69
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan berkat-Nya sehingga Laporan Mini Project yang berjudul “Screening Tuberculosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau” ini dapat diselesaikan. Laporan Mini Project ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau. Pada kesempatan ini, tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada dr. Leni Marzal selaku pendamping selama menjalankan Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau. Adapun Laporan Mini Project ini berisi mengenai Hasil Screening Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau dan Penyakit Tuberkulosis Paru itu sendiri. Kasus Tuberkulosis Paru merupakan salah satu kasus yang cukup sering ditemui dan penting diketahui setiap gejala dan langkah penanganan. Dengan adanya Laporan Mini Project ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih jauh tentang Penyakit Tuberkulosis Paru, sehingga dapat meningkatkan angka penjaringan penyakit tuberkulosis, menurunkan resiko penularan penyakit dan meningkatkan angka kesembuhan penderita tuberkulosis Kami menyadari bahwa Laporan Mini Project ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan Laporan ini.

Laporan Mini Project Simpang Tiga

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Laporan Mini Project Intership 2013-2014

Citation preview

Page 1: Laporan Mini Project Simpang Tiga

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena karunia dan berkat-

Nya sehingga Laporan Mini Project yang berjudul “Screening Tuberculosis Paru di Wilayah

Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau” ini dapat diselesaikan. Laporan Mini

Project ini diajukan sebagai bagian dari kegiatan Program Internsip Dokter Indonesia di

Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau. Pada kesempatan ini, tak lupa kami

mengucapkan terima kasih kepada dr. Leni Marzal selaku pendamping selama menjalankan

Program Internsip Dokter Indonesia di Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau.

Adapun Laporan Mini Project ini berisi mengenai Hasil Screening Tuberkulosis Paru di

Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru Riau dan Penyakit Tuberkulosis Paru

itu sendiri. Kasus Tuberkulosis Paru merupakan salah satu kasus yang cukup sering ditemui dan

penting diketahui setiap gejala dan langkah penanganan. Dengan adanya Laporan Mini Project

ini, diharapkan pembaca dapat memahami lebih jauh tentang Penyakit Tuberkulosis Paru,

sehingga dapat meningkatkan angka penjaringan penyakit tuberkulosis, menurunkan resiko

penularan penyakit dan meningkatkan angka kesembuhan penderita tuberkulosis

Kami menyadari bahwa Laporan Mini Project ini masih jauh dari sempurna, oleh karena

itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi

kesempurnaan Laporan ini.

Akhir kata kami mengucapkan terima kasih kepada setiap pihak yang telah membantu

sampai selesainya Laporan Mini Project ini. Semoga Laporan Mini Project ini berguna bagi kita

semua.

Pekanbaru, Oktober 2013

Page 2: Laporan Mini Project Simpang Tiga

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN.... ......................................................................................................................1

DAFTAR ISI ..................................................................................................................................2

BAB I. PENDAHULUAN..............................................................................................................3

1.1 LATAR BELAKANG....................................................................................................3

1.2 MASALAH......................................................................................................................5

1.3 TUJUAN..........................................................................................................................6

1.4 MANFAAT......................................................................................................................6

1.5 SASARAN.......................................................................................................................7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................................8

2.1 PENYAKIT TB...............................................................................................................8

2.2 ETIOLOGI......................................................................................................................8

2.3 TRANSMISI...................................................................................................................8

2.4 PATOFISIOLOGI..........................................................................................................8

2.5 EPIDEMIOLOGI.........................................................................................................14

2.6 GEJALA KLINIS.........................................................................................................14

2.7 PENEGAKAN DIAGNOSIS.......................................................................................15

2.8 PENANGANAN PENYAKIT TB...............................................................................20

2.9 STRATEGI DOTS.......................................................................................................27

2.10 KOMPLIKASI............................................................................................................27

2.11 PROGNOSIS..............................................................................................................27

BAB III. METODE......................................................................................................................28

3.1 METODE SCREENING.............................................................................................28

3.2 HASIL SCREENING...................................................................................................28

BAB IV. HASIL...........................................................................................................................30

BAB V. DISKUSI.........................................................................................................................46

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................48

Page 3: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama di

negara-negara berkembang. TB menjadi masalah kesehatan yang besar di Negara-negara

berkembang karena angka kesakitan dan kematian akibat TB 75%-nya terjadi pada golongan usia

produktif kerja, yaitu kelompok usia 15-49 tahun. Pada umumnya kasus di Negara-negara

berkembang tidak tercakup seluruhnya, dan hanya sekitar separuh dari kasus BTA positif yang

ditemukan yang dapat disembuhkan. Hal ini mengakibatkan angka kesakitan di seluruh dunia

diperkirakan mencapai 16-20 juta, di mana sekitar 8-10 juta adalah kasus BTA positif yang

sangat menular.

TB merupakan penyakit menular akibat bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini

menjadi global emergency, dimana sekitar 2,2 milyar penduduk dunia telah terinfeksi kuman ini.

Menurut laporan WHO 2009, beban infeksi di Indonesia saat ini turun dari urutan ketiga (2007)

menjadi kelima tertinggi di dunia. Target MDG (Millenium Development Goals) keenam adalah

memerangi AIDS dan penyakit menular lainnya, dimana di Indonesia tujuan ini dijabarkan

menjadi tiga penyakit menular tertinggi yakni memberantas AIDS, malaria dan TB. Menurut

WHO, diperkirakan 95% penderita TB berada di negara berkembang dan beban terbesar ada di

Asia Tengggara. Indonesia merupakan negara ketiga penyumbang terbesar kasus TB setelah

India dan China. Berdasar indikator DALY (Disability Adjusted Life Year), TB merupakan salah

satu penyakit yang menjadi beban di Indonesia yaitu lebih dari 7,7% dari seluruh beban penyakit.

TB merupakan urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah infeksi akibat pernapasan.

Cara penularan TB adalah Airborne sehingga seseorang dengan kuman TB yang aktif, dapat

menulari 10-15 orang per tahun.

WHO dan IUATLD (International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease)

mengembangkan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) sebagai strategi

penanggulangan TB yang cost effective. Berdasarkan Depkes RI, keberhasilan pengobatan DOTS

tahun 2005 adalah 91%. WHO mencatat lebih dari 500.000 kasus TB di Indonesia resisten

terhadap berbagai jenis obat (Multi Drug Resistant Tuberkulosis /TB-MDR) dan hanya 1% dari

populasi kasus TB-MDR dunia yang menerima pengobatan yang sesuai. Berdasarkan sistem

Page 4: Laporan Mini Project Simpang Tiga

pencatatan dan pelaporan diperkirakan program TBC telah mencapai angka penemuan kasus

Case Detection Rate (CDR) nasional di tahun 2004 berdasarkan angka sebesar 59,6 per 100.000

dan angka kesembuhan (Cure Rate) dengan DOTS (Directly Observed Treatment of Short-

course) sebesar 86% untuk tahun 2002, dimana telah mencapai lebih dari yang ditargetkan 85%

(WHO, 2005). Sebanyak 28 provinsi di indonesia belum mencapai angka penemuan kasus

(CDR) 70% dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70 % CDR dan 85%

kesembuhan.Menurut WHO tahun 2007, tiap tahun diperkirakan terjadi 239 kasus baru TB per

100.000 penduduk dengan estimasi prevalensi HIV diantara pasien TB sebesar 0,8% secara

nasional. Survei yang dilaksanakan oleh Balitbang Depkes (2003) menunjukkan bahwa pasien

dengan koinfeksi TB-HIV pada umumnya ditemukan di rumah sakit dan TB ditemukan sebagai

infeksi oportunis utama pada pasien AIDS.

Tuberkulosis menduduki peringkat delapan penyebab kematian dunia terutama negara

ekonomi rendah. Insiden penderita TB BTA positif di Indonesia tahun 2006 mencapai 105 per

100.000 penduduk, dan prevalensinya mencapai 578.000 kasus (untuk semua kasus). Tahun

2010 Indonesia menduduki peringkat lima insiden penderita TB terbanyak dunia dengan

Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi

berjumlah 430.000 kasus per tahun.

Tabel Pencapaian Target Pengendalian TB per Provinsi 2009 (STRANAS TB 2011)

CDR ≥ 70% CDR < 70%

SR ≥ 85% Jabar, Sulut, Maluku, DKI Jakarta,

Banten (5)

Bali, Sulbar, Babel, Sumbar, Kalteng,

Jatim, Sulsel, Jateng, Lampung, NTB,

Jambi, NAD, Kalsel, Sumsel, Sultra,

Kepri, Sumut, Gorontalo, Bengkulu,

Kalbar, NTT, Kaltim, Sulteng (23)

SR < 85% Tidak Ada Papua Barat, Papua, DIY, Malut, Riau (5)

Page 5: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Dinas Kesehatan Provinsi Riau (2011), menyatakan pencapaian target pemberantasan

penyakit TB Paru di Riau hanya mencapai 3.154 kasus (35,6%) masih jauh dari target nasional

yang ingin dicapai 70%. Data dari Kesehatan kota Pekanbaru (2012) didapatkan pencapaian

penemuan kasus TB Paru di kota Pekanbaru (2011) 294 kasus (23%) . Sasaran penemuan kasus

TBC di Pekanbaru adalah 160 per 100.000 penduduk per tahun dan diharapkan mencapai 75%

pada tahun 2013. Pada tahun 2012, Puskesmas Simpang Tiga jumlah penderita TB mencapai 41

(termasuk luar wilayah) per 37.720 penduduk. Jumlah penderita TB paru di wilayah kerja

Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 sebanyak 9 orang per 37.720 penduduk (0,024%).

1.2. Masalah

Berdasar pada latar belakang diatas, dapat dilihat permasalahan yang ada, yaitu:

1. Target MDG (Millenium Development Goals) keenam adalah memerangi AIDS dan

penyakit menular lainnya, dimana di Indonesia tiga penyakit menular tertinggi yakni

memberantas AIDS, malaria dan TB.

2. TB merupakan urutan kedua penyebab kematian di Indonesia setelah infeksi akibat

pernapasan.

3. Cara penularan TB adalah Airborne sehingga seseorang dengan kuman TB yang aktif,

dapat menulari 10-15 orang per tahun.

4. Indonesia menduduki peringkat ke-5 negara dengan beban TB tertinggi di dunia.

5. Estimasi prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi

berjumlah 430.000 kasus per tahun.

6. Sebanyak 28 provinsi di indonesia belum mencapai angka penemuan kasus (CDR) 70%

dan hanya 5 provinsi menunjukkan pencapaian 70 % CDR dan 85% kesembuhan.

7. Pencapaian target pemberantasan penyakit TB Paru di Riau hanya mencapai 3.154 kasus

(35,6%) masih jauh dari target nasional yang ingin dicapai 70%.

a. Sasaran penemuan kasus TBC di Pekanbaru adalah 160 per 100.000 penduduk

per tahun dan diharapkan mencapai 75% pada tahun 2013.

8. Jumlah penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 sebanyak

9 orang per 37.720 penduduk (0,024%).

Page 6: Laporan Mini Project Simpang Tiga

1.3. Tujuan

Mengacu pada sasaran Stranas Pengendalian TB tahun 2011, tujuan laporan mini Project

screening tuberculosis paru adalah :

1. Menurunkan prevalensi TB dari 235 per 100.000 penduduk menjadi 224 per per 100.000

penduduk.

2. Meningkatkan presentase kasus baru TB paru (BTA positif) yang ditemukan dari 73%

menjadi 90%

3. Meningkatkan presentase keberhasilan pengobatan kasus baru TB paru (BTA positif)

mencapai 88%

4. Meningkatkan presentasi provinsi dengan CDR di atas 70% mencapai 50%

5. Meningkatkan presentase provinsi dengan keberhasilan pengobatan diatas 85% dari 80%

menjadi 88%.

1.4. Manfaat

1. Mengetahui berbagai masalah yang timbul dalam program Penanggulangan Tuberkulosis

paru di wilayah kerjanya.

2. Puskesmas mendapat masukan dari saran yang diberikan, sebagai umpan balik agar

keberhasilan program dimasa mendatang dapat lebih baik dan optimal.

3. Terciptanya pelayanan kesehatan yang bermutu, khususnya bagi penderita Tuberkulosis paru

di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga periode Juni 2013 – Mei 2014

4. Dengan tercapainya keberhasilan program diharapkan dapat memutus rantai penularan

Tuberkulosis paru di wilayah Puskesmas Simpang Tiga periode Juni 2013 – Mei 2014

Page 7: Laporan Mini Project Simpang Tiga

1.5. Sasaran

Penduduk rw 05, terdiri dari:

▪ rt 01

▪ rt 02

▪ rt 03

jumlah penduduk ± 750 orang

Page 8: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Penyakit tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang bersifat menahun, disebabkan oleh kuman

Mycobacterium tuberculosa. Sebahagian besar penyakit ini menyerang paru-paru..

2.2 Etiologi

Bakteri Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang/basil dan bersifat tahan asam

sehingga dikenal juga sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Jenis bakteri ini pertama kali

ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. TB disebut juga Koch Pulmonum

(KP).

2.3 Transmisi

Pola transmisinya dipengaruhi lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di

wilayah perkotaan biasanya lebih mempermudah proses penularan. Proses terjadinya infeksi

oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi ,sehingga TB paru merupakan manifestasi klinis

paling sering dibandingkan dengan organ lainnya. Penularan sebahagian besar oleh inhalasi basil

yang mengandungi droplet nuklei. Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara

pada suhu kamar selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya sinar ultraviolet, kelembapan,ventilasi

yang baik. Risiko penularan setiap tahun diukur dari angka Annual Risk of Tuberculosis Infection

(ARTI). Untuk angka ARTI yang besarnya 1 % bererti untuk setiap tahunnya diantara 100

penduduk, 10 orang akan terinfeksi. Dari penduduk yang terinfeksi tersebut 10% akan menjadi

penderita TB.

2.4 Patofisiologi

Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan terjadi melalui inokulasi lansung. Bakteri ini

juga dapat mengalami penyebaran melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening sehingga

menyebabkan terinfeksinya organ tubuh yang lain seperti otak, ginjal, saluran cerna, tulang,

Page 9: Laporan Mini Project Simpang Tiga

kelenjar getah bening Infeksi yang disebabkan oleh M.bovis disebabkan susu yang kurang

disterilkan atau terkontaminasi.

Tempat implantasi yang paling sering adalah pada permukaan alveolar dari parenkim

paru pada bahagian bawah lobus bawah. Penyakit dapat menyebar ke sistem peredaran darah

dan saluran limfe. Daya penularan ditentukan banyakknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Masuknya Mycobacterium tuberculosis ke dalam organ paru menyebabkan infeksi pada

paru-paru, terjadi pertumbuhan koloni bakteri yang berbentuk bulat (globular). Dengan reaksi

imunologis, sel-sel pada dinding paru berusaha menghambat bakteri TB ini melalui mekanisme

alamianya membentuk jaringan parut. Akibatnya bakteri TB tersebut akan berdiam/istirahat

(dormant) seperti yang tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau foto rontgen.

Seseorang dengan kondisi daya tahan tubuh (imun) yang baik, bentuk tuberkel ini akan

tetap dormant sepanjang hidupnya. Lain hal pada orang yang memiliki sistem kekebelan tubuh

rendah atau kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah

banyak. Sehingga tuberkel yang banyak ini berkumpul membentuk sebuah ruang didalam rongga

paru, Ruang inilah yang menjadi sumber produksi sputum (riak/dahak). Maka orang yang rongga

parunya memproduksi sputum dan didapati Mycobacterium tuberculosis disebut sedang

mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi TB.

Faktor – Faktor Resiko TBC

1. Faktor Umur.

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis

kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang

dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan

menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat secara

bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia

dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia

produktif yaitu 15-50 tahun.

1. Faktor Jenis Kelamin.

Page 10: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996

jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita

TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun

1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan

penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki

dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan

merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru.

3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang

diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit

TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk

mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan

mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

4. Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila

pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar

akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara

yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit

saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang akan

mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,

pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan dibawah UMR akan

mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi

setiap anggota keluarga sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan

memudahkan untuk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis

kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah

Page 11: Laporan Mini Project Simpang Tiga

yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya

penularan penyakit TB Paru.

5. Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk

mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker

kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru

sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang per tahun

adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon,

480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi,

2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara berkembang lebih dari 50%

terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita perokok kurang dari 5%. Dengan adanya

kebiasaan merokok akan mempermudah untuk terjadinya infeksi TB Paru.

6. Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas

lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak

menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan

mudah menular kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam m2/orang.

Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan fasilitas

yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar tidur

diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit

pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90

cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri

dan anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga

langit-langit minimum tingginya 2,75 m.

7. Pencahayaan

Page 12: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca minimum

20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat

dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-

bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus

mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.Intensitas pencahayaan minimum yang

diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan

cahaya yang lebih redup.

Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses

mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui

kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada

yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tidak tahan pada sinar

matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka

resiko penularan antar penghuni akan sangat berkurang.

8. Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran

udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi

akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses

penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media

yang baik untuk pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit,

misalnya kuman TB.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-

bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus

menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah

untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy)

yang optimum. Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi

sebesar 10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai

dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga

Page 13: Laporan Mini Project Simpang Tiga

diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya

temperatur kamar 22° – 30°C dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

9. Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,

dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding

yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan

sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

10. Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana kelembaban

yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB Paru akan

cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

11. Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai resiko

3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang status gizinya

cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan

daya tahan tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.

12. Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi lingkungan,

gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat menyebabkan

kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan

berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan

kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.

13. Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB

Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh

Page 14: Laporan Mini Project Simpang Tiga

terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber

penular bagi orang disekelilingnya.

2.5 Epidemiologi Penyakit TBC

Berdasarkan sistem pencatatan dan pelaporan diperkirakan program TBC telah mencapai angka

penemuan kasus Case Detection Rate (CDR) nasional di tahun 2004 berdasarkan angka sebesar

59,6 per 100.000 dan angka kesembuhan (Cure Rate) dengan DOTS (Directly Observed Treatment

of Short-course) sebesar 86% untuk tahun 2002, dimana telah mencapai lebih dari yang ditargetkan

85% (WHO, 2005). Insiden penderita TB BTA positif di Indonesia tahun 2006 mencapai 105 per

100.000 penduduk, dan prevalensinya mencapai 578.000 kasus (untuk semua kasus). Tahun 2010

Indonesia menduduki peringkat lima insiden penderita TB terbanyak dunia dengan Estimasi

prevalensi TB semua kasus sebesar 660.000 (WHO, 2010) dan estimasi insidensi berjumlah

430.000 kasus per tahun.

2.6 Gejala Klinis

Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai

dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru,

sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.

2.6.1 Gejala sistemik/umum

Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai

keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang

timbul.

Penurunan nafsu makan dan berat badan.

Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan darah).

Perasaan tidak enak (malaise), lemah

2.6.2 Gejala khusus

Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi sumbatan sebagian bronkus

Page 15: Laporan Mini Project Simpang Tiga

(saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang

membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.

Bila ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan

sakit dada.

Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang yang pada suatu saat

dapat membentuk saluran dan bermuara pada kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar

cairan nanah.

Pada anak-anak dapat mengenai otak (lapisan pembungkus otak) dan disebut sebagai

meningitis (radang selaput otak), gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan

kesadaran dan kejang-kejang.

Pada pasien anak yang tidak menimbulkan gejala, TBC dapat terdeteksi kalau diketahui adanya

kontak dengan pasien TBC dewasa. Kira-kira 30-50% anak yang kontak dengan penderita TBC

paru dewasa memberikan hasil uji tuberkulin positif. Pada anak usia 3 bulan – 5 tahun yang tinggal

serumah dengan penderita TBC paru dewasa dengan BTA positif, dilaporkan 30% terinfeksi

berdasarkan pemeriksaan serologi/darah.

2.7 Penegakan Diagnosis

Apabila dicurigai seseorang tertular penyakit TBC, maka beberapa hal yang perlu dilakukan untuk

menegakkan diagnosis adalah:

o Anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya.

o Pemeriksaan fisik.

o Pemeriksaan laboratorium (darah, dahak, cairan otak).

o Pemeriksaan patologi anatomi (PA).

o Rontgen dada (thorax photo).

o Uji tuberkulin.

2.7.1 Pemeriksaan radiologik

Pemeriksaan rutin adalah foto toraks PA. Pemeriksaan atas indikasi seperti foto apikolordotik,

oblik, CT Scan. Tuberkulosis memberikan gambaran bermacam-macam pada foto toraks.

Page 16: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Gambaran radiologik yang ditemukan dapat berupa:

a. Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah

b. Bayangan berawan atau berbercak

c. Adanya kavitas tunggal atau ganda

d. Bayangan bercak milier

e. Bayangan efusi pleura, umumnya unilateral

f. Destroyed lobe sampai destroyed lung

g. Kalsifikasi

Berdasarkan luasnya proses yang tampak pada foto toraks dapat dibagi sebagai berikut:

a. Lesi minimal (minimal lesion)

Bila proses tuberkulosis paru mengenai sebagian kecil dari satu atau dua paru dengan luas

tidak lebih dengan volume paru yang terletak diatas chondrosternal junction dari iga kedua

dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis IV atau korpus vertebra torakalis V dan tidak

dijumpai kavitas.

b. Lesi sedang (moderately advanced lesion):

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas

sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru, atau jumlah dari seluruh

proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis tadi

mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal maka proses tersebut tidak boleh lebih dari

sepertiga pada satu paru dan proses ini dapat / tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas

maka luas (diameter) semua kavitas tidak boleh lebih dari 4 cm.

c. Lesi luas (far advanced):

Kelainan lebih luas dari lesi sedang.

2.7.2. Pemeriksaan laboratorium:

Pemeriksaan darah rutin:

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang spesifik untuk tuberkulosis paru. Laju endapan darah sering

meningkat pada proses aktif, tetapi laju endapan darah yang normal tidak menyingkirkan

Page 17: Laporan Mini Project Simpang Tiga

tuberkulosis. Limfositosis juga kurang spesifik.

Pemeriksaan bakteriologik:

Untuk pemeriksaan bakteriologik ini spesimen dapat diambil dari sputum, bilasan lambung,

jaringan baik lymph node atau jaringan reseksi operasi, cairan pleura, cucian lambung, cairan

serebrospinalis, pus / aspirasi abses, urine, apusan laring.

1. Pemeriksaan mikroskopik biasa

Pada pemeriksaan ini dapat dilihat adanya basil tahan asam. Dibutuhkan paling sedikit 5000

batang kuman per cc sputum untuk mendapatkan kepositifan. Pewarnaan yang umum dipakai

adalah pewarnaan Ziehl Nielsen dan pewarnaan Kinyoun-Gabbett.

Cara pengambilan sputum tiga kali (3 X) dengan cara;

1. Spot (sputum saat kunjungan pertama)

2. Sputum pagi (keesokan harinya)

3. Spot (pada saat mengantarkan sputum pagi pada hari kedua).

Untuk penilaian terlihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1 Penilaian Sputum BTA

Jumlah Basil Tahan Asam Penilaian

Tidak dijumpai BTA/ 100 lapangan pandang

Dijumpai 1-9 BTA / 100 lapangan pandang

Dijumpai 10-99 BTA / 100 lapangan pandang

Dijumpai 1-10 BTA / lapangan pandang dalam 50

lapangan pandang

Dijumpai >10 BTA /lapangan pandang dalam 20

lapangan pandang

0

catat jumlah yang ada

1+

2+

3+

Page 18: Laporan Mini Project Simpang Tiga

a. Metode konvensional seperti Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh, Middlebrook 7H-10 dan 7H-

11.

b. Metode Radiometrik seperti BACTEC. Dengan teknik ini waktu yang dibutuhkan untuk isolasi

dan identifikasi mikobakterium tuberkulosis menjadi tiga minggu saja.Untuk test sensitifitas

ditambah 5-7 hari lagi.

2.7.3 Pemeriksaan sitologi pada tuberkulosis kelenjar

Pemeriksaan biopsi aspirasi untuk diagnosis penyakit ini adalah aman, mudah dan murah untuk

dikerjakan meskipun pasiennya anak-anak.

Secara makroskopi nodul mula-mula berisi zat yang berwarnah abu-abu dan jernih tapi lama

kelamaan warnah bisa berubah menjadi kekuningan seperti keju. Penglihatan dibawah mikroskop

terhadap sekret tampak tuberkel-tuberkel yang khas dengan sel Datia langhans. Jika terjadi

perkejuan yang lama dan meluas maka struktur kelenjar dapat hilang sama sekali dan digantikan

dengan struktur yang atipik. Pada peroses penyembuhan dapat terjadi fibrosis dan pengapuran.

Bahayanya dari penyakit ini ialah meskipun kelihatannya penyakit sudah tenang akan tetapi

terkadang ia dapat menyebar ke tempat lain seperti tulang, perut dan lain-lain. Dengan

ditemukannya sel epiteloid, datia langhans ataupun massa nekrosis perkejuan maka pemeriksaan

sitologi dikatakan positif.

2.7.4 Immunologi/Serologi:

1. Uji Tuberkulin: Di Indonesia dengan prevalensi TB yang tinggi pemeriksaan ini

kurang berarti apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan bermakna jika didapatkan

konversi dari uji yang sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat

besar sekali atau timbul bulla. Tes tuberkulin berguna dalam menentukan

diagnosis penderita (terutama pada anak-anak yang mempunyai kontak dengan

seorang penderita tuberkulosis yang menular), namun penderita tersebut harus

diperiksa oleh dokter yang berpengalaman. Uji tuberkulin merupakan

pemeriksaan paling bermanfaat untuk menunjukkan sedang/pernah terinfeksi

2. Mycobacterium tuberculosis dan sering digunakan dalam "Screening TBC ".

Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC dengan uji tuberkulin adalah lebih

Page 19: Laporan Mini Project Simpang Tiga

dari 90%. Uji tuberkulin dibaca setelah 48-72 jam (saat ini dianjurkan 72 jam)

asetelah penyuntikan. Indurasi diperiksa dengan cara palpasi untuk menentukan

tepi indurasi, ditandai dengan alat tulis, kemudian diukur dengan alat pengukur

transparan, diameter transversal indurasi yang terjadi dan dinyatakan hasilnya

dalam milimeter. Jika tidak timbul indurasi sama sekali hasilnya dilaporkan

sebagai 0 mm.

2.7.5 Diagnosis TB pada anak

Diagnosis TB pada anak lebih sulit sehingga sering terjadi kesalahan diagnosis baik overdiagnosis

maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan

dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria dengan menggunakan

Gambar 3.4 Sistem Skor TB Anak

Page 20: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka

dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor >6, harus ditatalaksana

sebagai pasien TB dan mendapat OAT. Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan

kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti

bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,

funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

2.8 Penanganan Penyakit TBC

a.       Promotif

i. Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC

ii. Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC, cara penularan,

cara pencegahan, faktor resiko

iii. Mensosialisasiklan imunisasi BCG di masyarakat.

b.      Preventif

i. Vaksinasi BCG

ii. Menggunakan isoniazid (INH)

iii. Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.

iv. Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar dapat diketahui secara

dini.

c.       Kuratif

Pengobatan bagi penderita penyakit TBC akan menjalani proses yang cukup lama, yaitu berkisar

dari 6 bulan sampai 9 bulan atau bahkan bisa lebih.penyakit TBC bisa disembuhkan secara total

apabila penderita secara rutin mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter dan memperbaiki

daya tahan tubuhnya dengan gizi yang cukup baik. Untuk mengetahui perkembangannya yang

kebih baik maka disarankan pada penderita untuk menjalani pemeriksaan baik darah,sputum urine

dan X-ray atau raontgen setiap 3 bulannya.

Menurut (Tjandra,2006) ,pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut

:

Page 21: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Obat harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat,dalam jumlah cukup dan

dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan.Untuk menjamin kepatuhan pasien dalam menelan

obat,pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung(DOT) oleh seorang pengawas menelan

obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,yaitu tahap awal intensif dan tahap lanjutan:

o Tahap Awal (intensif)

Pada tahap awal intensif (awal) pasien mendapat 3 atau 4 obat sekaligus setiap hari selama

2 bulan dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan obat

Bila pengobatan tahan intensif tersebut diberikan secara tepat,biasanya pasien menular

menjadi tidak menular dala kurun waktu 1-2 bulan.

o Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien pasien mendapat jenis obat lebih sedikit,2 macam saja.namun

dalam jangka waktu yang lebih lama biasanya 4 bulan.

Obat dapat diberikan setiap hari maupun secara intermiten,beberapa dalam 1 minggu

Tahap lanjutan penting adalah untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Jenis obat yang

digunakan INH, rifampicin, ethambutol, pirazinamid, streptomicin(inj)

Ada 2 (dua) kategori Obat Anti Tuberkulosa (OAT) :

1. OAT Utama (first‐line Antituberculosis Drugs), yang dibagi menjadi dua (dua) jenis

berdasarkan sifatnya yaitu :

a. Bakterisidal, termasuk dalam golongan ini adalah INH, rifampisin, pirazinamid dan

streptomisin.

b. Bakteriostatik, yaitu etambutol.

Kelima obat tersebut di atas termasuk OAT utama

2. OAT sekunder (second Antituberculosis Drugs), terdiri dari Para‐aminosalicylic Acid (PAS),

ethionamid, sikloserin, kanamisin dan kapreomisin. OAT sekunder ini selain kurang efektif juga

lebih toksik, sehingga kurang dipakai lagi.

Page 22: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Pengobatan tuberkulosis terutama pada pemberian obat antimikroba dalam jangka waktu yang

lama. Obat‐obat dapat juga digunakan untuk mencegah timbulnya penyakit klinis pada seseorang

yang sudah terjangkit infeksi.Penderita tuberkulosis dengan gejala klinis harus mendapat minuman

dua obat untuk mencegah timbulnya strain yang resisten terhadap obat.Kombinasi obat‐obat

pilihan adalah isoniazid (hidrazid asam isonikkotinat = INH) dengan etambutol (EMB) atau

rifamsipin (RIF).

Dosis INH, etambutol dan rifampisin:

1. Dosis lazim INH untuk orang dewasa biasanya 5‐10 mg/kg atau sekitar 300 mg/hari,

2. EMB, 25 mg/kg selama 60 hari, kemudian 15 mg/kg,

3. RIF 600 mg sekali sehari.

PANDUAN PENGOBATAN TBC PARU

Dapat dibagi atas 4 kategori, yaitu:

Kategori I:

Kasus : TB paru BTA +, BTA ‐, lesi luas

Pengobatan : • 2 RHZE/4 RH

yaitu 2 bulan pertama minum INH, rimfamisin, etambutol dan pirazinamid

dilanjutkan 4 bulan berikutnya minum INH dan rimfamisin ATAU

• 2 RHZE/ 6 HE; ATAU

• 2RHZE/ 4R3H3.

Yaitu Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol

setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan

rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).

Kategori II:

Page 23: Laporan Mini Project Simpang Tiga

a. Kasus : Kambuh

Pengobatan :

• RHZES/ 1RHZE/ sesuai hasil uji resistensi atau

• 2RHZES/ 1RHZE/5RHE

b. Kasus : Gagal pengobatan

Pengobatan :

• kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin/ ofloksasin, etionamid,sikloserin atau

• 2RHZES/ 1RHZE/ 5RHE

c. Kasus : TB Paru putus berobat

Pengobatan :

• 2RHZES/ !RHZE/ 5R3H3E3

Kategori III:

Kasus : TB paru BTA – lesi minimal

Pengobatan :

• 2 RHZE/ 4RH atau

• 6 RHE atau

• 2RRHZE 4 R3H3

Kategori IV:

a. Kasus : Kronik

Pengobatan :

• RHZES/ sesuai hasil uji resistensi (minimal OAT yang sensitif) + obat lini 2 (pengobatan minimal

18 bulan).

b. Kasus : MDR TB

Pengobatan :

Page 25: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam Pengobatan

1. Kuman penyakit TBC kebal sehingga penyakitnya lebih sulit diobati

2. Kuman berkembang lebih banyak dan menyerang organ lain

3. Membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh

4. Biaya pengobatan semakin mahal

5. Masa produktif yang hilang semakin banyak

2.8.1 Tujuan Pengobatan TBC

Pengobatan penyakit TBC dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut :

1. Menyembuhkan penderita

2. Mencegah kematian

3. Mencegah kekambuhan

4. Menurunkan resiko penularan

2.8.2 Dasar penatalaksanaan

Pendidikan keluarga dan peran serta keluarga untuk :

Page 26: Laporan Mini Project Simpang Tiga

1. Menjelaskan bahwa penyakit TBC Dapat disembuhkan

2. Minum obat secara teratur dan benar

3. Makan-makanan yang baik dengan gizi yang seimbang

4. Istirahat yang cukup

Dosis dan Waktu pengobatan

- Obat TBC harus diminum secara teratur sampai pasien dinyatakan sembuh.

- Lama pengobatan umumnya berlangsung selama 6-8 bulan

- Selama 2 bulan pertama,8 tablet sekaligus diminum setiap hari

- Pada 4 bulan berikutnya,3 tablet sekaligus diminum seminggu 3 kali

- Obat diminum satu per satu,dan harus habis dalam 2 jam

Bila tidak minum obat secara teratur akan terjadi :

1. Kuman TBC tidak mati

2. Timbul resistensi obat,kuman menjadi kebal

3. Penyakit TBC tidak sembuh

Dalam pengobatan yang harus diperhatikan adalah :

- Berhenti merokok,hindari minum-minuman beralkohol,dan obat bius

- Berobat atau periksakan diri anda ke dokter

- Jangan menghentikan minum obat sendiri

- Dianjurkan meminum obat dalam keadaan perut kosong (pagi)

Efek samping yang dapat terjadi saat minum obat antara lain :

1. Kulit berwarna kuning

2. Air seni berwarna gelap seperti minum air teh

3. Mual dan muntah

4. Hilang nafsu makan

5. Perubahan pada pengelihatan

6. Demam yang tidak jelas

7. Lemas dan keram perut

Page 27: Laporan Mini Project Simpang Tiga

2.9 Strategi DOTS

DOTS adalah suatu strategi yang sudah dibaku oleh badan kesehata dunia WHO dala program

pemberantasan TB.DPTS sendiri kepanjangan dari “Directly Observed Treatment,short-course”

yang mempunyai 5 komponen :

1. Komitmen pemerintah dalam program pemberantasan TB dimasyarakat sampai tuntas,

2. Diagnosis pasien-pasien TB berdasar pemeriksaan dahak (sputum BTA)secara microskopik.

3. Pemberian obat secara standart selama minimal 6 bulan.

4. Terjamin ketersediaan obat

5. Pencatatan dan pelaparan yang baik terhadap kasus-kasus TB yang diobati.Dimana dan

kapan saja pasien diobati harus dicatat dan dilaporkan ke Dinas Kesehatan setempat.

2.10 Komplikasi

Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus.

Menurut Dep.Kes (2003) komplikasi yang sering terjadi pada penderita TB Paru stadium

lanjut: 1) Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan

kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas. 2) Kolaps dari lobus akibat

retraksi bronkial. 3) Bronkiectasis dan fribosis pada Paru. 4) Pneumotorak spontan: kolaps spontan

karena kerusakan jaringan Paru. 5) Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang,

persendian, ginjal dan sebagainya. 6) Insufisiensi Kardio Pulmoner.

2.11 Prognosis

Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan:

50% meninggal

25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

Page 28: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB III

METODE

3.1. Metode Screening

-.Screening dilakukan secara aktif

-.Memberikan penyuluhan tentang TB Paru kepada para Kader

-.Mengunjungi Kader (Ibu RW dan RT) secara langsung dan memberikan kuisioner

-.Melakukan home visit pada pasien yang diduga menderita TB Paru

-.Screening dilakukan dalam waktu 5 minggu

3.2. Hasil Screening

Angka Penjaringan Suspek adalah jumlah suspek yang diperiksa dahalnya diantara 100.000

penduduk pada satu wilayah tertentu dalam waktu 1 tahun. Angka ini digunakan untuk mengetahui

upaya penemuan pasien dalam suatu wilayah tertentu, dengan memperhatikan kecenderungannya

dari waktu ke waktu (triwulan/tahunan).

Rumus = jumlah suspek yang diperiksa

jumlah penduduk×100 %

PENDATAAN KASUS TB 2012

MAPPING SEBARAN KASUS TB DI WILAYAH

KERJA PUSKESMAS SIMPANG TIGA

MENENTUKAN WILAYAH DENGAN

PENDERITA TERBANYAK

SCREENING TBPENGOLAHAN DATAINTERPRETASI HASIL

Page 29: Laporan Mini Project Simpang Tiga

RT 01 RT 02 RT 03

JUMLAH KEPALA KELUARGA 40 30 80

JUMLAH RESPONDEN 36 KK 14 KK 58 KK

SUSPEK TB PARU 1 orang 2 orang 2 orang

TOTAL 5 orang

= 5 . X 100% = 0,7%

750 penduduk

Page 30: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB IV

HASIL

A. PROFIL KOMUNITAS UMUM

1. Pendidikan

Kemampuan baca tulis atau melek huruf merupakan salah satu indikator yang penting

dari seseorang untuk dapat menerima pesan tertulis, aktif dalam pembangunan kesehatan secara

wajar dan berpartisipasi dalam pembangunan kesehatan serta dapat menikmati hasil dari

pembangunan kesehatan itu sendiri.

Tingkat pendidikan penduduk menurut usia sekolah di wilayah kerja Puskesmas simpang

Tiga adalah sebagai berikut :

a. Tidak/belum sekolah : 4.376 orang

b. Tidak / belum tamat SD : 3.805 orang

c. Tamat SD Sederajat : 5.630 orang

d. SLTP/Sederajat : 6.175 orang

e. SLTA/Sederajat : 12.688 orang

f. Diploma I/II/III : 2.346 orang

g. Universitas : 2.257 orang

2. Sosial Ekonomi

a. Mata Pencarian

Mata pencarian penduduk di wilayah Puskesmas simpang Tiga tahun 2012 sebagai

berikut :

1) Pegawai Negeri : 1.744 orang

2) TNI : 116 orang

3) Swasta : 3.159 orang

Page 31: Laporan Mini Project Simpang Tiga

4) Petani : 876 orang

5) Pensiunan : 307 orang

6) Buruh : 100 orang

7) Wiraswasta : 4.128orang

8) BUMD/BUMN : 862 orang

9) Pedagang : 2.552 orang

3. Sosial Budaya

a. Agama

Adapun agama yang dianut penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga terdiri

dari :

1) Islam : 27.956 orang 5) Hindu : 4 orang

2) Protestan : 1.182 orang

3) Khatolik : 573 orang

4) Budha : 62 orang

B. GEOGRAFIS

1. Luas Wilayah

Puskesmas Simpang Tiga merupakan salah satu dari 20(dua puluh) Puskesmas yang ada di

Kota Pekanbaru, terletak di Kecamatan Marpoyan Damai, dengan luas wilayah kerja 11,26 km².

Terdiri dari satu kelurahan yaitu Kelurahan Maharatu dengan batas – batas wilayah sebagai

berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo Timur

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kubang

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Sidomulyo Timur Dan Kelurahan

Sidomulyo Barat

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Simpang Tiga

Page 32: Laporan Mini Project Simpang Tiga

C. DATA DEMOGRAFIS

Jumlah Penduduk

Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 adalah ± 37.277

jiwa, dengan jumlah KK sebanyak 7.923 Kepala Keluarga.

Tabel : 1.1

Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur Dan Jenis Kelamin

Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

Kelompok

UmurLaki-Laki Perempuan Jumlah Persentase

0 – 4 tahun 2.249 2.207 4.456 11,95

5 – 14 tahun 2.257 2.173 4.430 11,88

15 - 44 tahun 7.166 7.717 14.883 39,93

45 – 64 tahun 5.014 4.809 9.823 26,35

≥ 65 tahun 2.107 1.578 3.685 9,89

Jumlah 18.793 18.484 37.277 100

Sumber : Kelurahan Maharatu

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok umur yang memiliki proporsi terbesar

yaitu jumlah penduduk berusia antara 15 – 44 tahun yaitu 14,883 jiwa ( 39,93 % ) Kelompok

umur bayi dan balita yaitu 4.456 jiwa ( 11,95 % ) sedangkan untuk kelompok umur ( ≥ 65 )

tahun terdapat 3.685 jiwa ( 9,89 % )

4. Kepadatan Penduduk

Page 33: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Kepadatan penduduk di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 adalah

3.299 orang/km²

a. Sex Ratio

Sex Ratio antara laki-laki dan perempuan, ditemukan laki – laki lebih besar dari

pada perempuan yaitu ratio 101,7

b. Beban Tanggungan

Beban tanggungan yaitu : beban yang ditanggung oleh penghasilan golongan

produktif ( 15 – 64 tahun ) untuk dikeluarkan bagi memenuhi kebutuhan mereka

yang tidak produktif ( 0 – 14 tahun dan umur diatas 65 tahun ). Beban tanggungan

di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga Kota Pekanbaru tahun 2012 adalah

50,88 orang per 100 penduduk

D. SUMBER DAYA KESEHATAN YANG ADA

A. SARANA KESEHATAN

1. Rumah Sakit

Rumah Sakit yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 hanya

1 Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit AURI. Yang beralamat Jl. Adi Sucipto. Jumlah

kunjungan rawat jalan di RS AURI tahun 2012 adalah sebanyak 9,377 kunjungan dan

kunjungan rawat inap sebanyak 537 kunjungan. Tabel 58

2. Puskesmas

Puskesmas Simpang Tiga merupakan Puskesmas Rawat Inap.Selain melayani rawat

jalan juga melayani pasien rawat inap mulai tahun 2002. .

3. Puskesmas Pembantu

Jumlah Pustu di Puskesmas Simpang Tiga hanya 1 Pustu saja yaitu Pustu Camar

Raya, karena wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga hanya 1 kelurahan yaitu

Kelurahan Maharatu. Pustu tersebut terletak di Perumahan Griya Sidomulyo.

Page 34: Laporan Mini Project Simpang Tiga

4. Puskesmas Keliling ( Pusling )

Jumlah Puskesmas Keliling di Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 sebanyak 1

Pusling

B. SARANA KESEHATAN LAIN

Tabel : 5.1

Data s Maarana Kesehatan

Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO Sarana Kesehatan Jumlah Ket

1. Balai Pengobatan 3

2. Rumah bersalin 1

3. Apotek 1

4. Toko Obat 2

5. Optikal 2

6. Bidan Praktek Swasta 2

C. UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT

1. Posyandu

Tahun 2012 jumlah Posyandu yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga

sebanyak 19 posyandu, dengan kriteria 3 posyandu (15.79% ) merupakan Posyandu

Purnama dan 16 posyandu ( 84.21%) merupakan Posyandu Mandiri

2. Kelurahan Siaga

Untuk Puskesmas Simpang Tiga terdapat 1 Kelurahan Siaga, karena wilayah kerja

Puskesmas Simpang Tiga hanya mempunyai 1 Kelurahan saja.

Page 35: Laporan Mini Project Simpang Tiga

D. TENAGA KESEHATAN

Tabel : 5.2

Data TenagaKesehatan

Di Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO Jenis Ketenagaan Jumlah Ket

A. Sarjana

1. Dokter Spesialis 3 1 S.Saraf,2 Obgyn

2. Dokter Umum 4 1 pindah tugas

3. Dokter Gigi 2 1 pensiun

4. SKM 4

5. S.Keperawatan 1

B. D3/Akademi

1. D3 Keperawatan / AKPER 10

2. D3 Kebidanan / AKBID 7 2 di Pustu

3. D3 Gizi / AKZI 1

4. D3 Kes. Gigi / AKG 1

5. D3 Kes. Lingkungan / AKL 1

6. D3 RO / ARO 1

7. D3 Analis Kesehatan / AAK 2

C. Lain-Lain

1. Bidan D1 3

2. Perawat / SPK 3

3. Perawat Gigi / SPRG 1

4. Analis / SMAK 1

Page 36: Laporan Mini Project Simpang Tiga

5. Asisten Apoteker / AA 2

6. Tenaga Gizi / SPAG 1

JUMLAH 48

E. PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal yang sangat penting didalam

memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, dengan pemberian pelayanan kesehatan

dasar secara cepat dan tepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat

diatasi.

Selain upaya kesehatan dasar juga dilakukan pelayanan kesehatan bagi, usila . Adapun

cakupan pelayanan kesehatan usia lanjut th 2012 yaitu 1,477 ( 100%).

Pelayanan kesehatan gratis ( non tindakan ) di Puskesmas Simpang Tiga telah dimulai

sejak tahun 2006. Ini merupakan wujud kepedulian dari Pemerintah Kota Pekanbaru dalam

meningkatkan pelayanan kesehatan publik dan fungsi pelayanan kesehatan yang optimal bagi

masyarakat khususnya di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.

1. Pelayanan Rawat Jalan

Jumlah kunjungan pada tahun 2011 berjumlah 46.732 orang dan 44,873 orang pada

tahun 2012. Terjadi penurunan jumlah kunjungan pasien dari tahun 2011 ke tahun

2012.

Tabel : 4.1

Data Kunjungan Pasien Rawat Jalan

Di Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2008 - 2012

NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN

1 2008 49,680

2 2009 44,604

3 2010 49,486

4 2011 46,494

5 2012 44,873

Page 37: Laporan Mini Project Simpang Tiga

2. Pelayanan Rawat Inap

Tabel : 4.2

Data Pasien Rawat Inap

Di Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2008 - 2012

NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN

1 2008 468

2 2009 377

3 2010 268

4 2011 238

5 2012 230

Dari table di atas dapat jumlah kunjungan pasien yang rawat inap d iPuskesmas

Simpang Tiga tahun 2012 sedikit menurun dari tahun 2011. Tahun 2012 jumlah

pasien rawat inap sebanyak 230 orang sedangkan tahun 2011 sebanyak 238 orang.

Tahun 2011 kunjungan pasien IGD di ruang rawat inap berjumlah 5,931 orang. Pada

tahun 2012 jumlah pasien kunjungan IGD di ruang rawat inap berjumlah 7,287.

Page 38: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Tabel : 4.4

Data Kunjungan IGD Ruang Rawat Inap

Di Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2010 -2012

NO TAHUN JUMLAH KUNJUNGAN

3 2010 3,397

4 2011 5,931

5 2012 7,287

Selain itu di Puskesmas Simpang Tiga pada tahun 2012 ini juga terdapat pelayanan 4

dokter spesialis yaitu spesialis kandungan, spesialis saraf, spesialis paru dan spesialis anak. Ke 4

dokter spesialis ini berkunjung ke Puskesmas satu kali dalam seminggu.

Pada Tabel di bawah ini dapat dilihat jumlah seluruh kunjungan yang dilayani di

Puskesmas Simpang Tiga ( Rawat jalan, Rawat Inap dan Pustu ) dengan kriteria kunjungan

Umum, Askes, Jamkesmas, Jamkesda dan Jampersal.

Tabel : 4.3 Data Kunjungan Pasien Di Puskesmas Simpang Tiga Tahun 2012

N

ONAMA KUNJUNGAN

JUMLAH KUNJUNGAN

UA JKM JKD JMP

L

TOTA

L

I PUSKESMAS INDUK

A. RAWAT JALAN

1. Tata Usaha 2,506 - - - - 2,506

2. Poli Umum 15,321 2,945 409 111 - 18,786

3. Poli Anak 4,155 11 - 2 - 4,168

4. Poli Gigi 3,579 561 75 2 - 4,217

Page 39: Laporan Mini Project Simpang Tiga

5. Poli Spesialis

- Spesialis Anak 365 5 - - - 370

- Spesialis Kandungan 934 29 16 - - 979

- Spesialis Paru 234 13 - - - 247

- Spesialis saraf 895 271 45 - - 1,211

6. Laboratorium 1,034 26 7 1 - 1,068

7. KIA 1,250 24 19 9 - 1,302

8. KB 317 16 26 - - 359

B. RAWAT INAP

1. IGD / P3K 6,660 507 95 17 8 7,287

2. Rawat Inap 156 17 24 16 17 230

II PUSTU 1,660 107 49 2 - 1,818

II

IPUSKEL 321

4 - - - 325

JUMLAH/STATUS 39,387 4,536 765 160 25 44,873

JUMLAH KUNJUNGAN

KESELURUHAN44,873

Ket : U = Umum

A = Askes

2 . Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak

Ibu mempunyai peran yang sangat besar dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan

anak. Gangguan kesehatan pada ibu hamil biasanya berpengaruh pada kesehatan janin dalam

kandungan hingga kelahiran dan masa pertumbuhan bayi serta anaknya.

a. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil

Pemeriksaan kesehatan ibu hamil oleh tenaga kesehatan selama masa kehamilan

mencakup timbang berat badan, ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, immunisasi TT,

pemberian tablet Fe ( minimal 90 tablet ), serta ukur tinggi fundus uteri, pemeriksaan

kesehatan ibu hamil selama kehamilan paling sedikit 4 (empat) kali pemeriksaan.

Page 40: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Cakupan pemeriksaan kesehatan ibu hamil oleh tenaga kesehatan meliputi (K1) dan (K4).

Pada tahun 2012 K1 mencapai 878 orang (96.1 %) dan cakupan K4 mencapai 832 (91.0

%) dibandingkan tahun 2011 K1 sebesar 939 orang ( 95.3 % ),K4 sebesar 889 (90.3%)

terjadi peningkatan dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu 1.001 orang ( 90,02 % ).

Tabel 28

[

1) Pemberian tablet tambah darah

Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) minimal sebanyak 90 tablet merupakan

upaya untuk meningkatkan kadar haemoglobin ibu hamil sehingga dapat

menghindari terjadinya anemia pada ibu hamil dan merupakan pencegahan

pendarahan pada saat melahirkan.

Cakupan ibu hamil yang dapat 90 tablet di Puskesmas simpang tiga pada tahun 2011

Fe1 939 orang ( 95,33 % ) , Fe3 889 orang ( 90,25 % ), sedangkan pada tahun

2012 Fe1 873 orang( 95,51 % ), Fe3 823 orang ( 90,04 %). Terjadi peningkatan dari

tahun 2011 ke tahun 2012. Tabel 30

2) Immunisasi tetanus Toxoid

Kasus Tetanus Neonatorum pada bayi dan ibu hamil dapat dicegah dengan

pemberian imunisasi TT Ibu hamil sebanyak 2 kali selama masa kehamilan.Cakupan

Imunisasi ibu hamil di Puskesmas Simpang Tiga tahun 2011 : TT1 98 ( 9.9 % ), TT2

86 ( 8.7% ) sedangkan untuk tahun 2012 TT1 114 ( 12.5 % ), TT2 94 (10.3 % ).

Walaupun cakupannya masih rendah tapi telah mengalami peningkatan dari tahun

sebelumnya.Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran ibu hamil sudah mulai meningkat

tentang pemberian imunisasi ibu hamil. Tabel 29

b. Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin

Persentase persalinan yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan ( Nakes ) di wilayah

kerja Puskesmas Simpang Tiga selama tahun 2011 adalah 801 persalinan (100%). Untuk

tahun 2012 persalinan oleh Nakes di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga adalah 743

persalinan (85.3%).Tabel 28

Page 41: Laporan Mini Project Simpang Tiga

c. Pelayanan Kesehatan Bayi dan Balita.

Upaya peningkatan pertumbuhan bayi dan balita serta penurunan angka kesakitan dan

kematian di Puskesmas Simpang Tiga dilakukan dengan tindakan preventif berupa

kunjungan Neonatus oleh tenaga kesehatan, pemberian vitamin A, penggunaan ASI

ekslusif dan pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI bagi bayi keluarga miskin).

1) Kunjungan Neonatus

Tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan kepada Neonatus ( bayi berumur

0 - 28 hari ) sebanyak 2 (dua) kali berupa tindakan pemeriksaan kesehatan,

perawatan tali pusat dan pemberian immunisasi bayi.

Cakupan kunjungan neonatus ( KN3 ) di Puskesmas Simpang Tiga tahun 2011

sebesar 902 bayi ( 88,8% ), sedangkan pada tahun 2012 sebesar 644 ( 86,7 % ) .

Terjadi penurunan kunjungan neonatus dari tahun 2011 ke tahun 2012. Tabel 36

2) Immunisasi Bayi

Persentase cakupan kelurahan UCI yang ada di wilayah kerja Puskesmas Simpang

Tiga 100% ( 1 kelurahan) . Cakupan immunisasi BCG pada tahun 2011 sebanyak

878 orang (95 % ) pada tahun 2012 persentasenya naik menjadi 763 orang

( 97 %), Imunisasi DPT3 pada tahun 2011 sebesar 857 orang ( 92,8 % ),

persentasenya naik menjadi 739 orang ( 94,3 % ) pada tahun 2012 dan immunisasi

campak pada tahun 2011 sebesar 836 orang (90,6% ) persentasenya naik pada tahun

2012 menjadi 721 orang ( 92,0 %.). Sedangkan jumlah kunjungan cakupan bayi yang

mendapat imunisasi naik dari tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa

kesadaran orang tua akan pentingnya imunisasi bagi bayi mereka sudah meningkat.

Tabel 39

3) Vitamin A Balita

Balita merupakan kelompok umur yang sensitive terhadap masalah kesehatan

gizi.Pemberian vitamin A merupakan salah satu usaha dalam mencegah penyakit

kebutaan, mendorong pertumbuhan dan meningkatkan daya tahan tubuh bayi dan

balita. Cakupan pemberian vitamin A balita tahun 2011 berjumlah 3,525 orang

( 95.45 % ), aik menjadi 3,025 orang ( 82 % ). Tabel 32

Page 42: Laporan Mini Project Simpang Tiga

4) Pemberian Makanan Pendamping ASI

Pada tahun 2012 yang bayi masyarakat miskin mendapatkan MP-ASI sebanyak

25 orang. Tabel 42

5) Penggunaan ASI Ekslusif

Pada tahun 2012 Jumlah bayi yang mendapat ASI Ekslusif di wilayah kerja

Puskesmas Simpang Tiga yaitu 197 (25.1%)

d. Pelayanan Kesehatan Anak Sekolah

Usaha Kesehatan Sekolah ( UKS ) dilakukan dengan penjaringan kesehatan anak sekolah

dan pemeriksaan kesehatan gigi dan mulut. Adapun jumlah Sekolah dasar/MI yang ada di

wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012 berjumlah 5 buah SD, dengan

jumlah murid sebanyak 3,382 murid, diperiksa kesehatannya sebanyak 1,907 orang

( 49,8% ).

Jumlah murid SD/MI diperiksa gigi dan mulut sebanyak 3,168 orang ( 83.8 % ),

yang perlu perawatan 182 orang dan yang mendapat perawatan 122 orang

( 67 % ). Tabel 53

e. Pelayanan Kesehatan Usila

Pada tahun 2012 pelayanan kesehatan Usila dari jumlah usila 1,477 orang, yang

mendapat pelayanan kesehatan 1,477 (100%).

f. Pelayanan Kesehatan Gigi

Pada tahun 2012 pelayanan kesehatan gigi mulut yang mendapat tumpatan gigi tetap

sebanyak 75 orang, pencabutan gigi tetap sebanyak 1,084 orang dengan rasio

tumpatan /pencabutan adalah 0.9

B. PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT MISKIN

Page 43: Laporan Mini Project Simpang Tiga

Adapun jumlah masyarakat miskin di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga tahun 2012

sebanyak 13,118 ( Jamkesmas 3,337 dan Jamkesda 9,741 )

Tabel : 4.5 Data Pelayanan Masyarakat Miskin Di Wilayah Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO Kunjungan Jamkesmas Jamkesda

1. Jlh. Dilayani 1,228 407

2. Jlh. Dirujuk 463 247

3. Jlh. Rawat Inap 24 16

E. DATA KESEHATAN MASYARAKAT PRIMER

10 Penyakit Terbesar Puskesmas Simpang Tiga

1. 10 Penyakit Terbesar Tidak Menular

Tabel : 3.4

10 Penyakit Terbesar Tidak Menular

Di Wilayah Kerja Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH

1 Hypertensi 1583

2 Diabetes Melitus 563

3 Kecelakaan Lalu Lintas 155

4 Atsma 148

5 PPOK 120

6 Epilepsi 109

7 Osteoartritis 101

Page 44: Laporan Mini Project Simpang Tiga

8 Rheumatik 83

9 Stroke 25

10 Hypotensi 13

2. 10 Penyakit Terbesar Puskesmas Simpang Tiga

Tabel : 3.5

10 Penyakit Terbesar

Di Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH

1 ISPA 10.005

2 Hypertensi 1,583

3 P. Pulpa & Jaringan Periapikal 1,428

4 Dyspepsia 1,348

5 Otitis Media Akut 1,231

6 Infeksi Kulit 963

7 P. Gusi 728

8 Artritis 666

9 Diare 623

10 Diabetes Melitus 563

Page 45: Laporan Mini Project Simpang Tiga

3. 10 Penyakit Terbesar Ruang Rawat Inap

Tabel : 3.3

10 Penyakit Terbesar

Rawat Inap Puskesmas Simpang Tiga

Tahun 2012

NO JENIS PENYAKIT JUMLAH

1 Typoid 75

2 Diare 32

3 Dyspepsia 29

4 DBD 18

5 Gastritis 14

6 Hyperemesis 13

7 Anorexia 7

8 Vertigo 5

9 Infeksi Saluran Kemih 4

10 Anemia 2

Karena keterbatasan waktu, maka tidak dapat dilakukan follow up kembali terhadap perilaku

hidup pasien setelah dilakukan intervensi.

Page 46: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB V

DISKUSI

Berdasarkan hasil Screening yang dilakukan di RW 5 ditemukan suspek TB Paru

sebanyak 5 orang yang memenuhi kriteria kuisioner (0,7%). Adapun penemuan jumlah suspek

masih menemui beberapa kendala yang menyebabkan screening tidak maksimal. Dinilai dari

pendeknya waktu screening yaitu 5 minggu serta tenaga kesehatan yang berkecimpung langsung

dengan program ini masih sangat minim serta promosi aktif berupa penyuluhan tentang TB Paru

sendiri masih belum maksimal dilakukan. Kendala lain yang ditemukan pada saat screening

dilakukan adalah sebagian masyarakat enggan untuk mengisi kuisioner atau diwawancarai

sehingga screening tidak dapat dilakukan secara menyeluruh. Kami juga menemukan bahwa

warga yang diduga (suspek TB) enggan memeriksakan diri ke Puskesmas karena faktor sosial.

Tingkat pengetahuan dan kepedulian masyarakat mengenai TB yang masih rendah juga menjadi

kendala untuk dilakukan screening TB ini.

Dalam buku Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dipaparkan bahwa

penemuan pasien merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB.

Penemuan dan penyembuhan pasien TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan

kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus merupakan

kegiatan pencehagan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Adapun strategi penemuan pasien TB dapat dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan/screening tersangka pasien dilakukan di unit pelayanan kesehatan; didukung dengan

penyuluhan secara aktif, baik oleh petugas kesehatan maupun masyarakat, untuk meningkatkan

cakupan penemuan tersangka pasien TB. Langkah selanjutnya berupa pemeriksaan terhadap

Page 47: Laporan Mini Project Simpang Tiga

kontak pasien TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada keluarga anak yang menderita

TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

Oleh karena itu Screening secara berkesinambungan di harapkan dapat membantu

meningkatkan angka penjaringan suspek TB Paru walaupun screening TB secara aktif dari

rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif. Pilihan lain berupa penyuluhan kepada masyarakat

diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan kesadaran tentang penyakit TB Paru.

Pendataan secara lengkap juga diharapkan agar dapat meningkatkan angka cakupan penderita TB

Paru serta pelatihan kader-kader untuk penjaringan TB Paru diharapkan dapat membantu

meningkatkan kinerja program TB Paru.

Page 48: Laporan Mini Project Simpang Tiga

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN:

1. Hasil screening TB Paru di RT I,II, DAN III di RW V sebesar 0.7%

2. Kasus TB paru yang ditemukan di puskesmas simpang tiga kebanyakan berasal dari luar

wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.

3. Kesadaran masyarakat tentang Perilaku Hidup Sehat di wilayah tempat dilakukan

intervensi masih kurang.

4. Pengetahuan masyarakat di wilayah tempat dilakukannya intervensi mengenai gejala TB

paru, penularana, pengobatan serta komplikasinya masih kurang.

5. Petugas kesehatan dan kader yg berperan aktif dalam program penanggulangan TB masih

minim.

SARAN

1. Mengingat kasus TB paru yang ditemukan pada data kunjungan di Puskesmas Simpang

Tiga ternyata lebih banyak berasal dari luar wilayah kerja Puskesmas, maka perlu

dilakukan pendataan lebih rinci terhadap masyarakat yang menderita TB Paru di wilayah

kerja Puskesmas Simpang Tiga

Page 49: Laporan Mini Project Simpang Tiga

2. Untuk mengurangi angka penularan penyakit dan angka kesakitan TB paru, perlu

dilakukan edukasi yang lebih sering kepada masyarakat dan juga perlu dilakukan

sintervensi disetiap RT RW diwilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.

3. Ketersediaan tenaga kesehatan dan kader yang terlatih serta berperan aktif dalam

program penanggulangan TB diharapkan dapat membantu meningkatkan kinerja program

penganggulangan TB di wilayah kerja Puskesmas Simpang Tiga.