LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DISTRES PERNAFASA1.docx

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DISTRES PERNAFASANDI RUANG IGD dr. WAHIDIN SUDIROHUSODO

OLEH :Hely Sriyani

PROGRAM STUDI PROFESI S1 KEPERAWATANSEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADAMALANG2015LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN DISTRES PERNAFASANOLEH : Hely sriyani, S. KepA. TINJAUAN TEORI1. DefinisiGangguan paru yang progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan infiltrat yang menyebar dikedua belah paru. (Carpenito, Lynda Juall. 2001)Distres pernafasan adalah sesak napas berat (dyspnea), frekuensi napas meningkat (tachypnea ), sianosis yang menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru. Ditemukan adanya kerusakan paru secara langsung dan tidak langsung, kerusakan paru ringan sampai sedang atau kerusakan yang berat dan adanya disfungsi organ non pulmonary. (Fanny I Warman, dkk. 2013)

2. EtiologiAdapun penyebab dari distress pernafasan sebagai akibat kondisi atau kejadian berbahaya berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung1) Trauma langsung pada paru Pneumoni virus ,bakteri,fungal Contusio paru Aspirasi cairan lambung Inhalasi asap berlebih Inhalasi toksin Menghisap O2 konsentrasi tinggi dalam waktu lama2) Trauma tidak langsung Sepsis Shock DIC (Dissemineted Intravaskuler Coagulation) Pankreatitis Uremia Overdosis Obat Idiophatic (tidak diketahui) Bedah Cardiobaypass yang lama Transfusi darah yang banyak PIH (Pregnand Induced Hipertension) Peningkatan TIK Terapi radiasi3. Patofisiologi Distress pernafasan terjadi sebagai akibat cedera atau trauma pada membrane alveolarkapiler yang mengakibatkan kebocoran cairan kedalam ruang interstisiel alveolar danperubahandalamjarring jaringkapiler,terdapatketidak seimbanganventilasidanperfusiyangjelasakibatkerusakan pertukarangasdanpengalihanekstansifdarah dalam paru-paru. menyebabkan penurunan dalam pembentukan surfaktan, yang mengarah pada kolaps alveolar. Komplians paru menjadi sangat menurun atau paru-parumenjadikakuakibatnyaadalahpenurunankarakteristikdalam kapasitas residual fungsional, hipoksia berat dan hipokapnia(Brunner & Suddart 616). Ada 3 fase dalam patogenesis distress pernafasan 1. Fase eksudatif. Fase permulaan, dengan cedera pada endothelium dan epitelium, inflamasi,dan eksudasi cairan. Terjadi 2-4 hari sejak serangan akut.2. Fase Proliferatif. Terjadi setelah fase eksudatif, ditandai dengan influks dan proliferasi fibroblast, sel tipeII, dan miofibroblast, menyebabkan penebalan dinding alveolus danperubahaneksudatperdarahan menjadi jaringangranulasi seluler/membran hialin. Fase proliferatif merupakan fase menentukan yaitu cedera bisa mulai sembuh atau menjadi menetap, ada resiko terjadi lung rupture (pneumothorax).3. Fase Fibrotik/Recovery. Jika pasien bertahan sampai 3 minggu, paru akan mengalami remodeling dan fibrosis. Fungsi paru berangsur angsur membaik dalam waktu 6-12bulan,dansangatbervariasi antarindividu,tergantungkeparahan cederanya.Sebagai konsekuensi dari serangan pencetus, complement cascade menjadi aktif yang selanjutnya meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Cairan, lekosit, granular, eritrosit, makrofag, sel debris, dan proteinbocorkedalamruang interstisielantarkapilerdanalveolidanpada akhirnya kedalam ruang alveolar. Karena terdapat cairan dan debris dalam interstisium dan alveoli maka area permukaan untukpertukaran oksigen dan CO2 menurun sehingga mengakibatkan rendahnyan rasio ventilasi- perfusi dan hipoksemia. Terjadi hiperventilasi kompensasi dari alveoli fungsional, sehingga mengakibatkan hipokapnea dan alkalosis respiratorik. Sel-sel yang normalnya melaisi alveoli menjadi rusak dan diganti oleh sel-selyangtidakmenghasilkansurfaktan, dengandemikian meningkatkan tekanan pembukaan alveolar. biasanya terjadi pada individu yang sudah pernah mengalami trauma fisik, meskipun dapatjugaterjadipadaindividuyangterlihatsangatsehatsegerasebelumawitan, misalnya awitan mendadak seperti infeksi akut. Biasanya terdapat periode laten sekitar 18-24 jam dari waktu cedera paru sampaiberkembangmenjadigejala.Durasisindromdapatdapat beragamdaribeberapa hari sampaibeberapaminggu. Pasienyang tampaksehat akanpulih. Sedangkan secaramendadak relapskedalam penyakitpulmonaryakutakibatserangan sekundersepertipneumotorakatau infeksi berat. Sebenarnya sistim vaskuler paru sanggup menampung penambahan volume darah sampai 3 kali normalnya, namun pada tekanan tertentu, cairan bocor keluar masukke jaringan interstisiel dan terjadi edema paru. ( Jan Tambayog 2000, hal109)

4. Manifestasi KlinisBerat dan ringannya gejala klinis pada penyakit ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan,semakin berat gejala klinis yang ditujukan. 1) Adanya sesak nafas 2) Retraksi dinding dada3) Otot bantu pernafasan4) Respiratori rate < 24 x/menit5) Pernapasan cepat6) Pernapasan terlihat parodaks7) Cuping hidung8) Apnea9) Sianosis

5. KomplikasiMenurut Suriadi dan Yulianni (2006) komplikasi yang kemungkinan terjadipada pasien respiratori distres yaitu:1) Komplikasi jangka pendek

Kebocoran alveoliApabila dicurigai terjadi kebocoran udara (pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium, emfisema interstitial)2) Komplikasi jangka panjang Bronchopulmonary Dysplasia (BPDMerupakan penyakit paru kronik yang disebabkan pemakaian oksigen. BPD berhubungan dengan tingginya volume dan tekanan yang digunakan pada waktu menggunakan ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa gestasi.

6. Pemeriksaan Penunjang1) Chest X-ray; pada stadium awal tidak terlihat dengan jelas atau dapat juga terlihat adanya bayangan infiltrat ang terletak ditengan region perihilar paru-paru.2) AGD; hipoksemia (penurunan PaO2) hopokapnia (penerunan niai CO2 dapat terjadi terutama pada fase awal sebagai kompensasi terhadap hiperventilasi), hiperkapnia (PaCO2 > 50) menunjukan terjadi gangguan pernapasan. Alkalosis respiratori (pH > 7,45) dapat timbul pada stadium awal, tetapi asidosis dapat juga timbul pada stadium lanjut yang berhubungan dengan peningkatan anatomical dead space dan penurun ventilasi alveolar.3) Pemeriksaan LaboratoriumIdentifikasi laboratorium untuk infeksi virus influenza A berupa deteksi antigen langsung, isolasi pada kultur sel, atau deteksi RNA spesifik influenza dengan reverse transcriptasepolymerase chain reaction (RT-PCR). Tes serologi untuk mengukur antibodi spesifik influenza A meliputi tes haemagglutination inhibition (HI), enzyme immunoassay, dan tes neutralisasi. Tes mikroneutralisasi direkomendasikan untuk mendeteksi antibodi spesifik highly pathogenic avian influenza A. Spesimen diambil dari aspirasi nasofaring, aspirasi endotrakeal, sputum, dan serum. Spesimen yang optimal untuk deteksi virus influenza A adalah aspirasi nasofaring dalam 3 hari sejak timbulnya gejala.

7. Penatalaksanaan MedisMenurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah kegawatan pernafasan meliputi1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekua2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.4) Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.5) Mencegah hipotermia.6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat7) Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut adalah: Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunde Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran paru Fenobarbital. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.8. PrognosisSetelah terjadinya perubahan di paru, maka perkembangan penderita distress pernafasan dapat dibagi dalam kelompok, yaitu: (i) mayoritas penderita (80-90%) menunjukkan tanda-tanda perbaikan pada hari ke- 6 atau 7, (ii) pada sebagian kecil penderita, penyakitnya berkembang menjadi lebih gawat dan penderita menunjukkan tanda-tanda sindrom gangguan paru akut yang berat sehingga membutuhkan bantuan pernapasan mekanis. Walaupun angka kematian pada kelompok kedua ini tinggi, tetapi ada sejumlah penderita yang dapat bertahan dengan ventilator mekanis untuk beberapa waktu yang lama. Kematian pada kelompok ini seringkali berhubungan dengan adanya penyakit penyakit lain yang diderita penderita tersebut (factor ko-morbid).

B. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN DISTRES PERNAFASAN1. Diagnosa Keperawatan1) Gangguan pertukaran gas b/d alveolar hipoventilasi,penumpukan cairandipermukaanalveoli,hilangnyasurfaktanpada permukaanalveoliditandai dengan: takipneu,penggunaanotot-ototbantu pernafasan, cyanosis, perubahan ABGs, dan A-a Gradient.2) Tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan hilangnya fungsi jalan nafas,peningkatansekretpulmonal,peningkatanresistensi jalannafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas, penggunaan otot pernafasan,batuk dengan atau tanpasputum, cyanosis.

2. Intervensi KeperawatanNo DxTujuanIntervensiRasional

Dx 1Setelahdiberikantindakan selama beberapa jam diharapkanpertukarangas menjadi efektif dengan kriteria : Pasien dapat memperlihatkan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat dengan nilai ABGs normal. Bebas dari gejala distrespernafasan

1. Kaji status pernafasan, catat peningkatan respirasi atau perubahan pola nafas.2. Catat ada tidaknya suara nafas dan adanya bunyi nafas tambahan seperti crakles, dan wheezing.3. Kaji adanya cyanosis.4. Observasi adanya somnolen, confusion, apatis, dan ketidak mampuanberistirahat.5. Berikan istirahat yangcukup dan nyaman.6. Berikan humidifier oksigen dengan masker.7. Berkolaborasi dengan dokter dalam pemberikan obat-obat seperti steroids, antibiotik, bronchodilatordan ekspektorant

1. Takipneu adalah mekanisme kompensasi untuk hipoksemia danpeningkatan usaha nafas.2. Suara nafas mungkin tidaksama atau tidak ada ditemukan. Crakles terjadi karena peningkatan cairan di permukaan jaringan yang disebabkan olehpeningkatan permeabilitas membran alveoli kapiler. Wheezing terjadi karenabroncho kontriksi atau adanya mukus pada jalan nafas.3. Selalu berarti bila diberikan oksigen (de saturasi 5 grdari Hb) sebelum cyanosis muncul. Tanda cyanosis dapat dinilai pada mulut,bibir yang indikasi adanya hipoksemia sistemik, cyanosis perifer sepertipada kuku dan ekstremitas adalah vasokontriksi4. Hipoksemia dapat menyebabkan iritabilitas dari miokardium.5. Menyimpan tenaga pasien, mengurangi penggunaan oksigen.6. Memaksimalkanpertukaran oksigen secara terus menerus dengan tekanan yang sesuai.7. Untuk mencegah distress pernafasan

21. Catat perubahan dalambernafas dan pola nafasnya.2. Observasi dari penurunanpengembangandadadanpeningkatan fremitus.3. Catat karakteristik darisuara nafas.4. Catat karakteristik daribatuk5. Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu.6. Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam,perubahanposisidan lakukan suction bila ada indikasi.7. Peningkatan oral intakejika memungkinkan.8. Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamarhumidifier sesuai indikasi9. Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.10. Berikan fisiotherapi dada misalnya : postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika adai ndikasi. 11. Berikan bronchodilatormisalnya : aminofilin, albuteal.

1. Penggunaan otot-otot intercostal, abdominal, leherdapat meningkatkan usaha dalam bernafas.2. Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.3. Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheobranchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari salurannafas.4. Karakteristik batuk dapat merubah ketergantunganpada penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat dalam jumlah yang banyak, tebal danpurulent5. Pemeliharaan jalan nafasbagian nafas dengan paten.6. Penimbunan secret mengganggu ventilasi danpredisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.7. Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum.8. Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport oksigen.9. Dapat berfungsi sebagaibronchodilatasi dan mengeluarkan sekret.10. Meningkatkan draina sesekret paru, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.11. Diberikan untukmengurangibronchospasme,menurunkan viskositas sekret

DAFTAR PUSTAKA1. Julius E Surjawidjaja, (2003). Jurnal Sindrom pernapasan akut parah :Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.2. Anynomous, 2007. Asuhan Keperawatan KLIEN dengan ARDS (Adult Respiratory Distress Syndrome). EGC. Jakarta.3. Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta. 4. Doengoes, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaandan Pendokumentasian Perawatan Pasien. EGC. Jakarta.5. Hudak, Gall0. 1997. Keperawatan Kritis. Pendekatan Holistik. Ed.VI. Vol.I. EGC.Jakarta.