Geomorfologi Kaliputih, Singorojo, Kabupaten Kendal

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Kondisi geomorfologi desa Kaliputih, Sukodadi, dan sekitarnya, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal

Citation preview

BAB IIIGEOMORFOLOGI

3. 1Geomorfologi Daerah PemetaanPengelompokan satuan geomorfologi dilakukan dengan mempertimbangkan aspek morfometri dan morfogenesa. Morfometri berupa kelerengan dan beda tinggi, fenomena morfometri lainnya yang cukup signifikan, misalnya apakah berupa perbukitan atau dataran, tingkat keterbikuan daerah pemetaan, serta stadia erosi daerah pemetaan. Pengukuran kelerengan dilakukan dengan metode shooting kompas di lapangan. Penentuan satuan geomorfologi dilakukan juga berdasarkan morfogenesa dengan mempertimbangkan pola penyaluran. Impiklasi dari pembedaan satuan geomorfologi ini akan mencerminkan kondisi yang mengontrol pembentukan morfologi yang sekarang ada, terutama litologi dan struktur geologi. Dalam memetakan kondisi geomorfologi daerah ini juga dimasukkan aspek-aspek lingkungan seperti gerakan massa. Dengan mempertimbangkan aspek-aspek di atas, maka daerah pemetaan dapat diklasififikasikan dalam empat satuan bentuklahan, yaitu satuan bentuklahan Fluvial Datar, satuan bentuklahan struktural berbukit bergelombang, satuan bentuklahan denudasi berbukit bergelombang, dan satuan bentuklahan denudasi berbukit terjal. Berdasarkan aspek topografi daerah pemetaan Desa Sukodadi dan sekitarnya, Kecamatan Singorojo, Kabupaten Kendal tidak ada yang melebihi 700 m, dimana berdasarkan geomorfologi regional pada daerah pemetaan memang jarang sekali dijumpai ketinggian topografi yang melebihi 700 m. Penulis membagi Geomorfologi daerah pemetaan menjadi 4 (empat) satuan bentuklahan sebagai berikut :

3.1.1Satuan Bentuklahan Fluvial DatarPenentuan satuan geomorfologi ini didasarkan pada proses fluviatil yang terjadi pada daerah pemetaan. Satuan geomorfologi ini memiliki pelamparan luas sekitar 10% dari luas keseluruhan daerah pemetaan. Satuan ini memiliki kisaran elevasi 225 162,5 mdpl dan kemiringan lereng rata-rata sebesar 1, sedangkan persen kelerengan pada bentuklahan fluvial ini sebesar 2% dan beda tinggi 62,5 m. Menurut klasifikasi Zuidam (1983), satuan ini diklasifikasikan sebagai satuan bentuklahan fluvial Datar.Pada daerah pemetaan, bentuklahan fluvial terdapat pada daerah yang dialiri oleh sungai Lutut dan sungai Kaliputih. Proses fluviatil yang bekerja yaitu proses erosi, transportasi, dan sedimentasi oleh air sungai. Salah satu sungai yang mewakili satuan bentuklahan ini adalah Sungai Kaliputih, memiliki ciri-ciri adanya dataran banjir (flood plain), meander, point bar deposit, bentuk penampang sungai U yang menandakan adanya keseimbangan antara erosi vertikal dan lateral, arus cukup deras. Adanya endapan point bar menandakan terjadinya cut bank erosion pada meander sungai, juga energi untuk memindahkan material berukuran sudah berkurang. Komposisi endapan adalah material berukuran very coarse sand pebble, selain itu pada tengah-tengah sungai masih ditemukan material lepas berupa berukuran bongkah. Sungai Kaliputih ini merupakan sungai dengan stadia dewasa dilihat dari kenampakan yang disebutkan diatas. Sungai merupakan aliran air yang dibatasi suatu alur yang mengalir ke tempat/lembah yang lebih rendah karena pengaruh gravitasi. Sistem Fluviatil adalah sekumpulan alur-alur sungai yang membentuk jaringan yang kompleks dan luas, serta air sebagai media yang berasal dari permukaan daratan mengalir (Noor, 2006). Dalam satu watershed atau drainage basin yang merupakan batas geografis seluruh air yang ada di suatu wilayah, terdapat beberapa alur sungai kecil-kecil yang disebut sebagai cabang-cabang sungai (tributaries) yang mengalirkan air ke alur sungai yang lebih besar (principal stream). Bentuklahan yang ada pada daerah pemetaan menunjukkan adanya suatu pola pengaliran (fluviatil system), dengan jenisjenis sungai yang ada pada daerah tersebut adalah sungai intermitten dan sungai parenial. Sungai intermitten merupakan sungai yang mengalir hanya pada waktu musim hujan, sedangkan sungai parenial merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun. Sungai jenis intermitten banyak terdapat pada lembah-lembah antar bukit, sungai ini merupakan cabang-cabang sungai dari sungai utama, sedangkan sungai jenis parenial terdapat pada sungai utama (principal stream) yaitu Sungai Kaliputih. Sistem fluviatil dapat menggambarkan perbedaan pola geometri dari jaringan pengaliran sungai. Jenis pola pengaliran sungai antara alur sungai utama dengan cabang-cabang sungainya dari satu wilayah dengan wilayah lainnya sangat bervariasi. Adanya variasi pola pengaliran sungai sangat dipengaruhi oleh variasi kemiringan topografi, struktur dan litologi batuan dasarnya. Pola penyaluran daerah pemetaan berupa dendritik yaitu pola aliran yang cabang-cabang sungainya menyerupai struktur pohon dengan sungai utama dan anak sungai membentuk sudut agak lancip. Pola aliran dendritik ini memiliki tekstur/kerapatan sungai yang halus karena dikontrol oleh jenis litologi daerah pemetaan yaitu batulempung perselingan batupasir.Proses eksogenik yang bekerja meliputi proses pelapukan, erosi, transportasi, dan sedimentasi. Proses pelapukan disebabkan oleh pengaruh iklim, yaitu kondisi cuaca rata-rata suatu tempat, selama periode waktu yang panjang, seperti perubahan suhu dan curah hujan yang dapat mengubah sifat fisik dan kimia dari batuan. Suhu pada daerah pemetaan berkisar antara 22C - 33C dengan kelembaban udara berkisar antara 50 - 88 % (BMKG, 2014). Sedangkan rata-rata curah hujan sekitar 3.250 mm dengan rata-rata hari hujan adalah 168 hari (BPS, 2012). Secara regional berdasarkan diagram Peltier (1950), bahwa tingginya suhu dan curah hujan mengakibatkan pelapukan kimia yang dominan. Pengaruhnya dapat dijumpai pada litologi dalam satuan bentuklahan ini berupa batulempung perselingan batupasir dengan persentase komposisi batuan segar 50-70%, sisanya pada permukaan batuan mengalami dekomposisi dan atau disintegrasi menjadi tanah sehingga dapat pelapukan ini dapat diklasifikasikan pada lapuk sedang (Geological Society Engineering Working Party, 1977; dalam Dackombe dan Gardiner, 1983). Apabila pengaruh iklim berlanjut secara intensif akan mengakibatkan batuan akan lebih mudah tererosi.

Utara

Point Bar deposit Arah aliran sungai

Gambar 3.1 Singkapan batulempung sisipan batupasir pada STA 83 daerah Desa Kaliputih, endapan point bar Sungai Kaliputih. Foto membelakangi sungai Kaliputih.

3.1.2Satuan Bentuklahan Denudasi Berbukit BergelombangPenentuan satuan geomorfologi ini didasarkan pada proses endogenik dan eksogenik yang terjadi pada daerah pemetaan. Satuan geomorfologi ini memiliki pelamparan luas sekitar 35% dari luas keseluruhan daerah pemetaan. Satuan ini memiliki kisaran elevasi 262,5 mdpl 162,5 mdpl dan kemiringan lereng sebesar 7-9, sedangkan persen kelerengan pada bentuklahan ini sebesar 14-20% dan beda tinggi 62,5 m. Menurut Zuidam (1983), satuan ini diklasifikasikan sebagai satuan betuklahan denudasi berbukit bergelombang. Pada satuan ini pola penyaluran yang berkembang adalah dendritik. Dengan sungai kecil intermitten yang membentuk pola penyaluran merupakan sungai yang mengarah ke sungai utama, yaitu sungai kaliputih. Litologinya berupa batulempung perselingan batupasir, dan breksi vulkanik. Faktor pengontrol eksogeniknya adalah pelapukan dan erosi. Erosi adalah proses penghancuran dan pengangkutan tanah ke tempat lain oleh media alami (Suharyadi, 2004). Sedangkan pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi. Pemisahan batuan umumnya disebabkan karena pengaruh kimia, fisika, organisme, ataupun kombinasi ketiganya. Pada daerah pemetaan pengaruh kombinasi antara kimia dan fisika berperan besar dalam membangun bentuklahan denudasional. Sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi erosi daerah pemetaan yakni: iklim, Indonesia merupakan daerah tropika basah yang memiliki curah hujan, intensitas, distribusi, kecepatan jatuh butir hujan serta besar butiran hujan yang cukup tinggi. Relief, daerah pemetaan memiliki kemiringan lereng sebesar 7-9 merupakan ukuran yang cukup besar sehingga akan memperbesar pula jumlah aliran permukaan yang serta-merta akan meningkatkan kekuatan angkut air. Bentuk lereng yang cekung pada daerah pemetaan membentuk erosi alur (rill erotion). Erosi alur ini didukung oleh penduduk setempat yang biasa menanami tanaman seperti: jagung, ketela, dan tembakau berbaris menuruni lereng. .

Gn. DjakapitaE+ 190 mdplutara

Gambar 3.2 Lembah Gunung Djakapita sebagai bagian dari satuan bentuklahan denudasional berbukit bergelombang. Wilayah ini termasuk daerah Kaliputih dengan kamera menghadap barat daya.Dijumpai litologi dalam satuan bentuklahan ini berupa batulempung perselingan dengan batupasir dan breksi vulkanik dengan persentase komposisi batuan segar 50-70%, sisanya pada permukaan batuan mengalami dekomposisi dan atau disintegrasi menjadi tanah sehingga dapat pelapukan ini dapat diklasifikasikan pada lapuk sedang (Geological Society Engineering Working Party, 1977; dalam Dackombe dan Gardiner, 1983).3.1.3Satuan Bentuklahan Denudasi Berbukit TerjalPenyebaran satuan Denudasional Berbukit Terjal pada daerah pemetaan yaitu 40%. Satuan ini memiliki persen lereng 32% - 43% dari slope 14 - 18 dengan beda tinggi 512,5 meter. Pola penyaluran yang berkembang di daerah ini adalah dendritik. Litologinya berupa Breksi Vulkanik. Proses eksogenik yang berpengaruh adalah pelapukan dan erosi. Sedangkan proses endogenik berupa perlipatan (folding) jarang tersingkap di permukaan karena hancur akibat proses pelapukan dan erosi. Penentuan satuan geomorfologi ini didasarkan pada: proses endogenik dan eksogenik, analisis morfometri dan morfogenesa. Berdasarkan Zuidam (1983), satuan ini diklasifikasikan sebagai satuan betuklahan denudasi berbukit terjal. Komposisi batuan segar 30-50%, sisanya pada permukaan batuan mengalami dekomposisi dan atau disintegrasi menjadi tanah sehingga dapat pelapukan ini dapat diklasifikasikan pada lapuk sedang (Geological Society Engineering Working Party, 1977; dalam Dackombe dan Gardiner, 1983). utaraMunthuk JambuE+ 500 mdpl

Gambar 3.3 Kenampakan relief perbukitan Lobangasu dan Munthuk Jambu dilihat dari STA 21 daerah Desa Kaliputih, merupakan bagian dari satuan bentuklahan denudasional berbukit terjal.Pelapukan merupakan proses perubahan keadaan fisik dan kimia suatu batuan pada atau dekat dengan permukaan bumi. Pemisahan batuan umumnya disebabkan karena pengaruh kimia, fisika, organisme, ataupun kombinasi ketiganya. Pada daerah pemetaan pengaruh kombinasi antara kimia dan fisika berperan besar dalam membangun bentuklahan denudasional. Sedangkan untuk faktor-faktor yang mempengaruhi erosi daerah pemetaan yakni: iklim, Indonesia merupakan daerah tropika basah yang memiliki curah hujan, intensitas, distribusi, kecepatan jatuh butir hujan serta besar butiran hujan yang cukup tinggi. Relief daerah pemetaan memiliki kemiringan lereng sebesar 14-18 merupakan ukuran yang besar sehingga akan memperbesar pula jumlah aliran permukaan yang serta-merta akan meningkatkan kekuatan angkut air. Bentuk lereng yang cekung pada daerah pemetaan membentuk erosi alur (rill erotion). Erosi alur ini didukung oleh penduduk setempat yang biasa menanami tanaman seperti: jagung, ketela, dan tembakau berbaris menurut lereng. Secara umum daerah ini digunakan sebagai pemukiman, ladang jagung, ketela, cabai, dan tembakau serta hutan jati.3.1.4Satuan Bentuklahan Struktural Berbukit BergelombangPenyebaran satuan Denudasional Berbukit Terjal pada daerah pemetaan yaitu 40%. Satuan ini memiliki persen lereng 18% dari slope 8 dengan elevasi tertinggi 225 mdpl dan terendah 162,5 mdpl. Pola penyaluran yang berkembang di daerah ini adalah dendritik. Litologinya berupa Breksi Vulkanik, batulempung perselingan batupasir. Sedangkan proses endogenik berupa patahan (fault), patahan jarang tersingkap di permukaan karena hancur akibat proses pelapukan dan erosi. Struktur geologi yang paling berpengaruh terhadap pembentukan morfologi satuan ini adalah struktur geologi mayor berupa pelurusan.Tanda-tanda sesar fisiografik meliputi: depresi linier, gawir sesar, triangular facets, dan deretan mataair. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan diperkirakan terdapat sesar, dicurigai dengan adanya tanda-tanda fisiografik berupa pelurusan, dan mataair berurutan. Pada daerah pemetaan ditemukan kolam mataair yang berdasarkan keterangan penduduk setempat terdapat pula kolam-kolam lain seperti kolam Kalikesit dan kolam Kalimbelik yang lokasinya saling berurutan.

. UtaraCore zone

Gambar 3.4 Kenampakan core zone dari sesar normal mayor, dengan gambar perbesaran adanya lensa-lensa batulempung pada material breksi pada STA 5 daerah Kalidapu.

Utara

Gambar 3.5 Blok sesar geser yang memiliki offset sebesar 10 30 cm pada STA 32 daerah Pencar.

Gambar 2.7 Peta Geomorfologi daerah Sukodadi dan Sekitarnya, pembagian berdasarkan analisis morfometri dan morfogenesa mengacu pada klasifikasi Zuidam (1983)

31