25
SISTEM NEUROPSIKIATRI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN LAPORAN MODUL I LEMAH SEPARUH BADAN KELOMPOK B3 BENHARDY RAMBU T (C11105055) A. MEGAWATY KUBA (C11106215) SAFNIZAL (C11108111) RYAN KANZUL ARASY (C11108128) ASTRI AMELIA GOZAL (C11108146) ANDI EMIRAL AMAL (C11108162) AKHMAD TAUFIQ (C11108182) A. AIDELA PARAS M. F. (C11108201) MAHAFENDY SURYA T. (C11108222) SITI HARDIYANTY L. N. (C11108255) FIRDAUS FABRICE H. (C11108272) TRY ENOS OKTAFIAN R. (C11108288) AGIL RUMBOKO SUMITRO (C11108305) HANAFI IDRIS (C11108321) SURYANI SUDIRMAN (C11108337) WINARSI (C11108353)

Laporan Modul I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

mengamuk

Citation preview

SISTEM NEUROPSIKIATRI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDINLAPORAN MODUL I

LEMAH SEPARUH BADAN

KELOMPOK B3

BENHARDY RAMBU T

(C11105055)

A. MEGAWATY KUBA

(C11106215)

SAFNIZAL

(C11108111)

RYAN KANZUL ARASY

(C11108128)ASTRI AMELIA GOZAL

(C11108146)

ANDI EMIRAL AMAL

(C11108162)

AKHMAD TAUFIQ

(C11108182)

A. AIDELA PARAS M. F.

(C11108201)

MAHAFENDY SURYA T.

(C11108222)

SITI HARDIYANTY L. N.

(C11108255)

FIRDAUS FABRICE H.

(C11108272)

TRY ENOS OKTAFIAN R.

(C11108288)

AGIL RUMBOKO SUMITRO(C11108305)

HANAFI IDRIS

(C11108321)

SURYANI SUDIRMAN

(C11108337)

WINARSI

(C11108353)FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2009

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karunianya penulis dapat menyelesaikan laporan ini. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada pembaca tentang hemiparese.

Makalah ini berisi beberapa informasi tentang hemiparese yang kami harapkan dapat memberikan informasi kepada para pembaca. Makalah ini dibuat berdasarkan hasil diskusi kelompok kami atas skenario yang diberikan.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhoi segala usaha kita. Amin.

Makassar, 1 November 2009

Penulis

Kelompok B3

BAB IPENDAHULUANA. Modul IModul yang diberikan kepada kami membahas tentang sistem neuropsikiatri, dan untuk kelompok kami, diberikan kasus Lemah Separuh Badan, yaitu Skenario 3.B. Sasaran PembelajaranAdapun sasaran pembelajaran dari modul Lemah Separuh Badan yang diberikan, adalah:

Diskusi Kelompok yang diarahkan oleh tutor

Diskusi kelompok mandiri tanpa tutor

Konsultasi pada para narasumber yang ahli (pakar) pada permasalahan dimaksud untuk memperoleh pengertian yang lebih mendalam

Kuliah khusus dalam kelas

Aktivitas pembelajaran individual di perpustakaan dengan menggunakan buku ajar,majalah, slide, tape atau video, dan internet

Latihan pada laboratorium Keterampilan Klinik : pemeriksaan neurologis

Praktikum di Laboratorium Anatomi, Histologi, Patologi Anatomi, Patologi Klinik

C. Tujuan PembelajaranSetelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapkan dapat menjelaskan tentang berbagai penyebab kelemahan separuh badan, patomekanisme terjadinya masing-masing, gambaran klinik masing-masing, pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan, menyimpulkandiagnosis, dan menjelaskan penatalaksanaannya.D. SkenarioSeorang gadis berumur 15 tahun menemui dokter keluarganya karena merasakan lemah pada lengan dan tungkainya, setelah mengalami demam kurang lebih 2 minggu. Ia juga merasa nyeri pada kepala bagian belakang. Tidak ada riwayat cedera kepala, hanya diketahui bahwa sebelumnya gadis remaja ini pernah ke dokter gigi karena sakit gigi.E. Kata/Frase KunciBerdasarkan skenario yang diberikan, maka kata/frase kunci yang ditemukan, antara lain:

Gadis, 15 tahun

Lemah pada lengan dan tungkainya

Riwayat demam ( 2 minggu)

Nyeri kepala belakang

Tidak ada riwayat trauma capitis

Riwayat sakit gigi

F. Pertanyaan Anatomi sistem saraf yang terkait Patomekanisme lemah separuh badan

Patomekanisme nyeri kepala belakang

Hubungan riwayat sakit gigi dengan keluhan pasien

Patomekanisme demam dengan keluhan yang dirasakan

Differential Diagnosis (DD)

Pemeriksaan penunjang

Penatalaksanaan

Prognosis

BAB IIPEMBAHASANA. Anatomi Sistem Saraf yang Terkait

Traktus kortikospinalis berada didalam korteks motorik dan berjalan melewati corona radiate, bagian posterior limb dari kapsula intrerna, central portion dari crus cerebri, pons dan dasar dari medulla.-Traktus kortikospinalis dikenal juga dengan nama sebagai traktus pyramidalis, dan merupakan traktus decendens yang paling besar dan paling penting pada manusia. Dalam hal ini perlu dibedakan dengan pengertian dari system pyramidale. System piramidale merupakan suatu susunan serat-serat decendens yang mengantarkan impuls-impuls motorik langsung dari korteks cerebri ke bagian nuclei motorik didalam batang otak dan medulla spinalis. Serat-serat pyramidal yang berakhir dibatang otak dikenal sebagai traktus kortikobulbaris atau corticonuklearis, sedangkan yang berakhir didalam medulla spinlis dikenal sebagai tractus corticispinalis. Traktus kortikospinalis terdiri atas axon-axon yang berasal dari sel-sel neuron didalam cortex cerebri. Serabut traktus kortikospinal timbul sebagai akson sel-sel piramidal yang terletak dalam kelima cortex serebri. Sekitar sepertiga dari serabut yang berasal dari cortex motorik (area 4), sepertiga kortex motorik sekunder (area 6), sepertiga dari lobus parietalis (area area 3,1,2) sehingga dua pertiga timbul dari gyrus precentralis. Serta sepertiga timbul dari gyrus postcentralis.Perjalanan traktus kortikospinalis dari cranial kea rah caudal: serabut descenden berkonvergensi pada corona radiate dan melintas melalui ekstremitas posterior capsula interna. Kemudian berlanjut melalui tigaperlima bagian tengah basis pedinculi otak tengah. Pada saat memasuki pons, traktus terbagi-bagi oleh serabut pontocerebellar transversal. Dalam medulla oblongata, dikelompokkan secara bersama di sepanjang batas anterior untuk membentuk traktus piramidalis.Pada sambungan medulla oblongata dan medulla spinalis, sebagian besar serabut menyilang garis tengah pada decussatio pyramidum dan memasuki columna alba anterior dari medulla spinalis untuk membentuk traktus kortikospinalis lateral. Serabut selebihnya tidak menyilang dalam decussatio, tetapi turun dalam columna alba medulla spinalis sebagai traktus kortikospinalis anterior. Traktus kortikospinalis turun sepanjang medulla spinalis, serabutnya berakhir pada columna grisea anterior semua segmen-segmen medulla spinalis. Sebagian besar serabut kortikospinal bersinaps dengan neuron internunsial, yang ada pada gilirannya bersinaps dengan neuron motorik alpa dan beberapa neuron motorik.

Pemotongan traktus piramidalis menghilangkan pengiriman semua rangsangan gerakan volunteer dari korteks motorik ke sel kornu anterior. Sehingga menyebabkan paralisis otot yang dipersarafi sel-sel tersebut. Lesi dari traktus piramidalis adalah hilangnya gerakan volunteer yang paling halus. Pada kerusakan traktus piramidalis akan menghambat semua impuls volunteer sepanjang perjalanannya dari korteks serebri , turun ke motor neuron masing-masing pada cornu anterior.B. Patomekanisme lemah separuh badan

Hemiparesis umumnya disebabkan oleh lesi pada traktus kortikospinalis, yang menjalar turun dari kortikal neuron di lobus frontal ke motor neuron di medula spinalis dan bertanggung jawab terhadap pergerakan otot-otot badan dan tungkai.Dalam perjalanannya, traktus melewati beberapa bagian dari batang otak, yaitu mesencephalon, pons, dan medulla oblongata. Traktus menyilang ke sisi berlawanan pada ujung medulla (membentuk struktur anatomi yang dinamakan piramid) dan terus berjalan pada sisi berlawanan itu sampai bertemu kontralateral motor neuron. Sehingga, satu sisi otak mengontrol pergerakan otot pada sisi berlawanan dari tubuh, serta kerusakan pada traktus kortikospinalis kanan pada batang otak atau otak akan menyebabkan hemiparesis pada sisi kiri tubuh, dan sebaliknya. Di luar itu, lesi traktus pada medulla spinalis menyebabkan hemiparesis pada sisi yang sama dari tubuh. Otot-otot wajah pun diatur traktus yang sama. Traktus tersebut mengaktifkan fasial nuklei dan nervus fasial yang muncul mengaktifkan otot-otot fasial ketika ada kontraksi. Karena fasial nuklei terletak di pons, lesi dari traktus pada pons menyebabkan hemiparesis pada sisi tubuh yang berlawanan dan paresis pada sisi sama pada wajah. Ini dinamakan crossed hemiparesis. Jika wajah pasien tidak termasuk, hampir dipastikan bahwa lesi pada traktus terdapat di bagian bawah dari batang otak atau medula spinalis. Karena medula spinalis merupakan strukturyang kecil, sangat aneh jika hanya satu sisi saja yang terkena lesi dan umumnya memang kedua traktus terpengaruh. Oleh karena itu, lesi pada medula spinalis biasanya ditandai dengan paralisis pada kedua lengan dan kaki (quadriparesis) atau kedua kaki (paraparesis).C. Patomekanisme nyeri kepala belakang

Nyeri kepala timbul karena perangsangan terhadap bangunan-bangunan di daerah kepala dan leher yang peka terhadap nyeri.

Bangunan-bangunan ekstrakranial yang peka terhadap nyeri adalah

kulit kepala,

periosteum,

otot-otot (m.frontalis, m.temporalis, m.oksipitalis),

saraf-saraf (n.frontalis, n.aurikulotemporalis, n.oksipitalis mayor, n.oksipitalis minor), dan

pembuluh-pembuluh darah (a.frontalis, a.temporalis superfisialis, a.oksipitalis).

Bangunan-bangunan intrakranial yang peka terhadap nyeri adalah: meninges (terutama sepanjang arteri-arteri meningeal yang besar dan arteri-arteri besarpada dasar otak,sekitar sinus-sinus venosus, di basis crania, dan di tentorium cerebelli), bagian proksimal atau basal arteri-arteri serebri,

vena-vena otak di sekitar sinus-sinus, dan

saraf-saraf (n.trigeminus, n.fasialis, n.glossofaringeus, n.vagus, radiks-radiks servikal dua, tiga, dan cabang-cabangnya).

Sedangkan bangunan-bangunan yang tidak peka terhadap nyeri adalah:

parenkim otak,

ependim ventrikel,

plexus choroideus,

sebagian besar meninges yang meliputi konveksitas otak, dan

os cranii.

Bangunan-bangunan intracranial yang letaknya supratentorial dilayani oleh n.trigeminus terutama cabang n.opthalmicus (N.V1), sedangkan yang letaknya infratentorial dilayani oleh tiga radiks pertama servikal (C1, C2, C3), n.fasialis, n.glossofaringeus, dan n.vagus.Perangsangan bangunan-bangunan ekstrakranial akan dirasakan pada umumnya sebagai nyeri pada daerah yang terangsang. Nyeri kepala sebagai akibat perangsangan bangunan intracranial akan diproyeksikan ke permukaan dan dirasakan di daerah distribusi saraf yang bersangkutan. Perangsangan bangunan supratentorial akan dirasakan sebagai nyeri di daerah frontal, di dalam, atau di belakang bola mata, dan di daerah temporal bawah. Sedangkan perangsangan bangunan-bangunan infratentorial dan fossa posterior akan dirasakan di daerah retroaurikuler dan oksipitonukhal. Nyeri kepala biasanya timbul karena adanya lesi hemispherium sehingga terjadi penumpukan darah dalam otak. Volume intrakranial meningkat. Sementara itu, os cranium tidak lagi elastis dan mengakibatkan tekanan intrakranial meningkat. Hal inilah yang menyebabkan nyeri kepala. Dan adanya nyeri kepala pada bagian belakang menunjukkan adanya perangsangan bangunan-bangunan infratentorial.D. Hubungan riwayat sakit gigi dengan keluhan pasien

Kemajuan dalam klasifikasi dan identifikasi kuman bakteri rongga mulut dan bidang imunologi, semakin meyakinkan adanya peran penting infeksi gigi terhadap berbagai penyakit. Juga menjadi semakin jelas bahwa gigi dan rongga mulut dapat menjadi tempat asal bagi desiminasi mikroorganisme penyebab penyakit ke bagian tubuh lain.

Sejumlah studi epidemiologis mengusulkan bahwa infeksi rongga mulut, khususnya radang gusi (gingivitis) dan jaringan pendukung gigi(periodontitis) merupakan suatu faktor risiko bagi penyakit.

Jumlah bakteri di rongga mulut mencapai ratusan juta. Xiajing Li dkk (2000) mencatat lebih dari 1011 bakteri dalam setiap miligram plak gigi. Plak adalah semacam lendir yang senantiasa menempel pada permukaan gigi. Memang tidak semua bakteri rongga mulut membahayakan. Sebagian besar justru dibutuhkan sebagai flora normal mulut. Bakteri yang potensial menimbulkan penyakit gigi, dan banyak pula dijumpai pada penyakit sistemik yaitu golongan bakteri anaerob gram negatif. Antara lain, P. Gingivalis, B. Intermedius, dan A. Actinomycetemcommitans. Bakteri-bakteri ini dominan pada radang gusi dan radang sekitar ujung akar gigi sampai terjadi bengkak bernanah abses..Bakteri rongga mulut dapat menyebar melalui aliran darah, disebut bakteriemia. Yang menyebar bisa bakteri itu sendiri maupun racun yang dihasilkannya (endotoxin/exotoxin).

Beberapa penelitian mengenai bakteriemia ini layak disimak. Bakteriemia diamati pada 100% pasien setelah cabut gigi, 70% setelah pembersihan karang gigi, pada 55% setelah pembedahan gigi geraham bungsu, 20% setelah perawatan akar gigi, dan 55% setelah operasi amandel.

Penelitian melibatkan 735 anak-anak yang menjalani perawatan gigi busuk, menemukan 9% anak-anak mengalami bakteriemia. Penelitian lain menunjukkan penyebaran bakteri setelah perawatan akar gigi. Dan, kurang dari 1 menit setelah prosedur rongga mulut, kuman dari gigi yang terinfeksi telah mencapai jantung, paru, dan sistem kapiler darah tepi.

Pada kondisi kesehatan mulut normal, hanya sejumlah kecil bakteri fakultatif dan tidak membahayakan masuk ke dalam aliran darah. Namun, pada kondisi kebersihan mulut jelek, jumlah bakteri pada permukaan gigi meningkat 2-10 kali lipat. Sehingga peluang terjadinya bakteriemia juga lebih besar. Kecuali lewat bakteriemia, adanya rangkaian reaksi imunologis yang dipicu oleh infeksi di rongga mulut, merupakan penjelasan lain mengapa problem gigi dapat merambat ke penyakit-penyakit serius sampai berujung kematian.

Gigi dan gusi sebetulnya tidak melekat erat, melainkan ada celah sekitar 2 mm disebut kantung gusi (sulcus gingiva). Daerah inilah yang paling rentan terjadi infeksi bakteri dan peradangan, sehingga timbul penyakit periodontal. Tanda-tandanya: gusi memerah, bengkak, mudah berdarah, mungkin disertai kegoyahan gigi.Fokal infeksi adalah infeksi lokal pada anggota tubuh yang dapat menyebabkan infeksi atau kumpulan gejala sakit pada anggota tubuh lain. Gigi yang sudah terinfeksi dapat menjadi fokal infeksi bagi anggota tubuh lain melalui sirkulasi darah, berdampak pada sistem rangka, dan sistem saraf. Kondisi ini disebabkan penyebaran mikroorganisme dan toxin dari gigi yang terinfeksi, akar gigi, jaringan penyangga gigi, dan amandel. Yang perlu diingat adalah bahwa penyakit-penyakit ini terjadi karena mikroorganisme atau toxin (racun) yang berasal dari gigi yang tersebar melalui pembuluh darah dan berakibat pada sistem rangka dan persarafan.E. Patomekanisme demam dengan keluhan yang dirasakan

Demam adalah keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu tubuh normal. Demam adalah istilah umum, dan beberapa istilah lain yang sering digunakan adalah pireksia atau febris. Apabila suhu tubuh sangat tinggi (mencapai sekitar 40C), demam disebut hipertermi.

Demam dapat disebabkan gangguan otak atau akibat bahan toksik yang mempengaruhi pusat pengaturan suhu. Zat yang dapat menyebabkan efek perangsangan terhadap pusat pengaturan suhu sehingga menyebabkan demam disebut pirogen. Zat pirogen ini dapat berupa protein, pecahan protein, dan zat lain, terutama toksin polisakarida, yang dilepas oleh bakteri toksik atau pirogen yang dihasilkan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit.

Mekanisme demam dimulai dengan timbulnya reaksi tubuh terhadap pirogen.Pada mekanisme ini, bakteri atau pecahan jaringan akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan, dan limfosit pembunuh bergranula besar. Seluruh sel ini selanjutnya mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1 ke dalam cairan tubuh, yang disebut juga zat pirogen leukosit atau pirogen endogen. Interleukin-1 ketika sampai di hipotalamus akan menimbulkan demam dengan cara meningkatkan temperature tubuh dalam waktu 8 10 menit. Interleukin-1 juga menginduksi pembentukan prostaglandin, terutama prostaglandin E2, atau zat yang mirip dengan zat ini, yang selanjutnya bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam.

Pada saat terjadi demam, gejala klinis yang timbul bervariasi tergantung pada fase demam, meliputi fase awal, proses, dan fase pemulihan (defesvescence). Tanda-tanda ini muncul sebagai hasil perubahan pada titik tetap dalam mekanisme pengaturan suhu tubuh.ada mekanisme tubuh alamiah, demam yang terjadi dalam diri manusia bermanfaat sebagai proses imun. Pada proses ini, terjadi pelepasan interleukin-1 yang akan mengaktifkan sel T. suhu tinggi ( demam ) juga berfungsi meningkatkan keaktifan ( kerja ) sel T dan B terhadap organisme pathogen. Namun konsekuensi demam secara umum timbul segera setelah pembangkitan demam (peningkatan suhu). Perubahan anatomis kulit dan metabolisme menimbulkan konsekuensi berupa gangguan keseimbangan cairan tubuh, peningkatan metabolisme, juga peningkatan kadar sisa metabolisme. Selain itu, pada keadaan tertentu demam dapat mengaktifkan kejang.F. Differential Diagnosis (DD)

Skenario yang diberikan memberikan gejala-gejala yang mengarah ke beberapa penyakit (Differential Diagnosis), yaitu:

1. Tumor Cerebri

DefinisiTumor Cerebri Benigna adalah pertumbuhan jaringan abnormal di dalam otak, tetapi tidak ganas. Tumor Cerebri Maligna adalah kanker di dalam otak yang berpotensi menyusup dan menghancurkan jaringan di sebelahnya atau yang telah menyebar (metastase) ke otak dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah. Patofisiologi

Tumor disebabkan oleh mutasi DNA di dalam sel. Akumulasi dari mutasi-mutasi tersebut menyebabkan munculnya tumor. Sebenarnya sel kita memiliki mekanisme perbaikan DNA (DNA repair) dan mekanisme lainnya yang menyebabkan sel merusak dirinya dengan apoptosis jika kerusakan DNA sudah terlalu berat. Apoptosis adalah proses aktif kematian sel yang ditandai dengan pembelahan DNA kromosom, kondensasi kromatin, serta fragmentasi nukleus dan sel itu sendiri. Mutasi yang menekan gen untuk mekanisme tersebut biasanya dapat memicu terjadinya kanker. Gejala Klinis

Baik pada tumor jinak maupun ganas, gejalanya timbul jika jaringan otak mengalami kerusakan atau otak mendapat penekanan. Jika tumor otak merupakan penyebaran dari tumor lain, maka akan timbul gejala yang berhubungan dengan kanker asalnya. Misalnya batu berlendir dan berdarah terjadi pada kanker paru-paru, benjolan di payudara bisa terjadi pada kanker payudara. Gejala dari tumor otak tergantung kepada ukuran, kecepatan pertumbuhan dan lokasinya. Tumor di beberapa bagian otak bisa tumbuh sampai mencapai ukuran yang cukup besar sebelum timbulnya gejala; sedangkan pada bagian otak lainnya, tumor yang berukuran kecilpun bisa menimbulkan efek yang fatal. Gejala awal dari tumor otak seringkali berupa sakit kepala. Sakit kepala karena tumor sering kambuh atau dirasakan terus menerus, hebat, bisa terjadi pada seseorang yang sebelumnya tidak pernah mengalami sakit kepala, terjadi pada malam hari dan tetap ada sampai terbangun. Gejala awal lainnya yang sering ditemukan adalah gangguan keseimbangan dan koordinasi, pusing dan penglihatan ganda. Gejala lanjut bisa berupa mual dan muntah, demam yang hilang-timbul serta denyut nadi dan laju pernafasan yang abnormal cepat atau lambat. Sebelum akhirnya meninggal, terjadi fluktuasi hebat dari tekanan darah. Beberapa tumor otak menyebabkan kejang. Kejang lebih sering terjadi pada tumor otak jinak, meningioma dan kanker yang pertumbuhannya lambat. Tumor bisa menyebabkan lengan atau tungkai pada salah satu sisi tubuh menjadi lemah atau lumpuh dan bisa mempengaruhi kemampuan untuk merasakan panas, dingin, tekanan, sentuhan ringan atau benda tajam. Tumor juga bisa mempengaruhi pendengaran, penglihatan dan penciuman. Penekanan pada otak bisa menyebabkan perubahan kepribadian dan menyebabkan penderita merasa mengantuk, linglung dan tidak mampu berfikir. Gejala ini sangat serius dan memerlukan penanganan medis segera.2. Abses Cerebri Definisi

Abses otak adalah kumpulan nanah yang terbungkus oleh suatu kapsul dalam jaringan otak yang disebabkan karena infeksi bakteri atau jamur. Etiologi

Abses otak biasanya akibat komplikasi dari suatu infeksi, trauma atau tindak pembedahan. Keadaan-keadaan ini jarang terjadi, namun demikian insidens terjadinya abses otak sangat tinggi pada penderita yang mengalami gangguan kekebalan tubuh (seperti penderita HIV positif atau orang yang menerima transplantasi organ).Berbagai mikroorganisme dapat ditemukan pada AO, yaitu bakteri, jamur dan parasit. Bakteri yang tersering adalah Staphylococcus aureus, Streptococcus anaerob, Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus alpha hemolyticus, E. coli dan Baeteroides,Abses oleh Staphylococcus biasanya berkembang dari perjalanan otitis media atau fraktur kranii. Bila infeksi berasal dari sinus paranasalis penyebabnya adalah Streptococcus aerob dan anaerob, Staphylococcus dan Haemophilus influenzae. Abses oleh Streptococcus dan Pneumococcus sering merupakan komplikasi infeksi paru. Abses pada penderita jantung bawaan sianotik umumnya oleh Streptococcus anaerob.Jamur penyebab AO antara lain Nocardia asteroides, Cladosporium trichoides dan spesies Candida dan Aspergillus. Walaupun jarang, Entamuba histolitica, suatu parasit amuba usus dapat menimbulkan AO secara hematogen.Kira-kira 620% AO disebabkan oleh flora campuran, kurang lebih 25% AO adalah kriptogenik (tidak diketahui sebabnya). Patofisiologi

Infeksi otak awalnya berasal dari penyebaran langsung bibit penyakit dari sumber infeksi di daerah lain yang berdekatan dengan otak (seperti infeksi pada telinga tengah, infeksi sinus, abses pada gigi) atau melalui peredaran darah yang berasal dari sumber infeksi di seluruh tubuh. Masuknya kuman penyakit ke dalam jaringan otak dapat terjadi secara langsung akibat trauma lesakkan (misalnya peluru yang menembuk otak) sehingga terjadi pembentukkan abses. Abses otak juga dapat disebabkan karena tindakan pembedahan pada otak dan trauma di daerah wajah.Pada tahap awal AC terjadi reaksi radang yang difus pada jaringan otak dengan infiltrasi lekosit disertai udem, perlunakan dan kongesti jaringan otak, kadang kadang disertai bintik perdarahan. Setelah beberapa hari sampai beberapa minggu terjadi nekrosis dan pencairan pada pusat lesi sehingga membentuk suatu rongga abses. Astroglia, fibroblas dan makrofag mengelilingi jaringan yang nekrotik. Mula-mula abses tidak berbatas tegas tetapi lama kelamaan dengan fibrosis yang progresif terbentuk kapsul dengan dinding yang konsentris. Tebal kapsul antara beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter. Beberapa ahli membagi perubahan patologi AO dalam 4

stadium yaitu :

1) stadium serebritis dini

2) stadium serebritis lanjut

3) stadium pembentukan kapsul dini

4) stadium pembentukan kapsul lanjut.

Abses dalam kapsul substansia alba dapat makin membesar dan meluas ke arah ventrikel sehingga bila terjadi ruptur, dapat menimbulkan meningitis. Infeksi jaringan fasial, selulitis orbita, sinusitis etmoidalis, amputasi meningoensefalokel nasal dan abses apikal dental dapat menyebabkan AC yang berlokasi pada lobus frontalis. Otitis media, mastoiditis terutama menyebabkan AC lobus temporalis dan serebelum, sedang abses lobus parietalis biasanya terjadi secara hematogen Gejala Klinis

Gejala yang timbul bervariasi dari seorang dengan yang lain, tergantung pada ukuran dan lokasi abses pada otak. Lebih dari 75% penderita mengeluh sakit kepala dan merupakan gejala utama yang paling sering dikeluhkan. Sakit kepala yang dirasakan terpusat pada daerah abses dan rasa sakit semakin hebat dan parah. Aspirin atau obat lainnya tidak akan menolong menyembuhkan sakit kepala tersebut. Kuranglebih separuh dari penderita mengalami demam tetapi tidak tinggi. Gejala-gejala lainnya adalah mual dan mintah, kaku kuduk, kejang, gangguan kepribadian dan kelemahan otot pada salah satu sisi bagian tubuh. 3. Neuralgia Trigeminus

Definisi

Serangan nyeri wajah yang sifatnya tajam membakar dan menusuk-nusuk. Serangan nyeri terjadi secara tiba-tiba, singkat dan kemudian menghilang secara tiba-tiba pula, serta terjadi berulang-ulang pada distribusi satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Tidak ada defisit motorik atau sensorik. Serangan nyeri dapat dicetuskan oleh perangsangan ringan pada daerah picu (trigger zone) di daerah nyeri, misalnya sewaktu mengunyah makanan, gosok gigi, menguap, menelan, mencukur kumis atau jenggot, mengusap wajah, dll. Patofisiologi

Neuralgia trigeminus adalah nyeri neuropatik prototipe, yang berarti bahwa rasa sakit mekanisme sendiri berubah. Bukti kecil maupun besar kerusakan serat hadir, seperti yang disarankan oleh getaran potensi untuk memicu serangan. Demyelination saraf, primer atau sekunder, mengarah pada pemecatan yang tidak terkendali unmyelinated kecil serabut saraf trigeminus. Ini terjadi, sebagian, karena kurangnya input inhibisi dari myelinated besar serabut saraf. Namun, fitur juga menyarankan sebagian mekanisme sentral (misalnya, penundaan antara rangsangan dan rasa sakit, periode refraktori). Kelainan pusat masih kurang dipahami. Gejala Klinis

Serangan nyeri pada wajah yang sifatnya tajam membakar dan menusuk-nusuk. Serangan nyeri terjadi secara tiba-tiba, singkat dan kemudian menghilang secara tiba-tiba pula, serta terjadi berulang-ulang pada distribusi satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Tidak ada defisit motorik atau sensorik. Serangan nyeri dapat dicetuskan oleh perangsangan ringan pada daerah picu (trigger zone) di daerah nyeri, misalnya ketika mengunyah makanan, gosok gigi, menguap, menelan, mencukur kumis atau jenggot, mengusap wajah, dan lain-lain.TABEL 1. PERBANDINGAN DIFFERENTIAL DIAGNOSIS (DD) BERDASARKAN GEJALADD

KATA KUNCITumor CerebriAbses CerebriNeuralgia Trigeminus

Gadis, 15 tahun+++

Lemah pada lengan dan tungkainya++-

Riwayat demam ( 2 minggu) -+-

Nyeri kepala belakang++-

Tidak ada riwayat trauma capitis+++

Riwayat sakit gigi-++

Berdasarkan gejala pada skenario dan pembahasan sebelumnya, maka kami dapat menyimpulkan bahwa diagnosis penyakit pasien adalah Abses Cerebri.G. Pemeriksaan penunjang

Sebelum menegakkan diagnosis, diperlukan beberapa pemeriksaan, diantaranya:

Pemeriksaan terbaik untuk menemukan abses otak adalah CT scan atau MRI. Biopsi dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan tumor atau stroke dan untuk menentukan organisme penyebab terjadinya abses. Pada pemeriksaan fisik, didapatkan kaku kuduk, kejang, kelumpuhan sebelah badan, serta tanda-tanda peningkatan tekanan dalam kepala.

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan peningkatan sel darah putih dan peningkatan laju endap darah (LED). Pemeriksaan cairan serebrospinal pada umumnya memperlihatkan gambaran yang normal. Bisa didapatkan kadar protein yang sedikit meninggi dan sedikit pleositosis, glukosa dalam batas normal atau sedikit berkurang, kecuali bila terjadi perforasi dalam ruangan ventrikel

abses. Pada pemeriksaan foto polos kepala, tampak bayangan dengan kepadatan rendah, terutama di pusat bayangan, dan terlihat cincin yang menggambarkan kapsel abses. Foto polos kepala memperlihatkan tanda peninggian tekanan intrakranial, dapat pula menunjukkan adanya fokus infeksi ekstraserebral; tetapi dengan pemeriksaan ini tidak dapat diidentifikasi adanya Pemeriksaan EEG terutama penting untuk mengetahui lokalisasi abses dalam hemisfer. EEG memperlihatkan perlambatan fokal yaitu gelombang lambat delta dengan frekuensi 13 siklus/detik pada lokasi abses.H. PenatalaksanaanKebanyakan abses otak berhubungan dengan higiene mulut yang buruk, infeksi sinus yang kompleks atau gangguan sistem kekebalan tubuh. Oleh karena itu, pencegahan yang terbaik adalah menjaga dan membersihkan rongga mulut dan gigi dengan baik serta secara teratur mengunjungi dokter gigi. Infeksi sinus diobati dengan dekongestan dan antibiotika yang tepat. Infeksi HIV dicegah dengan tidak melakukan hubungan seks yang tidak aman. Ada 2 pendekatan yang dilakukan dalam terapi abses otak, yaitu :

1. Antibiotika untuk mengobati infeksi Faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan pemberian antibiotik, sebagai berikut: Bila gejala klinik belum berlangsung lama (kurang dan 1 minggu) atau kapsul belum terbentuk. Sifat-sifat abses:

a. Abses yang lokasinya jauh dalam jaringan otak merupakan kontraindikasi operasib. Besar absesc. Soliter atau multipel; pada abses multipel dilakukan operasiPemilihan antibiotik didasarkan hasil pemeriksaan bakteriologik dan sensitivitas. Sebelum ada hasil pemeriksaan bakteriologik dapat diberikan antibiotik secana polifragmasi ampisilin/penisilin dan kloramfenikol. Jika diketahui infeksi yang terjadi disebabkan oleh bakteri yang spesifik, maka diberikan antibiotika yang sensitif terhadap bakteri tersebut, paling tidak antibiotika berspektrum luas untuk membunuh lebih banyak kuman penyakit. Paling sedikit antibiotika yang diberikan selama 6 hingga 8 minggu untuk menyakinkan bahwa infeksi telah terkontrol. Bila penyebabnya kuman anaerob dapat diberikan metronidasol. Golongan sefalosporin generasi ketiga dapat pula digunakan. 2. Aspirasi atau pembedahan untuk mengangkat jaringan absesJaringan abses diangkat atau cairan nanah dialirkan keluar tergantung pada ukuran dan lokasi abses tersebut. Jika lokasi abses mudah dicapai dan kerusakkan saraf yang ditimbulkan tidak terlalu membahayakan maka abses diangkat dengan tindakan pembedahan. Pada kasus lainnya, abses dialirkan keluar baik dengan insisi (irisan) langsung atau dengan pembedahan yaitu memasukkan jarum ke lokasi abses dan cairan nanah diaspirasi (disedot) keluar. Jarum ditempatkan pada daerah abses oleh ahli bedah saraf dengan bantuan neurografi stereotaktik, yaitu suatu tehnik pencitraan radiologi untuk melihat jarum yang disuntikkan ke dalam jaringan abses melalui suatu monitor. Keberhasilan pengobatan dilakukan dengan menggunakan MRI atau CT scan untuk menilai keadaan otak dan abses tersebut. Antikonvulsan diberikan untuk mengatasi kejang dan penggunaanya dapat diteruskan hingga abses telah berhasil diobati. I. PrognosisTanpa pengobatan yang adekuat, abses otak berakibatkan fatal. Saat ini, dengan pemeriksaan diagnostik dan antibiotika yang canggih, banyak penderita abses otak terobati dengan sangat baik. Sayangnya, masalah-masalah neurologis jangka lama sering terjadi setelah abses diangkat dan infeksi telah diobati. Misalnya, gejala-gejala sisa yang menyangkut fungsi tubuh, perubahan kepribadian atau kejang akibat jaringan parut atau kerusakan lain yang terbentuk pada jaringan otak.

BAB IIIPENUTUPA. KESIMPULANBerdasarkan skenario yang diberikan, maka kelompok kami dapat menyimpulkan bahwa diagnosis penyakit pasien adalah Abses Cerebri. Hal ini ditegaskan dengan adanya riwayat demam dan sakit gigi yang pernah dialami pasien.

Abses cerebri adalah suatu reaksi piogenik yang terlokalisir pada janingan otak. Insidens AO tidak diketahui, dengan kemajuan antibiotik dewasa ini insidens semakin menurun. Berbagai organisme seperti bakteri, parasit dan jamur dapat menjadi penyebab. Penyebaran infeksi ke otak mungkin secara langsung atau tidak Iangsung melalui hematogen dan infeksi sekitar otak. Perubahan patologik terdiri 4 stadium yaitu : serebritis dini, serebritis lanjut, pembentukan kapsul dini dan pembentukan kapsul lanjut. Gambaran klinik AO berupa gejala-gejala infeksi, peninggian tekanan intrakranial serta gejala nerologik fokal sesuai lokasi abses. Terapi AO dengan pemberian antibiotik dan tindakan pembedahan. Prognosis AO tergantung diagnosis dini, perubahan patolo-gik dan terapi yang dini. B. SARAN

Kami menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran atas penyusunan laporan kami.ini dan untuk selanjutnya dari para dosen pengampu.

DAFTAR PUSTAKACorwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC

Harsono (Ed.). Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University press,1996

Hartanto, H., dkk.. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Ed. 29. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC.

Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran edisi ke-3.Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Purnawan Junadi, dkk, Kapita selekta kedokteran, edisi 2, penerebit Media Aesculapius fakultas kedokteran UI, 1982

Price, Sylvia A., dkk. 2002. Patofisiologi. Jakarta : Buku Kedokteran EGCWerner Kahle, Atlas dan buku teks anatomi manusia, cetakan I, EGC, 1990. http://artikelindonesia.com/kesehatan-gigi-dan-gusi-kenapa-begitu-penting-berkaca-pada-kasus-leysus.htmlhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10AbsesOtak89.pdf/10AbsesOtak89.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/337/Abses_Otak.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/337/Neuralgia Trigeminus.htmlhttp://medicastore.com/penyakit/337/Tumor Otak.htmlhttp://www.medicinenet.com/pseudotumor_cerebri/article.htmhttp://one.indoskripsi.com/node/6005