Laporan Problem Base Learning i Fixxx

Embed Size (px)

Citation preview

Skenario 1

PGI2 , PGE2 TXA2, PGI2, PGE2 Lambung Makrofag Inflamasi COX-1 GI COX-2 Ginjal Leukosit Integritas mukosaBAB I Fosfolipid Membran Asam Mitogenesis Arakidonat Pertahanan Inflamasi Trombosit Fibroblas Agregasi trombosit Pembentukan tulang Endotelium Endotelium Fungsi ginjal Fungsio lain

Tn. X, seorang pria berusia 29 tahun datang dengan keluhan muntah darah. Muntah berisi cairan, sisa makanan disertai bercak-bercak darah kehitaman sejak 2 hari yang lalu.Muntah terjadi + 5 kali/hari setiap muntah + gelas belimbing dan lebih sering pada pagi hari.Ia juga merasakan nyeri ulu hati dan kembung. Keluhan ini (nyeri perut) sudah dirasakan sejak 4 tahun yang lalu kumat-kumatan, terutama jika ia kurang tidur dan terlambat makan. Ia terbiasa minum antasida yang dibelinya di apotik. Pada awalnya obat tersebut cukup membantu mengurangi nyeri, tetapi akhir-akhir ini obat tersebut sudah kurang manjur lagi untuknya.Ia menyangkal adanya demam dan menggigil. Ia mengatakan bahwa ia tidak pernah mengalami keluhan kesehatan selain yang tersebut di atas. Ia adalah seorang arsitek di perusahaan swasta dan sejak 2 minggu yang lalu sering lembur untuk menyelesaikan pekerjaannya. Akibat beban pekerjaan yang berat, ia sering merasa nyeri kepala dan untuk mengatasinya ia minum asam mefenamat. Ia seorang perokok dan biasanya menghabiskan 6-8 batang rokok/hari. Ia jarang minum kopi dan tidak mengatur pola makannya. Ia seorang lajang yang tidak menganut hubungan seksual bebas, tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang maupun minum minuman keras (alkohol). 1. Identitas pasien : Nama : Tn.X Umur : 29 tahun Jenis kelamin : Laki Laki 2. Anamnesis : a. Keluhan utama : Muntah darah b. Onset c. Frekuensi d. Kuantitas e. Kualitas makanan 1 : 2 hari yang lalu : > 5x sehari : gelas blimbing (200 cc) : Bercak-bercak darah kehitaman, muntah berisi cairan, sisa

f. Faktor Memperingan : minum obat antasida dan asam mefenamat g. Faktor Memperberat : tidak tidur, telat makan h. Gejala penyerta : nyeri ulu hati, kembung dan nyeri perut i. Riwayat Penyakit Dahulu : konsumsi antacid jika nyeri perut pada 4 tahun yang lalu, konsumsi obat mefenamat j. Riwayat Sosial ekonomi : 1) Seorang arsitek 2) Perokok 3) Makan tidak teratur 4) Beban kerja berat 5) Jarang minum kopi Skenario 2 Pemeriksaan Fisik Keadaan Umum : cukup baik, compos mentis Tekanan darah : 110/70 mmHg Nadi : 84x/menit RR : 18x/menit Suhu : 36,9 C Kepala : mata conjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikhterik Thoraks : dalam batas normal Abdomen : datar, frekuensi dan bunyi peristaltic normal, perkusi timpani, Supel, nyeri tekan area epigastrica, massa (-) Ekstremitas : akral hangat Skenario 3 Pemeriksaan Penunjang Hasil Pemeriksaan Laboratorium Hb WBC Platelet AST : 12 g/dl : 6300/ml : 15 U/L normal normal : 180.000/ml normal normal

2

ALT ALP Glukosa Kolesterol Serologi

: 22 U/L : 100 U/L

normal normal normal normal normal

Bilirubin total : 0,9 mg/dl

: 80 mg/dl : 180 mg/dl

: antibodi terhadap H.pilorii (+)

Hasil biopsy lambung 3 bulan yang lalu menunjukkan adanya inflamasi akut dan kronik, Periodik Acid-Schieff (PAS)/ alcian blue stain menunjukkan tidak ada bukti metaplasia usus dan tidak ada neoplasma yang teridentifikasi. Hasil PA Gambaran PA : Tampak mukosa gaster menggantung pada tepi ulkus. Tampak sebukan sel-sel radang mononuclear pada dasar ulkus tidak terlalu prominens. Tampak pula pelebaran pembuluh darah. Tampak kuman berbentuk spiral (H.pilorii) dalam sel mukosa gaster. Skenario 4 Pasien didiagnosis menderita Peptice Ulcer karena efek samping NSAID Pasien diberi obat : Omeprazole 20 mg 1x1 Misoprostol 200 g 3x1 Metoclopramide 10 mg 3x1 bila perlu

3

BAB II A. Kejelasan istilah dan atau konsep masalah 1. Apakah yang dimaksud dengan antasida? Antasida adalah : Suatu senyawa yang menetralkan atau menurunkan asam lambung. Bersifat basa biasanya digunakan untuk ulkus peptikum dan refluks esofagus. Ada 2 macam antasida : a. Antasida sistemik contohnya adalah Natrium Bikarbonat b. Antasida Non-Sistemik contohnya adalah Al-Hidroksid, Mg-Trisilikat, Ca-Karbonat. 2. Apakah yang dimaksud dengan asam mefenamat? Asam Mefenamat adalah suatu obat antinyeri yang termasuk golongan NSAID (Non-Steroid Anti Inflamatory Drug). B. Langkah 2. Identifikasi masalah 1. Bagaimana patofisiologi muntah dan muntah darah? 2. Bagaimana patofisiologi nyeri ulu hati? 3. Bagaimana patofisiologi kembung? 4. Bagaimanakah pengaruh stress terhadap muntah? 5. Bagaimanakah hubungan pengobatan antasida dengan nyeri ulu hati? 6. Bagimanakah hubungan pengobatan asam mefenamat dengan nyeri ulu hati? C. Langkah 3. Menganalisis masalah 1. Patofisiologi muntah: Muntah (emesis) yaitu ekspulsi secara paksa isi lambung keluar melalui mulut disebabkan oleh motilitas lambung yang abnormal. Gaya utama yang mendorong keluar isi lambung berasal dari otot-otot pernafasan yaitu diafragma dan otot abdomen. Pusat muntah berada di Medula. Penyebab muntah secara umum adalah stimulasi taktil, iritasi atau peregangan lambung dan duodenum, peningkatan tekanan intrakranial, rotasi atau akselerasi kepala, nyeri hebat, bahan kimia,

4

psikologis. Berikut patomekanisme terjadinya muntah akibat sekresi HCl berlebih (Sheerwood, 2001). Akumulasi HCl di malam hari N Vagus terangsang Diterima oleh CTZ (chemoreseptor Trigger Zone) di Medula Oblongata Cortex serebral dan organ vestibularis Inspirasi dalam dan penutupan glottis Diafragma dan otot abdomen berkontraksi Tekanan intra-abdomen Isi abdomen terdorong ke esofagus Glottis menutup, uvula terangkat Muntah

Patofisiologi muntah darah :

5

Skema 1. Patofisiologi Muntah Darah (Price, 2006) Macam-macam Hemoptisis : Hematemesis adalah muntah darah berwarna merah cerah dapat disertai dengan bercak-bercak kehitaman seperti kopi dan termasuk perdarahan saluran cerna bagian atas. Melalui pemeriksaan endoskopi, berdasarkan penyebab hematemesis, dapat dibedakan menjadi variceal dan nonvariceal (Adi,2006). Perdarahan variceal disebabkan oleh kelainan fungsi hati dan hipertensi porta. Sehingga pada perdarahan variceal akan ditemukan tanda-tanda kegagalan hati seperti jaundice, eritema palmaris, caput meduse, spider nevi. Perbedaan lain dengan perdarahan nonvariceal adalah bila diberikan NGT berisi air es, perdarahan tidak akan berhenti. Contoh perdarahan variceal adalah perdarahan varises gatroesofagus yang merupakan komplikasi utama hipertensi porta pada sirosis hati (Adi,2006). Perdarahan nonvariceal tidak disebabkan oleh kelainan pada hati dan bila diberikan NGT berisi air es, maka perdarahan akan berhenti. Contoh kelainan nonvarises yang menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian atas adalah refluks esofagitis, ulkus esofagus, ulkus peptikum, ulkus gaster, ulkus duodeni, kanker lambung, kanker duodeni, gastritis erosif, sindroma Mallory-Weiss (Adi, 2006). 2. Nyeri ulu hati Nyeri ulu hati atau dikenal juga dengan nyeri epigastrik dapat disebabkan oleh kelainan organ dalam rongga perut dan organ dalam rongga dada. Organ di dalam rongga perut yang sering memberikan keluhan nyeri di perut atas, antara lain penyakit dari lambung, duodenum, halus, usus besar, hati, empedu, dan salurannya. Nyeri pada epigastrik pun mempunyai berbagai sifat. Apabila timbul nyeri yang bersifat pedih, biasanya disebabkan kelainan lambung dan duodenum.

6

Apabila nyeri terasa berdenyut-denyut disertai panas badan, biasanya dikarenakan proses inflamasi pada pankreas, kandung empedu, dan hati (Hadi, 1999). Nyeri epigastrik pun bisa dirasakan menyebar. Apabila nyeri terasa melebar ke punggung, bisa disebabkan kelainan di kandung empedu dan pankreas. Apabila nyeri yang menjalar ke dada dan mengakibatkan sesak napas bisa disebabkan oleh kelainan pada esofagus dan jantung (Hadi, 1999). Apabila pada kasus diatas dimana nyeri dirasakan sejak empat tahun yang lalu, hal ini menunjukkan kemungkinan terjadinya ulkus pada gaster yang bersifat kronik. Hal ini dikarenakan adanya produksi HCl berlebihan yang mengakibatkan terjadinya pengikisan pada lapisan mukosa hingga mencapai tunica muscularis pada dinding gaster dimana terdapat anyaman saraf yaitu plexus Auerbach yang akan menerima rangsangan nyeri (Hadi, 1999). 3. Kembung Karena ada produksi gas dari bakteri di gaster yang berlebihan dan juga adanya inflamasi pada lambung. 4. Hubungan Stres dengan muntah Hubungan antara stress dan muntah belum bisa dijelaskan secara pasti. Stres bisa menyebabkan peningkatan saraf simpatis pada tubuh kecuali pada tractus digestivus yang akan menyebabkan peningkatan saraf parasimpatis yang dapat meningkatkan gerakan peristaltic dan juga meningkatkan sekresi asam lambung sehingga untuk orang yang sudah terkena erosi pada lambung, peningkatan asam lambung akan meningkatkan reflek muntah. 5. Pengaruh antasida terhadap nyeri ulu hati Antasida adalah obat yang digunakan untuk menetralkan asam lambung. Hal tersebut disebabkan karena antasida mempunyai sifat basa, sehingga bila bertemu zat asam ataupun masuk kedalam ruangan yang berkondisi asam, maka akan membuat pH menjadi netral. Pada lambung disekresikan HCl yang membuat lambung mempunyai suasana

7

asam untuk mencernakan makanan. Namun bila terjadi sekresi HCl yang berlebihan maka akan terjadi suasana asam yang berlebihan. Oleh karenanya antasida diperlukan untuk mengatasi hal tersebut (Estuningtyas, 2007). Antasida bisa dibagi menjadi 2 golongan. Yaitu a. Antasida sistemik contohnya adalah Natrium Bikarbonat atau NaHCO3 Dengan reaksi penetralan sebagai berikut : NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2 b. Antasida nonsistemik contohnya adalah Aluminiun Hidroksida atau Al(OH)3, dengan reaksi penetralan sebagai berikut : Al(OH)3 + 3HCl AlCl3 + 3H2O 6. Pengaruh Asam mefenamat terhadap nyeri ulu hati NSAID golongan Asam mefenamat atau salisilat adalah zat yang dapat diserap mukosa lambung selain senyawa alkohol. Mekanisme kerja utama dari NSAID adalah menghambat perubahan Cyclooxigenase 1 (COX 1) menjadi Prostaglandin (PG). Sementara PG yang banyak ditemukan pada mukosa lambung adalah hasil dari metabolisme asam arakidonat yang memegang peran sentral pada pertahanan dan perbaikan sel epitel lambung, menghasilkan mukusbikarbonat, menghambat sekresi sel parietal, mempertahankan sirkulasi mukosa dan restitusi sel epitel (Tarigan, 2006).

Fosfolipase A2

Dihambat NSAID

8

Skema 2. Pembentukan PGE2 dan PGI2 (Tarigan, 2006)

D.

Menyusun berbagai penjelasan mengenai permasalahan 1. Anatomi Gaster

9

Gambar 1. Anatomi Gaster Vaskularisasi gaster : a. A. Gastrica Sinistra b. A. Gastrica Dextra c. A. Gastrica Breves d. A. Gastroomentalis Dextra e. A. Gastroomentalis Sinistra f.V. Gastrica Dextra g. V. Gastrica Sinistra h. V. Gastroomentalis Dextra i.V. Gastroomentalis Sinistra Inervasi gaster : a. b. 2. Simpatis : Plexus Coeliacus Parasimpatis : n. vagus Fisiologi normal proses pencernaan Kontrol sekresi lambung dipengaruhi oleh 3 faktor sebagai berikut: a. Fase Sefalik Fase sefalik sekresi lambung adalah meningkatnya sekresi HCl dan pepsinogen sebagai respon terhadap rangsangan yang bekerja pada kepala sebelum makanan mencapai lambung. Aktivitas berfikir mengenai, mencicipi, membaui, mengunyah dan menelan makanan akan merangsang aktivitas saraf vagus dan meningkatkan sekresi lambung. Perangsangan saraf vagus ini

10

melalui 2 cara, yaitu stimulasi pleksus intrinsik oleh vagus mendorong sekresi HCl dan pepsinogen oleh sel sekretorik dan pengeluaran gastrin untuk semakin meningkatkan sekresi HCl dan pepsinogen (Sheerwood, 2001). b. Fase Lambung Sekresi asam lambung pada fase lambung terjadi ketika makanan sudah berada di dalam lambung dan sebagai respon terhadap rangsang protein, peregangan, kafein atau alkohol (Sheerwood, 2001) c. Fase Usus Fase ketiga sekresi lambung yaitu fase usus memiliki komponen eksitatorik dan inhibitorik. Fase eksitatorik terjadi ketika rangsangan hasil pemecahan protein berada di duodenum akan memicu pengeluaran gastrin usus yang akan dibawa darah ke lambung dan semakin meningkankan sekresi asam lambung. Namun di lain pihak, fase inhibitatorik usus lebih bekerja dominan dan akan mengurangi sekresi lambung (Sheerwood, 2001).

3.

Histologi normal gaster

11

Gambar 2. Histologi Gaster Keterangan : 1) Mukosa 2) Submukosa 3) Muscularis Eksterna 4) Kelenjar limfonodi 5) Sel-sel Gaster Sel-sel gaster terdiri dari: a) Sel Parietal Menghasilkan HCL dari faktor intrinsic, digunakan pula pada hematopoesis.

12

b) Sel Chief Menghasilkan pepsinogen c) Sel Permukaan Menghasilkan visible mucus yang digunakan untuk melindungi permukaan epitel gaster. d) Mucus Neck Cell Soluble mucus untuk lubrikan. e) DNES/APUD cell Menghasilkan somatostatin, serotonin dan gastrin 4. Proses keluarnya HCl Secara histologis HCl dikeluarkan oleh sel parietal pada lapisan mukosa lambung. Namun secara bioikimiawi dan fisiologis ternyata proses keluarnya HCl dipengaruhi oleh beberapa senyawa dalam darah dan hormon. Hormon yang merangsang sekresi HCl oleh sel parietal adalah Gastrin dan Ach. Sedangkan senyawa yang ikut andil dalam pembentukan HCl adalah H2CO3, H2O, CO2. Elektrolit seperti Cl-, H+ dan K+ juga berperan dalam proses tersebut (Muray,2009). CO2 sebagai sisa hasil respirasi akan banyak menumpuk di dalam plasma darah. Di dalam plama darah juga terdapat banyak sanyawa contohnya air (H2O). Di pembuluh darah terdapat juga banyak enzym. Salah satu Enzymnya adalah H2CO3 unhidrase, yang merupakan suatu enzim yang dapat mengkatalis reaksi pembentukan H2CO3 (Muray, 2009).

13

Singk

atnya terbentuklah H2CO3 dan pada daerah lambung, yaitu pada lapisan mukosa, terpisahlah rantai ikatan H2CO3 yang berubah menjadi H+ dan HCO3-. Ikatan tersebut lepas dan mengakibatkan ion H+ disekresikan kedalam lumen. Namun muatan. setelah Untuk H+ disekresikan, terjadi maka ketidakseimbangan menyeimbangkannya

diperlukan muatan negatif yang harus disekresikan ke dalam lumen lambung. Alhasil dengan bantuan aktivitas proton pump maka ion Clyang berada di plasma darah bisa disekresikan ke dalam lumen. Maka terbentuklah HCl (Muray, 2009) .

E.

Merumuskan tujuan belajar Menentukan diagnosis diferensial untuk mendapatkan diagnosis akhir. Diagnosis diferensial

14

1. Gastritis a) Definisi Peradangan atau inflamasi mukosa lambung, yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal. Dua jenis gastritis yang sering terjadi adalah gastritis superficial akut, dan gastritis atrofik kronik (menahun) (Price dan Wilson, 2006). Gastritis adalah inflamasi pada dinding gaster terutama pada lapisan mukosa gaster (Hadi, 1999). b) Tanda Gejala : Pada umumnya gastritis tidak menunjukan gejala, jika ada keluhan biasanya tidak khas seperti nyeri panas dan pedih pada ulu hati disertai mual dan kadang muntah (Hirlan, 2009). Sedangkan untuk kasus ini pasien mengalami gejala yang khas yaitu rasa nyeri di ulu hati. c) Patogenesis gastritis :

Skema 3. Patogenesis Gastritis 2. Ulkus Peptikum Pada kasus didapatkan gejala nyeri pada daerah epigastrium dan juga perasaan ingin mual dan muntah. Hal ini sesuai dengan tanda dan gejala pada ulkus peptikum yaitu : a. Nyeri pada epigastrium b. Mulut terasa masam c. Nyeri terkadang menjalar ke punggung kiri d. Nyeri tekan pada epigastrium. e. Nyeri terasa 30-90 menit setelah makan Selain itu pada ulkus peptikum juga terdapat faktor predisposisi seperti pemakaian NSAID, perokok dan alcohol sedangkan pada pasien ini juga terdapat riwayat pemakaian obat asam mefenamat yang termasuk golongan NSAID (Slamet,2001).

15

Diagnosis akhir: pasien didiagnosis menderita Peptice Ulcer karena efek samping NSAID. F. Langkah 6. Belajar mandiri secara individual atau kelompok G. Langkah 7. Menarik atau mengambil sistem informasi yang dibutuhkan dari informasi yang ada

BAB III PEMBAHASAN TENTANG DIAGNOSIS A. Definisi Ulkus peptikum adalah salah satu penyakit pada traktus gastrointestinal yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa yang disebabkan karena sekresi pepsin dan asam lambung. Biasanya lokasi yang paling sering ditemukan adalah terjadi pada lambung dan bagian proksimal dari duodenum (Ramakrishnan, 2007).

16

Pada ulkus peptikum ditemukan suatu gambaran bulat atau semi bulat/oval berukuran >5mm kedalaman submukosal pada mukosa lambung (pada ulkus peptikum di gaster) akibat terputusnya kontinuitas/ integritas mukosa lambung (Tarigan, 2006). B. Etiologi Beberapa hal yang dapat menyebabkan timbulnya ulkus peptikum antara lain sebagai berikut: 1. Infeksi Helicobacter pylori Merupakan salah satu penyebab tersering ulkus peptikum. Di Amerika Serikat, tercatat 75% pasien ulkus peptikum disebabkan karena infeksi bakteri ini. 2. Penggunaan obat NSAID (Non-Steroid Anti Inflamatory Drugs) dalam jangka waktu yang lama Salah satu penyebab tersering ulkus peptikum setelah infeksi H pylori pada penderita dewasa. 3. Gaya hidup dan pola makan Penggunaan tembakau dan rokok sebagai salah satu faktor risiko terbentuknya ulkus belum begitu jelas. Berdasarkan beberapa teori merokok dapat meningkatkan pengosongan lambung dan menurunkan produksi bikarbonase dari pankreas. Meski begitu, peran rokok yang lebih jelas adalah dapat merusak mukosa dari gastroduodenal, sehingga apabila terjadi infeksi H pylori maka akan memudahkan munculnya ulkus. Alkohol juga diperkirakan dapat menyebabkan iritasi pada mukosa gaster. Meski begitu, pada studi prospektif pada 47.000 pria dengan ulkus duodenal, merokok dan alkohol diperkirakan bukan merupakan faktor risiko. Meski begitu, alkohol dan kafein dianggap berperan dalam merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam. (Anand, 2011). 4. Hipersekresi produk gaster karena penyakit lain 17

Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan ulkus karena hipersekresi produk gaster, antara lain sebagai berikut: a. Gastrinoma (Zollinger-Ellison syndrome) b. Hiperplasia sel G di antrum c. Systemic mastocytosis d. Basophilic leukemias e. Cystic fibrosis f. Short bowel syndrome g. Hiperparatiroid (Enaganti, 2006) 5. Genetik 6. Psikologis C. Tanda dan gejala: a) b) c) d) e) Nyeri pada epigastrium Mulut terasa masam Nyeri terkadang menjalar ke punggung kiri Nyeri tekan pada epigastrium. Nyeri terasa 30-90 menit setelah makan

Gambaran Klinis : a) Adanya riwayat pasien tukak pada keluarga. b) Rasa sakit klasik dengan keluhan yang spesifik. c) Faktor predisposisi seperti pemakaian NSAID, perokok dan alkoholisme. d) Adanya penyakit kronik seperti PPOM dan sirosis hati (Slamet,2001). D. Pathogenesis Ketika bakteri Helicobacter pylori masuk ke dalam saluran pencernaan, bakteri ini akan tumbuh dan berkoloni di sana. Helicobacter pylori sendiri adalah bakteri yang tahan terhadap asam lambung sehingga bakteri ini tidak akan mati di dalam lambung. Bakteri ini akan mengeluarkan sitotoksin dan faktor virulensi yang akan merusak mukosa lambung dengan meningkatkan pengeluaran dari gastrin yang akan meningkatkan sekresi dari asam lambung dan pepsinogen, dan menurunkan sekresi somatostatin dan mukus di mukosa usus sehingga pelindung mukosa usus akan berkurang. Apabila terjadi terus18

menerus maka akan menyebabkan kerusakan lapisan dari dinding lambung dan kerusakan sawar mukosa lambung, dan asam dan pepsin akan berdifusi ke dalam mukosa yang menyebabkan konsekuensi patofisiologis yang serius. Asam akan memicu pengeluaran histamin, yang merupakan suatu stimulan asam kuat yang tersimpan di mukosa. Histamin yang dikeluarkan tersebut merangsang sekresi lebih banyak asam, yang dapat berdifusi lagi ke mukosa untuk merangsang pengeluaran histamin lebih lanjut. Begitu seterusnya dan pada akhirnya akan terjadi erosi mukosa, atau ulkus yang terus membesar di bawah pengaruh asam dan pepsin yang kadarnya meningkat (Sherwood, 2002). Pengaruh obat NSAID juga penting dicermati. Peran NSAID sendiri dalam menurunkan rasa nyeri adalah dengan menghambat pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX pada daerah yang terluka sehingga diharapkan dapat mengurangi pembentukan mediator nyeri. Namun, pada lambung prostaglandin sendiri memiliki peran dalam pembentukan sawar mukosa dengan menstimulasi mukus dan sekresi bikarbonat serta proliferasi sel epitel dan meningkatkan aliran darah di mukosa. Apabila prostaglandin dihambat, maka proses tersebut akan terhambat pula, sehingga bila ada infeksi H. pylori maka akan memudahkan bakteri tersebut menginfeksi lambung dengan cara yang telah disebutkan diatas (Ramakrishnan, 2007). Selain itu faktor etiologi lain seperti stress, dapat menyebabkan stimlasi berlebihan pada sekresi lambung, dan konsumsi kafein dan alkohol dapat meningkatkan sekresi asam lambung. Kebiasaan merokok juga dapat menyebabkan kerusakan mukosa dari gastrointestinal. Sering dalam perjalanan penyakit ulkus ini tidak hanya ditemukan satu penyebab saja, dimana infeksi bakteri juga didukung oleh keadaan beban pekerjaan yang berat, konsumsi obat-obatan dan pola makan yang tidak sehat (Sherwood, 2002). E. Patofisiologi dari Nyeri Perut Ketika makanan masuk ke dalam lambung, makanan bersifat basa, sehingga HCl akan dinetralkan dan tidak terjadi kerusakan pada didnding

19

gaster. Namun, ketika dalam keadaan emosi atau tidak adanya makanan yang masuk ke dalam lambung dalam jangka waktu tertentu, akan memberikan respon kepada saraf parasimpatis yang akan memberikan umpan balik berupa peningkatan kerja saluran gastro intestinal, termasuk peningkatan kerja lambung. Ketika terjadi sekresi asam lambung yang berlebihan, maka akan beredar HCl bebas. Asam lambung kemudian akan mengikis lapisan-lapisan pada dinding lambung. Apabila penyakit ini bersifat kronis, maka pengikisan akan mencapai tunica muscularis yang terdapat plexus Auerbach. Kemudian plexus Auerbach akan menerima rangsang nyeri (Hadi, 1999). F. Tatalaksana 1. Tatalaksana untuk infeksi H.Pilorii Terapi Eradikasi : Laporan uji klinis terapi infeksi H.pilorri di Indonesia pada mulanya menggunakan monoterapi dengan preparat bismuth dengan tujuan supresi bukan eradikasi. Dewasa ini, regimen terapi yang digunakan adalah terapi kombinasi antara inhibitor pompa proton (IPP) dengan dua atau tiga macam antibiotic. Pertemuan consensus nasional di Jakarta menganjurkan terapi tripel, kombinasi omeprazole, amoksilin dan klaritromisin dengan sosis sebagai berikut : a) Omeprazole b) Amoksillin d) Tetrasiklin f) Bismuth (KBS) 20 mg bid 1 G bid 500 mg qid atau 120 mg qid (Slamet,2001)

c) Klaritromisin 500 mg bid atau e) Metronidazole500 mg tid atau

20

Algoritma

pemberian obat pada infeksi H.Pilorii :

Tabel. Algoritma Pengobatan Infeksi H.Pilorii (Dipiro et al, 2005) 2. Tatalaksana untuk penyakit Ulkus Peptikum a. Farmakologis : Tujuan pengobatan ulkus peptikum : 1. Menghilangkan rasa nyeri, 2. Menyembuhkan ulkus serta mencegah kambuhnya ulkus 3. Mencegah terjadinya komplikasi 4. Melindungi mukosa lambung dari kerusakan (Elizabeth,2009) Pengobatan ulkus peptikum ditujukan untuk menetralkan dengan antasida atau mengurangi sekresinya dengan obat-obat antisekresi, yaitu: 1. H2bloker : simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin. 2. Muskarinik bloker : pirenzepin, mepenzolat, hiosciamin.

21

3. Penghambat pompa proton lansoprazol.

(H+/K+ ATPase)

: omeprazol,

4. Gologan analog prostaglandin : misoprotol Mekanisme kerja obat yang betujuan untuk menetralkan antasida dan mengurangi sekresi : 1. Golongan antagonis reseptor h2 Golongan Obat antagonis reseptor H2 (simetidin, ranitidin, famotidin, nizatidin) menghambat secara kompetitif ikatan histamin dengan reseptor H2, sehingga mengurangi konsentrasi cAMP intraseluler dan mengurangi sekresi asam lambung. 2. Golongan analog prostaglandin Golongan obat analog prostaglandin yaitu misoprostol. Misoprostol adalah analog Prostaglandin E2 dan I2 dihasilkan oleh mukosa lambung > menghambat sekresi enzim adenil siklase > menghambat sekresi asam lambung. 3. Golongan penghambat pompa proton Golongan Obat ini mengikat sistem enzim H/K ATPase (pompa proton) dari sel parietal jadi menghambat masuknya/menekan ion hidrogen kedalam lumen lambung. 4. Golongan anti muskarinik Obat anti muskarinik ini akan menurunkan kadar kalsium di intraselular sehingga motilitas dan sekresi asam lambung berkurang (Estuningtyas, 2007). Mekanisme kerja obat yang bertujuan untuk penetralisir asam lambung yaitu : 1. Golongan antasida Antasida merupakan basa lemah yang bereaksi dengan asam lambung sehingga akan membentuk air dan. Antasid dibagi dalam dua golongan, yaitu antasid sistemik dan antasid nonsistemik. Antasid sistemik, misalnya natrium bikarbonat, diabsorbsi dalam usus halus sehingga menyebabkan urin bersifat alkalis. Pada pasien dengan kelainan ginjal, dapat terjadi alkalosisi metabolik.

22

Penggunaan kronik natrium bikarbonat memudahkan nefrolitiasis fosfat (Estuningtyas, 2007). Mekanisme kerja obat yang bertujuan untuk pelindung mukosa (sitoprotektif) : 1. Sukralat Kompleks AL(OH)3 ditambah sukrosa sulfat akan berikatan dengan glikoprotein pada mukosa lambung yang akan membentuk barier yang menghalangi difusi HCL dan mencegah degradasi oleh pepsin. 2. Bismuth koloidal Mekanismenya sebagai berikut : a. Efek antimikroba b. Menghambat aktivitas pepsin c. Meningkatkan sekresi mucus d. Membungkus dan melindungi lubang ulkus dengan cara berinteraksi dengan protein jaringan mukus. 3. Fucoidan Mekanismenya sebagai berikut : a. Membentuk lapisan film yang tipis pada sel epitel lambung b. Meningkatkan produksi faktor pertumbuhan sel yaitu EGF (ephitelial growth factor) dan FGF (fibroblast growth factor) c. Menghambat adhesi bakteri H. pylori. Pasien yang menderita ulkus karena terinfeksi dengan H.pilori. Kebanyakan pasien ditangani dengan penambahan antibiotic. Terapinya dengan menggunakan terapi tiga obat yaitu metronidazol dan bismuth subsitrat ditambah amoksisilin selama 14 hari. Obat penekan asam dapat yang diberikan selama 4-6 minggu dapat membantu penyembuhan ulkus. Inhibitor pompa proton secara langsung m,enghambat H.pylori dan tampaknya merupakan inhibitor urease proton. Pemberian inhibitor p[ompa proton ditambah amoksisilin dan klatritomisin atau amoksisilin ditambah metronidazol juga sangat efektif dalam mengobati infeksi H.pilori (Stephen,2008).

23

Non-Farmakologi : 1) Edukasi mengenai factor apa saja yang bisa memperberat penyakit ulkus peptikum tersebut. 2) Anjurkan pasien menghindari makanan yang menyebabkan sekresi HCl berlebihan. 3) Pendidikan kesehatan tentang tentang menghindari alcohol dan kafein dapat meredakan gejala dan meningkatkan proses penyembuhan ulkus yang sudah ada. 4) Menghentikan atau mengurangi pengurangan obat NSAID. 5) Dorong individu untuk berhenti merokok, dimana rokok dapat mengiritasi usus dan memperlambar penyembuhan. 6) Beritahu kepada pasien agar makan tepat pada waktunya, agar tidak merangsang pengeluaran asam lambung yang berlebihan. 7) Mengurangi makanan yang banyak lemak dan alcohol, karena dapat memperberat kerja gaster. 8) Dikarenakan masih dalam proses penyembuhan ulkus, maka pasien lebih baik makan dengan metode sedikit tapi sering, agar kerja gaster tidak terlalu berat. 9) Makan dan minum dengan makanan dan minuman yang sudah dimasak dengan benar-benar matang untuk mengurangi resiko terjangkitnya infeksi H. pylori di makanan dan minuman. 10) Memberikan edukasi tentang penggunaan yang tepat obat-obatan NSAID dan steroid yang sedang dikonsumsi.

24

BAB IV Kesimpulan 1. Tn. X menderita peptic ulcer karena efek samping NSAID. Diagnosis ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa hasil pemeriksaan laboratorium, hasil biopsy lambung dan hasil PA. 2. Ulkus peptikum adalah lesi kronis, umumnya solitar, yang dapat terjadi di setiap bagian saluran cerna yang terpajan getah asam-peptik dan biasanya menimbulkan gejala klinis berupa mual, muntah, nyeri dibagian epigastrik dan perut terasa kembung. 3. Penanganan yang dilakukan kepada Tn. X ditujukan untuk menghilangkan keluhan, menyembuhkan atau memperbaiki kesembuhan tukak, mencegah kekambuhan dan rekurensi tukak serta mencegah komplikasi lebih lanjut. 4. Terapi medika mentosa pada ulkus peptikum dapat dilakukan dengan menggunakan Antasida, Antagonis H2 Reseptor, Omeprazole 20 mg, Misoproztole 200 g, Metoclopramide 10 mg. 5. Terapi tripel antibiotik diberikan pula karena pada kasus Tn. X saat pemeriksaan laboratorium serologi didapatkan antibodi terhadap H. Pylorii (+). Secara historis regimen terapi eradikasi yang pertama digunakan adalah: Bismuth, metronidazol, tetrasiklin. Regimen tripel terapi (PPI 2x1, amoxicilin 2x1000mg, klaritromisin 2x500mg, metronidazole 3x500mg, tetrasiklin 4x500mg). 6. Terapi non medika mentosa yang dapat dilakukan dengan cara istirahat, menghindari makanan yang pedas, pola makan teratur sesuai dengan waktu makan, menghindari rokok dan minuman beralkohol.

25

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Pangestu. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 289 Anand, BS, et al. 2011. Peptic Ulcer Disease. Medscape Reference. Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Buku kedokteran. Jakarta : EGC Dipiro, J.T et al. 2005. Pharmacotherapy : Phatophisiology Approach, New York: MC Grow Hill. Enaganti, Santosh. 2006. Peptic Ulcer Disease: The Disease and Non-Drug Treatment. Hospital Pharmacist. Vol. 13, P:239-240. Estuningtyas, Ari ; Azalia Arif. 2007.Farmakologi dan Terapi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI Hadi, Sarjono.1999.Gatroenterologi Edisi 7.Bandung: PT. Alumni. Hirlan. 2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. Morse.Stephen A; Janet S. Bute. 2008. Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta : Buku Kedokteran EGC Murray, Robert K, at all. 2009. Biokimia Harper edisi 25. Jakarta : EGC Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi Keenam. Jakarta: EGC Ramakrishnan, Kalyanakakrishnan & Robert Salinas. 2007. Peptic Ulcer Disease. American Family Physician. Vol 76, No.1 Sheerwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2. Jakarta: EGC.554-558 hal Sherwood, Lauralee. 2002. Fisiologi Manusia: dari Sel ke Sistem. Jakarta: EGC

26

Suyono, Slamet.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga. Jakarta: FKUI Tarigan, Pengarepen. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV Jilid I. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Hal: 338

27