Upload
nugraha-adi
View
321
Download
18
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Laporan pemetaan Nugraha adi prakosonim 072.12.166universitas trisaktiKaliputih, kecamatan purwojati, kabupaten banyumas, provinsi jawa tengah
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengetahuan serta pemahaman tentang geologi yang mahasiswa dapat di
bangku perkuliahan belum cukup untuk menunjang pengetahuan mahasiswa secara
maksimal tentang geologi .Oleh sebab itu perlunya pengaplikasian secara nyata
tentang geologi dari ilmu yang telah didapat di bangku perkulihan untuk
dikembangan melalui kerja lapangan dan pemetaan geologi .
Pemetaan Geologi dilaksanakan di daerah Purwojati dan sekitarnya ,
Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Daerah ini memiliki kondisi geologi
yang menarik untuk dipelajari sehingga mahasiswa dapat mengungkapkan proses
serta kondisi geologi daerah tersebut dengan menggunakan data dan informasi
lengkap serta terperinci dari kegiatan pemetaan yang ditunjang dengan teori yang
telah diterima pada perkuliahan.
1.2 Maksud dan Tujuan
Maksud dari pemetaan ini adalah untuk mengaplikasikan ilmu-ilmu yang
didapat guna mengetahui aspek-aspek geologi meliputi geomorfologi, stratigrafi, dan
struktur geologi untuk mengetahui suatu kondisi geologi yang akan divisualisasikan
menjadi sebuah peta geologi yang dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.
Tujuan dari pemetaan ini adalah mengetahui kondisi geologi suatu daerah
dengan didukung analisa-analisa laboratorium yang dilakukan guna mengetahui
proses-proses yang bekerja, sejarah geologi, dan evaluasi geologi baik potensi
sumber daya alam dan kebencanaan pada daerah tersebut.
1.3 Waktu, Lokasi, dan Kesampaian Daerah Pemetaan
Pemetaan dilakukan selama 1 bulan dimulai tanggal 29 Juli – 29 Agustus 20145
dengan luas daerah pemetaan 30 km2, dengan ukuran 6 km x 5 km. Daerah pemetaan
secara administratif berada di daerah Kecamatan Purwojati, Kabupaten Banyumas,
Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis daerah pemetaan terletak pada koordinat
109o 06’ 33.08” BT – 109o 9’ 17.02” BT dan 07o 26’ 45.81” LS – 07o 30’ 00” LS.
1.4 Metode dan Tahap Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah metode pemetaan permukaan (surface
mapping), yaitu pengamatan dan perekaman data langsung terhadap singkapan
batuan yang dijumpai pada permukaan.
Tahap penelitian dibagi menjadi beberapa tahap yang meliputi tahap persiapan
dan perencanaan, tahap penelitian lapangan, tahap penelitian laboratorium, dan tahap
penyusunan laporan.
1.4.1 Tahap Persiapan dan Perencanaan
Tahapan ini meliputi studi literatur dari peneliti-peneliti terdahulu pada
daerah penelitian, studi literatur dari referensi-referensi geologi yang ada, serta
studi literatur dari artikel-artikel yang ada. Pada tahap ini juga dilakukan
persiapan peta daerah penelitian, antara lain Peta Geologi Regional skala
1:100.000 Lembar Purwokerto-Tegal oleh M. Djuri, H. Samodra, T.C. Amin dan
S. Gafoer (1996), Peta Rupa Bumi Digital Lembar Purwokerto skala 1:25.000
dari Badan Informasi Geospasial (1999), Citra Satelit daerah penelitian, dan
Peta Topografi skala 1:12.500 daerah penelitian. Dari data-data tersebut,
membantu untuk dilakukannya penafsiran satuan geomorfologi, pola aliran
sungai, batas litologi, dan penafsiran awal struktur geologi dari pola-pola
kelurusan pada peta topografi dan citra satelit. Berdasarkan pola aliran sungai
dan penafsiran-penafsiran awal tersebut maka dilakukan perencanaan
lintasan/traverse yang akan dilalui.
1.4.2 Tahap Penelitian Lapangan
Tahap ini merupakan tahapan penelitian langsung kondisi geologi di
lapangan meliputi orientasi medan, pengeplotan lokasi-lokasi pengamatan
sepanjang jalur traverse pada peta topografi skala 1:12.500, pengamatan
singkapan, penentuan jenis batuan, deskripsi singkapan, sketsa singkapan, foto,
pengukuran kedudukan batuan, dan pengukuran struktur sekunder. Semua
informasi-informasi tersebut direkam dan dicatat pada buku lapangan. Pada
tahap ini dilakukan juga penentuan awal penyebaran litologi, pola aliran sungai,
dan satuan geomorfologi.
1.4.3 Tahap Penelitian Laboratorium
Tahap ini dilakukan dalam rangka mengetahui lebih rinci dan spesifik
data-data yang telah diambil, direkam, dan dicatat pada tahap penelitian
lapangan. Tahap penelitian laboratorium ini meliputi:
a. Analisa Geomorfologi
Merupakan analisa data lapangan yang diamati langsung kondisi
geomorfologinya berupa stadia sungai, stadia daerah, dan pola aliran, serta
analisa kelerengan dengan peta topografi sehingga dapat menentukan batas
satuan geomorfologi daerah penelitian.
b. Analisa Petrografi
Melakukan pengamatan sayatan tipis batuan meliputi tekstur dan
komposisi mineral penyusun batuan tersebut yang bertujuan untuk
menentukan nama batuan denga tepat sesuai dengan klasifikasi penamaan
batuan yang ada.
c. Analisa Kalsimetri
Melakukan analisa kandungan karbonat yang terdapat pada batuan
sehingga dapat menentukan penamaan batuan sesuai dengan klasifikasi
yang ada.
d. Analisa Paleontologi
Mengamati fosil foraminifera plangtonik dan bentonik yang
terkandung pada batuan yang diambil langsung dari lapangan untuk
mengetahui umur relatif dan lingkungan pengendapan relatif batuan.
e. Analisa Struktur Geologi
Melakukan analisa data lapangan berupa sesar, kekar, mikrofold, dan
breksiasi untuk merekonstruksi keadaan struktur geologi pada daerah
penelitian dengan menggunakan metode stereonet dan diagram mawar.
1.4.4 Tahap Penyusunan Laporan
Penyusunan laporan disusun berdasarkan data-data yang telah dianalisa,
disusun, dan dikelompokan dari data lapangan dan laboratorium. Laporan ini
harus disusun dengan menggunakan metodologi penulisan laporan geologi yang
baik dan benar.
1.5 Tinjauan Pustaka
Peta Geologi Regional skala 1:100.000 Lembar Purwokerto-Tegal oleh M.
Djuri, H. Samodra, T.C. Amin dan S. Gafoer (1996)Van Bemmelen (1970)
dalam “The Geology of Indonesia” yang membahas kondisi geologi secara
umum, dan membagi zona fisiografi Jawa Tengah menjadi 6 zona fisiografi,
antara lain Zona Dataran Aluvial Utara Jawa, Zona Gunung Api Kuarter,
Zona Antiklinorium Bogor – Serayu Utara –Kendeng, Zona Depresi Jawa
Tengah, Zona Pegunungan Selatan Jawa, dan Zona Pegunungan Serayu
Selatan.
Sukendar Asikin (1987) yang telah mengurutkan runtunan stratigrafi Zona
Pegunungan Serayu Selatan (Lembar Kebumen) dari formasi yang relatif
lebih tua ke formasi yang lebih tua yaitu Batuan Pra-Tersier, Formasi
Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi Waturanda, Formasi Penosogan,
Anggota Breksi Formasi Halang, Formasi Halang, Formasi Peniron, dan
Batuan Vulkanik Muda.
Martodjojo dan Pulunggono (1994) yang membagi pola kelurusan struktur
Pulau Jawa menjadi 3 pola kelurusan yang dominan antara lain Pola Meratus
dengan arah timur laut – barat daya, Pola Sunda dengan arah utara – selatan,
dan Pola Jawa dengan arah Barat – Timur.
BAB 2
GEOMORFOLOGI
2.1 Geomorfologi Regional
Menurut Van Bemmelen (1949), secara fisiografis daerah Jawa Tengah dibagi
menjadi 6 zona fisiografi, yaitu : Daratan Aluvial Jawa Utara, Deperesi Jawa Tengah,
Antiklinorium Bogor – Serayu Utara – Kendeng, Depresi Jawa Tengah,
Pengunungan Serayu Selatan dan Pengunungan Selatan Jawa. Berdasarkan proses
geologi bekerja termasuk ke bentukan bentang alam asal endogen dan satuan
geomorfologinya yaitu yang bentuk asal struktural (A. Handaya dan Hidartan, 1992).
Lokasi daerah pemetaan termasuk pada zona Pegunungan Serayu Selatan.
Pegunungan ini terletak di antara Zona Depresi Jawa Tengah yang membentuk kubah
dan punggungan. Di bagian barat dari Pegunungan Serayu Selatan yang berarah
barat-timur dicirikan oleh bentuk antiklonorium yang berakhir di timur pada suatu
singkapan batuan tertua di Pulau Jawa, yaitu daerah Luk Ulo, Kebumen.Kondisi
geomorfologi (bentang alam) daerah penelitian terbagi menjadi empat satuan,
yaitu daerah dataran, meliputi Kota Purwokerto dan Kota Kecamatan Sokaraja,
Karanglewas, Patikraja, Banyumas, Wangon, Jatilawang dan Rawalo.
Daerah bergelombang lemah, merupakan peralihan antara dataran lembah dan
punggungan bukit. Meliputi wilayah sebagian Ajibarang, Cilongok dan Karanglewas.
Daerah perbukitan dengan relief rendah, merupakan rangkaian perbukitan
memanjang dengan relief rendah, tersusun oleh batuan sedimen berlapis dan struktur
perlipatan, meliputi daerah Patikraja, Kalibagor, Ajibarang. Daerah perbukitan relief
terjal, merupakan rangkaian perbukitan tinggi dan memanjang tersusun oleh batuan
sedimen berlipat kuat dan berumur tua (Tersier), seringkali dijumpai struktur patahan
yang membentuk gawir curam. Daerah tubuh gunung berapi, meliputi lereng selatan -
tenggara Gunung Slamet, tersusun dari endapan rempah vulkanik.
Gambar 2.1. Fisiografi Jawa Tengah-Van Bemmelen(1994)
2.2 Geomorfologi Daerah Penelitian
Pembagian satuan morfologi daerah pemetaan berdasarkan aspek deskriptif dan
genetis untuk menentukan klasifikasi satuan batuan yang mencirikan suatu relief
tertentu dan proses yang mempengaruhi.
Klasifikasi secara desktriptif perpaduan pada parameter relief yang disusun oleh
Van Zuidam dan Dessaunetes. Namun klasifikasi relief bukan termasuk dalam
satuan geomorfologi secara murni dan tidak semua relief disetiap daerah dapat
disesuaikan dengan klasifikasi Van Zuidam, sehingga satua geomorfologi dapat
dimodifikasi. Secara umum daerah Purwojati dan sekitarnya mencirikan satuan
perbukitan dan satuan dataran.
Satuan Relief Van Zuidam Dessaunetes
Selisih Tinggi Slope (%) Selisih Tinggi
Dataran < 5 m 0-2 Dataran < 5 m
Perbukitan 50 - 500 m 14 – 55 Perbukitan 50-500 m
Pegunungan >500 m >140 Pegunungan > 500m
2.3 Genetik dan Peta Aliran Sungai Daerah Pemetaan
Berdasarkan hasil pengamatan lapangan dan analisis peta topografi dengan skala
1 : 12500, menunjukan pola aliran sungai daerah pemetaan termasuk dalam pola
aliran sungai subdendritik, dan paralel dan sedikit terkontrol oleh struktur.
Secara genetik aliran sungai berdasarkan tingkat erosi daerah pemetaan dapat
dibagi menjadi :
1. Konsekuen merupakan sungai yang memiliki arah aliran sesuai kemiringan
lapisan, meliputi bagian tengah peta dan timur laut
2. Subsekuen, merupakan sungai yang arah alirannya searah jurus, meliputi bagian
tengah peta dan tenggara
3. Obsekuen, merupakan sungai yang arah allirannya berlawanan dengan arah
kemiringan lapisan, meliputi daerah barat laut peta
2.4 Stadia Sungai Daerah Pemetaan
Stadia sungai adalah klasifikasi sungai berdasarkan beberapa parameter tertentu
seperti kelerengan, kecepetan aliran, jenis - jenis aliran dan erosi, proses
pembentukan sungai, bentuk penampang sungai, kerapatan anak sungai, dan ciri -
ciri umum dari sungai pada stadia tertentu (Nugroho, 2001)
Sungai pada daerah pemetaan secara umum terbagi menjadi dua tipe yaitu muda
dan dewasa. Sungai berstadia muda yang terletak di daerah perbukitan memiliki
slope gradient yang tinggi, berpenampang V, memiliki banyak air terjun, kecepatan
dan jenis aliran tidak dapat ditentukan dikarenakan kondisi daerah yang sedang
kemarau. Sedanngkan sungai berstadia tua mendominasi daerah berkontur landai,
mulai terlihat berbagai endapan lepas dengan ukuran kerikil - bongkah, bentuk
sungainya relatif lurus dan berpenampang V-U, kecepatan dan jenis aliran juga tidak
dapat ditentukan dikarenakan kondisi daerah yang sedang kemarau. Dapat
disimpulkan pada daerah pemetaan, stadia sungainya cenderung Muda - Dewasa.
BAB III
STRATIGRAFI
3.1 Stratigrafi Regional
Menurut peta geologi regional skala 1:100.000 Lembar Purwokerto-Tegal oleh
M. Djuri, H. Samodra, T.C. Amin dan S. Gafoer (1996), pada daerah pemetaan
terdapat 5 formasi, yaitu Formasi Halang, Formasi Tapak, Batuan terobosan tersier,
Endapan Lahar G. Slamet, dan Endapan Aluvium resen.
Formasi Halang memiliki anggota sebagai berikut : batupasir andesit,
konglomerat tufan dan napal, bersisipan batupasir. Diatas bidang perlapisan batupasir
terdapat bekasi cacing. Foraminifera kecil menunjukan umur miosen akhir, di lembar
sebelahnya hingga pliosen. Tebal sekitar 800m.
Formasi Tapak memiliki anggota sebagai berikut : Batupasir berbutir kasar,
berwarna kehijauan, dan konglomerat, setempat breksi andesit. Di bagian atas
terdiri dari batupasir gampingan dan napal berwarna hijau yang mengandung
kepingan moluska. Tebal sekitar 500m.
Batuan terobosan tersier tersusun atas batuan beku, diorit dan porfir mikrodiorit,
sedangkan Endapan lahar G. Slamet terususun atas Lahar, dengan bongkahan batuan
gunungapi bersusunan andesit-basal, bergaris tengah 10-50cm; dihasilkan oleh G.
Slamet tua. Sebarannya meliputi daerah datar. Endapan Aluvium tersusun atas
kerikil, pasir, lanau, dan lempung; sebagai endapan sungai dan pantai tebal hingga
50m.
3.2 Stratigrafi Daerah Pemetaan
Stratigrafi daerah pemetaan adalah penelitian berdasarkan pemetaan
lithostratigrafi, pengelompokan satuan batuan berdasarkan litologi batuan yang
dominan. Kesebandingan mengacu pada stratigrafi regional oleh M. Djuri (1996)
untuk menentuka satuan urutan batuan pada daerah pemetaan. Sedangkan penentuan
umur dan lingkungan pengendapan ditentukan oleh pendekatan mikrofosil berupa
foraminifera plantonik dan bentoknik yang ditemukan pada batuan.
Dalam setiap satuan formasi atau satuan litologi yang dominan di dalam suatu
formasi memiliki ciri khas masing-masing berdasarkan urutan stratigrafi yang
menyusunnya dan susunan ini menentukan lingkungan pengendapan dimana tempat
diendapkannya satu per satuan batuan yang dikarakteristikan oleh rangkaian unsur
biologi dan kimiawi. Hubungan dari parameter setiap karakteristik lingkungan
pengendapan adalah untuk mengidentifikasi lingkungan pada saat pengendapannya
dan melakukan penafsiran untuk memahami proses selama pengendapan setiap
lingkungan pengendapa pada umur tertentu di daerah pemetaan
Satuan Batuan yang terdapat di daerah pemetaan dari yang tertua hingga
termuda adalah sebagai berikut:
1. Satuan Batupasir sisipan Lempung
Penamaan batuan ini berdasarkan pada litologi yang mendominasi, yaitu
batupasir sisipan lempung, secara umum kondisi singkapan ini relatif lapuk,
tetapi cenderung bisa diamati.
a) Penyebaran dan Ketebalan
Satuan dari batuan ini menempati 24% dari bagian peta pada daerah
tenggara dan menyebar hingga ke tengah peta, yaitu mencakup Desa
Sanggreman dan Desa Karangmangu. Satuan ini menempati satuan
geomorfologi perbukitan. Singkapan satuan ini relatif lapuk sehingga
tersingkap kurang baik. Ketebalan satuan ini mencapai 600m
b) Pemerian Litologi
Satuan ini didominasi oleh batupasir dengan warna lapuk coklat dan warna
segar abu-abu, memiliki kekompakan agak lunak-agak keras. Ukuran
butirnya pasir sedang - pasir sangat halus, berkemas grain supported,
pemilahannya baik, matriksnya tersusun atas lempung. Memiliki sifat non
karbonatan,terdapat struktur laminasi dan graded bedding pada satuan ini.
Kedudukannya menjemari dengan satuan batupasir.
Batu lempung sebagai sisipan memiliki warna abu abu, dengan
kekompakan agak lunak, berukuran butit < 1/256mm, memiliki pemilahan
baik, bersifat non karbonatan.
c) Umur
Diperkirakan berumur pada kala miosen tengah - awal
2. Satuan Batupasir
Penamaan batuan ini berdasarkan pada litologi yang mendominasi yaitu
batupasir. Secara umum singkapan ini memiliki kondisi sangat lapuk.
a) Penyebaran dan Ketebalan
Satuan dari batupasir ini menempati 8% dari bagian peta, ada daerah barat
laut dan menyebar ke arah tenggara. Mencakup daerah Karangnangka
dan Salam. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan. Singkapan
satuan ini relatif lapuk sehingga tersingkap kurang baik. Ketebalan satuan
ini mencapai 600m
b) Pemerian Litologi
Satuan ini didominasi oleh batupasir dengan warna lapuk coklat dan warna
segar abu-abu. Memiliki kekompakan agak keras. Berukuran butir pasir
sangat halus-pasir sedang. Pemilahannya baik, berkemas grain supported,
berbentuk butir sub rounded - rounded. Matriks terdiri atas pasir sangat halus -
lempung, tidak bersifat karbonatan. Terdapat struktur laminasi pada satuan
ini. Kedudukan stratigrafinya menjemari dengan satuan batupasir sisipan
lempung
c) Umur
Diperkirakan berumur pada kala miosen tengah - awal
3. Satuan Intrusi Batuan Beku Diorit
Penamaan batuan ini berdasarkan pada litologi yang dominan yaitu batuan beku
diorit.
a) Penyebaran dan Ketebalan
Satuan Batuan Beku Intrusi ini menempati sekitar 1,7% dari daerah peta,
terdapat dua bukit intrusi pada daerah Gebangsari dan Watuagung. Satuan ini
menempati geomorfologi perbukitan.
b) Pemerian Litologi
Satuan batuan beku diorit ini memiliki warna lapuk coklat dan warna segar abu-
abu. Bergranularitas fanerik, kristalinitasnya hipokristalin, memiliki fabrik
equigranular, tersusun atas mineral amfibol, plagiioklas dan biotit, memiliki
bentuk butir yang subhedral.
c) Umur
Umur diperkiran Miosen Awal
4. Satuan Batupasir Karbonatan
Penamaan batuan ini berdasarkan pada litologi yang mendominasi yaitu
batupasir. Secara umum singkapan ini memiliki kondisi sangat lapuk.
a) Penyebaran dan Ketebalan
Satuan dari batupasir ini menempati 8% dari bagian peta, ada daerah barat
laut dan menyebar ke arah tenggara. Mencakup daerah Karangnangka dan
Salam. Satuan ini menempati satuan geomorfologi perbukitan. Singkapan satuan
ini relatif lapuk sehingga tersingkap kurang baik. Ketebalan satuan ini
mencapai 600m
b) Pemerian Litologi
Satuan ini didominasi oleh batupasir dengan warna lapuk coklat dan warna
segar abu-abu. Memiliki kekompakan agak keras. Berukuran butir pasir
sangat halus-pasir sedang. Pemilahannya baik, berkemas grain supported,
berbentuk butir sub rounded - rounded. Matriks terdiri atas pasir sangat halus -
lempung, bersifat karbonatan. Terdapat struktur laminasi pada satuan ini.
Kedudukan stratigrafinya selaras diendapkan di atas satuan batupasir
sisipan lempung
c) Umur
Umur satuan ini diperkirakan, berumur pliosen
5) Endapan Aluvial
Endapan aluvial pada daerah ini diendapkan pada kala resen, tersusun atas
butiran lepas berukuran lempung- bongkah sebagai endapan sungai.
BAB IV
STRUKTUR
4.1 Struktur Regional
Struktur yang terdapat di pulau Jawa sangat dipengaruhi oleh pergerakan aktif
dari lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia. Akibat dari pergerakan-
pergerakan tektonik lempeng aktif tersebut, pada pulau Jawa berkembang 3 pola
struktur geologi yang dominan (Gambar 4.1), yaitu: Pola Meratus (Timur Laut –
Barat Daya), Pola Sunda (Utara – Selatan), dan Pola Jawa (Barat – Timur)
(Martodjojo dan Pulunggono, 1994).
Pola Meratus terbentuk pada umur kapur akhir – paleosen (80 – 52 juta tahun
yang lalu) dengan arah timur laut – barat daya, pola ini terbentuk akibat dari
subduksi Lempeng Indo-Australia ke Lempeng Benua Eurasia, arah tumbukan dan
penunjaman yang bersudut ini yang menyebabkan terbentuknya sesar-sesar utama
bersifat sesar mendatar mengiri dengan orientasi timur laut – barat daya. Pola ini
diwakili oleh Sesar Cimandiri di Teluk Pelabuhan Ratu dan menerus ke lembah
Sungai Cimandiri yang berarah timur laut.
Pola Sunda terbentuk pada umur eosen awal – oligosen akhir (53 – 32 juta tahun
yang lalu) dengan arah utara - selatan, pola ini terbentuk akibat penurunan kecepatan
dari Lempeng Indo-Australia yang menyebabkan terjadinya regangan sehingga
terbentuk pola Sunda ini. Pola ini diwakili oleh sesar yang membatasi Cekungan
Asri, Cekungan Sunda, dan Cekungan Arjuna.
Pola jawa berumur oligosen akhir – miosen awal (32 juta tahun yang lalu)
dengan arah barat – timur, pola ini terbentuk akibat rezim tektonik kompresi yaitu
penunjaman lempeng Indo-Australia pada selatan Pulau Jawa yang menerus hingga
ke Pulau Sumatera. Di Jawa Tengah hampir semua sesar di jalur Serayu Selatan dan
Serayu Utara berorientasi barat – timur. Pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti
Sesar Baribis yang membentang dari Purwakarta hingga ke Jawa Tengah di daerah
Baribis Kadipaten Majalengka serta sesar-sesar naik di dalam Zona Bogor pada Zona
Fisiografi Van Bemmelen (1949)
4.2 Struktur Daerah Pemetaan
Pembagian jenis struktur di daerah pemetaan ditentukan berdasarkan indikasi
atau tanda struktur yang ditemukan seperti : pengukuran jurus dan kemiringan pada
baatuan, pola penyebaran sungai dan perbukitan, kekar gerus ataupun kekar gunting
pada singkapan batuan.
Berdasarkan indikasi dan data yang diperoleh di lapangan maka ditemukan
struktur antiklin pada daerah Winong, Desa sanggreman. Terdapat perbedaan jurus
dan kemiringan yang memperkuat indikasi struktur ini
4.2.1 Antiklin Winong
Berdasarkan hasil pengamatan dan rekonstruksi penampang geologi terdapat
struktur antiklin dengan sumbu agak berbelok. Kondisi antiklin dapat diketahui dari
kedudukan perlapisan pada bagian barat dan timur Daerah Winong. Secara geografis
antiklin ini mepliputi perbukitan yang melipat satuan batupasir sisipan lempung.
BAB V
SEJARAH GEOLOGI
Berdasarkan hasil analisa aspel geomorfologi, stratigrafi, dan struktur geologi,
maka dapat direkonstruksi sejarah geologi dari daerah pemetaan yang dapat
digambarkan menjadi pemahaman model pengendapan daerah pemetaan.
Fase pengendapan pertama
Dalam keadaan normal tidak terganggu, secara horizontal diendapkan satuan
batupasir tidak karbonatan dengan kehadiran breksi setempat dan sisipan
batulempung. Juga diendapkan satuan batupasir selang seling lempung secara
menjemari dalam kurun waktu yang sama
Fase pengendapan kedua
Pada fase ini lapisan yang telah mengendap diterobos oleh batuan beku
diorit
Fase Pengendapan
ketiga
Kemudian secara selaras di endapkan satuan batupasir karbonatan. Matriks
karbonatan pada satuan ini merupakan penciri dari lingkungan pengendapan laut
dangkal.
Fase Pengendapan keempat
Kemudian terjadi proses tektonik yang menyebabkan deformasi. Gaya dorong
berlawanan dari arah barat daya - timur laut mengakibatkan terbentuk struktur
antiklin
Fase Pengendapan Kelima
Pada fase ini, faktor erosi berperan kuat, dan terendapkannya endapan aluvial.
BAB VI
EVALUASI GEOLOGI
Aspek geologi tata lingkungan dibagi menjadi dua kelompok utama, yaitu sumber
alam dan bencana alam (Sampurno, 1981). Sumber alam atau sumber daya alam
merupakan segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat memenhi kebutuhan
manusia dan mensejahterkan masyarakat, sedangkan bencana alam adalah peristiwa
alamiah yang disebabkan oleh faktor-faktor geologi yang mengakibatkan terjadiya
kerusakan alam, kerugian harta benda, serta jatuhnya korban jiwa. Maka. aspek-
aspek ini merupakan hal yang penting untuk diperhatikan, dalam hal untuk
pemanfaatan, penataan, dan pencegahan agar dapat bermanfaat untuk lingkungan
hidup masyarakat serta kesejahteraan rakyat sekitar.
Pembahasan mengenai aspek geologi tata lingkungan yang terdapat di daerah
pemetaan dirangkai dalam satu pembahasan yang disebut evaluasi geologi. Maka
dalam hal ini, akan dibahas dua pembahasan yaitu mengenai potensi sumber daya
alam dan pembahasa mengenai bencana alam yang terdapat di daerah Cilongok dan
sekitarnya, Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah.
6.1 Potensi Daerah Pemetaan
Potensi sumber daya alam yang terdapat pada daerah Kedunglo dan sekitarnya
adalah potensi bahan galian batupasir.
a. Potensi tambang batupasir
Potensi ini berada di daerah Tipar, di bagian Tenggara daerah pemetaan.
Tambang batupasir ini berada tepatnya dipinggir jalan dan menerus sampai
ke daerah Rawalo Pertambangan ini dilakukan oleh warga masih dengan
cara tradisional dan untuk diperjual belikan dan untuk kepentingan pribadi.
Beberapa masyrakat ada yang memanfaatkan singkapan ini untuk dijadikan
sebagai pondasi suatu bangunan rumah yang relatif kecil dan terbuat dari
kayu.
6.1 Tambang Batupasir Tipar
6.2 Kebencanaan Daerah Pemetaan
Bencana alam yang sering dijumpai atau memiliki kemngkinan yang lebih besar
untuk terjadi pada daerah pemetaan adalah gerakan tanah. Gerakan tanah ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi litologi dan besarnya kelerengan yang terdapat
pada daerah pemetaan. Jenis-jenis gerakan tanah yang dijumpai di daerah pemetaan
adalah sebagai berikut:
a. Longsoran Translasi
Longsoran translasi jenis gerakan tanah/penyusun lereng menyusuri kaki lereng
melalui bidang gelincir yang rata. Longsoran translasi ini rawan terjadi pada
sepanjang daerah bagian tengah dari selatan ke utara, tepatnya dari daerah Curah,
Desa Kaliputih akibat kondisi litologi
BAB VII
KESIMPULAN
Pada daerah pemetaan di daerah Cilongok dan sekitarnya, Kabupaten Banyumas,
Provinsi Jawa Tengah. didapatkan 5 satuan batuan yaitu :
1. Satuan Batupasir sisipan lempung
2. Satuan Batupasir
3. Satuan Batupasir karbonatan
4. Satuan Batuan intrusi diorit
5. Endapan Aluvial
Pada daerah ini juga terdapat 3 satuan geomorfologi, yaitu
1. Satuan Geomorfologi Perbukitan Batupasir
2. Satuan Geomorfologi Perbukitan Vulkanik
3. Satuan Geomorfologi Dataran Alluvial
Pada daerah ini juga dilakukan evaluasi geologi dengan hasil ditemukannya
tambang batupasir yang terdapat di daerah Tipar, kecamatan Rawalo dan daerah
rawan longsor di Curah, desa Kaliputih.
LAPORAN PEMETAAN GEOLOGI
DAERAH CILONGOK DAN SEKITARNYA
KABUPATEN BANYUMAS, PROVINSI JAWA TENGAH
NUGRAHA ADI PRAKOSO
072.12.166
TEKNIK GEOLOGI
FAKULTAS TEKNOLOGI KEBUMIAN DAN ENERGI
UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
2015