15
1 LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU ANALISIS PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH PADA PEMERINTAH PROVINSI DI INDONESIA Oleh: Venti Eka Satya, S.E., MSi., Ak. PUSAT PENELITIAN BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA JAKARTA 2016

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU · pemerintahan di berbagai negara yang meliputi ... C. Analisis Penerapan Sistem Pengendalian Intern ... Pelaksanaan sistem pengendalian Intern

Embed Size (px)

Citation preview

1

LAPORAN PENELITIAN INDIVIDU

ANALISIS PENERAPAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN PEMERINTAH

PADA PEMERINTAH PROVINSI DI INDONESIA

Oleh:

Venti Eka Satya, S.E., MSi., Ak.

PUSAT PENELITIAN

BADAN KEAHLIAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

JAKARTA

2016

2

RINGKASAN EKSEKUTIF

1. Pendahuluan

Semangat reformasi birokrasi dimaknai sebagai penataan ulang terhadap

sistem penyelenggaraan pemerintahan yang menerapkan prinsip-prinsip

transparansi dan akuntabilitas yang merupakan bagian dari Good

Governance secara konsisten. Akuntabilitas dilaksanakan melalui

pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan negara yang dilakukan

melalui pelaksanaan pengawasan keuangan negara oleh unit-unit

pengawasan internal maupun eksternal yang ada atau tindakan

pengendalian oleh masing-masing instansi pemerintah.1

Undang-undang dibidang keuangan negara membawa implikasi

perlunya sistem pengelolaan keuangan negara yang lebih akuntabel dan

transparan. Hal ini baru dapat dicapai jika seluruh tingkat pimpinan

menyelenggarakan kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatan di

instansi masing-masing. Untuk itu dibutuhkan suatu sistem yang dapat

memberi keyakinan memadai bahwa penyelenggaraan kegiatan pada suatu

instansi pemerintah dapat mencapai tujuannya secara efisien dan efektif,

melaporkan pengelolaan keuangan negara secara andal, mengamankan aset

negara, dan mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Sistem ini dikenal dengan Sistem Pengendalian Intern (SPI). Sistem

Pengendalian Intern (SPI) di lingkungan instansi pemerintah dikenal sebagai

suatu sistem yang diciptakan untuk mendukung upaya agar

penyelenggaraan kegiatan pada instansi pemerintahan dapat mencapai

tujuannya dengan efisien dan efektif, dimana pengelolaan keuangan negara

dapat dilaporkan secara andal, asset negara dapat dikelola dengan aman,

1 Hindriani, et al., Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP), Wacana, Vol. 15, No. 3

(2012), hal. 2

3

dan tentunya mendorong ketaatan terhadap peraturan perundang-

undangan.

Seperti yang disampaikan dalam penjelasan Peraturan Pemerintah

Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah

bahwa pengelolaan keuangan daerah yang lebih akuntabel dan transparan

dapat dicapai jika seluruh jajaran pimpinan di daerah menyelenggarakan

kegiatan pengendalian atas keseluruhan kegiatannya mulai dari

perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, sampai dengan

pertanggungjawaban secara tertib, terkendali, efektif dan efisien. Untuk itu

dibutuhkan suatu sistem yang dapat memberi keyakinan memadai bahwa

penyelenggaraan kegiatan pada suatu instansi pemerintah dapat mencapai

tujuannya secara efektif dan efisien, melaporkan pengelolaan keuangan

daerah secara andal, mengamankan aset daerah, mendorong ketaatan

terhadap peraturan perundang-undangan.

Penerapan SPIP pada instansi pemerintahan dapat dilihat dari proses

yang dibangun secara built-in pada tindakan dan kegiatan pimpinan dan

seluruh pegawai. Bukan hanya sekedar formalitas. SPIP seharusnya

diterapkan sebagai suatu budaya pengendalian yang menjadi bagian dari

budaya organisasi. Untuk mengetahui penerapan SPIP pada organisasi dapat

dilihat dari keberadaan unsur-unsur SPIP berupa: lingkungan pengedalian;

penilaian risiko; kegiatan pengendalian;informasi dan komunikasi; dan

pemantauan pengendalian intern. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui

sejauhmana penerapan SPIP di lingkungan Pemerintah Pusat maupun daerah

dengan cara meninjau bagaimana implementasi serta penguatan unsur-unsur

pengendalian tersebut dilaksanakan.

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah diadopsi dari konsep internal

control yang dikeluarkan oleh COSO (The Committee of Sponsoring

Organizations of the Treadway Commission) yang berusaha meningkatkan

kinerja dan tata kelola organisasinya menggunakan Manajemen Risiko

Terpadu (Enterprise Risk Management), Pengendalian Intern (Internal

4

Control) dan Pencegahan Kecurangan (Fraud Detterence). COSO memiliki

prinsip dasar good risk management and internal control are necessary for

long term success of all organizations.2 Unsur-unsur yang ada dalam SPIP

mengacu pada unsur SPI yang telah dipraktekkan di lingkungan

pemerintahan di berbagai negara yang meliputi Lingkungan Pengendalian,

Penilaian resiko, Kegiatan Pengendalian, Informasi dan Komunikasi,

Pemantauan Pengendalian Intern.

B. Metodologi

Penelitian ini menggunakan dua pendekatan sekaligus untuk melakukan

analisis terhadap permasalahan. Pendekatan yang dipakai yaitu metode

kualitatif dan kuantitatif. Metode kuantitatif dilakukan dengan menggunakan

metode survey. Unit analisis penelitian ini adalah Pemerintah Provinsi D.I.

Yogjakarta dan Jawa Barat. Populasi sasaran penelitian ini pada dasarnya

adalah instansi pemerintahan di Indonesia. Untuk itu dipilih sample

(Purposive Sampling) yang dianggap mampu mewakili kondisi SPIP pada

instansi-instansi pemerintah di Indonesia. kondisi SPI ini dapat tergambar

dari hasil pemeriksaan BPK dan hasil penilaian LAKIP instansi terkait.

Penelitian lapangan dilakukan di Provinsi Jawa Barat dan Yogjakarta.

Penentuan sampel lokasi dilakukan dengan menggunakan teknik purposive

sampling method. Hal ini sengaja dilakukan dengan alasan khusus, adanya

keterbatasan waktu, dana dan keterjangkauan lokasi. Pemilihan kedua

daerah ini didasarkan kepada hasil penilaian Laporan Akuntabilitas Kinerja

Instansi Pemerintahan (LAKIP) yang dilakukan oleh Kementerian

Pemberdayaan Aparatur Negara (Kemenpan). Kedua daerah ini dipilih

karena merupakan provinsi yang mendapat predikat tinggi yaitu A untuk D.I.

Yogyakarta dan BB untuk Provinsi Jawa Barat. D.I. Yogyakarta merupakan

2 Utoyo, Bambang, Perkembangan Konsep Internal Control Versi COSO. Warta Pengawasan:

Membangun Good Governance Menuju Clean Government, Vol. XVIII/No. 4/Desember 2011. ISSN: 0854-0519, 2011, hal. 50-51.

5

provinsi yang memilik nilai tertinggi berdasarkan penilaian terhadap LAKIP

tahun 2015.

Alasan pemilihan lokasi penelitian yang berdasarkan pada nilai LAKIP

ini dilakukan karena berdasarkan penelitian empiris terbukti bahwa

pengendalian intern memiliki pengaruh positif terhadap kinerja instansi baik

pemerintahan maupun swasta. Nasir dan Oktari3 membuktikan bahwa

pengendalian intern memiliki pengaruh positif terhadap kinerja instansi

pemerintah.

C. Analisis Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Pada

Pemerintah Provinsi Di Indonesia

1. Penyelenggaraan SPIP pada Pemerintah Daerah di Indonesia

Dalam implementasinya, pengendalian internal pada hakekatnya merupakan

segala upaya yang dilakukan dalam suatu organisasi untuk mengarahkan

seluruh kegiatan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara efektif, efisien

dan ekonomis, segala sumber daya dimanfaatkan dan dilindungi, data dan

informasi serta laporan dapat dipercaya dan disajikan secara wajar, serta

ditaatinya segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal ini bertujuan untuk memastikan dan menjamin bahwa visi, misi, tujuan,

sasaran, program serta kegiatan dapat terlaksana dan mencapai hasil dengan

baik.

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintah daerah, dasar hukumnya

adalah:

1. PP No. 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, pasal 134:

Ayat (1) menyebutkan bahwa ”dalam rangka meningkatkan kinerja,

transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala

daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di

3 Azwir Nasir dan Ranti Oktari, Pengaruh Pemanfaatan Teknologi Informasi Dan

Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Instansi Pemerintah ( Studi Pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Kampar ). Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Riau, 2010.

6

lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya; dan Ayat (2)

menyatakan bahwa pengaturan dan penyelenggaraan sistem

pengendalian intern berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-

undangan.

2. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Terkait dengan pelaksanaan SPI,

Pasal 313 Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 menyatakan bahwa: (1)

dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan

menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah

daerah yang dipimpinnya; (2) pengendalian intern merupakan proses

yang dirancang untuk memberikan keyakinan yang memadai mengenai

pencapaian tujuan pemerintah daerah yang tercermin dari keandalan

laporan keuangan, efisiensi dan efektivitas pelaksanaan program dan

kegiatan serta dipatuhinya peraturan perundang-undangan; serta (3)

pengendalian intern sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai

berikut: (a) terciptaya lingkungan pengendalian yang sehat; (b)

terselenggaranya penilaian risiko; dan (c) terselenggaranya aktivitas

pengendalian.

Secara konseptual implementasi sistem pengendalian intern menuntut

adanya komitmen dan peran aktif para pimpinan publik pada setiap level dan

tingkatan organisasi. Kepemimpinan publik mempunyai peran yang sangat

penting dalam upaya meningkatkan kinerja organisasi sektor publik.

Berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang bertanggungjawab dalam

mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern pada

pemerintah provinsi adalah Gubernur. Sedangkan yang bertanggungjawab

dalam melakukan pengawasan intern dalam pemerintahan baik pusat

maupun daerah adalah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP),

sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Negara Pemberdayagunaan

7

Aparatur Negera No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat

Pengawasan Intern Pemerintah.

Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang

penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern

dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan

kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta

sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan, dan ketentuan.

Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan

diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean

government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif,

efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi,

kolusi, dan nepotisme.4

2. Gambaran Umum Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di

Provinsi Jawa Barat

Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah

provinsi Jawa Barat dalam rangka pelaksanaan ketentuan pasal 60 PP No. 60

tahun 2008 diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 10 tahun

2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern di Lingkungan

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Gubernur melakukan pengendalian atas

penyelenggaraan kegiatan di pemerintah daerah untuk meciptakan

pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, transparan, dan

akuntabel. Adapun pengendalian terhadap penyelenggaraan kegiatan

pemerintahan daerah berpedoman pada SPIP sebagaimana diatur dalam PP

No. 60 tahun 2008 tentang Sistem Pengedalian Intern Pemerintah.

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di lingkungan pemerintah daerah

wajib menerapkan unsur-unsur SPIP. Penerapan unsur SPIP merupakan

bagian integral dari kegiatan OPD. Penyelenggaraan SPIP di lingkungan

4 Peraturan Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negera No.

PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah.

8

Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah. Petunjuk

pelaksanaan penyelenggaraan SPIP pada organisasi perangkat daerah yang

lebih rendah seperti kabupaten dan kota ditetapkan dengan peraturan

tersendiri yang dikeluarkan oleh pimpinan daerah masing-masing

(Bupati/Walikota). Dalam rangka proses penyusunan, pelaksanaan dan

pengembangan SPIP Daerah (SPIPD), dibentuk satuan Tugas Pengembangan

Implementasi SPIPD. Pembentukan Satuan tugas pengembangan

implementasi SPIPD tersebut

3. Penerapan Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Provinsi Jawa

Barat dan Kendalanya

Pelaksanaan sistem pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dilakukan

berdasarkan prosedur yang telah dittapkan. Beberapa prosedur SPIP yang

akan dilaksanakan, disusun setiap awal tahun, yaitu di bulan Januari.

Prosedur SPIP ini dirancang untuk diimplementasikan sepanjang tahun.

Bersamaan dengan itu, akan dilakukan pemantauan secara periodik

(triwulan) dan evaluasi di akhir tahun. Rancangan ini selanjutnya

dikomunikasikan ke seluruh pegawai, termasuk siapa melakukan apa dan

bagaimana. Dalam merencanaan SPIP harus menerapkan 5 unsur SPIP yang

saling terkait, yaitu Lingkungan pengendalian; Penilaian resiko; Kegiatan

pengendalian; Informasi dan komunikasi; dan Pemantauan pengendalian

intern. Dari lima unsur tersebut kegiatan pengendalian merupakan corenya.

Berdasarkan hasil penilaian sebanyak 52 orang responden terhadap

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) diperoleh hasil yaitu

indikator Lingkungan Pengendalian (80,60%) pada kategori baik ,Penilaian

Resiko (70,10%) pada kategori baik , Kegiatan Pengendalian (75,96%) pada

kategori baik , Informasi dan Komunikasi (81.06%) pada kategori sangat baik

dan Pemantauan dan Pengendalian Intern (74.7 7%) pada kategori baik , dari

hasil rata-rata penilaian keseluruhan indikator pada Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah (SPIP) sebesar (77,26%) pada kategori baik .Dari hasil

9

tersebut diatas ternyata informasi dan komunikasi mendapatkan penilaian

paling tinggi dengan nilai rata-rata sebesar 81,0 6% dengan kategori sangat

baik . Sedangkan indikator penilaian risiko mendapat penilaian paling rendah

dengan rata-rata sebesar 70,1 0% dengan kategori baik, dan penilaian secara

keseluruhan Sistem Pengendalian Intern pemerintah (SPIP) termasuk dalam

kategori baik yaitu dengan skor pencapaian sebesar 77,2 6%.

Walaupun pengendalian intern telah disusun dan diselenggarakan

oleh suatu instansi pemerintahan, pada dasarnya pengendalian intern

memiliki keterbatasan. Diantara penyebab tidak efektifnya suatu

pengendalian intern adalah karena adanya keterbatasan dalam

pertimbangan, kesalahan menterjemahkan instruksi, pelanggaran oleh

manajemen, kolusi dan faktor keterbatasan biaya dalam pengendalian intern.

4. Gambaran Sistem Pengendalian Intern di Pemerintah Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY)

Pemda DIY sudah merintis pelaksanaan sistem pengendalian intern sejak

2005, bahkan sejak dikeluarkannya PP No 79 Tahun 2005 tentang Pedoman

Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

Pengendalian internal pemerintah daerah sudah menjadi komitmen

Gubernur DIY sejak mencanangkan Reformasi Total pada 1998/1999,

terutama untuk melaksanakan reformasi birokrasi.

Sejak dikeluarkannya PP No. 60 tahun 2008, Pemerintah D.I.

Yogyakarta (DIY) menindaklanjuti dengan mengeluarkan beberapa aturan

turunan yaitu Peraturan Gubernur DIY Nomor 52 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan

Pemerintah Daerah; Keputusan Gubernur DIY Nomor 214/KEP/2011 tentang

Pembentukan Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; serta

Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk

Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di

Lingkungan Pemerintah Provinsi DIY. Ketiga Peraturan perundang-undang

10

ini termuat dalam buku Peraturan Pelaksanaan Sistem Pengendalin Intern

Pemerintah (SPIP) di Lingkungan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta,

yang diterbitkan oleh Inspektorat DIY.5

Dalam Peraturan Gubernur DIY Nomor 52 Tahun 2010 tentang

Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan

Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa yang melakukan pengendaliaan atas

penyelenggaraan pemeritahan daerah adalah Gubernur. Pengendalian dan

penyelenggaraan tersebut dilakukan dengan berdasar pada PP No. 60 tahun

2008.

Yang bertanggungjawab atas efektivitas penyelenggaraan SPIP di

lingkungan Satuan Organisasi Perangkat Daerah (SOPD) adalah kepala SOPD.

Dan yang melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraaan tugas dan

fungsi perangkat daerah termasuk akuntabilitas keuangan daerah, untuk

memperkuat dan menunjang efektivitas SPIP adalah Inspektorat. Biaya untuk

melakukan pengawasan intern tersebut dibebankan pada Anggaran

Pendapatn dan Belanja Daerah.

5. Penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Daerah

Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Kendalanya

Pemerintah DIY sangat memahami pentingnya SPIP. Dalam rangka

menindaklanjuti amanat PP No. 60 tahun 2008, pemerintah DIY telah

melakukan langkah-langkah strategis yang sangat menentukan keberhasilan

penerapan SPIP di lingkungan pemerintahan DIY. Road Map penerapan PP

No. 60 tahun 2008 tentang SPIP yang telah dilaksakan oleh Pemerintah DIY

adalah sebagai berikut:

a. Tahun 2009: tahap konsolidasi dan sosialisasi.

5 Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Peraturan Pelaksanaan Sistem Pengendalin

Intern Pemerintah (SPIP) di Lingkungan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta, Inspektorat DIY, 2012

11

b. Tahun 2010: diterbitkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 52 Tahun 2010

tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di

Lingkungan Pemerintah Daerah.

c. Tahun 2011: diterbitkan Keputusan Gubernur DIY Nomor

214/KEP/2011 tentang Pembentukan Satuan Tugas Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah.

d. Tahun 2012: diterbitkan Peraturan Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2012

tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Pengendalian

Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Provinsi DIY.

e. Tahun 2013-sekarang: telah dilakukan penyusunan dan pembahasan

design pemetaan/Diagnostic assessment, pemaparan design pemetaan,

pelaksanaan pemetaan, analisis data hasil pemetaan, pembahasan hasil

pemetaan dan penyusunan laporan hasil pemetaan. Selanjutnya

dilakukan langkah pembangunan infrastruktur dengan melalui

pembangunan kebijakan dan prosedur serta proses internalisasi.

Selanjutnya dalam tahap pengembangan berkelanjutan dilakukan

evaluasi dan monitoring agar SPIP yang telah diimplementasikan ke

dalam instansi pemerintah tetap terjaga kualitasnya.

Langkah evaluasi terhadap pelaksanaan SPIP tersebut dilaksanakan dengan

penilaian maturitas SPIP oleh BPKP dalam hal ini Pemda DIY mendapat hasil

penilaian pada Level 3 yang artinya:

- SPIP dipraktikan di seluruh organisasi dan didukung dengan sistem

pendokumentasian yang memadai, dan

- Evaluasi atas efektivitas pengendalian intern dilaksanakan secara rutin,

namun belum didukung dokumentasi yang memadai

Berdasarkan hasil penilaian sebanyak 60 orang responden terhadap

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) diperoleh hasil yaitu

indikator Lingkungan Pengendalian (85,03%) pada kategori sangat baik

,Penilaian Resiko (80,10%) pada kategori baik , Kegiatan Pengendalian

(82,96%) pada kategori sangat baik , Informasi dan Komunikasi (81.06%)

12

pada kategori sangat baik dan Pemantauan dan Pengendalian Intern

(80.81%) pada kategori sangat baik , dari hasil rata-rata penilaian

keseluruhan indikator pada Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)

sebesar (81.99%) pada kategori sangat baik .Dari hasil tersebut diatas

ternyata Lingkungan Pengendalian mendapatkan penilaian paling tinggi

dengan nilai rata-rata sebesar 85,03% dengan kategori sangat baik.

Sedangkan indikator penilaian risiko mendapat penilaian paling rendah

dengan rata-rata sebesar 80,10% dengan kategori sangat baik, dan penilaian

secara keseluruhan Sistem Pengendalian Intern pemerintah (SPIP) termasuk

dalam kategori sangat baik yaitu dengan skor pencapaian sebesar 85,03%.

Permasalah yang sering menjadi kendala adalah kurangnya

pemahaman OPD terhadap SPIP dan belum tumbuhnya budaya SPIP dalam

organisasi. Selain itu masih banyak pimpinan organisasi pada OPD-OPD yang

belum memahami filosofi pengendalian intern dan rendahnya komitment

mereka terhadap pelaksanaan SPIP.

D. Simpulan dan Saran

Simpulan

Pengendalian intern adalah proses yang dipengaruhi oleh direksi,

manajemen, Sistem pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode

dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan

organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi, mendorong

efisiensi, dan mendorong untuk mematuhi kebijakan manajemen. Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) adalah Sistem Pengendalian Intern

yang diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat

dan pemerintah daerah.

Kepemimpinan publik mempunyai peran yang sangat penting dalam

upaya meningkatkan kinerja organisasi sektor publik. Berdasarkan

peraturan perundang-undangan, yang bertanggungjawab dalam mengatur

dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern pada pemerintah

13

provinsi adalah Gubernur. Sedangkan yang bertanggungjawab dalam

melakukan pengawasan intern dalam pemerintahan baik pusat maupun

daerah adalah Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), sebagaimana

diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayagunaan Aparatur Negera

No. PER/05/M.PAN/03/2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan

Intern Pemerintah.

Penyelenggaraan sistem pengendalian intern di lingkungan

pemerintah provinsi Jawa Barat diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Barat

Nomor 10 tahun No. 2011 tentang Penyelenggaraan Sistem Pengendalian

Intern di Lingkungan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) di lingkungan pemerintah daerah wajib menerapkan unsur-

unsur SPIP. Penerapan unsur SPIP merupakan bagian integral dari kegiatan

OPD. Penyelenggaraan SPIP di lingkungan Pemerintah Daerah

dikoordinasikan oleh Sekretaris Daerah. Adapun pihak yang

bertanggungjawab dalam melakukan pengawasan intern adalah Inspektorat.

Pemda DIY sudah merintis pelaksanaan sistem pengendalian intern

sejak 2005, bahkan sejak dikeluarkannya PP No 79 Tahun 2005 tentang

Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan

Daerah. Pengendalian internal pemerintah daerah sudah menjadi komitmen

Gubernur DIY sejak mencanangkan Reformasi Total pada 1998/1999,

terutama untuk melaksanakan reformasi birokrasi. Pemerintah DIY sangat

memahami pentingnya SPIP. Pemerintah D.I. Yogyakarta (DIY)

menindaklanjuti dengan mengeluarkan beberapa aturan turunan yaitu

Peraturan Gubernur DIY Nomor 52 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan

Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Pemerintah Daerah;

Keputusan Gubernur DIY Nomor 214/KEP/2011 tentang Pembentukan

Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah; serta Peraturan

Gubernur DIY Nomor 25 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan

Pemerintah Provinsi DIY.

14

Kendala yang sering dihadapi dalam penerapan SPIP di lingkungan

pemerintah provinsi adalah rendahnya kompetensi SDM dan kurangnya

komitmet terhadap kompetensi SDM. Permasalah lain yang juga sering

menjadi kendala adalah kurangnya pemahaman OPD terhadap SPIP dan

belum tumbuhnya budaya SPIP dalam organisasi. Selain itu masih banyak

pimpinan organisasi pada OPD-OPD yang belum memahami filosofi

pengendalian intern dan rendahnya komitment mereka terhadap

pelaksanaan SPIP.

Saran

Dari hasil penelitian yang dilakukan di Pemerintah Provinsi Jawa barat dan

DIY Yogyakarta diperoleh beberapa saran sebagai berikut:

1. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 60 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah agar

disempurnakan dengan menyesuaikan dengan Nomor 23 tahun 2014

tentang Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014

tentang Administrasi Pemerintahan dan dikoordinasikan dengan

Kementerian Dalam Negeri yang mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 79 Tahun 2006.

2. Perlunya penyesuaian dengan regulasi pada sektor lainnya, sebagaimana

terhadap regulasi pada UU tentang ASN, UU tentang Keistimewaan DIY,

dan UU tentang Pemerintahan Daerah.

3. Perlunya melakukan reformasi diri dalam hal penguatan kelembagaan

yang siap menghadapi tantangan organisasi masa depan yang sarat

dengan kemajuan IT dan tuntutan serba cepat, seperti : penerapan

balanced score card, manajemen berbasis kinerja, performances based

organization, atau metode tahapan pengembangan SPIP lainnya

4. Perlunya semangat inovatif-kreatif yang bertanggungjawab dalam

melakukan desain pengelolaan SPIP, mengingat banyaknya

program/kegiatan yang statgnan (sekedar mengejar output) karena

15

ketakutan yang berlebihan terhadap regulasi yang sebenarnya tidak perlu

terjadi. Kreatif-Inovatif menjadi syarat untuk merubah organisasi yang

maju dan modern, termasuk pemerintah daerah, dan penataan pola

komunikasi organisasi baik internal/eksternal.