41
LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA PENGARUH KOMBINASI 2,4-D DAN BENZIL AMINO PURIN (BAP) TERHADAP PEMBENTUKAN KALUS PADA EKSPLAN DAUN KENCUR ( Kaemferia galangl L) SECARA IN VITRO Oleh : 1. ANIS SHOFIYANI, SP.,MP. ( KETUA ) 2. AGUS MULYADI PURNAWANTO, SP., MP ( ANGGOTA) Dibiayai oleh Kopertis Wilayah VI, Kementrian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Dan Studi Kajian Wanita Nomor : 019/006.2/PP/SP/2010, Tanggal 01 Maret 2010 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2010

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

PENGARUH KOMBINASI 2,4-D DAN BENZIL AMINO PURIN (BAP) TERHADAP PEMBENTUKAN KALUS PADA EKSPLAN DAUN KENCUR (

Kaemferia galangl L) SECARA IN VITRO

Oleh :

1. ANIS SHOFIYANI, SP.,MP. ( KETUA ) 2. AGUS MULYADI PURNAWANTO, SP., MP ( ANGGOTA)

Dibiayai oleh Kopertis Wilayah VI, Kementrian Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Dan Studi Kajian Wanita Nomor :

019/006.2/PP/SP/2010, Tanggal 01 Maret 2010

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO

2010

Page 2: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

ii

HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN PENELITIAN

1.a.Judul Penelitian : Pengaruh Kombinasi 2,4-D dan Benzil Amino

Purin (BAP) Terhadap Pembentukan Kalus Pada Eksplan Daun Kencur ( Kaemferia galangal L) Secara In Vitro

b. Bidang Ilmu : Pertanian c. Kategori Penelitian : Pengembangan IPTEKS

2. Ketua Peneliti : a. Nama Lengkap dan Gelar : Anis Shofiyani, SP.,MP. b. Jenis Kelamin : Wanita c. Pangkat/Gol.dan NIK : Penata Tk.I/III C/2160174 d. Jabatan Fungsional : Lektor e. Jabatan Struktural : - f. Fak./P. Studi : Pertanian/Agroteknologi g. Keahlian : Kultur Jaringan

3. Alamat Ketua Peneliti : a. Alamat kantor/Telp/Fax/E-mail : Jl. Raya Dukuhwaluh PO.BOX. 202. Purwokerto 53182. Telp. (0281) 636752 ext. 128 b. Alamat rumah/telp/Fax/E-mail : Perum UMP, jl. Soka Indah no. 4, Karangsoka Banyumas. 53182. Telp/HP : 081391406392 E-mail : [email protected]. 4. Jumlah Anggota Peneliti : 1 orang

a. Nama Anggota Peneliti : 1. Agus Mulyadi P, SP., MP. 5. Lokasi Penelitian : Lab. Kultur Jaringan, UMP 6. Kerjasama dengan Institusi Lain : - 7. Waktu Penelitian : 8 (Delapan ) bulan 8. Biaya yang diperlukan : a. Dinas P&K prov. Jawa Tengah : Rp. 9.500.000,- b. Sumber lain : - Jumlah Rp. 9.500.000,-

(Sembilan Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

Purwokerto, 18 September 2010 Mengetahui, Ketua Peneliti Dekan Fakultas Pertanian Ir. Bambang Nugroho, MP Anis Shofiyani, SP.,MP. NIK. 2160154 NIK. 2160174

Mengetahui,

Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Muhammadiyah Purwokerto

DR. Tumisem, SPd., MSi, NIK.2160281

Page 3: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

iii

Pengaruh Kombinasi 2,4-D dan Benzil Amino Purin (BAP) Terhadap Pembentukan

Kalus Pada Eksplan Daun Kencur ( Kaemferia galangal L) Secara In Vitro

Oleh : Anis Shofiyani dan Agus Mulyadi Purnawanto

RINGKASAN

Penelitian dengan judul ” Pengaruh Kombinasi 2,4-D dan Benzil Amino Purin (BAP) Terhadap Pembentukan Kalus Pada Eksplan Daun Kencur ( Kaemferia galangal L) Secara In Vitro” bertujuan untuk mempelajari pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP terhadap induksi kalus pada eksplan daun kencur, mencari kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP berapa yang memberikan pengaruh terbaik terhadap proliferasi kalus pada eksplan daun kencur serta mengetahui pengaruh interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh kultur kalus kencur yang pertumbuhannya baik

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan bulan September 2010, dilaksanakan di Laboratorium Kultr Jaringan, FKIP, Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Rancangan yang digunakan adalah Rancanmgan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Variabel pengamatan meliputi : waktu induksi kalus, persentase eksplan yang tumbuh, volume kalus yang tumbuh dari eksplan daun , penampilan kultur secara visual dan persentase kontaminasi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D pada kisaran konsentrasi 0 – 2 mg/l medium dan BAP pada kisaran konsentrasi 0 – 0,3 mg/l medium masih belum mampu menginduksi terbentuknya kalus pada eksplan daun kencur selama penelitian. Ketidakmampuan eksplan membentuk kalus disebabkan oleh kadungan fenol yang cukup tinggi di dalam jaringan eksplan serta belum berimbangnya konsentrasi 2,4 D dan Benzil Aminopurin yang dapat menekan sintesis fenol di dalam jaringan penyebab poses pencoklatan dan kematian pada eksplan daun kencur.. Serta belum ditemukan pengaruh interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh kultur kalus kencur yang pertumbuhannya baik dikarenakan belum diperolehnya perimbangan konsentrasi 2,4 D dan BAP yang tepat untuk induksi kalus pada eksplan daun kencur

Page 4: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

iv

Combination Influence 2,4-D and Benzil Amino Purin ( BAP) To Callus Induction At Explants of Koempheria galanga Leaf By In Vitro.

By : Anis Shofiyani and Agus Mulyadi Purnawanto

SUMMARY

Research with the title " Combination Influence 2,4-D and Benzil Amino Purin ( BAP) To Callus Induction At Eksplan of Koempheria galanga Leaf By In Vitro" aim to learn the influence of combination of concentration plant growth regulator 2,4-D and BAP to callus induction at eksplan of Koempheria galanga leaf, searching concentration combination 2,4-D and BAP oh how much giving best influence to proliferasi callus at eksplan of leaf Koempheria galanga and also know the interaction influence between 2,4-D and BAP to obtaining culture of callus Koempheria galanga which its growth good.

This research was conducted from April to September 2010, in Laboratory of Tissue Culture, FKIP, University of Muhammadiyah Purwokerto. The Trial was arranged in Complete Random Design (CRD). Perception variable cover the : time induce the callus, percentage explant growth, callus volume which grow from explants leaf , culture appearance visually and percentage contamination.

Result of research indicate that the Combination of concentration of Plant growth regulator 2,4-D at concentration 0 - 2 mg / l of medium and BAP at] concentration 0 - 0,3 mg / l medium still not yet able to induce formed is callus at eksplan of leaf Koempheria galanga during research. Disability Explants form the callus because of fenol high rate enough in tissue explant and also not yet proportional it concentration 2,4 D and Benzil Aminopurin which can depress the sintesis fenol in tissue of cause of poses of browning and death at explant of koempheria galanga leaf. And also not yet been found by a interaction influence of 2,4-D and BAP to obtaining culture of callus of Koempheria galanga which its growth is good because of not yet obtained of counter balance of concentration 2,4 D and BAP for the induction of callus at explants of Koempheria galanga leaf.

Page 5: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

v

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI Halaman

HALAMAN PENGESAHAN………………………………………. RINGKASAN .................................................................................... SUMMARY ....................................................................................... DAFTAR ISI ………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR………………………………………………… DAFTAR TABEL …………………………………………………… BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………

A. Latar Belakang ......................................................................... B. Perumusan Masalah.................................................................

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................ BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN........................ A. Tujuan Penelitian....................................................................... B. Manfaat Penelitian.................................................................... BAB IV. METODOLOGI PENELITIAN........................................... A. Tempat dan waktu........................................................................... B. Alat dan bahan................................................................................. C. Rancangan percobaan...................................................................... D. Tata Laksana penelitian................................................................... BAB V. Hasil dan Pembahasan............................................................ BAB VI. Kesimpulan dan Saran.......................................................... DAFTAR PUSTAKA……………………………………………….. Lampiran-lampiran..............................................................................

ii iii iv v vi vii

1 3 4

14 14

15 15 15 16 18 33 34 36

Page 6: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

vi

DAFTAR GAMBAR

DAFTAR GAMBAR Halaman

Gambar 1. Kontaminasi eksternal dengan sumber kontaminan jamur

dan bakteri serta kontaminasi internal oleh bakteri........... Gambar 2. Proses pencoklatan pada eksplan daun kencur yang

ditanam dalam medium MS induksi kalus dengan modifikasi 2,4 D dan BAP selama penelitian…………

.

20

27

Page 7: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

vii

DAFTAR TABEL

DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Konsentrasi 2,4-D dan BAP untuk induksi kalus Tabel 2. Konsentrasi 2,4-D dan BA untuk proliferasi kalus Tabel 3. Rerata waktu Pertama kontaminasi muncul (hari setelah inokulasi) Tabel 4. Persentase media terkontaminasi dari berbagai sumber kontaminasi (%) Tabel 5. Persentase eksplan yang terkontaminasi (%) Tabel 6. Persentase eksplan yang tidak terkontaminasi dan persentase

eksplan yang tumbuh Tabel 7. Persentase eksplan yang terkontaminasi (%) Tabel 8. Persentase media terkontaminasi dari berbagai sumber

kontaminasi (%) Tabel 9. Persentase eksplan yang tidak terkontaminasi dan persentase

eksplan yang tumbuh

15

15

18

20

21

23

24

25

26

Page 8: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Konsep hidup kembali ke alam (back to nature) saat ini semakin digalakkan

dengan tujuan menekan penggunaan bahan-bahan sintetis (mengingat efek

sampingnya), mengendalikan pola hidup yang konsumtif dan mengoptimalkan potensi

alam yang ada. Salah satu realisasinya adalah penggunaan obat tradisional yang

bersumber dari tumbuh-tumbuhan. Berdasarkan hal itu dapat diperkirakan bahwa

permintaan obat tradisional baik dalam negeri maupun luar negeri akan meningkat.

Peningkatan tersebut akan dipacu oleh semakin tingginya harga obat sintetis dan

khususnya di Indonesia harganya naik sampai 400 % akibat krisis ekonomi (Ruspandy,

2000 cit Shofiyani, 2003).

Salah satu tumbuhan yang berpotensi sebagai obat yaitu kencur (Kaemferia

galangal L) . Kencur banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu),

fitofarmaka, industri kosmetika,penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan

campuran saus rokok pada industri rokok kretek. Secara empirik kencur digunakan

sebagai penambah nafsu makan, infeksi bakteri, obat batuk, disentri, tonikum,

ekspektoran, masuk angin, sakit perut karena rimpangnya mengandung antara lain

saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri ( Syamsuhidayat dan Johnny, 1991).

Minyak atsiri didalam rimpang kencur mengandung etil sinnamat dan metil p-

metoksisinamat yang banyak digunakan didalam industri kosmetika dan dimanfaatkan

sebagai obat asma dan anti jamur. Banyaknya manfaat kencur memungkinkan

pengembangan pembudidayaannya dilakukan secara intensif yang disesuaikan dengan

produk akhir yang diinginkan (Otih, et.al. 2005).

Senyawa saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri yang terkandung di

dalam kencur merupakan hasil metabolit sekunder suatu tanaman (Indrayanto, 1987).

Tanaman obat dan aromatik dapat menghasilkan senyawa metabolit sekunder bernilai

ekonomi tinggi, seperti vinblastina/vinkristinapada tanaman tapak dara (Vinca

rosea),ajmalisina, digitalis (Dioscorea sp),kinina pada tanaman kina Cinchoasp.),

kodeina, yasmin pada tanaman melati (Jasminum sambac), piretrin pada tanaman

Piretrum (Pyrethrum pelargonium) dan spearmint pada tanaman mentha (Mentha sp.),

(Harris, 1989).

Page 9: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

2

Dalam kenyataannya, produksi metabolit sekunder dari rimpang kencur untuk

kebutuhan pabrik-pabrik industry sangat dipengaruhi oleh keberadaan dan

pertumbuhan tanaman di lapang yang ditentukan oleh berbagai factor lingkungan

seperti tanah, nutrisi, iklim serta hama dan penyakit. Salah satu upaya untuk

menghasilkan metabolit sekunder dengan jumlah yang banyak adalah dengan teknologi

kultur jaringan seperti kultur kalus. Kultur in vitro tidak hanya dapat digunakan untuk

konservasi dan perbanyakan tanaman, melainkan dapat juga diterapkan untuk produksi

metabolit sekunder. Melalui teknik ini, produksi metabolit sekunder tidak bergantung

kepada sumber tanaman di lapang.

Kombinasi zat pengatur tumbuh yang tepat merupakan salah satu faktor yang

menentukan keberhasilan kultur kalus. Ada tiga jenis zat pengatur tumbuh yang

dibutuhkan untuk menginduksi pembelahan sel yaitu kelompok auksin yang meliputi

IAA, IBA, NAA dan 2,4 D; kelompok sitokinin dan adenin, meliputi BA, BAP,

DMAA, Ad-SO4 dan kinetin serta kelompok giberelin, yaitu GA3 (George dan

Sherrington, 1984). Pembentukan kalus dapat diinduksi dengan cara mengatur

pemberian zat pengatur tumbuh dengan jenis dan konsentrasi yang tepat.

Senyawa 2,4-D merupakan auksin kuat yang sering digunakan secara tunggal

untuk menginduksi terbentuknya kalus dari berbagai jaringan tanaman (Bhojwani dan

Razdan, 1996). Zat pengatur tumbuh ini juga efektif untuk inisiasi kalus (Nagasawa

dan Finer 1988). Penggunaan kombinasi antara auksin (2,4-D) dengan sitokinin

(Benzyl Adenin ataupun kinetin) akan meningkatkan proses induksi kalus (Litz et al.,

1995). Hasil penelitian pada tanaman hias Alocasia micholitziana (Araceae)

menunjukkan bahwa induksi kalus dapat diperoleh pada kombinasi auksin (2,4- D)

dengan sitokinin (kinetin) dan kalus dapat beregenerasi secara normal pada media yang

diperkaya dengan Benzyl Amino Purin (Thao et al., 2003).

Berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa penggunaan 2,4-D dan Benzil

Adenin berpengaruh baik terhadap keberhasilan induksi kalus terhadap berbagai

eksplan tanaman, namun demikian sejauh mana peran kedua zat pengatur tumbuh

tersebut terhadap keberhasilan induksi kalus eksplan daun kencur perlu dikaji lebih

jauh dalam penelitian ini.

Page 10: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

3

B. Perumusan Masalah

Perolehan produk metabolit sekunder pada tanaman kencur dapat dilakukan

dengan cara menginduksi jaringan tanaman pada media yang mengandung zat pengatur

tumbuh untuk membentuk kalus. Keberhasilan kultur kalus pada tanaman kencur

sangat tergantung pada keseimbangan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan

sitokinin, antara lain keseimbangan antara 2,4-diklorophenoksiasetat dan N6-

Benzilaminopurin ( BAP). Dalam penelitian ini peneliti mencoba untuk mengkaji:

a. Bagaimana pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP

terhadap induksi kalus pada eksplan daun kencur?

b. Pada kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP berapa yang memberikan pengaruh

terbaik terhadap induksi kalus pada eksplan daun kencur?

c. Adakah interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh kultur kalus kencur

yang pertumbuhannya baik ?

Page 11: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 . Kultur In-Vitro

Kultur in-vitro adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian tanaman seperti

protoplasma, sel, kelompok sel, jaringan dan organ serta menumbuhkannya dalam

kondisi aseptik, sehingga bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi

menjadi tanaman lengkap (Gunawan, 1987). Teknik kultur in-vitro bertitik tolak dari

teori totipotensi. Menurut teori ini setiap sel yang diisolasi dari tanaman induknya

mampu berkembang menjadi individu baru bila ditumbuhkan dalam medium yang

sesuai.

Menurut Tisserat (1987) kultur in-vitro dapat dilaksanakan dengan beberapa

cara, antara lain: kultur embrio, embriogenesis somatik dan organogenesis. Kultur

embrio adalah kultur aseptik dari embrio zigotik (contohnya biji panili). Embriogenesis

somatik adalah produksi struktur seperti embrio dari sel-sel somatis, sedangkan

organogenesis adalah proses pembentukan organ yang berupa teruk, akar, daun atau

bunga.

Menurut George dan Sherrington (1984) pembentukan tunas dapat

dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung. Induksi secara langsung adalah

terbentuknya tunas adventif secara langsung dari potongan jaringan atau organ yang

ditanam. Induksi secara tidak langsung adalah terbentuknya tunas adventif melalui

kalus atau kultur sel.

Menurut Murashige (1974) langkah-langkah propagasi secara in-vitro

dikelompokkan menjadi tiga tahap, yaitu : (a) tahap persiapan eksplan, (b) tahap

penggandaan tunas dan (c) tahap pendewasaan calon tanaman, yaitu dengan

merangsang pembentukan akar untuk pertumbuhan tanaman yang lebih cepat.

2.2. Kultur Kalus

Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan

yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus pada jaringan

terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada

jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auxin dan sitokinin endogen (Dodds &

Roberts, 1983 cit Mulyaningsih & A. Nikmatullah 2008). Secara in vivo, kalus pada

umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme

Page 12: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

5

seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus

juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George & Sherrington, 1984). Kalus yang

diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.

Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi

dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak

dirinya (massa selnya) secara terus menerus.

Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang

renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari

potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan

kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular,

parenkim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan

provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk

berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk

plantlet.

Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus

tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh

terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal

dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari

jenis sumber eksplan itu diambel, seperti warna kekuning-kuningan, putih, hijau,

kuning kejingga-jingaan (karena adanya pigmen antosianin ini terdapat pada kalus

kortek umbi wortel).

Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang

dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany (1977 dalam Dodds

& Roberts, 1983). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan

eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus,

citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel

sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis

dari kultur kallus. Tanaman kecil dari pembelahan sel-sel membentuk meristemoid

atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal,

primordial akar atau embrioid.

Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu

penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah pada

Page 13: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

6

jaringan berbambium yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk menutupi luka

yang terbuka. Namun pada jkasus lain, menurut Kordan (1959 dalam Dodds & Robert,

1983) keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat

pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen. Penambahan

ZPT tersebut dapat satu macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang

digunakan. Pembelahan sel di dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT yang

digunakan, seperti: 1) auxin; 2) sitokinin; 3) auxin dan sitokinin dan 4) ekstrak

senyawa organik komplek alamiah.

Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus,

jaringan tanaman digolongkan dalam 4 kelompok:

a. Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-

garam mineral untuk dapat membentuk kalus seperti: umbi artichoke.

b. Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam-garam

mineral seperti: empulur tembakau.

c. Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam

mineral seperti: jaringan kambium.

d. Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan garam-garam mineral

seperti parenkim dan xylem akar turnip.

Pada umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga dari:

1. Umur fisiologi dari jaringan waktu diisolasi.

2. Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi.

3. Bagian tanamn yang dipakai.

4. Jenis tanaman.

Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ yang

berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis tanaman

yang menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar, monokotil, Gymnospermae,

pakis dan moss. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan batang

muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi dan menghasilkan kalus.

Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa

pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di

lapisan perisfer yang membelah terus menerus sedangkan sel-sel di tengah tetap

Page 14: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

7

quiscent. Faktor-faktor yang menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas di

lapisan luar dari jaringan kalus, adalah:

a. Ketersesediaan oksigen yang lebih tinggi.

b. Keluarnya gas CO2.

c. Kesediaan hara yang lebih banyak.

d. Penghambat yang bersifat folatik lebih capat menguap.

e. Cahaya.

2.3. Prosedur Produksi Senyawa Metabolik Sekunder Melalui Kultur

Jaringan

Seperti teknik kultur jaringan lainnya, produksi senyawa metabolik sekunder

secara in-vitro juga dilakukan melalui serangkaian tahapan. Di depan telah dijelaskan

bahwa tujuan dari kultur ini adalah untuk mendapatkan kalus, sel atau embrio somatik

dalam tahapan pertumbuhan tertentu dimana pada saat tersebut diproduksi dan dapat

diekstraksi senyawa metabolik sekunder dalam kuantitas dan kualitas yang memadai.

Oleh karena itu, 2 prosedur dasar teknik ini diarahkan pada produksi kalus, sel atau

somatik embrio kemudian optimasi kondisi kultur kalus, sel atau somatik embrio untuk

produksi senyawa metabolik sekunder dalam kuantitas dan kualitas yang tinggi.

Tahapan in-vitro ini dibarengi dengan ekstraksi secara berkala terhadap senyawa

metabolik sekunder yang dihasilkan. Untuk dapat menghasilkan senyawa metabolik

sekunder, prosedurnya adalah sebagai berikut:

1. Pemilihan eksplan dan sterilisasi

Pada umumnya semua jenis eksplan dapat digunakan untuk produksi senyawa

metabolik sekunder. Bohm (1980) menyatakan bahwa pada umumnya senyawa

metabolik sekunder yang diproduksi oleh organ tanaman yang berbeda umumnya

sama meskipun pada kondisi alamiah senyawa yang dihasilkan oleh masing-masing

organ tersebut berbeda. Meskipun demikian, produksi yang optimal sangat tergantung

pada jenis eksplan yang digunakan. Optimasi jenis dan kondisi eksplan merupakan

tahapan awal dalam produksi senyawa metabolik sekunder. Optimasi ini dibarengi

dengan optimasi teknik sterilisasi eksplan. Sterilisasi eksplan dari organ atau jaringan

tanaman yang diambil dari tanaman di lapangan dapat dilakukan secara kimia

misalnya dengan sodium hypochorite pada konsentrasi 1 – 2 % (v/v). Pada beberapa

Page 15: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

8

jenis eksplan, sterilisasi dapat dilakukan dengan cara pembakaran (misalnya untuk

eksplan berupa endosperm atau embrio). Salah satu eksplan yang termasuk sulit

disterilisasi adalah eksplan dari akar atau bagian tanaman lain yang diambil dari

dalam tanah (misalnya tuber). Sterilisasi untuk eksplan ini dapat dilakukan dengan

menggunakan Mercuri chloride, akan tetapi karena senyawa ini berbahaya bagi

manusia maka akar umumnya diisolasi dari akar steril yang ditumbuhkan secara in-

vitro dengan teknik kultur embrio atau kultur akar.

2. Inisiasi dan proliferasi kalus

Inisisasi kalus dilakukan pada berbagai jenis media. Kalus umumnya diinisiasi

pada media padat. Umumnya ke dalam media ditambahkan hormon tanaman (Plant

Hormon) yang sesuai untuk pertumbuhan dan proliferasi kalus. Hormon tersebut

umumnya adalah 2,4-D atau campuran auksin dan sitokinin dalam proporsi yang

seimbang. Untuk inisiasi dari daun mahkota dewa, misalnya digunakan 2,4-D pada

konsentrasi 5 mg/l sedangkan inisiasi kalus dari akar tapak dara dilakukan pada media

padat dengan penambahan 2 mg/l IAA dan 2 mg/l BAP. Proliferasi kalus dapat

dilakukan pada media dengan konsentrasi hormon yang sama. Proliferasi ini ditujukan

untuk memperoleh kalus dalam jumlah yang memadai.

3. Seleksi lini kalus yang berproduksi tinggi

Umumnya kalus dapat memproduksi senyawa metabolik sekunder setelah

beberapa lama dalam kultur. Meskipun demikian, produktivitas dari kalus tersebut

sangat tergantung pada tahapan pertumbuhannya. Saat produksi dan jumlah senyawa

metabolik sekunder yang dihasilkan oleh masing-masing kalus tersebut berbeda

tergantung dari tingkat pertumbuhan kalus dan kondisi kulturnya. Umumnya produksi

senyawa metabolik sekunder yang tinggi terjadi pada saat kalus sedang dalam

pertumbuhan maksimal yang diperoleh saat pertumbuhan linier. Oleh karena itu

dalam proses produksi senyawa metabolik sekunder dari kalus, sangat penting untuk

mengetahui tahapan peryumbuhan kalus ini. Hal ini dapat dilakukan dengan

pengamatan terhadap pertumbuhannya kemudian membuat grafik pertumbuhan kalus.

Lini kalus yang berproduksi tinggi tersebut kemudian diseleksi untuk kemudian

dikulturkan dalam bentuk kultur agregat sel, kultur sel atau diregenerasikan menjadi

embrio.

Page 16: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

9

4. Inisiasi kultur sel, agregat sel atau embrio somatik dan produksi senyawa

metabolik sekunder.

Senyawa metabolik sekunder umumnya diekstraksi dari kultur agregat sel,

kultur sel dan sel suspensi atau kultur embrio somatik. Lini kalus yang terpilih

kemudian di-subkultur-kan ke media untuk produksi senyawa metabolik sekunder.

Pada media ini, konsentrasi hormon tanaman yang ditambahkan umumnya sama atau

lebih rendah dengan kondisi untuk proliferasi kalus.

Produksi senyawa metabolik sekunder dapat dilakukan pada media padat atau

media cair. Senyawa metabolik sekunder dapat diekstraksi langsung dari kalus atau

dari media. Hal ini menyebabkan produksinya pada media padat kurang optimal

karena pada media padat eksudat tersebut sering kali terkumpul pada media di sekitar

eksplan sehingga meracuni kalus. Untuk mengatasi hal ini dilakukan produksi pada

media cair. Lini kalus terpilih di subkulturkan ke media cair. Kumpulan kalus dalam

kultur cair ini disebut sebagai kultur agregat sel, selaian dalam bentuk kelompok,

kalus ini dapat digunakan untuk produksi kultur sel yang kemudian dicairkan

membentuk kultur sel suspensi. Kultur ini umumnya diletakkan di atas alat penggojok

(shaker) untuk menjamin suplai oksigen ke eksplan. Senyawa yang diproduksi oleh

kultur cair ini ada yang harus diekstrak dari sel dan sebagian disekresikan ke media.

Apabila hasil sekresi ini terakumulasi di dalam media, senyawa metabolik bisa

beracun bagi pertumbuhan sel selanjutnya dan dapat menyebabkan kultur mati atau

tumbuh suboptimal. Oleh karena perlu dilakukan subkultur atau ekstraksi senyawa

metabolik sekunder secara berkala.

Selain ekstrasksi dari kultur kalus, kultur sel dan suspensi, beberapa jenis

senyawa metabolik sekunder diproduksi secara optimum dari kalus atau sel yang telah

berdiferensiasi menjadi embryo, baik dalam kultur padat maupun cair (suspensi).

Contohnya adalah produksi flavour dari wortel dan minyak jojoba dari daun

mangkokan.

Pada produksi skala besar telah dikembangkan bioreaktor. Bioreaktor memiliki

volume besar, lebih dari 1 liter media dengan lebih dari 60.000 embryo/kelompok sel.

Bioreaktor yang ditempatkan secara pararel memungkinkan perkembangan sel

menjadi embrio dalam satu unit atau beberapa reaktor. Umumnya sel ditanam dlm

Page 17: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

10

media cair dg pengadukan. Pengadukan bisa dilakukan secara mekanis (misalnya

dengan penggojokan, penggunaan alat pengaduk) atau dengan memasukkan udara

steril (gerakan udara) ke dalam bioreaktor.

5. Ekstraksi dan pemurnian senyawa metabolik sekunder

Ekstraksi dapat dilakukan dari kalus, sel atau embrio somatik serta

dari media. Ekstraksi dari media umumnya dilakukan secara berkala dengan interval

waktu 2 hari sekali. Media yang mengandung senyawa metabolik sekunder diambil

secara aseptis dari kultur bersamaan dengan penambahan media baru ke dalam kultur.

Pada saat produksi senyawa metabolik sekunder dari kalus, sel dan embrio somatik ini

mulai menurun, kalus, sel dan embrio somatik ini dikeluarkan dari kultur atau

bioreaktor dan diganti dengan kalus, sel dan embrio baru. Senyawa metabolik

sekunder dari kalus, sel dan embrio baru diekstraksi dengan menggunakan bahan

pengekstrak, seperti alkohol (misalnya methanol) atau DCM. Ekstraksi dari kalus

dilakukan setelah kalus dikeringkan.

E.3. Peranan Zat Pengatur Tumbuh dalam Kultur Jaringan

Zat Pengatur Tumbuh adalah senyawa organik yang dalam konsentrasi rendah

dapat mempengaruhi proses-proses fisiologi, terutama proses pertumbuhan,

perkembangan dan diferensiasi (Davies, 1987)

Pertumbuhan kultur pada umumnya memerlukan zat pengatur tumbuh dalam

media. Tahap pertumbuhan dan tipe pertumbuhan menentukan jenis dan konsentrasi

zat pengatur tumbuh yang diperlukan. Interaksi dan perimbangan antara zat pengatur

tumbuh yang diberikan ke dalam media dan yang diproduksi oleh sel secara endogen

menentukan perkembangan suatu kultur. Zat pengatur tumbuh dalam tanaman bekerja

saling berinteraksi sehingga merupakan suatu sistem yang digunakan dalam

perkembangan tanaman, namun pengaruhnya tidak dapat digeneralisasikan. Zat

pengatur tumbuh yang umum digunakan untuk menumbuhkan organ-organ baru dalam

kultur in-vitro adalah golongan auksin dan sitokinin.

3.1.Peranan Auksin

Auksin adalah zat pengatur tumbuh yang mempunyai sifat mampu mengatur

berbagai proses yang menyangkut pertumbuhan dan pemanjangan sel. Senyawa auksin

Page 18: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

11

yang banyak digunakan dalam kultur jaringan adalah senyawa alami IAA dan senyawa

sintetis seperti NAA, IBA dan 2,4-D.

Menurut Jacobsen (1983) auksin berperan dalam mengatur proses-proses di

dalam tanaman sebagai berikut: (a) dormansi apikal, (b) pemanjangan sel-sel pada akar

dan tunas (dengan konsentrasi di akar jauh lebih rendah daripada di tunas), (c)

Ekstrusi ion H+ dan perubahan permaebilitas plasma lema, (d) pembentukan etilen, (e)

induksi pembentukan akar-akar adventif, (f) meningkatkan laju respirasi, (g)

menginduksi pertumbuhan sel yang tidak teratur pada konsentrasi tinggi (efek

herbisidal), (h) penghambatan pembentukan embrio pada kultur suspensi, (i)

pembelahan mitosis yang tidak teratur dalam kultur jangka panjang.

Secara alami beberapa eksplan memproduksi auksin dalam jumlah yang cukup,

tetapi kebanyakan memerlukan tambahan auksin dari luar, seperti auksin yang tidak

stabil, misalnya IAA dalam konsentrasi rendah. Penambahan auksin dalam konsentrasi

yang lebih tinggi atau penambahan auksin yang lebih stabil seperti NAA atau 2,4-D

cenderung menyebabkan terjadinya pertumbuhan kalus dari eksplan dan menghambat

regenerasi tanaman.

Menurut Gunawan (1988) pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan

tanaman diduga melalui dua cara, yaitu :

a. Menginduksi sekresi ion H+ keluar sel melalui dinding sel. Pengasaman dinding

sel menyebabkan ion K+ diambil, pengambilan ini mengurangi potensial air

dalam sel, akibatnya air masuk ke dalam sel dan sel membesar.

b. Mempengaruhi metabolisme RNA, yang berarti mempengaruhi metabolisme

protein melalui yang translasi molekul RNA.

Salah satu jenis auksin yang dapat digunakan dalam kultur kalus 2,4-D. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa media dengan penambahan 2,4-D 0,5 ppm + pikloram

1,0 ppm) adalah media terbaik untuk induksi kalus pada kultur in vitro tanaman

purwoceng (Roostika, et.al. 2006), sedangkan pada eksplan korteks wortel yang

ditanam pada media dasar 'white', sukrosa dan 2.4-D membentuk massa kalus

(Jenimar, 2004). Media terbaik untuk induksi dan regenerasi kalus menjadi planlet

pada tanaman nilam adalah media MS dengan penambahan BA 0.1 mg 1 -1 dan 2,4-D

1.0 mg l -1 .

Page 19: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

12

3.2.Peranan Sitokinin

Sitokinin merupakan senyawa yang memiliki sifat merangsang pembelahan sel-

sel atau sitokinesis dalam pertumbuhan. Menurut Jacobsen (1983) dalam kultur

jaringan sitokinin berperan sebagai : (a) perangsang pembelahan sel dan (b)

penginduksi pembentukan tunas. Sitokinin disentesis pada sel-sel yang masih aktif

membelah terutama pada ujung akar (Davies, 1987).

Terdapat tiga jenis sitokinin yang sering kali digunakan dalam kultur jaringan,

yaitu kinetin, BA dan 2.i P. Efektivitas masing-masing zat pengatur tumbuh terhadap

kultur meristem, kultur pucuk , kultur mata tunas dan kultur biji secara berturut-turut

yang tertinggi adalah BA, kinetin dan 2.i P. (Hu dan Wang, 1983). Efektivitas yang

tinggi dari BA dalam meningkatkan pembentukan tunas menurut Zaerr dan Mapes

(1985) diduga terletak pada kemampuannya pada jaringan untuk memetabolisir

hormon alami lebih cepat dibandingkan hormon sintetis lainya, juga diduga mampu

merangsang diproduksinya hormon alami seperti zeatin dalam jaringan dan akhirnya

bekerja melalui sistem hormon alami dalam menginduksi organogenesis.

Menurut Davied (1982) BAP sangat efektif dalam proses morfogenesis dan

merupakan faktor kritis dalam multiplikasi pembentukan tunas. Hal ini didasarkan

pada studinya dalam multiplikasi tunas Pines pinaster secara in-vitro. Chiek (1992)

menggunakan BAP pada konsentrasi 0,1-0,5 mg/l untuk merangsang pembentukan

tunas majemuk pada eksplan tunas nangka (Artocarpus heterophyllus).

Hasil penelitian Udarno dan Hadipoentyanti (2001) menunjukkan bahwa

penambahan zat pengatur tumbuh BA pada medium MS dapat merangsang proliferasi

eksplan panili hibrida untuk membentuk tunas majemuk (multiplikasi). Penambahan

BA 0,5 mg/l pada media MS memberikan hasil terbaik untuk jumlah tunas dan jumlah

daun masing-masing 20 tunas dan 14 daun. Sedangkan BA 2,0 mg/l memberikan

pengaruh terbaik dalam tinggi tunas sebesar 20 cm. Sedangkan hasil penelitian

Seswita, et al.,( 2001) penambahan BA 2,5 mg/l pada media MS memperlihatkan hasil

terbaik untuk multiplikasi tunas panili vania 1 dengan jumlah tunas yang terbentuk

sebanyak 9,6 dan tinggi tunas 1,35 cm.

Page 20: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

13

E.4. Peranan NAA dan BAP dalam Morfogenesis

Morfogenesis adalah proses pembentukan organ-organ baru yang semula tidak

terdapat pada eksplan, maka morfogenesis disebut juga organogenesis. Morfogenesis

dapat berupa pembentukan tunas-tunas (kaulogenesis) atau pembentukan akar

(rhizogenesis).

Auksin dan sitokinin dapat menginduksi proses pembentukan kalus, tunas atau

akar dari eksplan. Hal ini tergantung pada jenis dan konsentrasi auksin dan sitokinin

yang digunakann dan respon dari jenis tanaman yang dikulturkan. Banyak hasil

penelitian tentang penggunaan auksin dan sitokinin yang dapat memacu proses

morfogenesis dalam usaha perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan. Hasil

penelitian Kadir (2007), menunjukkan bahwa media terbaik untuk induksi dan

regenerasi kalus menjadi planlet pada tanaman nilam adalah media MS dengan

penambahan BAP 0.1 mg 1 -1 dan 2,4-D 1.0 mg l -1 .

Page 21: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

14

BAB. III

TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

A. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari pengaruh kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D dan BAP

terhadap induksi kalus pada eksplan daun kencur.

2. Mencari kombinasi konsentrasi 2,4-D dan BAP berapa yang memberikan pengaruh

terbaik terhadap proliferasi kalus pada eksplan daun kencur.

3. Mengetahui pengaruh interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh kultur

kalus kencur yang pertumbuhannya baik

B. MANFAAT PENELITIAN

Induksi kalus pada eksplan daun kencur dengan perlakuan kombinasi dan

konsentrasi 2,4-D dan BAP sangat diperlukan untuk mengasilkan kalus yang akan

digunakan dalam produksi metabolit sekunder.

Dengan berhasilnya penelitian ini diharapkan dapat diperoleh metode yang

tepat untuk perbanyakan kalus dengan menggunakan eksplan daun kencur, dengan

demikian diperoleh metode yang lebih mudah dan cepat dalam menghasilkan produk

metabolit sekunder dalam jumlah banyak, dan dalam waktu singkat pada sekala

laboratorium..

Page 22: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

15

BAB. IV

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, FKIP

Universitas Muhammadiyah Purwokerto, waktu penelitian diperkirakan 8 (delapan)

bulan.

B. Alat dan Bahan

Laminair air flow cabinet (LAF); botol kultur; timbangan analitis; skalpel dan

blade; pinset; pH meter; lampu spirtus; gelas ukur; batang pengaduk; otoklaf; lemari

es; 2,4-D; BAP; alkohol; alumunium foil; HgCl2; aquades; asam sulfat; agar; sukrosa;

CaCl2.2H2O; CoCl2.6H2O; CuSO4.5H2O; FeSO4.7H2O; Glisin; H3BO3; KH2PO4; KI;

MgSO4.7H2O; MnSO4.4H2O; Myoinositol; Na2EDTA; NaMoO4.2H2O; NH4NO3;

Asam Nikotinat; Piridoksin-HCl; Thiamin-HCl; Sukrosa; ZnSO4.7H2O, Kaporit,

Kloroc.

C. Rancangan Percobaan

Perlakuan untuk induksi kalus dan proliferasi kalus terdiri atas dua faktor yaitu

konsentrasi 2,4-D dan BAP. Kombinasi perlakuan untuk induksi kalus dapat dilihat

pada tabel 1, sedangkan kombinasi perlakuan untuk proliferasi kalus dilihat pada table

2. Semuanya disusun acak dalam rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga ulangan,

dan setiap unit perlakuan menggunakan 5 botol kultur.

Tabel 1. Konsentrasi 2,4-D dan BAP untuk induksi kalus BAP (mg/l)

2,4-D(mg/l) 0 0,1 0,2 0,3

0 D0B0 D0B1 D0B2 D0B3 0,5 D1B0 D1B1 D1B2 D1B3 1 D2B0 D2B1 D2B2 D2B3 1,5 D3B0 D3B1 D3B2 D3B3 2 D4B0 D4B1 D4B2 D4B3

Page 23: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

16

Tabel 2. Konsentrasi 2,4-D dan BA untuk proliferasi kalus BAP (mg/l)

2,4-D(mg/l) 0 0,1 0,2 0,3

0 D0B0 D0B1 D0B2 D0B3 1 D1B0 D1B1 D1B2 D1B3 2 D2B0 D2B1 D2B2 D2B3 3 D3B0 D3B1 D3B2 D3B3 4 D4B0 D4B1 D4B2 D4B3

D. Tata Laksana Penelitian

D.1 Sumber dan Steriliasi Eksplan

Bahan yang akan digunakan sebagai eksplan adalah daun kencur. Penyediaan

eksplan dilakukan dengan cara mengambil potongan daun dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm

dari daun yang sudah terpilih dan disterilisasikan. Sterilisasi akan dilakukan dengan

cara merendam dalam 70% etanol selama 5, 10 dan 15 menit. Kemudian direndam

dalam 30%, 40% dan 50% bayclin selama 5 selanjutnya dibilas dengan akuades steril 3

kali. Hasil kultur dari variasi konsentrasi alcohol dan bayclin dan lama waktu

perendaman yang tidak menyebabkan kematian jaringan dan tidak menyebabkan

terjadinya kontaminasi akan digunakan untuk metode sterilisasi eksplan yang akan

digunakan untuk penelitian selanjutnya.

D.2 Induksi kalus dan Proliferasi Kalus

Untuk menginduksi pembentukan kalus dari eksplan yang ditanam dilakukan

pada medium dasar MS dengan penambahan 2,4-D 0 - 2 mg/l medium dan BAP 0 -

0,3 mg/l medium seperti tampak pada Tabel 1, dan medium proliferasi kalus

menggunakan medium dasar MS dengan penambahan 2,4-D 0 – 4 mg/l medium dan

BAP 0 – 0,3 mg/l medium.

Induksi kalus dilakukan dengan cara menanam eksplan dalam medium induksi

tunas. Selanjutnya ditentukan medium yang paling banyak menginduksi pembentukan

kalus setelah delapan minggu kultur. Proliferasi kalus dilakukan dalam medium

ploriferasi (tabel 2) dengan tujuan untuk memperbanyak kalus yang sudah didapatkan

dari medium induksi tunas.

D.3. Variabel yang diamati

Page 24: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

17

Variabel yang diamati meliputi waktu induksi kalus, persentase eksplan yang

tumbuh, volume kalus yang tumbuh dari eksplan daun , penampilan kultur secara

visual dan persentase kontaminasi.

D.4. Analisis lanjutan

Pengaruh 2,4-D dan BAP terhadap induksi kalus di uji dengan analisis of

varian (ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95%. Jika uji ANOVA menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata, maka analisis dilanjutkan dengan “Duncan’s New

Multiple Range Test (DNMRT)” pada tingkat kepercayaan 95 %. Uji statistik

dilakukan dengan menggunakan program “Statistica for Windows Release 5 Statsoft,

Inc. 1995”.

Page 25: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

18

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. 1. Penanaman Eksplan Tahap Pertama

Penelitian yang dilaksanakan secara umum berjalan dengan baik, namun

demikian dalam penelitian ini dilakukan penyediaan bahan tanam dari rimpang kencur

yang berulang-ulang untuk mendapatkan eksplan yang sesuai dengan harapan.

Penyediaan bahan tanam berupa tunas kencur dengan daun yang sudah membuka dari

rimpang kencur memiliki kendala tertentu diantaranya kondisi/keadaan rimpang

kencur sebagai bahan baku serta kondisi lingkungan selama pengecambahan rimpang

untuk mendapatkan tunas kencur yang akan digunakan untuk penelitian selanjutnya.

Beberapa kendala dihadapi dalam rangka penyediaan bahan tanam yang sesuai

untuk eksplan diantaranya proses penyediaan bahan tanam berupa daun kencur dari

rimpang kencur yang sudah terpilih. Proses perkecambahan pertama mengalami

kegagalan total, dimana tunas kencur tidak dapat tumbuh dari rimpang kencur yang

kami gunakan. Kegagalan perkecambahan rimpang kencur lebih disebabkan karena

kondisi lingkungan tempat perkecambahan rimpang dan kondisi rimpang yang kurang

baik. Kondisi iklim mikro tempat rimpang dikecambahkan dalam kondisi kelembaban

yang cukup tinggi, menyebabkan rimpang kencur banyak yang terserang jamur.

Sebagian besar rimpang ditumbuhi jamur dengan hifa yang berwarna putih.

Perkembangan jamur cukup tinggi, sehingga bahan tanam pada tahap ini tidak kami

gunakan untuk eksplan pada tahapan berikutnya. Kondisi bahan tanam yang tidak baik

dan terserang patogen dikhawatirkan akan menyebabkan kontaminasi yang cukup

tinggi pada kultur in vitro yang dilakukan.

Pembibitan kedua terhadap rimpang kencur dilakukan kembali pada bulan Mei

2009. Setiap 3 hari sekali kondisi rimpang diamati untuk mendeteksi pertumbuhan

jamur pada rimpang. Pertumbuhan tunas kencur terjadi sekitar umur 12 hari setelah

tanam. Sebagian rimpang terserang jamur dengan hifa yang berwarna putih, dan

sebagian lagi dapat tumbuh dengan baik. Rimpang yang terserang jamur diisolasi dan

dibuang agar tidak menulari rimpang yang lainnya. Pada penanaman tahap kedua ini

sebagian rimpang yang berkecambah dan menghasilkan daun yang sempurna

digunakan sebagai eksplan untuk penanaman selanjutnya dalam media MS.

Page 26: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

19

Eksplan yang digunakan dari pembibitan eksplan kedua menunjukkan tingkat

kontaminasi yang masih cukup tinggi. Kontaminasi Eksternal maupun kontaminadi

internal masih terjadi dengan menggunakan eksplan pada penanaman rimpang kencur

tahap kedua ini. Kontaminasi eksternal pada eksplan didominasi oleh jamur, sedangkan

untuk kontaminasi internal cenderung disebabkan oleh bakteri internal.

.

a. Pembibitan ke-2 b. Pembibitan ke-3

Gambar 1. Pembibitan rimpang kencur

A.2. Hasil pengamatan penanaman tahap pertama

1. Waktu Pertama Kontaminasi Tumbuh

Hasil pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan bahwa

rerata waktu pertama kontaminasi muncul menunjukkan variasi waktu yang beragam.

Dalam pengamatan ini asal kontaminasi berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan

sampai sumber kontaminasi muncul dalam media. Waktu yang dibutuhkan bervariasi

dengan waktu yang singkat ( kurang dari 7 hari) hingga membutuhkan waktu cukup

lama ( lebih dari 10 hari) hingga kontaminasi muncul.

Dari variasi waktu tersebut, dalam pengamaan waktu pertama kontaminasi

muncul dibagi menjadi 2 (dua) kelompok sumber kontaminasi yaitu kontaminasi

Eksternal (waktu pertama kontaminasi muncul kurang dari 10 hari) dan kontaminasi

internal ( waktu pertama kontaminasi muncul lebih dari 10 hari). Data hasil

pengamatan waktu pertama kontaminasi muncul dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini.

Page 27: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

20

Tabel 3. Rerata waktu Pertama kontaminasi muncul (hari setelah inokulasi) Perlakuan Sterilisasi Kontaminasi

Eksternal Kontaminasi Internal

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’ 6,6 18 Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’

7,5 16,5

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’ 4,5 14 Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’

7 16,75

Alkohol 70% selama 15’ 7 16,5 Bayclin 20% selama 15’ 7,5 16 Rerata 6,68 97,75

Dari data di atas terlihat bahwa waktu pertama kontaminasi muncul dari

masing-masing perlakuan sterilisasi menunjukkan perlakuan ( perendaman dalam

Bayclin 20% selama 10 menit dilanjutkan perendaman dalam alkohol 70% selama 10

menit) menunjukkan tidak terjadi kontaminasi eksternal. Perlakuan ( Bayclin 2 %

selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’) memberikan rerata waktu 4,5 hari, perlakuan (

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’) memberikan rerata waktu 6,6 hari,

perlakuan S4 ( Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’) dan (

perendaman dalam Alkohol 70% selama 15 menit) selama 7 hari, sedangkan perlakuan

( Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’) dan ( Bayclin 20% selama 15’)

memberikan rerata waktu 7,5 hari.

Sedangkan untuk kontaminasi internal rerata waktu pertama kontaminasi

muncul pada masing-masing perlakuan menunjukkan variasi waktu antara 14 hari – 18

hari setelah inokulasi/tanam. Perlakuan ( perendaman dalam bayclin 20% selama 5’ +

Alkohol 70% selama 5’) menunjukkan rerata waktu pertama kontaminasi muncul 18

hari; ( perendaman dalam bayclin 20% selama 10’ dilanjutkan dengan perendaman

dalam alkohol 70% selama 10’) selama 16,75 hari; ( Bayclin 20% selama 10’ +

Alkohol 70% selama 5’) dan ( perendaman dalam alkohol 70% selama 15’) selama

16,5 hari ; ( Bayclin 20% selama 15’) selama 16 hari dan ( Bayclin 2 % selama 5’ +

Alkohol 70% selama 10’) selama 14 hari.

Dari data tersebut terlihat bahwa perlakuan ( perendaman dalam bayclin 20%

selama 10’ dilanjutkan dengan perendaman dalam alkohol 70% selama 10’) dan (

perendaman dalam alkohol 70% selama 15’) memberikan pengaruh yang terbaik

terhadap proses sterilisasi pada eksplan dalam rangka menghilangkan mikroorganisme

Page 28: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

21

penyebab kontaminasi eksternal baik yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri.

Namun demikian perlakuan ini masih belum mampu menghilangkan kontaminasi yang

disebabkan oleh sumber kontaminan internal yang terbawa dari bahan tanam /eksplan

yang digunakan.

2. Sumber Kontaminasi

Pengamatan terhadap sumber kontaminasi pada penelitian ini menunjukkan

bahwa sumber kontaminan pada media disebabkan oleh jamur maupun bakteri.

Kontaminasi berasal dari kontaminan eksternal baik berupa jamur maupun bakteri,

ataupun kontaminan internal yang pada umumnya berasal dari baktreri yang tumbuh di

dalam jaringan tanaman. Sumber kontaminan yang menyerang dapat dilihat pada tabel

4 berikut ini.

Tabel 4. Persentase media terkontaminasi dari berbagai sumber

kontaminasi (%)

Perlakuan Sterilisasi Eksternal Internal Jamur Bakteri Jamur Bakteri

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’

50 10 0 10

Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’

30 20 0 20

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’

50 20 10 0

Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’

0 20 0 40

Alkohol 70% selama 15’ 10 0 0 40 Bayclin 20% selama 15’ 10 40 0 30 Rerata 25 18,33 1,6 23,33

Dari data diatas dapat terlihat bahwa perlakuan sterilisasi ( bayclin 20% selama

5’ + alkohol 70 % selama 5’) dan ( Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama

10’) menyebabkan kontaminasi eksternal dari sumber kontaminan jamur yaitu masing-

masing sebanyak 50%, perlakuan (Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’)

menyebabkan kontaminasi dari sumber kontaminan jamur sebanyak 30%, perlakuan (

Alkohol 70% selama 15 ’) dan ( Bayclin 20 % selama 15’) masing-masing

kontaminasi oleh jamur sebanyak 10%, sedangkan perlakuan ( Bayclin 20% selama

10’ + Alkohol 70% selama 10’) mampu menghambat pertumbuhan jamur.

Page 29: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

22

a. Kontaminasi jamur b. Kontaminasi bakteri c. Kontaminasi Bakteri

Gambar 2. Kontaminasi eksternal dengan sumber kontaminan jamur dan bakteri (gambar a dan b) serta Kontaminasi internal oleh bakteri ( gambar c) Sumber kontaminansi yang disebabkan oleh bakteri terlihat pada perlakuan (

Bayclin 20% selama 15’) menunjukkan persentase terbanyak yaitu 40% kontaminasi

yang disebabkan oleh bakteri eksternal, perlakuan ( Bayclin 20% selama 10’ +

Alkohol 70% selama 5’); ( Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’) dan (

Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’) masing-masing sebanyak 20%

kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri, ( bayclin 20% selama 5’ + alkohol 70 %

selama 5’) sebanyak 10 %, sedangkan ( Alkohol 70% selama 15 ’) tidak menimbulkan

kontaminasi yang disebabkan oleh bakteri eksternal.

Perkembangan kontaminan internal untuk masing-masing perlakuan

menunjukkan hanya perlakuan ); ( Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama

10’) yang masih dapat menimbulkan kontaminasi internal yang disebabkan oleh jamur,

sedangkan perlakuan lainnya ternyata masih menyebabkan timbulnya kontaminasi

internal yang disebabkan oleh bakteri, dengan hasil yaitu perlakuan (Bayclin 20%

selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’)sebanyak 10%, (Bayclin 20 % selama 10’ +

Alkohol 70% selama 5’) sebanyak 20 %, ( Bayclin 20% selama 15’) sebanyak 30 %

,serta perlakuan sterilisasi ( Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’) dan

(Alkohol 70% selama 15’) masing-masing sebanyak 40% kotaminasi internal yang

disebabkan oleh bakteri.

3. Persentase Kontaminasi

Pengamatan terhadap persentase eksplan yang terkontaminasi dalam penelitian

ini menunjukkan bahwa secara umum persentase kontaminasi masih diatas 50%,

untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut ini.

Page 30: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

23

Tabel 5. Persentase eksplan yang terkontaminasi (%)

Perlakuan Sterilisasi Persentase Kontaminasi

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’ 70 Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’ 70 Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’ 80 Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’ 60 Alkohol 70% selama 15’ 50 Bayclin 20% selama 15’ 80 Rerata Kontaminasi 68,33

Dari tabel 5 diatas terlihat bahwa perlakuan ( Alkohol 70% selama 15 ’)

menunjukkan persentase kontaminasi terrendah yaitu hanya 50%, perlakuan ( Bayclin

20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’) sebanyak 60%, perlakuan ( bayclin 20%

selama 5’ + alkohol 70 % selama 5’) dan ( Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70%

selama 5’) sebanyak 70%, sedangkan perlakuan ( Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol

70% selama 10’) dan ( Bayclin 20% selama 15’) menunjukkan persentase kontaminasi

tertinggi yaitu sebanyak 80%.

4. Persentase Eksplan yang tumbuh

Pengamatan persentase eksplan yang tumbuh dapat dilihat pada tabel 6.dibawah

ini.

Tabel 6. Persentase eksplan yang tidak terkontaminasi dan persentase eksplan yang tumbuh

Perlakuan Sterilisasi Persentase eksplan tidak terkontaminasi (%)

Persentase eksplan tumbuh (%)

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 5’

30 0

Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’

30 0

Bayclin 20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’

20 0

Bayclin 20 % selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’

40 0

Alkohol 70% selama 15’ 50 0 Bayclin 20% selama 15’ 20 0 Rerata 31,66 0

Page 31: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

24

Dalam tabel 6 diatas persentase eksplan yang tidak terkontaminasi pada

masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan ( Alkohol 70% selama 15 ’)

menunjukkan persentase eksplan tidak terkontaminasi tertinggi yaitu sebesar 50%;

perlakuan ( Bayclin 20% selama 10’ + Alkohol 70% selama 10’) sebanyak 40%,

perlakuan ( bayclin 20% selama 5’ + alkohol 70 % selama 5’) dan ( Bayclin 20%

selama 10’ + Alkohol 70% selama 5’) sebanyak 30%, sedangkan perlakuan ( Bayclin

20% selama 5’ + Alkohol 70% selama 10’) dan ( Bayclin 20% selama 15’)

menunjukkan persentase eksplan yang tidak terkontaminasi terrendah yaitu sebanyak

20%.

Sedangkan persentase eksplan yang tumbuh dari eksplan yang tidak

terkontaminasi menunjukkan tidak adanya eksplan yang mampu tumbuh pada media

yang digunakan dengan perlakuan sterilisasi tersebut.

Gambar 4. Eksplan yang tidak terkontaminasi umur 20 hst

Dari data yang disajikan diatas dengan perlakuan sterilisasi eksplan berupa

kombinasi sterilan etanol dan Bayclin dengan variasi lama perendaman yang berbeda

Masih menunjukkan tingginya kontaminasi pada eksplan yang ditumbuhkan dalam

medium MS. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan metode sterilisasi melalui

proses perendaman eksplan daun kencur dalam 70 % etanol selama 5, 10 dan 15 menit

yang dikombinasikan dengan perendaman dalam Bayclin dengan konsentrasi 30%,

40% dan 50% masih belum mampu secara efektif menghilangkan sumber kontaminan

berupa jamur maupun bakteri dari ekplan yang kita gunakan. Selain itu ternyata

eksplan yang diinokulasi ke dalam medium MS untuk induksi kalus tidak

menunjukkan pertumbuhan kalus sesuai dengan yang diharapkan. Dari kenyataan

tersebut pengujian dilakukan kembali dengan mengubah metode sterilisasi yang

digunakan, dengan tujuan untuk mengurangi kontaminasi dan merangsang

pertumbuhan eksplan untuk membentuk kalus dalam medium MS dengan modifikasi

Page 32: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

25

penggunaan 2,4 D dan BAP yang bertujuan untuk menginduksi kalus dari eksplan daun

kencur yang digunakan..

B.1. Penanaman eksplan tahap ke dua

Penggunaan eksplan dari pembibitan rimpang kencur yang kedua masih

menunjukkan tingkat kontaminasi eksternal maupun internal yang cukup tinggi pada

penelitian ini. Untuk mengurangi tingkat kontaminasi yang kemungkinan akan terjadi

pada inokulasi eksplan selanjutnya maka dilakukan pengujian kembali dengan

menanam eksplan dari pembibitan ketiga.

Pada pembibitan ketiga ini, rimpang sebagai bahan tanam dipilih yang memiliki

kualitas yang baik. Rimpang benar-benar dipilih dengan kriteria ukuran maupun visual

yang cukup baik. Rimpang ditumbuhkan dalam media yang terlebih dahulu melalui

proses sterilisasi dengan pemanasan selama kurang lebih satu jam. Media tanam

berupa pakis steril yang telah diremukkan, dengan tujuan agar tunas dapat tumbuh

dengan baik. Selain itu untuk mengurangi resiko kontaminasi rimpang oleh jamur

selama perkecambahan.

Masih tingginya tingkat kontaminasi pada penanaman tahap pertama dengan

metode streilisasi menggunakan sterilan berupa etanol 70% dengan lama perendaman

pada kisaran 5, 10 dan 15 menit yang dikombinasikan dengan perendaman dalam

larutan Bayclin dengan konsentrasi 30%, 40% dan 50 % selama 5 menit menunjukkan

perlakuan sterilisasi yang digunakan masih belum efektif menghilangkan sumber

kontaminan berupa jamur dan bakteri.

Pengujian berupa penanaman tahap kedua dengan memodifikasi metode

sterilisasi dilakukan dalam upaya untuk menurunkan tingkat kontaminasi eksplan yang

disebabkan oleh jamur dan bakteri serta merangsang pertumbuhan eksplan sesuai

dengan perlakuan yang digunakan. Pada penanaman tahap kedua metode sterilisasi

yang digunakan adalah berupa perendaman eksplan dalam alkohol 70 % selama 5

menit dilanjutkan dengan perendaman eksplan dalam larutan kaporit dengan

konsentrasi 1 gram/100 ml air selama 5 menit.

Eksplan yang diperoleh dari pembibitan ke tiga ini menunjukkan hasil yang

sangat baik. Tingkat kontaminasi eksternal maupun internal mengalami penurunan

dibandingkan pada penggunaan eksplan dari pembibitan kedua. Kontaminasi eksternal

Page 33: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

26

maupun internal yang disebabkan oleh jamur maupun bakteri sangat rendah. Hal ini

menunjukkan bahwa perlakuan yang intensif pada tahap awal penyediaan eksplan

memberikan tingkat kontaminasi yang rendah.

B.2. Hasil Pengamatan Penanaman Eksplan tahap kedua

1. Persentase Kontaminasi

Pengamatan terhadap persentase eksplan yang terkontaminasi dalam penelitian

ini menunjukkan bahwa secara umum rata-rata persentase kontaminasi pada masing-

masing perlakuan masih dibawah 30 %, seperti terlihat pada tabel 7 di bawah ini.

Dari tabel 7 diatas terlihat bahwa perlakuan sterilisasi menggunakan alkohol

70% selama 5 menit dilanjutkan Perendaman eksplan kedalam larutan kaporit dengan

konsentrasi 1 g/100 ml air menunjukkan rerata tingkat persentase kontaminasi sebesar

22,2 %. Hasil ini menunjukkan persentase kontaminasi yang lebih rendah bila

dibandingkan dengan perlakuan sterilisasi sebelumnya yang rata-rata menunjukkan

persentase kontaminasi sebesar 68,33%.

Tabel 7. Persentase eksplan yang terkontaminasi (%)

Perlakuan Persentase Kontaminasi D0B0 22,2 D0B1 33,3 D0B2 11,1 D0B3 22,2 D1B0 11,1 D1B1 33,3 D1B2 11,1 D1B3 11,1 D2B0 22,2 D2B1 33,3 D2B2 11,1 D2B3 22,2 D3B0 22,2 D3B1 44,4 D3B2 33,3 D3B3 22,2 D4B0 33,3 D4B1 11,1 D4B2 11,1 D4B3 22,2 Reratal 22,2

Page 34: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

27

2. Sumber Kontaminasi

Pengamatan terhadap sumber kontaminasi pada penanaman kedua

menunjukkan bahwa sumber kontaminan pada media disebabkan oleh jamur maupun

bakteri baik eksternal maupun internal. Kontaminasi lebih banyak disebabkan oleh

bakteri internal yang tumbuh di dalam jaringan tanaman. Sumber kontaminan yang

menyerang dapat dilihat pada tabel 8 berikut ini.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa perlakuan sterilisasi dengan menggunakan

alkohol 70% selama 5 menit dilanjutkan perendaman eksplan kedalam larutan kaporit

dengan konsentrasi 1 g/100 ml air menunjukkan sumber kontaminan yang

mendominasi kontaminasi pada penelitian ini adalah bakteri internal, kemudian jamur

eksternal yang berasal dari media tanam maupun dari eksplan itu sendiri. Munculnya

sumber kontaminan di dalam medium MS yang digunakan berkisar pada 12-20 hari

setelah eksplan diinokulasi/ditanam.

Tabel 8. Persentase media terkontaminasi dari berbagai sumber kontaminasi (%)

Perlakuan Eksternal Internal Jamur Bakteri Jamur Bakteri D0B0 11,1 11,1 D0B1 22,1 11,1 D0B2 11,1 D0B3 11,1 11,1 D1B0 11,1 D1B1 11,1 11,1 11,1 D1B2 11,1 D1B3 11,1 D2B0 11,1 11,1 D2B1 22,1 11,1 D2B2 11,1 D2B3 22,2 D3B0 22,2 D3B1 11,1 33,3 D3B2 22,2 11,1 D3B3 11,1 11,1 D4B0 11,1 22,2 D4B1 11,1 D4B2 11,1 D4B3 22,2 Rerata 9,44 1,11 11,1

Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode sterilisasi yang digunakan sudah

cukup efektif untuk mengurangi bahkan menghilangkan sumber kontaminan dari

Page 35: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

28

eksplan khususnya untuk kontaminan berupa jamur dan bakteri eksternal. Tingginya

kontaminasi yang disebabkan oleh jamur ekternal bukan dari eksplan yang digunakan

namun lebih berasal dari spora jamur yang berasal dari lingkungan tempat inkubasi

eksplan yang mungkin kurang steril. Sedangkan tingginya kontaminasi oleh bakteri

internal disebabkan karena eksplan/bahan tanam berupa daun kencur sudah membawa

bakteri di dalam jaringan daun tersebut, dimana biasanya bateri yang berada dibagian

dalam jaringan tanaman sulit dikendalikan/dihilangkan dengan menggunakan metode

sterilisasi yang digunakan.

3. Persentase Eksplan yang tumbuh Pengamatan persentase eksplan yang tumbuh dapat dilihat pada tabel 9 dibawah

ini.

Tabel 9. Persentase eksplan yang tidak terkontaminasi dan persentase eksplan yang tumbuh

Perlakuan Persentase eksplan tidak terkontaminasi

Persentase eksplan tumbuh

D0B0 77,8 0 D0B1 66,7 0 D0B2 88,9 0 D0B3 77,8 0 D1B0 88,9 0 D1B1 66,7 0 D1B2 88,9 0 D1B3 88,9 0 D2B0 77,8 0 D2B1 66,7 0 D2B2 88,9 0 D2B3 77,8 0 D3B0 77,8 0 D3B1 55,6 0 D3B2 66,7 0 D3B3 77,8 0 D4B0 66,7 0 D4B1 88,9 0 D4B2 88,9 0 D4B3 77,8 0 Reratal 77,8 0

Dalam tabel 8 diatas persentase eksplan yang tidak terkontaminasi pada

masing-masing perlakuan menunjukkan bahwa perlakuan sterilisasi dengan

menggunakan alkohol 70% selama 5 menit dilanjutkan perendaman eksplan kedalam

larutan kaporit dengan konsentrasi 1 g/100 ml air menunjukkan tingkat eksplan yang

Page 36: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

29

tidak terkontaminasi cukup tinggi yaitu sebesar 77,8 %, namun demikian belum ada

eksplan yang dapat tumbuh dan membentuk kallus pada masing-masing kombinasi

perlakuan 2,4 D dan BAP yang diberikan pada medium tanam sebagai perlakuan untuk

menginduksi kallus.

4. Waktu Induksi Kalus, Volume kalus yang Tumbuh dari Eksplan dan

Penampilan Kultur secara Visual Hasil pengamatan waktu induksi tunas (hst), volume kalus yang tumbuh dari

eksplan serta penampilan kultur secara visual tidak dapat disajikan dalam laporan ini.

Ketiga variabel pengamatan tersebut dapat diamati setelah eksplan yang ditanam dalam

medium induksi tunas menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan yang

diindikasikan berupa pembentukan kalus dari eksplan daun kencur. Namun demikian

hingga akhir pengamatan 8 minggu setelah tanam, eksplan belum menunjukkan tanda-

tanda membentuk kallus.

Pertumbuhan dan perkembangan eksplan pada medium dasar MS dengan

penambahan 2,4-D 0 - 2 mg/l medium dan BAP 0 - 0,3 mg/l medium belum mampu

mengarah pada pembentukan kalus sesuai dengan yang diharapkan. Eksplan yang

ditanam dalam medium induksi tunas pada umur 2 minggu setelah tanam sebagian

besar masih menunjukkan kondisi eksplan yang cukup baik. Eksplan daun kencur yang

digunakan masih berwarna hijau dan penampilan eksplan masih segar . Namun

demikian pada minggu ke 3 pada tepi eksplan mulai terjadi pencoklatan (browning),

yang berjalan terus menerus hingga semua eksplan menunjukkan warna pucat (coklat

muda)

.

4a. Eksplan umur 14 HST 4b. Eksplan umur 20 hst

Gambar 4a dan 4b. Kondisi esplan dalam medium MS induksi kalus dengan modifikasi 2,4 D dan BAP umur 14 hst – 20 hst.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

30

Gambar 5. Proses pencoklatan pada eksplan daun kencur yang ditanam dalam medium MS induksi kalus dengan modifikasi 2,4 D dan BAP selama penelitian.

Proses pencoklatan pada eksplan dalam penelitian ini diduga karena daun

kencur yang digunakan sebagai eksplan memiliki kandungan senyawa fenol yang

cukup tinggi. Seperti dikemukakan di atas bahwa di dalam tanaman kencur

mengandung senyawa saponin, flavonoid, fenol serta minyak atsiri sebagain hasil

metabolit sekunder . Hal ini sesuai dengan pendapat Suskendriyati, et.al (2004) yang

menyatakan bahwa akumulasi dan oksidasi senyawa fenol didalam suatu jaringan atau

sel merupakan salah satu penyebab terjadinya proses pencoklatan yang berakibat

kematian pada eksplan yang digunakan dalam kegiatan kultur in vitro.

Selain kondisi eksplan dimana diduga kandungan senyawa fenol yang cukup

tinggi didalam jaringan eksplan , konsentrasi zat pengatur tumbuh khususnya 2,4 D

dan Benzil Aminopurin (BAP) yang digunakan dalam penelitian ini memiliki peran

terhadap keberhasilan pembentukan kalus pada eksplan daun kencur. Keseimbangan

konsentrasi zat pengatur tumbuh jenis auksin dan sitokinin yang digunakan akan

mengantarkan sel pada pembentukan kalus.

Seperti yang diungkapkan oleh Widiastoety (1985) bahwa pembentukkan kalus

terjadi jika perbandingkan Auksin dan Sitokinin dalam keadaan yang seimbang.

Pendapat lain juga diungkapkan Santoso (2004), membuat kalus berarti menginduksi

dari bagian tanaman tertentu, yang dirangsang secara hormonal. Kesesuaian dan

ketepatan pemilihan jenis dan perimbangan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang

digunakan akan mempengaruhi keberhasilan pembentukan kalus pada eksplan yang

digunakan. Ketidakmampuan eksplan membentuk kalus lebih disebabkan oleh karena

kurang tepatnya penggunakan zat pengatur tumbuh yang digunakan khususnya

perimbangan kosentrasi 2,4 D dan NAA yang digunakan.

Selain perimbangan zat pengatur tumbuh yang digunakan untuk induksi tunas,

penggunakan sumber eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan induksi tunas.

Dalam penelitian ini eksplan yang digunakan berupa daun kencur yang sudah

Page 38: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

31

membuka sempurna (dewasa). Menurut Santoso (2004), penggunaan bagian tanaman

yang masih juvenil (muda/meristematik) akan lebih memudahkan induksi kalus

dibandingkan jaringan yang sudah mengalami pendewasaan seperti organ daun. Hal ini

berkaitan dengan kondisi totipotensi bahan tanam, dimana pada umumnya sifat

totipotensi lebih banyak dimiliki oleh bagian tanaman yang masih juvenil, muda dan

banyak dijumpai pada daerah-daerah meristematik tanaman seperti bagian tunas

aksilar.

Konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4 D pada kisaran 0-2 mg/l medium dan

Benzil Aminopurin (BAP) pada kisaran 0-0,3 mg/l medium, diduga masih sangat

rendah( kurang) untuk dapat merangsang sel eksplan daun kencur untuk membentuk

kalus.

Pendapat lain yang diungkapkan oleh George and Sherrington (1984) ; Zaid

(1995) ; dan Satria (1995) bahwa kombinasi konsentrasi auksin (2,4-D) dan Sitokinin

(BAP) yang tinggi dapat menunda sintesa senyawa polyfenol dan mengurangi

pencoklatan pada eksplan. Berdasrkan pernyataan diatas diduga konsentrasi auksin

jenis 2,4 D pada kisaran konsentrasi 0-2 mg/l medium yang dikombinasikan dengan

senyawa Sitokinin jenis Benzil Aminopurin (BAP) pada kisaran konsentrasi 0-0,3 mg/l

masih belum mampu mengurangi sintesa senyawa fenol dan menghilangkan pengaruh

fenol yang ada di dalam eksplan terhadap proses pencoklatan pada eksplan.

Page 39: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

32

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan di muka dapat disimpulkan bahwa :

1. Kombinasi konsentrasi zat pengatur tumbuh 2,4-D pada kisaran konsentrasi 0

– 2 mg/l medium dan BAP pada kisaran konsentrasi 0 – 0,3 mg/l medium

masih belum mampu menginduksi terbentuknya kalus pada eksplan daun

kencur selama penelitian.

2. Ketidakmampuan eksplan membentuk kalus disebabkan oleh kadungan fenol

yang cukup tinggi di dalam jaringan eksplan serta belum berimbangnya

konsentrasi 2,4 D dan Benzil Aminopurin yang dapat menekan sintesis fenol di

dalam jaringan penyebab poses pencoklatan dan kematian pada eksplan daun

kencur.

3. Belum ditemukan pengaruh interaksi antara 2,4-D dan BAP terhadap peroleh

kultur kalus kencur yang pertumbuhannya baik dikarenakan belum

diperolehnya perimbangan konsentrasi 2,4 D dan BAP yang tepat untuk induksi

kalus pada eksplan daun kencur

B. Saran

Bertitik tolak dari hasil penelitian ini perlu dilakukan kajian lebih lanjut tentang

penggunaan zat pengatur tumbuh 2,4 D dan Benzil Aminopurin (BAP) dengan variasi

kosentrasi yang lebih beragam untuk keberhasilan induksi kalus dengan eksplan daun

kencur. Selain itu perlu dilakukan kajian penanganan problem pencoklatan pada

eksplan khususnya pada eksplan daun kencur.

Page 40: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

33

LAMPIRAN-LAMPIRAN

A. DAFTAR PUSTAKA

Bajaj, Y.P.S, 1983. Production of Normal Seeda from Plants Regenerated from the

Meristem of Arachis hypogaea and Cicer arientinum Cryopreserved for 20 Months. Euphica. 32 : 425-430

Chiek, L.Y., 1992. Perbanyakan Tanaman Nangka (Artocarpus heterophyllus Lank) Melalui Kultur Jaringan. Karya Ilmiah. Jurusan Budidaya Pertanian Fak. Pertanian IPB. Bogor.

Davied, A. 1982. In Vitro Propagation of Gymnospermae in Tissue Culture in Forestry Bonga J.M. dan Durzan, D.J.,(Ed) M Nijhoff & W. Junk Publ. The Hague, The Netherland.p : 73-108.

Davies, P.J., 1987. The Plant Hormone: Their Nature, occurrence and Fuction in Plant Hormones and Their Role in Plant Growth and Develompment. Davies, P.J. (Ed) M. Nijhoff Publ. Dordrecht, Boston, Lancaster. p : 1-11.

Ditejabun.2000. Statistik Perkebunan Indonesia 1998-2000. Panili. Jakarta.

George, E.F. dan Sherrington, P.D. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture. Exergetic Limited. England. p. 39-71; 331-382.

Gunawan, L.W., 1988. Teknik Kultur Jaringan . Lab. Kultur Jaringan Tanaman Depdikbud Dirjen Dikti, PAU Bioteknologi, IPB Bogor.

Hadipoenyanti,E. D. Seswita dan N. Ajijjah. 2001. Multiplikasi Tunas Panili Hasil Regenerasi Kalus Secara In Vitro. Dalam Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI. Yogyakarta. Hal. 283-286.

Suskendriyati, H. Solichatun dan Ahmad DW, 2004. Pertumbuhan dan produksi Saponin Kultur Kalus Talinum paniculatum dengan Variasi Pemberian Sumber Karbon. Bio Smart, vol. 6. no. 1. April 2004.

Kartha, K.K. 1981. Meristem Culture and Cryopreservation Method and Application in : Plant Tissue Culture Method and Application in Agriculture . T.A. Thorpe (ed). Academic Pess. Inc, San Diego, California. Pp :181-209.

Krikorian, A.D., K. Kelly dan D.L. Smith, 1987. Hormones in Tissue Culture and Micropropagation in Plant Hormones and Their Role in Plant Growth and Development. Davies, P.J. (Ed) M. Nijhoff Publ. Dordrecht, Boston, Lancaster. p : 593-613

Mulyaningsih T dan A. Nikmatullah, 2008. Kultur Jaringan Tanaman, Fakultas Pertanian UNRAM

Murashige, T. 1974. Plant Propagation through Tissue Culture. Annual Review. Plant Physiology 25 : 135-166.

Otih R, Rosita SMDM, M. Rahardjo dan Taryono,2005. Budidaya Tanaman Kencur, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika, Bogor

Page 41: LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDAdigilib.ump.ac.id/files/disk1/21/jhptump-ump-gdl-anisshofiy-1036-1-pdmagus-s.pdfLAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA ... Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Dosen

34

Priyono, 2000. Perbanyakan Abaca (Musa textilis Nee) Melalui Kultur Mata Tunas Secara In vitro. Pelita Perkebunan ( ) 129-133.

Purseglove,J.W., E.G. Brown, G.L. Green dan S.R.J. Robins. 1988. Species. Vol.2.John Wiley and Sons Inc. New York. 813p.

Rufledge, C.B dan G.C. Douglas, 1988. Tips and Micropropagation of 12 Commercial Clones of Polar In-vitro. Physiol. Plant 72 ; 367-373.

Santoso, U. 1995. Induksi Kalus Artemisia vulgaris L dari Sumber Eksplan yang Berbeda. Pusbitan UMM. Malang.

Santoso, U. Dan Fatimah N, 2004. Kultur Jaringan Tanaman. Ed. 2. UMM Press. Malang

Satria, B. 1996. Perbanyakan manggis (Garcinia mangostana L.) dengan menggunakan eksplan hipokotil pada kombinasi dosis arang aktif dengan komposisi konsentrasi BAP dan NAA secara in-vitro. Fakultas Pertanian Universitas Andalas Padang. 105 hal.

Seswita. D., Hadipoenyanti,E. dan N. Ajijjah. 2001. Multiplikasi Tunas Panili Hasil Regenerasi Kalus Secara In Vitro. Dalam Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI. Yogyakarta. Hal. 283-286.

Shofiyani, A. dan A. Suyadi, 2003. Pemberian Variasi NAA & BAP Terhadap Pertumbuhan Kencur Secara In Vitro, AGRITECH. Vol.V no.2 , DES 2003. 50 – 56 h.

Sisunandar dan Julia, D. 2000. Perbanyakan Pisang Abaka (Musa textilis Nee.) cv. Tangongon secara In vitro. Laporan Penelitian. FKIP Univ. Muhammadiyah Purwokerto.

Stapper,R.E. and C.W. Heuser. 1986. Rapid Multiplikation of Heuchera sengueina Engelm “Rosamundi” Propagation in vitro. Hort. Sci. 21(4):1043-1044.

Syamsuhidayat, SS dan Johny, R.H. 1991. Inventaris Tanaman Obat, Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 616 p.

Tisserat, B. 1987. Embryogenesis, Organogenesis and Plant Regeneration in Plant Cell Culture a Practical Approuch. Dixon, R.A; I.R L(Ed.). Press Limited Oxford.

Tombe,M. dan D. Sitepu. 1987. Penyakit Panili di Indonesia. Edisi Khusus Littro. III92): 103-108.

Udarno. L., dan E. Hadipoenyanti. 2001. Perbanyakan Panili Hibrida Secara In Vitro. Dalam Prosiding Kongres IV dan Simposium Nasional PERIPI. Yogyakarta. Hal. 283-286

Zearr, J.B dan M.O. Mapes, 1985. Action of Growth Regulator in Tissue in Tissue Culture in Forestry. Bonga J.M. dan Durzan, D.J. (Ed), M Nijhoff & W. Junk Publ. The Hague, The Netherland, p :231-251