Upload
lamhuong
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
PENGUJIAN PENGARUH BLEACHING TERHADAP KERTAS DI ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2014
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Undang-Undang No. 43 tentang Kearsipan memberikan amanat kepada
lembaga kearsipan baik lembaga kearsipan nasional maupun lembaga kearsipan
daerah dan perguruan tinggi negeri untuk melakukan preservasi arsip statis
sehingga keselamatan dan kelestarian arsip tetap terjaga. Kegiatan preservasi ini
merupakan sebuah upaya untuk meminimalkan kerusakan yang pasti akan
terjadi pada bahan penyusun arsip statis. Kegiatan preservasi dilakukan melalui
tindakan pencegahan dan perbaikan. Tindakan perbaikan atau kuratif merupakan
tindakan yang bersifat perbaikan/perawatan terhadap arsip yang mulai/sudah rusak
atau kondisinya memburuk, sehingga dapat memperpanjang usia arsip.
Bleaching merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menghilangkan noda dan
warna kuning kecoklatan yang terjadi karena pengaruh faktor kimia, biota, dan
kelembaban udara (Henry et al, 1989). Istilah bleaching tidak begitu dikenal di
dunia kearsipan tetapi istilah ini lebih dikenal di perpustakaan karena kegiatan
bleaching banyak dilakukan untuk memperbaiki bahan pustaka.
Pada tahun anggaran 2014 ini, Subdit Instalasi Laboratorium
melakukan Pengujian Arsip dan Bahan Kearsipan. Salah satu pengujian yang
dilakukan adalah Pengujian Pengaruh Bleaching terhadap Kertas. Dalam
melakukan restorasi harus memperhatikan pengaruh penggunaan bahan kimia
yang digunakan untuk memperbaiki fisik arsip, sehingga diusahakan tidak
merusak kertas diantaranya bahan kimia yang digunakan adalah bahan kimia
untuk bleaching/pemutih. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengujian untuk
melihat sejauh mana efek bleaching ini terhadap arsip kertas. Pengujian ini tidak
dapat dilakukan langsung terhadap arsip dikarenakan arsip tidak boleh dirusak
sehingga pengujian dilakukan terhadap kertas sebagai bahan penyusun arsip.
2
B. Dasar Pelaksanaan
1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang
Kearsipan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
3. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 03
Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Arsip Nasional
Republik Indonesia sebagaimana telah diubah dua kali terakhir
dengan Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor
05 Tahun 2010.
4. Peraturan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia Nomor 12
Tahun 2005 tentang Penyempurnaan Pedoman Penyusunan
Penyajian Laporan di Lingkungan Arsip Nasional Republik
Indonesia.
5. Surat Perintah Direktur Preservasi Arsip Nomor: KN
04.03/551/2014 tanggal 8 April 2014 tentang pelaksanaan Magang
Proses Bleaching.
C. Tujuan dan Sasaran
Tujuan dilaksanakannya kegiatan Pengujian Pengaruh Bleaching
terhadap Kertas adalah untuk mengetahui pengaruh bahan-bahan kimia
yang digunakan dalam bleaching terhadap perubahan sifat kimia dan fisik
kertas dengan parameter pengamatan visual, pH, ketahanan sobek, dan
ketahanan lipat.
Adapun sasarannya adalah dengan diketahuinya pengaruh bleaching
terhadap kertas maka akan dapat digunakan sebagai acuan untuk
menentukan apakah kegiatan bleaching dapat dilakukan terhadap arsip atau
tidak. Selain itu adalah untuk menjamin keselamatan arsip sebagai bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
3
D. Ruang Lingkup
1. Waktu dan Tempat
Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama 9 bulan, dari bulan April
hingga Desember 2014 di Subdit. Instalasi Laboratorium dan Subdit.
Restorasi Arsip.
2. Pelaksana
Pelaksana keanggotaan tim kerja pengujian adalah :
1) Yanah Suryanah : Ketua (Kasubdit Instalasi Laboratorium)
2) Sari Hasanah : Koordinator (Peneliti)
3) Roby Syafurjaya : Anggota (Analis Laboratorium)
4) Sugiyo : Anggota (Arsiparis)
5) Isro Aliudin : Anggota (Penata Restorasi Arkon)
3. Lingkup Kegiatan
Lingkup kegiatan ini meliputi : magang di Perpustakaan Nasional RI
(PNRI) dan pengujian pengaruh bleaching terhadap kertas di Arsip
Nasional RI (ANRI).
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Proses Bleaching
Bleaching telah lama digunakan selama bertahun-tahun untuk
menghilangkan noda. Proses ini berbahaya bagi kertas jika klorin atau bahan
pemutih lainnya tidak dihilangkan sepenuhnya. Selain berbahaya bagi kertas
bleaching juga dapat merusak tinta tulisan. Proses ini tidak menambah
kekuatan kertas tetapi hanya memperbaiki penampilan kertas (Hummel, JR.
dan Barrow).
Menurut Henry et al, 1989 tujuan kegiatan bleaching adalah untuk
menghilangkan noda dan warna kuning kecoklatan yang terjadi karena
pengaruh faktor kimia, biota dan kelembaban udara. Terdapat beberapa bahan
kimia yang digunakan dalam proses bleaching (Henry et al, 1989), yaitu:
4
1. Bahan pemutih pengoksidasi
Bahan pemutih pengoksidasi adalah bahan kimia yang dapat meningkatkan
keadaan oksidasi zat warna/stain dan penyangga sehingga meningkatkan
kelarutan zat warna dan mengurangi intensitas warna. Tingkat keasaman
dari pemutih memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap proses kerja
dan juga terhadap efek fisik dan kimia perlakuan terhadap objek.
Contoh bahan kimia yang termasuk bahan pemutih pengoksidasi adalah :
- Hidrogen peroksida
- Hipoklorit (kalsium dan natrium hipoklorit)
- Kloramin-T
- Klorindioksida
- Kalium permanganat
2. Anti klor (disebut juga eliminator pemutih)
Anti klor merupakan istilah yang diaplikasikan untuk bahan kimia yang
biasanya digunakan untuk menghilangkan bahan pemutih setelah
perlakuan. Biasanya merupakan agen pereduksi dan digunakan hanya
dengan bahan pemutih pengoksidasi. Contoh bahan kimia yang termasuk
anti klor adalah :
- Borohidrat
- Natrium formaldehid sulfoxylat
- Natrium sulfit
- Natrium tiosulfat
3. Bahan pemutih pereduksi
Bahan pereduksi bekerja dengan cara mengurangi noda secara kimia
dan/atau oksidasi pada selulosa sehingga membuatnya menjadi berkurang
warnanya dan/atau menambah kelarutan.
Contoh bahan kimia yang termasuk bahan pemutih pereduksi adalah :
- Borohidrat (natrium borohidrat, tetrametil amonium borohidrat,
tetraetil amonium borohidrat)
- Natrium ditionit
- Kloramin-T
5
- Klorin dioksida
- Kalium permanganat
4. Cahaya
- Cahaya alami
Digunakan untuk bleaching kertas di abad 18 dan abad 19. Perlakuan
dapat dilakukan secara aqueous dan non-aqueous. Dalam perlakuan,
digunakan filter ultraviolet. Dapat digunakan untuk berbagai jenis
stain.
- Cahaya buatan
Cahaya meliputi GE spectra tubes (40-100 watts), sylvania cool light,
Norelco daylight; tungsten dan sumber halogen.
Bahan kimia yang digunakan untuk bleaching kertas adalah
chloramine T, sodium chloride-chlorine, kalium permanganat, hipoklorit dan
hidrogen peroksida. Dalam proses pembuatan kertas, untuk menghilangkan
bahan-bahan berwarna yang tidak diinginkan, maka bubur kertas dimurnikan
dahulu dengan hipoklorit, klordioksida, dan hidrogen peroksida.
Adapun bahan kimia pemutih yang biasa digunakan dalam konservasi
tekstil adalah :
1. Klorida: kalsium hipoklorit/natrium hipoklorit
2. Hipoklorit telah lama digunakan sebagai pemutih sejak tahun 1700an.
Hipoklorit temasuk bahan pemutih pengoksidasi. Bahan ini jarang
digunakan dan jika digunakan untuk konservasi tekstil. Klorit merupakan
komponen favorit yang digunakan secara komersial karena bekerja secara
cepat dan memberikan warna putih yang sangat cerah. Bahan kimia ini
dapat bereaksi dengan senyawa fenol yang sering ditemukan di dye.
3. Peroksida : hidrogen peroksida, natrium perborat
Peroksida merupakan bahan pemutih pengoksidasi. Radikal bebas yang ada
di molekul cenderung untuk mengoksidasi grup karbonil yang berwarna
menjadi grup karboksil yang transparan. Mekanisme radikal ini adalah
salah satu reaksi utama yang ditemukan di degradasi tekstil sehingga
peroksida berbahaya bagi tekstil. Kelebihan dalam menggunakan peroksida
6
adalah mudah cepat menguap sehingga pada umumnya tidak meninggalkan
residu. Kekurangannya adalah diantaranya bersifat eksplosif sehingga
memerlukan penanganan yang hati-hati.
4. Sulfit : natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium tiosulfat, natrium
ditionit (hidrosulfit)
Natrium bisulfit, natrium metabisulfit, natrium tiosulfat adalah bahan
pemutih pereduksi. Bahan kimia ini susah dihilangkan dalam serat. Bahan
ini jarang digunakan dalam konservasi tekstil.
5. Cahaya Ultraviolet
Cahaya khususnya ultra violet dengan panjang gelombang yang panjang
merupakan sumber energi yang sangat kuat. Energi ini adalah sumber
utama kerusakan kain.
B. Kertas
Kertas dapat dibuat dari serat hewan (wol, bulu binatang, rambut,
sutra), serat mineral (asbestos), sintetik (rayon, nilon, glass) dan bahkan
keramik, stainless steel, dan bahan metal lainnya, tetapi normalnya dibuat dari
serat tanaman (cotton, esparto, jerami, kayu, flax, rami/hemp, bamboo, goni/jute
dan banyak lainnya). Sel serat tanaman kaya akan selulosa yang merupakan
komposisi utama kertas. Selulosa, senyawa berwarna putih yang tidak larut
dalam air dan memiliki kekuatan tarik yang tinggi, terdiri dari hidrogen,
karbon, dan oksigen. Komposisi lain dari serat tanaman adalah gula, starch,
karbohidrat dan lignin. Lignin, asam organik yang sangat komplek yang
mengelilingi dan mengisi serat di beberapa tanaman, mudah diserang oleh
bahan pengoksidasi. Sifat lignin ini mempengaruhi industri pembuatan kertas
dan sudut pandang konservasi.
Serat-serat yang berasal dari kayu, esparto, merang mengandung zat-
zat lain selain selulosa seperti lignin dan wax, oleh karena itu memerlukan
proses kimia untuk memurnikannya. Proses tersebut menghasilkan serat yang
jauh lebih pendek dari pada serat kapas dan linen, tetapi cukup panjang untuk
membuat kertas. Lignin yang tidak dihilangkan dalam proses pembuatan
kertas, mengakibatkan kertas menjadi coklat dan merupakan sumber keasaman
7
pada kertas. Dengan adanya lignin ini industri pembuatan pembuatan kertas
melakukan proses pemutihan bubur kertas menggunakan kimia pemutih atau
bleach, yang tujuan utamanya khusus untuk membuat kertas cetak atau kertas
budaya (http://kertas grafis.com, 2005).
Kekuatan dari lembaran kertas ditentukan oleh kekuatan seratnya dan
tingkat fabrilation (penenunan). Serat selulosa di kertas dapat terkena
kerusakan karena proses oksidasi, asam, basa, dan paparan cahaya baik
matahari atau buatan (Cunha, 1971). Kerusakan ini akan menyebabkan
perubahan kimia dan fisik yang tidak hanya mempengaruhi karakter kertas
tetapi juga proses penuaan/aging. Selulosa murni lebih stabil dari bahan yang
tidak murni.
III PELAKSANAAN
A. Magang di Perpustakaan Nasional RI
Dalam rangka peningkatan kualitas preservasi arsip dan penyediaan
sumber daya di bidang pengujian laboratorium ANRI mengadakan
Magang Proses Bleaching pada instansi yang sudah rutin melakukan
bleaching yaitu Perpustakaan Nasional RI. Dengan adanya magang ini
merupakan input bagi laboratorium ANRI dalam melaksanakan Pengujian
Pengaruh Bleaching terhadap Kertas.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam proses bleaching di
Perpustakaan Nasional yaitu menggunakan kalium permanganat-asam
oksalat dan kalium permanganat-kalium disulfit. Kalium disulfit jarang
digunakan karena dalam penggunaannya menimbulkan bau yang bisa
mengganggu kesehatan dan bahan kimia ini sifatnya lebih keras
dibandingkan oksalat (daya bleachingnya lebih kuat).
Proses bleaching dilakukan secara rutin terhadap koleksi bahan
pustaka seperti buku langka, peta, gambar (litograf dan litokram), majalah
langka (sekarang tidak dilakukan karena rapuh). Koran tidak dilakukan
bleaching. Tujuan dilaksanakan bleaching adalah untuk menghilangkan
noda sehingga noda tidak menyebar lagi dan alasan estetika. Bahan
8
pustaka akan menjadi terlihat lebih cerah dan tidak berwarna coklat
setelah dilakukan bleaching.
Bleaching ini harus dilaksanakan oleh personel yang ahli karena
resiko yang ditimbulkan akibat bleaching ini sangat besar. Resiko-resiko
yang mungkin terjadi adalah kertas menjadi rapuh, timbulnya gelombang
pada kertas karena struktur selulosa yang hancur, pemudaran gambar,
tulisan hilang sehingga informasi tidak terbaca. Gambar 1. menunjukkan
resiko yang terjadi akibat bleaching yaitu informasi yang hilang pada
sebagian tulisan di kertas. Resiko bleaching juga dapat dilihat dari Gambar
2. yaitu terjadi pemudaran warna dari gambar.
Gambar 1. Informasi yang hilang akibat bleaching
.
9
Gambar 2. Pemudaran gambar akibat bleaching
Bleaching tidak bisa dilakukan terhadap bahan pustaka yang luntur
terhadap air. Tulisan yang mengandung stempel tidak bisa dilakukan
bleaching karena bisa hilang. Selain itu, bahan pustaka yang sudah rapuh
tidak bisa dilakukan bleaching.
B. Pengujian Pengaruh Bleaching di Arsip Nasional RI
1. Metode Pengujian
a. Jenis-jenis Pengujian
1) Pengamatan Kondisi Fisik Secara Visual
Pengamatan dilakukan dengan melihat kondisi fisik secara visual
seperti warna dan bentuk kertas.
2) Pengujian ketahanan sobek
Ketahanan sobek adalah gaya dalam gram gaya (gf) atau milinewton
(mN) yang diperlukan untuk menyobek kertas pada kondisi standar.
Pengujian dilakukan sesuai dengan SNI 14 – 0436 – 1989.
10
3) Pengujian ketahanan lipat
Ketahanan lipat adalah angka yang menunjukkan berapa kali kertas
tersebut dapat dilipat sampai putus pada kondisi standar. Pengujian
dilakukan sesuai dengan SNI 14 – 0491 – 1989.
4) Pengujian pH
pH dari kertas adalah konsentrasi ion hidrogen dalam larutan
ekstrak kertas diukur pada kondisi standar. Pengujian dilakukan
dengan metode ekstraksi. Pengujian dilakukan sesuai dengan SNI
14–4735-1998.
b. Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut :
1) Peralatan
Peralatan yang digunakan adalah sebagai berikut:
- MIT folding endurance tester
- Elmendorf tearing tester
- pH meter Horiba
- Tabung Gas
- Peralatan gelas
- Bak perendam
2) Bahan
- Sampel kertas terdiri dari
HVS 70 g
HVS 80 g
Conqueror 100 g
HVS 100 g
Kertas arsip
- Kalium permanganat
- Asam oksalat
- Magnesium karbonat
- Gas CO2
11
c. Cara Kerja
1) Sampel kertas diletakan di atas streaming (bentuk sandwich)
kemudian dibasahi dengan air dalam bak perendam 1.
2) Timbang 40 g KMNO4 kemudian larutkan dengan sedikit air panas
dalam gelas piala.
3) Masukkan kalium permanganat ke dalam bak perendam 2 yang
telah diisi dengan air dingin. Volume air yang digunakan adalah 4
liter.
4) Kertas kemudian direndam di larutan KMNO4 selama 15 menit.
5) Timbang asam oksalat 400 g masukan ke dalam bak 3, aliri dengan
air dan diaduk. Volume air yang digunakan adalah 4 liter.
6) Setelah direndam di larutan KMNO4, kertas direndam di larutan
asam oksalat selama 15 menit.
7) Setelah perendaman, kertas dipindahkan ke bak 1 untuk direndam
dalam air selama 1 jam.
8) Timbang Magnesium karbonat sebanyak 49 g, masukan kedalam
tabung yang sudah diisi aquadest 20 L.
9) Alirkan gas CO2 dengan kecepatan sedang ke dalam tabung selama
1 jam hingga terbentuk larutan deasidifikasi secara sempurna.
10) Rendam kertas dengan larutan deasidifikasi selama 1 jam.
11) Angkat kertas kemudian keringanginkan selama 1 hari.
12) Setelah kering, kertas kemudian diuji dengan parameter ketahanan
sobek, ketahanan lipat, dan pH .
12
2. Hasil Pengujian
a. Kondisi Ruang Pengujian
Pengukuran kondisi suhu dan kelembaban ruangan pengujian di
laboratorium Arsip Nasional RI adalah sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil Pengukuran Kondisi Ruangan Pengujian
No Parameter Ruang Pengujian Standar Keterangan
1. Suhu (ºC) 23,9-24,3 23±1 Tanggal
pemeriksaan 12-14
Mei 2014 2. Kelembaban (%) 52 50±2
Keterangan : * Berdasarkan SNI 14-0402-1999 tentang Kondisi Ruang dan Pengkondisian Lembaran Pulp, Kertas dan Karton Untuk Pengujian
Data pada Tabel 1 menunjukan bahwa kondisi suhu dan kelembaban
ruang pengujian sudah sesuai dengan persyaratan kondisi ruang untuk
pengujian lembaran pulp, kertas dan karton. SNI 14-0402-199 mengatur
mengenai kondisi ruang pengujian dan mensyaratkan bahwa ukuran panas
udara yang dinyatakan dalam derajat Celcius adalah sebesar 23±1 (ºC).
Adapun standar kelembaban ruangan pengujian menurut SNI tersebut
sebesar 50±2 %. Kelembaban relatif (RH) ini merupakan perbandingan
antara kandungan uap air dalam udara pada suhu dan tekanan tertentu
dengan kandungan uap air jenuh pada suhu dan tekanan tertentu. Jika
kondisi ruang sesuai standar tersebut sulit dicapai diperkenankan
menggunakan kondisi ruang pengujian dengan suhu 27±1 (ºC) dan RH
65±2 %.
13
b. Pengamatan Kondisi Fisik Kertas Hasil Bleaching
Hasil pengamatan kondisi fisik kertas setelah dilakukan bleaching
dapat dilihat sebagai berikut :
Tabel 2. Pengamatan Kondisi Fisik Kertas Hasil Bleaching
No Sampel Warna Awal Warna Hasil
Bleaching 1 Conqueror 100 g Putih Krem Krem
2 HVS 100 g Putih Krem
3 HVS 80 g Putih Krem
4 HVS 70 g Putih Krem
5. Arsip 1 (th 1721) Coklat Putih
6. Arsip 2 (tanpa tahun) Coklat Putih
Pengamatan sesuai Tabel 2. dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 3. Kertas Conqueror
Sesudah
Sebelum
14
Gambar 4. Kertas HVS 100 g
Gambar 3, 4, 5 dan gambar 6 merupakan kertas conqueror 100 g,
HVS 100 g, HVS 80 g, HVS 70 g yang dilakukan bleaching. Bagian atas
merupakan kertas hasil bleaching sedangkan bagian bawah merupakan
kertas mula-mula sebelum dilakukan bleaching. Kertas conqueror dan HVS
yang digunakan merupakan kertas yang masih baru dan berwarna putih.
Dari gambar dapat dilihat warna kertas hasil bleaching tidak lebih putih
dibandingkan kertas awal. Hal ini dikarenakan bahan kimia dari larutan
bleaching berwarna sehingga menyebabkan warna putih dari kertas menjadi
lebih buram/gelap.
Gambar 5. Kertas HVS 80 g
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Sebelum
15
Gambar 6. Kertas HVS 70 G
Dari hasil pengujian yang dilakukan ini dapat disimpulkan bahwa
bleaching pada bahan kertas yang secara kasa mata masih berwarna putih
tidak perlu dilakukan karena hanya akan menyebabkan perubahan warna
semakin gelap dari warna semula. Tetapi dalam pengujian ini sengaja
dilakukan karena bukan hanya untuk melihat perubahan warna tetapi juga
perubahan secara fisik dan kimia. Adapun bleaching pada kertas arsip dapat
dilihat pada gambar di bawah ini :
Gambar 7. Kertas Arsip tahun 1721
Sebelum
Sesudah
Sebelum
Sesudah
Setelah bleaching
- Warna coklat kertas
arsip berubah
menjadi putih
- Bercak coklat hilang
- Kertas menjadi rapuh
- Kertas menjadi sobek
16
Gambar 8. Kertas Arsip
Gambar 7. dan 8. merupakan kertas arsip yang dilakukan bleaching.
Bagian atas merupakan kertas hasil bleaching sedangkan bagian bawah
merupakan kertas mula-mula sebelum dilakukan bleaching. Dari gambar
dapat dilihat warna kertas hasil bleaching lebih putih dibandikan kertas
awal. Hal ini menunjukan bleaching dapat memperbaiki penampilan fisik
kertas. Kertas arsip yang dijadikan sampel adalah kertas arsip tahun 1721
yang telah berusia hampir 300 tahun. Kertas ini sudah berusia sangat lama
sehingga sudah berwarna coklat. Dengan dilakukan bleaching, selain warna
arsip yang menjadi putih juga ditemui noda-noda hitam yang ada di kertas
arsip juga memudar warnanya sehingga memperbaiki penampilan kertas
arsip.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hoffman dkk (1991),
efek dari bleaching menggunakan kalium permanganat adalah timbulnya
bercak noda hitam yang diduga merupakan residu mangan. Menurut
Bishop Museum (1996), bleaching bisa menyebabkan sistem menjadi tidak
stabil yang akan menyebabkan reaksi selanjutnya yang biasanya
membentuk senyawa berwarna lagi, hal ini disebut reversion.
Dalam pengujian ini, bahan kimia yang digunakan adalah kalium
permanganat dan asam oksalat sesuai dengan proses bleaching yang
dilakukan di Perpustakaan Nasiona RI. Kalium permanganat adalah
oksidator kuat dengan rumus KMNO4. Ia merupakan suatu pereaksi yang
mudah diperoleh dan tidak mahal. Adapun Asam oksalat merupakan
senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan nama sistematis asam
Sebelum
Sesudah
Setelah bleaching
- Warna coklat kertas
arsip berubah
menjadi putih
- Bercak coklat hilang
- Kertas menjadi
rapuh
- Kertas menjadi
sobek
17
etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat, 10.000
kali lebih kuat daripada asam asetat. Anionnya yang dikenal sebagai
oksalat merupakan agen pereduktor.
Reaksi yang terjadi antara kalium permanganat dan asam oksalat adalah
sebagai berikut (Ardila, 2011):
5C2O42-
(L) + 2MnO4
- (L) + 16 H+ 10CO2 (L) +8H2O(L) + 2Mn2+
Staining merupakan masalah yang sering ditemui dalam konservasi
arsip. Stain/noda merupakan area yang telah berubah warnanya secara
kontras. Serat alam merupakan bahan yang mudah menyerap zat lain.
Menurut Bishop Museum (1996), bleaching tidak menghilangkan noda. Zat
yang menyebabkan warna noda hanya diubah sehingga warna noda
menjadi berkurang atau tidak terlihat.
Beberapa struktur molekul atau fenomena fisik menyebabkan serat
menjadi lebih berwarna atau menjadi gelap. Struktur molekul yang bersifat
tidak jenuh (ikatan rangkap/double) seperti fenol dan karbonil, menggeser
penyerapan cahaya dari range/rentang invisible atau UV menjadi rentang
visible. Dengan memotong sistem ikatan rangkap, senyawa berwarna
menjadi berkurang warnanya contoh nodanya menjadi tidak terlihat. Hal
ini dapat dilakukan dengan memecah atau membuat jenuh ikatan rangkap.
Golongan karbonil dapat direduksi menjadi alkohol atau dioksidasi menjadi
asam karboksilat, keduanya senyawa yang kurang berwarna. Oksidasi
seringkali menyebabkan hilangnya warna asal karena adanya sistem
unconjugated dan juga menyebabkan sistem yang tidak stabil. Ini artinya
noda akan hilang tetapi kadang-kadang sistem yang tidak stabil akan
menyebabkan reaksi selanjutnya yang biasanya membentuk senyawa
berwarna lagi.
Jika dibandingkan dengan bahan pemutih lainnya seperti natrium
borohidrat, kalsium hipoklorit, hidrogen peroksida, bleaching menggunakan
kalium permanganat menunjukkan tingkat kestabilan warna yang paling
rendah setelah dilakukan aging (Hoffman dkk (1991). Setelah dilakukan
aging, timbul bercak noda hitam yang mungkin merupakan residu mangan.
18
Dengan adanya noda yang timbul ini menunjukkan bahwa beaching
menimbulkan resiko timbulnya noda selanjutnya.
Dalam pengujian ini, terjadi resiko-resiko yang terjadi diantaranya
kertas arsip menjadi sobek setelah dilakukan bleaching (Gambar 7 dan 8.).
Hal ini dikarenakan kertas sudah tua sehingga rapuh. Walaupun sudah
dilakukan secara hati-hati, kemungkinan sobek dari kertas masih tetap ada
karena tergantung kondisi arsip sehingga dalam bleaching perlu
mempertimbangkan kondisi dari kertas apakah rapuh atau tidak. Diketahui,
banyak arsip-arsip yang disimpan lama sudah bersifat rapuh walaupun
penampilan fisik terlihat lebih kuat. Tapi jika dilakukan sedikit tekanan,
akan mudah sobek. Resiko timbulnya lubang akibat bleaching sangat
membahayakan arsip karena informasi penting yang terkandung dalam
arsip bisa hilang.
Resiko lainnya yang ditemui adalah tidak meratanya warna hasil
bleaching dan timbulnya kerutan-kerutan. Walaupun sudah menggunakan
streaming/alas dan dilakukan perendaman lembar demi lembar dan satu
persatu, resiko tidak meratanya warna putih/timbul belang tetap ada.
Gambar 9. Pewarnaan yang tidak merata pada kertas hasil bleaching
Gambar 10. Bercak-bercak putih pada kertas hasil bleaching
Setelah bleaching
- Timbul warna coklat pada area tertentu
- Warna putih kertas tidak merata
- Timbul kerutan
Setelah bleaching
- Warna putih kertas tidak merata
- Timbul bercak putih
19
Gambar 9. menunjukkan kertas hasil bleaching yang mengalami
pewarnaan tidak merata yaitu ada bagian-bagian tertentu yang lebih gelap
dari daerah sekitarnya dan timbulnya kerutan-kerutan. Adapun Gambar 10
menunjukkan kertas hasil bleaching yang belang yaitu adanya bercak yang
lebih putih di area sekitarnya. Hal ini mungkin disebabkan ada bagian dari
kertas yang tidak terendam bahan kimia dengan sempurna dan proses
pengeringan yang tidak maksimal. Oleh karena itu, proses bleaching sangat
membutuhkan konservator yang terlatih dan berpengalaman serta telah
menguasai teknik bleaching dengan baik.
c. Pengujian pH (Keasaman) Kertas Hasil Bleaching
Hasil pengujian pH kertas hasil bleaching adalah sebagai berikut :
Tabel 3. Hasil Pengujian pH (Keasaman)
No Sampel pH Awal pH Hasil Bleaching
Penurunan pH
1 Conqueror 100 g 9,14 8,52 0.62
2 HVS 100 g 9,20 8,19 1,01
3 HVS 80 g 8,68 8,55 0,13
4 HVS 70 g 8,76 8,22 0,54
Tingkat keasaman kertas sebelum dilakukan bleaching berkisar antara
8,68-9,20. Berdasarkan Tabel 3. di atas dapat dilihat bahwa kisaran pH
hasil bleaching semuanya bersifat basa yaitu berkisar 8,19 – 8,55. Dari hasil
pengujian tingkat keasaman ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH
dan rata-rata penurunannya tidak melebihi satu skala. Diketahui bahwa
proses bleaching bersifat asam karena perendaman menggunakan asam
oksalat dan ini sangat berbahaya bagi arsip. Berdasarrkan pengukuran
menggunakan indikator universal diketahui pH larutan bleaching 0-1.
Dalam pengujian ini, setelah dilakukan perendaman dengan larutan
bleaching dilakukan proses deasidifikasi. Proses deasidifikasi memegang
peranan penting di sini dalam menurunkan asam hingga kertas kembali
bersifat basa. Selain deasidifikasi, proses pencucian/pembilasan
menggunakan air suling yang dilakukan juga memegang peranan dalam
20
mempengaruhi pH. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hofmann et al. (1991) menunjukkan bahwa proses pencucian dan
deasidifikasi dapat memperbaiki pH kertas yang telah di bleaching.
Kandungan asam di dalam kertas dapat mempercepat reaksi
hidrolisis sehingga mempercepat kerusakan kertas. Hidrolisis merupakan
suatu reaksi yang terjadi karena adanya air. Reaksi tersebut menyebabkan
putusnya rantai polimer serat selulosa membentuk unit-unit yang lebih
kecil dan molekul air. Sifat asam dapat dengan mudah berpindah sehingga
jika terjadi kontak langsung antara arsip yang bersifat asam akan menulari
arsip yang dalam keadaan baik. Kertas hasil bleaching harus segera
dihilangkan asamnya melalui proses deasidifikasi. Deasidifikasi adalah cara
menetralkan asam yang sedang merusak kertas dan memberi bahan
penahan (buffer) untuk melindungi kertas dari pengaruh asam dari luar.
d. Pengujian Ketahanan Sobek
Hasil pengujian ketahanan sobek kertas hasil bleaching adalah sebagai
berikut :
Tabel 4. Hasil Pengujian Ketahanan Sobek
No Sampel Ketahanan Sobek (mN) Persentase
Penurunan (%) Awal
Hasil Bleaching
1 Conqueror 100 g MD=1000 CD=1013
MD=704 CD=752
MD=29,6 CD=25,8
2 HVS 100 g MD=680 CD=760
MD=424 CD=506
MD=37,7 CD=33,4
3 HVS 80 g MD=693 CD=700
MD=464 CD=493
MD=33,0 CD=29,6
4 HVS 70 g MD=560 CD=720
MD=430 CD=480
MD=23,2 CD=33,3
Berdasarkan Tabel 4. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan fisik
kertas yaitu ketahanan sobek mengalami penurunan setelah dilakukan
proses bleaching. Penurunan kekuatan berdasarkan hasil pengujian ini
beragam yaitu 23,2 - 37,7 % dari kekuatan awal. Hal ini terjadi pada semua
jenis kertas yang diuji baik dari gramatur yang tertinggi yaitu 100 g
21
hingga gramatur 70 gram. Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa
proses bleaching akan menyebabkan penurunan kualitas kekuatan kertas
dalam hal ini kekuatan sobek. Diketahui serat selulosa di kertas dapat
terkena kerusakan karena proses oksidasi, asam, basa, dan paparan cahaya
baik matahari atau buatan. Dalam bleaching digunakan larutan yang
bersifat asam yang membahayakan kekuatan serat di dalam kertas.
Menurut Cunha (1971), serat selulosa dapat rusak karena adanya asam
sehingga menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang tidak hanya
mempengaruhi karakteristik kertas tapi juga proses aging.
Dalam tekstil, bleaching tidak dianjurkan untuk dilakukan pada tekstil
yang diharapkan memiliki stabilitas jangka panjang. Proses bleaching
bertentangan dengan prinsip dasar konservasi yaitu stabilisasi dan
pelestarian karena biasanya melemahkan struktur serat (Bishop Museum,
1996). Bleaching untuk alasan kosmetik bisa dilakukan untuk klien swasta
atau untuk display museum. Keputusan untuk melakukan bleaching
merupakan keputusan bersama antara kurator/pemilik dan konservator.
Kurator dapat mempertimbangkan melakukan bleaching dengan
mempertimbangan fungsi dari tekstil, nilai kesejarahan, nilai
interpretasinya. Konservator mempertimbangkan kondisi fisik dari tekstil
dan kemungkinan keberhasilan atau kegagalan prosedur bleaching.
22
e. Pengujian Ketahanan Lipat Hasil pengujian ketahanan lipat, diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Pengujian Ketahanan Lipat
No Sampel Ketahanan Lipat (Lipatan) Persentase
Penurunan (%) Awal
Hasil Bleaching
1 Conqueror 100 g MD=48 CD=35
MD=11 CD=10
MD=77,0 CD=71,0
2 HVS 100 g MD=33 CD=17
MD=5 CD=7
MD=84,0 CD=58,8
3 HVS 80 g MD=25 CD=17
MD=11 CD=6
MD=56,0 CD=64,7
4 HVS 70 g MD=24
CD=7
MD=9 CD=5
MD=62,5 CD=28,5
Berdasarkan Tabel 5. di atas dapat dilihat bahwa kekuatan fisik
kertas yaitu ketahanan lipat mengalami penurunan setelah dilakukan
proses bleaching. Penurunan kekuatan berbagai sampel kertas berdasarkan
hasil pengujian ini beragam yaitu dari 28, 5 - 84 % dari kekuatan awal.
Berdasarkan hasil ini dapat diketahui bahwa proses bleaching akan
menyebabkan penurunan kualitas kekuatan kertas dalam hal ini kekuatan
lipat.
Berdasarkan hasil pengujian dan studi literatur yang telah dilakukan
perlu dilakukan pertimbangan untuk menentukan apakah suatu kertas
perlu dilakukan bleaching. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu
dilakukan dalam melakukan bleaching menurut Bishop Museum, 1996
adalah :
1. Pertimbangan pertama adalah apakah kertas cukup kuat untuk
menahan bleaching. Apakah prosedur bleaching menyebabkan
kerugian pada kertas?akankan proses bleaching menyebabkan
kerusakan langsung yang luas dari serat?apakah hasil bleaching yang
diperoleh sama atau melampui kerusakan yang dilakukan?untuk
konservator, jawaban atas pertanyaan ini adalah jarang ‘ya’.
2. Sifat kertas harus mempengaruhi keputusan tentang bleaching. Arsip
memiliki nilai kesejarahan dan jika dilakukan bleaching apakah
23
dengan menghilangkan noda yang ada dapat membuat nilai yang
terkandung dalam kertas menjadi berkurang/hilang karena menjadi
tidak valid. Beberapa noda memiliki nilai sejarah dan seharusnya
tidak dihilangkan. Dalam berbagai kasus, noda bisa saja sangat
menganggu karena begitu banyak dan sangat gelap. Kemudian
besarnya noda bisa menghapuskan desain penting fitur yang
digunakan untuk menafsirkan suatu bahan bersejarah secara benar.
Biasanya kertas yang menguning diabaikan karena menandakan
tanda-tanda zaman dan akibat penggunaan.
3. Apakah warna asli atau penampilan kertas dapat ditentukan?jika iya,
apakah bleaching mengembalikan kertas ke keadaan awal? Atau
apakah bleaching akan mengubah warna atau menghasilkan
penampilan yang tidak rata atau jerawatan? Ukuran, lokasi, dan
tingkat kegelapan noda juga menjadi bahan pertimbangan.
4. Jenis dari noda akan membantu dalam menentukan apakah bleaching
akan menjadi efektif. Noda yang fresh/baru dengan penetrasi sangat
kecil ke dalam serat biasanya akan sukses hilang melalui metode
pencucian tanpa harus bleaching. Terdapat suatu aturan bahwa, noda
yang telah ada di serat lebih dari 3 bulan biasanya sudah dianggap
sudah menyatu/’set’. Ini artinya biasanya mereka sudah terikat atau
bereaksi dengan serat di suatu tahap dimana zat tersebut tidak dapat
dilepas.
5. Titik akhir untuk dipertimbangkan adalah sejarah masa lalu kertas.
Apakah sudah ada upaya yang dilakukan untuk menghapus atau
mengurangi noda ini?bahan kimia apa yang digunakan/metode apa
yang digunakan?apakah prosedur penghilangan noda ini lebih efektif
dari usaha sebelumnya?
24
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Proses bleaching pada bahan kertas yang secara kasat mata berwarna
putih akan mengotori warna kertas dan membuat warna semakin
gelap.
2. Proses bleaching pada arsip kertas yang berwarna coklat akan
membuat warna kertas menjadi lebih putih.
3. Proses bleaching dapat menurunkan sifat fisika dan kimia kertas
sehingga menurunkan daya tahan kertas.
4. Proses bleaching menimbulkan resiko yang sangat tinggi terhadap
kertas yaitu hilangnya tulisan, robeknya kertas, timbulnya
kerutan/gelombang, warna yang tidak merata serta timbulnya noda
baru.
B. Saran
1. Bleaching tidak perlu dilakukan terhadap bahan kertas yang berwarna
putih.
2. Bleaching tidak dianjurkan dilakukan terhadap kertas arsip.
3. Bleaching harus dilakukan oleh konservator yang menguasai teknik
bleaching dan sudah berpengalaman.
4. Bleaching terhadap kertas untuk alasan kosmetik memerlukan
pertimbangan-pertimbangan yang matang meliputi kekuatan kertas,
nilai sejarah, noda pada kertas, upaya perbaikan sebelumnya.
5. Perlu dilakukan pengujian lanjutan untuk melihat pengaruh bleaching
setelah disimpan lama/aging dengan salah satu parameter brightness.
Jakarta, Desember 2014
Mengetahui
Kasubdit Instalasi Laboratorium,
(Yanah Suryanah)
Koordinator,
(Sari Hasanah)
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Ardilla, Nirka. 2011. Kesetimbangan dan Dinamika Kimia Kinetika Reaksi
Ion Permanganat dengan Asam Oksalat. Jember : Jurusan Kimia, Fakultas
MIPA Universitas Jember.
2. Bishop Museum. 1996. To Bleach or Not To Bleach. Honolulu Hawai’i: The
State Museum of Natural and Cultural History.
3. Burgess, Helen. Practical Considerations for Conservation Bleaching. Ottawa :
Conservation Processes Research, Canadian Conservation Institute.
4. Cunha, G. Martin and D.G Cunha. 1971. Conservation of Library Materials.
A manual and Bibliography on the Care, Repair and Restoration of Library
Materials. Metuchen, NJ : the Scarecrow Press.
5. Henry, Walter, et al. 1989. Bleaching. Chap. 19 in Paper Conservation
Catalog. Washington D.C.: American Institute for Conservation Book and
Paper Group.
6. Hummel, Ray.O, JR and Barrow, W.J. Lamination and Other Methods of
Restoration dalam
https://www.ideals.illinois.edu/bitstream/handle/2142/5651/librarytre
ndsv4i3f_opt.pdf?sequence=1
7. Hofmann, Christa, et al. 1991. Comparison and Evaluation of Bleaching
Procedures: the Effect of Five Bleaching Methods on the Optical and Mechanical
Properties of New and Aged Cotton Linter Paper Before and After Accelerated
Aging. The American Institute for Conservation.
8. Smith, Theresa. 2007. Historical Bleaching of Ingres Drawings at the Fogg
Art Museum. Smith, ANAGPIC.
9. SNI 14-0402-1999 tentang Kondisi Ruang dan Pengkondisian Lembaran
Pulp, Kertas dan Karton Untuk Pengujian.
10. http://kertas grafis.com, 2005.
27
11. kisaran pH hasil bleaching semuanya bersifat basa yaitu berkisar 8,19 – 8,55. pH
kertas sebelum dilakukan bleaching berkisar antara 8,68-9,20. Dari hasil
pengujian tingkat keasaman ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pH dan
rata-rata penurunannya tidak melebihi satu skala. Diketahui bahwa proses
bleaching besifat asam karena perendaman menggunakan asam oksalat dan ini
sangat berbahaya bagi arsip. Proses deasidifikasi memegang peranan penting
di sini dalam menurunkan asam hingga kertas kembali bersifat basa.
12. Kandungan asam di dalam kertas dapat mempercepat reaksi hidrolisis sehingga
mempercepat kerusakan kertas. Hidrolisis merupakan suatu reaksi yang terjadi
karena adanya air. Reaksi tersebut menyebabkan putusnya rantai polimer serat
selulosa membentuk unit-unit yang lebih kecil dan molekul air. Sifat asam
dapat dengan mudah berpindah sehingga jika terjadi kontak langsung antara
arsip yang bersifat asam akan menulari arsip yang dalam keadaan baik. Kertas
hasil bleaching harus segera dihilangkan asamnya melalui proses deasidifikasi.
Deasidifikasi adalah cara menetralkan asam yang sedang merusak kertas dan
memberi bahan penahan (buffer) untuk melindungi kertas dari pengaruh asam
dari luar.
13. 14. 15.
16.