapan,ventilasi
yang baik. Risiko penularan setiap tahun diukur dari angka Annual Risk of Tuberculosis Infection
(ARTI). Untuk angka ARTI yang besarnya 1 % bererti untuk setiap tahunnya diantara 100
penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Dari penduduk yang terinfeksi tersebut 10% akan menjadi
penderita TB.
2.4 Patofisiologi
Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan terjadi melalui inokulasi lansung. Bakteri ini
juga dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga
menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,
kelenjar getah bening Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis disebabkan susu yang kurang
disterilkan atau terkontaminasi.
Tempat implantasi yang paling sering adalah pada permukaan alveolar dari parenkim
paru pada bahagian bawah lobus bawah. Penyakit dapat menyebar ke sistem peredaran darah
dan saluran limfe. Daya penularan ditentukan banyakknya kuman yang dikeluarkan dari
parunya. Masuknya Mycobacterium tuberculosis ke dalam organ paru menyebabkan infeksi pada
paru-paru, terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi
imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TB ini melalui mekanisme
alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TB tersebut akan berdiam/istirahat
(dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau foto rontgen.
Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan
tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memiliki sistem kekebelan tubuh
rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah
banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga
paru, Ruang inilah yang menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga
parunya memproduksi sputum dan didapati Mycobacterium tuberculosis disebut sedang
mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TB.
Faktor – Faktor Resiko TBC
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang
dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara
bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia
dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia
produktif yaitu 15-50 tahun.
1. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita
TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun
1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan
penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit
TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan
mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila
pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar
akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara
yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit
saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan
mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan
mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi
setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan
memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis
kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah
yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya
penularan penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker
kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru
sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun
adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon,
480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi,
2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%
terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya
kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas
lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan
mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang.
Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas
yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur
diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit
pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90
cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri
dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga
langit-langit minimum tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum
20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-
bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus
mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.Intensitas pencahayaan minimum yang
diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan
cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses
mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui
kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada
yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar
matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka
resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran
udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi
akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses
penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media
yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,
misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus
menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah
untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy)
yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi
sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga
diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya
temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding
yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan
sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban
yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan
cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko
3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya
cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan
daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,
gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan
kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan
berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan
kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB
Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.
2.5 Epidemiologi Penyakit TBC
Berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan diperkirakan program TBC telah mencapai angka
penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) nasional di tahun 2004 berdasarkan angka sebesar
59,6 per 100.000 dan angka kesembuhan (Cure Rate) dengan DOTS (Directly Observed Treatment
of Short-course) sebesar 86% untuk tahun 2002, dimana telah mencapai lebih dari yang ditargetkan
85% (WHO, 2005). Insiden penderita TB BTA positif di Indonesia tahun 2006 mencapai 105 per
100.000 penduduk, dan prevalensinya mencapai 578.000 kasus (untuk semua kasus). Tahun 2010
Indonesia menduduki peringkat lima insiden penderita TB terbanyak dunia dengan Estimasi
prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah
430.000 kasus per tahun.
2.6 Gejala Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai
dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,
sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
2.6.1 Gejala sistemik/umum
Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai
keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang
timbul.
Penurunan nafsu makan dan berat badan.
Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).
Perasaan tidak enak (malaise), lemah
2.6.2 Gejala khusus
Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus
(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang
membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
Bila ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan
sakit dada.
Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat
dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar
cairan nanah.
Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai
meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan
kesadaran dan kejang-kejang.
Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya
kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC
paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal
serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi
berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.
2.7 Penegakan Diagnosis
Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis adalah:
o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.
o Pemeriksaan fisik.
o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).
o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).
o Rontgen dada (thorax photo).
o Uji tuberkulin.
2.7.1 Pemeriksaan radiologik
Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik,
oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks.
Gambaran radiologik yang ditemukan dapat berupa:
a. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
b. Bayangan berawan atau berbercak
c. Adanya kavitas tunggal atau ganda
d. Bayangan bercak milier
e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral
f. Destroyed lobe sampai destroyed lung
g. Kalsifikasi
Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:
a. Lesi minimal (minimal lesion)
Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua
dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak
dijumpai kavitas.
b. Lesi sedang (moderately advanced lesion):
Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas
sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh
proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi
mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari
sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas
maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.
c. Lesi luas (far advanced):
Kelainan lebih luas dari lesi sedang.
2.7.2. Pemeriksaan laboratorium:
Pemeriksaan darah rutin:
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju endapan darah sering
meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang normal tidak menyingkirkan
tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.
Pemeriksaan bakteriologik:
Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum, bilasan lambung,
jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan pleura, cucian lambung, cairan
serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan laring.
1. Pemeriksaan mikroskopik biasa
Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan paling sedikit 5000
batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai
adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan Kinyoun-Gabbett.
Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara;
1. Spot (sputum saat kunjungan pertama)
2. Sputum pagi (keesokan harinya)
3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua).
Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1 Penilaian Sputum BTA
Jumlah Basil Tahan Asam Penilaian
Tidak dijumpai BTA/ 100 lapangan pandang
Dijumpai 1-9 BTA / 100 lapangan pandang
Dijumpai 10-99 BTA / 100 lapangan pandang
Dijumpai 1-10 BTA / lapangan pandang dalam 50
lapangan pandang
Dijumpai >10 BTA /lapangan pandang dalam 20
lapangan pandang
0
catat jumlah yang ada
1+
2+
3+
a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan 7H-
11.
b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk isolasi
dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja.Untuk test sensitifitas
ditambah 5-7 hari lagi.
2.7.3 Pemeriksaan sitologi pada tuberkulosis kelenjar
Pemeriksaan biopsi aspirasi untuk diagnosis penyakit ini adalah aman, mudah dan murah untuk
dikerjakan meskipun pasiennya anak-anak.
Secara makroskopi nodul mula-mula berisi zat yang berwarnah abu-abu dan jernih tapi lama
kelamaan warnah bisa berubah menjadi kekuningan seperti keju. Penglihatan dibawah mikroskop
terhadap sekret tampak tuberkel-tuberkel yang khas dengan sel Datia langhans. Jika terjadi
perkejuan yang lama dan meluas maka struktur kelenjar dapat hilang sama sekali dan digantikan
dengan struktur yang atipik. Pada peroses penyembuhan dapat terjadi fibrosis dan pengapuran.
Bahayanya dari penyakit ini ialah meskipun kelihatannya penyakit sudah tenang akan tetapi
terkadang ia dapat menyebar ke tempat lain seperti tulang, perut dan lain-lain. Dengan
ditemukannya sel epiteloid, datia langhans ataupun massa nekrosis perkejuan maka pemeriksaan
sitologi dikatakan positif.
2.7.4 Immunologi/Serologi:
1. Uji Tuberkulin: Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini
kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna jika didapatkan
konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat
besar sekali atau timbul bulla. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan
diagnosis penderita (terutama pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan
seorang penderita tuberkulosis yang menular), namun penderita tersebut harus
diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Uji tuberkulin merupakan
pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi
2. Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC ".
Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih
dari 90%. Uji tuberkulin dibaca setelah 48-72 jam (saat ini dianjurkan 72 jam)
asetelah penyuntikan. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan
tepi indurasi, ditandai dengan alat tulis, kemudian diukur dengan alat pengukur
transparan, diameter transversal indurasi yang terjadi dan dinyatakan hasilnya
dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan
sebagai 0 mm.
2.7.5 Diagnosis TB pada anak
Diagnosis TB pada anak lebih sulit sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan
dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria dengan menggunakan
Gambar 3.4 Sistem Skor TB Anak
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor >6, harus ditatalaksana
sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan
kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti
bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,
funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
2.8 Penanganan Penyakit TBC
a. Promotif
i. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
ii. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,
cara pencegahan, faktor resiko
iii. Mensosialisasiklan imunisasi BCG di masyarakat.
b. Preventif
i. Vaksinasi BCG
ii. Menggunakan isoniazid (INH)
iii. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
iv. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara
dini.
c. Kuratif
Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar
dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.penyakit TBC bisa disembuhkan secara total
apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki
daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Untuk mengetahui perkembangannya yang
kebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah,sputum urine
dan X-ray atau raontgen setiap 3 bulannya.
Menurut (Tjandra,2006) ,pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut
:
Obat harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan
obat,pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung(DOT) oleh seorang pengawas menelan
obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,yaitu tahap awal intensif dan tahap lanjutan:
o Tahap Awal (intensif)
Pada tahap awal intensif (awal) pasien mendapat 3 atau 4 obat sekaligus setiap hari selama
2 bulan dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat
Bila pengobatan tahan intensif tersebut diberikan secara tepat,biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dala kurun waktu 1-2 bulan.
o Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,2 macam saja.namun
dalam jangka waktu yang lebih lama biasanya 4 bulan.
Obat dapat diberikan setiap hari maupun secara intermiten,beberapa dalam 1 minggu
Tahap lanjutan penting adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Jenis obat yang
digunakan INH, rifampicin, ethambutol, pirazinamid, streptomicin(inj)
Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT) :
1. OAT Utama (first‐line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis
berdasarkan sifatnya yaitu :
a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan
streptomisin.
b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.
Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama
2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para‐aminosalicylic Acid (PAS),
ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga
lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.
Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang
lama. Obat‐obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang
yang sudah terjangkit infeksi.Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman
dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.Kombinasi obat‐obat
pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau
rifamsipin (RIF).
Dosis INH, etambutol dan rifampisin:
1. Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5‐10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari,
2. EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg,
3. RIF 600 mg sekali sehari.
PANDUAN PENGOBATAN TBC PARU
Dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:
Kategori I:
Kasus : TB paru BTA +, BTA ‐, lesi luas
Pengobatan : • 2 RHZE/4 RH
yaitu 2 bulan pertama minum INH, rimfamisin, etambutol dan pirazinamid
dilanjutkan 4 bulan berikutnya minum INH dan rimfamisin ATAU
• 2 RHZE/ 6 HE; ATAU
• 2RHZE/ 4R3H3.
Yaitu Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Kategori II:
a. Kasus : Kambuh
Pengobatan :
• RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau
• 2RHZES/ 1RHZE/5RHE
b. Kasus : Gagal pengobatan
Pengobatan :
• kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid,sikloserin atau
• 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE
c. Kasus : TB Paru putus berobat
Pengobatan :
• 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3
Kategori III:
Kasus : TB paru BTA – lesi minimal
Pengobatan :
• 2 RHZE/ 4RH atau
• 6 RHE atau
• 2RRHZE 4 R3H3
Kategori IV:
a. Kasus : Kronik
Pengobatan :
• RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal
18 bulan).
b. Kasus : MDR TB
Pengobatan :
• Sesuai uji resistensi + OAT lini 2 atau H seumur hidup.
EFEK SAMPING OAT
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pengobatan
1. Kuman penyakit TBC kebal sehingga penyakitnya lebih sulit diobati
2. Kuman berkembang lebih banyak dan menyerang organ lain
3. Membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh
4. Biaya pengobatan semakin mahal
5. Masa produktif yang hilang semakin banyak
2.8.1 Tujuan Pengobatan TBC
Pengobatan penyakit TBC dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut :
1. Menyembuhkan penderita
2. Mencegah kematian
3. Mencegah kekambuhan
4. Menurunkan resiko penularan
2.8.2 Dasar penatalaksanaan
Pendidikan keluarga dan peran serta keluarga untuk :
1. Menjelaskan bahwa penyakit TBC Dapat disembuhkan
2. Minum obat secara teratur dan benar
3. Makan-makanan yang baik dengan gizi yang seimbang
4. Istirahat yang cukup
Dosis dan Waktu pengobatan
- Obat TBC harus diminum secara teratur sampai pasien dinyatakan sembuh.
- Lama pengobatan umumnya berlangsung selama 6-8 bulan
- Selama 2 bulan pertama,8 tablet sekaligus diminum setiap hari
- Pada 4 bulan berikutnya,3 tablet sekaligus diminum seminggu 3 kali
- Obat diminum satu per satu,dan harus habis dalam 2 jam
Bila tidak minum obat secara teratur akan terjadi :
1. Kuman TBC tidak mati
2. Timbul resistensi obat,kuman menjadi kebal
3. Penyakit TBC tidak sembuh
Dalam pengobatan yang harus diperhatikan adalah :
- Berhenti merokok,hindari minum-minuman beralkohol,dan obat bius
- Berobat atau periksakan diri anda ke dokter
- Jangan menghentikan minum obat sendiri
- Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi)
Efek samping yang dapat terjadi saat minum obat antara lain :
1. Kulit berwarna kuning
2. Air seni berwarna gelap seperti minum air teh
3. Mual dan muntah
4. Hilang nafsu makan
5. Perubahan pada pengelihatan
6. Demam yang tidak jelas
7. Lemas dan keram perut
2.9 Strategi DOTS
DOTS adalah suatu strategi yang sudah dibaku oleh badan kesehata dunia WHO dala program
pemberantasan TB.DPTS sendiri kepanjangan dari “Directly Observed Treatment,short-course”
yang mempunyai 5 komponen :
1. Komitmen pemerintah dalam program pemberantasan TB dimasyarakat sampai tuntas,
2. Diagnosis pasien-pasien TB berdasar pemeriksaan dahak (sputum BTA)secara microskopik.
3. Pemberian obat secara standart selama minimal 6 bulan.
4. Terjamin ketersediaan obat
5. Pencatatan dan pelaparan yang baik terhadap kasus-kasus TB yang diobati.Dimana dan
kapan saja pasien diobati harus dicatat dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat.
2.10 Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus.
Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium
lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat
retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,
persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner.
2.11 Prognosis
Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
25% menjadi kasus kronis yang tetap menular
BAB III
METODE
3.1. Metode Screening
-.Screening dilakukan secara aktif
-.Memberikan penyuluhan tentang TB Paru kepada para Kader
-.Mengunjungi Kader (Ibu RW dan RT) secara langsung dan memberikan kuisioner
-.Melakukan home visit pada pasien yang diduga menderita TB Paru
-.Screening dilakukan dalam waktu 5 minggu
3.2. Hasil Screening
Angka Penjaringan Suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahalnya diantara 100.000
penduduk pada satu wilayah tertentu dalam waktu 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui
upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya
dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).
Rumus = jumlah suspek yang diperiksa
jumlah penduduk×100 %
PENDATAAN KASUS TB 2012
MAPPING SEBARAN KASUS TB DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA
MENENTUKAN WILAYAH DENGAN
PENDERITA TERBANYAK
SCREENING TBPENGOLAHAN DATAINTERPRETASI HASIL
RT 01 RT 02 RT 03
JUMLAH KEPALA KELUARGA 40 30 80
JUMLAH RESPONDEN 36 KK 14 KK 58 KK
SUSPEK TB PARU 1 orang 2 orang 2 orang
TOTAL 5 orang
= 5 . X 100% = 0,7%
750 penduduk
BAB IV
HASIL
A. PROFIL KOMUNITAS UMUM
1. Pendidikan
Kemampuan baca tulis atau melek huruf merupakan salah satu indikator yang penting
dari seseorang untuk dapat menerima pesan tertulis, aktif dalam pembangunan kesehatan secara
wajar dan berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan serta dapat menikmati hasil dari
pembangunan kesehatan itu sendiri.
Tingkat pendidikan penduduk menurut usia sekolah di wilayah kerja Puskesmas simpang
Tiga adalah sebagai berikut :
a. Tidak/belum sekolah : 4.376 orang
b. Tidak / belum tamat SD : 3.805 orang
c. Tamat SD Sederajat : 5.630 orang
d. SLTP/Sederajat : 6.175 orang
e. SLTA/Sederajat : 12.688 orang
f. Diploma I/II/III : 2.346 orang
g. Universitas : 2.257 orang
2. Sosial Ekonomi
a. Mata Pencarian
Mata pencarian penduduk di wilayah Puskesmas simpang Tiga tahun 2012 sebagai
berikut :
1) Pegawai Negeri : 1.744 orang
2) TNI : 116 orang
3) Swasta : 3.159 orang
4) Petani : 876 orang
5) Pensiunan : 307 orang
6) Buruh : 100 orang
7) Wiraswasta : 4.128orang
8) BUMD/BUMN : 862 orang
9) Pedagang : 2.552 orang
3. Sosial Budaya
a. Agama
Adapun agama yang dianut penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga terdiri
dari :
1) Islam : 27.956 orang 5) Hindu : 4 orang
2) Protestan : 1.182 orang
3) Khatolik : 573 orang
4) Budha : 62 orang
B. GEOGRAFIS
1. Luas Wilayah
Puskesmas Simpang Tiga merupakan salah satu dari 20(dua puluh) Puskesmas yang ada di
Kota Pekanbaru, terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, dengan luas wilayah kerja 11,26 km².
Terdiri dari satu kelurahan yaitu Kelurahan Maharatu dengan batas – batas wilayah sebagai
berikut :
- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo Timur
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kubang
- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo Timur Dan Kelurahan
Sidomulyo Barat
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Simpang Tiga
C. DATA DEMOGRAFIS
Jumlah Penduduk
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 adalah ± 37.277
jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 7.923 Kepala Keluarga.
Tabel : 1.1
Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin
Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
Kelompok
UmurLaki-Laki Perempuan Jumlah Persentase
0 – 4 tahun 2.249 2.207 4.456 11,95
5 – 14 tahun 2.257 2.173 4.430 11,88
15 - 44 tahun 7.166 7.717 14.883 39,93
45 – 64 tahun 5.014 4.809 9.823 26,35
≥ 65 tahun 2.107 1.578 3.685 9,89
Jumlah 18.793 18.484 37.277 100
Sumber : Kelurahan Maharatu
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang memiliki proporsi terbesar
yaitu jumlah penduduk berusia antara 15 – 44 tahun yaitu 14,883 jiwa ( 39,93 % ) Kelompok
umur bayi dan balita yaitu 4.456 jiwa ( 11,95 % ) sedangkan untuk kelompok umur ( ≥ 65 )
tahun terdapat 3.685 jiwa ( 9,89 % )
4. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 adalah
3.299 orang/km²
a. Sex Ratio
Sex Ratio antara laki-laki dan perempuan, ditemukan laki – laki lebih besar dari
pada perempuan yaitu ratio 101,7
b. Beban Tanggungan
Beban tanggungan yaitu : beban yang ditanggung oleh penghasilan golongan
produktif ( 15 – 64 tahun ) untuk dikeluarkan bagi memenuhi kebutuhan mereka
yang tidak produktif ( 0 – 14 tahun dan umur diatas 65 tahun ). Beban tanggungan
di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun 2012 adalah
50,88 orang per 100 penduduk
D. SUMBER DAYA KESEHATAN YANG ADA
A. SARANA KESEHATAN
1. Rumah Sakit
Rumah Sakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 hanya
1 Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit AURI. Yang beralamat Jl. Adi Sucipto. Jumlah
kunjungan rawat jalan di RS AURI tahun 2012 adalah sebanyak 9,377 kunjungan dan
kunjungan rawat inap sebanyak 537 kunjungan. Tabel 58
2. Puskesmas
Puskesmas Simpang Tiga merupakan Puskesmas Rawat Inap.Selain melayani rawat
jalan juga melayani pasien rawat inap mulai tahun 2002. .
3. Puskesmas Pembantu
Jumlah Pustu di Puskesmas Simpang Tiga hanya 1 Pustu saja yaitu Pustu Camar
Raya, karena wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga hanya 1 kelurahan yaitu
Kelurahan Maharatu. Pustu tersebut terletak di Perumahan Griya Sidomulyo.
4. Puskesmas Keliling ( Pusling )
Jumlah Puskesmas Keliling di Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 sebanyak 1
Pusling
B. SARANA KESEHATAN LAIN
Tabel : 5.1
Data s Maarana Kesehatan
Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO Sarana Kesehatan Jumlah Ket
1. Balai Pengobatan 3
2. Rumah bersalin 1
3. Apotek 1
4. Toko Obat 2
5. Optikal 2
6. Bidan Praktek Swasta 2
C. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT
1. Posyandu
Tahun 2012 jumlah Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga
sebanyak 19 posyandu, dengan kriteria 3 posyandu (15.79% ) merupakan Posyandu
Purnama dan 16 posyandu ( 84.21%) merupakan Posyandu Mandiri
2. Kelurahan Siaga
Untuk Puskesmas Simpang Tiga terdapat 1 Kelurahan Siaga, karena wilayah kerja
Puskesmas Simpang Tiga hanya mempunyai 1 Kelurahan saja.
D. TENAGA KESEHATAN
Tabel : 5.2
Data TenagaKesehatan
Di Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO Jenis Ketenagaan Jumlah Ket
A. Sarjana
1. Dokter Spesialis 3 1 S.Saraf,2 Obgyn
2. Dokter Umum 4 1 pindah tugas
3. Dokter Gigi 2 1 pensiun
4. SKM 4
5. S.Keperawatan 1
B. D3/Akademi
1. D3 Keperawatan / AKPER 10
2. D3 Kebidanan / AKBID 7 2 di Pustu
3. D3 Gizi / AKZI 1
4. D3 Kes. Gigi / AKG 1
5. D3 Kes. Lingkungan / AKL 1
6. D3 RO / ARO 1
7. D3 Analis Kesehatan / AAK 2
C. Lain-Lain
1. Bidan D1 3
2. Perawat / SPK 3
3. Perawat Gigi / SPRG 1
4. Analis / SMAK 1
5. Asisten Apoteker / AA 2
6. Tenaga Gizi / SPAG 1
JUMLAH 48
E. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
Pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting didalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dengan pemberian pelayanan kesehatan
dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat
diatasi.
Selain upaya kesehatan dasar juga dilakukan pelayanan kesehatan bagi, usila . Adapun
cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut th 2012 yaitu 1,477 ( 100%).
Pelayanan kesehatan gratis ( non tindakan ) di Puskesmas Simpang Tiga telah dimulai
sejak tahun 2006. Ini merupakan wujud kepedulian dari Pemerintah Kota Pekanbaru dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan publik dan fungsi pelayanan kesehatan yang optimal bagi
masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.
1. Pelayanan Rawat Jalan
Jumlah kunjungan pada tahun 2011 berjumlah 46.732 orang dan 44,873 orang pada
tahun 2012. Terjadi penurunan jumlah kunjungan pasien dari tahun 2011 ke tahun
2012.
Tabel : 4.1
Data Kunjungan Pasien Rawat Jalan
Di Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2008 - 2012
NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN
1 2008 49,680
2 2009 44,604
3 2010 49,486
4 2011 46,494
5 2012 44,873
2. Pelayanan Rawat Inap
Tabel : 4.2
Data Pasien Rawat Inap
Di Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2008 - 2012
NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN
1 2008 468
2 2009 377
3 2010 268
4 2011 238
5 2012 230
Dari table di atas dapat jumlah kunjungan pasien yang rawat inap d iPuskesmas
Simpang Tiga tahun 2012 sedikit menurun dari tahun 2011. Tahun 2012 jumlah
pasien rawat inap sebanyak 230 orang sedangkan tahun 2011 sebanyak 238 orang.
Tahun 2011 kunjungan pasien IGD di ruang rawat inap berjumlah 5,931 orang. Pada
tahun 2012 jumlah pasien kunjungan IGD di ruang rawat inap berjumlah 7,287.
Tabel : 4.4
Data Kunjungan IGD Ruang Rawat Inap
Di Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2010 -2012
NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN
3 2010 3,397
4 2011 5,931
5 2012 7,287
Selain itu di Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 ini juga terdapat pelayanan 4
dokter spesialis yaitu spesialis kandungan, spesialis saraf, spesialis paru dan spesialis anak. Ke 4
dokter spesialis ini berkunjung ke Puskesmas satu kali dalam seminggu.
Pada Tabel di bawah ini dapat dilihat jumlah seluruh kunjungan yang dilayani di
Puskesmas Simpang Tiga ( Rawat jalan, Rawat Inap dan Pustu ) dengan kriteria kunjungan
Umum, Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal.
Tabel : 4.3 Data Kunjungan Pasien Di Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2012
N
ONAMA KUNJUNGAN
JUMLAH KUNJUNGAN
UA JKM JKD JMP
L
TOTA
L
I PUSKESMAS INDUK
A. RAWAT JALAN
1. Tata Usaha 2,506 - - - - 2,506
2. Poli Umum 15,321 2,945 409 111 - 18,786
3. Poli Anak 4,155 11 - 2 - 4,168
4. Poli Gigi 3,579 561 75 2 - 4,217
5. Poli Spesialis
- Spesialis Anak 365 5 - - - 370
- Spesialis Kandungan 934 29 16 - - 979
- Spesialis Paru 234 13 - - - 247
- Spesialis saraf 895 271 45 - - 1,211
6. Laboratorium 1,034 26 7 1 - 1,068
7. KIA 1,250 24 19 9 - 1,302
8. KB 317 16 26 - - 359
B. RAWAT INAP
1. IGD / P3K 6,660 507 95 17 8 7,287
2. Rawat Inap 156 17 24 16 17 230
II PUSTU 1,660 107 49 2 - 1,818
II
IPUSKEL 321
4 - - - 325
JUMLAH/STATUS 39,387 4,536 765 160 25 44,873
JUMLAH KUNJUNGAN
KESELURUHAN44,873
Ket : U = Umum
A = Askes
2 . Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Ibu mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan
anak. Gangguan kesehatan pada ibu hamil biasanya berpengaruh pada kesehatan janin dalam
kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi serta anaknya.
a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil
Pemeriksaan kesehatan ibu hamil oleh tenaga kesehatan selama masa kehamilan
mencakup timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, immunisasi TT,
pemberian tablet Fe ( minimal 90 tablet ), serta ukur tinggi fundus uteri, pemeriksaan
kesehatan ibu hamil selama kehamilan paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan.
Cakupan pemeriksaan kesehatan ibu hamil oleh tenaga kesehatan meliputi (K1) dan (K4).
Pada tahun 2012 K1 mencapai 878 orang (96.1 %) dan cakupan K4 mencapai 832 (91.0
%) dibandingkan tahun 2011 K1 sebesar 939 orang ( 95.3 % ),K4 sebesar 889 (90.3%)
terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu 1.001 orang ( 90,02 % ).
Tabel 28
[
1) Pemberian tablet tambah darah
Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) minimal sebanyak 90 tablet merupakan
upaya untuk meningkatkan kadar haemoglobin ibu hamil sehingga dapat
menghindari terjadinya anemia pada ibu hamil dan merupakan pencegahan
pendarahan pada saat melahirkan.
Cakupan ibu hamil yang dapat 90 tablet di Puskesmas simpang tiga pada tahun 2011
Fe1 939 orang ( 95,33 % ) , Fe3 889 orang ( 90,25 % ), sedangkan pada tahun
2012 Fe1 873 orang( 95,51 % ), Fe3 823 orang ( 90,04 %). Terjadi peningkatan dari
tahun 2011 ke tahun 2012. Tabel 30
2) Immunisasi tetanus Toxoid
Kasus Tetanus Neonatorum pada bayi dan ibu hamil dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi TT Ibu hamil sebanyak 2 kali selama masa kehamilan.Cakupan
Imunisasi ibu hamil di Puskesmas Simpang Tiga tahun 2011 : TT1 98 ( 9.9 % ), TT2
86 ( 8.7% ) sedangkan untuk tahun 2012 TT1 114 ( 12.5 % ), TT2 94 (10.3 % ).
Walaupun cakupannya masih rendah tapi telah mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya.Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran ibu hamil sudah mulai meningkat
tentang pemberian imunisasi ibu hamil. Tabel 29
b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
Persentase persalinan yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan ( Nakes ) di wilayah
kerja Puskesmas Simpang Tiga selama tahun 2011 adalah 801 persalinan (100%). Untuk
tahun 2012 persalinan oleh Nakes di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga adalah 743
persalinan (85.3%).Tabel 28
c. Pelayanan Kesehatan Bayi dan Balita.
Upaya peningkatan pertumbuhan bayi dan balita serta penurunan angka kesakitan dan
kematian di Puskesmas Simpang Tiga dilakukan dengan tindakan preventif berupa
kunjungan Neonatus oleh tenaga kesehatan, pemberian vitamin A, penggunaan ASI
ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI bagi bayi keluarga miskin).
1) Kunjungan Neonatus
Tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan kepada Neonatus ( bayi berumur
0 - 28 hari ) sebanyak 2 (dua) kali berupa tindakan pemeriksaan kesehatan,
perawatan tali pusat dan pemberian immunisasi bayi.
Cakupan kunjungan neonatus ( KN3 ) di Puskesmas Simpang Tiga tahun 2011
sebesar 902 bayi ( 88,8% ), sedangkan pada tahun 2012 sebesar 644 ( 86,7 % ) .
Terjadi penurunan kunjungan neonatus dari tahun 2011 ke tahun 2012. Tabel 36
2) Immunisasi Bayi
Persentase cakupan kelurahan UCI yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang
Tiga 100% ( 1 kelurahan) . Cakupan immunisasi BCG pada tahun 2011 sebanyak
878 orang (95 % ) pada tahun 2012 persentasenya naik menjadi 763 orang
( 97 %), Imunisasi DPT3 pada tahun 2011 sebesar 857 orang ( 92,8 % ),
persentasenya naik menjadi 739 orang ( 94,3 % ) pada tahun 2012 dan immunisasi
campak pada tahun 2011 sebesar 836 orang (90,6% ) persentasenya naik pada tahun
2012 menjadi 721 orang ( 92,0 %.). Sedangkan jumlah kunjungan cakupan bayi yang
mendapat imunisasi naik dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa
kesadaran orang tua akan pentingnya imunisasi bagi bayi mereka sudah meningkat.
Tabel 39
3) Vitamin A Balita
Balita merupakan kelompok umur yang sensitive terhadap masalah kesehatan
gizi.Pemberian vitamin A merupakan salah satu usaha dalam mencegah penyakit
kebutaan, mendorong pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan
balita. Cakupan pemberian vitamin A balita tahun 2011 berjumlah 3,525 orang
( 95.45 % ), aik menjadi 3,025 orang ( 82 % ). Tabel 32
4) Pemberian Makanan Pendamping ASI
Pada tahun 2012 yang bayi masyarakat miskin mendapatkan MP-ASI sebanyak
25 orang. Tabel 42
5) Penggunaan ASI Ekslusif
Pada tahun 2012 Jumlah bayi yang mendapat ASI Ekslusif di wilayah kerja
Puskesmas Simpang Tiga yaitu 197 (25.1%)
d. Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah
Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ) dilakukan dengan penjaringan kesehatan anak sekolah
dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. Adapun jumlah Sekolah dasar/MI yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 berjumlah 5 buah SD, dengan
jumlah murid sebanyak 3,382 murid, diperiksa kesehatannya sebanyak 1,907 orang
( 49,8% ).
Jumlah murid SD/MI diperiksa gigi dan mulut sebanyak 3,168 orang ( 83.8 % ),
yang perlu perawatan 182 orang dan yang mendapat perawatan 122 orang
( 67 % ). Tabel 53
e. Pelayanan Kesehatan Usila
Pada tahun 2012 pelayanan kesehatan Usila dari jumlah usila 1,477 orang, yang
mendapat pelayanan kesehatan 1,477 (100%).
f. Pelayanan Kesehatan Gigi
Pada tahun 2012 pelayanan kesehatan gigi mulut yang mendapat tumpatan gigi tetap
sebanyak 75 orang, pencabutan gigi tetap sebanyak 1,084 orang dengan rasio
tumpatan /pencabutan adalah 0.9
B. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN
Adapun jumlah masyarakat miskin di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012
sebanyak 13,118 ( Jamkesmas 3,337 dan Jamkesda 9,741 )
Tabel : 4.5 Data Pelayanan Masyarakat Miskin Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO Kunjungan Jamkesmas Jamkesda
1. Jlh. Dilayani 1,228 407
2. Jlh. Dirujuk 463 247
3. Jlh. Rawat Inap 24 16
E. DATA KESEHATAN MASYARAKAT PRIMER
10 Penyakit Terbesar Puskesmas Simpang Tiga
1. 10 Penyakit Terbesar Tidak Menular
Tabel : 3.4
10 Penyakit Terbesar Tidak Menular
Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO JENIS PENYAKIT JUMLAH
1 Hypertensi 1583
2 Diabetes Melitus 563
3 Kecelakaan Lalu Lintas 155
4 Atsma 148
5 PPOK 120
6 Epilepsi 109
7 Osteoartritis 101
8 Rheumatik 83
9 Stroke 25
10 Hypotensi 13
2. 10 Penyakit Terbesar Puskesmas Simpang Tiga
Tabel : 3.5
10 Penyakit Terbesar
Di Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO JENIS PENYAKIT JUMLAH
1 ISPA 10.005
2 Hypertensi 1,583
3 P. Pulpa & Jaringan Periapikal 1,428
4 Dyspepsia 1,348
5 Otitis Media Akut 1,231
6 Infeksi Kulit 963
7 P. Gusi 728
8 Artritis 666
9 Diare 623
10 Diabetes Melitus 563
3. 10 Penyakit Terbesar Ruang Rawat Inap
Tabel : 3.3
10 Penyakit Terbesar
Rawat Inap Puskesmas Simpang Tiga
Tahun 2012
NO JENIS PENYAKIT JUMLAH
1 Typoid 75
2 Diare 32
3 Dyspepsia 29
4 DBD 18
5 Gastritis 14
6 Hyperemesis 13
7 Anorexia 7
8 Vertigo 5
9 Infeksi Saluran Kemih 4
10 Anemia 2
Karena keterbatasan waktu, maka tidak dapat dilakukan follow up kembali terhadap perilaku
hidup pasien setelah dilakukan intervensi.
BAB V
DISKUSI
Berdasarkan hasil Screening yang dilakukan di RW 5 ditemukan suspek TB Paru
sebanyak 5 orang yang memenuhi kriteria kuisioner (0,7%). Adapun penemuan jumlah suspek
masih menemui beberapa kendala yang menyebabkan screening tidak maksimal. Dinilai dari
pendeknya waktu screening yaitu 5 minggu serta tenaga kesehatan yang berkecimpung langsung
dengan program ini masih sangat minim serta promosi aktif berupa penyuluhan tentang TB Paru
sendiri masih belum maksimal dilakukan. Kendala lain yang ditemukan pada saat screening
dilakukan adalah sebagian masyarakat enggan untuk mengisi kuisioner atau diwawancarai
sehingga screening tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Kami juga menemukan bahwa
warga yang diduga (suspek TB) enggan memeriksakan diri ke Puskesmas karena faktor sosial.
Tingkat pengetahuan dan kepedulian masyarakat mengenai TB yang masih rendah juga menjadi
kendala untuk dilakukan screening TB ini.
Dalam buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dipaparkan bahwa
penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.
Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan
kegiatan pencehagan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Adapun strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan/screening tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan
penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan
cakupan penemuan tersangka pasien TB. Langkah selanjutnya berupa pemeriksaan terhadap
kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita
TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.
Oleh karena itu Screening secara berkesinambungan di harapkan dapat membantu
meningkatkan angka penjaringan suspek TB Paru walaupun screening TB secara aktif dari
rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif. Pilihan lain berupa penyuluhan kepada masyarakat
diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang penyakit TB Paru.
Pendataan secara lengkap juga diharapkan agar dapat meningkatkan angka cakupan penderita TB
Paru serta pelatihan kader-kader untuk penjaringan TB Paru diharapkan dapat membantu
meningkatkan kinerja program TB Paru.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN:
1. Hasil screening TB Paru di RT I,II, DAN III di RW V sebesar 0.7%
2. Kasus TB paru yang ditemukan di puskesmas simpang tiga kebanyakan berasal dari luar
wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.
3. Kesadaran masyarakat tentang Perilaku Hidup Sehat di wilayah tempat dilakukan
intervensi masih kurang.
4. Pengetahuan masyarakat di wilayah tempat dilakukannya intervensi mengenai gejala TB
paru, penularana, pengobatan serta komplikasinya masih kurang.
5. Petugas kesehatan dan kader yg berperan aktif dalam program penanggulangan TB masih
minim.
SARAN
1. Mengingat kasus TB paru yang ditemukan pada data kunjungan di Puskesmas Simpang
Tiga ternyata lebih banyak berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas, maka perlu
dilakukan pendataan lebih rinci terhadap masyarakat yang menderita TB Paru di wilayah
kerja Puskesmas Simpang Tiga
2. Untuk mengurangi angka penularan penyakit dan angka kesakitan TB paru, perlu
dilakukan edukasi yang lebih sering kepada masyarakat dan juga perlu dilakukan
sintervensi disetiap RT RW diwilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.
3. Ketersediaan tenaga kesehatan dan kader yang terlatih serta berperan aktif dalam
program penanggulangan TB diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja program
penganggulangan TB di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.