Upload
sarpudin-l-lafataa
View
173
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
Bidang Ilmu : Kesehatan
USUL PENELITIAN
DOSEN PEMULA
EFEKTIFITAS PENURUNAN SUHU TUBUH DENGAN KOMPRES
HANGAT DI FRONTAL DAN AKSILA PADA PASIEN DEMAM
DI IRNA NON BEDAH (PENYAKIT DALAM) RSUP
DR.M.DJAMIL PADANG TAHUN 2013
TIM PENGUSUL :
NAMA KETUA : Ns.ELIZA,SPd,S.Kep
NO.NIDN : 1030067201
NAMA ANGGOTA TIM :
1. HEGA VALENTINE,SKM
NO.NIDN : 9910001766
2. Ns.SALMIWATI,S.kep
STIKes NAN TONGGA LUBUK ALUNG
MARET 2013
HALAMAN PENGESAHANPENELITIAN DOSEN PEMULA
Judul Penelitian : Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Dengan Kompres Hangat Di
Frontal Dan Aksila Pada Pasien Demam Di Irna Non Bedah
(Penyakit Dalam) RSUP DR.M.Djamil Padang Tahun 2013
Bidang ilmu : Keperawatan
Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ns.Eliza,S.Pd,S.Kep
b. NIDN : 1030067201
c. Pangkat / golongan :-
d. Jabatan fungsional : Asisten Ahli
e. Fakultas / Jurusan : S1 Keperawatan
f. Pusat Penelitian :-
g. Alamat / Institusi : Jalan Raya Padang - Bukittinggi 32 KM Lubuk
Alung Kode Pos 25881
h. Telpon/Faks/E-mail : 085263700917 ([email protected])
Biaya yang diusulkan : Rp 13.000.000
Lubuk Alung, 15 Maret 2013
Mengetahui,
Ketua STIKes Nan Tongga Lubuk Alung Ketua Peneliti,
(Hermalinda,S.Kep.Ns,MKep,An) ( Ns.Eliza,S.Pd,S.Kep )
NIDN: 9910000481 NIDN: 1030067201
Menyetujui,
Ketua Lembaga Penelitian
( Ns.Hesti Wirza,S.Kep )
9910676630
Ns.Eliza,SPd,S.kep
Efektifitas Penurunan Suhu Tubuh Dengan Kompres Hangat di Frontal Dan Aksila Pada Pasien Demam di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M. Djamil Padang Tahun 2013
ABSTRAK
Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh interleukin-1(IL-1).Karena mekanisme pengeluaran panas tidak mampu untuk meningkatkan pengeluaranpanas yang berlebih sehingga mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan dapat mengancam kesehatan. Kompres hangat di frontal dan aksila merupakan metoda non farmakologis yang dapat digunakan untuk membantu menurunkan suhu tubuh. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat di frontal dan aksila pada pasien demam.
Penelitian ini menggunakan metoda Quasi- Ekperimental (pretes and postest) rancangan rangkaian waktu (Time Series Design) pada pasien demam di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.Djamil Tahun 2013 sebanyak 20 orang pada tanggal 29 April – 29 Mei 2012. Pengambilan sample ini dilakukan dengan kuota sampling. Variable penelitian adalah penurunan suhu tubuh dan kompres hangat. Pengumpulan data dilakukan dengan mengompres hangat di frontal dan aksila dilakukan selama 60 menit. Analisa data dilakukan dengan menggunakan SPSS dengan uji T –tes independent.
Daftar bacaan : (1990-2010)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................... . i
DAFTAR ISI .............................................................................................. ii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian............................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian............................................................................. 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektifitas ........................................................................................ 7
B. Demam ………………………………………………………………. 8
1. Tipe – Tipe Demam.................................................................... 11
2. Fase- Fase Demam...................................................................... 12
C. Suhu Tubuh...................................................................................... 14
1. Regulasi...................................................................................... 15
2. Kontrol Neural Dan vascular ...................................................... 15
3. Produksi Panas ........................................................................... 16
4. Pengeluaran Panas ...................................................................... 18
5. Kulit Pada Regulasi Suhu ........................................................... 21
6. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Suhu Tubuh........ 22
7. Perubahan Suhu.......................................................................... 25
8. Kelelahan Akibat Panas .............................................................. 26
9. Mekanisme penurunan temperatur bila tubuh terlalu panas ......... 26
D. Aliran Darah Vena Mengendalikan Temperatur Kulit ....................... 27
1. Pembuluh – Pembuluh Darah Utama ........................................ 28
2. Struktur Pembuluh Darah ........................................................ 28
E. Energi Panas Dalam Bidang Kedokteran ........................................... 35
1. Efek Panas................................................................................ 35
F. Pengertian Kompres Hangat .............................................................. 36
1. Manfaat Kompres Hangat......................................................... 36
G. Kompres Hangat di Frontal …………………………………………. 37
1. Alat Dan Bahan ........................................................................ 37
2. Prosedur ................................................................................... 37
H. Kompres Hangat di Aksila …………………………………………... 38
1. Alat Dan Bahan ........................................................................ 39
2. Prosedur ................................................................................... 39
I. Mekanisme Tubuh Terhadap Kompres Hangat……………………….. 40
BAB III KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep .............................................................................. 42
B. Hipotesa Penelitian............................................................................ 43
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian............................................................................... 44
B. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................ 45
C. Populasi dan sample .......................................................................... 45
D. Definisi Operasional.......................................................................... 46
E. Instrumen penelitian ......................................................................... 48
F. Teknik Pengumpulan data ................................................................. 48
G. Pengolahan Data................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demam adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai akibat
peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yang dipengaruhi oleh
interleukin satu (IL-1) (Sumarmo, 2010). Karena mekanisme pengeluaran panas
tidak mampu untuk meningkatkan pengeluaran panas yang berlebih sehingga
mengakibatkan suhu tubuh meningkat dan dapat mengancam kesehatan (Potter &
Perry, 2005).
Demam terjadi karena akibat dari perubahan set point hipotalamus. Karena
pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Saat
pirogen masuk ke dalam tubuh yang bekerja sebagai antigen akan mempengaruhi
sistem imun. Sistem imun seperti sel darah putih diproduksi lebih banyak lagi
untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Selain itu, substansi lain
seperti hormon dilepaskan untuk mempertahankan melawan infeksi. Substansi ini
juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point. Untuk mencapai set
point baru yang lebih tinggi, tubuh memproduksi dan menghemat panas.
Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari suhu tubuh. Selama
periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa kedinginan, meskipun
suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set point baru, suhu yang
lebih tinggi, tercapai (Potter & Perry, 2005).
Demam bila tidak diatasi dapat membahayakan kondisi tubuh karena
selama demam, metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah.
Meningkatnya metabolisme tubuh yang menggunakan energi untuk memproduksi
panas tambahan. Maka frekuensi jantung dan pernafasan akan meningkat untuk
memenuhi kebutuhan metabolik tubuh terhadap nutrisi. Jika klien memiliki
masalah jantung dan saluran pernafasan maka akan dapat masalah lebih besar.
Peningkatan metabolisme membutuhkan tambahan oksigen. Jika kebutuhan
oksigen tidak dapat dipenuhi, terjadi hipoksia selular (oksigen tidak adekuat) dan
terjadi hipoksiamiokard sehingga mengakibatkan nyeri dada (Potter & Perry,
2005).
Berbagai metode yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh. Dapat
dilakukan dengan pemberian antipiretik dan penggunaan energi panas dalam
pengobatan. Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di
hipotalamus, yang diikuti respon fisiologis termasuk penurunan produksi panas,
peningkatan aliran darah ke kulit, serta peningkatan pelepasan panas melalui kulit
dengan radiasi, konveksi, dan penguapan (Sumarmo, 2010).
Efek samping dari Antipiretik dapat mengakibatkan spasme bronkus,
peredaran saluran cerna, penurunan fungsi ginjal dan dapat menghalangi seperti
supresi respons antibodi serum. Antipiretik tidak mengurangi suhu tubuh sampai
normal, tidak mengurangi lama episode demam, atau mempengaruhi suhu normal
tubuh. Efektifitas dalam menurunkan demam tergantung pada derajat demam
(makin tinggi suhunya, makin besar penurunannya), daya absorpsi, dan dosis
antipiretik. Pembentukan pirogen atau mekanisme pelepasan panas seperti
berkeringat tidak dipengaruhi secara langsung (Sumarmo, 2010).
Selain penggunaan obat antipiretik, penurunan suhu tubuh dapat dilakukan
dengan penggunaan energi panas melalui metoda konduksi dan evaporasi.
Metode konduksi yaitu perpindahan panas dari suatu objek lain dengan kontak
langsung. Ketika kulit hangat menyentuh yang hangat maka akan terjadi
perpindahan panas melalui evaporasi, sehingga perpindahan energi panas berubah
menjadi gas (Potter & Perry, 2005).
Salah satu contoh dari metode konduksi dan evaporasi adalah penggunaan
kompres hangat. Karena kompres hangat merupakan cara yang dilakukan untuk
menurunkan suhu tubuh pada klien demam yang tidak memiliki efek samping dan
tidak membahayakan ataupun memperparah kondisi klien. Selain itu penggunaan
kompres hangat lebih mudah dilakukan dan tidak mengeluarkan biaya yang
banyak dalam menurunkan suhu tubuh. Dapat dilakukan di frontal dan aksila yang
dapat membantu pembuluh darah tepi di kulit melebar dan pori-pori menjadi
terbuka sehingga panas keluar dari dalam tubuh (Gabriel, 1996).
Berdasarkan data dari rekam medik mulai Januari sampai Oktober 2012
tercatat pasien demam di Bangsal Interne sebanyak 18 orang. Dari studi awal
yang di lakukan peneliti pada tanggal 13 November 2012 di Bangsal Interne
RSUP DR.M.Djamil Padang ditemukan dua orang klien demam dengan suhu
lebih dari 37,2oC. Dua orang klien tersebut mengeluh badannya masih panas
walaupun sudah mengkonsumsi obat tetapi demamnya juga belum turun. Ketika
dilakukan wawancara kepada beberapa perawat di Bangsal Interne, mereka
mengatakan lebih berfokus menurunkan demam dengan pemberian terapi obat
yaitu mengkonsumsi obat antipiretik dan jarang melakukan metoda-metoda untuk
kompres. Hasil observasi yang dilakukan saat pasien demam dua orang dengan
melakukan kompres hangat di frontal, namun penurunan suhu tubuhnya lama dan
tidak ada ditemukan kompres hangat di aksila.
Berdasakan latar belakang tersebut, penulis sangat tertarik untuk
melakukan penelitian tentang efektifitas penurunan suhu tubuh dengan kompres
hangat di frontal dan aksila pada pasien demam IRNA Non Bedah (Penyakit
Dalam) RSUP DR.M.Djamil Padang.
B. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan permasalahan yang di
angkat mana kah yang lebih efektif penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat
di frontal dan aksila pada pasien demam IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam)
RSUP DR.M.Djamil Padang.
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan umum
Peneliti ini bertujuan untuk mengetahui mana yang lebih efektif
penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat di frontal dan aksila pada
pasien demam IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.Djamil
Padang.
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh sebelum dan
sesudah melakukan kompres hangat di frontal pada pasien demam
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi suhu tubuh sebelum dan
sesudah melakukan kompres hangat di aksila pada pasien demam
c. Untuk mengetahui efektifitas penurunan suhu tubuh dengan
kompres hangat di frontal dan di aksila pada pasien demam.
D. Manfaat penelitian
1. Bagi peneliti
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti tentang
efektifitas penurunan suhu tubuh dengan kompres hangat di frontal dan
aksila pada pasien demam IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP
DR.M.Djamil Padang.
2. Institusi pendidikan
Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi bahan masukan dan
dapat diaplikasikan dalam layanan kesehatan dan sebagai bahan untuk
melakukan penelitian selanjutnya.
3. Rumah sakit
Dapat memberikan informasi dan menerapkan kompres hangat di
frontal dan aksila untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien demam.
4. Bagi Responden
Untuk menambah pengetahuan klien menggunakan kompres
hangat di frontal dan aksila untuk menurunkan suhu tubuh pada pasien
demam.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektifitas
Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas, kualitas, dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase
target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya (Danfar, 2009).
Efektifitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara
membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA) dengan output realisasi
atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut efektif. Efektifitas adalah
seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai dengan output yang
diharapkan dari sejumlah input (Danfar, 2009).
Dari pengertian – pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,
kualitas, waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana target tersebut
sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mencari
tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Efektifitas – Output Aktual / Output Target > =1
1. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau
sama dengan 1 (satu), maka akan tercapai afektifitas.
2. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang dari pada 1
(satu), maka efektifitas tidak tercapai (Danfar, 2009)
B. Demam
Hiperpireksia atau demam terjadi karena mekanisme pengeluaran panas
tidak mampu untuk mempertahankan kecepatan pengeluaran kelebihan produksi
panas, yang mengakibatkan peningkatan suhu tubuh abnormal. Tingkat ketika
demam mengancam kesehatan seringkali merupakan sumber yang diperdebatkan
diantara pemberi perawatan kesehatan. Demam biasanya tidak berbahaya jika
berada pada suhu di bawah 39oC. pembacaan suhu tunggal mungkin tidak
menandakan demam. Devis dan Lentz (1989) merekomendasikan untuk
menentukan demam berdasarkan beberapa pembacaan suhu dalam waktu yang
berbeda pada satu hari dibandingkan dengan suhu normal orang tersebut pada
waktu yang sama, disamping terhadap tanda vital dan gejala infeksi (Potter &
Perry, 2005).
Demam sebenarnya merupakan akibat dari perubahan set point
hipotalamus. Pirogen seperti bakteri dan virus menyebabkan peningkatan suhu
tubuh. Saat bakteri dan virus tersebut masuk ke dalam tubuh, pirogen bekerja
seperti antigen, mempengaruhi sistem imun. Sel darah putih diproduksi lebih
banyak lagi untuk meningkatkan pertahanan tubuh melawan infeksi. Selain itu,
substansi sejenis hormon dilepaskan untuk selanjutnya mempertahankan melawan
infeksi. Substansi ini juga mencetuskan hipotalamus untuk mencapai set point.
Untuk mencapai set point baru yang lebih tinggi, tubuh memproduksi dan
menghemat panas. Dibutuhkan beberapa jam untuk mencapai set point baru dari
suhu tubuh. Selama periode ini, orang tersebut menggigil, gemetar dan merasa
kedinginan, meskipun suhu tubuh meningkat. Fase menggigil berakhir ketika set
point baru, suhu yang lebih tinggi, tercapai. Selama fase berikutnya, masa stabil,
menggigil hilang dan pasien merasa hangat dan kering. Jika set point baru telah
melampaui batas atau pirogen telah dihilangkan (mis.destruksi bakteri oleh
antibiotik), terjadi fase ketiga episode febris. Set point hipotalamus turun,
menimbulkan respon pengeluaran panas. Kulit menjadi hangat dan kemerahan
karena vasodilatasi. Diaforesis membantu evaporasi pengeluaran panas. Ketika
demam berhenti klien menjadi afebris (Potter& Perry, 2005).
Demam merupakan mekanisme pertahanan yang penting. Peningkatan
ringan suhu sampai 39oC meningkatkan sistem imun tubuh. Selama episode
febris, produksi sel darah putih distimulasi. Suhu yang meningkat menurunkan
konsentrasi zat besi dalam plasma darah, menekan pertumbuhan bakteri. Demam
juga bertarung dengan infeksi karena virus menstimulasi interferon, substansi ini
yang bersifat melawan virus. Demam juga berfungsi sebagai tujuan diagnostik.
Pola demam berbeda, bergantung pada pirogen. Peningkatan dan penurunan
jumlah pirogen berakibat puncak demam dan turun dalam waktu yang berbeda.
Durasi dan derajat demam bergantung pada kekuatan pirogen dan kemampuan
individu untuk merespon. Istilah demam yang tidak diketahui penyebabnya
mengacu pada demam yang etiologinya tidak dapat ditentukan (Potter & Perry,
2005).
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat dua jenis
pirogen yaitu pirogen eksogen dan endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar
tubuh dan berkemampuan untuk merangsang IL-1, sedangkan pirogen endogen
berasal dari dalam tubuh dan mempunyai kemampuan untuk merangsang demam
dengan mempengaruhi pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Interleukin-1,
tumor necrosis factor (TNF), dan interferon (INF) adalah pirogen endogen
(Sumarmo, 2010).
Selama demam metabolisme meningkat dan konsumsi oksigen bertambah.
Metabolisme tubuh meningkat 7% untuk setiap derajat kenaikan suhu. Frekuensi
jantung dan pernafasan meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
terhadap nutrien. Metabolisme yang meningkat menggunakan energi yang
memproduksi panas tambahan. Jika klien memiliki masalah atau saluran
pernafasan, stres karena demam dapat menjadi besar. Demam yang lama dapat
melelahkan klien dengan menghabiskan simpanan energi. Peningkatan
metabolisme membutuhkan tambahan oksigen. Jika kebutuhan oksigen tidak
dapat dipenuhi, terjadi hipoksia seluler (oksigen tidak adekuat). Hipoksiamiokard
mengakibatkan angina (nyeri dada). Hipoksia serebral mengakibatkan konfusi
(Potter & Perry, 2005).
Intervensi selama demam termasuk terapi oksigen. Mekanisme regulasi
digunakan untuk mengatasi demam yang membuat klien beresiko kekurangan
volume cairan. Kehilangan air melalui peningkatan pernafasan dan diaforesis
dapat menjadi berlebihan. Dehidrasi dapat menjadi masalah serius pada lansia dan
anak-anak yang berat badannya rendah. Mempertahankan keadaan volume cairan
yang optimum merupakan tindakan keperawatan yang penting (Potter & Perry,
2005).
1. Tipe – Tipe Demam
Tipe demam antara lain :
a. Demam septik
Suhu badan berangsur naik ketingkat yang tinggi sekali pada
malam hari dan turun kembali ketingkat diatas normal pada pagi hari.
Sering disertai keluhan menggigil dan berkeringat. Bila demam yang
tinggi tersebut turun ketingkat yang normal dinamakan juga demam
hektik.
b. Demam remiten
Suhu badan dapat turun setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu badan normal. Penyebab suhu yang mungkin tercatat dapat mencapai
dua derajat dan tidak sebesar perbedaan suhu yang dicatat demam septik.
c. Demam intermiten
Suhu badan turun ketingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari. Bila demam seperti ini terjadi dalam dua hari sekali
disebut tersiana dan bila terjadi dua hari terbebas demam diantara dua
serangan demam disebut kuartana.
d. Demam kontinyu
Variasi suhu sepanjang hari tidak berbeda lebih dari satu derajat.
Pada tingkat demam yang terus menerus tinggi sekali disebut
hiperpireksia.
e. Demam siklik
Terjadi kenaikan suhu badan selama beberapa hari yang diikuti
oleh beberapa periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian
diikuti oleh kenaikan suhu seperti semula.
Suatu tipe demam kadang-kadang dikaitkan dengan suatu penyakit
tertentu misalnya tipe demam intermiten untuk malaria. Seorang pasien
dengan keluhan demam mungkin dapat dihubungkan segera dengan suatu
sebab yang jelas seperti : abses, pneumonia, infeksi saluran kencing,
malaria, tetapi kadang sama sekali tidak dapat dihubungkan segera dengan
suatu sebab yang jelas. Dalam praktek 90% dari para pasien dengan
demam yang baru saja dialami, pada dasarnya merupakan suatu penyakit
yang self-limiting seperti influensa atau penyakit virus sejenis lainnya.
Namun hal ini tidak berarti kita tidak harus tetap waspada terhadap infeksi
bakterial (Niken, 2010).
2. Fase- Fase Demam
a. Fase I: awal (awitan dingin atau menggigil)
1) Peningkatan denyut jantung
2) Peningkatan laju dan kedalaman pernafasan
3) Menggigil akibat tegangan dan kontraksi otot
4) Kulit pucat dan dingin karena vasokontriksi
5) Merasakan sensasi dingin
6) Dasar kuku mengalami sianosis karena vasokontriksi
7) Rambut kulit berdiri
8) Pengeluaran keringat berlebihan
9) Peningkatan suhu tubuh
b. Fase II: proses demam
1) Proses menggigil lenyap
2) Kulit terasa hangat / panas
3) Merasa tidak panas atau dingin
4) Peningkatan nadi dan laju pernafasan
5) Peningkatan rasa haus
6) Dehidrasi ringan hingga berat
7) Mengantuk, delirium, atau kejang akibat iritasi sel saraf
8) Lesi mulut herpetic
9) Kehilangan nafsu makan (jika demam memanjang)
10) Kelemahan, keletihan, dan nyeri ringan pada otot akibat katabolisme
protein
c. Fase III: pemulihan
1) Kulit tampak merah dan hangat
2) Berkeringat
3) Menggigil ringan
4) Kemungkinan mengalami dehidrasi (Mnscell, 2009)
C. Suhu Tubuh
Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh
panas tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar.
Panas yang diproduksi – pengeluaran panas = suhu tubuh.
Meskipun dalam kondisi tubuh yang ekstrem dan aktivitas fisik,
mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan
dalam relatif konstan. Bagaimapun suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada
aliran bawah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. karena
fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar 36o C sampai 38o
C. fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang relatif
sempit.
Tempat pengukuran suhu (oral, rektal, aksila, membran timpani, esofagus,
arteri pulmoner, atau bahkan kandung kemih) merupakan salah satu faktor ynag
menentukan suhu tubuh klien dalam rentang sempit ini. Untuk dewasa awal yang
sehat rata-rata suhu oral 37oC. Pada praktik klinik, perawat mempelajari kisaran
suhu dan klien individu. Tidak ada nilai suhu yang berlaku untuk semua orang.
Pengukuran suhu tubuh ditujukan untuk memperoleh suhu inti jaringan
tubuh rata-rata yang representatif. Suhu normal rata-rata bervariasi bergantung
lokasi pengukuran. Tempat yang menunjukan suhu inti merupakan indikator suhu
tubuh yang lebih dapat diandalkan dari pada tempat yang menunjukan suhu
permukaan. Arteri paru menunjukan nilai yang paling representatif karena darah
bercampur dari semua bagian tubuh. Pengukuran suhu pada arteri paru merupakan
standar dibandingkan dengan semua tempat yang dikatakan akurat.
Demam (pireksia) adalah keadaan suhu tubuh di atas normal sebagai
akibat peningkatan pusat pengatur suhu di hipotalamus yan dipengaruhi oleh IL-1
(interleukin-1). Pengaturan suhu pada keadaan sehat atau demam merupakan
keseimbangan antara produksi dan pelepasan panas.
1. Regulasi
Keseimbangan suhu tubuh diregulasi oleh mekanisme fisiologis
dan perilaku. Agar suhu tubuh tetap konstan dan berada dalam batasan
normal, hubungan antara produksi panas dan pengeluaran panas harus
dipertahankan. Hubungan diregulasi melalui mekanisme neurologis dan
kardiovaskuler. Perawat menerapkan pengetahuan mekanisme kontrol
suhu untuk meningkatkan regulasi suhu.
2. Kontrol Neural Dan vaskular
Hipotalamus, yang terletak antara hemisfer serebral, mengontrol
suhu tubuh sebagaimana kerja thermostat dalam rumah. Suhu yang
nyaman adalah pada “set point” dimana sistem panas beroperasi. Di rumah
turunya suhu ruangan mengaktifkan perapian, sebaliknya naiknya suhu
mematikan perapian. Hipotalamus merasakan perubahan ringan pada suhu
tubuh. Hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas dan
hipotalamus posterior mengontrol produksi panas.
Bila sel syaraf di hipotalamus anterior menjadi panas melebihi set
point, impuls akan dikirim untuk menurunkan suhu tubuh. Mekanisme
pengeluaran panas termasuk berkeringat, vasodilatasi (pelebaran)
pembuluh darah dan hambatan produksi panas. Darah didistribusi kembali
ke pembuluh darah permukaan untuk meningkatkan pengeluaran panas.
Jika hipotalamus posterior merasakan suhu tubuh lebih rendah dari set
point, mekanisme konsevasi panas bekerja. Vasokonstriksi (penyempitan)
pembuluh darah mengurangi aliran darah ke kulit dan ekstremitas.
Kompensasi produksi panas distimulasi melalui kontraksi otot volunter
dan getaran (menggigil) pada otot. Bila vasokontriksi tidak efektif dalam
pencegahan tambahan pengeluaran panas, tubuh mulai menggigil. Lesi
atau trauma pada hipotalamus atau korda spinalis, yang membawa pesan
hipotalamus, dapat menyebabkan perubahan yang serius pada kontrol
suhu.
3. Produksi Panas
Panas diproduksi di dalam tubuh melalui metabolisme, yang
merupakan reaksi kimia pada semua sel tubuh. Makanan merupakan
sumber bahan bakar yang utama bagi metabolisme. Termoregulasi
membutuhkan fungsi normal dari proses produksi panas. Reaksi kimia
seluler membutuhkan energi untuk membentuk adenosin trifosfat (ATP).
Jumlah energi yang digunakan untuk metabolisme adalah laju metabolik.
Aktivitas yang memerlukan tambahan reaksi kimia meningkatkan laju
metabolik. Bila metabolisme meningkat, panas tambahan akan diproduksi.
Ketika metabolisme menurun, panas yang diproduksi lebih sedikit.
Produksi panas terjadi selama istirahat, gerakan otot polos, getaran otot
dan termogenesis tanpa menggigil.
Metabolisme basal menghasilkan panas yang diproduksi tubuh saat
istirahat. Jumlah rata-rata laju metabolik basal (BMR) bergantung pada
luas permukaan tubuh. Hormon tiroid juga mempengaruhi BMR. Dengan
cara meningkatkan pemecahan glukosa dan lemak tubuh, hormon tiroid
meningkatkan laju reaksi kimia pada hampir seluruh sel tubuh. Bila
hormon tiroid disekresi dalam jumlah besar, BMR dapat meningkat 100%
di atas normal. Tidak adanya hormon tiroid dapat mengurangi setengah
jumlah BMR, yang menyebabkan penurunan produksi panas. Stimulasi
sistem syaraf simpatis oleh norepinefrin dan epinefrin juga dapat
meningkatkan laju metabolik jaringan tubuh. Mediator kimia ini
menyebabkan glukosa darah turun, yang akan menstimulasi sel yang
menghasilkan glukosa. Hormon seks pria, testosteron meningkatkan BMR
yang lebih tinggi dari pada wanita. Gerakan volunter seperti aktivitas otot
selama latihan, membutuhkan tambahan energi. Laju metabolik dapat
meningkat di atas 2000 kali normal. Produksi panas dapat meningkat di
atas 50 kali normal.
Menggigil merupakan respon tubuh involunter terhadap suhu yang
berbeda dalam tubuh. Gerakan otot skelet selama menggigil membutuhkan
energi yang signifikan. Menggigil dapat meningkatkan produksi panas 4
sampai 5 kali lebih besar dari normal. Panas yang diproduksi untuk
mempertahankan suhu tubuh.
4. Pengeluaran Panas
Pengeluaran dan produksi panas terjadi secara simultan. Struktur
kulit dan paparan terhadap lingkungan secara konstan, pengeluaran panas
secara normal melalui radiasi, konduksi, konveksi dan evaporasi.
Radiasi. Radiasi adalah perpindahan panas dari permukaan suatu
objek ke permukaan objek lain tanpa keduanya bersentuhan. Panas
berpindah melalui gelombang elektromagnetik. Aliran darah dari organ
internal inti membawa panas ke kulit dan pembuluh darah permukaan.
Jumlah panas yang dibawa ke permukaan tergantung dari tingkat
vasokontrikasi dan vasodilatasi yang diatur oleh hipotalamus. Panas
menyebar dari kulit ke setiap objek yang lebih dingin di sekelilingnya.
penyebaran meningkat bila perbedaan suhu antara objek juga meningkat.
Vasodilatasi perifer juga meningkatkan aliran darah ke kulit untuk
memperluas penyebaran yang ke luar. Vasokontriksi perifer
meminimalkan kehilangan panas ke luar sampai 85 % area permukaan
tubuh manusia menyebarkan panas ke lingkungan. Namun, bila
lingkungan lebih hangat dari kulit, tubuh mengabsorbsi panas melalui
radiasi.
Perawat meningkatkan kehilangan panas melalui radiasi dengan
melepaskan pakaian atau selimut. Posisi klien meningkatkan kehilangan
panas melalui radiasi (mis.berdiri memajankan area permukaan radiasi
lebih besar dan berbaring pada posisi janin, meminimalkan radiasi panas)
menutup tubuh dengan pakain gelap dan rajutan juga mengurangi jumlah
kehilangan panas melalui radiasi.
Konduksi. Konduksi adalah perpindahan panas dari satu objek ke
objek lain dengan kontak langsung. Ketika kulit hangat menyentuh objek
yang lebih dingin, panas hilang. Ketika suhu dua objek sama, kehilangan
panas konduktif terhenti. Panas berkonduksi melalui benda padat, cair dan
gas. Konduksi normalnya menyebabkan sedikit kehilangan panas.
Perawat meningkatkan panas konduktif ketika memberikan kompres es
atau memandikan klien dengan air dingin. Memberikan beberapa lapis
pakaian mengurangi kehilangan konduktif. Tubuh menambah panas
dengan konduksi ketika kontak dilakukan dengan material yang lebih
hangat dari suhu kulit.
Konveksi. Konveksi adalah perpindahan panas karena gerakan
udara. Panas dikonduksi pertama kali pada molekul udara secara langsung
dalam kontak dengan kulit. Arus udara membawa udara hangat. Pada saat
kecepatan arus udara meningkat, kehilangan panas konvektif meningkat.
Kipas angin listrik meningkatkan kehilangan panas melaui konveksi.
Kehilangan panas konvektif meningkat ketika kulit lembab kontak dengan
udara yang bergerak ringan.
Evaporasi. Evaporasi adalah perpindahan energi panas ketika
cairan berubah menjadi gas. Selama evaporasi, kira-kira 0,6 kalori panas
hilang untuk setiap gram air yang menguap (Guyton, 1990). Tubuh secara
kontinu kehilangan panas melalui evaporasi. Kira-kira 600 sampai 900 ml
sehari menguap dari kulit dan paru, yang mengakibatkan kehilangan air
dan panas. Kehilangan normal ini dipertimbangkan kehilangan air dengan
tidak kasat mata dan tidak memainkan peran utama dalam pengaturan
suhu.
Dengan mengatur prerpirasi atau berkeringat, tubuh meningkatkan
kehilangan panas evaporatif tambahan. Berjuta-juta kelenjer keringat yang
terletak dalam dermis kulit menyekresi keringat melalui duktus kecil pada
permukaan kulit. Ketika suhu tubuh meningkat, hipotalamus anterior
memberi sinyal kelenjer keringat untuk melepaskan keringat. Selama
latihan dan stres emosi atau mental, berkeringat adalah salah satu cara
untuk menghilangkan kelebihan panas yang dibuat melalui peningkatan
laju metabolik. Evaporasi berlebihan dapat menyebabkan kulit gatal dan
bersisik, serta hidung dan faring kering.
Diaforesis prespirasi visual dahi dan toraks atas. Kelenjar keringat
berada di bawah dermis kulit. Kelenjer menyekresi keringat, larutan berair
yang mengandung natrium dan klorida, yang melewati duktus kecil pada
permukaan kulit. Kelenjar di kontrol oleh sistem syaraf simpatis. Bila suhu
tubuh meningkat, kelenjer keringat mengeluarkan keringat, yang menguap
dari kulit untuk meningkatkan kehilangan panas. Suhu tubuh rendah
menghambat sekresi kelenjer keringat. Diaforesis kurang efisien bila
gerakan udara minimal atau bila kelembaban tinggi. Individu yang tidak
mempunyai kelenjer keringat kongenital atau yang mempunyai penyakit
kulit serius yang merusak diaforesis tidak dapat mentoleransi suhu hangat
karena mereka tidak dapat mendinginkan diri mereka sendiri secara
adekuat.
5. Kulit Pada Regulasi Suhu
Peran kulit pada regulasi suhu meliputi insulasi (isolasi) tubuh,
vasokontriksi (yang mempengaruhi jumlah aliran darah dan kehilangan
panas pada kulit), dan sensasi suhu. Kulit, jaringan, subkutan, dan lemak
menyimpan panas di dalam tubuh. Ketika aliran darah antara lapisan kulit
berkurang, kulit itu sendiri adalah insulator paling baik. Individu dengan
lemak tubuh lebih banyak mempunyai insulasi alamiah lebih banyak dari
pada individu yang kurus dan berotot.
Cara kulit mengontrol suhu tubuh sama dengan cara radiator mobil
mengontrol suhu mesin. Mesin mobil melakukan pengendalian panas yang
baik. Air dipompa melalui sistem mesin untuk menampung panas dan
membawanya ke radiator, ketika kipas memindahkan panas dari air ke
udara luar. Radiator dan kipas mempertahankan suhu mesin dalam batas
aman untuk mencegah kerusakan karena terlalu panas. Pada tubuh
manusia, organ internal menghasilkan panas, dan selama latihan atau
peningkatan stimulasi simpatis, jumlah panas yang dihasilkan lebih tinggi
dari suhu inti normal. Aliran darah dari organ internal, yang membawa
panas ke permukaan tubuh. Kulit juga disuplai oleh pembuluh darah. Pada
daerah tubuh yang paling terpajan darah dapat mengalir secara langsung
dari arteri ke vena. Aliran darah melalui area kulit yang lebih banyak
pembuluh darah dapat barvariasi dari aliran minimal sampai sebanyak-
banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung (Guyton, 1990).
Panas berpindah dari darah, melalui dinding pembuluh darah, ke
permukaan kulit dan hilang ke lingkungan melalui mekanisme kehilangan
panas. Suhu inti tubuh tetap dalam batas normal.
Derajat vasokontriksi menentukan jumlah aliran darah dan
kehilangan panas ke kulit. Bila suhu inti terlalu tinggi, hipotalamus
menghambat vasokontriksi. Sebagai akibat, pembuluh darah berdilatasi,
dan lebih banyak pembuluh mencapai permukaan kulit berdilatasi, dan
lebih banyak pembuluh mencapai permukaan kulit. Pada hari panas dan
lembab pembuluh darah di tangan berdilatasi dan mudah di lihat.
Sebaliknya, bila suhu inti menjadi terlalu rendah, hipotalamus
menimbulkan vasokontriksi dan aliran darah ke kulit berkurang. Sehingga
panas tubuh dihemat.
Kulit disuplai baik oleh reseptor panas dan dingin. Kerena reseptor
dingin lebih banyak, fungsi kulit terutama untuk mendeteksi suhu
permukaan dingin. Bila kulit kedinginan, sensornya mengirim informasi
ke hipotalamus, yang menimbulkan menggigil untuk meningkatkan
produksi panas tubuh, menghambat berkeringat, dan vasokontriksi (Potter
& Perry, 2005).
6. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Regulasi Suhu Tubuh
a. Usia
Pada saat lahir, bayi meninggalkan lingkungan yang hangat, yang
relatif konstan, masuk dalam lingkungan yang suhunya berfluktuasi
dengan cepat. Mekanisme kontrol suhu masih imatur. Suhu tubuh bayi
dapat berespons secara drastis terhadap perubahan suhu lingkungan.
Pakaian harus cukup dan paparan pada suhu yang ekstrem harus
dihindari. Bayi baru lahir pengeluaran lebih dari 30% panas tubuhya
melalui kepala dan oleh karena itu perlu menggunakan penutup kepala
untuk mencegah pengeluaran panas. Bila terlindung dari lingkungan yang
ekstrem, suhu tubuh bayi dipertahankan pada 35,5oC sampai 39oC.
Produksi panas akan meningkatkan seiring dengan pertumbuhan bayi
memasuki anak-anak. Perbedaan secara individu 0,25oC sampai 0,55oC
adalah normal.
Regulasi suhu tidak stabil sampai anak-anak mencapai puberitas,
rentang suhu normal turun secara berangsur sampai seseorang mendekati
masa lansia. Lansia mempunyai rentang suhu tubuh yang lebih sempit
dari pada dewasa awal. Suhu oral 35oC tidak lazim pada lansia dalam
cuaca dingin. Namun, rentang suhu tubuh pada lansia sekitar 36oC. lansia
terutama sensitif terhadap suhu yang ekstrem karena kemunduran
mekanisme kontrol, terutama pada kontrol vasomotor (kontrol
vasokontriksi dan vasodilatasi), penurunan jumlah jaringan subkutan,
penurunan aktivitas kelenjer keringat dan penurunan metabolisme.
b. Olahraga
Aktivitas otot memerlukan peningkatan suplai darah dan
pemecahan karbohidrat dan lemak. Hal ini menyebabkan peningkatan
metabolisme dan produksi panas. Segala jenis olahraga dapat
meningkatkan produksi panas akibatnya peningkatan suhu tubuh.
Olahraga berat yang lama, seperti lari jarak jauh, dapat meningkatkan
suhu tubuh untuk sementara sampai 41oC.
c. Kadar hormon
Secara umum, wanita mengalami fluktuasi suhu tubuh ynag lebih
besar dibandingkan pria. Variasi hormonal selama siklus menstruasi
menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Kadar progesteron meningkat dan
menurun secara bertahap selama siklus menstruasi. Bila kadar
progesteron rendah, suhu tubuh beberapa derajat di bawah kadar batas.
Suhu tubuh rendah berlangsung sampai terjadi ovulasi. Selama ovulasi,
jumlah progesteron yang lebih besar memasuki sistem sirkulasi dan
meningkatkan suhu tubuh sampai kadar batas atau lebih tinggi. Variasi
suhu ini dapat digunakan untuk memperkirakan masa paling subur pada
wanita untuk hamil. Perubahan suhu juga tejadi pada wanita selama
menapouse (penghentian menstruasi). Wanita yang sudah berhenti
menstruasi dapat mengalami periode panas tubuh dan berkeringat banyak,
30 detik sampai 5 menit. Hal tersebut Karena kontrol vasomotor yang
tidak stabil dalam melakukan vasodilatasi dan vasokontriksi
d. Irama sirkadian
Suhu tubuh berubah selama normal 0,5o sampai 1oC selama
periode 24 jam. Bagaimanapun, suhu merupakan irama paling stabil pada
manusia. Suhu tubuh biasanya paling rendah antara pukul 1:00 dan 4:00
dini hari. Sepanjang hari, suhu tubuh naik sampai sekitar pukul 18:00 dan
kemudian turun seperti dini hari. Penting diketahui, pola suhu tidak
secara otomatis berubah pada orang yang bekerja pada malam hari dan
tidur di siang hari. Perlu waktu 1-3 minggu untuk perputaran tersebut
berubah. Secara umum, irama suhu sirkadian tidak berubah sesuai usia.
Penelitian menunjukan, puncak suhu tubuh adalah dini hari pada lansia.
e. Stres
Stres fisik dan emosi meningkatkan suhu tubuh melalui stimulasi
hormonal dan persyarafan. Perubahan fisiologi tersebut meningkatkan
panas. Klien yang cemas saat masuk rumah sakit atau tempat praktek
dokter, suhu tubuhnya dapat lebih tinggi dari normal.
f. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi suhu tubuh. Jika suhu dikaji dalam
ruangan yang sangat hangat, klien mungkin tidak mampu meregulasi
suhu tubuh melalui mekanisme pengeluaran panas dan suhu tubuh akan
naik. Jika klien berada di lingkungan luar tanpa baju hangat, suhu tubuh
mungkin rendah karena penyebaran yang efektif dan pengeluaran panas
yang konduktif. Bayi dan lansia paling sering dipengaruhi oleh suhu
lingkungan karena mekanisme suhu mereka kurang efisien.
7. Perubahan Suhu
Perubahan suhu tubuh di luar rentang normal mempengaruhi set
point hipotalamus. Perubahan ini dapat berhubungan dengan produksi
panas yang berlebihan, pengeluaran panas yang berlebihan, produksi panas
yang minimal. Pengeluaran panas yang minimal atau setiap gabungan dari
perubahan tersebut. Sifat perubahan tersebut mempengaruhi masalah klinis
yang dialami klien.
8. Kelelahan Akibat Panas
Kelelahan akibat panas terjadi bila diaforesis yang banyak
mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan.
Disebabkan oleh lingkungan yang terpajan panas. Tanda dan gejala kurang
volume cairan adalah hal yang umum selama selama kelelahan akibat
panas (Potter & Perry, 2005).
9. Mekanisme penurunan temperatur bila tubuh terlalu panas
Sistem pengatur temperatur menggunakan tiga mekanisme penting
untuk menurunkan panas tubuh ketika temperatur sangat menjadi sangat
tinggi :
a. Vasodilatasi. Pada hampir area semua tubuh, pembuluh darah
kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini di sebabkan oleh hambatan
dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang
menyebabkan vasokontriksi. Vasodilatasi penuh akan
meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak
delapan kali lipat.
b. Berkeringat. Efek dari peningkatan temperature yang
menyebabkan berkeringat. Peningkatan temperatur tubuh 1oC
menyebabkan keringat begitu banyak untuk membuang 10 kali
lebih besar kecepatan metabolisme dari pembentukan panas
tubuh.
c. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan
pembentukan panas berlebih, seperti menggigil dan
termogenesis kimia, dihambat dengan kuat (Guyton & Hall,
1997).
D. Aliran Darah Vena Mengendalikan Temperatur Kulit
Tubuh memiliki kemampuan untuk menyeleksi jalur pengembalian darah
dari tangan dan kaki. Pada musim dingin darah kembali ke jantung melalui
pembuluh darah internal yang berhubungan dengan arteri yang mengedarkan
darah ke seluruh tubuh. Pada jalur ini, sebagian panas dari darah yang tersebar
digunakan dalam pengandalian darah. Pengukuran panas ini mengubah suhu yang
lebih rendah pada persebaran dan mengurangi pelepasan panas ke lingkungan.
Pada musim panas atau lingkungan yang hangat, aliran darah yang kembali
melalui vena di bawah kulit menaikan suhu kulit dan oleh karena itu menaikan
tingkat pelepasan panas dari tubuh.
Tingginya kecepatan pengaliran darah ke kulit menyebabkan panas
dikonduksi dari bagian dalam tubuh ke kulit dengan efisiensi yang tinggi.
Pembuluh darah menembus jaringan isolator subkutis dan tersebar luas dalam
bagian subpapilaris kulit. Memang tepat di bawah kulit terdapat pleksus kontinu,
yang disuplai oleh aliran darah. Pada daerah tubuh yang terpapar, tangan, kaki dan
telinga suplai darah melalui anastomosis arteriovenosa langsung dari arteriol ke
vena. Kecepatan aliran darah ke dalam fleksus vena ini dapat sangat banyak sekali
dari hampir di atas nol pada cuaca dingin sampai sebesar 30 persen curah jantung
total pada suhu panas.
Oleh karena itu, jelas kulit merupakan sistem radiator yang efektif, dan
aliran darah ke kulit merupakan mekanisme transfer panas yang utama dari inti
tubuh ke kulit (Guyton, 1990).
1. Pembuluh – Pembuluh Darah Utama
kita jumpai beberapa jenis pembuluh darah. Arteri dan arteriol
yang membawa darah keluar dari jantung, selalu membawa darah segar
berisi oksigen, kecuali arteri pulmoner yang membawa darah kotor yang
memerlukan oksigenasi.
Venula dan vena membawa darah kearah jantung dan kecuali vena
pulmoner. Selalu membawa darah yang miskin akan oksigen.
Kapiler adalah pembuluh darah yang sangat kecil dan disitu
arteriol berakhir dan venula mulai. Kapiler membentuk jalingan pembuluh
darah dan cabang-cabang didalam sebagian besar jaringan tubuh.
Beberapa arteri tertentu, misalnya yang membawa darah ke otak
dan beberapa pembuluh darah pada paru-paru, hati dan limpa, tidak
berakhir dalam kapiler biasa (Evelyn, 2002).
2. Struktur Pembuluh Darah
a. Dinding arteri terdiri atas tiga lapis :
1) Lapisan terluar terdiri atas jaringan ikat yang fibrus. Disebut tunika
adventisia.
2) Lapian tengah yang berotot dan elastis. Disebut tunika media
3) Lapisan dalam yang endothelial, tunika intima.
Lapisan terluar merupakan pelindung. Lapisan tengah adalah lapisan
yang kuat, membuat pembuluh darah tetap terbuka dan dengan kontraksi
serabut ototnya, memberikan tekanan yang tetap terhadap darah. Lapisan
dalam yang terbentuk oleh endotelium adalah sangat licin. Di batasi oleh
selapis tunggal sel epitel gepeng.
Lapisan tengah aorta dan arteri yang lebih besar berisi sejumlah besar
serabut elastis dan sedikit otot. Karena perlu bagi arteri ini untuk dapat
mengembung. Arteri yang lebih kecil dan arteriol relative berisi lebih banyak
jaringan otot, karena dindingnya harus menyesuaikan diri pada pengendalian
saraf vasomotorik untuk keperluan tubuh.
Arteri dan arteriol memperoleh pendarahan dari sebuah sistem
pembuluh khusus, yang dikenal sebagai vasa-vasorum, keduanya juga
disyarafi oleh serabut-serabut syaraf yang ramping yang melingkari dinding
pembuluh darah.
Vena juga berdinding tiga lapis seperti arteri, tetapi lapisan tengah
berotot lebih tipis, kurang kuat, lebih mudah kempes, dan kurang elastis dari
pada arteri. Oleh karena darah dalam anggota gerak berjalan melawan gaya
berat, maka vena mempunyai katub yang disusun sedemikian sehingga darah
dapat mengalir ke jantung tanpa jatuh kembali ke arah sebaliknya. Katupnya
berbentuk lipatan setengah bulan terbuat atas lapisan dalam vena yaitu
endotelium, yang diperkuat oleh sedikit jaringan fibrus. Lipatan-lipatan itu
satu sama lain berhadapan, pinggiran yang bebas menghadap ka arah darah
mengalir. Bila vena mengembung karena penuh dengan darah maka vena itu
jadi seolah-olah diikat pada beberapa tempat.
Kapiler ialah pembuluh darah yang sangat kecil tempat arteri berakhir.
Makin kecil arteriol makin menghilang ketiga lapis dindingnya sehingga
ketika sampai pada kapiler yang sehalus rambut, dinding itu tinggal hanya satu
lapis saja, yaitu lapisan endothelium. Lapisan yang sangat tipis itu
memungkinkan limfe merembes kaluar membentuk cairan jaringan dan
membawa air. Mineral dan zat makanan untuk sel, dan melalui pertukaran gas
antara pembuluh kapiler dan jaringan sel, menyediakan oksigen dan
menyingkirkan bahan buangan termasuk karbon dioksida.
Maka itu kapiler melaksanakan fungsi yang sangat penting sebagai
distributor zat-zat lain ke jaringan yang memungkinkan berbagai proses dalam
tubuh berjalan.
Susunan darah dalam arteri dan dalam vena berbeda-beda. Darah arteri
berisi oksigen dan bewarna merah cemerlang sebab hemoglobin bergabung
dengan oksigen.
Darah vena bewarna lebih tua dan agak ungu karena banyak dari
oksigennya sudah diberikan kepada jaringan. Bila sebuah vena terpotong
maka darah mengalir keluar dengan arus yang rata. Darah dalam kapiler terus-
menerus berubah susunan dan warnanya karena terjadinya pertukaran gas.
Pendarahan kapiler dikenal dari mengalirnya darah pelahan-lahan ke
permukaan.
a. Beberapa vena yang utama :
Vena mengantarkan darah ke jantung. Di mulainya sebagai
pembuluh darah kecil yang terbentuk dari penyatuan kapiler. Vena kecil-
kecil ini bersatu menjadi vena lebih besar, mungkin juga membentuk
batang vena yang makin mendekati jantung makin besar ukurannya. Vena
lebih banyak dari pada arteri dan ukurannya pun lebih besar.
Vena dalam atau vena komitan mendampingi arteri utama dan
diberi nama sama dengan nama arterinya. Beberapa arteri mempunyai dua
vena pendamping. Di dalam lengan atas terdapat vena radialis dan vena
ulnalis. Kedua vena ini bersatu di siku dan menjadi vena brakhialis,
kemudian menjadi vena axilaris dan akhirnya menjadi vena subklavia.
Vena subklavia kiri dan kanan bersatu dengan vena jugularis interna dari
kepala dan membentuk vena inominata kanan dan kiri. Kedua vena
inominata ini bersatu untuk membentuk vena cava superior.
Di dalam anggota bawah, vena tibialis anterior dan posterior
bersatu untuk menjadi vena poplitea, yang kemudian menjadi vena
femoralis dan akhirnya menjadi vena iliaka komunis. Vena iliaka kanan
dan kiri bersatu dan terbentuk vena kava inferior.
Gambar 2.1 struktur pembuluh darah
1) Vena tepi terletak langsung dibawah kulit dan berhubungan dengan
vena dalam pada titik-titik tertentu sebelum batang vena besar
sampai pada jantung.
2) Vena kepala dan leher. Darah dari otak mengalir ke pedalaman
tengkorak masuk saluran-saluran yang terbentuk oleh durameter,
yang disebut sinus venosus.
3) Vena tepi pada anggota gerak atas mulai sebagai jalinan vena
kecil- kecil dalam tangan. Yang dari telapak tangan mengalir ke
dalam vena mediana, yang dari sebelah lateral masuk ke dalam
vena sefalika.
4) Vena mediana berjalan ke atas pada sebelah anterior lengan bawah
dan kemudian di bawah siku bercabang menjadi vena basilika
mediana dan vena sefalika mediana. Kedua vena ini masuk ke
dalam vena basilika dan vena sefalika.
5) Vena basilika berjalan ke atas di sebelah medial lengan atas dan
menembusi fasia di dalam lengan atas. Vena ini berjalan terus
sebagai vena brakhialis dalam yang kemudian menjadi vena
axilaris.
6) Vena sefaloka berjalan ke atas di sebelah lateral lengan bawah dan
lengan atas sampai menembus fasia dekat bahu dan akhirnya
menuangkan isinya ke dalam vena axilaris.
7) Vena tepi anggota gerak bawah. Vena safena magna yang panjang
ialah yang terbesar. Dimulainya disebelah medial dorsum kaki dan
menerima cabang-cabang dari daerah ini, kemudian berjalan ke
atas di sebelah medial tungkai dibelakang lutut untuk muncul ke
depan lagi dan akhirnya menembus fasia dalam di lubang safena,
untuk masuk ke dalam vena femoralis yang berada di dalam
selaput femoralis. Di sepanjang jalan diterimanya cabang-cabang
vena dan ia didampingi oleh banyak saluran limfe.
8) Vena-vena pada thorak. Kedua vena iniminata yang terbentuk oleh
penyatuan vena subklavia dan vena jugularis interna, bergabung di
belakang tulang rawan iga pertama untuk membentuk vena cava
superior. Vena inominata kanan lebih pendek dari yang kiri. Kedua
vena inominata menerima dari kepala dan anggota gerak atas dan
ditambah dengan vena dari bagian atas thorak termasuk vena-vena
mamilaris.
9) Kelompok vena azigos menerima vena dari thorak termasuk vena-
vena bronkhila dan vena azigos masuk ke dalam vena cava
superior.
10) Vena cava superior yang terbentuk oleh penggabungan dua vena
inominata, kira-kira panjang 5 sentimeter. Menerima darah dari
kepala, leher, kedua anggota gerak atas dan dinding thorak,
kemudian menuangkan isinya ke bagian atas antrium kanan
jantung.
11) Vena dalam pelvis dan abdomen. Vena femoralis berjalan dari
anggota gerak bawah ligamen inguinal untuk masuk pelvis dan
menjadi vena iliaka externa. Dekat ujung sakro- iliaka ia
bergabung dengan vena iliaka interna yang menyalurkan darah dari
organ-organ dalam pelvis. Penggabungan vena iliaka externa
dengan interna membentuk vena iliaka komunis. Kemudian vena
iliaka komunis kanan dan kiri bergabung di tempat ketinggian
sebelah kanan vertebra lumbalis kelima untuk menjadi vena cava
inferior.
12) Vena cava inferior menerima banyak cabang–cabang sepanjang
jalannya melalui abdomen untuk mengantarkan darahnya dari
bagian bawah diafragma ke jantung. Ia menerima vena lumbalis,
yang mengaliri dinding abdomen, vena-vena testikularis dan vena
ovaria, vena renalis dan supra renalis, vena frenika inferior dan
vena hepatica. Gerakan diafragma sewaktu bernafas bekerja pula
sebagai pompa. Mengisap darah vena dari anggota gerak bawah ke
jantung (Evelyn, 2002).
E. Energi Panas Dalam Bidang Kedokteran
Sejak beribu-ribu tahun, energi panas telah banyak digunakan dalam
bidang kedokteran.
Roman (600 tahun sebelum Masehi) memakai minyak panas untuk
memijat . tahun 1774 Tuan faure mempergunakan “hotsbrics” dalam pengobatan
nyeri yang disebabkan oleh rematik.
Roebereiner (1816) membicarakan pemakaian sinar dalam bidang
pengobatan, seabad kemudian tepatnya 1913 penggunaan sinar ungu ultra oleh
reyn dalam irradiasi tubuh manusia.
Dan sejak diketemukan piezo elektrik generator oleh Langevin pada tahun
1917 mulailah para klinisi mempergunakan ultrasonic dalam pengobatan.
Sepuluh tahun kemudian schliepluke melaporkan hasil pengobatan dengan
mempergunakan short wave diathermy. Dan hingga kini banyak orang bahkan di
klinik masih mempergunakan air panas sebagai bahan kompres (Gabriel, 1996).
1. Efek Panas
a. Fisik
Panas menyebabkan zat cair, padat dan gas mengalami pemuaian segala
arah.
b. Kimia
Kecepatan reaksi kimia akan meningkat dengan peningkatan
temperatur. Hal ini terlihat pada reaksi oksidasi. Pada reaki oksidasi akan
meningkat dengan peningkatan suhu, ini sesuai dengan hukum Vant Hoff .
Permeabilitas membran sel akan meningkat sesuai dengan peningkatan suhu,
pada jaringan akan terjadi peningkatan metabolisme seiring dengan
peningkatan pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.
c. Biologis
Efek panas terhadap biologis merupakan sumasi dari efek panas
terhadap fisik dan kimia. Adanya peningkatan sel darah putih secara total dan
fenomena reaksi peradangan serta adanya dilatasi (pelebaran) pembuluh darah
yang mengakibatkan peningkatan sirkulasi (peredaran) darah serta
peningkatan tekanan kapiler. Tekanan O2 dan CO2 di dalam darah akan
meningkat sedangkan pH darah akan mengalami penurunan (Gabriel, 1996).
F. Pengertian Kompres Hangat
Kompres adalah metode pemeliharaan suhu tubuh dengan menggunakan
cairan atau alat yang dapat menimbulkan hangat atau dingin pada bagian tubuh
yang memerlukan.
Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain / handuk yang
telah di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada bagian tubuh tertentu.
(Werkudorojakso, 2010)
1. Manfaat Kompres Hangat
Adapun manfaat kompres hangat adalah dapat memberikan rasa
nyaman dan menurunkan suhu tubuh dalam menangani kasus klien yang
mengalami pireksia atau demam (Werkudorojakso, 2010).
G. Kompres Hangat di Frontal
Kompres hangat merupakan cara yang digunakan untuk menurunkan suhu
tubuh. Kompres hangat dapat di letakan di daerah frontal. Struktur dari frontal
adalah adanya os frontale, sguama fontalis dan terdapat pembuluh darah kecil
yaitu vena supratrochlearis ( Putz & Pabst). Di frontal ada kulit yang melapisi di
suplai baik oleh panas dan dingin, fungsi terutama untuk mendeteksi suhu
permukaan panas, sehingga ketika di kompres hangat di frontal maka akan terjadi
pengeluaran panas melalui vasodilatasi pembuluh darah di frontal, dan
mengeluarkan keringat. Keringat yang di keluarkan sesuai dengan vasodilatasi
pembuluh darah di perifer (Potter & Perry, 2005)
1. Alat Dan Bahan :
a. Larutan kompres berupa air hangat 37- 40 °C dalam wadahnya
(dalam kom stenless)
b. Handuk / kain / wash lap untuk kompres
c. Handuk pengering
d. Sarung tangan
e. Termometer aksila
2. Prosedur
a. Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.
b. Cuci tangan dengan prinsip tujuh langkah
c. Ukur suhu tubuh dengan termometer aksila di bagian kedua aksila
d. Basahi kain pengompres dengan air hangat bersuhu 40oC, peras
kain sehingga tidak terlalu basah.
e. Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres di daerah frontal/
dahi.
f. Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,
masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan
letakan kembali di daerah kompres.
g. Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien di aksila setelah
60 menit
h. Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang
basah dan rapikan alat
i. Cuci tangan dengan prisip tujuh langkah (Werkudorojakso, 2010).
H. Kompres Hangat di Aksila
Di aksila terdapat pembuluh darah besar yaitu vena basilika dan brakhialis.
Struktur pembuluh darah vena lapisan tengah berotot lebih tipis, kurang kuat,
lebih mudah kempes dan kurang elastis dari pada arteri dan letaknya lebih
dangkal. Aliran darah dari organ internal, yang membawa panas ke permukaan
tubuh. Kulit juga disuplai oleh pembuluh darah. Pada daerah tubuh yang paling
terpajan darah dapat mengalir secara langsung dari arteri ke vena. Aliran darah
melalui area kulit yang lebih banyak pembuluh darah dapat barvariasi dari aliran
minimal sampai sebanyak-banyaknya 30% darah yang diejeksikan dari jantung
(Guyton, 1990). Panas berpindah dari darah, melalui dinding pembuluh darah, ke
permukaan kulit dan hilang ke lingkungan melalui mekanisme kehilangan panas.
Diberikan kompres hangat di aksila, pembuluh darah vena di aksila berubah
ukuran yang diatur oleh hipotalamus anterior mengontrol pengeluaran panas,
sehingga terjadi vasodilatasi (pelebaran) pembuluh darah dan hambatan produksi
panas. Darah didistribusi kembali ke pembuluh darah permukaan untuk
meningkatkan pengeluaran panas (Potter & Perry, 2005). Terjadinya vasodilatasi
ini menyebabkan pembuangan panas melalui kulit meningkat pori-pori membesar,
pengeluaran panas secara evaporasi (berkeringat), diharapkan kembali akan terjadi
penurunan suhu tubuh mencapai keadaan normal kembali (Putu, 2009)
1. Alat Dan Bahan :
a. Larutan kompres berupa air hangat 37- 40 °C dalam wadahnya
(dalam kom stenless)
b. Handuk / kain / wash lap untuk kompres
c. Handuk pengering
d. Sarung tangan
e. Termometer aksila
2. Prosedur
a. Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.
b. Cuci tangan dengan prinsip tujuh langkah
c. Ukur suhu tubuh dengan termometer aksila di bagian kedua aksila
d. Basahi kain pengompres dengan air hangat bersuhu 37- 40oC, peras
kain sehingga tidak terlalu basah.
e. Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres di daerah aksila/
ketiak.
f. Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,
masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan
letakan kembali di daerah kompres.
j. Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien di aksila setelah
60 menit
k. Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang
basah dan rapikan alat
l. Cuci tangan dengan prisip tujuh langkah (Werkudorojakso, 2010).
I. Mekanisme Tubuh Terhadap Kompres Hangat
Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke
hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap
panas di hipotalamus dirangsang, sistem effektor mengeluarkan sinyal yang
memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah
diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah
pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya
vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit
meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga
mencapai keadaan normal kembali.
(Putu, 2009)
Demam kulitVasodilatasi pembuluh darah
Pori-pori >
Pengeluaran panas secara evaporasi
Penurunan suhu tubuh
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konseptual
Dari uraian latar belakang dan tinjauan pustaka yang telah di uraikan
sebelumnya, tentang teori – teori yang berhubungan dengan demam seperti salah
satunya teori (Potter & Perry). Dari teori tersebut dalam penelitian ini. Kerangka
konsep yang dikemukakan adalah terdapatnya dua kelompok variabel bebas yang
dapat mempengaruhi penurunan suhu tubuh. Yang menjadi variabel independent
disini adalah kompres hangat di frontal dan kompres hangat di aksila sedangkan
variabel dependent yaitu penurunan suhu tubuh . Untuk melihat hubungan
variabel tersebut dapat dilihat pada kerangka konsep berikut :
Kelompok Eksperimen 1
Input Proses OutputPasien yang mengalami demam
Kompres hangat dengan handuk kecil yang dicelupkan ke dalam wadah yang berisi air hangat37o C - 40 0 C dan di tempelkan pada frontal/dahi selama 60 menit
Skala demam:-meningkat-tetap-menurun
Kelompok Eksperimen 2
Input Proses OutputPasien yang mengalami demam
Kompres hangat dengan handuk kecil yang dicelupkan ke dalam wadah yang berisi air hangat 37o C - 40o C dan di tempelkan pada daerah aksila / ketiak selama 60 menit
Skala demam:-Meningkat-Tetap-Menurun
Sistem
Input Proses Output
Tetap
Menurun
Tetap
Menurun
B. Hipotesa Penelitian
Ha : Kompres hangat di aksila lebih efektif dibandingkan dengan kompres
hangat di frontal terhadap penurunan suhu tubuh pada pasien demam
di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.DJamil Padang.
Frontal
Aksila
Kompres
Kompres
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Quasi-Eksperimental
(pretes and postest) rancangan rangkaian waktu (Time Series Design). Rancangan
penelitian tersebut adalah sebagai berikut (Soekidjo, 2005)
Pretest Intervensi
Protest
Kelompok eksperimen I 01 X 02
Kelompok eksperimen II 03 04
Keterangan :
Kelompok eksperimen I : Kelompok yang diberikan kompres hangat di
frontal
Kelompok eksperimen II : Kelompok yang diberikan kompres hangat di
aksila
01 : Pengukuran demam sebelum diberikan kompres
hangat di frontal
02 : Pengukuran demam sesudah diberikan kompres
hangat di frontal
03 : Pengukuran demam sebelum diberikan kompres
hangat di aksila
04 : Pengukuran demam sesudah diberikan kompres
hangat di aksila.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada tanggal 15 Maret – 30 April 2013 di
IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.DJamil Padang.
C. Sasaran Penelitian
1. Populasi adalah keseluruhan objek penelitian. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh pasien yang mengalami demam mulai tanggal 15 Maret-
30 April 2013 di IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.Djamil
padang.
2. Sample dari penelitian ini adalah bagian dari populasi yaitu sebanyak 20
orang dengan kuota sampling dari tanggal 15 Maret - 30 April 2013 di
IRNA Non Bedah (Penyakit Dalam) RSUP DR.M.Djamil padang yang
diambil sesuai kriteria sebagai berikut :
Kriteria inklusi :
a. Bersedia menjadi responden
b. Klien sedang mengalami demam
c. Klien dengan demam infeksi
Kriteria eklusi :
a. Cedera di frontal dan aksila
3. Teknik Pengambilan Sample
Pengambilan sample dalam penelitian ini dilakukan dengan kuota
sampling, yaitu memilih populasi yang ada sesuai dengan kriteria dan di
pilih sesuai yang dibutuhkan yang telah ditetapkan sebanyak (20 sample).
D. Definisi Operasional
1. Variable Intervensi
a. Kompres hangat di frontal
Metode kompres hangat pada pasien demam dilakukan dengan cara :
1) Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.
2) Cuci tangan dengan prinsip tujuh langkah
3) Ukur suhu tubuh dengan termometer aksila di bagian kedua aksila
4) Basahi kain pengompres dengan air hangat bersuhu 37o C - 40o C,
peras kain sehingga tidak terlalu basah.
5) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres yaitu di frontal/dahi.
6) Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,
masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan
letakkan kembali di daerah kompres.
7) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien di aksila setelah 60
menit
b. Kompres hangat di aksila
Metode kompres hangat pada pasien demam dilakukan dengan cara :
1) Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.
2) Cuci tangan dengan prinsip tujuh langkah
3) Ukur suhu tubuh dengan termometer aksila di bagian kedua aksila
4) Basahi kain pengompres dengan air hangat bersuhu 37o C- 40o C, peras
kain sehingga tidak terlalu basah.
5) Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres yaitu di aksila/ketiak.
6) Apabila kain telah kering atau suhu kain relatif menjadi dingin,
masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan
letakkan kembali di daerah kompres.
7) Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien di aksila setelah 60
menit
No
Variabel Defnisi operasional
Cara ukur Alat ukur Hasil ukur Skala ukur
1 Penurunan Suhu Tubuh
Turunya suhu tubuh karena jumlah produksi panas tubuh menurun dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar
Mengukur dengan termometer aksila dengan waktu 5 menit
Termometer aksila
Meningkat
Tetap
Menurun
Rasio
E. Instrumen Penelitian
Instrument yang digunakan pada peneliti ini adalah : Termometer aksila,
termometer air, handuk kecil, tempat wadah (kom stenless), air hangat 37o C - 40o
C, jam tangan, serta ruangan untuk penatalaksanaan kompres hangat.
F. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang diambil adalah data demam sebelum dan sesudah diberikan
kompres hangat daerah frontal dan aksila dan di catat dalam lembaran
hasil pengukuran yang telah disediakan.
2. Langkah pengumpulan data
a. kelompok eksperimen I (kompres di frontal)
1) Pasien demam yang ditemukan di IRNA Non Bedah (Penyakit
Dalam) RSUP.DR.M.DJamil Padang oleh peneliti dan di
orientasikan terhadap tujuan penelitian.
2) Pasien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dijadikan
sebagai kelompok eksperimen setelah menyetujui lembar
persetujuan (informed consern) yang diajukan peneliti.
3) Responden pertama di minta untuk tidur berbaring. Lakukan
kompres hangat di daerah frontal.
4) Amati dan ukur suhu tubuh pasien setiap 60 menit.
5) Masukan hasil tes ke dalam lembar pengukuran.
b. Kelompok eksperimen II (kompres di aksila)
1) Pasien demam yang ditemukan di IRNA Non Bedah (Penyakit
Dalam) RSUP.DR.M.DJamil Padang oleh peneliti dan di
orientasikan terhadap tujuan penelitian.
2) Pasien yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan dijadikan
sebagai kelompok eksperimen setelah menyetujui lembar
persetujuan (informed consern) yang diajukan peneliti.
3) Responden pertama di minta untuk tidur berbaring. Lakukan
kompres hangat di daerah aksila.
4) Amati dan ukur suhu tubuh pasien setiap 60 menit.
5) Masukan hasil tes ke dalam lembar pengukuran.
G. Pengolahan dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan komputer dengan tahap
sebagai berikut :
a. Editing (Pemeriksaan data)
Editing dilakukan untuk menilai kelengkapan pasien demam,
kelengkapan alat, responden yang demam yang sesuai kriteria dan
dicatat dalam lembar hasil pengukuran penelitian
b. Coding (Pengkodean data)
Untuk memudahkan peneliti dalam mengolah data, maka
peneliti memberi kode pada setiap data yang dikumpulkan. Kodenya
berbentuk angka-angka sehingga memudahkan pengolahan data.
Kodenya yaitu :
a. Tempat kompres : 1 = frontal
2 = aksila
b. Kategori : 0 = menurun
1 = meningkat
c. Entri Data (Memasukan data)
Proses memasukan data, data yang telah dikode dimasukan ke
dalam master tabel kemudian diolah dengan menggunakan teknik
komputerisasi. Data yang diperoleh merupakan hasil pengukuran yang
dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah kompres hangat
diberikan di daerah frontal dan aksila.
Hasil pengamatan tersebut di bandingkan untuk menguji
hipotesa penelitian sehingga dapat diketahui perbedaan efektifitas
kompres hangat diantara daerah frontal dengan daerah aksila terhadap
penurunan suhu tubuh pada pasien demam.
d. Cleaning (Pembersihan Data)
pengecekan kembali terhadap kelengkapan data sehingga
kesalahan dalam memasukan data yang sudah dimasukan dapat
diketahui (Prihartono, 2003)
2. Analisa Data
a. Analisa Univariat
Analisa univariat merupakan analisis yang dilakukan pada tiap
variabel dari hasil penelitian, pada umumnya dalam analisis ini hanya
menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel yang diteliti.
Dengan menggunakan rumus teknik analisis persentase sebagai
berikut :
x 100
Ket : P = nilai persentase responden
F = frekuensi
N = jumlah responden
b. Analisa Bivariat
Uji Statistik T - independen dengan tingkat kemaknaan p < 0,05.
Untuk mengetahui perbedaan kompres hangat yang bermakna antara
daerah frontal dengan aksila terhadap penurunan suhu tubuh pada
pasien demam.
DAFTAR PUSTAKA
Budiartha, Putu.2009. Kompres Hangat.http://nursingbegin.com/tag/kompres-hangat/ diakses 17 Oktober
2010
Cameron,John.dkk. 2006. Fisika Tubuh Manusia. Jakarta: Medical Physics Publishing
Dahlan, S. (2004). Statistik Kedokteran Dan Kesehatan Uji Hipotesis Dengan Menggunakan SPSS Program 12 jam. Jakarta : PT Arkas.
Danfar.(2009).Deferusi/pengertian efektifitas. Di akses dari http://dansite.wordpress.com. Tanggal 30 april 2011
Dinar, Agatha.2009. Diagnosis Mual dan Muntah Serta Demam Terkait
Penyakit Tropis dan Infeksi”.
http://sampahtutorial.blogspot.com/2009/07/infeksi-penyakit-
tropis-demam-tifoid.html.diakses 28 Oktober 2010
Gabriel.1996. Fisika Kedokteran. Jakarta. Buku kedokteran: EGC
Guyton.1990. Fisiologi Manusia Dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran; EGC
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Jayanthi, Niken. Asuhan Keperawatan Anak Dengan Febris(http://www.scribd.com/doc/36750849/ASKEP-Febris) di akses 27 Oktober 2010
Mnscell. 2009. Demam
(http://www.scribd.com/doc/24339072/DEMAMsi) di akses 27 Oktober.2010
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metedologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Pearce,Evelyn C.2002.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Poorwo,Sumarmo,dkk.2010.Buku Ajar Infeksi & Pediatrik Tropis Edisi Kedua.Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia
Potter & Perry.2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC
Sudiono, Janti. 2003. Ilmu Patologi. Jakarta: EGC
Tobing, Mikhael. 2009.mekanisme cara kerja obat antibiotik. http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/antibiotik-mekanisme-cara-kerja-dan-klasifikasinya diakses 1 Juni 2011
Werkudorojakso. 2010. Prosedur Kompres. http://werkudorojakso.wordpress.com/2010/06/22/prosedur-
kompres/) dikases 17 Oktober 2010
Mercubaktijaya.2010.Panduan Penyusunan Skripsi
Lampiran 1 : PERKIRAAN BIAYA PENELITIAN
NO URAIAN BIAYA (RUPIAH)
A Persiapan1 Pengurusan perizinan ke RS M.jamil padang 200.0002 Biaya survay awal 200.0003 Pengadaan Buku Literatur 700.0004 Kertas HVS 5 rim x Rp 40,000 200.000
5Tinta Printer 2 botol x Rp180,000 360.000
6 Ballpoint 20 buah x Rp 3000 60.0007 Pensil 20 buah x Rp 2000 40.0008 Spidol 20 buah x Rp 5000 100.000B Pengadaan instrumen penelitian9 Termos 4 bh @Rp.70.000 280.00010 Handuk kecil 20 bh @Rp.15000 300.00011 Termometer aksila 10 bh @ 15.000 150.00012 Termometer air 4 bh @ 20000 80.00013 Tissu gulung 10 bh@ 10000 100.00014 Kom besar stenless tertutup 10@100000 1.000.00015 Jam tangan 50.00016 Lembar pengukuran 100.000D Pengumpulan/pengolahan data
Konsumsi dan akomodasi 2 orgxRp.50,000x30 hari 3.000.000Pengolahan Data 1.000.000Penggandaan hasil penelitian 10 eksxRp.10.000 100.000Biaya Penjilidan 10 eks x Rp 10,000 100.000Pemindahan proposal dalam bentuk softdisk 500.000
E Biaya Seminar 1.000.000F Biaya internal PT 2.500.000
JUMLAH 12.120.000
Lampiran 2. Susunan Organisasi Tim Peneliti Dan Pembagian Tugas
No
Nama NIDN Bidang ilmu
Alokasi waktu (jam/minggu)
Uraian tugas
1 Ns.Eliza,SPd,S.Kep 1030067201 Kesehatan 2 jam 3 x seminggu
Melaksanakan proposal penelitian,mengkoordinir pelaksanaan penelitian,mengevaluasi pelaksanaan penelitian
2 Hega Valentine,SKM
Kesehatan 2 jam 3 x seminggu
Melaksanakan proposal penelitian,melakukan penelitian
3 Ns.Salmiwati,S.Kep
Kesehatan 2 jam 3 x seminggu
Melaksanakan proposal penelitian,melakukan penelitian
Lampiran 3 . Ketersediaan Sarana dan Prasarana Penelitian
Sarana yang di gunakan adalah :
Rumah Sakit Ruangan Klien Yang Demam Tempat Tidur Sampiran
Instrument Yang Digunakan Pada Peneliti Ini Adalah :
Termometer Aksila
Termometer Air
Handuk Kecil
Tempat Wadah (Kom Stenless), air hangat 37o C - 40o C,
Jam Tangan
Ruangan Untuk Penatalaksanaan Kompres Hangat.
Tissue Gulung
Termos
Surat Persetujuan Responden
Handscon
Lampiran 4
CV KETUA PENELITI
Nama : ELIZAS.Pd,S.Kep
Tempat / Tgl Lahir : Padang,30 Juni 1972
Pekerjaan : Staff Dosen Nan Tongga Lubuk Alung
Status : : Kawin
Riwayat Pendidikan:
1. SD Impress Talung Pasaman : Tamat tahun 1985
2. SLTP Negeri Talung Pasaman : Tamat tahun 1988
3. SMA Negeri 1 Talung Pasaman : Tamat tahun 1991
4. Akademi Keperawatan Perintis Bukittinggi : Tamat tahun 1994
5. Ikip Padang, : Tamat tahun 2004
6. Sarjana Keperawatan di Stikes Nan Tongga : Tamat tahun 2010
Mata kuliah yang diampu:
1. Keperawatan Dasar
2. Keperawatan Anak
3. Keperawatan Maternitas
CV ANGGOTA PENELITI
Nama : HEGA VALENTINE,SKM
Tempat / Tgl Lahir : Lubuk Alung,9 Februari 1981
Pekerjaan : Staff Dosen Nan Tongga Lubuk Alung
Status : : Kawin
Riwayat Pendidikan:
1. SD 01 Lubuk Alung : Tamat tahun 1993
2. SMP 01 Lubuk Alung : Tamat tahun 1996
3. SMA Negeri 1 Lubuk Alung : Tamat tahun 1999
4. UNBRAH Padang : Tamat tahun 2004
Mata kuliah yang diampu:
1. Ilmu gizi
2. Komunikasi kesehatan
3. Promosi kesehatan
4. Komunitas
CV ANGGOTA PENELITI
Nama : Ns SALMIWATI,S.Kep
Tempat / Tgl Lahir : Sumedang,11 Juli 1988
Pekerjaan : Staff Dosen Nan Tongga Lubuk Alung
Status : : Belum Kawin
Riwayat Pendidikan:
1. SD Negeri 27 Batang Anai : Tamat tahun 2001
2. SLTP Negeri 2 Batang Anai : Tamat tahun 2004
3. SMA Negeri 1 Lubuk Alung : Tamat tahun 2007
4. STIKes MERCUBAKTIJAYA Padang, : Tamat tahun 2012
Mata kuliah yang diampu:
4. KDK
5. KEPERAWATAN DEWASA
6. KEPERAWATAN JIWA
JADWAL PELAKSANAAN
NO KEGIATAN JANUARI FEBRUARI MARET
Mg1 Mg2 Mg3 Mg4 Mg1 Mg2 Mg3 Mg4 Mg1 Mg2 Mg3 Mg4 Mg1
1 Perumusan Masalah Penelitian
2 Pertemuan Tim dan Anggota
3 Menetapkan Rencana Jadwal Kerja
4 Menetapkan Desain Penelitian
5 Menetapkan Instrumen Penelitian
6 Survey Awal
7 Pembuatan Proposal
8 Konsultasi Ahli
9 Menetapkan Instrumen Penelitian
10Menyusun Format Pengumpulan Data
11 Pengiriman Proposal
12 Uji Coba Quesioner
13 Persiapan Seminar
14 Seminar Proposal Penelitian
15 Melakukan Pengumpulan Data
16 Mengolah Data
17 Menyusun Konsep Laporan
18 Konsultasi Ahli
19 Menyusun Laporan Akhir
20 Menyusun Bahan Untuk Seminar
21 Penyelenggaraan Seminar
22 Penggandaan Laporan
23 Pengiriman Laporan