44
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI INVENTORY SUBDAERAH ALIRAN SUNGAI PELUS DI KABUPATEN BANYUMAS Kelompok : 7 Lokasi : Pelus IV (Pagi) Dosen Pendamping : Dra. Errie Kolya Nasution. M.Si Assisten : Leader Alfason Rizky Fajar Azkiya B1J014030 Uho Baihaqi B1J014031 Rizkita Andini B1J014032 Nitami Sugiyati B1J014034 Okgrista Zanatul Ma’wa B1J014035

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fabio unsoed

Citation preview

Page 1: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

INVENTORY SUBDAERAH ALIRAN SUNGAI PELUSDI KABUPATEN BANYUMAS

Kelompok : 7Lokasi : Pelus IV (Pagi)Dosen Pendamping : Dra. Errie Kolya Nasution. M.SiAssisten : Leader Alfason

Rizky Fajar Azkiya B1J014030

Uho Baihaqi B1J014031

Rizkita Andini B1J014032

Nitami Sugiyati B1J014034

Okgrista Zanatul Ma’wa B1J014035

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGIUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2015

Page 2: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Daftar Isi

Hal

Daftar isi

Pendahuluan

Materi dan Metode

Hasil dan Pembahasan

ACARA 1. EKOSISTEM

a. Tipe pemanfaatan lahanb. Pemodelan interaksi antara factor abiotik dan abiotikc. Deskripsi komponen penyusun ekosistem

ACARA 2. KOMUNITAS

a. Kekayaan speciesb. Kelimpahan atau kepadatan speciesc. Dominansi

ACARA 3. POPULASI

a. Struktur populasib. Piramida populasi berdasarkan ukuran

ACARA 4. FAKTOR LINGKUNGAN

ACARA 5. DISTRIBUSI ORGANISME

Daftar Pustaka

Page 3: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

I. PENDAHULUAN

Praktikum ekologi yang dilakukan adalah dengan mengamati ekologi

sungai di kabupaten Banyumas beserta daratan disekitar sungai tersebut. Pada

pembahasan kali ini sungai yang dijadikan sebagai objek pengamatan adalah

sungai Pelus bagian tengah yang berlokasi di desa Arca winangun kabupaten

Banyumas. Kondisi ekologi yang diamati meliputi aspek ekosistem, komunitas,

populasi, faktor lingkungan dan distribusi organisme.

Ekologi didefinisikan sebagai ilmu tentang interaksi antara organisme-

organisme dan lingkungannya. Lingkungan disini mempunyai arti luas mencakup

semua hal di luar organisme yang bersangkutan. Tidak saja termasuk cahaya,

suhu, curah hujan, kelembaban, dan topografi, tetapi juga parasit, predator, dan

kompetitor. Ekosistem adalah kumpulan dari komunitas beserta faktor biotik

(tumbuhan, hewan dan manusia) dan abiotik (suhu, iklim, senyawa-senyawa

organik dan anorganik). Menurut Undang-Undang Lingkungan Hidup (UULH)

tahun 1982 ekosistem adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara

segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem

merupakan tingkat yang lebih tinggi dari komunitas atau merupakan kesatuan dari

suatu komunitas dengan lingkungannya di mana terjadi hubungan antar keduanya

(Irwan, 1992).

Ekosistem dapat juga dikatakan interaksi antara populasi-populasi

penyusun komunitas dengan faktor abiotik yang mempengaruhi. Berdasarkan

pengertian tersebut, suatu sistem terdiri dari komponen komponen yang bekerja

secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup

(biotik) dan tak hidup (abiotik) yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang

teratur. Keteraturan itu terjadi karena adanya arus materi dan energi, yang

terkendali oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem. Masing-masing

komponen mempunyai fungsi (relung). Selama masing-masing komponen tetap

melakukan fungsinya dan bekerjasama dengan baik, keteraturan ekosistem tetap

terjaga (Riberu, 2002).

Salah satu contoh ekosistem adalah sungai. Sungai merupakan badan air

yang mengalir ke satu arah. Aliran air dan gelombang secara konstan memberikan

oksigen pada air. Suhu air bervariasi sesuai dengan ketinggian. Sungai memiliki

Page 4: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

banyak manfaat untuk aktivitas manusia dan tempat hidup organisme air tawar.

Pertumbuhan organisme di sungai sangat dipengaruhi oleh temperatur, pH,

kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air dalam hal ini mencakup zat terlarut

dalam air yang mengindikasikan terjadinya pencemaran air yang akan

mempengaruhi pemanfaatan air untuk kehidupan manusia dalam bidang pertanian,

industri, rekreasi dan sebagainya.

Wilayah kanan-kiri sungai (riparian) merupakan habitat margasatwa

dengan keanekaragaman hayati yang tinggi, yang seringkali berfungsi sebagai

koridor, yakni daerah yang dijadikan sebagai tempat perlintasan aneka jenis fauna

akuatik maupun terestrial, yang menghubungkan satu wilayah dengan wilayah

lainnya. Vegetasi di kanan-kiri sungai memiliki karakter yang khas, yang sering

memperlihatkan pengaruh dan interaksi dengan lingkungan perairan yang

dinamis. Banyak dari jenis tumbuhan di wilayah riparian ini yang memencar

dengan mengandalkan aliran air atau pergerakan ikan. Dari segi ekologi,

fenomena ini penting sebagai salah satu mekanisme aliran energi ke dalam

ekosistem perairan, melalui jatuhan ranting, daun dan terutama buah tetumbuhan

ke air, yang akan menjadi sumber makanan bagi hewan-hewan akuatik.

Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan

hilir. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas

plankton untuk berdiam diri, karena akan terbawa arus. Hal ini karena adanya

karakter sungai meliputi kecepatan arus, faktor makanan yang tersedia bagi

organisme, struktur tanah sekitar daerah aliran sungai, keasaman tanah, dan

struktur batuan.

Pertumbuhan organisme baik organisme akuatik maupun terstrial sangat

dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungannya. Faktor lingkungan yang dapat

berpengaruh diantaranya yaitu temperatur, pH, substrat tempat organisme tersebut

hidup, kualitas air, dan kecepatan arus. Kualitas air dalam hal ini mencakup

keadaan fisik, kimia, dan biologi yang dapat mempengaruhi ketersediaan air untuk

kehidupan manusia, pertanian, industri, rekreasi dan pemanfaatan air lainnya.

Karakteristik fisik terpenting yang dapat mempengaruhi kualitas air, dan dengan

demikian, berpengaruh terhadap ketersediaan air untuk berbagai pemanfaatan

adalah konsentrasi sedimen dan suhu air.

Page 5: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat yang digunakan pada prakikum ini adalah thermometer 2 buah (udara dan air), patok 2 set (moluska dan bambu), botol kosong 1 buah (untuk kecepatan arus dan sampel air), tali rafia 2 utas ( untuk kecepatan arus, kuadrat 0,5 x 0,5 m dan 10 x 10 m), kantong plastik untuk sampel tanah, toples untuk sampel molusca, kertas pH dan soil tester, meteran, sekop, dan kamera, komputer dan jaringan internet.

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah sampel moluska, sampel bambu, sampel air, dan sampel tanah.

B. Metode

1. Ekosistem

Diamati tipe pemanfaatan lahan dan aktivitas di daerah sekitar sungai.

Dibuat model interaksi faktor abiotik dan biotik (diperlukan data tentang benda abiotik dan biotik yang dapat ditemukan di lokasi pengamatan)

Dibuat skema hubungan antara komponen biotik dan abiotik.

Data yang diperoleh, ditentukan peranan (fungsi ekologis) dari organisme tersebut.

2. Komunitas

Pengambilan sampel moluska dan air

1. sampel diambil dengan metode kuadrat

2. dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dengan jarak 0,5 x 0,5 m

3. diplih lokasi yang menjadi habitat moluska dengan meletakan kuadrat tersebut.

4. Dikumpulkan moluska yang ada dalam kuadrat, dimasukan dalam kantong plastic.

5. Diamati bentuk cangkang, warna, arah lingkarannya, dan diberi kode

6. Diidentifikasi dan dihitung di Laboratorium.

Pengambilan sampel bambu sebagai tumbuhan tepian atau riparian

Page 6: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

1. Sampel diambil dengan metode kuadrat

2. dibuat kuadrat dengan menggunakan 4 patok dengan jarak 10 x 10 m

3. diplih lokasi yang menjadi habitat bambu, dibentangkan pada kawasan bambu tersebut.

4. Diamati daun pelepah. Warna buluh, buliran, perbungaan, percabangan, dan durinya.

5. Diambil foto pada masing-masing bagian tersebut dan beberapa contoh bagian bambu untuk diidentifikasi di Laboratorium

6. Dihitung jumlah batang bambu yang terdapat pada kuadrat.

3. Populasi

Populasi moluska dan bambu dideskripsikan dengan membuat piramida ukuran dari spesies yang dominan.

Individu dari setiap spesies yang dominan pada lokasi tersebut dilakukan pengukuran pada sampel moluska (panjang dan bobotnya), pada sampel bambu (tinggi dan diameter).

Pengukuran moluska dilakukan di Laboratorium, sedangkan pengukuran bambu dilakukan di lapangan.

Dikelompokan moluska dan bambu berdasarkan ukurannya.

Dibuat empat piramida populasi berdasrkan ukuran (panjang, bobot, tinggi dan diameter) dari data diatas.

4. Faktor Lingkungan

Mengukur kondisi lingkungan dengan parameter lingkungan seperti: temperatur udara, air, kecepatan arus, tipe substrat, dan pH air pada ekosistem perairan, temperatur udara dan pH tanah pada ekosistem daratan.

Termometer air raksa digantungkan pada salah satu ranting pohon dekat dengan sungai, dibiarkan beberapa menit, diamati suhu yang tertera dan bila telah stabil dicatat. Suhu yang diperoleh tersebut adalah temperatur udara.

Termometer air raksa dicelupkan ke perairan, dibiarkan beberapa menit, diamatai suhu yang tertera dan bila telah stabil dicatat. Suhu yang diperoleh tersebut adalah temperatur air.

Page 7: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Untuk mengukur kecepatan arus air sungai disiapkan botol plastik, tali rafia sepanjang 10 meter dan stopwatch. Botol plastik diisi dengan air setengah botol atau sekitar 250 ml, botol tersebut dilempar ke badan sungai tepat tegak lurus dengan posisi berdiri, bertepatan dengan jatuhnya botol ke sungai mulai dihitung waktu tempuh sepanjang 10 meter. Perlakuan tersebut dilakukan sampai 3 kali ulangan.

Substrat dasar sungai diamati (batu, pasir, lumpur) dan diperkiran jenis substrat yang dominan.

Menentukan tipe tanah daratan dekat sungai.

Diambil sampel air sungai sebanyak 250 ml dan tanah sebanyak 250 gr yang kemudian diukur pH nya di laboratorium.

5. Distribusi Organismedan Faktor Lingkungannya

Dibuat tabel kehadiran spesies yang ditemukan di sungai (sungai Pelus 2,4 dan 6).

Page 8: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

a. Pemodelan interaksi antara faktor abiotik dan biotik

Tabel 1. Tipe Pemanfaatan LahanLokasi Tipe pemanfaatan

lahanAktivitas masyarakat

Sungai : Sungai Pelus No lokasi:4

Waktu :07.30-09.30

Pemukiman, kebun, irigasi

MCK, memancing, dan berkebun

Tabel 2. Komponen abiotik dan biotik

NoAbiotik

(benda Mati)

Biotik

(benda hidup)

1 Batu Ikan

2 Air Molusca

3 Lumpur Kepiting

4 Plastic Laba laba air

5 Pasir Kupu kupu

6 Burung

7 Rumput

8 Semut

9 Lumut

10 Bambu

11 Pisang

12 Singkong

13 Randu

14 Sukun

15 Petai cina

16 Mengkudu

17 Manga

18 Nangka

Page 9: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

19 Kelapa

20 Kopi

21 Papaya

22 Albasia

23 Kolang kaling

24 Jambu biji

25 Pinang

26 Waru

27 Ulat

28 Belalang

29 Lalat

30 Cacing

31 Manusia

b. Komponen penyusun ekosistem

Tabel 3. Komponen penyusun ekosistemNo. Komponen penyusun Organisme1. Produsen Tumbuh-tumbuhan

2. Makro Konsumen tingkat I Moluska Kupu kupuNyamuk LebahLaba laba

3. Makro konsumen tingkat II IkanBurungManusia

Page 10: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Ayam 6. Dekomposer Cacing

Semut

Tabel 4a. Kekayaan spesies dan kelimpahan moluskaNo. Nama spesies Jumlah (individu)1. Sulcospira sulcospira 372. Sulcospira testudinania 93. Oreobasus 274. Sulcospira, sp. 32

Tabel 4b. Kekayaan spesies dan kepadatan bambuNo. Nama spesies Jumlah (individu)1. Bambusa balcooa 13

Tabel.5 Populasi yang dominan (yang hadir dalam jumlah terbanyak)Lokasi Spesies yang dominan

Sungai Pelus IV PagiMoluska yang dominan Sulcospira sulcospira, dengan kelimpahan 37 individu/250 cmBambu yang dominan Bambusa balcoa, dengan kelimpahan : 13 individu/100 meter

Tabel 6a. Ukuran Bambu

No.Diamater Batang

Bambu (cm)1. 9,542. 73. 9,084. 9,25. 11,66. 9,27. 9,88. 109. 7,610. 9,811. 9,8

Page 11: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

12. 9,5413. 10,5

Tabel 6b. Ukuran Moluska

Tabel 7a. Struktur Populasi Moluska

Panjang Jumlah individu

0,5 cm sampai dengan 1,5 cm 60

1,6 cm sampai dengan 2,0 cm 35

2,1 cm sampai dengan 2,5 cm 11

Jumlah 106

Tabel 7b. Struktur Populasi Bambu

Diameter Jumlah Individu

7 cm sampai dengan 9, 78 cm 7

9,79 cm sampai dengan 10,71 cm 5

10,72 cm sampai dengan 1,64 cm 1

Jumlah 13

Gambar 2. Piramida populasi moluska atau bamboo berdasarkan ukuran

Piramida Populasi bambu (Bambusa balcooa)

(10,72-11,64) cm

(9,79-10,71) cm

(7,0-9,78) cm

Piramida Populasi moluska Sulcospira Sulcospira

3,5 2,5 0,5 0 0,5 2,5 3,5

Page 12: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

(2,1-2,5) cm

(1,6-2,0) cm

(0-1,5) cm

Piramida Populasi Sulcospira sp.

(10,72-11,64) cm

(9,79-10,71) cm

(7,0-9,78) cm

Piramida Populasi Sulcospira testudinaria

(10,72-11,64) cm

(9,79-10,71) cm

(7,0-9,78) cm

Piramida Populasi Oreobasus

(2,1-2,5) cm

(1,6-2) cm

(0-1,5) cm

Tabel 8. Kondisi Lingkungan

a. Kondisi Perairan

11,5 6 1,5 0 1,5 6 11,5

3,5 2,5 0,5 0 0,5 2,5 3,5

2 1,5 1 0 1 1,5 2

6 4,5 3 0 3 4,5 6

Page 13: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Parameter

Lingkungan

Hulu Tengah Hilir

Temperatur udara 25 27 0C 27 0C

Temperatur air 23 2760C 25 0C

Arus 28 m/s 0,04 m/s 10 m/ 9s

Substrat yang

dominan

Batu Lumpur Batu kecil

Ph 8 7 6

b. Kondisi Daratan

Parameter

Lingkungan

Hulu Tengah Hilir

Temperatur udara 26 270C 270C

Tipe tanah Batu pasir Pasir

pH 8 6,8 4,8

Tabel 9. Distribusi longitudinal moluska

Spesies Hulu Tengah HilirSulcospira sulcospira - + -

Sulcospira testudinaria - + -Oreobasus - + -Sulcospira - + -Varicella - - +

Elimia + - -Pseudotryonia brevissinus + - -

Melanades turiculla + - -

Tabel 10. Distribusi Longitudinal BambuSpesies Hulu Tengah Hilir

Page 14: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Bambusa balcooa - + -Gigantochloa atter - - +Bambusa arundinaceae + - -Bambusa maculata + - -

B. Pembahasan

Sebagian besar penduduk terutama yang ada di sepanjang DAS masih

menggunakan Sungai Pelus untuk berbagai keperluan seperti MCK, pertanian,

perkebunan, perikanan,dan berbagai aktivitas antropogenik. Hal ini

memungkinkan terjadinya perubahan kualitas perairan yang selanjutnya akan

berdampak pada kehidupan biota air salah satunya perubahan pola struktur

komunitas moluska misalnya perubahan jumlah komposisi, kelimpahan dan

keanekaragamannya.

Sungai adalah perairan umum yang airnya mengalir terus menerus pada

arah tertentu, berasal dari air tanah, air permukaan yang diakhiri bermuara ke laut.

Page 15: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Sungai sebagai perairan umum yang berlokasi di darat dan merupakan suatu

ekosistem terbuka yang berhubungan erat dengan sistem-sistem terestrial dan

lentik. Ciri-ciri umum daerah aliran sungai adalah semakin ke hulu daerahnya

pada umumnya mempunyai tofograpi makin bergelombang sampai bergunung-

gunung. Sungai adalah lingkungan alam yang banyak dihuni oleh organisme

(Odum, 1992).

Menurut Soemarwoto (1980), Pada habitat air mengalir ini, perubahan-

perubahan yang terjadi akan lebih nampak pada bagian atas dari aliran air karena

adanya kemiringan, volume air atau komposisi kimia yang berubah. Arus

mempunyai arti penting untuk pergerakan ikan. Arus yang searah dari hulu sangat

penting untuk pergerakan ikan atau bahkan menyebabkakn ikan-ikan bergerak

aktif melawann arus, kea rah muara pergerakan ikan dapat berlangsung dengan

pasif maupun mengapung (Wotton, 1992), Sungai merupakan salah satu perairan

darat yang mengalir. Berdaasrkan letak dan kondisi lingkungannya dibagi menjadi

tiga bagian : 

1) Hulu sungai, terletak di daerah yang dataran tinggi, menglir melalui bagian

yang curam, dangkal, berbatu, arus deras, volume air kecil, kandungan

oksigen telarut tinggi, suhu yang rendah, dan warna air jernih. 

2) Hilir sungai, terletak didaratan yang rendah, dengan arus yang tidak begitu

kuat dan volume air yang besar, kecepatan fotosintesis yang tinggi dan

banyak bertumpuk pupuk organic.

3) Muara sungai letaknya hampir mencapai laut atau pertemuan sungai-

sungai lain, arus air sangat lambat dengan volume yang lebih besar,

banyak mengandung bahan terlarut, Lumpur dari hilir membentik delta

dan warna air sangat keruh .

Sungai Pelus memiliki peran penting bagi organisme konsumer tingkat

rendah maupun konsumer tingkat tinggi seperti manusia. Daerah sekitar sungai

Pelus banyak dimanfaatkan sebagai pemukiman. Aktivitas yang banyak dilakukan

disana adalah memancing, berkebun, dan MCK. Dari hasil studi lapangan yang

telah dilakukan di daratan sekitar sungai Pelus, komponen abiotik yang ada adalah

batu, air, lumpur, plastic, pasir, udara. Udara penting sebagai penyedia unsur

anorganik dan organic seperti karbon dioksida, nitrogen, oksigen. Sedangkan

Page 16: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

tanah memiliki unsure hara yang tinggi. Berdasarkan hasil pengukuran terhadap

pH (keasaman) tanah, tanah daratan di sekitar sungai Pelus memiliki pH sekitar

6,8 dengan tipe tanah pasir. Komponen biotik yang ditemukan adalah ikan,

molusca, kepiting, laba-laba air, kupu-kupu, burung, semut, lumut, rumput,

bambu, pisang, singkong, randu, sukun, pete cina, mengkudu, mangga, nangka,

kelapa, kopi, papaya, abasia, jambu biji, pinang, waru, ulet, belalang, lalat. Bambu

merupakan populasi yang paling banyak hidup didaerah sekitar sungai.

Suatu ekosistem yang kompleks terjadi interaksi antara individu sejenis

maupun beda spesies. Interaksi ini dapat berupa pola makan-memakan atau

disebut rantai makanan, atau dapat berupa interaksi persaingan dalam

memperebutkan makanan. Rantai makanan merupakan roses perpindahan energi

makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jalur

makan-memakan (Heddy & Kurniati, 1997).

Jaringan perpindahan energi yang lebih kompleks sering disebut sebagai

jaring makanan. Tumbuhan, fitoplankton dalam suatu ekosistem perairan

menempati sebagai produsen, yang kemudian akan dimanfaatkan energinya oleh

mikrokonsumen seperti zooplankton ataupun makrokonsumen seperti ikan dan

manusia.

Di alam terdapat bermacam-macam komunitas yang secara garis besar

dapat dibagi dalam dua bagian yaitu:

1. Komunitas akuatik, misalnya yang terdapat di laut, danau, sungai, parit

atau kolam.

2. Komunitas terrestrial, yaitu kelompok organisme yang terdapat di

pekarangan, hutan, padang rumput, padang pasir, dll.

Menurut Heddy (1989), perbedaan pokok antara ekosistem darat dan airterletak

pada ukuran tumbuhan hijau, di mana autotrof daratan cenderung lebihsedikit,

akan tetapi ukurannya lebih besar. Perbedaan antara habitat daratan danair adalah

sebagai berikut:

1. Habitat daratan, kelembaban merupakan faktor pembatas, organismedaratan

selalu dihadapkan pada masalah kekeringan. Evaporasi dantranspirasi

merupakan proses yang unik dari kehilangan energi padaingkungan daratan.

2. Variasi suhu dan suhu ekstrem lebih banyak di udara daripada media air.

Page 17: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

3. Sirkulasi udara yang cepat di permukaan bumi akan menghasilkan isi-

campuran O2 dan CO2 yang tetap.

4. Meskipun tanah sebagai penyangga yang padat bukan udara, kerangkayang

kuat telah berkembang di tanah yaitu tanaman dan binatang yangakhir-akhir ini

mempunyai arti khusus bagi perkembangan.

5. Tanah tidak seperti lautan yang selalu berhubungan dimana tanah

sebagai barier geografi terpenting dala gerak bebasnya.

6. Sebagai substrat alam, meskipun yang terpenting adalah di air. Namun,yang

paling khusus adalah dalam lingkngan daratan. Tanah adalah sumberterbesar

dari bermacam-macam nutrisi nitrit, fosfor, dan sebagainya) yangmerupakan

perkembangan besar dari subsistem ekologi.

Menurut Gardner, Pearce dan Mitchell (1991), pertumbuhan tanaman dan

produksi bambu dipengaruhi oleh dua factor, yaitu factor genetic dan factor

lingkungan tempat tumbuhnya. Untuk memperoleh sifat genetic yang baik dapat

dilakukan melalui pembiakkan secara vegetative, salah satunya adalah

menggunakan stek batang atau umbi. Sedangkan factor lingkungan yang

kemungkinan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman antara

lain jarak tanam bambu.

Berikut klasifikasi bambu yang dijumpai pada bantaran Sungai Pelus.

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae

Phylum : Tracheophyta

Class : Spermatopsida

Ordo : Poales

Famili : Gramineae

Genus : Bambusa

Spesies : Bambusa bacooa

Deskripsi :

Page 18: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Bambusa balcooa adalah adat ke India Utara-Timur (termasuk Himalaya

timur), NEPAL dan BANGLADESH mana ia sering dibudidayakan. Bambusa

balcooa juga dibudidayakan di banyak negara lain dari Tenggara dan Asia Timur,

dan di Afrika tropis dan Australia. Batang dari Bambusa Balcooa yang rata-rata

antara 12-22 m dan 6-15 cm. Batang yang keabu-abuan hijau dan tebal

berdinding, di mana diameter rongga adalah sekitar sepertiga dari yang dari

batang tersebut. Node menebal dengan cincin keputihan di atas, dan memiliki

rambut-rambut kecil pendek di bawah ini. Ruas batang yang rata-rata antara 20

cm dan 40 cm panjang.

Bambusa balcooa memiliki tunas kehitaman-hijau dengan warna kuning.

Selubung batang coklat atau oranye diwarnai, ditutupi dengan rambut jarang

coklat gelap. Beberapa cabang bergerombol dengan 1-3 lebih besar cabang

dominan. Cabang biasanya terjadi dari tengah batang ke atas. Cabang dari node

yang lebih rendah berdaun dan keras, dan kadang-kadang duri-seperti. Daun

sempit dan rata-rata panjang 15-30 cm dan 25-50 mm luas, dapat berbunga dan

biji biasanya terjadi setiap 35-45 tahun.Bambusa balcooa tumbuh hingga

ketinggian 700 m di iklim muson tropis dengan curah hujan tahunan 2.500 - 3.000

mm. Tumbuh pada setiap jenis tanah tapi lebih suka tanah bertekstur berat dengan

drainase yang baik dan pH rendah sekitar 5,5. Produksi tahunan 1200-1700 batang

/ ha dilaporkan dari Bangladesh.Sifat mekanisnya yaitu Kuat tekan berkisar 39,4-

50,6 N / mm2 di hijau dan 51,0-57,3 N / mm2 dalam kondisi kering udara.

Modulus pecah bervariasi antara 85,0-62,4 N / mm2 di hijau dan 92,6-69,6 N /

mm2 dalam kondisi kering udara. Modulus elastisitas 7,2-10,3 kN / mm2 hijau,

9,3-12,7 kN / mm2 dalam kondisi kering udara (Kabir et al. 1991).

Tanaman bambu dijumpai tumbuh mulai dari dataran rendah sampai

dataran tinggi 100 – 2200 m di atas permukaan laut. Walaupun demikian tidak

semua jenis bambu dapat tumbuh dengan baik pada semua ketinggian tempat,

namun pada tempat-tempat yang lembab atau pada tempat yang kondisi curah

hujannya tinggi dapat mencapai pertumbuhan terbaik, seperti ditepi sungai,

ditebing-tebing yang curam (Soendjoto, 1997).

Berdasarkan hasil pengamatan sungai pelus pada pos 2 (hulu) ditemukan

populasi Bambusa arundinaceae dan Bambusa maculata. Pada pos 4 (tengah)

Page 19: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

ditemukan populasi Bambusa balcooa. Pada pos 7 (hilir) ditemukan populasi

Gigantochlia atter.

Umumnya tanaman bambu dapat tumbuh dengan baik dan tersebar

dimana-mana, walaupun dalam pertumbuhannya dapat dipengaruhi oleh keadaan

iklim. Unsur-unsur iklim meliputi sinar matahari, suhu, curah hujan dan

kelembaban. Tempat yang disukai tanaman bambu adalah lahan yang terbuka

dimana sinar matahari dapat langsung memasuki celah-celah rumpun sehingga

proses fotosintesis dapat berjalan lancer. Type iklim mulai dari A, B, C, D sampai

E (mulai dari iklim basah sampai kering), semakin basah type iklim makin banyak

jenis bambu yang dapat tumbuh. Ini disebabkan karena tanaman bambu termasuk

tanaman yang banyak membutuhkan air yaitu curah hujan minimal 1020

mm/tahun dan kelembaban minimum 76%.Jenis tanah di lokasi praktek mulai dari

tanah berat sampai ringan dan mulai dari tanah subur sampai kurang subur. Sifat

fisik tanah pada lokasi praktikum dengan pH 7 dengan suhu 27°C (Anonim,

2010).

Produsen sebagai makhluk hidup yang dapat menghasilkan makananya

sendiri,dengan cara mengubah zat anorganik untuk menghasilkan zat organik

yang dapatdigunakan individu itu sendiri. Produsen yang berperan dalam

ekosistem tersebutadalah bambu, rumput, tumbuhan paku, pohon pisang dan

lumut. Makrokonsumer tingkat I adalah konsumen yang memanfaatkan energi

dari produsen.Konsumen ini bersifat herbivora. Konsumen tersebut meliputi

capung, ulat,moluska, crustacea, anggang-anggang, nyamuk, lebah, lalat, semut,

kupu-kupu.Makro konsumer tingkat II adalah konsumen yang memakan

konsumen tingkat Idan mereka bersifat herbivora. Makro konsumer tingkat II di

area ini meliputi,ikan, laba-laba, Manusia. Dekomposer merupakan konsumen

yang dapat merubahzat organik dan anorganik. Dalam aliran Sungai Pelus

dekomposer yang ada yaitu jamur, mikroorganisme, cacing.

Menurut Odum (1994), penggolongan organisme dalam air

dapat berdasarkan pada:

1. Berdasarkan aliran energy Organisme dibagi menjadi autotrof (tumbuhan), dan

fagotrof(makrokonsumen), yaitu karnivora predator, parasit, dan saprotrof atau

organisme yang hidup pada substrat sisa-sisa organisme.

Page 20: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

2. Berdasarkan kebiasaan hidup, organisme dibedakan sebagai berikut.

a. Plankton, terdiri atas fitoplankton dan zooplankton, biasanya melayang-

layang(bergerak pasif) mengikuti gerak aliran air. 

b. Nekton; Hewan yang aktif berenang dalam air, misalnya ikan.

c. Neuston; Organisme yang mengapung atau berenang di permukaan air

atau bertempat pada permukaan air, misalnya serangga air.

d. Perifiton; Merupakan tumbuhan atau hewan yang melekat/bergantung pada

tumbuhanatau benda lain, misalnya keong.

e. Bentos; Hewan dan tumbuhan yang hidup di dasar atau hidup pada

endapan.Bentos dapat sessil (melekat) atau bergerak bebas, misalnya cacing dan

remis.

Adaptasi yang dilakukan oleh organisme air tawar dengan cara

sebagai berikut:

1. Adaptasi tumbuhan, tumbuhan yang hidup di air tawar biasanya bersel

satu dan dinding selnyakuat seperti beberapa alga biru dan alga hijau.Tumbuhan

tingkat tinggi, sepertiteratai (Nymphaea gigantea), mempunyai akar jangkar (akar

sulur). Tumbuhan rendah yang hidup di habitat air, tekanan osmosisnya sama

dengantekanan osmosis lingkungan atau isotonis.

2. Adaptasi hewan Ekosistem air tawar dihuni oleh nekton. Nekton

merupakan hewan yang bergerak aktif dengan menggunakan otot yang kuat.

Hewan tingkat tinggi di ekosistem air tawar, misalnya ikan. Mekanisme ikan

dalam

mengatasi perbedaan tekanan osmosis adalah dengan melakukan osmoregulasi unt

ukmemelihara keseimbangan air dalam tubuhnya melalui sistem ekskresi,insang,

dan pencernaan.

Moluska berasal dari bahasa Romawi, molis yang berarti lunak yang

hidup sejak periode Cambrian,terdapat lebih dari 100 ribu spesies hidup dan 35

ribu spesies fosil, kebanyakan dijumpai di laut dangkal, beberapa pada kedalaman

7000m, beberapa di air payau, air tawar, dan darat (Pennak, 1978). Menurut

Hyman (1967), filum moluskaditandai oleh tubuh yang lunak, yang tidak terbagi

Page 21: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

dalam segmen-segmen yang biasanya dilindungi oleh satu atau lebih keping

cangkang.

Moluska merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan

dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta

kualitas perairan. Moluska berperan penting dalam proses mineralisasi dan

pendaur-ulangan bahan organik maupun sebagai salah satu sumber makanan bagi

organisme konsumen yang lebih tinggi. Penurunan komposisi, kelimpahan dan

keanekaragaman dari moluska biasanya merupakan indikator adanya gangguan

ekologi yang terjadi pada sungai tersebut (Mason,1981). Salah satu organisme

yang terdapat di Sungai Pelus adalah moluska.

Ciri-ciri Moluska adalah :

- Merupakan hewan multiselular yang tidak mempunyai tulang belakang.

- Habitatnya di ait maupun darat

- Merupakan hewan triploblastik selomata.

- Struktur tubuhnya simetri bilateral.

- Tubuh terdiri dari kaki, massa viseral, dan mantel.

- Memiliki sistem syaraf berupa cincin syaraf

- Organ ekskresi berupa nefridia

- Memiliki radula (lidah bergigi)

- Hidup secara heterotroph

Salah satu kelas yang di Moluska adalah Gastropoda. Gastropoda

termasuk hewan yang sangat berhasil menyesuaikan diri untuk di beberapa tempat

dan cuaca.Distribusi penyebaran gastropoda air tawar ini umumnya meliputi

daerahyang sangat luas, mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi yang

mempunyai ketinggian 2.000 m dpl (Benthem, 1953). Spesies moluska yang

dominan di Sungai Pelus yaitu Sulcospira sulcospira.

Klasifikasi menurut Encyclopedia of life (2013) yaitu:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Klas : Gastropoda

Page 22: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Ordo : Sorbeoconcha

Famili : Pachyhilidae

Genus : Sulcospira

Spesies : Sulcospira sulcospira

Moluska mempunyai bentuk tubuh yang beranekaragam. Berdasarkan

bentuk tubuh, jumlah serta keping cangkang filum moluska terbagi ke dalam 7

kelas yaitu: Aplacophora, Monoplacophora, Polyplacophora, Gastrophoda,

Bivalvia, Scaphopoda, dan Cephalopoda. Filum moluska merupakan anggota

yang terbanyak kedua setelah filum Arthropoda. Terdapat lebih dari 60.000

spesies hidup dan 15.000 spesies fosil (Brusca & Brusca, 1990).

Arus adalah faktor pembatas utama pada aliran deras, tetapi dasar yang

keras terutama bila terdiri dari batu, dapat menyediakan permukaan yang cocok

untuk organism (flora dan fauna) untuk menempel atau melekat. Dasar di air

tenang yang lunak dan terus-menerus berubah umumnya membatasi organisme

bentik yang lebih kecil sampai bentuk penggali, tetapi bila kedalaman lebih besar

lagi, lebih sesuai untuk plankton, neuston dan plankton. Komposisi jenis dari

komunitas air deras sewajarnya 100% berbeda dari zona perairan yang tenang

seperti kolam dan danau (Odum, 1988).

Sungai yang dijumpai dihampir semua tempat pada mulanya, sebelum

mendapat gangguan manusia, mempunyai kualitas air yang bersifat alamiah.

Debu, mineral-mineral atmosfer dan berbagai macam gas banyak yang terlarut

dalam air hujan yang pada gilirannya akan menentukan status kualitas air alamiah

badan air atau sungai tersebut (Wirakusumah, 2003).

Diantara karakteristik fisik perairan (alamiah) yang dianggap penting

adalah konsentrasi larutan sedimen, suhu air, dan tingkat oksigen terlarut dalam

suatu sistem aliran air. Larutan sedimen yang sebagian besar terdiri atas larutan

lumpur dan bebrapa bentuk koloida-koloida dari berbagai material inilah yang

seringkali mempengaruhi kualitas air dalam kaitannya dengan pemanfaatan

sumberdaya air untuk kehidupan manusia dan organisme akuatik lainnya.

Meningkatnya suhu perairan yang dapat diklasifikasikan sebagai pencemar

perairan dapat mempengaruhi kehidupan organisme akuatik secara langsung atau

Page 23: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

tidak langsung. Sementara itu, oksigen terlarut dalam perairan dapat dimanfaatkan

untuk indikator atau sebagai indeks sanitasi kualitas air (Soeriaatmadja, 1977).

Muatan sedimen. Kualitas fisik perairan sebagian besar ditentukan oleh

jumlah konsentrasi sedimen yang terdapat dalam perairan tersebut. Muatan

sedimen total yang terdapat dalam aliran air terediri atas sedimen merayap

(bedload) dan sedimen melayang (suspended sediment). Untuk suatu sistem

daerah aliran air, terutama yang terletak di hulu, jumlah muatan sedimen yang

terlarut dalam aliran air mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap kualitas

air di tempat tersebut. Pengaruh tersebut diwujudkan dalam bentuk pengaruh

muatan sedimen pada besar kecilnya dan kedalaman cahaya matahari yang masuk

ke dalam aliran air. Muatan sedimen dalam suatu perairan diukur melalui tingkat

kekeruhan yang terjadi di aliran air tersebut. Pada tingkat kekeruhan tertentu,

cahaya matahari yang masuk ke dalam badan air berkurang sehingga menghambat

proses fotosintesis jenis vegetasi yang tumbuh di dalam perairan. Cahaya matahari

yang dapat masuk ke dalam badan air juga berguna untuk kehidupan organjisme

akuatik, terutama dalam mempertahankan suhu perairan tersebut pada tingkat

yang memungkinkan untuk menunjang kehidupan organisme tersebut. Muatan

sedimen dalam aliran air juga membawa serta unsur hara (nutrisi) dan logam berat

yang akan mempengaruhi pemanfaatan sumber daya air (Thohir, 1991).

Muatan sedimen dapat dibedakan menjadi dua yaitu muatan sedimen

organik dan muatan sedimen non-organik. Muatan sedimen organik terdiri atas

unsur-unsur yang berasal dari flora (vegetasi) dan fauna (hewan) yang seringkali

terangkut dalam aliaran air pada periode aliran besar (debit besar sebelum tercapai

debit puncak). Muatan sedimen non-organik meliputi unsur-unsur pasir, lumpur,

dan koloida-koloida dari berbagai mineral yang pada tempat dan waktu tertentu

dapat mengendap di dasar perairan (Asdak, 1995).

Sedimen melayang (suspended material) dalam perairan sungai alamiah dapat

dibedaklan menjadi dua tipe:

Sedimen non-organik, terutama terdiri atas pasir, debu, dan koloida-koloida

yang berasal dari permukaan tanah daerah tangkapan air dan dari dasar

saluran-saluran air di tempat tersebut.

Page 24: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Sedimen organik, terdiri atas unsur-unsur tanaman dan hewan baik yang hidup

atau mati yang terlarut dalam aliran air sungai. Sedimen-sedimen organik

dapat juga teruraikan (decomposed) oleh biota yang hidup dalam perairan

tersebut antara lain serangga dan vegetasi perairan lainnya, bakteri, jamur dan

ganggang menjadi bentuk lain dari unsur-unsur organik (Hewlett, 1982).

Sedimen non-organik yang banyak dijumpai pada sungai Pelus sebagai subdtrat

yang dominan adalah pada bagian hulu substrat yang dominan adalah bebatuan,

pada bagian tengah substrat yang dominan adalah pasir, kerikil, dan bebatuan,

pada bagian hilir substrat yang dominan adalah pasir dan batuan.

Sedimen terlarut (dissolved material) dalam perairan sungai alamiah dapat

dibedakan menjadi dua tipe:

Larutan non-organik, termasuk unsur-unsur mineral dan gas. Meskipun unsur-

unsur mineral mendominasi larutan non-organik ternyata beberapa jenis gas ,

terutama oksigen dan karbon dioksida memegang peranan yang lebih penting

untuk keberlanjutan kehidupan flora dan fauna akuatis serta menentukan

kualitas air.

Larutan organik, meliputi bermacam-macam unsur organik yang bersifat

komplek sebagai hasil proses-proses fotosintesis, metabolisme, dan

dekomposisi jaringan-jaringan tanaman dan hewan yang hidup di perairan.

Beberapa unsur organik tersebut ditemukan dalam kadaan tidak stabil, sebaian

lainnya diserap oleh organisme akuatis untuk menghasilkan sedimen organik

lain, dan banyak di antara komponen-komponen organik tersebut yang

berfungsi sebagai unsur hara makanan dan bentuk sumber energi lainnya bagi

flora dan fauna yang hidup di perairan bagian hilir (Asdak, 1995).

Arus air. Kandungan sedimen dalam air mempengaruhi kecepatan arus air,

jika sedimen yang terdapat dalam air lebih banyak maka arus air akan semakin

lambat, jika kandungan sedimennya sedikit maka arus air akan semakin cepat.

Arus air pada sungai Pelus bagian hulu kecepatan arusnya adalah 28 m/s, pada

bagian tengah 0,04 m/s, sedangkan pada bagian hilir arus airnya adalah 10 meter/

19 detik. Hal ini berarti kandungan sedimen pada bagian tengah lebih besar

daripada dibagian hulu dan hilir. Bagian hulu memilki kandungan sedimen yang

Page 25: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

relatif lebih sedikit, karena sedimen yang ada terbawa lairan air sampai ke tengah

dan menurun jumlahnya jika sudah sampai ke bagian hilir (Leksono, 2007).

Temperatur air. Suhu di dalam air dapat menjadi faktor penentu atau

pengendali kehidupan flora dan fauna akuatis, terutama suhu di dalam air yang

telah melampaui ambang batas (terlalu hangat atau terlalu dingin) bagi kehidupan

flora dan fauna akuatis tersebut. Jenis, jumlah dan keberadaan flora dan fauna

akuatis seringkali berubah dengan adanya perubahan suhu air, terutama oleh

adanya kenaikan suhu di dalam air. Secara umum, kenaikan suhu perairan akan

mengakibatkan kenaikan aktivitas biologis dan pada gilirannya memerlukan lebih

banyak oksigen di dalam perairan tersebut. Kenaikan suhu suatu perairan alamiah

umumnya disebabkan oleh aktivitas penebangan vegetasi di sepanjang tebing

aliran air tersebut. Dengan adanya penebangan atau pembukaan vegetasi di

sepanjang tebing aliran tersebut mengakibatkan lebih banyak cahaya matahari

yang dapat menembus ke permukaan aliran air tersebut dan pada akhirnya akan

meningkatkan suhu di dalam air (Asdak, 1995).

Suhu air atau temperatur air di sungai Pelus pada bagian hulu adalah

sebesar 23 0C, pada bagian tengah 26 0C dan hilir temperatur airnya mencapai 25 0C. Nilai temperatur air tersebut masih dalam batas normal, tidak terlalu dingin

dan tidak terlalu hangat atau panas sehingga flora dan fauna organisme akuatis

dapat tumbuh dengan optimal. Nilai temperatur udara di sekitar sungai pada

bagian hulu temperatur udaranya adalah 270C, pada bagian tengah sebesar 26 0C,

dan pada bagian hilir sebesar 31 0C. Temperatur udara tersebut masih dalam batas

normal. Jika temperatur udaranya terlalu dingin atau terlalu panas maka hal

tersebut tidak bagus untuk kehidupan ikan organisme akuatik lainnya.

pH air. pH air biasanya dimanfaatkaan untuk menentukan indeks

pencemaran dengan melihat tingkat keasaman atau kebasaan air yang diuji,

terutama oksidasi sulfur dan nitrogen pada proses pengasaman dan oksidasi

kalsium dan magnesium pada proses pembasaan. Besarnya angka pH dalam suatu

perairan dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan

dapat mempengaruhi ketersediaan dan unsur hara yang sangat bermanfaat bagi

kehidupan vegetasi akuatik. pH air juga mempunyai peranan penting bagi

kehidupan ikan dan fauna lain yang hidup di perairan tersebut. Umumnya,

Page 26: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

perairan dengan tingkat pH lebih kecil daripada 4,8 dan lebih besar daripada 9,2

sudah dianggap tercemar (Brook et al., 1989).

Bagi kebanyakan ikan yang hidup di perairan tawar, angka pH yang

dianggap sesuai untuk kehidupan ikan-ikan tersebut adalah berkisar anatara 6,0

hingga 8,4. Apabila pH air telah turun jauh dibawah angka 6,0 ikan dan organisme

akuatik lainnya menjadi terganggu kehidupannya. Pada angka pH lebih kecil dari

4,5 keadaan kualitas air telah menjadi kritis dan tidak mampu lagi mendukung

kehidupan ikan. Sementara itu, untuk kebanyakan jenis ganggang tidak dapat

hidup di perairan dengan pH lebih besar daripada 8,5 (Asdak, 1995).

pH air di sungai Pelus dari bagian hulu, tengah, dan hilir mempunyai nilai

pH yaitu 8,0; 7,0; 6,0; Hal ini berarti sungai Pelus masih bagus kualitas airnya dan

pH tersebut merupak pH yang masih toleran untuk kehidupan ikan dan organisme

akuatik lainnya.

Kondisi daratan disekitar aliran sungai banayk ditumbuhi pepehonan dan

tanah yang ada dimanfaatkan sebagai lahan pemukiman dan lahan perkebunan.

Tanah pada lahan tersebut merupakan tanah serasah ada juga yang berupa pasir,

pH tanah normal yaitu 7,0. Bagian hulu dan tengah pH sebesar 6,9 dan 6,8

sehingga tanah tersebut sangat cocok untuk lahan perkebunan, sedangkan pada

hilir nilai pH tanah menunjukan nilai 4,8 sehingga disimpulkan tanah tersebut

telah tercemar dan tidak cocok untuk bertanam, sebab pH tanahnya jauh dari pH

normal. Temperatur udara dibagian daratan adalah sebesar 260C pada bagian hulu

dan 27 0C pada bagian tengah dan hilir. Nilai temperatur ini masih dalam batas

normal untuk pertumbuhan organisme yang ada di dalamnya (Dwidjoseputro,

1991).

Tanaman bambu tersebar luas di daerah beriklim tropis, sub tropis dan

sedang (Sutiyono, et al., 1992). Penyebaran bambu berdasarkan garis lintang yaitu

antara 40o LU/LS dengan penyebaran bambu tipe monopodial 30-38o LU/LS dan

bambu tipe simpodial 250 LU/LS (Uchimura, 1981).

Penyebaran bambu yang luas ini sangat dipengaruhi oleh faktor iklim

antara lain suhu, curah hujan, kelembaban yang berkaitan satu dengan yang lain

(Sutiyono, et al., 1992). Menurut Huberman (1959) daerah yang memiliki curah

hujan tahunanan minimal 1020 mm dan kelembaban udara minimal 80% dengan

Page 27: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

suhu optimum antara 8,8-360C merupakan daerah yang cocok untuk pertumbuhan

bambu. Bambu dapat tumbuh baik di berbagai jenis tanah, kecuali tanah yang

berada di dekat pantai. Pada tanah tersebut, bambu dapat tumbuh tetapi

pertumbuhannya lambat dan buluh kecil. Umumnya bambu dapat tumbuh di

tempat dengan ketinggian 1-1200 m dpl dengan keadaan pH tanah antara 5,0-6,5

(Alrasyid, 1990). Verhoef (1957) menyatakan bahwa berbagai keadaan tanah

dapat ditumbuhi oleh bambu mulai dari tanah ringan sampai tanah berat, tanah

kering sampai tanah becek dan dari tanah yang subur sampai ke tanah yang

kurang subur.

Berdasarkan data moluska yang diperoleh, pada daerah hulu ditemukan 3

spesies yaitu Elimia sp, Pseudotryonia brevissinus, Melanades turiculla. Jumlah

spesies pada daerah tengah ditemukan 4 spesies yang berbeda, diantaranya

Sulcospira sulcospira, Sulcospira tertudinaria, Oreobasus sp, Sulcospira sp.

Sedangkan jumlah spesies pada daerah hilir ditemukan 1 spesies yang berbeda

yaitu, Varicella sp.

Adanya perbedaan jumlah komposisi taksa moluska pada Sungai Pelus

dapat disebabkan karena adanya perbedaan pengaruh bahan organik dan adanya

perubahan kondisi lingkungan, khususnya substrat sebagai akibat dari kegiatan

antropogenik dan industri yang menimbulkan tekanan lingkungan terhadap jenis

moluska tertentu. Komposisi taksa pada tingkat genus yang hanya berkisar antara

5 - 6 jenis, menandakan bahwa tingkat keanekaragaman taksa ini tergolong

rendah. Sedikitnya jumlah taksa yang ditemukan juga tidak dapat menunjukkan

bahwa perairan tersebut tercemar. Ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi

kondisi suatu lingkungan, misalnya fungsi aliran energi. Menurut Odum (1971),

penilaian tercemar atau tidaknya suatu ekosistem tidak mudah terdeteksi dari

hubungan antara keanekaragaman dan kestabilan komunitasnya. Sistem yang

stabil, dalam pengertian tahan terhadap gangguan atau bahan pencemar bisa saja

memiliki keanekaragaman yang rendah atau tinggi, hal ini tergantung dari fungsi

aliran energi yang terdapat pada perairan tersebut.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang dipaparkan s

ebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

Page 28: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

1. Macam-macam komunitas yang terdapat di alam secara garis besar dapat

dibagi menjadi dua bagian yaitu komunitas akuatik dan terrestrial.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi moluska dan distribusi bambu

antara lain: gas terlarut, kejernihan, arus air, suhu, penetrasi cahaya, pH,

substrat dan polinasi.

3. Faktor lingkungan yang penting untuk daratan yaitu cahaya, temperatur

dan air, sedangkan cahaya, temperatur dan kadar garam merupakan faktor

tiga besar untuk perairan.

4. Perpindahan energi akan terjadi melalui proses makan-memakan atau

disebut rantai makanan yang kemudian bergabung membentuk jaring-

jaring makanan.

5. Dalam satu ekosistem, terdapat variasi komponen abiotik dan biotic yang

menempati suatu zona berbeda pada sungai.

6. Sungai Pelus sebagai daerah aliran sungai yang memiliki potensi besar

bagi kesejahteraan masyarakat senantiasa harus selalu dijaga

kelestariannya dari usaha pencemaran.

DAFTAR PUSTAKA

Page 29: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Alrasyid, H dan A. Widiart i,1990. Pengaruh Penggunaan Hormon IBA terhadap persentase hidup stek Khaya anthoteca.

Asdak, C. 1995. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Benthem, J.W.S.S. van. (1953). Systematic studies on the non-marine mollusca of the Indo-Australian archipelago IV. Critical revision of the freshwater bivalves of Java. Treubia 2, 19-73.

Brooks, K. N., P. F. Ffolliott, H. M. Gregersen, dan J. L. Thames. 1989. Hydrology and the Management of Watershed. Ohio University Press, Columbus, USA.

Brusca, R. C and G. J. Brusca. 1990. Invertebrates. Sinaver Associates, Inc. Publishers Sunderland.

Buletin Penelitian Hutan No.523. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehut anan. Bogor. P.1-22.

Dwidjoseputro, D. 1991. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya. Erlangga, Jakarta.

Heddy, S. 1989. Hormon Tumbuhan. CV Rajawali, Jakarta.

Hewlett, J. D. 1982. Principles of Forest Hydrology. The University of Georgia Press. Athens, USA.

Hyman, L.H. 1967. The Invertebrates. Vol.6. Mc-Grawhill Book Company. New York.

Leksono, A. S. 2007. Ekologi Pendekatan Deskriptif dan Kuantitatif. Bayumedia Publishing, Malang.

Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollution. Longman Inc. New York. 250 hal.

Massachusetts Wirakusumah.2003. Dasar-Dasar Ekologi. Iniversitas Indonesia Press.Jakarta.

Odum, E.P. 1971. Fundamental of Ecology. 3rd Edition W. B. Saunders Co. Philadelphia. 546 p.

Odum, E.P. 1994. Dasar-dasar Eokologi. Edisi ke3 . Gajah Mada University Press. Yogjakarta.

Odum, T. Howard.1992. Ekologi System. Yogyakarta : Gajah Mada University Press. Rajawali.

Page 30: LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI

Odum,E.P. 1988. Fundamental of Ecology. 3rd Edition by W.B. Saunders CO. Philadelphia, Topan company Ltd. Tokyo.

Pennak, RW. 1978. Freshwater Invertebrates of the United States. New York: A Willey Interscience Publications John Willey and Sons.

Riberu, P. 2002. Pembelajaran Ekologi. Jurnal Pendidikan Penabur, Vol 1 (1) : 125-127.

Soemarwoto, Idjah, dkk. 1980. BIOLOGI UMUM II. Jakarta : PT Gramedia.

Soendjoto, M.A. 1997. Prosiding Ekspose Hasil Penelitian dan Uji Coba Balai Teknologi Reboisasi Banjar Baru. Upaya Peningkatan Mutu dan Produktifitas Hutan Menuju Pengelolaan Hutan Lestari. BTR Banjarbaru, Kal – Sel.

Soeriaatmadja, R. E. 1977. Ilmu Lingkungan. ITB, Bandung.

Thohir, K. A. 1991. Butir-Butir Tata Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta.

Verhoef, L. 1957. Tanaman bambu di Jawa. Lembaga Pusat Penilitian Kehutanan. Bogor. 25 hal.

Wootten, R.J., 1992. Fish Ecology. Departemen of Biological Science, University callage of Walles Aberystwyth, Blackie and Sones, New York.