18
PRAKTIKUM PENGALENGAN BAHAN PANGAN HEWANI A. PRINSIP Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet B. TUJUAN 1. Mampu menganalisis kualitas fisik dan organoleptik hasil pengalengan hewani 2. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan pangan hewani dalam proses pengalengan C. TINJAUAN PUSTAKA Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa. Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan. Itulah sebabnya makanan

Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

PRAKTIKUM PENGALENGAN BAHAN PANGAN HEWANI

A. PRINSIP

Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas

biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet

B. TUJUAN

1. Mampu menganalisis kualitas fisik dan organoleptik hasil pengalengan hewani

2. Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas bahan pangan hewani

dalam proses pengalengan

C. TINJAUAN PUSTAKA

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak

secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam

suatu wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua

mikroba patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis

memungkinkan makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan

akibat oksidasi, atau perubahan cita rasa.

Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan

sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang

bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan.

Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera

setelah proses pengalengan selesai.

Dalam industri pengalengan makanan, yang diterapkan adalah sterilisasi komersial

(commercial sterility). Artinya, walaupun produk tersebut tidak 100 persen steril, tetap

cukup bebas dari bakteri pembusuk dan patogen (penyebab penyakit), sehingga tahan

untuk disimpan selama satu tahun atau lebih dalam keadaan yang masih layak untuk

dikonsumsi.

Page 2: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Secara umum proses pengalengan ikan dalam skala industri umumnya dilakukan melalui

beberapa tahap. Tahapan itu, meliputi pemilihan bahan baku, penyiangan, pencucian,

penggaraman, pengisian bahan baku, pemasakan awal (precooking), penirisan, pengisian

medium pengalengan, penghampaan udara, penutupan kaleng, pemasakan (retorting),

pendinginan, dan pemberian label.

Pada prinsipnya hampir semua produk asal laut dapat dikalengkan, seperti teripang, cumi-

cumi, kerang, kepiting, ubur-ubur, udang, berbagai jenis ikan, dan sebagainya. Hanya

saja, pada umumnya ikanlah yang paling banyak dikalengkan. Beberapa jenis ikan yang

biasa dikalengkan adalah cakalang, tuna, lemuru, sardin, salmon, kembung, banyar,

kenyar, bengkunis, corengan, tembang, layang, bentong, dan juhi.

Keuntungan utama penggunaan kaleng sebagai wadah bahan pangan adalah: 

a. Kaleng dapat menjaga bahan pangan yang ada di dalamnya. Makanan yang ada di

dalam wadah yang tertutup secara hermetis dapat dijaga terhadap kontaminasi oleh

mikroba, serangga, atau bahan asing lain yang mungkin dapat menyebabkan

kebusukan atau penyimpangan penampakan dan cita rasanya.

b. Kaleng dapat juga menjaga bahan pangan terhadap perubahan kadar air yang tidak

diinginkan.

c. Kaleng dapat menjaga bahan pangan terhadap penyerapan oksigen, gas-gas lain, bau-

bauan, dan partikel-partikel radioaktif yang terdapat di atmosfer.

d. Untuk bahan pangan berwarna yang peka terhadap reaksi fotokimia, kaleng dapat

menjaga terhadap cahaya. 

Di antara bakteri-bakteri yang berhubungan dengan pengalengan ikan, Clostridium

botulinum adalah yang paling berbahaya. Bakteri tersebut dapat menghasilkan racun

botulin dan membentuk spora yang tahan panas. Pemanasan selama empat menit pada

suhu 120 derajat C atau 10 menit pada suhu 115 derajat C sudah cukup untuk membunuh

semua strain C. botulinum (A-C). Karena sifatnya yang tahan panas, jika proses

pengalengan dilakukan secara tidak benar, bakteri tersebut dapat aktif kembali selama

penyimpanan.

Dalam proses biasanya dilakukan penambahan medium pengalengan. Di Indonesia,

dikenal tiga macam medium pengalengan, yaitu larutan garam (brine), minyak atau

minyak yang ditambah dengan cabai dan bumbu lainnya, serta saus tomat. Penambahan

Page 3: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

medium bertujuan untuk memberikan penampilan dan rasa yang spesifik pada produk

akhir, sebagai media pengantar panas sehingga memperpendek waktu proses,

mendapatkan derajat keasaman yang lebih tinggi, dan mengurangi terjadinya karat pada

bagian dalam kaleng.

Apabila menginginkan produk yang siap olah, pilihlah yang bermedia saus tomat. Bila

ingin mengolah produk dalam kaleng lebih lanjut, produk berlarutan garam atau minyak

nabati dapat dipilih.

Beberapa hal yang menyebabkan awetnya ikan dalam kaleng adalah:

1. Ikan yang digunakan telah melewati tahap seleksi, sehingga mutu dan kesegarannya

dijamin masih baik.

2. Ikan tersebut telah melalui proses penyiangan, sehingga terhindar dari sumber

mikroba kontaminan, yaitu yang terdapat pada isi perut dan insang.

3. Pemanasan telah cukup untuk membunuh mikroba pembusuk dan penyebab penyakit.

4. Ikan termasuk ke dalam makanan golongan berasam rendah, yaitu mempunyai kisaran

pH 5,6 - 6,5. Adanya medium pengalengan dapat meningkatkan derajat keasaman

(menurunkan pH), sehingga produk dalam kaleng menjadi awet. Pada tingkat

keasaman yang tinggi (di bawab pH 4,6), Clostridium botulinum tidak dapat tumbuh.

5. Penutupan kaleng dilakukan secara rapat hermetis, yaitu rapat sempurna sehingga

tidak dapat dilalui oleh gas, mikroba, udara, uap air, dan kontaminan lainnya. Dengan

demikian, produk dalam kaleng menjadi lebih awet.

Satu hal yang harus diingat adalah bahwa pemanasan tidak dapat membunuh semua

mikroba, khususnya thermofilik (tahan terhadap panas). Mikroba tahan panas tersebut

tidak akan tumbuh pada kondisi penyimpanan yang normal. Apabila penyimpanan

dilakukan pada ruang yang bersuhu cukup tinggi atau terkena cahaya matahari langsung,

mikroba tahan panas tersebut akan aktif kembali dan merusak produk.

Penyimpanan produk harus dilakukan pada suhu yang cukup rendah, seperti pada suhu

kamar normal dengan kelembaban rendah. Akan menjadi lebih baik lagi bila disimpan

pada lemari pendingin.

Page 4: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Kondisi penyimpanan sangat berpengaruh terhadap mutu ikan dalam kaleng. Suhu yang

terlalu tinggi dapat meningkatkan kerusakan cita rasa, warna, tekstur, dan vitamin yang

dikandung oleh bahan akibat terjadinya reaksi-reaksi kimia.

Pengalengan merupakan suatu Clotridium botulinum pengolahan makanan dimana

produk dikemas dalam kaleng dengan tujuan untuk meningkatkan daya simpan produk

tersebut. Peningkatan daya simpan terjadi karena dalam pengolahan menggunakan suhu

tinggi dan sistem pengemasan yang kedap udara.

Mekanisme Pengalengan

Pengalengan bahan pangan pada prinsipnya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu :

1. Bahan pangan dikemas dulu secara hermetis, baru kemudian dipanaskan.

2. Bahan pangan dipanaskan lebih dahulu baru dikemas (dipak) secara hermetis baik

setelah dingin maupun panas. Penggunaan kemasan secara dingin itu sering disebut

sebagai pengalengan aseptis.

Penutupan Kaleng

Mesin penutup kaleng memiliki empat bagian penting yang berhubungan langsung

dengan proses penutupan. Keempat bagian itu adalah:

1. Seaming Chuck

Merupakan bagian yang berbentuk lempeng atau piringan bulat yang ukurannya tepat

seperti tutup kaleng (memiliki ukuran yang sama seperti bagian counter sink). Adapun

fungsi seaming chuck ini adalah untuk menahan kaleng body agar tidak meleset pada

operasi penutupan oleh rol pertama dan kedua.

2. Can Lifter Plate

Merupakan lempengan bulat yang menyangga kaleng dari bawah sehingga bagian atas

kaleng menempel pada seaming chuck dan tepat berada pada posisi operasi rol

pertama dan kedua.

3. First Operation Seaming Roll

Pada alat penutup kaleng double seamer, proses penutupan kaleng yang sebenarnya

dilakukan oleh dua pasang rol yang posisinya saling bersilangan. Rol pertama ini ada

dua (sepasang) yang posisinya adalah saling diagonal. Rol pertama memiliki lekukan

yang lebih dalam dan lebar yang berfungsi untuk membentuk keliman awal.

Page 5: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

4. Second operation seaming roll

Ini adalah rol kedua yang berfungsi untuk menyempurnakan hasil dari rol pertama.

Rol kedua ini memiliki lekukan yang dangkal dan sempit sehingga menghasilkan

keliman ganda yang lebih rapat.

Pada prinsipnya operasi penutupan kaleng dilakukan sebagai berikut:

Kaleng diletakkan tepat ditengah-tengah lifter, pada saat pedal ditekan lifter akan naik

sehingga kaleng melekat pada seaming chuck, yang mana pada seaming chuck telah

terdapat tutup kaleng. Rol pertama mulai bekerja, sambil berputar rol pertama akan

mendekati posisi tutup kaleng. Karena lekukan pada rol pertama, maka tutup kaleng akan

melipat ke bawah. Keliman pertama terbentuk. Setelah rol pertama mengelilingi seluruh

bagian tutup kaleng maka rol pertama akan menjauhi tutup kaleng.

Setelah itu rol kedua yang berputar akan mendekati tutup yang telah dilipat oleh rol

pertama tadi, karena lekukanya lebih sempit dan dangkal maka keliman yang terbentuk

oleh rol kedua ini akan lebih rapat.

Setelah rol kedua menyelesaikan tugasnya maka akan segera menjauhi chuck dan lifter

bersama kaleng yang telah tertutup akan turun, dan selesailah operasi penutupan kaleng

tersebut. Seluruh operasi penutupan kaleng memerlukan waktu sekitar 10 detik.

D. ALAT DAN BAHAN

Alat Bahan Ikan Kaleng Bahan Daging Rawon Kaleng Pisau Stainless Steel Baskom/panci Sendok Timbangan pH meter Thermometer Can Flanger Autoclave/Retort Water bath Kompor Brix Refraktometer Gelas ukur

Ikan segar Saos tomat Bumbu

Daging segar Bumbu rawon

Page 6: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

E. PROSEDUR

a. Persiapan Bahan

1. Pisahkan daging dari lemak, tulang rawan dan tulang. Kemudian cuci dengan air

sampai bersih. Daging yang berukuran besar kemudian dipotong-potong dadu

dengan ukuran yang seragam

2. Ikan dipisahkan dari bagian kepala, sisik, isi perut, dan bagian-bagian yang tidak

dimakan. Lalu dipotong-potong sesuai dengan ukuran kaleng.

b. Persiapan medium

1. Medium pengalengan daging : medium dibuat dari bumbu rawon yang dimasukan

kedalam air mendidih

2. Medium pengalengan ikan : medium dibuat dari saus tomat, tepung jagung, dan

bumbu lainnya yang direbus sampai mendidih

c. Proses setelah pengisian

1. Kaleng dan tutupnya dibersihkan dengan air panas sampai bersih

2. Potongan daging atau ikan dimasukan kedalam kaleng (sisakan untuk medium &

head space)

3. Medium larutan gula dimasukan kedalam kaleng yang sudah berisi potongan

buah-buahan sampai 0,25-0,50 inch (sebagai head space) dari permukaan

4. Lakukan exhausting pada kaleng dalam keadaan terbuka pada Water Bath

mendidih (sampai bagian tengah kaleng mencapai suhu 85oC) atau dengan uap

panas selama 5-10 menit

5. Proses penutupan kaleng dilakukan secara hermitis dengan Double Seamer.

6. Processing dalam retort atau autoclave pada suhu 121oC selama 30-90 menit

7. Setelah processing, kaleng didinginkan dalam air mengalir

8. Kaleng dibersihkan dari sisa-sisa air dan simpan hasil pengalengan pada suhu

kamar dan suhu 40-50oC selama 1 minggu

F. DATA PENGAMATAN

1. Pengamatan Setelah Prosesing

Pengamatan Kaleng Pada Saat Pendinginan

No Produk Tenggelam

Mengambang Menggelembung

1 Sarden 15 - -2 Rawon 5 - 9

Page 7: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Pengamatan Warna, Rasa dan Aroma

No Produk Warna Rasa Aroma Tekstur1 Sarden Baik Baik Baik Duri belum lunak2 Rawon Baik Baik Baik Daging kurang empuk

2. Pengamatan Setelah Penyimpanan Satu Minggu

Pengamatan Kaleng Setelah Penyimpanan

No Produk Baik Rusak1 Sarden 15 -2 Rawon 5 9

Pengamatan Warna, Rasa dan Aroma

No Produk

Warna Rasa Aroma Tekstur

1 Sarden Baik Baik Baik Baik tetapi Duri belum lunak2 Rawon Baik Baik Baik Daging kurang empuk

G. PEMBAHASAN

Seperti halnya pengalengan bahan pangan nabati, pengalengan bahan pangan hewani juga

dilakukan dengan prosedur yang sama. Perbedaan yang cukup signifikan tentu saja dari

bahan dasar yang dipergunakan, pada pengalengan bahan pangan hewani ini bahan baku

yang dipergunakan adalah daging yang diolah menjadi rawon, dan ikan yang diolah

menjadi ikan kaleng (lebih dikenal dengan nama “sarden”).

Pengalengan bahan pangan hewani memerlukan perlakuan pendahuluan yang cukup

penting yang berbeda dengan pengalengan nabati, yaitu penghilangan kulit dan bagian

yang tidak dimakan (dressing dan trimming).

Daging dan ikan yang dipergunakan memiliki kualitas yang baik, untuk daging yang akan

dipergunakan sebaiknya tidak berlemak, sedangkan untuk ikan sebaiknya segar dan utuh.

Dressing dan trimming-nya disesuaikan dengan bahan yang dipersiapkan. Pada persiapan

daging, pemotongan menjadi bagian yang lebih kecil disesuaikan dengan ukuran kaleng.

Page 8: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Untuk bagian tulang, lemak dan sisa potongan daging lainnya dapat dipergunakan untuk

membuat medium pengisi kaleng atau lebih dikenal dengan nama Broth

Untuk bahan ikan yang akan dikalengkan, ikan dibersihkan dan bagian kepala, sisik, isi

perut dan bagian lain yang tak dapat dimakan dibuang. Perendaman dengan air bersih

dapat menghilangkan darah lebih efektif tetapi memiliki kecenderungan melunakkan

daging ikan bila tidak digunakan air garam. Setelah dicuci bersih, ikan kemudian

dipotong sesuai dengan ukuran kaleng.

Komoditas daging dan ikan termasuk bahan pangan low acid. Biasanya perlakuan panas

untuk bahan pangan low acid dirancang untuk menginaktifkan sejumlah besar spora

Clostridium botulinum. Proses sterilisasi komersial dilakukan melalui pemanasan pada

suhu tinggi. Karena tujuan sterilisasi adalah untuk membunuh semua sel vegetatif dan

semua spora bakteri, maka bahan pangan berasam rendah yang disterilisasi komersial

membutuhkan suhu proses yang tinggi.

Daging dan ikan adalah komoditas yang kaya akan nutrisi sehingga merupakan substrat

yang baik bagi pertumbuhan mikroba, oleh karena itu dalam praktikum ini ditekankan

aspek aseptis dalam setiap tahapan pengerjaan. Penilaian keamanan pangan hasil

pengolahan panas pada makanan kaleng secara umum harus memperhatikan hal berikut:

(1) pengetahuan tentang resistensi mikroba paling tahan panas yang mampu

menyebabkan pembusukan, dan (2) pengetahuan tentang kecepatan penetrasi panas ke

dalam titik dalam wadah yang paling lambat menerima panas.

Mikroba memiliki ketahanan panas yang berbeda-beda. Spora bakteri umumnya

mempunyai ketahanan panas yang lebih tinggi daripada sel vegetatifnya. Karena itulah,

proses pemanasan pada sterilisasi komersial bertujuan untuk menginaktifkan spora

bakteri, terutama spora bakteri patogen yang tahan panas.

Ketahanan panas mikroba tergantung pada sejumlah faktor yang harus dipertimbangkan

dengan matang. Ada tiga kategori yang berhubungan dengan faktor-faktor ini, yaitu;

1. karakteristik pertumbuhan mikroba

2. sifat makanan dimana mikroba ini dipanaskan

3. jenis makanan dimana mikroba yang telah dipanaskan ini dibiarkan tumbuh.

Page 9: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Titik penetrasi panas yang paling lambat dalam kaeng menurut Buckle (1987) adalah

pada titik di atas pusat geometris untuk produk padat. Sedangkan untuk produk cair

terletak pada ± 1/6 hingga 1/3 tinggi kaleng. Kecepatan penetrasi panas dalam makanan

kaleng diitentukan oleh :

Ukuran (rasio luas permukaan dengan volume), sifat asal dan komposisi wadah.

Konsistensi produk (rasio padatan dengan cairan)

Suhu retorr dan suhu awal makanan

Rotasi atau agitasi kaleng

Isi dan ukuran head space

Metode pengisian

Letak kaleng dalam autoclave

Metode operasi autoclave

Proses steriliasi perlu dikendalikan dengan baik karena bila tidak terkontrol dengan baik,

pemanasan yang berlebihan dapat merusak mutu organoleptik dan gizi produk pangan

tersebut. Produk pangan yang telah mengalami sterilisasi seharusnya dikemas dengan

kemasan yang kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi.

Produksi pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esensial yaitu:

1. Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan

waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komersial telah

tercapai.

2. Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan

menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas,

alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbulnya

rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan

Kondisi pengemasan kedap udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen)

yang rendah, sehingga mikroorganisme yang bersifat obligat aerob tidak akan mampu

tumbuh pada produk pangan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah

mikroorganisme (terutama spora) yang bersifat fakultatif atau obligat anaerob yang jika

tidak diperhatikan dengan seksama akan mampu menyebabkan terjadinya kebusukan.

Dengan demikian, suatu produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila:

Page 10: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

1. produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 100oC

2. bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun

3. bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan normal dapat

menyebabkan kebusukan

4. awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi)

Golongan bahan pangan low acid membutuhkan sterilisasi pada tekanan uap air tertentu.

Hal ini karena sterilisasi pada titik didih tidak pernah berhasil. Suhu yang dibutuhkan

untuk sterilisasi bahan pangan low acid minimal 240oF atau 116oC.

Pada saat praktikum proses sterilisasi untuk daging menggunakan suhu 121oC dan

tekanan 1,05 bar. Sedangkan ikan menggunakan suhu 116oC tekanan 0,8 bar. Waktu dan

suhu yang diperlukan proses sterilisasi tergantung pada konsistensi atau ukuran

partikelnya, derajat keasaman isi kaleng, ukuran head space, besar dan ukuran kaleng,

kemurnian uap air (steam) yang digunakan, dan kecepatan perambatan panas.

Suhu awal kaleng harus berada di atas 60°C. Hal ini dikarenakan pada suhu di bawah

60°C dikhawatirkan terjadi pertumbuhan mikroba, baik mikroba mesofilik maupun

termofilik yang tumbuh pada kisaran suhu 37-55°C. Dengan demikian jika suhu 60oC

tidak tercapai maka akan menambah jumlah awal mikroba yang akan berpangaruh

terhadap keberhasilan proses sterilisasi.

Bila kondisi tetap dipertahankan pada standar yang ditetapkan, maka kemungkinan

terjadi under process, yaitu proses tidak cukup membunuh mikroba patogen dan

pembusuk yang ada. Sedangkan bila kondisi dirubah untuk menyesuaikan dengan

jumlah mikroba awal, maka akan terjadi overprocess, yaitu proses berlebihan yang akan

menyebabkan kerusakan bahan yang disterilisasi.

Sebelum sterilisasi dimulai, terdapat udara dalam jumlah yang banyak dalam autoclave.

Autoclave horizontal dengan muatan penuh kaleng masih terdapat sekitar 70 – 80%

ruangan yang masih dipenuhi udara. Sedangkan untuk autoclave vertikal bermuatan

penuh, biasanya lebih dari 60% ruangan terisi oleh udara. Karena itu penting sekali

Page 11: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

membuang udara sebelum proses uap berlangsung, karena dengan adanya udara maka

proses penetrasi panas dapat terhambat.

Coming up Time adalah waktu yang diperlukan untuk menaikkan suhu retort sampai

mencapai suhu proses yang dikehendaki. Dengan demikian CUT dihitung dari mulai saat

pertama autoklaf dibuka sampai akhirnya mencapai suhu yang dikehendaki. Dari

pengalaman empiris, diketahui bahwa hanya 40% dari CUT mempunyai efek letal yang

signifikan bagi tercapainya sterilitas. Semakin cepat CUT maka suhu proses akan

semakin tinggi dan waktu proses yang dibutuhkan untuk mencapai suhu tersebut akan

semakin cepat sehingga dapat menghemat energi yang digunakan pada proses pemanasan

tersebut. Waktu CUT yang tercapai pada praktikum ini adalah 19 menit untuk daging.

Semakin lama suhu CUT, maka waktu sterilisasi pun akan berkurang menurut persamaan

berikut

Koreksiwaktu=waktusterilisasi−(0,4 x CUT )

Khusus untuk daging dan ikan waktu sterilisasi akan langsung mempengaruhi mutu

organoleptik produk yang dihasilkan. Waktu sterilisasi yang terlalu pendek menyebabkan

daging masih alot akan tetapi terlalu lama akan menyebabkan daging rapuh. Begitupun

pada ikan. Waktu sterilisasi yang terlalu singkat menyebabkan duri masih keras.

Setelah prosedur sterilisasi, kaleng harus didinginkan sesegera mungkin untuk

menghindari over cooking. Kemasan kaleng dapat didinginkan dengan pendinginan

udara maupun dalam air mengalir. Apabila menggunakan air, maka kebersihan air harus

diperhatikan. Karena air yang kotor dapat menyebabkan pembusukan atau kerusakan isi

kaleng dan dapat menyebabkan korosi pada bagian luar kaleng.

Hasil praktikum menunjukkan bahwa mutu daging dan ikan dalam kaleng belum banyak

berubah selama penyimpanan 1 minggu. Hanya saja diketahui bahwa tekstur daging yang

masih agak alot. Hal ini seperti dijelaskan sebelumnya diakibatkan oleh waktu sterilisasi

yang masih terlalu singkat akibat waktu CUT yang lama. Oleh karena itu sebaiknya

autoclave yang akan digunakan telah dipanaskan terlebih dahulu sebelum proses

steriliasi dimulai. Mutu organoleptik ikan hasil praktikum pun tidak jauh berbeda. Duri

yang terdapat pada ikan belum sepenuhnya lunak.

Page 12: Laporan Pengalengan Bahan Pangan Hewani

Terlepas dari mutu organoleptik yang dihasilkan, secara umum praktikum pengalengan

bahan pangan hewani ini lebih baik jika dibandingkan dengan pengalengan bahan

pangan nabati dari praktikum sebelumnya. Hal ini ditandai tidak terdapat kaleng yang

mengambang namun terdapat 9 buah kaleng yeng menggelembung dan dinyatakan rusak.

H. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa tahapan kritis dalam pengalengan daging

dan ikan terletak antara pengaturan waktu akibat koreksi waktu CUT. Apabila waktu

terlalu lama maupun terlalu singkat akan mempengaruhi mutu organoleptik produk

secara langsung. Meskipun demikian tidak banyak kaleng yang mengambang setelah

pendinginan. Hal ini menunjukkan bahwa pengaturan head space telah jauh lebih

seragam dibandingkan praktikum sebelumnya.

1. Daftar Pustaka

Buckle, et al. 1987. Ilmu Pangan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Dwiari, S.R. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah

Menengah Kejuruan Departemen Pendidikan Nasional.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit Gramedia.