82
i LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB HADRAMAUT KE PALEMBANG OLEH Dr. Apriana, M. Hum. NIDN. 0204048006 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG 2019-2020

LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

i

LAPORAN PENELITIAN

SEJARAH KEDATANGGAN ARAB HADRAMAUT KE PALEMBANG

OLEH

Dr. Apriana, M. Hum.

NIDN. 0204048006

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2019-2020

Page 2: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

ii

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ............................................................................. 1

B. Batasan Masalah ......................................................................... 6

C. Rumusan Masalah ....................................................................... 6

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ................................................ 6

BAB II LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Geografis ......................................................................... 7

B. Keadaan Sosial dan Ekonomi ........................................................ 11

C. Elite, Stratifikasi Sosial dan Sistem Kekerabatan ......................... 20

D. Agama, Adat Istiadat dan Kesenian .............................................. 24

E. Komunikasi, Perhubungan dan Transportasi ................................ 26

F. Institusi Sosial-Keagamaan dan Pemuda ...................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

1. Jenis Penelitian .............................................................................. 31

2. Jenis dan Sumber Data .................................................................. 38

3. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 40

4. Teknik Analisa Data ...................................................................... 40

5. Sistematika Pembahasan ............................................................... 45

BAB IV HASIL TEMUAN DAN PEMBAHASAN

A. Hubungan Palembang-Timut Tengah .......................................... 36

B. Sejarah Kedatangan Arab Hadramaut ke Palembang .................. 55

BAB V PENUTUP ......................................................................................... 78

Page 3: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hubungan antara Palembang dengan Timur Tengah melibatkan sejarah

yang panjang, yang tidak dapat dilacak sampai masa yang sangat tua (antiquity).

Kontak paling awal antara kedua wilayah ini, khususnya berkaitan dengan

perdagangan, bermula bahkan sejak masa Phunisia. Memang, hubungan antara

keduanya pada masa beberapa waktu sebelum kedatangan Islam dan masa awal

Islam terutama merupakan hasil dari perdagangan Arab dan Persia dengan Dinasti

China. Menurut Azra1, agaknya kapal-kapal Arab dan Persia yang berdagang ke

Cina melakukan pengembaraan pula ke Nusantara, Palembang2 khususnya

sebelum Islam menjadi nyata di wilayah tersebut.

Hubungan itu terus berlanjut setelah kedatangan Islam, sebagaimana

diketahui para pedagang muslim dari Arab, Persi, dan dari negeri-negeri Timur

Tengah lainnya sejak abad ke-7 dan ke-8 sudah mulai aktif dalam pelayaran dan

perdagangan internasional melalui Selat Malaka. Berita dari I-Thing seorang

1Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia, (Bandung: Mizan,

1994), hlm. 20 2Mengenai nama Palembang, Johan Hanafiah menyatakan bahwa pada masa awal

kerajaan Sriwijaya, dalam prasasti Kedukan Bukit, wilayah yang dikenal dengan nama Palembang

sekarang disebut istilah wanua. Selanjutnya identifikasi nama Palembang baru ditemukan dalam

catatan Tiongkok pada abad ke-11 M, yang ditulis dalam dialek Cina sebagai Fan Lin Fong.

Sedangkan pada kitab Nagarakertagama karya Mpu Prapanca yang ditulis pada masa kejayaan

Majapahit, nama Palembang telah dikenal sebagai Palembang yang wilayahnya diperkirakan

sebagai Palembang yang dikenal sekarang. Wilayah ini merupakan wilayah subordinat Majapahit

yang digunakan sebagai tempat transit dalam hubungan Majapahit ke wilayah lain. Lihat Johan

Hanafiah, Melayu Jawa: Citra Budaya dan Sejarah Palembang, (Jakarta: Grafis Pers, 1995), hal. 3

dan lihat juga Slamet Muljana, Sriwijaya, (Yogyakarta: LkiS, 2006), hlm. 157

Page 4: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

2

musafir dan Buddhis Cina dalam perjalanannya ke India menceritakan tentang

kehadiran kapal-kapal para pedagang muslim dari Arab (Ta-shih) dan Persi

(Posse) di pelabuhan Bhoga (Palembang). Berita itu diperkuat oleh berita-berita

Arab dan bahkan pada masa itu ada dua buah surat dari Maharaja Sriwijaya

kepada dua khalifah di Timur Tengah, yaitu yang ditujukan kepada Khalifah

Mu‟awiyah (41 H / 661M) dan yang ditujukan kepada Khalifah Umar ibn. Abd

Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3

Uka Tjandrasasmita, pakar sejarah dan Arkeologi Islam, menduga bahwa

Islam datang ke Indonesia dan Palembang khususnya pada abad ke-7 dan ke-8.

Pada abad ini, dimungkinkan orang-orang Islam dari Arab, Persia dan India sudah

banyak yang berhubungan dengan orang-orang di Asia Tenggara dan Asia

Timur.4 Kemajuan perhubungan pelayaran pada abad-abad tersebut sangat

mungkin sebagai akibat persaingan di antara kerajaan-kerajaan besar ketika itu,

yakni kerajaan Bani Umaiyyah di Asia Barat, kerajaan Sriwijaya di Asia Tenggara

dan kekuasaan China di bawah dinasti T‟ang di Asia Timur.5

Pendapat Uka di atas didukung oleh seminar “Masuk dan Berkembangnya

Islam di Sumatera Selatan” pada bulan November 1984, antara lain, disimpulkan

bahwa Islam telah ada di Palembang sejak abad ke-7 M, ketika Palembang masih

merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya. Ketika itu pedagang-pedagang Islam dari

Timur Tengah datang dan bermukim di Palembang. Atas izin penguasa Sriwijaya

3K.H.O. Gadjahnata, Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan, (Jakarta: UI

Press, 1986), hlm. 20 4Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia:

dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, (Kudus: Menara Kudus, 2000), hlm. 17 5George Fadlo Hourani, Arab Seafaring in the Indians Ocean in Ancient and Early Times,

(Princeton: New Jersey University Press, 1951), hlm. 62, sebagaimana dikutip oleh ibid.

Page 5: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

3

mereka ini dapat menjalankan ajaran Islam di Kota ini.6 Kesimpulan ini juga

didukung oleh sumber-sumber sejarah Arab dan Cina yang mengatakan bahwa

pada abad ke-9 M di Palembang telah terdapat sejumlah muslim pribumi di

kalangan masyarakat Kerajaan Sriwijaya. Mereka tidak hanya diberi hak sebagai

warga kerajaan, tetapi juga berperan dalam perdagangan dan bahkan dipercaya

oleh Pemerintah Sriwijaya untuk menjadi Duta Kerajaan ke Cina dan Arab.7

Keberadaan penduduk pribumi Muslim dalam kerajaan Sriwijaya

menunjukkan bahwa proses islamisasi sebenarnya telah dimulai, meskipun masih

terbatas di kalangan kecil masyarakat. Akan tetapi tampaknya selama lima abad

setelah kedatangan awal tersebut Islam belum berkembang secara signifikan dan

massif di Palembang. Hal senada dikatakan oleh Marwati Djoned dan Nugroho

Notosusanto. Mereka mengatakan bahwa kemungkinan para pedagang muslim

Arab dan Persi (Iran) bahkan dari negeri-negeri lainnya di Timur Tengah, belum

dapat dikatakan di daerah Palembang yang dianggap sebagai pusat kerajaan

Sriwijaya telah terjadi islamisasi secara besar-besaran mengingat kerajaan

Sriwijaya yang bercorak Budhis pada waktu itu kekuasaan politiknya masih kuat

pada saat itu. Baru sejak kerajaan tersebut mengalami kelemahan bahkan runtuh

pada sekitar abad ke-14 M mulailah islamisasi sehingga pada akhir abad ke-15 M

muncul komunitas muslim di Palembang.8 Sampai abad ke-16 proses islamisasi di

Palembang nampaknya masih belum menonjol, meskipun Pemerintahan

Palembang telah berada di bawah kekuasaan Islam Jawa. Agaknya proses

6 Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia,…… hlm. 28 7Ibid.

8 Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2010), hlm. 44-45

Page 6: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

4

Islamisasi mulai berkembang pada akhir abad ke-17 M setelah Kesultanan

Palembang berdiri secara independen.

Adapun mengenai siapa pembawa Islam ke Palembang masih dalam

perdebatan. Berita Cina menyebutkan bahwa Islam dibawa oleh pedagaang Ta-

Shih pada abad ke-7. Beberapa ahli menafsirkan bahwa yang dimaksud Ta-Shih

adalah para pedagang Arab. Dengan demikian kuat dugaan Islam langsung di

bawa dari negeri Arab. Namun pendapat itu dibantah oleh C. Snouck Hurgronje.

Menurut Snouck bahwa begitu Islam berpijak kukuh di beberapa kota pelabuhan

Anak Benua India, Muslim Deccan banyak di antara mereka tinggal di sana

sebagai pedagang perantara dalam perdagangan Timur Tengah dengan Nusantara.

Mereka datang ke Dunia Melayu-Indonesia sebagai para penyebar Islam pertama.

Baru kemudian mereka disusul orang-orang Arab, kebanyakannya keturunan Nabi

Muhammad SAW karena menggunakan gelar sayid atau syarif. Merekalah

kemudian menyelesaikan penyebaran Islam di Nusantara.9

Pendapat tersebut didasarkan pula kepada unsur-unsur Islam di Indonesia

yang menunjukkan persamaannya dengan di India. Cerita-cerita popular dalam

bahasa-bahasa di Indonesia mengenai nabi dan pengikut-pengikutnya pertamanya

tidak hanya jauh dari nilai, sejarah, tetapi juga jauh dari cerita-cerita Arab, dan

aslinya terdapat kembali di India. Dikatakan pula oleh Hurgronje bahwa

bersamaan dengan cerita-cerita tersebut di atas beberapa kebiasaan muslim di

Indonesia menunjukkan kebiasaan-kebiasaan yang sama dengan Syi‟ah di pantai

9LIihat C.S. Hurgronje, Verspreide Geschirften, Den Haag: Nijhoff, 1924, VI, 7 dalam

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII

Akar Pembaruan Islam Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013), hlm. 3

Page 7: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

5

Malabar dan Koromandel, dan mereka penganut Sunnah ortodoks yang dalam

hukum tergolong mazhab Syafi‟i.10

Pendapat-pendapat seperti itu diperkuat oleh hasil penelitian

kepurbakalaam J.P. Moquette mengenai nisan kubur dari Samudra Pasai yang

memuat nama Sultan Malik as Saleh yang berangka tahun 696 H (1297 M), dan

beberapa nisan lainnya dari abad-abad berikutnya yang dibuat dari Pualam. Ia

berpendapat bahwa beberapa nisan tersebut menunjukkan pembuatan yang berasal

satu pabrik di Cambay-Gujarat. Beberapa ahli lainnya menganut pendapat kedua

ahli tersebut di atas jika membicarakan kedatangan dan asal Islam di Indonesia

itu. Meskipun demikian, ketidaksesuaian pendapat selalu ada, yaitu dari ahli-ahli

yang berpendapat bahwa Islam yang datang ke Indonesia adalah dari Arab seperti

telah dikemukakan di atas. S.Q. Fatimi berpendapat bahwa orang-orang muslim

pembawa Islam ke Indonesia berasal dari Benggala. Pendapat ini didasarkan pada

berita Tome Pires serta aliran tasawuf yang masuk ke Indonesia dan Malaysia.11

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas jelaslah bahwa tidak

mudah untuk memastikan bila dan siapa pembawa pertama-tama Islam ke

Indonesia dan Palembang khususnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa

pembawa Islam ke Palembang antara abad ke-7 sampai ke-13 oleh orang-orang

muslim dari Arab, Persia, dan India (Gujarat, Benggala).

10

Ibid., hlm. 106 11

Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III,………,

hlm. 163-164

Page 8: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

6

B. Rumusan Masalah

Sebagaimana disebutkan pada latar belakang masalah, permasalahannya

adalah:

1. Bagaimana hubungan Palembang dengan Timut Tengah?

2. Bagaimana sejarah kedatangan Orang Arab Hadramaut ke

Palembang?

C. Tujuan Penelitian

Merujuk permasalahan penelitian di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui hubungan Palembang dengan Timut Tengah

2. Untuk mengetahui sejarah kedatangan orangg Arab Hadramaut ke

Palembang

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan kajian penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

sebagai berikut:

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi

ilmiah bagi pengembangkan ilmu pengetahuan dalam studi ilmu sosial dan sejarah

kebudayaan Islam di Palembang. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan

berguna bagi pemerintah sebagai salah satu pertimbangan dalam membuat

perencanaan, pengambilan keputusan, dan penyempurnaan kebijakan etnisitas di

daerah-daerah khususnya di wilayah Palembang dalam upaya peningkatkan

integrasi nasional. Hal ini mengingat sering terjadinya pertikaian yang terjadi di

Nusantara yang disebabkan oleh masalah etnisitas tersebut.

Page 9: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

7

BAB II

LOKASI PENELITIAN

A. Kondisi Geografis

Secara astronomi kota Palembang terletak antara 2052‟–305‟ LS dan

104037‟– 104052‟ BT merupakan daerah tropis dengan angin lembab nisbi, suhu

cukup panas antara 23,4 C-31,7 C dengan curah hujan terbanyak pada bulan April

sebanyak 338 mm, minimal pada bulan September dengan curah hujan 10 mm.

Struktur tanah pada umumnya berlapis alluvial liat dan berpasir, terletak pada

lapisan yang masih muda, banyak mengandung minyak bumi, dan juga dikenal

dengan nama lembah Palembang–Jambi. Permukaan tanah relatif datar dengan

tempat-tempat yang agak tinggi di bagian utara kota. Sebagian besar tanahnya

selalu digenangi air pada saat atau sesudah hujan yang terus-menerus dengan

ketinggian tanah permukaan rata-rata 8 m dari permukaan laut.12

Kota Palembang dibelah oleh sungai Musi menjadi dua daerah yaitu

Seberang Ilir dan Seberang Ulu.13

Sungai Musi ini bermuara ke Selat Bangka

dengan jarak 105 Km. Oleh karena itu, prilaku air laut sangat berpengaruh yang

dapat dilihat dari adanya pasang surut antara 3– 5 Meter.

Kota Palembang yang merupakan ibu kota Propinsi Sumatera Selatan,

terdiri dari 16 Kecamatan, yaitu Ilir Timur I, Ilir Timur II, Ilir Barat I, Ilir Barat

12

D.G. Stibbe, Encylopaedie van Nederlandsch-India, Jilid III (cetakan ke-3), (Leiden: ‟s

Gravenhage, 1919), hlm. 270, dalam Makmun Abdullah dkk, Kota Palembang sebagai Kota

Dagang dan Industri, (Jakarta: Depdikbud, Ditjarahnitra, IDSN, 1984/1985), hlm. 12 13

Konsep iliran dan uluan merupakan konsep zona geografis yang terbentuk dari kondisi

realitas kenampakan fisik geologinya. Uraian menarik mengenai konsep ini dan pengaruhnya

terhadap penduduk dapat dibaca dapat di baca dari buku Mestika Zed, Kepialangan Politik dan

Revolusi, Palembang 1900-1950, (Jakara: LP3ES, 2003), hlm. 34-47

Page 10: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

8

II, Seberang Ulu I, Seberang Ulu II, Sukarame, Sako, Bukit Kecil, Gandus,

Kemuning, Kalidoni, Plaju, Kertapati, Alang-Alang Lebar dan Sematang

Borang.14

Kecamatan Seberang Ulu II terdiri dari 7 (tujuh) Kelurahan dengan luas

wilayah 1070 Ha. Sebelah utara berbatasan dengan sungai Musi, yaitu di

Kecamatan Ilir Timur I dan Kecamatan Ilir Timur II, sebelah timur berbatasan

dengan kecamatan Plaju, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Plaju dan

kecamatan Seberang Ulu I dan sebelah barat berbatasan dengan kecamatan

Seberang Ulu I.15

Kecamatan Seberang Ulu II adalah merupakan wilayah non pertanian, hal

ini terlihat dengan minimnya luas lahan persawahan yang hanya sebesar 8 ha.

Wilayah Seberang Ulu II berbatasan langsung dengan sungai Musi, sehingga tidak

mengherankan apabila masih banyak keluarga yang tinggal di bantaran sungai

Musi. Sedangkan keluarga yang tinggal di daerah rawan banjir jauh lebih banyak,

hal dikarenakan wilayah ini memang kebanyakan adalah daerah rawa-rawa.16

Dari

sisi sumber air untuk memasak, seiring dengan meningkatnya kesadaran warga

akan pentingnya air yang bersih, kebanyakan keluarga di Seberang Ulu II

mempergunakan air pam/ledeng daripada air sungai.17

Dari sisi pelanggan listrik,

lebih dari 25 ribu keluarga telah menggunakan listrik PLN, sedangkan untuk

telepon terdapat 6 ribu keluarga yang menggunakan telepon kabel. Dari sisi

14

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 15

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 16

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angka, 2013 17

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017.

Page 11: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

9

pemukiman kumuh, terdapat 32 lokasi pemukiman kumuh dengan hampir 2 ribu

bangunan serta didiami hampi 2 ribu keluarga.18

Wilayah kecamatan Seberang Ulu II terbagi atas 7 Kelurahan yaitu 11 Ulu,

12 Ulu, 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16 Ulu, dan Sentosa.19

Dari ke tujuh

kelurahan ini wilayah dengan luas paling besar adalah kelurahan 16 Ulu yakni

sebesar 394,00 ha kemudian kelurahan Tangga Takat sebesar 228 ha, Sentosa 197

ha, 14 Ulu 109 ha. dan 13 Ulu 100 ha. Sedangkan dua kelurahan lainnya yakni 11

Ulu dan 12 Ulu hanya berkisar dibawah 25 ha luas wilayah Seberang Ulu II

sebesar hanya sebesar 10,690 km2 atau hanya sebesar 2,67 persen dari luas kota

Palembang dengan luas terbesar adalah Kelurahan 16 Ulu sebesar 394 ha geografi

statistik geografi kelurahan di wilayah Kecamatan Seberang Ulu II Kelurahan

kode kelurahan luas (ha) persentase 11 Ulu 014 25 2,34 12 Ulu 013 17 1,59 13

Ulu 012 100 9,35 14 Ulu 011 109 10,19 Tangga Takat 010 228 21,31 16 Ulu 008

394 36,82 Sentosa 007 197 18,41.20

Dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 1

Luas wilayah Kecamatan Seberang Ulu II dirinci menurut kelurahan

Pada Tahun 2015

No Kelurahan Kode

Kelurahan

Luas

(Ha) Persentase

1. 11 Ulu 014 25.00 2.34

2. 12 Ulu 013 17.00 1.59

3. 13 Ulu 012 100.00 9.35

4. 14 Ulu 011 109.00 10.19

5. Tangga Takat 010 228.00 21.31

18

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angka, 2013 19

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 20

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 12: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

10

6. 16 Ulu 008 394.00 36.82

7 Sentosa 007 197.00 18.41

Jumlah 1.070.00 100.00

Selanjutnya berdasarkan data statistik, pemerintahan kecamatan Seberang

Ulu II sama dengan daerah lain di Indonesia yang banyak mengalami pemekaran

wilayah baik itu pemekaran kecamatan maupun kelurahan, maka pada tahun 2015

setelah melalui beberapa kali perubahan kecamatan Seberang Ulu II telah

memiliki 62 Rukun Warga (RW), 263 Rukun Tetangga (RT) dan 24.195

Keluarga.21

Adapun rinciannya Dapat dilihat dari tabel di bawah ini:

Tabel 2

Jumlah Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW) dan Keluarga di

Kecamatan Dirinci Menurut Kelurahan Pada Tahun 2015

No Kelurahan Rukun Warga

(RW)

Rukun

Tetangga (RT) Keluarga

1. 11 Ulu 4 21 1.952

2. 12 Ulu 3 16 1.546

3. 13 Ulu 6 34 2.572

4. 14 Ulu 7 33 2.940

5. Tangga Takat 10 38 4.250

6. 16 Ulu 20 75 6.990

7 Sentosa 12 46 3.945

Jumlah 62 263 24.195

Sumber: Dokumen kecamatan Seberang Ulu II dalam angka, 2013

21

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 13: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

11

Berdasarkan pembagian wilayah administrasinya semua kelurahan di

kecamatan Seberang Ulu II adalah termasuk desa swasembada di mana setiap

kelurahan memiliki kantor kelurahan di wilayah masing-masing.22

B. Keadaan Sosial dan Ekonomi

a. Penduduk

Komposisi penduduk kecamatan Seberang Ulu II berdasarkan jenis

kelamin hampir berimbang antar laki-laki dan perempuan, hal ini dapat dilihat

dari sex ratio yang nilainya 100,70 di mana beda jumlah penduduk laki-laki lebih

sedikit dari jumlah penduduk perempuan. Jumlah penduduk yang relatif besar

yaitu sebanyak 99 ribu orang, dengan luas 1070 ha maka kepadatan penduduk di

tiap ha adalah sebesar 92,82.23

Komposisi penduduk kecamatan Seberang Ulu II menurut kelurahan bisa

dikatakan hampir tidak merata. Hal ini bisa terlihat dari fluktuasi jumlah

penduduk masing-masing kecamatan yang cukup besar perbedaannya. Kelurahan

yang terbanyak penduduknya adalah Kelurahan 12 Ulu, sedangkan wilayahnya

adalah wilayah terkecil di kecamatan Seberang Ulu II sehingga kepadatan

penduduk di wilayah ini sangat padat sekitar 1389 orang dalam tiap ha.24

Berikut

jumlah penduduk kecamatan Seberang Ulu II menurut jenis kelamin dan sex ratio:

Tabel 3

Jumlah penduduk kecamatan Seberang Ulu II menurut jenis kelamin dan

rex ratio pada tahun 201525

22

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017. 23

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2013 24

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 25

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 14: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

12

No Kelurahan Laki-laki Perempuan Jumlah Sex Ratio

1. 11 Ulu 7.675 7.335 15.010 104,64

2. 12 Ulu 12.227 11.905 24.132 102,70

3. 13 Ulu 8.913 8.885 17.798 100,32

4. 14 Ulu 6.893 6.686 13.579 103,10

5. Tangga Takat 6.707 7.704 14.411 87,06

6. 16 Ulu 3.162 3.019 6.181 104,74

7 Sentosa 4.207 3.904 8.111 107,76

Jumlah 49.784 49.438 99.222 100,70

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk laki-laki di

kecamatan Seberang Ulu II berjumlah 49.784 dan jumlah penduduk perempuan

49.438. Sehingga dapat dipahami jumlah penduduk laki-laki dan perempuan

hampir berimbang. Sementara itu, jumlah kepadatan penduduk dengan luas

wilayah tidaklah berimbang, di mana kelurahan 12 Ulu dengan jumlah penduduk

terpadat tetapi memiliki luas wilayah paling kecil. Ini menandakan bahwa

pemerataan penduduk di wilayah Seberang Ulu II belum merata. Penduduk

dengan komposisi jenis kelamin yang hampir berimbang adalah wilayah 13 Ulu,

sedangkan penduduk paling sedikit ada di kelurahan 16 Ulu walaupun wilayahnya

adalah wilayah nomor dua yang terbesar.

b. Mata Pencaharian

Pasar, baik tradisional maupun modern adalah salah satu pendorong roda

perekonomian suatu wilayah. kegiatan perekonomian di wilayah Seberang Ulu II

secara keseluruhan ditopang oleh 2 pasar darurat, 35 supermarket, 161

Page 15: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

13

restoran/rumah makan, dan 1523 warung kelontong.26

Kegiatan lain seperti hotel

dan bank tampaknya tidak begitu bergairah di wilayah ini, terlihat dengan adanya

1 hotel saja, 2 penginapan, 1 Bank Umum, BPR 0 serta KUD 0. Memang, secara

umum wilayah seberang Ulu II ini sangat minim dengan kegiatan

perekonomian.27

Hal ini dikarenakan belum meratanya pembangunan di kota

Palembang sehingga warga di wilayah Seberang Ulu II biasanya akan memenuhi

kebutuhannya dengan mencari di wilayah Seberang Ilir. Kalaupun ada kegiatan

perekonomian, biasanya tidak berkembang pesat dan dalam skala kecil.

Berdasarkan pekerjaannya, penduduk kecamatan Seberang Ulu II

kebanyakan adalah mahasiswa atau pelajar. Hal ini tidak mengherankan, karena di

kecamatan ini banyak terdapat perguruan tinggi dan sekolah. Sedangkan

pekerjaan yang sangat sedikit digeluti di wilayah ini adalah pertanian. Hal ini

sesuai dengan pembagian wilayah yang kebanyakan adalah wilayah non

pertanian. Rata-rata jumlah anggota keluarga di kecamatan Seberang Ulu II adalah

4 orang. Indikator kependudukan Kecamatan Seberang Ulu II tahun 2016 uraian

2016 jumlah penduduk (000 jiwa) 97 095 jumlah rumah tangga 21 937 jumlah

penduduk datang (jiwa) jumlah penduduk pindah (jiwa) 112 101 kepadatan

penduduk ( jiwa/ha) 90,74 sex ratio (l/p) (%) 99,92 jumlah kelahiran (jiwa) 280

jumlah kematian (jiwa) 213 jumlah keluarga 22.824 rata-rata jiwa per keluarga

3,94.

Mata pencaharian penduduk Kecamatan Seberang Ulu II memiliki

komposisi yang cukup bervariasi. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di

26

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 27

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 16: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

14

kecamatan Seberang Ulu II, untuk pegawai kecamatan dan kelurahan adalah

sebanyak 61 orang. Sedangkan Pegawai Negri Sipil yang berasal dari instansi

vertikal jauh lebih banyak yakni 214 orang yang terdiri dari 1 orang dari Badan

Pusat Statistik (BPS), 15 orang dari Kantor Urusan Agama (KUA), dan 79 orang

dari Polsek, 7 dari Puskesmas dan 5 dari PLKB. Adapun yang berprofesi sebagai

TNI/POLRI berjumlah 1.636, pertani berjumlah 169, perdagang berjumlah 3.126,

jasa berjumlah 844, transportasi dan komunikasi berjumlah 149, wiraswasta

berjumlah 3.093 dan lain-lain berjumlah 11.705.28

Dari komposisi ini tampak

bahwa sebagian besar penduduk kecamatan Seberang Ulu II berprofesi lainnya

kemudian disusul profesi pedagang.

Di wilayah kecamatan Seberang Ulu II, terdapat pabrik es tertua sejak

zaman sebelum kemerdekaan RI, pabrik tersebut bernama pabrik es PT. Asegaf

yang terletak di kelurahan Tangga Takat.29

Di mana pemilik pabrik ini keturunan

suku bangsa Arab, untuk kegiatan jasa di wilayah Seberang Ulu II cukup

bergairah, hal ini dikarenakan pelanggan-pelanggannya adalah keluarga

perorangan yang dengan skala harga yang cukup murah mengingat di wilayah ini

merupakan basis tempat tinggal mahasiswa perguruan tinggi dari luar daerah yang

indekos. Keberadaan perusahaan industri pengolahan sangat berpengaruh pada

kehidupan perekonomian masyarakat, karena usaha industri ini dapat menyerap

tenaga kerja dan sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat sekitar usaha

industri ini. Namun di wilayah Seberang Ulu II, sementara itu usaha industri

hanya ada 1 industri dengan skala kecil yang hanya menyerap 4 orang tenaga

28

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 29

Bapak Oscar (Lurah 14 Ulu), wawancara, Tanggal 12 Juni 2017

Page 17: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

15

kerja. Minimnya industri kecil yang tercatat di wilayah ini kemungkinan besar

dikarenakan belum tercovernya usaha tersebut dalam pendataan yang dilakukan.

c. Pendidikan

Prasarana pendidikan yang sangat diperlukan dalam rangka pembangunan

sumber daya manusia. Jumlah sekolah yang ada di Seberang Ulu II sudah cukup

memadai, di mana terdapat 14 TK, 27 SD, 6 SMP, 6 SMU, 2 SMK dan 4

Perguruan Tinggi (Universitas Muhammadiyah, Universitas PGRI, Universitas

Bina Darma, Universitas Kader Bangsa).30

Berikut data pendidikan di kecamatan

Seberang Ulu II dalam tabel angka:

Tabel 4

Jumlah penduduk di Kecamatan Seberang Ulu II menurut jenis kelamin

(laki-laki) dan tingkat pendidikan pada tahun 201531

Kelurahan Laki laki

SD SMP SMA SM S1 S2/S3 Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 11 Ulu 137 128 135 6 2 - 408

2. 12 Ulu 112 123 107 6 - - 348

3. 13 Ulu 143 129 195 15 2 - 484

4. 14 Ulu 135 125 162 20 10 - 452

5. Tangga Takat 222 223 209 19 15 - 688

6. 16 Ulu 220 217 223 25 20 - 705

7. Sentosa 193 182 201 27 27 - 630

Jumlah 1.162 1.127 1.232 118 76 - 3.715

Dari tabel di atas dapat di pahami bahwa keadaan pendidikan kecamatan

Seberang Ulu II relatif baik. Pendidikan di kecamtan Seberang Ulu II bila dilihat

dari jenis kelamin laki-laki, terdapat 1.162 orang yang berpendidikan SD, 1.127

30

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 31

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 18: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

16

orang yang berpendidikan SMP, 1.232 yang berpendidikan SMA, 118 orang yang

berpendidikan Sekolah Menengah (SM), 76 orang Strata Satu (S1), 0 orang yang

berpendidikan S2/S3, bila dilihat masih sangat minim masyarakat yang

berpendidikan S2/S3. Akan tetapi secara umum keadaan pendidikan masyarakat

relatif baik.

Tabel 5

Jumlah penduduk di Kecamatan Seberang Ulu II menurut jenis kelamin

(perempuan) dan tingkat pendidikan pada tahun 201532

Kelurahan Perempuan

SD SMP SMA SM S1 S2/S3 Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 11 Ulu 125 125 107 3 3 2 365

2. 12 Ulu 132 128 101 3 4 - 368

3. 13 Ulu 105 122 172 9 8 6 422

4. 14 Ulu 127 127 201 11 10 6 482

5. Tangga Takat 213 217 207 18 27 6 688

6. 16 Ulu 207 213 207 23 25 8 683

7. Sentosa 175 117 197 29 25 8 613

Jumlah 1.084 1.109 1.192 96 102 38 3.621

Berdasarkan tabel di atas, pendidikan di kecamtan Seberang Ulu II bila

dilihat dari jenis kelamin perempuan, terdapat 1.084 orang yang berpendidikan

SD, 1.109 orang yang berpendidikan SMP, 1.192 yang berpendidikan SMA, 96

orang yang berpendidikan Sekolah Menengah (SM), 102 orang Strata Satu (S1),

38 orang yang berpendidikan S2/S3, bila dilihat tingkat pendidikan berdasarkan

jenis kelamin di kecamatan Seberang Ulu II, dapat ditarik sebuah kesimpulan

bahwa lebih antusias kaum perempuan untuk melanjutkan jenjang pendidikan ke

32

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 19: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

17

S1, S2 bahkan S3 dibandingkan kaum laki-laki. Berikut tabel data pendidikan di

kecamatan Seberang Ulu II berdasarkan jenjang pendidikan:

Tabel 6

Jumlah Sekolah Dasar (SD)/Sederajat, Negeri dan Swasta di Kecamatan

Seberang Ulu II Pada Tahun 201533

Kelurahan Sekolah Guru

Negeri Swasta Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 11 Ulu - - - -

2. 12 Ulu - 3 7 10

3. 13 Ulu - 4 12 20

4. 14 Ulu 2 3 22 30

5. Tangga Takat 2 1 25 28

6. 16 Ulu 5 2 20 85

7. Sentosa 3 2 25 43

Jumlah 12 15 111 216

Dari tabel di atas dapat diamati bahwa kecamatan Seberang Ulu II

memiliki 12 buah SD Negeri dan 15 buah SD Swasta. Memiliki 111 guru laki-laki

dan 216 guru perempuan. Untuk kelurahan 11 Ulu tidak memiliki sekolah untuk

jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) baik sekolah negeri maupun swasta,

sementara di kelurahan 12 Ulu dan kelurahan13 Ulu tidak memiliki sekolah

negeri yang ada hanya sekolah swasta. Sehingga dapat dikatakan pendidikan

untuk jenjang Sekolah Dasar di kecamatan Seberang Ulu II masih minim. Oleh

sebab itu, khususnya di kelurahan 11 Ulu perlu didirikan Sekolah Dasar supaya

murid-murid SD tidak jauh lagi untuk bersekolah.

Tabel 7

Jumlah Sekolah Menengah Pertama (SMP)/Sederajat, Negeri dan Swasta

33

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 20: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

18

di Kecamatan Seberang Ulu II Pada Tahun 201534

Kelurahan Sekolah Guru

Negeri Swasta Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 11 Ulu - - - -

2. 12 Ulu - 1 10 15

3. 13 Ulu - - - -

4. 14 Ulu - 2 16 20

5. Tangga Takat - - - -

6. 16 Ulu 2 1 25 40

7. Sentosa - - - -

Jumlah 2 4 51 75

Dari tabel di atas, dapat dipahami bahwa jumlah Sekolah Menengah

Pertama (SMP) yang negeri hanya berjumlah 2 buah yang terletak di kelurahan 16

Ulu dan 4 buah SMP swasta yang berlokasi di 12 Ulu (1 buah), 14 Ulu (2 buah),

16 Ulu (1 buah). Dengan jumlah guru 51 orang guru laki-laki dan 75 orang guru

perempuan. Sementara itu, di kelurahan 11 Ulu, 13 Ulu, Tangga Takat dan

kelurahan Sentosa tidak memiliki SMP negeri maupun swasta. Sehingga dapat

ditarik kesimpulan bahwa di kecamatan Seberang Ulu II masih sangat minim

sekali Sekolah Menengah Pertama dan juga masih kurangnya tenaga pendidik.

Selanjutnya berikut tabel Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat, negeri dan

swasta di Kecamatan Seberang Ulu II:

Tabel 8

Jumlah Sekolah Menengah Atas (SMA)/Sederajat, Negeri dan Swasta

di Kecamatan Seberang Ulu II Pada Tahun 201535

34

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 35

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 21: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

19

Kelurahan Sekolah Guru

Negeri Swasta Laki-laki Perempuan

(1) (2) (3) (4) (5)

1. 11 Ulu - - - -

2. 12 Ulu - 1 4 7

3. 13 Ulu - 2 15 20

4. 14 Ulu - 2 8 9

5. Tangga Takat - - - -

6. 16 Ulu 1 - 16 25

7. Sentosa - - - -

Jumlah 1 5 43 61

Berdasarkan tabel di atas, dapat dipahami bahwa kecamatan Seberang Ulu

II hanya memiliki 1 buah Sekolah Menengah Atas (SMA) negeri yang terletak di

kelurahan 16 Ulu dan 5 buah SMA swasta. Dengan jumlah guru 43 orang guru

laki-laki dan 61 orang guru perempuan. Sementara itu, di kelurahan 11 Ulu,

Tangga Takat dan kelurahan Sentosa tidak satupun memiliki sekolah untuk

jenjang pendidikan SMA baik negeri maupun swasta.

Selanjutnya di kecamatan Seberang Ulu II juga tidak memiliki Sekolah

Menengah Kejuruan (SMK) negeri hanya memiliki 2 buah SMK swasta yang

terletak di kelurahan 16 Ulu. Sementara itu, sekolah di kecamatan Seberang Ulu

II yang di bawah naungan Departemen Kementrian Agama berjumlah 4 buah

Mandrasah Ibtidaiyah (MI) yang tersebar di 13 Ulu, 14 Ulu, Tangga Takat, 16

Ulu, memiliki 140 guru dan 2.307 murid. Kemudian terdapat 1 buah Madrasah

Tsanawiyah (MTs) swasta yang berada di 14 Ulu yang memiliki 19 guru dan 105

Page 22: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

20

murid. Untuk Madrasah Aliyah (MA) hanya 1 buah juga terdapat di 14 Ulu,

memiliki 14 guru dan 28 murid.36

Kelurahan II Ulu adalah satu-satunya kelurahan yang tidak mempunyai

fasilitas pendidikan berupa sekolah di semua jenjang pendidikan dan juga di

kelurahan-kelurahan lain yang termasuk ke dalam wilayah kecamatan Seberang

Ulu II masih sangat minim sekali ketersediaan sekolah khususnya bagi

masyarakat sekitar.37

Padahal sebagaimana diketahui ketersediaan sarana

pendidikan, serta lancarnya transportasi bagi anak-anak untuk pergi sekolah,

adalah suatu indikasi penting bagi kemudahan untuk memperoleh kesempatan

pendidikan.

C. Elite, Stratatifikasi Sosial, dan Sistem Kekerabatan

Status elite seringkali didasarkan atas kekayaan dan pekerjaan. Kekayaan

seringkali dijadikan ukuran untuk menunjukkan status seorang dalam masyarakat.

Dalam sejumlah hal, kelompok yang memiliki kekayaan biasanya memiliki

kemampuan memerintah orang lain, terutama terhadap orang-orang yang tidak

mampu. Oleh karena itu, kekuasaan definisikan oleh Max Weber sebagaimana

dikutip oleh Peter M. Blau38

merupakan kemamuan seseorang untuk memaksakan

kehendaknya terhadap orang lain, sekalipun ada perlawanan.

Orang “kaya” sebagai suatu kelompok elite dalam masyarakat memiliki

kelebihan dalam berbagai kemudahan kehidupan di tengah masyarakat, karena

36

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 37

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 38

Peter M. Blau, ″Komentar Kritis atas Teori Weber tentang Otoritas″ dalam Dennis

Wrong (Ed.), Max Weber: Sebuah Khazanah, Penerjemah dan Penyunting: A. Asnawi, Penerbit:

Ikon Teralitera, Yogyakarta, 2003, hlm. 229.

Page 23: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

21

kekuasaan sosial ekonomi yang dimilikinya memungkinkan yang bersangkutan

untuk mendapat “penghormatan” dari beragam lapisan masyarakat lain.

Kelompok elite pada masyarakat Arab, bertalian pula dengan status sosial-

ekonomi. Orang Arab “kaya” akan dihormati keluarga atau orang Arab lain, dan

kolega di luar etnisnya. Begitu juga Orang Melayu “kaya” akan dihormati

keluarga atau orang Melayu lain, atau kolega di luar etnisnya. Ada yang menarik

di sini bahwasannya walaupun orang Arab “kaya” tetap mereka melestarikan

tradisi memakai kain sarung dalam aktivitas kesehariannya.39

Status kelompok elite dapat pula berdasarkan pekerjaan. Jenis pekerjaan

orang Melayu dapat dikategorikan: pekerjaan formal (pejabat, pengusaha,

pegawai negeri dan pegawai timah) dan non-formal (guru ngaji, ustadz). Pada

tingkat kelurahan, kecamatan, dan kabupaten, peranan kelompok elite ini tampak

menonjol, terutama bertalian kegiatan pembangunan sosial dan keagamaan. Hal

ini karena mereka memiliki latar belakang pendidikan yang baik, seperti SLTA

(SMK, SMU, dan MA), pesantren, dan perguruan tinggi (akademi, IAIN, dan

universitas).40

Jadi, kekayaan dan jenis pekerjaan dapat menentukan status elite di

masyarakat Seberang Ulu II, baik status elite pada orang Arab maupun orang

Melayu.

Adanya stratifikasi sosial seperti itu berpengaruh bagi keberadaan

kelompok elite yang jumlahnya lebih besar dalam struktur masyarakat, sehingga

kelas mencerminkan kekuasaan. Usman dalam Abdullah Idi41

mengungkapkan

39

Bapak Oscar (Lurah 14 Ulu), wawancara, Tanggal 12 Juni 2017 40

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 41

Abdullah Idi, Disertasi: Asimilasi Cina-Melayu Bangka, (Yogyakarta: Universitas

Gajah Mada, 2006), hlm. 73

Page 24: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

22

bahwa kelompok elite merupakan kelompok minoritas superior yang posisinya

berada pada puncak strata. Mereka memiliki kemampuan mengendalikan kegiatan

ekonomi dan politik, serta sangat dominan mempengaruhi proses pengambilan

keputusan penting. Itulah sebabnya kelompok elite tidak hanya pemberi

legitimasi, tetapi juga sebagai panutan sikap dan acuan berbagai tindakan, yang

oleh masyarakat diharapkan dapat berbuat nyata bagi kepentingan bersama.

Pelapisan sosial itu dapat pula didasari pada jenis pekerjaan. Orang yang

memiliki jenis pekerjaan tertentu, misalnya sebagai pedagang, pegawai negeri

sipil dan pendidik (guru), memiliki status sosial lebih tinggi dalam pelapisan

sosial. Mereka umumnya terlibat luas dan signifikan dalam masyarakat karena

mereka sebagai kelompok elite memiliki pengetahuan, pengalaman, dan

ketrampilan,42

serta telah memungkinkan memiliki mobilitas lebih tinggi dalam

masyarakat.

Selain itu, terdapat pula sistem kekerabatan yang berdasarkan prinsip

bilateral. Kelompok kekerabatan dalam satu unit keluarga yang biasanya terdiri

ayah, ibu, dan anaknya belum kawin, dinamakan sebagai keluarga inti (nuclear

family). Ada pula bentuk keluarga luas (extended family), yakni unit keluarga

terdiri dari keluarga inti ditambah dengan anak yang sudah kawin atau saudara

lain yang ikut dalam keluarga itu. Sistem kekerabatan demikian terjadi juga pada

masyarakat orang Arab dan Melayu.43

Ikatan keluarga yang kuat itu ditandai

dengan tingginya frekuensi saling mengunjungi dan membantu. Istilah

kekerabatan yang digunakan pada orang Melayu dan digunakan juga oleh

42

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 43

Bapak Oscar (Lurah 14 Ulu), wawancara, Tanggal 12 Juni 2017

Page 25: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

23

mayoritas orang Arab untuk menyebut ayah dan ibu, Aba (ayah), Ibok/Emek

(ibu), saudara dari pihak ayah atau ibu adalah seperti Wak Cak (paman paling

tua), Wak Cek (paman setelah Wak Cak), Wak Cik (paman paling kecil), Wak Cak

(bibi paling tua), Bi cak (bibi setelah Wak Cak), Bi Cek (bibik setelah Bi Cak), Bi

Ujuk (bibik setelah Bi Cek), Mang Cak (adik dari ayah atau ibu), Mang Cek (adik

dari ayah atau ibu setelah Mang Cak), Mang Cik/Mang Ujuk (adik ayah atau ibu

yang paling bungsu), Yai (kakek), Nyai (nenek).44

Berdasarkan hasil

wawancara45

, istilah kekerabatan yang digunakan orang Melayu tersebut juga

dipakai oleh mayoritas orang Arab Palembang.

Adat pemilihan jodoh atau perkawinan pada masyarakat etnis Melayu

tampak tidak ketat. Anak-anak Melayu yang telah dewasa bebas memilih

jodohnya. Sama halnya dengan adat menetap yang berlaku bagi mereka yang

telah menikah. Umumnya mereka ikut menumpang “sementara” di tempat

(rumah) orang tua suami atau isteri, tapi banyak pula langsung pindah ke tempat

(rumah) si mempelai yang baru menikah. Hal ini tergantung pada kemampuan

sosial-ekonomi pasangan kedua mempelai yang melakukan pernikahan. Bagi

orang Arab pun demikian, jika si kedua mempelai telah dianggap mampu,

misalnya telah mampu mendirikan rumah sebelum menikah, maka kedua

mempelai yang baru menikah dapat saja langsung pindah ke rumah yang baru.

Sebaliknya, jika kedua mempelai itu belum mampu maka mereka dapat tinggal

bersama terlebih dahulu di rumah salah satu pihak orang tuanya.46

44

Ibu Nyimas Umi Kalsum (Dosen UIN Raden Fatah), wawancara, tanggal 15 Juni 2017 45

Bapak Ahmad bin Gasim Syahab (tokoh Arab), wawancara, tanggal 20 April 2017 46

Bapak Ahmad al-Munawwar (tokoh Arab), wawancara, tanggal 10 April 2017

Page 26: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

24

D. Agama, Adat Istiadat, dan Kesenian

Agama yang dianut penduduk kecamatan Seberang Ulu II tampak

heterogen, dengan komposisi: Islam 46.166 orang, Protestan 128 orang, Katholik

122 orang, dan Buddha 579 orang.47

Kendatipun agama dianut masyarakat cukup

beragam, kerukunan antarumat beragama sejak lama telah berlangsung dengan

baik. Penganut agama Islam yang mayoritas tampak menghargai para penganut

agama lain yang minoritas (Buddha, Kristen Protestan, dan Kristen Katholik).

Sebaliknya, penganut agama minoritas tampak menghargai kelompok mayoritas

Islam.48

Pelaksanaan ibadah umat beragama tampak tak ada persoalan. Umat

Islam melaksanakan shalat wajib di masjid-masjid dan mushalla-mushalla.

Sebagian umat Islam kecamatan Seberang Ulu II sekitarnya juga melaksanakan

Yasinan, Tahlilan, dan Marhabanan.49

Pengajian ibu-ibu, pengajian anak-anak (Taman Kanak-Kanak dan Taman

Pendidikan Al-Quran), dan pengajian remaja ditemukan pula di kecamatan

Seberang Ulu II. Umat Islam di sini mengundang sejumlah da‟i baik dari dalam

maupun dari luar Palembang secara priodik, terutama ketika memperingati

Peringatan Hari Besar Islam (PHBI) seperti Maulid Nabi, Isra Miraj, Idul Fitri,

dan Idul Adha.50

Sebagian umat Islam juga melakukan budaya agama lainnya,

seperti: peringatan tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dan

47

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 48

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 49

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 50

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017

Page 27: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

25

seribu hari (atas meninggalnya seorang muslim/muslimah) serta sedekah:

khitanan, pindah rumah, dan memperoleh rizki.51

Umat Nasrani juga melakukan misa di gereja yang biasanya dilakukan

pada hari Sabtu atau Minggu. Umat Nasrani juga memperingati hari-hari besar

agama, seperti Natal dan Paskah. Sementara itu, bagi umat Buddha yang

mayoritas penganutnya adalah orang Cina, mereka juga melakukan Puja Bakti di

Vihara, dan peringatan hari-hari besar agama Buddha lainnya.

Untuk mendukung aktivitas keberagmaan, tersedia fasilitas ibadah yang

beragam. Fasilitas ibadah umat Islam berjumlah 40 buah masjid, 73 buah

Langgar. Umat Buddha memiliki 13 buah vihara.52

Fasilitas ibadah untuk

pembinaan mental-keberagamaan umat beragama itu dilakukan secara rutin

menurut waktu dan tata-aturan peribadatan agama masing-masing. Biaya

pemeliharaan fasilitas keagamaan banyak bersumber dari swadaya umat masing-

masing. Keadaan fasilitas ibadah dari agama masing- masing tampak relatif baik

dan terbuat dari bangunan yang permanen. Keberadaan agama-agama itu memiliki

fungsi sosial lainnya, yakni sebagai fungsi ″perekat″ antarumat beragama.

Kegiatan sosial-kemasyarakatan lain yang dapat ″merekatkan″ antarumat

beragama adalah seperti Peringatan Hari Besar Nasional (PHBN).53

Adat perkawinan orang Melayu umumnya mengikuti tata aturan

perkawinan yang banyak dipengaruhi agama Islam. Hal ini dapat dilihat dari tata

51

Pada acara tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, seratus hari, dan seribu hari

masyarakat melaksanakan di rumah ahlul bait. Pada upacara itu yang hadir membacakan kitab suci

Al-Qur‟an, tahlilan, dan do‟a yang diakhiri dengan makan bersama. Hampir semua umat Islam di

Palembang melaksanakan upacara kematian seperti ini. Lihat: (Hasil observasi-partisipasi, 14

Maret hingga 2 Juni 2017). 52

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016 53

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017

Page 28: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

26

cara melamar, meminang, antar-antaran, akad nikah, dan acara serimonial

(walimatul’arush). Pengaruh ajaran Islam yang kuat terhadap adat perkawinan di

Palembang merupakan suatu hal yang wajar karena mayoritas penduduk

Palembang menganut agama Islam. Agama Islam memberi pengaruh yang sangat

besar terhadap adat-istiadat di Palembang, karena mayoritas penduduk adalah

menganut agama Islam. Pengaruh Islam tampak kuat dalam hal adat-istiadat

seperti upacara perkawinan, hukum waris, upacara sedekah, dan kesenian.54

Adat perkawinan orang Melayu dalam praktiknya tampak longgar55

,

artinya dapat dilakukan umat Islam sesuai dengan kemampuan ekonomi kedua

keluarga mempelai. Sama halnya dengan keluarga Arab yang melakukan

perkawinan sesama mereka, yang umumnya tergantung pada kemampuan

ekonomi keluarga mempelai, dan tata cara perkawinan umumnya tergantung pada

tuntunan agama Buddha, Konfusianisme, Kristen, dan Islam (bagi yang Muslim).

Pasangan pengantin berasal dari keluarga Muslim umumnya mengenakan pakaian

ala Melayu Palembang yang dikombinasikan dengan model pakaian pengantin

modern. Selain itu Terdapat pula beberapa kesenian yang Islami, seperti: gambus,

qasidah, marhabanan, rodatan, barzanji, salawatan.56

E. Komunikasi, Perhubungan dan Transportasi

Sarana komunikasi tampak relatif baik dan banyak warga yang memiliki

berbagai jenis media komunikasi elektronik. Seperti wartel, pesawat telepon,

54

Bapak M. Sholeh Shahab (tokoh Arab), wawancara, tanggal 12 Juni 2017 55

Longgar didefinisikan besar, luas, lebar tidak sempit, tidak sempit, tidak sesak.

Aturannya longgar karena mempertimbangkan kebijaksanaan tidak terlalu sedikit atau terbatas

(tentang penggunaan uang), lihat Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

Gitamedia Press, hlm. 499. 56 Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017

Page 29: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

27

radio, televisi, tape recorder, VCD, antena parabola, Handy Talky (HT), Pager

Hand Phone (HP), dan internet.

Selain media komunikasi elektronik, media

komunikasi tulisan atau cetak juga ditemukan, seperti Palembang Post, Sumatera

Ekspress, Sriwijaya Post, Kompas, Republika, Media Indonesia, Gatra, Tempo

dan lain sebagainya. Media-media cetak tersebut relatif mudah diperoleh

masyarakat.57

Keadaan transportasi di kecamatan Seberang Ulu II tampak baik pula.

Jumlah kendaraan yang memadai, seperti kendaraan roda dua, roda empat dengan

berbagai jenisnya, dijadikan alat transportasi masyarakat yang mudah dijumpai.

Adapun tarif rata-rata transportasi dari kecamatan ini ke pusat perbelanjaan di

Palembang sebesar Rp 4.000,00 per penumpang. Terdapat juga jenis angkutan

milik pemerintah daerah yang bernama Tras Musi yang ber-AC dengan tariff Rp

5000,00 per penumpang.58

Kondisi ekonomi sebagian masyarakat kecamatan yang relatif baik itu telah

mendorong sebagian masyarakat setempat untuk memiliki sejumlah kendaraan

pribadi. Selain mobil truk, sebagian masyarakat memiliki kendaraan pribadi

dengan berbagai merek. Semakin membaiknya kondisi ekonomi masyarakat

berpengaruh terhadap jumlah kendaraan roda empat dan roda dua. Hal itu dapat

mempermudah dan memperlancar mobilitas masyarakat kecamatan Seberang Ulu

II untuk berpergian.

57

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 58

Perturan pemerintah no….tentang tarif penumpang untuk wilayah Palembang

Page 30: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

28

F. Institusi Sosial-Keagamaan dan Pemuda

Salah satu fungsi institusi sosial adalah menyalurkan minat dan

kepentingan warga. Institusi sosial kadangkala mempunyai sifat terbuka, artinya

setiap orang atau anggota masyarakat dapat masuk dan beraktivitas dalam

kegiatannya. Sifat terbuka dapat diartikan pula bahwa seorang yang telah menjadi

anggota suatu organisasi dapat menjadi anggota organisasi lainnya, menurut

minat, keinginan, dan kepentingan masing-masing individu bersangkutan. Ada

yang mengikuti atau menjadi suatu organisasi didasarkan atas keinginan untuk

memperluas pergaulan dengan memperoleh banyak teman, ada pula yang

didasarkan pada kepentingan tertentu, baik kepentingan sosial, ekonomi, politik

maupun budaya. Berikut jumlah organisasi kepemudaan di kecamatan Seberang

Ulu II:

Tabel 9

Jumlah Organisasi Kepemudaan di Kecamatan Seberang Ulu II Pada Tahun

201559

Kelurahan AMPI MKGR FKPPI Pemuda

Pancasila PPM

Karang

Taruna Lain-lain

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1. 11 Ulu - - - - - 1 -

2. 12 Ulu - - - - - 1 -

3. 13 Ulu - 1 - - - 1 -

4. 14 Ulu - - - 1 1 1 -

5. Tangga Takat - - - - - 1 -

6. 16 Ulu - - - 1 1 1 -

7. Sentosa - - - - - 1 -

Jumlah 1 2 2 7 -

59

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 31: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

29

Berdasarkan tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah Angkatan

Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) berjumlah 0, Musyawarah Kekeluargaan

Gotong Royong (MKGR) berjumlah 1 buah, Forum Komunikasi Putra Putri

Purnawirawan TNI/POLRI (FKPPI) berjumlah 0, Pemuda Pancasila berjumlah 2

buah, dan Pemuda Pancamarga (PPM) berjumlah 2 buah dan Karang Taruna

berjumlah 7 buah. Karakteristik keanggotan institusi-institusi sosial itu bersifat

tetap dan memiliki struktur kelembagaan sudah baku. Visi dan misi suatu

organisasi ditetapkan berdasarkan AD/ART.60

Selain itu, terdapat institusi sosial (keagamaan) yang bertalian dengan

Ikatan Remaja Islam Masjid (IRM) dan Persekutuan Doa. Keberadaan institusi

sosial (keagamaan) ini selain berfungsi untuk meningkatkan pengetahuan dan

pengalaman keagamaan anggotanya, dapat pula berfungsi mempererat hubungan

sosial satu sama lain. Para aparat kelurahan, elite agama, dan elite masyarakat

dapat memanfaatkan institusi sosial (keagamaan) untuk memberikan kesadaran

akan arti pentingnya pembangunan bagi warganya, seperti diajarkan agama-

agama.61

Terdapat juga institusi sosial (kepemudaan) lainnya yang bergerak di

bidang olah raga, ketrampilan, dan kesenian. Kegiatan kepemudaan dalam bidang

olah raga yang tampak menonjol adalah seperti sepak bola, tenis lapangan, dan

bola voli, badminton, tenis meja, dan bola basket. Untuk itu, guna menunjang

aktivitas kepemudaan diperlukan fasilitas olah raga, 70 seperti lapangan Sepak

60

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017 61

Hasil observasi-partisipasi, 14 Maret hingga 2 Juni 2017

Page 32: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

30

Bola 6 buah, lapangan Bola Voli 14 buah, lapangan Bulu Tangkis 22 buah dan

lainnya 28 buah.62

Ketika dilakukan kegiatan turnamen atau kompetisi, kesebelasan atau tim

olah raga pemuda dari kecamatan ini ikut berpartisipasi. Untuk memenuhi

kebutuhan dana latihan dan pertandingan yang diperlukan umumnya dilakukan

dengan pemungutan iuran anggota, iuran anggota masyarakat (donatur) yang tidak

mengikat, dan kontribusi pemerintah daerah.

62

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Page 33: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

31

BAB III

Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam melakukan penelitian, seseorang dapat menggunakan berbagai

macam metode. Keputusan mengenai metode yang akan digunakan tergantung

kepada tujuan, pendekatan, bidang ilmu, tempat dan variabel.

a. Penelitian Ditinjau dari Tujuan

Bila ditinjau dari tujuannya, penelitian menurut Hamid63

terbagi menjadi

tiga, yaitu penelitian eksploratif, penelitian development dan penelitian verifikatif.

Suharsimi mengemukakan Penelitian Eksploratif, digunakan apabila

peneliti ingin menggali secara luas tentang sebab akibat atau hal-hal yang

mempengaruhi terjadinya sesuatu. Kemudian Penelitian Development atau

pengembangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengadakan percobaan

dan penyempurnaan. Selanjutnya Penelitian verifikatif, yaitu suatu penelitian yang

bertujuan untuk mengecek kebenaran hasil penelitian lain.64

Penelitian ini bila ditinjau dari tujuannya termasuk pada penelitian

eksploratif, maksudnya peneliti ingin menggali secara luas mengenai asimilasi

Arab di Palembang yang mengkaji tentang sebab akibat maupun hal-hal yang

mempengaruhi terjadinya hal tersebut.

63

Hamid Darmadi, Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Bandung:

Alfabeta, 2013), hlm. 32 64

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010), hlm. 14

Page 34: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

32

b. Penelitian Ditinjau dari Pendekatan

Penelitian ini bila ditinjau dari pendekatan menggunakan pendekatan

phenomenologik dengan model interaksionisme simbolik. Pendekatan

phenomenologik adalah pendekatan yang mengakui adanya kebenaran empirik

etik yang memerlukan akal budi untuk melacak dan menjelaskan serta

berargumentasi. Akal budi di sini mengandung makna bahwa kita perlu

menggunakan kriteria lebih tinggi dari sekedar truth or false. Asumsi dasar dari

pendekatan phenomenologik adalah bahwa manusia dalam berilmu pengetahuan

tidak dapat lepas dari pandangan moralnya, baik pada taraf mengamati,

menghimpun data, menganalisis, ataupun dalam membuat kesimpulan.65

Interaksionisme simbolik sebagai salah satu model penelitian kualitatif

berlandaskan pendekatan phenemenologik merupakan suatu pendekatan yang

meneliti tentang prilaku dan interaksi manusia itu dapat dibedakan dikarenakan

ditampilkan lewat simbol dan maknanya66

. Adapun cara kerjanya sebagai berikut:

Pertama, simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila merekam fakta

saja tetapi harus mencari yang lebih jauh, yaitu mencari konteks sehingga dapat

ditanggap simbol dan maknanya. Prisnsip kedua adalah karena simbol dan makna

itu tak lepas dari sikap pribadi, maka makna jadi diri subyek perlu ditangkap.

Sehingga memahami jadi diri subyek merupakan hal yang sangat penting.

Prinsip ketiga: peneliti harus sekaligus mengaitkan antara simbol dengan

jati diri dengan lingkungan dan hubungan sosialnya. Prinsip keempat adalah

65

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Srasin, 1996),

hlm. 83 66

Ibid., hlm. 135

Page 35: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

33

hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya, bukan

hanya merekam fakta sensual saja. Prinsip kelima adalah metode-metode yang

digunakan hendaknya mampu merefleksikan bentuk prilaku dan prosesnya.

Prinsip keenam: metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap

makna di balik interaksi. Prinsip ketujuh mengemukakan bahwa sensitizing (yaitu

sekedar mengarahkan pemikiran) itu yang cocok dengan interaksionisme

simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang

lebih operasional, menjadi scientific concepts (konsep yang lebih definitif).67

Terdapat beberapa pakar pendekatan interaksionisme simbolik, diantaranya:

Norman K. Denzin, Blumerian dan Kuhn.

Penelitian ini menggunakan pendekatan interaksionisme simbolik

Blumerian. Penggunaan pendekatan ini dikarenakan menurut Herbert Blumer

sebagaimana dikutip oleh Abdullah,68

masyarakat di dalam pendekatan

interaksionisme simbolik memiliki beberapa ide dasar (root images). Pertama,

masyarakat terdiri dari manusia yang saling berinteraksi dan bersesuaian melalui

tindakan bersama untuk membentuk organisasi atau struktur sosial. Kedua,

interaksi itu terdiri dari berbagai kegiatan manusia yang berhubungan dengan

manusia lain, sehingga menciptakan non-simbolik maupun simbolik melalui

bahasa. Ketiga, objek-objek tidak memiliki makna intrinsik. Makna merupakan

interaksi simbolik. Keempat, manusia tidak hanya mengenal objek internal, tapi

manusia juga dapat melihat dirinya sebagai objek. Kelima, tindakan manusia

67

Ibid., hlm. 137 68

Abdullah Idi, Asimilasi Mealyu-China di Bangka, Disertasi, ……………, hlm.54

Page 36: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

34

merupakan tindakan interpretatif yang dibuat oleh manusia itu sendiri. Keenam,

tindakan itu saling dikaitkan atau disesuaikan dari anggota-anggota kelompok,

yang dinamakan tindakan bersama, dibatasi sebagai organisasi sosial dan berbagai

prilaku tindakan bersama manusia, yang dilakukan berulang-ulang dan stabil

sehingga melahirkan kebudayaan atau aturan sosial.

Perspektif teoritis interaksionisme simbolik Blumer umumnya

dikembangkan dari penafsirannya terhadap karya Mead. Akan tetapi, Blumer

menunjukkan selangkah lebih maju, karena berhasil membangun sebuah teori

sosiologis yang berbeda dengan teori psikologi sosial (Mead), dan mampu

mengembangkan teori itu pada implikasi metodologis yang rinci dan operasional69

yang berdasarkan premis-premis. Pertama, manusia bertindak terhadap sesuatu

berdasarkan makna-makna pada sesuatu itu. Kedua, makna itu berasal dari

interaksi sosial seorang dengan orang lainnya. Ketiga, makna itu diperbaiki pada

saat proses interaksi sosial terjadi.70

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa

pendekatan interaksionisme simbolik ini meyakini bahwa orang dapat berkreasi

menggunakan simbol, dan berkomunikasi melalui simbol-simbol. Interaksi ini

terjadi melalui proses role taking yang melibatkan penafsiran atas berbagai simbol

dan isyarat-isyarat orang lain.71

69

Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama, (Yogyakarta: Yayasan

Solidaritas Gadjah Mada dan CV. Rajawali Jakarta, 1987), hlm. 269. 70

Broom, Bonjean dan Broom, A Core Text with Adopted Readings, (California:

Wadsworth Publishing Company, A Division of Wadsworth, Inc., Belmont, 1990), hlm. 99. 71

Role taking bagi interaksionisme simbolik adalah proses awal terjadinya interaksi. Di

dalamnya, orang memperhitungkan sikap, perasaan, dan perhatian orang lain, dalam arti bahwa

masyarakat dapat melihat dirinya sendiri dari luar, atau dari pandangan orang lain. Role taking

adalah sebuah proses yang mana seseorang membangun kesadaran diri dan konsep dirinya sendiri.

Page 37: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

35

Dari perspektif interaksionisme simbolik Blumerian di atas, interaksi atau

asimilasi antarkelompok etnis minoritas dan kelompok etnis mayoritas dapat

dianalisis dengan memperhatikan makna simbolik (makna laten) dari interaksi

individu atau kelompok etnis minoritas dengan individu dan kelompok etnis

mayoritas (fenomena sosial yang tampak). Pemahaman makna dari simbol-simbol

itu digunakan peneliti guna memahami makna yang sesungguhnya di balik

interaksi sosial (asimilasi) yang terjadi antara orang Arab dan Melayu di

Palembang. Oleh karena itu, dengan pendekatan ini, langkah pertama yang harus

dilakukan adalah memahami setiap simbol (interaksi sosial/tindakan sosial) yang

terjadi. Semakin banyak simbol yang diungkap maka semakin banyak makna

yang dapat diungkap dari simbol-simbol itu.

Setelah peneliti berhasil mengumpulkan dan memahami simbol-simbol

yang tampak di dalam interaksi orang Arab dan Melayu, maka selanjutnya yang

harus dilakukan peneliti adalah perlunya memahami makna yang sesungguhnya

(makna laten) dari setiap simbol yang tampak itu. Makna laten ini pada dasarnya

dibentuk oleh pandangan hidup seseorang tentang baik-buruk, salah-benar,

untung-rugi, pahala-dosa, pantas-tidak pantas, dan lain-lain. Pandangan hidup itu

dibentuk oleh basis pendidikan, pergaulan, pengetahuan, tekanan, agama, dan lain

sebagainya.

Lihat: Sunyoto Usman, Sosiologi: Sejarah, Teori dan Metodologi, (Yogyakarta: Cired, 2004), hlm.

68-69.

Page 38: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

36

c. Penelitian Ditinjau dari Bidang Ilmu

Setiap ilmu memerlukan pengembangan dengan cara melakukan

penelitian. Ragam penelitian ditinjau dari bidangnya dapat dikelompokkan kepada

penelitian terhadap bidang ilmu pendidikan, pertanian, teknik, perbankan,

kedokteran, keolahragaan, sosiologi, antropologi dan sebagainya.

Adapun penelitian ini masuk kepada bidang ilmu sosiologi dan sejarah.

Bidang ilmu sosiologi, yaitu bidang ilmu yang mengkaji masyarakat yang dilihat

dari sudut hubungan antar manusia dan proses yang timbul dari hubungan

manusia di dalam masyarakat khususnya masyarakat Arab di Palembang.

Sementara pada bidang ilmu sejarah dalam penelitian ini menitikberatkan

pada kontinuitas kesejarahan yang terdapat dalam masyarakat Arab Palembang.

Bidang ilmu ini digunakan untuk melihat sejarah kedatangan orang-orang Arab ke

Palembang, pola-pola islamisasi yang telah dilakukan di Palembang, dan sejak

kapan telah terjadinya proses asimilasi Arab di Palembang.

d. Penelitian Ditinjau dari Tempatnya

Dalam pengelompokan penelitian, maka lokus atau tempat penelitian juga

menjadi ciri khas penelitian. Menurut Nazir,72

lokus penelitian dapat dilakukan di

lapangan, di dalam laboratorium, di perpustakaan, di dalam masyarakat, di

kalangan pendidikan dan sebagainya. Sedangkan Hamid73

dan Suharsimi74

hanya

72

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), hlm. 46 73

Hamid, Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial,………….., hlm. 33 74

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik ,……………, hlm.

16

Page 39: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

37

membagi penelitian berdasarkan tempatnya menjadi 3 tempat, yaitu penelitian

laboratorium, penelitian perpustakaan dan penelitian lapangan.

Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di perpustakaan dan

di dalam masyarakat. Penelitian di perpustakaan dimaksudkan untuk mencari

buku-buku literatur, dokumen atau laporan resmi, artikel, majalah, jurnal-jurnal,

bulletin, dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini. Sementara

penelitian di masyarakat dilakukan di kampung-kampung Arab Palembang untuk

lihat kondisi secara riil perkampungan tersebut, baik itu berupa tipe-tipe bangunan

maupun asimilasi yang telah terjadi antara Arab Palembang di perkampungan

tersebut.

e. Pelitian Ditinjaun dari Hadirnya Variabel

Variabel secara singkat dikatakan Suharsimi75

adalah hal-hal yang menjadi

objek penelitian, yang ditatap (dijinggleng-Jawa) dalam suatu kegiatan penelitian

(point to be noticed), yang menunjukkan variasi, baik secara kualitatif maupun

kuantitatif. Bila ditinjau dari hadirnya suatu variabel, penelitian dapat

dikategorikan menjadi 3, yaitu (1) penelitian “variabel masa lalu”, (2) penelitian

“variabel saat ini, dan (3) penelitian “variabel yang akan datang”.76

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian “variabel masa

lalu” , yaitu penelitian tentang variabel yang kejadiannya sudah terjadi sebelum

penelitian dilaksanakan atau dikenal dengan istilah ex post facto. Istilah „ex post

facto‟ terdiri dari tiga kata, ex diartikan dengan obervasi atau pengamatan, post

yang berarti sesudah, dan facto adalah fakta atau kejadian. Jadi, makna

75

Ibid., hlm. 17 76

Ibid., hlm. 17

Page 40: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

38

keseluruhannya adalah pengamatan dilakukan setelah kejadian lewat. Dalam hal

ini, penelitian mengenai Arab di Palembang dilakukan melalui pengamatan

terhadap kejadian yang sudah terjadi sebelumnya dan sekarang masih tetap

berlangsung.

2. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis Data

Jenis data terbagi menjadi dua jenis yaitu data kuantitatif (yang berbentuk

angka) dan data kualitatif (yang berbentuk kata-kata/kalimat). Data kuantitatif

adalah data yang berbentuk angka atau bilangan. Sesuai dengan bentuknya, data

kuantitatif dapat diolah atau dianalisis menggunakan teknik perhitungan

matematika atau statistika.77

Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, bukan dalam bentuk

angka. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan

data misalnya wawancara, analisis dokumen, diskusi terfokus, atau observasi yang

telah dituangkan dalam catatan lapangan (transkrip). Bentuk lain data kualitatif

adalah gambar yang diperoleh melalui pemotretan atau rekaman video.78

Menurut

Meleong (1998) dalam Arikunto79

, data kualitatif merupakan data yang berupa

tampilan kata-kata lisan atau tertulis yang dicermati oleh peneliti, dan benda-

benda yang diamati sampai ditailnya agar dapat ditangkap makna yang tersirat

dalam benda atau dokumen tersebut.

77

Hamid Darmadi, Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial,………………….., hlm. 152 78

Ibid. 79

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik ,……………,

hlm. 22

Page 41: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

39

Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data

kualitatif dengan melakukan suatu klasifikasi fenomena sosial yang

dipermasalahkan dalam menyusun suatu hasil penelitian deskriptif tentang relaitas

sosial yang kompleks.

b. Sumber Data

1. Sumber Primer

Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti

secara langsung dari sumber datanya. Data primer disebut juga sebagai data asli

atau data baru yang memiliki sifat up to date. Untuk mendapatkan data primer,

peneliti harus mengumpulkannya secara langsung. Data primer menurut

Sugiyono80

diperoleh antara lain melalui observasi, wawancara, diskusi terfokus

(focus grup discussion – FGD) dan penyebaran kuesioner.

2. Sumber Sekunder

Data sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data

kepada pengumpul data (peneliti sebagai tangan kedua).81

Data sekunder dapat

diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro Pusat Statistik (BPS), buku, laporan,

jurnal, dan lain-lain.

Sumber sekunder dalam penelitian ini berupa literatur-literatur dan

dokumen-dokumen yang terkait dengan judul penelitian. Sumber-sumber tersebut

jika ditinjau dari sudut jenisnya dapat diklasifikasikan berupa dokumen atau

80

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2013), hlm. 308 81

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D,………….., hlm. 309

Page 42: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

40

laporan resmi, buku-buku literatur atau artikel, majalah, bulletin, jurnal-jurnal,

dan hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data diperoleh melalui teknik

kajian kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan arsip-arsip dan referensi-

referensi tertulis lainnya. Arsip diperoleh dari instansi terkait seperti ANRI (Arsip

Nasional Republik Indonesia), Dinas Kepariwitsaan, Balai Arkeologi serta arsip

pribadi yang dimiliki oleh masyarakat Arab dan pengurus perkumpulan Arab

Palembang. Sedangkan referensi tertulis diperoleh melalui perpustakaan-

perpustakaan, diantaranya: Perpustakaan Nasional di Jakarta, perpustakaan

Wilayah Daerah Sumatera Selatan, perpustakaan UIN Raden Fatah, Perpustakaan

Pascasarjana UIN Raden Fatah, website internet dan lain-lain.

4. Teknik Analisis Data

Teknik analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain,

sehingga dapat mudah difahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada

orang lain. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan data,

menjabarkannya ke dalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan

yang dapat diceriterakan kepada orang lain.82

82

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D,………….., hlm. 334

Page 43: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

41

Data dalam penelitian ini dianalisa dengan teknik deskriptif kualitatif.

Sugiyono mengemukakan bahwa analisa data deskriptif kualitatif adalah bersifat

induksi, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya

dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan

hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data

lagi secara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah

hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila

berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik

triagulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang

menjadi sebuah teori.83

Untuk menganalisa data dalam penelitian ini, peneliti sendiri

menggunakan model Miles dan Huberman. Menurut Miles dan Haberman dalam

Emzir84

mengemukakan ada tiga macam kegiatan dalam menganalisis data

kualitatif, yaitu:

a. Reduksi Data

Reduksi data menurut Suyiono85

berarti merangkum, memilih hal-hal

yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya

serta membuang yang tidak perlu. Selanjutnya menurut Emizir, reduksi data

adalah suatu bentuk analisis yang mempertajam, memilih, memfokuskan,

83

Ibid., hlm. 335 84

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),

hlm. 129 85

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D,………….., hlm. 338

Page 44: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

42

membuang, dan menyusun data dalam suatu cara di mana kesimpulan akhir dapat

digambarkan dan diverifikasikan.86

Dalam meruduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang

akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh

karena itu, kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu

yang dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang

harus dijadikan perhatian dalam mereduksi data.87

Dalam penelitian ini, tahapan ini dimulai dari penelahaan semua data

yang diperoleh melalui pengamatan terlibat (observasi-partisipatoris), hasil

wawancara mendalam (in-depth interview), dan dari beragam sumber (buku-buku,

majalah, surat kabar, jurnal-jurnal, penelitian-penelitian, asip-arsip, makalah dan

sebagainya) yang telah selesai dilakukan. Dari data yang diperoleh kemudian

dilakukan pengecekan satu dengan yang lainnya, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta

membuang yang tidak perlu yang tidak ada kaitannya dengan penelitian. Setelah

tahapan tersebut selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya dilakukan display

data (penyajian data).

b. Display Data (penyajian data)

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan

data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa lakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.88

Dalam hal ini

86

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data,…………………….., hlm. 130 87

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D,………….., hlm. 339 88

Ibid., hlm. 341

Page 45: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

43

menurut Miles dan Huberman dalam Sugiyono89

menyatakan “the most frequents

form of display data for qualitative research data in the past has been narrative

tex”. Yang paling sering digunakan untuk penyajian data dalam penelitian

kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.

Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami

apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah

dipahami tersebut. “looking at displays help us to understanding what is

happening and to do some thing-further analysis or caution on that

understanding”90

.

Dalam penelitian ini display data dilakukukan dengan cara

pengkategorian atau pengklasifikasian data. Data yang sudah diperiksa,

selanjutnya diklasifikasikan atau dikategorikan berdasarkan urutan pembahasan

dalam penelitian. Selanjutnya interpretasi atau penafsiran data. Pada tahap ini

dilakukan penafsiran atau pemberian makna yang signifikan terhadap data yang

telah diklasifikasikan dan dicari hubungannya satu dengan lainnya dan

mengaitkannya dengan teori. Setelah pengolahan data dan untuk memaknai data

secara mendalam, penelitian ini menggunakan pendekatan keilmuan sosiologi dan

sejarah. Sehingga pada akhirnya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

berkenaan dengan penelitian.

89

Ibid. 90

Miles dan Haberman dalam Sugiyono, Ibid., hl. 341

Page 46: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

44

c. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi

Langkah ke tiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles and

Haberman dalam Sugiyono 91

adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi.

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah

bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada

tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti

kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukan

merupakan kesimpulan yang kredibel.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif yang diharapkan menurut

Sugiyono92

adalah merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada.

Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya

masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat

berupa hubungan kausal atau interktif, hipotesis atau teori.

Pada penelitian ini, setelah melalui tahapan reduksi data dan diplay data,

peneliti menarik sebuah kesimpulan sebagai hasil akhir dari proses analisa data.

Selanjutnya dilakukan proses penulisan laporan akhir penelitian. Kegiatan

penyajian laporan hasil peneltian dari awal sampai akhir dengan menggunakan

dan memadukan tanggung jawab seorang peneliti, teknik kejelasan struktur dan

gaya bahasa yang benar dan menarik, serta aksentuasi dan nada retorika tertentu

guna menghasilkan tulisan sejarah yang bersifat metodologis, mengandung seni,

91

Ibid., hlm. 345 92

Ibid.

Page 47: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

45

dan memenuhi kriteria Bahasa Indonesia yang baik dan benar (sesuai dengan

EYD).

5. Sistematika Pembahasan

Agar pola penyusunan hasil penelitian menjadi jelas dan terstruktur maka

hasil penelitian disusun dengan sistematrika penulisan sebagai berikut :

Bab Pertama: Pendahuluan, menyajikan uraian latar belakang tentang

obyek penelitian yang menarik untuk diteliti; perumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian yang diharapkan,

Bab Kedua: Deskripsi wilayah penelitian, yang menyajikan gambaran

umum lokasi penelitian meliputi kondisi geografis, keadaan sosial dan ekonomi

penduduk mencakup mata pencaharian, pendidikan, elite, stratifikasi sosial dan

sistem kekerabatan, agama, adat-istiadat, dan kesenian, komunikasi, perhubungan,

dan transportasi, institusi sosial-keagamaan dan pemuda

BabB Tiga: Tinjauan Historis Arab di Palembang yang akan mengkaji

mengenai sejarah kedatangan orang Arab ke Palembang, selanjutnya dilanjutkan

dengan membahas motif yang melatarbelakangi kedatangan orang Arab ke

Palembang, kedudukan orang Arab di Palembang dan juga akan diulas mengenai

tinjauan historis masyarakat Melayu Palembang.

Bab Empat: Membahas tentang hubungan Palembang dengan Timur

Tengah, sejarah kedatangan orang Arab Hadramaut ke Palembang

Bab Lima: Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran

Page 48: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

46

BAB IV

Pembahasan

A. Hubungan Palembang-Timur Tengah.

Dalam spektrum sejarah lokal, Palembang yang merupakan ibu kota

Kerajaan Sriwijaya tercatat sebagai tempat bertemunya beberapa peradaban besar

dunia dalam perspektif sejarah berdirinya sebuah kota dalam pengertian sosial

politik, ekonomi maupun budaya. Sriwijaya pada zamanya merupakan pusat

perdagangan dan pelayaran Internasional. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan

apabila Palembang selain tempat tinggal komunitas Melayu Palembang (lokal),

juga menjadi tempat bagi bermukimnya etnik lainnya seperti keturunan Arab,

Cina dan India.

Daerah ini, menurut seorang responden surat kabar Het Surabajasch

Handelsblad yang sempat mengunjungi kota Palembang pada awal abad ke-20

disebut dengan sebutan Venetie van Indie.93

Tidaklah berlebihan bila kota

Palembang digambarkan seperti kota Venesia (Italia), tempat asal petualang

termasyhur-Marcopolo yang pernah singgah di Aceh dalam perjalanannya ke Cina

pada masa lampau. Keduanya memiliki kemiripan di mana kanal-kanal sungai

menjadi urat nadi kehidupan masyarakat dan menjadi pemandangan keseharian

bagi penduduknya. Sungai Musi tidak saja dipandang sebagai sarana transportasi

yang berfungsi menghubungkan kawasan hulu dan hilir, akan tetapi melalui

sungai ini pula jejak peradaban dan ide-ide pembaharuan dan perkembangan kota

93

J.F.P. “Economische Geographie van Zuid-Sumatera, dalam Tidschrift voor

Economische Geographie (TEG), 2(1911), hlm. 284. Dikutip dari Mestika Zed, Kepialangan

Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950, (Jakarta: LP3ES, 2003), hlm. 27

Page 49: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

47

Palembang di masa lalu bisa dilacak kembali. Ungkapan yang menyebut

penduduk Palembang dan sekitarnya dengan sebutan Batang Hari Sembilan

berangkat dari realitas topografi daerah Palembang.94

Kota Palembang merupakan salah satu kota tertua di Nusantara, bahkan

kota ini telah muncul lebih dahulu dibanding kota-kota lain di pantai Timur

Sumatera, seperti Medan, Dumai dan lainnya. Berdasarkan etimologi kota

Palembang dengan merujuk terjemahan R.J. Wilkinson dalam kamus A Malay

English Dictiornary (Singapore: 1903)95

dengan mengacu pada kata dasarnya

lembang, yang memiliki makna yang berlekuk, tanah yang rendah, akar yang

membengkak karena terendam lama di dalam air. Sedangkan menurut Kamus

Bahasa Indonesia Kontemporer,96

kata lembang berarti kerut, lekung atau lekuk.

Arti lainnya dari kata lembang berarti tidak tersusun rapi atau terserak-serak.

Sementara menurut bahasa Melayu Palembang berarti air yang merembes atau

rembesan air. Awalan Pa atau Pe menunjukkan keadaan atau tempat, sehingga

makna Palembang berarti suatu tempat yang digenangi air. Hal tersebut sesuai

dengan fakta, bahwasannya di Palembang tercatat 117 buah anak sungai yang

mengalir di tengah kota.

Pada masa lampau Palembang menjadi bandar terpenting bagi

perdagangan dan pelayaran Indonesia bagian barat yang menghubungkan dua

kawasan penting Asia, yakni Cina, India dan Arab. Bahkan Palembang

94

Batang Hari Sembilan adalah istilah yang merujuk pada Sembilan aliran sungai besar

yang bermuara ke Sungai Musi, kesembilan sungai tersebut antara lain: Air Klingi, Air Bliti, Air

Lakitan, Air Rawas, Air Rupit, Air Batang Batang, Air Leko, Air Ogan dan Air Komering. 95

Dikutip dari Djohan Hanafiah, Melayu-Jawa, Citra Budaya dan Sejarah Palembang,

(Jakarta: Rajagrafindo Persada, 1995), hlm. 15 96

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Edisi kedua, (Jakarta:

Modern English Press, 1995), hlm. 854

Page 50: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

48

merupakan salah satu bandar terpenting bagi terbentuknya komunitas yang berciri

kosmopolitan, yakni pada periode kerajaan maritim Sriwijaya dan pada masa

Kesultanan Islam Palembang Darussalam.97

Sejak abad ke VII M, menurut data sejarah menyebutkan bahwa kelompok

etnis Arab sudah ada di Palembang. Dalam sumber Arab disebutkan bahwa

kelompok etnis ini singgah di Palembang sebelum melanjutkan perjalanannya ke

Cina.98

Artinya Palembang merupakan kota transit bagi etnis Arab sebelum

melanjutkan perjanannya ke wilayah Cina.

Hubungan antar Nusantara dengan Timur Tengah dan Timur Jauh tersebut

menurut Azra99

melibatkan sejarah yang panjang, hubungan ini terjalin sebagai

bagian dari rantai perdagangan global pada zamannya. Setidaknya kapal-kapal

Arab dan Persia yang berdagang ke Cina melakukan pengembaraan pula di

Nusantara bahkan jauh sebelum kedatangan Islam ke Nusantara.

Kehadiran muslim Timur Tengah, kebanyakan Arab dan Persia di

Nusantara termasuk Palembang pada masa-masa awal ini pertama kali

dikemukakan oleh agamawan sekaligus pengembara Cina yang bernama I-Tsing,

ketika ia pada 51H/671M, dengan menumpang kapal Arab dan Persia dari Kanton

berlabuh di pelabuhan di muara sungai Bhoga (atau Sribhoga, atau Sribuza,

sekarang Musi). Sribuza sebagaimana diketahui, telah diidentifikasi banyak

sarjana modern adalah Palembang, ibukota Kerajaan Sriwijaya.100

97

Mestika Zed, Kepialangan Politik dan Revolusi, Palembang 1990-1950, op. cit., hlm. 4 98

Retno Purwanti, Komunitas Arab Palembang dalam Perspektif Arkeo-Historis, (tt.

(belum diterbitkan), hlm. 4 99

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII, Akar Pembaharuan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hlm. 19 100

Ibid., hlm. 23

Page 51: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

49

Kerajaan Sribuza atau Sriwijaya (atau sering juga diidentikkan dengan

Zabai, atau yang disebut sumber-sumber Arab sebagai Al-Mamlakat al-Maharaja

(“Kerajaan Raja di Raja”), atau dikenal Shih-li-fo dalam sumber-sumber Cina,

mulai menanjak pada paruh kedua abad ke-7 yang kekuasaanya malang melintang

hampir di seluruh Sumatera, Semenanjung Malaya, dan Jawa sampai lima abad

kemudian. Dalam kebanyakan periode ini, kerajaan Sriwijaya memainkan peranan

penting sebagai perantara dalam perdagangan Timur Jauh dan Timur Tengah.

Sriwijaya bahkan mendominasi perdagangan Nusantara dan Palembang sebagai

ibukota Kerajaan Sriwijaya menjadi entropet101

terpenting di kawasan ini.102

Sriwijaya yang berpusat di Palembang, walaupun terkenal sebagai pusat

terkemuka keilmuan Budha, ia merupakan kerajaan yang kosmopolitan. Hal

tersebut dapat dibuktikan, ketika I-Tsing menuju pelabuhan Sriwijaya ia

menumpang kapal Arab dan Persia. Menurut Yuantchao, dalam Tcheng-yȕan-sin-

ting-che-kiao-mou-lou yang ditulis awal abad ke-9 sebagaimana dikutip oleh

Azra103

mengemukakan bahwa pada 99H/717H sekitar 35 kapal Persia sampai di

Palembang. Seusai kerusuhan di Kanton, banyak Muslim Arab dan Persia yang

diusir dari Kanton, kemudian menuju Palembang untuk menemukan wilayah

perlindungan yang aman.

Dari uraian di atas mengisyaratkan bahwa segmen-segmen tertentu

penduduk Sriwijaya telah berinteraksi dengan kaum Muslimin yang datang dari

101

Entropet didefinisikan sebagai tempat atau daerah yang bertindak sebagai perantara

pusat perdagangan dengan luar negeri. Lihat: Team Rafapustaka, Kamus Istilah Geografi,

(Rafapustaka, 2010), hlm. 148 102

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII dan XVIII, Akar Pembaharuan Islam di Indonesia, op. cit., hlm. 24 103

Ibid.

Page 52: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

50

Timur Tengah (Arab) dan dalam batas tertentu secara tidak langsung mereka

sudah mengenal sebagian ajaran-ajaran Islam. Bahkan menurut Al-Ramhurmuzi

dalam „Ajā‟ib Al-Hind mengisyaratkan tentang terdapatnya sejumlah Muslim

pribumi di kalangan penduduk Sriwijaya sendiri. Pernyataan tersebut tampaknya

dibenarkan Chau Ju-Kua yang mengemukkan, “Sejumlah besar penduduk negeri

ini (San-fo-chi) memiliki nama awal “ P‟u” berasal dari “Bu” singkatan dari

“Abū” (bapak) yang terdapat dalam begitu banyak nama pribadi orang-orang

Muslim. 104

Berdasarkan sumber-sumber Cina ini jelaslah bahwa dalam periode ini

terdapat banyak Muslim di Sriwijaya, baik sebagai pedagang, pemilik kapal

ataupun sebagai duta. Mereka nampaknya tidak hanya memainkan pernan penting

dalam perdagangan Sriwijaya tetapi juga dalam menghubungkan kerajaan ini

dengan dunia luar Barat dan Timur105

. Hal ini membuktikan keberadaan penduduk

pribumi Muslim dalam kerajaan Sriwijaya menunjukkan bahwa proses islamisasi

sebenarnya telah dimulai, meskipun masih terbatas di kalangan kecil masyarakat.

Akan tetapi tampaknya selama lima abad setelah kedatangannya, Islam belum

berkembang secara signifikan dan massif di Palembang. Baru sejak kerajaan

tersebut mengalami kelemahan bahkan runtuh pada sekitar abad ke-14 M mulailah

104

Ibid., hlm. 25 105

Bukti-bukti historis bagi hubungan politik dan diplomatik internasional Sriwijaya tidak

hanya diberikan sumber-sumber Cina tetapi juga sumber-sumber Arab, Fatimi antara lain

membahas panjang lebar mengenai dua pucuk surat yang mengandung bukti kuat dikirim oleh

Maharaja Sriwijaya kepada dua khalifah di Timur Tengah. Surat pertama dikirimkan pada masa

pemerintahan Mu‟awiyah dan surat kedua ditujukan kepada khalifah „Umar bin Abdul Aziz. Lihat: Azyumardi Azra, Ibid., hlm. 26

Page 53: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

51

islamisasi di Palembang.106

Islam mulai berkembang pada akhir abad ke-17 M

setelah Kesultanan Palembang berdiri secara independen.

Selain faktor perdagangan, menurut Abdul Hadi W.M107

sebelum Islam

berkembang pesat terdapat pula faktor-faktor lain, yaitu pada abad ke-12 dan 13

M disebabkan banyaknya kekacauan di Timur Tengah termasuk Perang Salib,

mendorong penduduk Timur Tengah semakin ramai melakukan kegiatan

pelayaran ke Asia Tenggara. Tidak sedikit di antara mereka yang bermukim lama

dan kawin mawin dengan penduduk setempat. Lambat laun terbentuklah

komunitas-komunitas muslim yang besar di bandar-bandar dagang kepualuan

Nusantara.

Faktor yang turut menentukan bagi bertambah ramainya kegiatan

perdagangan bangsa Arab dan Persia di Asia Tenggara ialah invasi beruntun

bangsa Mongol yang dipimpin oleh Jengis Khan atas negeri-negeri Islam sejak

tahun 1220 M yang berakhir dengan jatuhnya kekhalifahan Bagdad pada 1258 M.

Kehancuran negeri-negeri Islam ini dan penjajahan bangsa Mongol telah

mendorong terjadinya gelombang perpindahan besar-besaran kaum Muslimin ke

India dan ke Asia Tenggara. Perpindahan besar-besaran ini terjadi hingga abad ke-

14 M mengikuti ramainya arus pelayaran dan kegiatan perdagangan. Bersamaan

para pedagang dan pengungsi turut ikut pula sejumlah faqir atau sufi beserta

pengikutnya. Mereka ternyata berhasil memanfaatkan jaringan perdagangan

internasional yang telah lama dibina oleh para pedagang dalam upaya untuk

106

Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2010), hlm. 44-45 107

Abdul Hadi W. M. Islam di Indonesia dan Transformasi Budaya, dalam Menjadi

Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara, ed. Komarudin Hidayat Gaus Af,

(Jakarta: Yayasan Festival Istiqlal dan Mizan, 2005), hlm. 446

Page 54: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

52

menyebarkan agama Islam ke Timur, khususnya kepulauan Nusantara termasuk

Palembang.108

Terdapat pula faktor lain yang tak kalah penting yang memungkinkan

Islam cepat berkembang. Yaitu mundurnya perkembangan agama Hindu dan

Buddha, dua agama yang terlebih dahulu hadir dan telah membangun peradaban

tinggi. Ketika kerajaan-kerajaam Hindu dan Buddha satu per satu dan berturut-

turut mengalami kemunduran, pada saat itulah agama Islam berkembang.

Sriwijaya, pusat imperium Buddhis yang pernah berjaya dan menguasai

perdagangan di Asia Tenggara hingga beberapa abad, mulai menunjukkan tanda-

tanda kemunduran pada awal abad ke-13. Seabad berikutnya negeri ini dua kali

diserbu Majapahit,109

sebuah imperium Hindu yang mulai bangkit di Jawa Timur.

Serbuan terakhir pada penghujung abad ke-14 M menyebabkan negeri itu hancur

dan tamat riwayatnya.110

Dari uraian di atas jelaslah bahwa hubungan Palembang dengan Timur

Tengah sudah terjalin jauh sebelum kedatangan Islam dan terus berlanjut pasca

kedatangan Islam, bahkan pada puncaknya terbentukya kerajaan Islam atau yang

dikenal dengan sebutan Kesultanan Palembang Darussalam.

108

Ibid., hlm. 447 109

Pertama pada tahun 1340 M Sriwijaya diserbu oleh Majapahit yang menjadikan negeri

itu semakin lemah (karena sebelumnya Sriwijaya dibelit krisis ekonomi yang berkepanjangan) dan

kehilangan pamor dan pada tahun 1390 M raja terakhir Sriwijaya, Parameswara yang masih muda,

berhasrat memulihkan kedaulatan negerinya. Lantas ia memaklumatkan dirinya sebagai titisan

(avatara) Boddhissatwa. Ini membuat murka penguasa Majapahit. Ibukota Sriwijaya lantas

kembali disebu dan kali ini dihancurleburkan. Lihat: Wolters, O. W., The Fall of Sriwijaya in

Malay History, (New York: Cornell University, 1970) dalam Abdul Hadi W. M. ibid., hlm. 449 110

Ibid., hlm. 447

Page 55: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

53

Selain itu, terdapat juga saluran-saluran islamisasi yang mendukung masuk

dan berkembangnya Islam di Palembang. Adapun saluran-saluran islamisasi itu

meliputi: perdagangan, perkawinan, tasawuf, politik dan pendidikan.

Pada tahap awal islamisasi, saluran perdagangan sangat memungkinkan.

Hal ini sejalan dengan kesibukan lalu lintas perdagangan abad ke-7 sampai abad

ke-16 M. Kerajaan Sribuza atau Sriwijaya pada paruh kedua abad ke-7 yang

kekuasaannya malang melintang hampir di seluruh Sumatera, Semenanjung

Malaya dan Jawa sampai lima abad kemudian. Dalam kurun waktu ini, Sriwijaya

memainkan peranan penting sebagai perantara dalam perdagangan Timur Jauh

dan Timur Tengah. Sriwijaya bahkan mendominasi perdagangan Nusantara, dan

ibu kotanya, Palembang, menjadi entropot terpenting di kawasan ini.111

Kondisi

ini mengisyaratkan bahwa telah terjadi interaksi masyarakat Sriwijaya dengan

kaum Muslim yang berasal dari Timur Tengah (Arab dan Persia) dan dalam batas-

batas tertentu mereka juga sudah mengenal sebagian ajaran-ajaran Islam.

Selain itu, perkawinan antara pedagang atau saudagar Muslim dengan

penduduk lokal juga menjadi bagian yang erat hubungannya dengan proses

islamisasi. Dari sudut ekonomi, para pedagang Arab memiliki status sosial yang

lebih baik daripada kebanyakan pribumi sehingga penduduk pribumi tertarik

untuk menjadi istri saudagar-saudagar itu. Hubungan masyarakat Muslim dengan

penduduk setempat terjadi sangat intens, sehingga memungkinkan terjadinya

perkawinan campuran dan mengikuti gaya hidup lokal. Hal tersebut dapat

111

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad

XVII & XVIII Akar Pembaruan Islam Indonesia, ……..hlm. 23-24

Page 56: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

54

dibuktikan pada abad ke-9 di Palembang telah terdapat sejumlah Muslim pribumi

di kalangan masyarakat Kerajaan Sriwijaya. 112

Tasawuf juga menjadi saluran penting dalam proses islamisasi di

Palembang. Tasawuf juga termasuk kategori media yang berfungsi dan

membentuk kehidupan sosial masyarakat Palembang yang meninggalkan banyak

bukti jelas berupa naskah-naskah antara abad ke-13 dan ke-18 M. Ahli-ahli

tasawuf di Palembang diantaranya adalah Syekh Syihabuddin bin Abdullah

Muhammad yang menulis \Kitab Risalah, ‘Aqidat al-Bayan, dan menterjemahkan

dan memberi syarah Kitab Jawaharat al-Tawhid karya Ibrahim Laqqani; Kemas

Fakhruddin yang antara lain menulis Kitab Mukhtasar dan Futuh al-Sha’am;

Abdu Shamad Al-Palimbani yang antara lain menulis Zuhrat al-Murid fi Bayan

Kalimat Tawhid, Hikayat al-Salikin fi Suluk Maslak al-Muttaqin dan Zad al-

Muttaqin fi Tawhid Rabb al-Alamin.113

Sementara itu, saluran islamisasi secara politis gencar dilakukan sejak

Palembang tidak lagi menjadi protektorat Kerajaan Islam di Jawa. Struktur

kekuasaan Kesultanan Palembang kemudian disesuaikan dengan ajaran Islam.114

Pada masa ini proses islamisasi mulai benar-benar menyentuh elit kekuasaan.

Proses Islamisasi di kalangan elit kekuasaan nampaknya terus terjadi selama

periode Kesultanan Palembang sejak 1666 sampai dengan 1823 M.

Di samping saluran islamisasi dalam bidang politik, di Palembang terdapat

pula saluran pendidikan. Pada masa Kesultanan Palembang Darussalam juga

112

Ibid., hlm. 36-43 113

M. Chatib Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh

‘Abdus-Samad Al-Palimbani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985), hlm. 22-31 114

Zulkifli, Ulama Sumatera Selatan: Pemikiran dan Peranannya dalam Lintasan

Sejarah, (Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya, 1999), hlm. 2

Page 57: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

55

terjadi perkembangan Islam dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa inilah

sebenarnya kemunculan sebuah tradisi keilmuan Islam yang khas di Sumatera

Selatan dimulai. Kemunculan tradisi keilmuan Islam dipelopori oleh para ulama

dan didukung sepenuhnya oleh para Sultan Palembang Darussalam sejak akhir

abad ke-17 dan awal abad ke-19.115

Menurut Steenbrink, Palembang menjadi

pusat perkembangan keilmuan Islam dan sastra Melayu di Nusantara pasca

kemunduran Kerajaan Aceh yang menjadi pusat studi Islam dan sastra Melayu

pada periode sebelumnya.116

Dari uraian di atas dapat dianalisa bahwa para pembawa ajaran Islam ke

Nusantara dan Palembang khusunya telah memanfaatkan rute perjalanan yang

telah ada sebelumnya. Argumen tersebut sangatlah beralasan dikarenakan

hubungan antara Sriwijaya dan Timur Tengah telah terjadi jauh sebelum

kedatangan Islam.

B. Kedatangan Koloni Hadrmaut ke Palembang

Mengenai kedatangan koloni Hadramaut ke Palembang dapat dirunut dari

perjalanan sejarah Islam. Setelah terjadinya perpecahan besar117

di antara umat

115

Ismail, Madrasah dan Pergolakan Sosial Politik di Keresidenan Palembang, 1925-

1942, (Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2014), hlm. 32 116

Menurut Steenbrink, telah terjadi pergeseran pusat studi Islam dan sastra Melayu di

Nusantara selama periode abad ke-14 sampai abad ke-20. Pergesaran pusat keilmuan dan sastra

tersebut secara berurutan adalah sebagai berikut: Pasai (1300-1450 M), Malaka (1450-1800), dan

Sumatera Barat (1800-1930). Lihat Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di

Indonesia Abad ke-19, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 65-66 117

Perpecahan yang dimaksudkan adalah terjadinya Perang Shiffin antara Khalifah Ali bin

Abi Thalib melawan Muawiyah bin Abi Sufyan. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase),

tidak menyelesaikan masalah bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, al-Khawarij,

orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya diakhir masa pemerintahan, umat Islam

terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu‟awiyah, Syi‟ah (pengikut Ali) dan al-Khawarij

Page 58: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

56

Islam hingga menyebabkan terbunuhnya khalifah keempat Ali bin Abi Thalib,

mulailah terjadinya perpindahan (hijrah) besar-besaran dari kaum keturunannya

ke berbagai penjuru dunia. Ketika Imam Ahmad Al-Muhajir hijrah dari Irak ke

daerah Hadramaut di Yaman kira-kira seribu tahun yang lalu, keturunan Ali bin

Abi Thalib ini membawa serta 70 orang keluarga dan pengikutnya, yang pada fase

perkembangan selanjutnya mereka ini dikenal dengan sebutan Alawiyyah.118

Menurut sejarah, pembentukan keluarga Syed „Alawiyyah di Hadramaut

berasal dari Ahmad bin Isa yang telah berpindah dari Iraq ke Hadramaut pada

tahun 929 M. Dengan perpindahan ini, Ahmad bin Isa kemudian diberi gelar “al-

muhajir”, artinya orang yang berhijrah. Setelah dua abad kemudian, yaitu tahun

1127 M, sebagian dari keluarga al-Muhajir yang dipimpin oleh „Ali bin „Alawi

telah berpindah ke Tarim, yaitu sebuah pusat ilmu pengetahuan penting di

Hadramaut. Di sanalah mereka mulai berpengaruh sehingga mereka berhasil

mewujudkan sebuah keluarga besar yang di panggil dengan sebutan “Keluarga

Syed „Alawiyyah” (Al Ba Alawi) atau keluarga keturunan “Ali bin „Alawi.

Mereka ini kemudian mendakwahkan berasal dari nasab Rasulullah yaitu dari

keturunan Sayidina al-Husain.119

Sejak itu berkembanglah keturunannya hingga menjadi kabilah terbesar di

Hadramaut120

. Dari Hadramaut inilah asal-muasal dari berbagai koloni Arab yang

(orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Lihat: Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam,

(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 40 118

Raden Ahmad Nur Ali, dkk., Permukiman Al-Munawar 13 Ulu Palembang, Laporan

Penelitian, (Palembang: Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas Sriwijaya, tth.),

hlm. 7 119

Mahayudi Haji Yahya, Islam di Alam Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka, 1998), hlm. 9 120

Hadramaut sebenarnya adalah pantai Arab Selatan, dari Aden hingga Tangjung Ras al-

Hadd, tetapi bagi orang Arab modern yang sudah menetap di Nusantara, yang mereka anggap

Page 59: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

57

menetap dan bercampur menjadi warga negara di Indonesia dan negara-negara di

kawasan Asia lainnya, seperti: Oman, India, Pakistan, Filipina Selatan, Malaysia,

dan Singapura. Memang selain itu pada kenyataannya terdapat pula warga

keturunan Arab yang berasal dari Negara-negara Timur Tengah dan Afrika

lainnya121

yang terdapat di wilayah Asia termasuk Indonesia, akan tetapi

jumlahnya lebih sedikit daripada mereka yang berasal dari Hadramaut.

Berdasarkan argumen di atas tidaklah mengherankan jika beberapa ahli

berpendapat bahwa umumnya kelompok etnis Arab di Indonesia, termasuk

Palembang berasal dari Hadramaut. Yaitu sebuah wilayah yang posisinya terletak

di wilayah pesisir jazirah Arab bagian selatan atau sekarang termasuk wilayah

negara Yaman.

Perjalanan mereka dari Hadramaut ke Nusantara dahulu berlangsung

selama berbulan-bulan. Pertama, harus berangkat dari al-Mokallā atau asy-Syihr

menuju Bombay. Dari Bombay ke Pulau Ceilon dan akhirnya ke Aceh atau

Singapura, seluruh perjalanan dilakukan denga kapal layar. Namun, mereka yang

memiliki uang lebih suka berangkat dari Aden langsung ke Singapura, dengan

kapal uap besar milik orang Eropa. Diantaranya, kapal-kapal milik perusahaan

pelayaran Prancis, Messegeries Maritimes.122

Hadramaut adalah sebagian kecil dari Arab Selatan, artinya pantai di antara desa-desa nelayan Ain

Bāma‟bad dan Saihūt, beserta daerah pegunungan yang terletak di belakangnya. Lihat: L.W.C. van

den Berg, Orang Arab di Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2010),

hlm. 13 121

Seperti: Teluk Persia, Mesir, Hijaz, Arab Saudi, Sudan atau Maroko atau dari pantai

timur Afrika. Sejumlah kecil orang Arab yang datang dari berbagai negeri itu ke Nusantara jarang

yang menetap. Kalaupun menetap mereka segera berbaur dengan orang Arab dari Hadramaut.

Sebagian besar adalah pengembara atau lebih tepat petualang yang dalam waktu singkat

menghilang secepat kedatangan mereka. Lihat L.W.C. van den Berg, ibid., hlm. 20 122

Ibid., hlm. 114-115

Page 60: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

58

Adapun mengenai kedatangan koloni Arab dari Hadramaut ke Indonesia

termasuk Palembang diperkirakan terjadi sejak pertengahan abad ke-13, dan

kebanyakan dari mereka semuanya pria. Kelompok etnis ini pada awalnya

merupakan pedagang sekaligus berdakwah tetapi seiring dengan perjalanan waktu

lama kelamaan mereka menetap dan menikah dengan penduduk setempat.123

Menurut Yahya dalam bukunya Islam di Alam Melayu mengemukakan

bahwa kaum Syed „Alawiyyah di Hadramaut dikatakan mempunyai hubungan

erat dengan keluarga Syed di India. Oleh karena itu, mereka telah menerima

kawangan (hadiah) pada setiap tahun dari India. Jumlah kaum Syed „Alawiyyah

di Hadramaut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah Syed yang lain. Pada

tahun 1707, bilangan Syed „Alawiyyah di Hadramaut berjumlah 2000 orang.

Setelah itu, pada zaman Syed al-Iderus al-Akbar, jumlah ini bertambah menjadi

10.000 orang. Golongan ini mulai berhijrah dari Hadramaut pada abad ke-13.

Pada mulanya mereka pergi ke Afrika dan India setelah itu mereka hijrah ke

Kepulauan Melayu.124

Tarikh awal kedatangan Syed „Alawiyyah ke Kepulauan Melayu menurut

Yahya adalah sekitar abad ke-16, mereka datang melalui India. Tempat pertama

yang mereka singgahi ialah Campa, setelah itu mereka berhijrah ke negeri Cina

kemudian ke Sumatera dan seterusnya ke Semenanjung Tanah Melayu, Borneo

dan Filipina. Kemudian setelah itu datang pula rombongan pendakwah Syed

„Alawiyyah pada sekitar abad ke-17 atau awal abad ke-18. Mengenai kedatangan

123

Raden Ahmad Nur Ali, Permukiman Al-Munawar 13 Ulu Palembang, Laporan

Penelitian, (Palembang: UNSRI, tth.), hlm. 7 124

Mahayudi Haji Yahya, Islam di Alam Melayu, op. cit., hlm. 9

Page 61: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

59

mereka ke Kepulauan Melayu didukung oleh beberapa faktor, diantaranya: faktor

ekonomi, agama dan politik.125

Adapun mengenai pemilihan rute perjalanan mereka melalui India

sebagimana disebutkan di atas, menurut penulis sangatlah beralasan karena kaum

Syed „Alawiyyah di Hadramaut sebelumnya telah mempunyai hubungan erat

dengan keluarga Syed yang berada di India. Sehingga tidaklah mengherankan jika

India menjadi rute awal perjalanan kaum Syed „Alawiyyah hingga mereka tiba di

Campa sebelum berhijrah ke negeri Cina hingga ke Sumatera dan seterusnya ke

Semenanjung Tanah Melayu.

Selain itu juga, menurut Yahya tidak dapat dinafikan bahwa keterlibatan

orang Arab, khususnya yang berasal dari Selatan Semenanjung Arab dengan

perniagaan di rantau Asia Tenggara sudah mulai sebelum kedatangan Islam.

Sejarah telah membuktikan kehandalan orang Arab dalam bidang perdagangan

dan perkapalan.126

Jadi, dapatlah dikatakan bahwa pembawa-pembawa Islam ke

wilayah Asia Tenggara dan sekitarnya telah memanfaatkan rute perjalanan yang

telah ada sebelumnya jauh sebelum kedatangan Islam.

Setelah kelahiran Islam dan kemunculan ahli-ahli tasawuf serta tokoh-

tokoh agama lainnya, kegiatan orang Arab di rantau ini bukan hanya tertumpu

pada bidang ekonomi dan perdagangan semata-mata, sebagaimana yang

diungkapkan oleh sebagian ahli sejarah Barat, para orang Arab itu sangat bergiat

menyebarkan agama Islam.

125

Ibid. hlm. 10 126

Ibid.

Page 62: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

60

Selain faktor-faktor ekonomi dan agama, faktor politik juga telah

memainkan peranan yang amat penting yang menjadi penyebab hijrahnya orang

Arab dan penyebaran Islam di Kepulauan Melayu. Keadaan politik yang tidak

stabil di Hadramaut dan India selepas campur tangan British telah mendorong

kaum Syed „Alawiyyah berpindah ke rantau Asia Tenggara.127

Selain itu juga,

para Syed mengawini puteri-puteri raja, yang pada akhirnya melahirkan golongan

birokrat yang menjadi pelopor agama.128

Selanjutnya pada abad ke-16, rute perdagangan kuno yang memungkinkan

pelayaran langsung antara teluk Persia dan Cina tidak lagi berfungsi.129

Perseteruan antara para pedagang Arab dan Cina tak lagi memungkinkan

mobilitas dalam area aktifitas kompetitor. Akibat dari dilema ini adalah

terbentuknya divisi pelayaran ke dalam tiga rute yang lebih singkat. Barang-

barang dari pantai Arabia dibawa oleh para pedagang Arab ke pelabuhan Cambay

di Gujarat dan diambil oleh pedagang Gujarat yang membawanya ke Malaka.

Selanjutnya, dari Malaka barang-barang tersebut dibawa oleh para pedagang Cina

ke dataran Tiongkok. Perubahan rute perdagangan langsung ini berdampak positif

bagi para pedagang. Selain mempersingkat waktu pelayaran, berarti juga

percepatan dalam pengembalian modal dagang.130

127

Terdapat beberapa negeri di Kepulauan Melayu yang diperintah oleh keturunan

Arab/Syed, yaitu Fhilipina, Indonesia (Pontianak), Borneo dan Semenanjung Malaysia. Lihat:

Mahayudi Haji Yahya, ibid., hlm. 11 128

Ibid. 129

Mengenai rute kuno perdagangan langsung antara Teluk Persia dan Cina, lihat George

F. Hourani, Arab Seafaring (Princeton: Princeton University Press, 1990) dalam L.W.C. van den

Berg, Orang Arab di Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, op. cit.,hlm xxx 130

L.W.C. van den berg, ibid., hlm. xxx. Mengenai sistem perdagangan dan perekonomian

di Samudera Hindia, lihat juga: Geogre F. Chaudhuri, Asia before Europe: Economy and

Civilization of the Indian Ocean from the Rise of Islam to 1750 (Cambrige: Cambrige University

Press, 1990)

Page 63: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

61

Salah satu dampak dari fragmentasi rute perdagangan yang berakhir pada

abad ke-16 adalah munculnya titik-titik penting di pantai Samudra Hindia dalam

bentuk kesultanan yang makmur. Semenjak abad ke-15, beberapa kesultanan

Islam seperti Gujarat dan Malaka mengalami zaman keemasan. Kesultanan-

kesultanan itu juga memiliki pandangan yang kosmopolitan. Guna lebih

meningkatkan reputasi mereka, para sultan mulai mengundang dan membiayai

kehidupan para ulama dari berbagai kawasan di Samudra Hindia, guna mengajar

dan menjaga fungsi hukum Islam.131

Terdapat beberapa faktor yang memfasilitasi kaum Sayid132

Hadramaut

untuk bermukim di banyak kawasan di Samudra Hindia dan memudahkan mereka

menduduki tangga sosial tertentu. Pertama, kemampuan berpergian dimudahkan

oleh jaringan perdagangan. Kedua, hubungan intelektual mereka dengan jaringan

ulama yang menjadikan mereka bagian dari sebuah komunitas intelektual

internasional, sehingga kadar keulamaan mereka mudah dikenali.133

Dalam hal

ini, faktor terpenting adalah keanggotaan mereka dalam madzhab Syafi‟i yang

mendominasi pesisir Samudra Hindia. Ketiga, penguasaan terhadap bahasa dan

sastra Arab menjamin penghormatan para penguasa kepada mereka. Keempat,

131

L.W.C. van den Berg, ibid. 132

Golongan sayid adalah keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. Mereka bergelar

Habīb (jamak: Habāib) dan anak perempuan mereka disebut Habābah. Kata Sayid (jamak: Sādah,

wanita: Syarīfah) hanya digunakan sebagai atribut atau keterangan dan bukan sebagai gelar.

Mengenai golongan Syarif (jamak: Asyrāf), artinya keturunan al-Hasan, cucu Muhammad yang

lain, jarang yang tinggal di Hadarmaut. Sementara itu, golongan Sayid sangat besar anggotanya di

Hadramaut, mereka membentuk kebangsawanan beragama yang sangat dihormati, sehingga secara

moral sangat berpengaruh pada penduduk. Lihat: L.W.C. van den Berg, Orang Arab di Nusantara,

terj. Rahayu Hidayat, op. cit., hlm. 33 133

Para sayid Hadramaut sangat berkelindan dengan para anggota terkemuka dari jaringan

ulama Samudra Hindia. Kenyataan ini dapat dilihat dari berbagai ensiklopedi biografis (tarājim)

dan sejarah para ulama sayid Hadramaut yang memuat daftar nama guru dan murid merka. Lihat

„Alī b. Husain al-‘Attās, Tāj al-A’rās ‘alā Manāqib al-Habīb al-Qutb Salih b. Abd Allāh al-‘Attās

(Kudus: Menara Kudus, 1970) dalam L.W.C. van den Berg, ibid., hlm. xxxi

Page 64: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

62

karakter kosmopolitan dari lokalitas tempat mereka bermigrasi memudahkan

mereka berintegrasi dengan masyarakat tanpa harus dicap sebagai golongan

asing.134

Selain itu, faktor terpenting yang memfasilitasi proses integrasi Kaum

Sayid Hadramaut di kawasan Samudra Hindia, terlebih lagi di Nusantara menurut

van den Berg135

adalah karena mereka dianggap sebagai keturunan dan pewaris

Nabi. Silsilah merupakan hal yang sangat penting bagi para penguasa Melayu.

Sebagai bagian dari justifikasi kekuasaan, para Sultan Melayu mengaku sebagai

keturunan Iskandar Zulkarnain, tokoh dari kitab suci al-Qur‟an yang biasa

disamakan dengan Aleksander Agung.

Dari beberapa uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang

memfasilitasi Kaum Sayid Hadramaut untuk datang ke Nusantara dan pada

akhirnya memilih untuk menetap, diantaranya: kemampuan mereka berpergian

dimudahkan oleh jaringan perdagangan yang telah ada sebelumnya, memiliki

hubungan intelektual dengan jaringan ulama internasional, keanggotaan mereka

dalam mazhab Syafi‟I, memiliki kemampuan dalam berbahasa Arab, wilayah

yang mereka datangi memiliki karakter kosmopolitas sehingga mudahkan untuk

beradaptasi, dan yang terpenting dari itu semua adalah mereka dianggap sebagai

keturunan dan pewaris Nabi sehingga mereka mendapat kedudukan sosial yang

tinggi.

134

Istilah ini digunakan oleh sejarahwan Anthony Reid, lihat Anthony Reid, Southeast

Asia in the Age of Commerce 1450-1680 (New Haven: Yale University Press, 1993) dalam Van

den Berg, ibid., hlm. xxxii 135

Ibid., hlm. xxxii

Page 65: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

63

Selain itu juga, struktur kekerabatan antara para sayid Hadramaut dan

penguasa lokal ditopang oleh sistem perdagangan dan pelayaran.136

Pada

pertengahan abad ke-18, perdagangan antar lokalitas di kawasan Nusantara

mencapai tingkat yang cukup hebat, walaupun disaat yang sama VOC berada

diambang kebangkrutan. Dalam konteks inilah, komunitas Hadramaut memainkan

peran penting dalam penyediaan jasa pelayaran yang membentuk pilar penting

dalam aktivitas perekonomian mereka hingga dekade 1870-an.

Antara tahun 1774-1777, komunitas Hadramuat (yang hanya merupakan

2% dari jumlah kapten kapal di pelabuhan-pelabuhan Jawa) mengoperasikan

kapal besar yang melayani jangkauan lebih luas dari kompetitor mereka, kecuali

VOC. Walaupun pada pertengahan dekade 1750-an, komunitas Hadramaut hanya

mengkhususkan pelayanan perkapalan pada rute Jawa sampai Palembang hingga

Malaka dengan rata-rata kapal berbobot 50 ton, tahun 1818 membawa perubahan

signifikan. Pada tahun tersebut, pemerintah kolonial merestriksi pelayaran di

perairan Nusantara dan hanya memperbolehkan beroperasinya kapal-kapal yang

dimiliki oleh kawula pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan ini meningkatkan

posisi para pemilik kapal Hadramaut melebihi kompetitor mereka.

Jika pada 1820, komunitas Hadramuat memiliki 22% dari kapal-kapal

yang didaftarkan ke pemerintah, pada tahun 1850, jumlahnya telah melebihi 50%.

Jasa pelayaran ini dengan berat kapal antara 150 hingga 500 ton, kemudian

menghubungkan pelabuhan-pelabuhan kolonial dengan kawasan lainnya. Di

pelabuhan-pelabuhan lokal, para pemilik kapal belatarbelakang Sayid Hadramaut

136

Ahmed Ibrahim Abushouk & Hassan Ahmed Ibrahim (ed. ) The Hadrami Diaspora in

Southeast Asia: Identity Maintenance or Assimilation? (Leiden: Brill, 2009), hlm. 135-158

Page 66: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

64

diberikan bebas fiskal sebagai bentuk penghormatan terhadap silsilah mereka.

Sehingga menurut penelitian Van den Berg137

, pada abad ke-18 orang Arab

Hadramaut mulai datang secara masal ke Nusantara. Tempat mereka singgah

yang pertama adalah Aceh, dari Aceh mereka lebih memilih pergi ke Palembang

dan Pontianak. Sehingga tidaklah heran jumlah orang Arab di Palembang

menduduki urutan ke dua setelah Aceh. Pada tahun 1885, jumlah orang Arab di

tiap keresidenan Palembang mencapai 2.125 orang sedangkan di Aceh berjumlah

2.848 orang. Namun, masa keemasan aktivitas pelayaran Hadramaut harus

berakhir pada 1888, pada saat pemerintah kolonial ingin menghancurkan

kompetitor dalam jasa palayaran dan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij)

hampir memonopoli jasa pelayaran.

Arus migrasi dari Hadramaut ke Asia Tenggara sudah mencapai

Palembang sejak triwulan terakhir abad ke-18. Perkembangan ekonomi

kesultanan pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Bahauddin (1775-1804),

yang ditopang oleh maju pesatnya tambang timah di Pulau Bangka dan ekspor

Lada dari pedalaman Palembang, menjadikan Palembang pelabuhan yang menarik

sebagai tempat tinggal pedagang dari seberang lautan. Akibatnya, pada akhir

zaman kesultanan, jumlah orang Arab yang` menetap di Palembang telah

mencapai jumlah 500 orang lebih.138

Di pelabuhan Palembang, pendatang Arab

sebagai mitra baru dalam perdagangan dan mendapat fasilitas istimewa dari sultan

Palembang, yang antara lain memperbolehkan pedagang Arab untuk membangun

137Ibid., hlm. 100

138J.J. van Sevenhoven „Beschrijving van de hoofplaats Palembang‟ dalam:

Verhandelingen van BataviaaschGenootshap van Kunsten en Watenschappen (1823), hlm.75

Page 67: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

65

gudang mereka di darat.139

Selain itu, di lingkungan keraton, orang Arab dari

Hadramaut mempunyai kedudukan khusus. Orang Belanda yang pernah

mengunjungi keraton Palembang menyaksikan, bahwa jika pembesar kerajaan

menghadap raja, mereka harus menyembah sampai menyentuh lantai, sedangkan

orang Arab boleh duduk di kursi di sisi sultan. Juga dalam segi hukum orang Arab

hampir kebal hukum, mereka jarang dituntut atau dihukum.140

Pada zaman kesultanan Palembang Darussalam kelompok etnis Arab

dianggap sebagai seorang pedagang dan ahli agama. Selain itu, etnis Arab juga

memiliki hubungan erat dengan kesultanan Palembang Darussalam. Hal ini dapat

dibuktikan dengan peninggalan arkeologi yang berupa makam, baik itu makam

Sultan Palembang maupun para bangsawan kesultanan yang selalu didampingi

oleh makam ulama yang merupakan guru agama Sultan dan kerabat-kerabat

139

Peraturan ini telah memberikan keungulan pedagang Arab atas pedagang Cina, yang

hanya memiliki gudang di atas rakit terapung di sungai Musi. Hai ini menurut van Sevenhoven

merupakan diskriminasi terhadap orang Cina yang dilakukan dengan sengaja untuk memperlemah

kedudukan mereka terhadap penguasa Palembang, yang setiap saat dapat memaksa para pedagang

Cina untuk “secara sukarela memasok” istana. Seandainya menolak, rakit para pedagang yang

bersangkutan didorong ke hilir sungai untuk selanjutnya dibakar. Gudang orang Arab dibangun di

darat, tidak terancam politik dagang ini, karena jika membakar gudang orang Arab berarti

membakar habis kampung yang dibangun disekitarnya. Lihat van Sevenhoven, ibid., hlm. 75 140

Adanya hak istimewa tersebut tidak berarti bahwa hubungan antara penguasa politik

dengan pedagang Arab tanpa komplikasi. Meskipun hubungannya saling menguntungkan, tetap

ada kekhawatiran di pihak kraton atas aspirasi politik orang Arab. Rasa takut ini dikobarkan lebih

lanjut oleh ambisi politik pedagang Arab di keraton Jambi, dan dinasti baru yang terbentuk di

Pontianak dan Siak atas usaha pendatang baru dari Hadramaut. Oleh karena itu, sebagai

pengamanan, pedagang Arab dilarang meninggalkan kota Palembang untuk pergi ke pedalaman.

Rasa takut kepada orang Arab bukan tanpa dasar, ketika dalam konflik antara tahun 1818-1819,

masyarakat Hadramaut di Palembang berpihak kepada putra mahkota Ahmad Najamuddin

melawan kekuasaan raja yang berkuasa, Mahmud Badaruddin. Hubungan yang kurang mesra ini,

kemudian melahirkan konflik yang terbuka tahun 1821. Ketika armada Belanda mendekati

Palembang, Sultan Mahmud Badaruddin memerintahkan untuk mengumpulkan semua wanita

Arab sebagai sandera di dalam keraton. Walaupun Sultan Mahmud Badaruddin akhirnya

membatalkan keputusannya, hubungan terganggu begitu rupa, sehingga ketika Belanda akhirnya

mendarat di dekat kampung Arab di sisi ilir kota, dari pihak Arab sama sekali tidak melakukan

tindakan apapun. Sikap ragu-ragu demikian selama pembelaan kota, sesudah penyerahan

kekuasaan Palembang, kemudian dibalas dengan dibakarnya sebagian Kampung Arab oleh orang

Palembang. Lihat: Woelders, Het sultanaat Palembang 1811-1825, (Den Haag, 1975), hlm. 258.

Lihat juga: Jeroen Peeters, Kaum Tuo-Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,

(Jakarta: INIS, 1997), hlm. 15.

Page 68: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

66

kesultanan.141

Selain makam, kelompok etnis Arab berperan sebagai juru tulis

naskah atau kitab-kitab Agama Islam.142

Setelah beralihnya kekuasaan kepada pemerintah kolonial Belanda, pada

awal-awal pemerintahan sangat mengganggu perkembangan ekonomi koloni

Arab, andil pedagang Hadramaut dalam armada niaga di Palembang masih sangat

kecil. Hanya tiga pemilik kapal Arab di pelabuhan Palembang yang tercatat dalam

almanak pemerintah Hindia-Belanda pada tahun 30-an. Tetapi setelah berdirinya

Pax Neerlandica sesudah tahun 1840, jumlah pemilik kapal Arab mengalami

kenaikan bersamaan andil mereka dalam seluruh armada niaga di Palembang.

Zaman kemakmuran untuk koloni Hadramaut di Palembang terjadi pada

dasawarsa antara tahun 1840 dan 1880. Pada pertengahan abad ke-19, tercatat

sebagai pemilik kapal yang terkaya adalah Pangeran Syarif Ali bin Abubakar bin

Saleh dari marga Syechbubakar. Ayahnya berasal dari Hadramaut akhirnya

menetap di Palembang, dan menikah dengan wanita keturunan ningrat. Pada

tahun 1833, putra yang lahir dari perkawinan ini menjadi bintang keluarga,

diangkat menjadi pemimpin koloni Arab oleh penguasa kolonial. Dengan

memanfaatkan hubungan baiknya dengan Belanda, Syrif Ali berhasil membangun

suatu jaringan dagang yang luas hingga ke pedalaman Palembang. Pada saat yang

bersamaan, beliau juga dengan cepat memperluas armada naiaganya di pelabuhan

Palembang, hingga pada pertengahan abad ke-19, setengah dari seluruh armada

Arab merupakan miliknya. Meskipun kekududukannya ini sempat terancam

141

Jeroen Peeters, Kaum Tuo-Kaum Mudo, Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,

(Jakarta: INIS, 1997), hlm. 15 142

Raden Ahmad Nur Ali, dkk., Permukiman Al-Munawar 13 Ulu Palembang, Laporan

Penelitian, op.cit., hlm. 20

Page 69: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

67

sekitar tahun 1860-an, Pangeran Ali tetap menguasai sebagian besar perdagangan

di pelabuhan Palembang sampai beliau meninggal pada tahun 1870-an. Di

samping Syechbubakar, pemilik kapal lainnya berasal dari marga Alkaf,

Barakkah, Assegaf, Syihab, Almunawwar dan Alhabsyi. Biasanya mereka

memiliki satu atau dua kapal pelayaran saja. Secara keseluruhan, masyarakat

dagang yang berasal dari Hadramaut pada pertengahan abad ke-19, tidak kurang

dari 20 saudagar besar dan hampir 150 pedagang menengah.143

Armada niaga terdiri dari barkas,144

kapal layar bertiang dua dan

sekunar,145

para saudagar Arab berhasil menguasai perdagangan impor dan ekspor

di pelabuhan Palembang. Pertumbuhan ekonomi yang pesat juga berpengaruh atas

besarnya koloni Arab di Palembang, yang hingga pertengahan abad ke-19 masih

menarik kedatangan migran baru. Dengan adanya ekspansi pada tahun 1885,

masyarakat Arab yang berasal dari Hadramaut berjumlah lebih dari 2.000 orang,

menjadi koloni terbesar kedua di Hindia-Belanda setelah Aceh.146

Lalu lintas dagang antar pulau sebagian besar berada di tangan pemilik

kapal dari Hadramaut. Dalam perjalanan mereka di seberang laut, pedagang ini

menjual produk Palembang, dan sebaliknya membawa barang yang mempunyai

pasar di Palembang. Berupa tembikar, rempah-rempah, arloji, berbagai barang

dari baja, besi atau tembaga dan sebagainya. Pedagang Arab ini juga membeli

143

ARNAS (Arsip Nasional), Laporan Politik 1855: lampiran 144

Barkas adalah kapal api kecil. Lihat: KBBI Online dikembangkan oleh Ebta Setiawan

@ 2010-2017 Databese utama merupakan hak cipta Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa,

Kemdikbud (Pusat Bahasa) 145

Sekunar adalah kapal layar bertiang dua yang terbuat dari kayu, bertutup yang

digunakan untuk mengangkut orang, barang dan ikan. Lihat: Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), (2008) 146

L.W.C. van den Berg, Orang Arab di Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, op. cit.,

hlm.108

Page 70: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

68

persediaan dari kapal-kapal Arab yang sedang singgah di Palembang. Pada

mulanya, jalur perdagangan ini hanya ditujukan ke Jawa. Orang Arab memelihara

hubungan dengan pelabuhan terpenting di pantai Jawa, seperti Batavia, Cirebon,

Pekalongan, Gresik dan Surabaya, dan dari sana diimpor tekstil dan barang besi

buatan Jawa dan menjadikan Palembang sebagai pelabuhan pangkalan. Lama

kelamaan, sesudah Singapura didirikan tahun 1819, terbentuk pula lalu lintas

pelayaran yang intensif dengan pusat perniagaan baru ini. Di pelabuhan

Singapura, masyarakat niaga Hadramaut yang kecil, sangat memainkan peranan

penting. Singapura penting karena memberikan sambungan lalu lintas dagang

internasional. Melalui pelabuhan ini, jaringan niaga orang Hadramaut mencapai

Cina di Timur, ke India, Teluk Parsi dan Laut Merah di barat.147

Orang Hadramaut selama abad ke-19 mencoba untuk mengubah laba

materiil yang diperoleh dari hasil perdagangan menjadi sebuah prestise sosial.

Dengan makin dikuasainya kehidupan sosial Palembang oleh masyarakat Arab,

secara berangsur-angsur mendesak kaum ningrat Palembang dari puncak piramida

sosial. Hal tersebut dapat dilihat dari aspek-aspek berikut ini:

Pertama, dapat dilihat dari pemukiman orang Arab Hadramaut di

Palembang menunjukkan sejumlah sifat yang mencolok. Berbeda dengan kota-

kota besar di Jawa, orang Arab telah disediakan perkampungan khusus bagi orang

Arab. Mereka tidak boleh tinggal di luar dari kampung ini, sehingga biasanya

dalam sebuah perkampungan terbentuk sebuah pemusatan migran Arab148

. Akan

147

Jeroen Peeters, Kaum Tuo-Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,

op. cit., hlm. 17 148

Menurut Joseph Conrad dalam L.W.C. van den Berg, Orang Arab di Nusantara, terj.

Rahayu Hidayat, op. cit,, hlm. xI mengemukakan bahwa pada 1886, pemerintah kolonial akhirnya

Page 71: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

69

tetapi, di Palembang menunjukkan hal sebaliknya dari pola umum ini. Sketsa

Palembang dari tahun 1821, yang disimpan di koleksi KITLV, menyebutkan dua

kampung Arab, baik di Ilir maupun di Ulu Sungai Musi masyarakat Arab

selanjutnya menyebar ke kampung-kampung yang lain di kota Palembang.

Perluasan ruang ini akhirnya membentang dari kampung 7 Ulu hingga 16 Ulu di

tepi selatan, dan dari kampung 8 Ilir hingga 15 Ilir di tepi utara sungai Musi.149

Hal ini menunjukkan bahwa Masyarakaat Arab di Palembang lebih memiliki

keluasaan untuk bermukim dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia.

Wilayah-wilayah kampung Arab di Palembang dikuasai oleh saudagar

Arab yang kaya. Dengan meningkatnya kekuatan ekonomi mereka, para saudagar

Arab membangun rumah besar yang terbuat dari kayu Tembesu dan besi serta

dilengkapi dengan atap genting yang besar. Kebanyakan rumah mereka berbentuk

Rumah Limas dengan nilai antara Nlg. 10.000 sampai Nlg. 30.000. Dahulu

pembangunan rumah seperti itu merupakan hak istimewa para priayi. Adapun

yang terkaya di antara para saudagar Arab bahkan membangun rumah dari batu150

,

yang ketika zaman kesultanan merupakan hak istimewa para sultan Palembang.151

memberlakukan sistem perkampungan dan kartu tanda jalan (wijkenstelsel & passenstelsel) yang

berarti bangsa Timur Asing seperti komunitas Tionghoa dan Hadramaut diharuskan untuk tinggal

di kampung terpisah dari penduduk pribumi dan diharuskan membawa kartu tanda jalan jika ingin

keluar dari kawasannya. Kebijakan pengampungan dan pemisahan inilah yang akhirnya

mengganggu proses asimilasi antara komunitas Hadramaut dan penduduk pribumi. Pemerintah

kolonial, melalui pandangan rasialisnya, sangat membenci kultur hibrida, karena kultur tersebut

menantang dilienasi ras dan kultur yang lebih mudah dipahami. Dari mulai tahun 1835, pemerintah

kolonial telah melihat adanya tendensi bercampur baur (laten amalgameren) antara bangsa Timur

Jauh dan penduduk Pribumi sehingga diperlukan solusi hukum untuk membendungnya. 149

KITLV, koleksi peta: K26 784- 784B, H54 1596 dalam Jeroen Peeters, Kaum Tuo-

Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-1942, op. cit., hlm. 17 150

Contoh Rumah Batu masih dapat dijumpai di perkampungan Arab al-Munawwar yang

berada di Kelurahan 13 Ulu Kecamatan Seberang Ulu II kota Palembang 151

J.J. van Sevenhoven „Beschrijving van de hoofplaats Palembang‟ dalam:

Verhandelingen van BataviaaschGenootshap van Kunsten en Watenschappen (1823), hlm. 57-58.

Lihat juga: Jeroen Peeters, ibid., hlm. 18

Page 72: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

70

Rumah orang Arab biasanya membentuk kompleks keluarga, yang

berkelompok di sekitar kediaman “pater familias” (kepala keluarga besar)152

.

Dengan ini kewilayahan menjadi salah satu prinsip penataan kehidupan kota;

setiap marga Hadramaut mengawasi wilayahnya sendiri. Seperti marga al-

Munawwar tinggal di 13 Ulu, Assegaf di 16 Ulu dan Almesawa di 14 Ulu,

sedangkan di sebelah Ilir marga Alhabsyi memiliki markas besar di 8 Ilir, Barkah

di 7 Ulu, Aljufri di 15 Ulu dan Alkaf di 8 Ilir dan 10 Ulu. Tujuh keluarga

terkemuka ini pada paruh kedua abad ke-19, bersama-sama membentuk elite kota

Palembang.153

Pada umumnya orang Arab yang setelah menetap dan memperoleh

kekayaan di Palembang, sedikit sekali pulang kembali ke Hadramaut, mereka

memilih menetap di Palembang. Mereka tidak lagi mencintai tanah airnya karena

telah menetap lama di luar negeri. Seringkali mereka meninggalkan tanah air

ketika masih muda dan dalam keadaaan miskin. Ketika menjadi kaya, mereka

berada dalam kedudukan yang semu. Orang Arab yang telah lama menetap di luar

negeri dan hidup makmur seringkali bertingkah laku yang bertentangan dengan

selera orang Hadramaut. Mereka sudah mengenyam rasa puas yang tidak

dirasakan di negerinya. Alasan terakhir, di Nusantara khusunya di Palembang ada

orang-orang Arab, bahkan yang terhormat, yang telah melakukan pelanggaran di

152

Sebagai contoh komplek perkampungan Arab al-Munawwar memiliki 10 rumah

dengan penghuni sebesar 34 KK serta memiliki sebuah bangunan religi berupa satu buah masjid

yang terletak di tepi Sungai Musi. Lihat: Hasil penelitian Aryandini Novita, Pemukiman Kelompok

Etnis Arab: Sejarah Perkembangan Permukiman Kota Palembang Pasca Masa Sriwijaya,

(Palembang: Balai Arkeologi, 2006), hlm. 16 153

Jeroen Peeters, ibid., hlm. 18. Lihat juga: L.W.C. van den Berg, Orang Arab di

Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, op. cit., hlm. 109

Page 73: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

71

Hadramaut sehingga tidak berani kembali ke sana. Namun, harus diakui bahwa

golongan terakhir ini sangatlah kecil sekali.154

Di Palembang khususnya dan Nusantara umumnya jarang ditemui orang

Arab yang sama sekali tidak meminati perdagangan. Mereka bersama orang Cina,

membentuk apa yang disebut dalam bahasa perdagangan “tangan kedua”, artinya

mereka memberi barang dalam jumlah besar saat perdagangan besar Eropa untuk

kemudian menjualnya secara eceran, baik secara langsung maupun melalui orang

lain. Meskipun demikian, secara keseluruhan, usaha orang Cina jauh lebih besar

daripada orang Arab dan bahkan tampaknya mereka lebih memiliki jiwa dagang.

Yang pasti, di wilayah-wilayah tempat kedua bangsa itu bersaing, wilayah Cina

pada umumnya tampak makmur, sedangkan wilayah Arab tidak. Bahkan

pedagang Eropa lazimnya lebih suka berhubungan dagang dengan bangsa Cina

daripada dengan mereka. Namun terdapat pengucualian, di Palembang dan

Pekalongan, orang Arab begitu mendominasi dengan modal mereka sehingga

hampir seluruh wilayah Cina kurang lebih tergantung pada mereka. Di kedua kota

itu mereka memasok sebagian besar pedagang Cina, baik modal yang dibutuhkan

untuk berusaha, maupun barang dagangan yang kemudian oleh orang Cina dijual

eceran.

Dengan demikian, kemakmuran jelas lebih tampak di wilayah Arab

daripada di wilayah Cina. Laporan terakhir dari Surabaya dan Padang menyatakan

154

L.W.C. van den Berg, Orang Arab di Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, op. cit,, hlm.

121

Page 74: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

72

bahwa orang Arab meski mereka tidak kaya sakalipun, lebih mendapatkan

kepercayaan dalam berdagang dengan orang Eropa daripada orang Cina. 155

Komoditi utama dalam perdagangan Arab adalah cita katun (bazz) dan

katun India (qumāsy) yang diimpor dari Eropa. Perdagangan cita itu jauh

melampaui perdagangan komuditi lain yang dilakukan oleh pedagang Arab. Di

mana-mana terdapat terdapat perdagangan cita sedangkan komuditi lain hanya ada

di beberapa tempat. Komoditi yang menduduki yang duduki peringkat kedua

adalah berlian dan batu permata lainnya. Barang berharga itu tidak dijajahkan

seperti halnya cita katun dan katun India, pembelinya pun dari golongan yang

lebih terhormat atau dari golongan ekonomi kuat. Peringkat ketiga diduduki oleh

beraneka komoditi impor dari Eropa, barang-barang dari emas dan perak, arloji,

makanan yang diawetkan, barang-barang dari logam, senjata, sutra, tembikar,

gerendel dan berbagai barang dari baja, besi, atau tembaga, rempah-rempah,

cerutu, minyak tanah dan sebagainya. Hanya perdagangan anggur dan minuman

beralkohol lainnya yang tampaknya tidak dikenal bangsa Arab. Suatu ciri khas

dalam pergangan eceran, hampir disetiap tempat, orang Arab tidak mempunyai

seorang pun pelanggan Eropa. Hanya perdagangan permata saja yang merupakan

pengecualian.156

Selain perdagangan, pelayaran patut pula disebutkan sebagai sarana

kehidupan bangsa Arab. Sangat sedikit orang Arab menjadi kelasi. Nakhoda

(nawkhadsā), mualim (mu’llim) dan kerani (krānī) kapal-kapal besar memang

orang Arab, namun awak yang selebihnya terdiri dari pelaut pribumi. Jarang di

155

Ibid., hlm. 121 156

Ibid., hlm. 131

Page 75: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

73

jumpai nakhoda Arab yang tidak menjalankan kapal rekan sebangsanya dan

jarang pula kapal Arab yang dijalankan oleh nahkoda berkebangsaan lain. Sejak

lama pelayaran merupakan pekerjaan pilihan orang Arab di Nusantara. Hal

tersebut menurut van den Berg cukup mengherankan, karena sebagian besar dari

mereka tidak pernah melihat laut sebelum keluar dari tanah airnya. Pada awal

abad ke-19, ketika terjadi perpindahan bangsa Arab secara besar-besaran,

pelayaran bahkan merupakan sumber utama dari pembangunan koloni Arab,

khususnya di Palembang, Pontianak dan Gersik.157

Pelayaran Arab mencapai masa gemilang antara tahun 1845-1855. Dalam

periode itulah hampir semua pengusaha pelayaran memperoleh keuntungan yang

sangat besar, namun setelah itu mulai mundur karena perkembangan pelayaran

dengan kapal api di Nusantara yang menjadi pesaing tak sebanding bagi pelayaran

dengan kapal layar. Di Palembang khususnya, persaingan itu terasa sekali. 35

tahun sebelumnya bangsa Arab masih memiliki 60 kapal layar besar buatan Eropa

namun setelah itu mereka hanya memiliki 22 buah. Pelayaran dengan kapal api

dikuasai oleh Eropa. Baru tahun-tahun terkahir ini orang Arab dan Cina mulai

turut ambil bagian, namun masih dalam skala yang sangat kecil. Di Palembang,

hanya terdapat seorang Arab yang memiliki kapal api (bābūr atau markab ad-

durkhān).158

Di bidang profesi liberal, di Palembang terdapat 20 orang pengusaha Arab.

Mereka merupakan ancaman bagi para pelanggannya yang seluruhnya pribumi,

karena mereka bertugas mempertahankan berbagai perkara yang paling muskil di

157

Ibid., hlm. 133 158

Ibid., hlm. 134

Page 76: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

74

pengadilan. Di Palembang, ditempat tinggal sebagian besar orang Arab, mereka

mendirikan semacam kantor pengacara yang sama sekali tidak tehormat di mata

pemerintah Belanda.159

Di dalam pertikaian antara pemerintah Belanda dan para priagung

Pribumi, orang Arab Hadramaut hampir selalu memihak orang Eropa, atau paling

tidak bersikap netral. Di Palembang, selama lebih dari setengah abad, kedudukan

diberikan kepada koloni Arab di Palembang ditempati keluarga Syekh Abū Bakr.

Dua anggota keluarganya telah memperoleh gelar pangeran dan bintang jasa dari

pemerintah Belanda, karena telah membuktikan kesetiaan mereka dan berjasa

menyelesaikan keresahan politik yang beberapa kali melanda Palembang.160

Di Palembang, bangsa Arab mendominasi dengan modal mereka, yang

lima per enamnya milik Arab campuran. Mengenai orang Arab kelahiran

Hadramaut, hubungan mereka dengan Arab campuran terjalin dengan baik. Arab

campuran lebih tinggi secara sosial dan intelektual. Adapun yang dimaksud

dengan Arab campuran adalah mereka yang berasal dari Mesir, Hijaz, Turki, Arab

Saudi dan lain-lain.161

Sampai dengan tahun 1920-an, tinggal dua perusahaan milik kelompok

keturunan Arab yang masih bertahan, yakni Firma Assegaf dan Firma Alimoenar.

Kedua perusahaan ini bergerak dalam distributor bahan-bahan bangunan, terutama

kayu untuk kebutuhan perusahaan kayu di kota Palembang serta memenuhi

159

Ibid., hlm. 137 160

Hanya ada seorang Arab yang memainkan peranan dalam keresahan politik yang

terakhir yang dihasut oleh para keturunan Sultan Palembang. Ia adalah Arab campuran yang

sudah berasimilasi dengan Pribumi dan yang garis ibu dan neneknya merupan anggota keluarga

sultan. Lihat: van den berg, ibid., hlm. 163 161

Ibid., hlm. 137

Page 77: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

75

permintaan kayu perusahaan milik orang Eropa yang beroperasi di daerah

pedalaman. Mereka juga mengirimkan kayu ke negara-negara Timur Tengah

melalui KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij-Perusahaan Palayaran

Belanda). Ada dua nama yang diperhitungkan pada masa ini, yakni Said Alwi

Sheik Assegaf serta Syeikh Shabab. Assegaf merupakan pengusaha keturunan

Arab di Palembang yang sukses mengelola usaha penggilingan padi, pabrik es

(sampai sekarang pabrik es masih ada) dan perkayuan. Sedangkan Shabab

merupakan seorang arsitek yang terkenal pada masanya, dialah yang merancang

pembangunan Pasar 16 Ilir dan pemukiman Belanda di Talang Semut

Palembang.162

Dalam bidang tarekat, menurut Jeroen Peeters, kalangan Alawiyin tidak

menikmati popularitas besar dan juga di Hadramaut. Pendapat tersebut berbeda

dengan yang dikemukakan oleh Haji Yahya, yang mengatakan bahwa kaum Syed

„Alawiyyah mempunyai pengaruh besar dan kemasyuran di kalangan pembawa

Islam ke Alam Melayu. Kemasyuran mereka ini adalah berpuncak pada ilmu

agama khususnya ilmu kebatinan atau ahli tasawuf163

. Introduksi mistik Islam di

Hadramaut menyebabkan berdirinya tarekat khas di kalangan Sayid, bernama

tarekat Alawiyah164

.

Tarekat „Alawiyyah seperti tarekat-tarekat yang lain pada dasarnya

berlandaskan al-Qur‟an dan hadits. Tetapi, perbedaannya ialah tarekat „Alawiyah

162

Mestika Zed, Kepialangan Politik dan Revolusi, Palembang 1990-1950, op. cit., hlm.

227-228 163

Mahayudin Haji Yahya, Islam di Alam Melayu, op. cit., hlm. 8 164

Tokoh-tokoh Agama atau ahli-ahli tasawuf „Alawiyyah mempunyai gelar yang khusus

menurut tingkatannya seperti „Syeikh, „Naqib, „Awliya‟ dan yang paling tinggi martabatnya

bergelar „Qutb‟. Lihat: Mahayudin Haji Yahya, ibid.

Page 78: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

76

lebih banyak menekankan ajaran-ajaran yang dibawa nenek moyang mereka di

Hadramaut, oleh sebab itu lebih bercorak konservatif.165

Sesuai dengan organisasi

keluarga Ba‟Alawi, tarekat ini mempunyai cabang lain, seperti Alaydrusiyah,

Alatasiyah dan Alhadadiyah. Para Alawiyin biasanya lebih suka bergabung

dengan tarekat Alawiyah. Oleh karena itu, tarekat ini memperoleh sifat khusus,

dan mencerminkan kebutuhan di kalangan Sayid untuk memisahkan diri dari

golongan awam.

Petunjuk awal penyebaran tarekat ini di Palembang menurut Drewes

dalam Jeroen Peeters166

dijumpai dalam bentuk naskah berbahasa Melayu,

berjudul Sabil al-hidayah wa al-rasyad. Karya Sayid Ahmad bin Hasan bin

Abdullah Alhadad ini mengandung penjelasan tentang ratib Alhadad, gubahan

imam Abdullah Alhadad, pendiri tarekat dengan nama sama. Sesuai dengan sifat

umum mistik di Hadramaut sebagaimana diungkapkan di atas, Alhadadiyah tidak

ditandai dengan spekulasi teoretis, namun oleh amalan-amalan yang rumit, dalam

bentuk latihan ratib dan zikir. Tiap malam, antara shalat Magrib dan Isya‟,

penduduk kampung Arab berkumpul untuk ikut dalam latihan ritual ratib

Alhadad. Juga di tempat lain di Palembang, praktek ini diterima dikalangan

penduduk pribumi.167

Sifat eksklusif tarekat Alawiyah mencegah Sayid untuk berperan dalam

penyebaran tarekat lain. Sehingga, di Palembang vakum spiritual ini selanjutnya

165

Lahir di Tarim pada 5 Sapar 1044 H (1634 M), sesudah meninggal pada tahun 112 H

(1719 M), imam Abdullah Alhadad tumbuh menjadi tokoh terpenting di bidang misitk di

Hadramaut. Dari sana reputasinya sebagai penulis dan penyair karya saleh disebarluaskan ke Asia

Tenggara. Lihat: Jeroen Peeters, Kaum Tuo-Kaum Mudo: Perubahan Religius di Palembang 1821-

1942, op. cit., hlm. 23 166

Ibid., hlm. 23 167

Abubakar Atjeh 1980:337-389 dalam Jeroen Peeters, ibid., hlm. 23

Page 79: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

77

diisi oleh tarekat Sammaniyah. Nama tarekat ini berasal dari nama pendirinya

Syekh Muhammad Abdulkarim Samman.168

168

Beliau lahir di Medinah tahun 1132 H./1719 M., ia didik ayahnya, soerang ulama

terkemuka. Setelah tidak lama tinggal di Mesir, ia kembali ke kota kelahirannya pada tahun 1760-

an berhasil membangun reputaisnya sebagai ahli mistik. Sesudah Syekh Muhammad Samman

wafat pada tahun 1189H/1775M, Sammaniyyah terus menyebar ke Mesir dan Sudan. Kearah timur

Sammaniyah juga dibawa ke Sumatera dan Semenanjung Melayu oleh para Jemaah haji. Juru

dakwah pertama Sammaniyah, di antara koloni Jawa di Mekah, ialah Abdassamad al-Palimbani.

Lihat: Jeroen Peeters, ibid.

Page 80: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

78

BAB V

PENUTUP

Hubungan Palembang dengan Timur Tengah sudah terjalin jauh sebelum

kedatangan Islam dan terus berlanjut pasca kedatangan Islam, bahkan pada

puncaknya terbentukya kerajaan Islam atau yang dikenal dengan sebutan

Kesultanan Palembang Darussalam.

Faktor-faktor yang memfasilitasi Kaum Sayid Hadramaut untuk datang ke

Nusantara dan pada akhirnya memilih untuk menetap, diantaranya: kemampuan

mereka berpergian dimudahkan oleh jaringan perdagangan yang telah ada

sebelumnya, memiliki hubungan intelektual dengan jaringan ulama internasional,

keanggotaan mereka dalam mazhab Syafi‟I, memiliki kemampuan dalam

berbahasa Arab, wilayah yang mereka datangi memiliki karakter kosmopolitas

sehingga mudahkan untuk beradaptasi, dan yang terpenting dari itu semua adalah

mereka dianggap sebagai keturunan dan pewaris Nabi sehingga mereka mendapat

kedudukan sosial yang tinggi.

Page 81: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

79

DAFTAR PUSTAKA

Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII

dan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia,

(Bandung: Mizan, 1994)

K.H.O. Gadjahnata, Masuk dan Berkembangnya Islam di Sumatera Selatan, (Jakarta: UI

Press, 1986)

Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-kota Muslim di Indonesia:

dari Abad XIII sampai XVIII Masehi, (Kudus: Menara Kudus, 2000)

.

Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III, (Jakarta:

Balai Pustaka, 2010), hlm. 44-45

Dokumen Kecamatan Seberang Ulu II dalam angkan 2016

Dennis Wrong (Ed.), Max Weber: Sebuah Khazanah, Penerjemah dan Penyunting: A.

Asnawi, Penerbit: Ikon Teralitera, Yogyakarta, 2003

Tim Prima Pena, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Gitamedia Press,

Hamid Darmadi, Dimensi-dimensi Metode Penelitian Pendidikan dan Sosial, (Bandung:

Alfabeta, 2013),

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2010),

Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Srasin, 1996),

Margareth M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, terj. Yasogama, (Yogyakarta: Yayasan

Solidaritas Gadjah Mada dan CV. Rajawali Jakarta, 1987)

Broom, Bonjean dan Broom, A Core Text with Adopted Readings, (California:

Wadsworth Publishing Company, A Division of Wadsworth, Inc., Belmont,

1990),

Sunyoto Usman, Sosiologi: Sejarah, Teori dan Metodologi, (Yogyakarta: Cired, 2004),

Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,

(Bandung: Alfabeta, 2013)

Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),

Mestika Zed, Kepialangan Politik dan Revolusi Palembang 1900-1950, (Jakarta: LP3ES,

2003

Page 82: LAPORAN PENELITIAN SEJARAH KEDATANGGAN ARAB …repository.um-palembang.ac.id/id/eprint/16082/1/Penelitian_Dr. Apria… · Al-„Aziz (99-102 H / 717-20 M).3 Uka Tjandrasasmita, pakar

80

Djohan Hanafiah, Melayu-Jawa, Citra Budaya dan Sejarah Palembang, (Jakarta:

Rajagrafindo Persada, 1995),

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Indonesia Kontemporer, Edisi kedua, (Jakarta:

Modern English Press, 1995), 854

Retno Purwanti, Komunitas Arab Palembang dalam Perspektif Arkeo-Historis, (tt.

(belum diterbitkan)

M. Chatib Quzwain, Mengenal Allah: Suatu Studi Mengenai Ajaran Tasawuf Syaikh

‘Abdus-Samad Al-Palimbani, (Jakarta: Bulan Bintang, 1985),

Zulkifli, Ulama Sumatera Selatan: Pemikiran dan Peranannya dalam Lintasan Sejarah,

(Palembang: Penerbit Universitas Sriwijaya, 1999)

Ismail, Madrasah dan Pergolakan Sosial Politik di Keresidenan Palembang, 1925-1942,

(Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta, 2014),

Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, (Jakarta:

UI Press, 1984

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010

Raden Ahmad Nur Ali, dkk., Permukiman Al-Munawar 13 Ulu Palembang, Laporan

Penelitian, (Palembang: Fakultas Teknik Program Studi Arsitektur Universitas

Sriwijaya, tth.)

Mahayudi Haji Yahya, Islam di Alam Melayu, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan

Pustaka, 1998),

L.W.C. van den Berg, Orang Arab di Nusantara, terj. Rahayu Hidayat, (Jakarta:

Komunitas Bambu, 2010)

Raden Ahmad Nur Ali, Permukiman Al-Munawar 13 Ulu Palembang, Laporan

Penelitian, (Palembang: UNSRI, tth.) \

Ahmed Ibrahim Abushouk & Hassan Ahmed Ibrahim (ed. ) The Hadrami Diaspora in

Southeast Asia: Identity Maintenance or Assimilation? (Leiden: Brill, 2009),

J.J. van Sevenhoven „Beschrijving van de hoofplaats Palembang‟ dalam: Verhandelingen

van BataviaaschGenootshap van Kunsten en Watenschappen (1823)

Jeroen Peeters, Kaum Tuo-Kaum Mudo, Perubahan Religius di Palembang 1821-1942,

(Jakarta: INIS, 1997)

ARNAS (Arsip Nasional), Laporan Politik 1855: lampiran

Aryandini Novita, Pemukiman Kelompok Etnis Arab: Sejarah Perkembangan

Permukiman Kota Palembang Pasca Masa Sriwijaya, (Palembang: Balai Arkeologi,

2006), hlm. 16