Upload
lyduong
View
233
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Mata Kuliah : Perpajakan
LAPORAN PENELITIAN
PENUNJANG PROSES PEMBELAJARAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA
DAMPAK PEMBERLAKUAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 46 TAHUN 2013 PADA KEWAJIBAN PERPAJAKAN
UMKM
Tim Peneliti
1. Ni Luh Supadmi, SE,M.Si,Ak.
2. Dr. Ni Made Dwi Ratnadi, SE.MSi.Ak.
3. Dra. Ni Ketut Lely Aryani Merkusiwati, M.Si,Ak.
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan Umum (DIPA BLU)
Universitas Udayana Nomor: SP DIPA-023.04.2.415253/2014
tanggal 5 Desember 2013
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2014
ii
Halaman Pengesahan
1. Judul Penelitian : Dampak Pemberlakuan Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM
2. Ketua Peneliti
a. Nama Lengkap : Ni Luh Supadmi,SE,M.Si,Ak
b. NIP/NIDN : 19660908 199203 2001/0008096608
c. Pangkat/Gol : Pembina Tk.I/IVb
d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
e. Jurusan : Akuntansi
f. Alamat Rumah : Jalan Kertadalem Sari IV Blok C No.2
Denpasar
g. Telpon Rumah /HP : (0361) 8950185/0818355428
h. E-mail : [email protected]
Jumlah Anggota Peneliti : 2 orang
Lama Penelitian : 2 (dua) bulan
Jumlah biaya : Rp 5.000.000,-
Denpasar, 8 Nopember 2014
Ketua Jurusan, Ketua Peneliti
( Dr. A.A.G.P Widanaputra,SE.MSi.Ak). (Ni Luh Supadmi,SE.MSi.Ak.)
NIP.19650323 199103 1 004 NIP.19660908 199203 2001
Mengetahui,
Dekan
Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, SE.MS.
NIP.196108271986011001
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR TABEL v
IDENTITAS PENELITIAN vi
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK viii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Tujuan Penelitian 2
1.3 Urgensi Penelitian 3
BAB II STUDI PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 4
2.1.1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 4
2.1.2 Pengertian pajak 5
2.1.3 Pengertian Subyek Pajak dan Wajib Pajak 5
2.1.4 Pengertian Penghasilan 5
2.1.5 Pengertian UMKM 5
2.1.6 Pengertian Syarat Keadilan dalam Pemungutan Pajak 6
2.1.7 Pengertian Self Assessment System 7
2.1.8 Pengertian Beban Pajak 7
2.1.9 Pengertian Ability to Pay 7
2.1.10 Tarif Pajak Penghasilan 8
2.1.11 Penghasilan Kena Pajak 8
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian 9
3.2 Identifikasi Variabel 9
3.3 Definisi Operasional Variabel 9
3.4 Jenis dan Sumber Data 10
3.5 Metode Pengumpulan Data 11
3.6 Teknik Analisis Data 11
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Keadilan
Pemajakan 12
4.2 Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Self
Assessment System 14
iv
4.3 Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Ability to Pay 15
4.4 Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Beban Pajak 15
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan 17
5.2 Saran 18
DAFTAR PUSTAKA
v
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Dampak Pemberlakuan PP 46 untuk Wajib Pajak Badan 13
Tabel 4.2 Dampak Pemberlakuan PP 46 untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi 13
vi
IDENTITAS PENELITIAN
1. Judul Usulan: Dampak Pemberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 46
Tahun 2013 pada Kewajiban Perpajakan UMKM
2. Mata Kuliah: Perpajakan
3. Ketua Peneliti :
a. Nama Lengkap : Ni Luh Supadmi,SE,M.Si,Ak
b. NIP/NIDN : 19660908 199203 2001/0008096608
c. Pangkat/Gol : Pembina Tk.I/IVb
d. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala
e. Jurusan : Akuntansi
f. Alamat Rumah : Jalan Kertadalem Sari IV Blok C No.2
Denpasar
g. Telpon Rumah /HP : (0361) 8950185/0818355428
h. E-mail : [email protected]
4. Anggota Peneliti : 2 (dua) orang
No. Nama dan Gelar
Akademik
Bidang
Keahlian
Jurusan Alokasi Waktu
(Jam/Minggu)
1. Dr. Ni Made Dwi Ratnadi,
SE.MSi.Ak.
Akuntansi
Keuangan
Akuntansi 4
2. Dra, Ni Ketut Lely Aryani
Merkusiwati,MSi.Ak
Perpajakan Akuntansi 4
5. Masa Pelaksanaan Penelitian : 2 (dua) bulan
6. Anggaran yang diusulkan : Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah)
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kahadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Sanghyang Widhi Wasa, karena berkatNYA Laporan Hasil Penelitian
Penujang Proses Pembelajaran dengan Judul ”Dampak Pemberlakuan
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 Pada Kewajiban Perpajakan
UMKM” Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Badan Layanan
Umum (DIPA BLU) Universitas Udayana Tahun 2014 Dengan Surat
Perjanjian Pelaksanaan Penelitian No. SP DIPA-023.04.2.415253/2014,
tanggal 5 Desember 2013 dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Kegiatan Penelitian Penujang Proses Pembelajaran ini dapat
terselenggara dengan baik sesuai dengan waktu yang telah dialokasikan, berkat
bantuan semua pihak baik material maupun moril, untuk itu perkenankan kami
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :
1. Prof. Dr. IGB, Wiksuana, SE.,MS., selaku dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Udayana.
2. Dr. A.A.G.P Widanaputra,SE.,MSi.,Ak. Dan Dr. I Dewa Nyoman Badera,
SE., MSi., selaku ketua dan sekretaris jurusan akuntansi Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Udayana.
3. Tim peneliti yang telah bekerja sama dalam penyelesaian laporan
penelitian penunjang proses pembelajaran ini.
Laporan hasil penelitian penunjang proses pembelajaran ini masih
jauh dari sempurna. Namun peneliti berharap dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang berkepentingan.
Denpasar, 28 Nopember 2014
Tim Peneliti
viii
ABSTRAK
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal pajak menerbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki Peredaran Bruto Tertentu.. Pengenaan pajak penghasilan (PPh) Final
berimbas pada mekanisme pemungutan pajak terhadap WP yang dikenakan
PPh. menurut PP ini. Penelitian bertujuan untuk mengetahui apakah
pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 tahun 2013, berdampak
pada kewajiban perpajakan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Penelitian ini merupakan telah kritis terhadap PP Nomor 46 tahun 2013,.
Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat deskriptif yaitu
menjelaskan dampak dari PP tersebut terhadap kewajiban perpajakan UMKM,
ditinjau dari aspek keadilan pemajakan, Self Assessment System, ability to pay
dan beban pajak. Hasil analisis menunjukkan ditinjau dari aspek keadilan
pemajakan, pengenaan PPh. Final terhadap UMKM tidak sesuai dengan aspek
keadilan, karena tidak mencerminkan kemampuan membayar. Dari aspek Self
Assessment System Pemberlakuan PP ini self assessment system menjadi
tidak bermakna, mundur, dan tidak selaras dengan tujuan utama dari konsep
self assessment system, yaitu kepatuhan membayar pajak secara sukarela. Dari
aspek Ability to Pay, Pemberlakuan PP Nomor 46 mengabaikan aspek ability
to pay, karena bagi wajib pajak yang rugi atau PKP dibawah titik impas yaitu
sebesar 8% untuk WP badan dan 9,953% untuk WP orang pribadi tetap
membayar pajak. Dari aspek beban pajak. Beban administrasi perpajakan
dapat dikurangi dan menghitung pajak terutang dengan sangat mudah, Namun
dilihat dari beban pajak terutang wajib pajak bisa dirugikan, diuntungkan,
bahkan bisa tidak diuntungkan dan tidak dirugikan.
Kata Kunci: PP Nomor 46 Tahun 2013, aspek keadilan pemajakan, Self
Assessment System, ability to pay dan beban pajak.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pemerintah melalui Direktorat Jenderal pajak menerbitkan Peraturan
Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Pemberlakuan PP ini cukup
kontroversial dan banyak menimbulkan pro dan kontra dikalangan dunia
usaha dan masyarakat Indonesia. Peraturan ini mulai diberlakukan efektif
1 Juli 2013, disosialisasikan melalui media masa baik elektronik maupun
cetak sebagai “Pajak UMKM” dengan tarif sebesar 1% dari Omzet
perbulan dan bersifat final. Pemakaian istilah UMKM, PP ini cukup sukses
mencuri perhatian, mengundang pertanyaan, kebingungan, atau mungkin
kekhawatiran dikalangan masyarakat wajib pajak kelas menengah ke
bawah di Indonesia.
Sejak awal diundangkan dan disosialisasikan, yang menjadi sasaran
pemajakan PP ini adalah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
UMKM mendapat prioritas yang sangat besar dari Pemerintah, sampai
dibentuk sebuah kementerian yang mengurusi UMKM. Alasannya karena
UMKM merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang besar yaitu
sekitar 61 persen dari Produk Domestik Bruto dan tidak rentan terhadap
krisis ekonomi global. Terkait dengan UMKM, sebelumnya sudah ada tarif
khusus Pajak Penghasilan (PPh.) UMKM tetapi hanya berlaku untuk yang
berbentuk badan usaha yaitu diatur dalam Undang-Udang nomor 36
Tahun 2008 tentang pajak pengasilan, pada pasal 31E dinyatakan bahwa
wajib pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan
Rp.50 milyar mendapat fasilitas berupa pengurangan tarif sebesar 50
persen dari tarif umum sebagaimana diatur dalam pasal 17 ayat 2 yang
dikenakan atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai
dengan Rp.4,8 Milyar. Dengan tarif PPh. Badan yang berlaku saat ini
sebesar 25%, maka bagi wajib pajak badan dalam negeri yang memenuhi
syarat, tarif efektifnya menjadi 12,5% atas penghasilan sampai dengan
2
Rp,4,8 milyar. Pengenaan PPh. Dalam hal ini dilakukan terhadap
penghasilan kena pajak yang dihitung dari perhitungan laba-rugi akuntansi
(pembukuan) setelah dilakukan koreksi fiskal karena berdasarkan pasal 28
ayat (1) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum
dan Tatacara Perpajakan (KUP), Wajib Pajak Badan wajib
menyelenggarakan pembukuan.
PP nomor 46 tahun 2013 mengatur PPh. baik untuk Wajib Pajak
Orang Pribadi atau Badan (tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap) yang
menerima atau memperoleh Penghasilan dengan peredaran bruto tertentu
yaitu tidak melebihi Rp 4,8 Milyarr, tidak termasuk peredaran bruto dari:
(1). Penghasilan yang diterima atau diproleh dari luar negeri. (2). Usaha
yang atas penghasilannnya telah dikenai pajak penghasilan yang bersifat
final. (3) Penghasilan yang dikecualikan sebagai obyek pajak. Pajak
terutang dihitung berdasarkan tarif 1 persen dikalikan dengan dasar
pengenaan pajak dan bersifat final. Dasar pengenaan pajak yang digunakan
adalah jumlah peredaran bruto setiap bulan. Pengenaan pajak penghasilan
(PPh) Final menarik untuk dikaji karena berimbas pada mekanisme
pemungutan pajak terhadap WP yang dikenakan PPh berdasarkan PP ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, dipandang penting untuk
memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang dampak
pemberlakuan PP No 46 tahun 2013 pada kewajiban perpajakan UMKM
ditinjau dari aspek keadilan pemajakan, aspek Self Assessment System,
aspek ability to pay, dan beban pajak.
1.2 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek keadilan
pemajakan.
2. Menganalisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek Self Assessment
System
3
3. Menganalisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek ability to pay.
4. Menganalisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek beban pajak.
1.3 Urgensi Penelitian
Penelitian ini sangat penting dilakukan sebagai tambahan sarana
pembelajaran pada mata kuliah perpajakan untuk melakukan telaah kritis
terhadap pemberlakuan suatu undang-undang atau peraturan, khususnya dalam
memahami dampak dari pemberlakuan PP Nomor 46 pada kewajiban
perpajakan ditinjau dari aspek keadilan pemajakan, aspek Self Assessment
System, aspek ability to pay, aspek beban pajak
4
BAB II
STUDI PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013
PP Nomor 46 Tahun merupakan kebijakan pemerintah yang mengatur
mengenai pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu. l. Wajib pajak
yang memiliki peredaran bruto tertentu adalah WP yang memenuhi kriteria
sebagai berikut:
a. WP orang pribadi atau WP badan tidak termasuk BUT
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa
sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp. 4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah)
dalam 1 tahun pajak.
c. Tidak termasuk WP orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha
perdagangan dan /jasa yang dalam usahanya; 1) menggunakan sarana
dan prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap. 2) menggunakan sebagian atau seluruh tempat
untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
atau berjualan.
d. Tidak termasuk WP badan adalah; 1) WP badan yang belum beroperasi
secara komersial. 2) WP badan yang dalam jangka wakti 1 tahun
setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto
melebihi Rp.4.800.000.000 (empat milyar delapan ratus juta rupiah).
Pajak Penghasilan yang diatur dalam PP tersebut termasuk PPh
Pasal 4 ayat 2, bersifat final. Besarnyat tarif pajak penghasilan adalah
sebesar 1 persen. Dasar pengenaan pajak adalah peredaran bruto setiap
bulan. Pajak penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif dikalikan
dengan dasar pengenaan pajak.
5
2.1.2 Pengertian pajak
Definisi pajak menurut Rochmat Soemitro dalam Mardiasmo (2011:),
pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
2.1.3 Pengertian Subyek Pajak dan Wajib Pajak
Mardiasmo (2011) mendefinisikan subyek pajak adalah
1. a. Orang Pribadi
b. Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan menggantikan
yang berhak
c. Badan, terdiri dari PT, CV, BUMN/D, dengan nama dan dalam
bentuk apapun, firma kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik,
atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentukbadan lainnya
termasuk kontrak investasi kolektif.
d. Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Sedangkan Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan yang telah
memenuhi kewajiban subyektif dan obyektif.
2.1.4 Pengertian Penghasilan
Undang- undang Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan
mendefinisikan Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam
bentuk apapun.
2.1.5 Pengertian UMKM
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah (UMKM), dinyatakan UMKM adalah sebagai berikut :
6
a. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Mikro memiliki
kriteria asset maksimal sebesar 50 juta dan omzet sebesar 300 juta.
b. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi yang produktif berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh cabang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang
dimilik, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak
langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteri
Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha
Kecil memiliki kriteria asset sebesar 50 juta sampai dengan 500 juta
dan omzet sebesar 300 juta sampai dengan 2,5 miliar.
c. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung
dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih
atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang ini. Usaha Menengah memiliki kriteri asset sebesar 500 juta
sampai dengan 10 miliar dan omzet sebesar 2,5 miliar sampai dengan
50 miliar.
2.1.6 Pengertian Syarat Keadilan dalam Pemungutan Pajak
Undang-undang dan Pelaksanaan Pemungutan pajak harus adil. Adil
dalam perundang-undangan artinya mengenakan pajak secara umum dan
merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil
dalam pelaksanaanya adalah memberikan hak bagi wajib pajak untuk
mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran, dan mengajukan
banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak. Rosdiana dkk. (2004)
menyatakan keadilan dalam pajak penghasilan terdiri dari keadilan horisontal
dan vertikal. Pemungutan pajak dikatakan memenuhi keadilan horisontal, jika
wajib pajak yang berada dalam kondisi sama dan diperlakukan sama. Keadilan
7
vertikal terpenuhi apabila wajib pajak yang mempunyai tambahan kemampuan
ekonomis yang berbeda dan diperlakukan tidak sama. Artinya beban pajak
harus dibagi secara adil kepada orang-orang dengan tingkat kemampuan
membayar yang berbeda. Musgrave (dalam Siti,2007) menggunakan dua
pendekatan dalam menentukan keadilan; pertama pendekatan manfaat artinya
sistem pajak dikatakan adil apabila kontribusi yang diberikan oleh setiap wajib
pajak sesuai dengan manfaat yang diperolehnya dari jasa-jasa pemerintah.
Kedua, sistem pajak dikatakan adil tergantung pada kemampuan wajib pajak
dalam membayar pajak.
2.1.7. Pengertian Self Assessment System
Mardiasmo (2011) menyatakan Self Assessment System adalah sistem
pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk
menentukan sendiri besarnya pajak terutang, mulai dari menghitung,
memperhitungkan, menyetor dan melaporkan.
2.1.8 Pengertian Beban Pajak
Beban adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode
akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aktiva atau terjadinya
kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut
pembagian kepada penanam modal. Beban pajak penghasilan terdiri dari
beban pajak kini dan beban pajak tangguhan. Beban Pajak kini adalah jumlah
PPh. terutang atas penghasilan kena pajak pada satu periode akuntansi. Beban
pajak tangguhan adalah beban pajak yang akan menimbulkan kewajiban pajak
tangguhan (IAI,2007)
2.1.9 Pengertian Ability to Pay
Konsep Ability to Pay dalam perpajakan artinya pajak harus dipungut
pada saat yang bersangkutan mempunyai kemampuan untuk membayar
(Lumbantoruan, 1996). Contoh; uang sewa yang diterima dimuka dalam
perpajakan diakui sebagai penghasilan, sedangkan untuk keperluan komersial
penghasilan hanya diakui pada masa persewaaan (Lumbantoruan, 1996).
8
Konsep Ability to Pay mengakibatkan adanya penangguhan pengakuan
terhadap biaya-biaya tertetu, yaitu pada saat pembayaran dilakukan atau pada
saat piutang benar-benar dihapus. Berdasarkan konsep tersebut dalam
perpajakan tidak sepenuhnya menerapkan asas akrual untuk menetapkan
penghasilan dan biaya.
2.1.10 Tarif Pajak Penghasilan
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh) pasal 17 ayat 1 tarif
PPh untuk orang pribadi adalah sebagai berikut:
1. lapisan Penghasilan Kena Pajak (PKP) sampai dengan Rp.50 juta 5%,
2. diatas Rp.50 juta sampai dengan Rp.250 juta 15%
3. diatas Rp.250 juta sampai dengan Rp.500 juta 25%
4. Diatas Rp.500 juta 30%
Tarif PPh Badan mulai tahun pajak 2010 sebesar 25%, pasilitas
pengurangan tarif diberikan atas:
1. Usaha Kecil dan Menengah (UKM), syarat peredaran bruto setahun
sampai dengan Rp.50 milyar, pengurangan tarif 50% terbatas atas
PKP dari peredaran bruto Rp.4,8 milyar
2. Wajib Pajak Go Publik, diberikan penurunan tarif 5% dengan syarat
minimal 40% saham disetor diperdagangkan di bursa efek.
2.1.11 Penghasilan Kena Pajak
Penghasilan Kena Pajak (PKP) atau Laba Fiskal adalah laba/rugi
selama satu periode yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan dan lebih
ditujukan untuk menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan (IAI,2007).
.
9
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah PP nomor 46 tahun 2013 dan kewajiban
perpajakan bagi UMKM. Penelitian ini merupakan telah kritis terhadap PP
Nomor 46 tahun 2013. Teknik analisis data yang digunakan adalah bersifat
deskriptif yaitu menjelaskan dampak dari PP tersebut terhadap kewajiban
perpajakan UMKM ditinjau dari aspek keadilan pemajakan, aspek Self
Assessment System, aspek ability to pay, dan beban pajak, disertai dengan
contoh perhitungan pajak penghasilan terutang sesudah dan sebelum
pemberlakuan PP tersebut baik untuk WP orang pribadi maupun Badan.
3.2 Identifikasi Variabel
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini digolongkan menjadi
dua, yaitu:
a. Variabel terikat atau dependent variable adalah variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat
dalam penelitian ini adalah PP Nomor 46 tahun 2013.
b. Variabel bebas atau Independent variable adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan variabel terikat.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah aspek keadilan pemajakan,
aspek Self Assessment System, aspek ability to pay, dan beban pajak.
3.3 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 46Tahun 2013
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 adalah PP tentang pajak
penghasilan atas penghasilan dari usaha perseorangan dan atau badan yang
diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi atau badan yang memiliki
peredaran bruto tertentu, yaitu kurang dari 4,8 milyar. Dalam PP ini wajib
10
pajak dikenakan pajak penghasilan (PPh,) sebesar 1%( persen) dari
penghasilan bruto sebulan dan bersifat final.
b. Aspek keadilan pemajakan
Aspek keadilan pemajakan artinya pajak harus dikenakan secara adil,
artinya pajak dikenakan sebanding dengan kemampuan wajib pajak untuk
membayar pajak. Pemajakan adil artinya semakin besar penghasilan, maka
jumlah pajak yang harus dibayar juga semakin besar dan sebaliknya.
c. Aspek ability to pay
Ability to Pay artinya pajak harus dipungut pada saat wajib pajak
mempunyai kemampuan untuk membayar pajak. Contoh; uang sewa yang
diterima dimuka dalam perpajakan diakui sebagai penghasilan pada saat
dierima.
d. Beban pajak
Beban pajak adalah jumlah pajak yang terutang atas penghasilan kena
pajak pada satu tahun pajak.
3.4. Jenis dan sumber data
a. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Kuanlitatif
adalah data dalam bentuk angka yang dinyatakan dalam satuan hitung
(Sugiono,2012). Dalam penelitian ini data kuanlitatif yang digunakan
adalah data penjualan (peredaran bruto) wajib pajak badan dan pribadi.
b. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yaitu data yang tidak diusahakan sendiri pengumpulanya, melainkan
dikumpulkan oleh pihak lain. Dalam penelitian ini data sekunder berupa
data penjualan (peredaran bruto) wajib pajak badan dan pribadi, besarnya
Penghasilan Tidak Kena pajak (PTKP), dan PPh. Terutang.
11
3.5 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan observasi pada literatur yang berakaitan dengan masalah
yang diteliti.
3.6 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bersifat deskriptif yaitu menjelaskan dampak dari PP Nomor 46 tahun 2013
pada kewajiban perpajakan UMKM dilihat dari aspek keadilan pemajakan,
Self Assessment System, Ability to Pay, dan beban pajak. disertai dengan
contoh perhitungan pajak penghasilan terutang sebelum dan sesudah
pemberlakuan PP tersebut baik untuk WP orang pribadi maupun Badan.
12
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1. Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Keadilan
Pemajakan.
Ditinjau dari konsep keadilan dalam pemajakan, pengenaan PPh. Final
terhadap UMKM tidak sesuai dengan aspek keadilan, karena tidak
mencerminkan kemampuan membayar (ability to pay). Musgrave menyatakan
Pemajakan yang adil adalah semakin besar penghasilan, maka semakin besar
pula pajak yang harus dibayar, pemajakan ini disebut dengan keadilan vertikal.
Penghasilan yang dimaksud adalah penghasilan neto, yaitu penghasilan bruto
setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang diperkenakan mengurangi
penghasilan bruto menurut ketentuan perpajakan yang berlaku. Menurut PP
Nomor 46, PPh terutang dihitung langsung dari peredaran bruto, maka
pemajakan tersebut tidak sesuai dengan konsep keadilan dalam pemajakan.
Mengapa dikatakan tidak adil, karena besar kecilnya penghasilan neto
seseorang atau badan usaha tidak akan mempengaruhi besarnya pajak yang
akan dibayar, karena pajak dihitung dengan mengalikan tarif langsung
terhadap peredaran bruto, dan dalam keadaan rugi pun seseorang atau badan
usaha tetap harus membayar pajak.
UMKM yang berbentuk badan tidak diuntungkan dan tidak dirugikan
apabila persentase penghasilan kena pajak (PKP) terhadap peredaran bruto
mencapai 8%. Hal tersebut diperoleh dari 12,5% x 8% = 1%, maka PPh.
terutang dirumuskan 1% x peredaran bruto sebulan. Tarif 12,5% adalah
merupakan tarif pasal 31E dari UU PPh. Apabila UMKM mampu meraih PKP
diatas 8%, maka UMKM dalam bentuk badan usaha diuntungkan karena
membayar pajak lebih kecil dari ketentuan sebelumnya. Sebaliknya apabila
kurang PKP dari 8%, maka UMKM akan dirugikan karena membayar pajak
lebih besar, bahkan akan tetap membayar PPh. dalam keadaan rugi. Bagi
UMKM perseorangan harus memperoleh PKP lebih besar dari 8% agar tidak
dirugikan. Sebab menurut PP Nomor 46 tahun 2013 Penghasilan Tidak Kena
13
Pajak (PTKP) tidak lagi menjadi pengurang penghasilan dalam menghitung
Penghasilan Kena Pajak bagi UMKM orang pribadi.
Berikut gambaran dampak pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2013
terhadap UMKM WP Badan dan WP orang pribadi
Tabel 4.1 Dampak Pemberlakuan PP 46 untuk Wajib Pajak Badan
Keterangan PKP 5% PKP 8 % PKP 10 %
Sales/Peredaran Bruto 3.000.000.000 3.000.000.000 3.000.000.000
PKP 150.000.000 240.000.000 300.000.000
PPh. 12,5% 18.750.000 30.000.000 37.500.000
PPh. Final 1% 30.000.000 30.000.000 30.000.000
WP Badan diuntungkan
(dirugikan)
(11.250.000) -
7.500.000
Tabel 4.2 Dampak Pemberlakuan PP 46 untuk Wajib Pajak Orang
Pribadi (Status WP Kawin dengan Anak 3) Menggunakan
Pembukuan
Keterangan PKP 5% PKP 8 % PKP 10 %
Sales/Peredaran Bruto 2.000.000.000 2.000.000.000 2.000.000.000
PKP sebelum PTKP 100.000.000 160.000.000 200.000.000
PTKP 32.400.000 32.400.000 32.400.000
PKP setelah PTKP 67.600.000 127.600.000 167.600.000
PPh. Terutang 5.140.000 14.140.000 20.140.000
PPh. Final 1% 20.000.000 20.000.000 20.000.000
WP Badan diuntungkan
(dirugikan)
(14.860.000) (5.160.000)
140.000
Untuk mencari titik impas, dimana UMKM wajib pajak orang pribadi
dengan status K/3 tidak diuntungkan dan tidak dirugikan dengan penerapan
PP Nomor 46 Tahun 2013 dibandingkan dengan penerapan tarif progresif
pasal 17 ayat 1 Undang-undang Pajak Penghasilan, dapat dihitung dengan cara
sebagai berikut:
14
1% x 2.000.000.000 = (5% x 50.000.000) + 15% x (X -50.000.000)
20.000.000 = 2.500.000 + 0,15X -7.500.000
20.000.000 – 2.500.000 +7.500.000 = 0,15X
25.000.000 = 0,15X
X = 25.000.000/0,15
X = 166.666.666,7
X adalah Penghasilan Kena Pajak setelah PTKP
Penghasilan kena pajak sebelum PTKP adalah 166.666.666,7 + 32.400.000 =
Rp.199.066.666,7, atau sama dengan 9,953% yaitu 199.066.666,7 x 100%
2.000.000.000
Jadi Wajib pajak orang pribadi tidak diuntungkan dan tidak dirugikan oleh
pemberlakuan PP 46 Tahun 2013, apabila PKP sebelum PTKP sebesar
9,953% dari peredaran bruto (WPOP yang menggunakan Pembukuan).
Sedangkan bagi WPOP yang sebelumnya menggunakan norma perhitungan
penghasilan neto dengan persentase yang lebih besar dari titik impas 9,953%
akan diuntungkan dengan terbitnya PP Nomor 46 Tahun 2013, dan sebaliknya
dirugikan bagi UMKM dengan persentase norma dibawah 9,953%.
4.2. Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Self
Assessment System
Penerapan PPh Final 1% terhadap UMKM yang mempunyai
peredaran dalam tidak lebih dari Rp.4,8 milyar setahun, jika dilihat
dari sisi kemudahan dalam perhitungan pajak terutang bagi WP Badan
dan WP orang pribadi yang tidak menyelenggarakan pembukuan
adalah tepat. Namun bagi WP yang menyelenggarakan pembukuan
dengan tertib dan menghitung pajak terutang dari laba fiskal,
pemberlakuan PP 46 Tahun 2013 menjadi suatu kemunduran dari
konsep self assessment system. Konsep ini memberikan kepercayaan
kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor,
dan melaporkan sendiri kewajiban pajaknya. Jadi dengan
Pemberlakuan PP 46 Tahun 2013 self assessment system menjadi
15
tidak bermakna, mundur, dan tidak selaras dengan tujuan utama dari
konsep self assessment system, yaitu kepatuhan membayar pajak
secara sukarela.
4.3. Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Ability to Pay.
Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013, yaitu pengenaan PPh
Final sebesar 1% tidak adil, karena tidak mencerminkan kemampuan
membayar (ability to pay). Besar kecilnya penghasilan neto wajib
pajak tidak akan mempengaruhi besarnya pajak yang akan dibayar dan
dalam keadaan rugi, dengan pengenaan PPh. Final ini wajib pajak tetap
membayar pajak. Dapat kita bayangkan bagaimana wajib pajak mampu
membayar pajak dalam keaadan rugi. Jadi Pemberlakuan PP Nomor 46
tahun 2013 mengabaikan aspek ability to pay bagi wajib pajak yang
rugi atau PKP dibawah titik impas yaitu sebesar 8% untuk WP badan
dan 9,953% untuk WP orang pribadi.
4.4.Analisis Dampak Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
Kewajiban Perpajakan UMKM Ditinjau dari Aspek Beban Pajak.
Ditinjau dari aspek beban pajak pemberlakuakn PP Nomor 46
Tahun 2013 dapat dilihat dari 2 aspek yaitu;
1. Beban administrasi perpajakan UMKM dapat dikurangi/ rendahnya
cost of compliance, karena wajib pajak cukup membuat pencatatan
untuk dapat mentaati peraturan yang berlaku. Cost of compliance
juga dapat dikurangi dengan penerapan model presumtive regime-
single tarif. Penerapan model ini juga akan berdampak pada
minimalisasi cost of collection bagi pemerintah, yaitu mengurangi
beban administrasi pemerintah per individu UMKM.
2. Beban pajak terutang, dengan pemberlakuan PP 46 Tahun 2013
wajib pajak dapat menghitung beban pajak dengan sangat mudah,
yaitu cukup mengalikan tarif 1% dengan penghasilan bruto
perbulan. Wajib pajak bisa dirugikan, diuntungkan, atau tidak
16
diuntungkan dan tidak dirugikan, artinya beban pajak bisa lebih
besar, atau lebih kecil, atau bahkan sama dengan PPh. terutang
menurut pasal 31E Undang-Undang pajak penghasilan. .Hal
tersebut sangat tergantung dari besar kecilnya PKP yang diperoleh
wajib pajak. Contoh perhitungan bisa dilihat pada Tabel 4.1
dan 4.2.
17
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Analisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek keadilan
pemajakan. Pengenaan PPh. Final terhadap UMKM tidak sesuai
dengan aspek keadilan, karena tidak mencerminkan kemampuan
membayar (ability to pay. Besar kecilnya penghasilan neto seseorang
atau badan usaha tidak akan mempengaruhi besarnya pajak yang
akan dibayar, karena pajak dihitung dengan mengalikan tarif
langsung (1%) dari peredaran bruto, dan dalam keadaan rugi pun
seseorang atau badan usaha tetap harus membayar pajak.
2. Analisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek Self Assessment
System. Pemberlakuan PP 46 Tahun 2013, self assessment system
menjadi tidak bermakna, mundur, dan tidak selaras dengan tujuan
utama dari konsep self assessment system, yaitu kepatuhan
membayar pajak secara sukarela.
3. Analisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek Ability to Pay.
Pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 mengabaikan aspek ability
to pay bagi wajib pajak yang rugi atau PKP dibawah titik impas yaitu
sebesar 8% untuk WP badan dan 9,953% untuk WP orang pribadi.
4. Analisis dampak pemberlakuan PP Nomor 46 tahun 2013 pada
kewajiban perpajakan UMKM ditinjau dari aspek beban pajak.
Beban administrasi perpajakan UMKM dapat dikurangi, karena
wajib pajak cukup membuat pencatatan untuk dapat mentaati
peraturan yang berlaku, dan dapat menghitung beban pajak dengan
sangat mudah, yaitu cukup mengalikan tarif 1% dengan penghasilan
bruto perbulan. Namun dilihat dari beban pajak terutang wajib pajak
bisa dirugikan, diuntungkan, atau tidak diuntungkan dan tidak
18
dirugikan, artinya beban pajak bisa lebih besar, atau lebih kecil, atau
bahkan sama dengan PPh. terutang menurut pasal 31E Undang-
Undang pajak penghasilan. .Hal tersebut sangat tergantung dari besar
kecilnya PKP yang diperoleh wajib pajak.
5.2 Saran
Penetapan tarif Pajak Penghasilan final, sebaiknya dilakukan dengan
mempertimbangkan tingkat keuntungan rata-rata per sektor pada UMKM,
sehingga tidak menimbulkan perbedaan yang lebar antara UMKM yang
dirugikan dan yang diuntungkan dengan berlakunya PP Nomor 46 Tahun
2013.
19
DAFTAR PUSTAKA
Lumbantoruan Shopar. 1996. Akuntansi Pajak. Gramedia Widiasarana
Indonesia; Jakarta.
Ikatan akuntan Indonesia (IAI).2007. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta:
Salemba Empat.
Mardiasmo. 2011. Perpajakan – Edisi Revisi . Yogyakarta: ANDI.
Musgrave,R.A.1976, Optimal Taxation, Equitable Taxation, and Second-Best
Taxation. Journal of Public Economics 6.
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang
memiliki Peredaran BrutoTertentu.
Rosdiana, Haula, dan Edi Slamet Irianto.2004. Pengantar Ilmu Pajak
(Kebijakan Implementasi di Indonesia). Rajawali Pers; Jakarta
Siti Resmi, 2007, Perpajakan, Teori dan Kasus., Jakarta: Salemba Empat.
Sugiono, 2012, Metode Penelitian Bisnis, CV.Alfabeta: Bandung
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan
Undang- undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak
penghasilan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM)
: