Upload
nurul-afriyanti
View
4.974
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN PRATIKUMPRODUKSI TERNAK PERAH
Disusun oleh :
Chandra Prabawa 23010111130078Ariawan Agung P U 23010111130084Kristiani Dina Pratiwi 23010111130087Choirul Badriyah 23010111130088Nurul Afriyanti 23010111130089 Nur Wakhid S 23010111130090
JURUSAN PETERNAKANFAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG
2012
BAB I
MATERI DAN METODE
1.1 Materi
Materi yang digunakan pada praktikum ini adalah black globe untuk
mengukur radiasi matahari, thermohigrometer untuk mengukur suhu dan
kelembaban di dalam kandang, termometer dry-wet untuk mengukur suhu dan
kelembaban diluar kandang, termometer klinis digunakan untuk mengukur suhu
tubuh ternak, stopwatch untuk menghitung waktu pada saat pengukuran frekuensi
nafas dan denyut nadi ternak, preparat awetan ambing sapi laktasi, preparat
awetan ambing dara dan tiga ekor sapi FH.
1.2 Metode
1.2.1 Fisiologi Lingkungan
Metode yang digunakan pada praktikum fisiologi lingkungan mengukur
suhu dan kelembaban di dalam kandang dengan cara mengamati
thermohigrometer yang digantung pada bagian tengah kandang, jarum pada skala
kecil digunakan untuk mengamati suhu dengan satuan celcius sedangkan pada
jarum skala besar digunakan untuk mengamati kelembaban ruangan dengan
satuan persen. Pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul 05.30, siang hari pada
pukul 12.00 dan malam hari pada pukul 21.00, kemudian mencatat hasilnya pada
buku praktikum. Mengukur suhu dan kelembaban lingkungan di luar kandang
dengan menggunakan termometer dry-wet yang diletakkan di luar kandang.
Mengamati kedua termometer dry dan wet dengan melihat air raksa berhenti pada
skala yang tertera. Kemudian untuk menentukan suhu diambil dari termometer dry
sedangkan untuk mengukur kelembabannya selisih dari kedua termometer
digunakan sebagai acuan mengukur kelembaban lingkungan tersebut sesuai
catatan yang tertera pada tengah termometer dan sejajar dengan skala termometer
wet. Pengukuran dilakukan pada pagi hari pukul 05.30, siang hari pada pukul
12.00 dan malam hari pada pukul 21.00, kemudian mencatat hasilnya pada buku
praktikum. Pengukuran radiasi matahari dengan cara mengamati termometer pada
black globe, lalu angka yang diperoleh dimasukkan kedalam rumus yang tertera
dan hasilnya merupakan radiasi matahari dilingkungan tersebut. Pengukuran
dilakukan pada pagi hari pukul 05.30, siang hari pada pukul 12.00 dan malam hari
pada pukul 21.00, kemudian mencatat hasilnya pada buku praktikum.
1.2.2 Fisiologi Ternak
Metode yang dilakukan pada fisiologi ternak mengukur suhu tubuh ternak
dengan cara menyalakan terlebih dahulu termometer klinis, memasukan kedalam
rektal sapi sampai semua lempengan kuning masuk, tunggu hingga berbunyi dan
lihat angka yang tertera pada termometer. pengukuran dilakukan dua kali dan
mencatat rata-ratanya, pengukuran ini dilakukan pada pagi hari pukul 05.30, siang
hari pada pukul 12.00 dan malam hari pada pukul 21.00, kemudian mencatat
hasilnya pada buku praktikum. Mengukur denyut nadi dengan cara yaitu mencari
denyut nadi pada pangkal ekor lalu tekan dengan tangan, menghitung berapa kali
denyut nadi yang terasa setiap satu menit. Pengukuran dilakukan dua kali dan
mencatat rata-ratanya, pengukuran pada pagi hari pukul 05.30, siang hari pada
pukul 12.00 dan malam hari pada pukul 21.00, kemudian mencatat hasilnya pada
buku praktikum. Mengukur frekuensi nafas dengan cara meletakkan tangan di
depan hidung sapi, kemudian hitung berapa frekuensi pernafasannya selama satu
menit. Pengukuran dilakukan dua kali dan mencatat rata-ratanya, pengukuran
pada pagi hari pukul 05.30, siang hari pada pukul 12.00 dan malam hari pada
pukul 21.00, kemudian mencatat hasilnya pada buku praktikum.
1.2.3 Perhitungan Berat Jenis Susu
Metode yang dilakukan pada praktikum produksi dan perhitungan berat
jenis susu dilakukan dengan cara menuangkan susu hasil pemerahan siang hari
kedalam gelas ukur 500 ml sampai batas 500 ml, memasukkan perlahan
laktodesimeter kedalam gelas ukur yang sudah berisi susu, melepaskan
laktodesimeter dan tunggu sampai laktodesimeter mengapung dengan tenang.
Mengamati skala hitam untuk menentukan berat jenis susu terukur dan skala putih
untuk menentukan suhu terukur. Memasukkan angka-angka tersebut kedalam
rumus berat jenis makan akan ditemukan berat jenis susu tersebut. Mengulangi
pada susu hasil pemerahan pagi dan mencatat hasil kedua perhitungan pada buku
praktikum.
1.2.4 Anatomi Ambing
Metode yang dilakukan pada praktikum anatomi ambing adalah
mengambil preparat awetan ambing sapi laktasi lalu mengamati tiap bagiannya
dan fungsi setiap bagiannya. Kemudian mengambil awetan preparat ambing dara
dan meletakkan pada sebelah awetan preparat ambing laktasi, mengamati
perbedaan dari kedua awetan preparat ambing tersebut.
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.1. Fisiologi Lingkungan dan Fisiologi ternak
Tabel 1. Fisiologi Lingkungan
No WaktuSuhu (oC) Kelembaban (%) Radiasi (Kcal m-2
jam-1)
Dalam Luar Dalam Luar1 05.30 WIB 24 27 68 72 389,262 12.00 WIB 31 35 46 32 461,633 21.00 WIB 25 23 68 95 386,66
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Perah, 2012.
Tabel 2. Fisiologi Ternak
No JamSuhu Tubuh Ternak
(oC)Denyut Nadi
Frekuensi Napas
Produksi Susu (liter)
Berat Jenis Susu
(gr/cm3)1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
1 05.30 36,75 37,2 35,9 53 5654
25 24 46 - - - 1,0249
2 12.00 38 38,4 38,45 61 6363
46 33 61 - - -
3 14.00 - - - - - - - - - - - - 1,0260
4 21.00 38,45 37,9 37,1 72 7059
31 35 62 - - -
Sumber : Data Primer Praktikum Produksi Ternak Perah, 2012.
Berdasarkan praktikum fisiologi lingkungan dapat diketahui pada pukul
05.30 suhu di dalam kandang dan diluar kandang yaitu menunjukkan 240C,
sedangkan kelembaban di dalam dan di luar kandang berbeda jauh antara 74% dan
96 %. Kemudian pada pukul 12.00 suhu meningkat, antara suhu di dalam dan di
luar kandang tidak berbeda jauh antara 31,50C dan 310C sedangkan kelembaban
pada dalam kandang lebih rendah 51% dibanding di luar kandang 71%. Pada
pukul 21.00 suhu menurun, di dalam dan di luar kandang tidak berbeda jauh
antara 250C dan 240C sedangkan kelembaban tidak berbeda jauh antara 70% dan
74%. Suhu antara di dalam dan di luar kandang tidak berbeda jauh karena sistem
perkandangannya setengah terbuka sehingga suhu diantara dalam dan luar
kandang tidak berbeda jauh. Hal ini sesuai dengan pendapat Kanisius (1995) yang
menyatakan bahwa ventilasi kandang untuk sapi perah di daerah tropis cukup
dengan ventilasi alami, sistem perkandangan seperti ini disebut sistem
perkandangan semi terbuka. Kelembaban tertinggi pada pagi hari yaitu 74% untuk
di luar kandang dan 96% untuk di dalam kandang, hal ini dikarenakan di pagi hari
tidak banyak terjadi penguapan air atau pelepasan panas sehingga kelembaban
menjadi tinggi. Kelambaban yang tidak sesuai dengan standar menyebabkan
aktivitas ternak terganggu. Hal ini sesuia dengan pendapat Frandson (1992) yang
menyatakan bahwa pada wilayah tropis seperti di Indonesia, kelembaban udara
yang baik dan nyaman bagi ternak adalah lebih dari 60%. Temperatur yang tinggi
akan mempengaruhi tingkat konsumsi pada ternak dan menurunkan sensasi lapar.
Kelembaban dapat mempengaruhi mekanisme pengaturan temperatur tubuh ternak
dan tubuh dapat pula memperoleh panas secara langsung dari radiasi matahari.
Hasil dari radiasi matahari dapat dilihat bahwa radiasi matahari paling banyak
turun sampai ke bumi pada siang hari yaitu 461, 63 Kcal m-2 jam-1, kemudian pada
pagi hari 389,26 Kcal m-2 jam-1 dan malam hari 386,66 Kcal m-2 jam-1. Radiasi
matahari paling tinggi pada waktu siang hari dikarenakan radiasi matahari butuh
waktu hingga terpancar semua ke bumi sehingga pada siang hari terakumulasi
paling banyak dan merupakan titik puncak radiasi matahari pada pukul 13.00 –
14.00, kemudian akan turun perlahan pada malam hari sedangkan pada pagi hari
merupakan suhu terendah sebelum mencapai puncak. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Purwanto et al., (1995) yang menyatakan bahwa radiasi maksimal
dicapai pada saat matahari mencapai zenith, sedangkan radiasi minimal dicapai
pada saat matahari berada pada posisi terendah.
Berdasarkan praktikum fisiologi ternak didapatkan hasil suhu tubuh ternak
tertinggi pada malam hari mencapai 38,450C, siang hari 380C dan pada pagi hari
36,750C. Pengukuran denyut nadi tertinggi pada malam hari yaitu 72 kali/menit,
siang hari 61 kali/menit, dan pada pagi hari 52,5 kali/menit. Pengukuran frekuensi
nafas tercatat pada siang hari 46 kali/menit, malam hari 31 kali/ permenit dan
pada pagi hari 25 kali/menit. Suhu tubuh ternak pada siang hari lebih tinggi
dikarenakan suhu lingkungan pada siang hari tinggi ini menunjukan adanya
hubungan antara fisiologi lingkungan dan fisiologi ternak. Hal ini sesuai dengan
pendapat Williamson dan Payne (1993) menambahkan bahwa Kelembaban relatif
erat hubungannya dengan tingkat penguapan air dari tubuh ternak ke lingkungan.
Penguapan air ini menyebabkan suhu di lingkungan ternak menjadi lebih tinggi
ketika siang hari. Selain suhu tubuh tinggi, denyut nadi dan frekuensi nafas pada
siang hari seharusnya juga lebih tinggi dikarenakan untuk menyesuaikan cekaman
panas. Sedangkan pada hasil praktikum malam hari denyut nadi dan suhu tubuh
ternak lebih tinggi dimungkinkan ternak sedang mengalami stres. Hal ini tidak
sesuai pendapat Dukes (1955) yang menyatakan bahwa suhu lingkungan yang
tinggi mampu menaikkan frekuensi denyut nadi namun pada suhu lingkungan
yang rendah akan menurunkan denyut nadi meskipun dalam batas yang normal.
Perbedaan suhu tubuh, denyut nadi dan frekuensi nafas dipengaruhi oleh
beberapa faktor antara lain keadaan fisiologi lingkungan, tingkat stres, aktivitas,
bobot badan, umur, kehamilan dan aktivitas pencernaan terutama rumen. Hal ini
sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) yang menyatakan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi denyut nadi pada ternak adalah aktifitas ternak,
stres atau cekaman suhu serta kelembaban lingkungan. Frandson (1992)
menambahkan bahwa peningkatan frekuensi nafas sangat efisien untuk
membuang panas tubuh yang terlalu tinggi. Tingginya frekuensi nafas sangat
berkaitan dengan pola makan dan ruminasi yang berakibat pada turunnya efisiensi
penampilan produksi. Sapi melepaskan panas tubuh secara induksi dengan cara
melakukan laying yaitu menempelkan tubuh pada lantai dan secara konveksi
lewat angin. Jika radiasi matahari tinggi sapi melepas panas tubuh lewat keringat.
Hal ini sesuai dengan pendapat Williamson dan Payne (1993) yang menyatakan
bahwa tingkah laku berbaring pada sapi merupakan cara untuk menanggulangi
temperatur tubuh secara konduksi dan lama sapi berbaring melakukan remastikasi
dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan ukuran tubuh.
Berdasarkan hasil praktikum produksi dan berat jenis susu, berat jenis susu
hasil pemerahan siang hari lebih rendah dari hasil pemerahan pagi hari yaitu
1,0249 g/ml dan 1,0256 g/ml. Berat jenis susu hasil pemerahan pagi hari lebih
tinggi dari pada siang hari dikarenakan pada waktu malam hari sapi diberikan
pakan hijauan hal ini dapat menyebabkan naiknya berat jenis susu dan semakin
panjang interval pemerahan maka makin tinggi produksi susu dan memungkinkan
meningkatnya berat jenis susu. Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Frandson
(1992) yang menyatakan bahwa berat jenis susu pada pemerahan sapi perah di
pagi hari lebih tinggi daripada sore hari. Munif (2008) menambahkan bahwa berat
jenis susu sapi standar adalah 1, 028 gram/cm3.
2.2. Anatomi Ambing
Berdasarkan hasil praktikum Produksi Ternak Perah tentang materi
anotomi ambing diperoleh data sebagai berikut :
Gambar ambing tampak atas Gambar ambing tampak samping
Sumber: Data Primer Praktikum Produksi Ternak Perah, 2012.
Ilustrasi 1. Anatomi Ambing
Keterangan :
1. Teat meatus2. Teat cistern3. Annular fold4. Gland cistern5. Ductus mayor6. Ligamentum suspensorium medialis7. Ligamentum suspensorium lateralis8. Lobulus9. Lobus tidak dapat dilihat oleh mata telanjang10. Alveoli
Berdasarkan hasil praktikum anatomi ambing didapatkan hasil pengamatn
preparat awetan ambing laktasi terbagi menjadi empat bagian, kurtir depan
belakang yang dipisahkan oleh ligamentum suspensorium lateralis dan kuartir
kanan dan kuartir kiri yang dipisahkan oleh ligamentum suspensorium medialis.
Antara kuartir depan lebih kecil dibandingkan kuartiir belakang. Bagian-bagian
ambing dimulai dari alveolus yang merupakan tempat menyaringnya darah,
alveoli berkumpul menjadi lobuli dan lobuli bersatu menjadi lobus. Bagian dalam
lobus terdapat lumen, lumen terdapat sel-sel epitel yang ber fungsi menyerap zat-
zat dari dalam darah yang masuk ke lobus dan mensintesisnya menjadi susu.
Setelah lumen penuh susu akan mengalir ke sinus laktoverus dan menuju ke major
duct. Gland cistern adalah pengumpulan dari semua saluran ambing dan sebagai
tempat penampungan susu yang disentesis. Kemudian annular fold akan menahan
susu di dalam ambing terhadap tekanan yang timbul akibat akumulasi susu. Di
dalam gland cistern yang dilakukan oleh otot spingter dengan cara kerja
mengencang dan mengendor, fungsi lainnya untuk mencegah bakteri pada saat
pemerahan. Selanjutnya akan menuju steak canal atau teat cistern dan akan ke
luar melalui teat meatus. Hal ini sesuai dengan pendapat Munif (2008) yang
menyatakan bahwa ambing seekor sapi betina terbagi menjadi empat kuartir yang
terpisah, dua kuartir bagian depan biasanya berukuran sekitar 20% lebih kecil dari
kuartir bagian belakang dan kuartir-kuartir itu bebas atau tidak berhubungan satu
sama lain. Ditambahkan oleh Mukhtar (2006), ambing sapi di bagian luar
terbungkus oleh dinding luar yang disebut ligamentum suspensorium lateralis
sedangkan di bagian dalam ambing terpisah menjadi bagian kanan dan kiri oleh
suatu selaput pemisah tebal yang disebut ligamentum suspensorium medialis.
Perbedaan anatomi ambing sapi laktasi dan sapi dara dapat dilihata pada
praktikum ini, yaitu ambing sapi dara dari bentuk dan beratnya lebih kecil
dibandingkan dengan ambing sapi laktasi karena pada ambing sapi dara ambing
tersebut berkembang secara maksimal. Puting ambing sapi dara juga lebih kecil
dan masih tertutup. Perbedaan yang terakhir terlihat pada pembagian kuartir, pada
ambing sapi dara hanya dipisahkan antara kuartir kanan dan kuartir kiri dengan
ligamentum suspensorium medialis, belum terbagi antara kuartir depan dan kuartir
belakangan karena ambing sapi dara belum berkembanga maksimal. Hal ini sesuai
dengan pedapat Mukhtar (2006) yang menyatakan bahwa pertumbuhan kelenjar
susu dari lahir sampai pubertas terus berlangsung, pada sapi muda pertumbuhan
sistem duktus terus berlangsung dan hasilnya terlihat pada ambing sapi dewasa,
ukuran kuartir terus bertambah, sebagian pada timbunan jaringan lemak sampai
bagian depan dan kuartir belakang, masing-masing menyatu dan bergabung pada
bagian dasar ambing, berat ambing pada anak sapi sampai pubertas terus
meningkat, demikian pula kapasitasnya.
Prekusor dari pembentukan susu adalah darah. Rumen membentuk lemak
susu lalu dibawa oleh darah, usus membentuk lemak, asam amino, vitamin yang
akan dibawa oleh darah, jaringan lemak menghasilkan lemak yang dibawa oleh
darah dan hati menghasilkan glukosa yang akan menjadi laktosa susu dibawa oleh
darah. Darah di saring di alveolus lalu melewati lobus dan masukke dalam lumen
dan kemuadian zat-zat makan tersebut akan disintesis menjadi susu. Hal ini sesuai
dengan pendapat Mukhtar (2006) yang menyatakan bahwa proses sintesis air susu
oleh sel-sel epitel “glandula lactifera” dan proses mengalirnya air susu dari
sitoplasma ke lumen alveoli serta pencurahan air susu dari alveoli ke
sisterna/sinus ke luar. Ketika lumen penuh maka air susu akan turun melalu sinus
laktoverus menuju ke major duct. Dari major duct dan semua saluran ambing
menuju gland cistern. Annular fold menahan susu agar tidak keluar, setelah
mendapatkan rangsangan maka rangsangan tersebut akan diproses didalam
hipotalamus dan akan mengeluarkan hormon oksitosin. Otot spingter pada annular
fold akan mengendor dan susu akan menuju ke steak canal atau teat cistern dan
akan keluar melalui teat meatus. Hal ini sesuai dengan pendapat Sodiq dan Zainal
(2008) yang menyebutkan bahwa di ujung putting terdapat lubang yang disebut
canal streak atau Teat meatus. Teat cistern terletak tepat setelah saluran
pengeluaran bersatu dengan sisterne kelenjar pada dasar ambing.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Suhu pada luar dan dalam kandang pada pagi, malam tidak berbeda jauh
dari suhu lingkungan disebabkan sistem kandang yang setengah terbuka
menyebabkan suhu luar dan dalam kandang hampir sama. Kelembapan tertinggi
terjadi pada pagi hari, karena pada pagi hari tidak terjadi penguapan karena sinar
matahari sehingga kelembapan tinggi. Radiasi matahari tertinggi terjadi pada
siang hari, hal ini disebabkan pada siang hari merupakan titik puncak dari panas
matahari yang turun ke bumi. Tinggi rendahnya frekuensi denyut nadi, pernafasan
dan suhu tubuh ternak dipengaruhi oleh tingkat kesetresan pada ternak, umur
ternak, bobot ternak, keadaan lingkungan dan beberapa faktor dalam tubuh ternak
lainnya. Perbedaan ambing pada sapi laktasi dan sapi dara adalah ukurannya yang
berbeda, pada puting bagian belakang belum berkembang, teat meatus pada sapi
dara belum terbuka, ligamentum suspensorium lateralis belum terbentuk
sempurna pada sapi dara. Berat Jenis susu tertinggi terjadi pada pemerahan pagi
hari karena interfal waktu pemerahan yang lebih panjang dibanding pemerahan
sore hari, juga pemberian pakan hijauan pada malam hari yang akan menyebabkan
kualitas dan kuantitas susu lebih baik dari waktu sore hari.
Sebaiknya pada praktikum produksi ternak perah menggunakan alat yang
lebih canggih dan tradisional sehingga praktikan dapat menggunakan kedua alat
tersebut dan membandingkannya. Sebaiknya waktu mengamati ambing, praktikan
mengamati ambing pada sapi secara langsung terlebih dahulu setelah itu baru
mengamati preparat awetan ambingnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kanisius, A. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah. Kanisius, Yogyakarta.
Dukes, H. 1955. The Physiology of Domestic Animal. 7th edition. Comstock Publishing Denville.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi ke-4. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Munif. 2008. Memilih Ternak Sehat. Multiply, Indonesia. (http://sapiology.com).(diakses pada 2 November 2012 pada pukul 21.58).
Purwanto BP, A. B. Santoso dan A. Murfi. 1995. Fisiologi Lingkungan. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sodiq, A. dan Z. Abidin. 2008. Meningkatkan Produksi Susu Kambing Peranakan Etawa. Agromedia Pustaka : Jakarta
Williamson dan Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan radiasi matahari
R= δ T4
Keterangan:
R= Radiasi Matahari (Kcal m-2 jam-1)
δ= Konstanta Stefann Boltzman (4,903 x 10-8)
T= Suhu mutlak dalam derajat Kelvin (273+oC)
Pagi:
R = δ T4
= (4,903 x 10-8)(273+25,5 oC)4
=389,26 Kcal m-2 jam-1
Siang:
R = δ T4
= (4,903 x 10-8)(273+38,5 oC)4
=461,63 Kcal m-2 jam-1
Malam:
R = δ T4
= (4,903 x 10-8)(273+25 oC)4
=386,66 Kcal m-2 jam-1
Lampiran 2. Perhitungan berat jenis susu
Berat jenis = Berat jenis terukur – (27,5-T)x0,0002
Keterangan :
T = suhu terukur
Pemerahan Pertama:
Berat jenis = Berat jenis terukur – (27,5-T)x0,0002
= 1,025-(27,5-27)x0,0002
=1,0249
Pemerahan Kedua:
Berat jenis = Berat jenis terukur – (27,5-T)x0,0002
= 1,0256-(27,5-29,5)x0,0002
=1,0264