14
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FORMULASI KOSMETIKA ALCOHOL HANDSANITIZER GEL KELOMPOK : A.2.B ANGGOTA: 1. Inamas Ike Agustina 2. Khalimatus Sa’diyah 3. Lia Fitriyani 4. Lidya Putri Apriyanti 5.Mentari 6. Mutiara Muhdianti AKADEMI FARMASI MUHAMMADIYAH CIREBON 2015

LAPORAN RESMI HANDSANITIZER

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dvcxx x x

Citation preview

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM FORMULASI KOSMETIKA

ALCOHOL HANDSANITIZER GEL

KELOMPOK : A.2.B

ANGGOTA:

1. Inamas Ike Agustina

2. Khalimatus Sa’diyah

3. Lia Fitriyani

4. Lidya Putri Apriyanti

5. Mentari

6. Mutiara Muhdianti

AKADEMI FARMASI MUHAMMADIYAH

CIREBON

2015

I. Tujuan

Mengetahui langkah-langkah cara pembuatan sediaan gel yang baik dan tepat.

II. Manfaat

a. Dapat memahami langkah-langkah dalam pembuatan sediaan gel.

b. Untuk mengetahui kriteria gel yang baik.

c. Untuk dapat mengaplikasikan di dunia kerja.

III. Teori sediaan yang dibuat :

Definisi Gel

Menurut Farmakope Indonesia edisi IV, gel kadang-kadang disebut jeli, merupakan

sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau

molekul organik yang besar, terpenetrasi oleh suatu cairan.

Menurut Formularium Nasional, gel adalah sediaan bermassa lembek, berupa

suspensi yang dibuat dari zarah kecil senyawa anorganik atau makromolekul senyawa 

organik, masing-masing terbungkus dan saling terserap oleh cairan.

Menurut Ansel, gel didefinisikan sebagai suatu system setengah padat yang terdiri

dari suatu disperse yang tersusun baik dari partikel anorganik yang terkecil atau molekul

organic yang besar dan saling diresapi cairan.

Penggolongan Gel

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV penggolongan sediaan gel dibagi menjadi dua

yaitu:

1. Gel sistem dua fase

    Dalam sistem dua fase, jika ukuran partikel dari fase terdispersi relatif besar , massa gel

kadang-kadang dinyatakan sebagai magma misalnya magma bentonit. Baik gel maupun

magma dapat berupa tiksotropik, membentuk semipadat jika dibiarkan dan menjadi cair pada

pengocokan.Sediaan harus dikocok dahulu sebelum digunakan untuk menjamin homogenitas.

2. Gel sistem fase tunggal

    Gel fase tunggal terdiri dari makromolekul organik yang tersebar sama dalam suatu cairan

sedemikian hingga tidak terlihat adanya ikatan antara molekul makro yang terdispersi dan

cairan. Gel fase tunggal dapat dibuat dari makromolekul sintetik misalnya karboner atau dari

gom alam misanya tragakan.

Keuntungan dan Kekurangan Gel

Keuntungan dan kerugian menurut Lachman, 1994 :

A. Keuntungan sediaan gel

Untuk hidrogel: efek pendinginan pada kulit saat digunakan, penampilan sediaan yang

jernih dan elegan, pada pemakaian di kulit setelah kering meninggalkan film tembus

pandang, elastis, mudah dicuci dengan air, pelepasan obatnya baik, kemampuan

penyebarannya pada kulit baik.

B. Kekurangan sediaan gel

Untuk hidrogel: harus menggunakan zat aktif yang larut di dalam air sehingga diperlukan

penggunaan peningkat kelarutan seperti surfaktan agar gel tetap jernih pada berbagai

perubahan temperatur, tetapi gel tersebut sangat mudah dicuci atau hilang ketika berkeringat,

kandungan surfaktan yang tinggi dapat menyebabkan iritasi dan harga lebih mahal.

Kegunaan Gel

Kegunaan sediaan gel menurut Lund,1994 di bagi menjadi empat seperti:

1. Gel merupakan suatu sistem yang dapat diterima untuk pemberian oral, dalam bentuk

sediaan yang tepat, atau sebagai kulit kapsul yang dibuat dari gelatin dan untuk

bentuk sediaan obat long–acting yang diinjeksikan secara intramuskular.

2. Gelling agent biasa digunakan sebagai bahan pengikat pada granulasi tablet, bahan

pelindung koloid pada suspensi, bahan pengental pada sediaan cairan oral, dan basis

suppositoria.

3. Untuk kosmetik, gel telah digunakan dalam berbagai produk kosmetik, termasuk pada

shampo, parfum, pasta gigi, kulit dan sediaan perawatan rambut.

4. Gel dapat digunakan untuk obat yang diberikan secara topikal (non streril) atau

dimasukkan ke dalam lubang tubuh atau mata (gel steril).

Sifat dan Karakteristik Gel

Menurut Lachman, dkk. 1994 sediaan gel memiliki sifat sebagai berikut:

Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak

bereaksi dengan komponen lain.

Pemilihan bahan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk padatan yang baik selama

penyimpanan tapi dapat rusak segera ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang

disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topical.

1.Karakteristik gel harus disesuaikan dengan tujuan penggunaan sediaan yang diharapkan.

2.Penggunaan bahan pembentuk gel yang konsentrasinya sangat tinggi atau BM besar dapat

menghasilkan gel yang sulit untuk dikeluarkan atau digunakan.

3.Gel dapat terbentuk melalui penurunan temperatur, tapi dapat juga pembentukan gel terjadi

setelah pemanasan hingga suhu tertentu. Contoh polimer seperti MC, HPMC dapat terlarut

hanya pada air yang dingin yang akan membentuk larutan yang kental dan pada peningkatan

suhu larutan tersebut akan membentuk gel.

4.Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan disebut

thermogelation.

Klasifikasi Gel :

1. Berdasarkan bahan pembentuk :

a. Senyawa organic

b. Senyawa anorganic

2. Berdasarkan pelarut :

a. Hidrogels, pelarutnya H2O

b. Organogels, pelarutnya etanol

Sediaan gel umumnya memiliki karakteristik tertentu, yakni (disperse system, vol 2 hal

497):

1. Swelling

Gel dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorbsi larutan

sehingga terjadi pertambahan volume. Pelarut akan berpenetrasi diantara matriks gel

dan terjadi interaksi antara pelarut dengan gel. Pengembangan gel kurang sempurna

bila terjadi ikatan silang antar polimer di dalam matriks gel yang dapat menyebabkan

kelarutan komponen gel berkurang.

2. Sineresis

Suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi di dalam massa gel. Cairan yang

terjerat akan keluar dan berada di atas permukaan gel. Pada waktu pembentukan gel

terjadi tekanan yang elastis, sehingga terbentuk massa gel yang tegar. Mekanisme

terjadinya kontraksi berhubungan dengan fase relaksasi akibat adanya tekanan elastis

pada saat terbentuknya gel. Adanya perubahan pada ketegaran gel akan

mengakibatkan jarak antar matriks berubah, sehingga memungkinkan cairan bergerak

menuju permukaan. Sineresis dapat terjadi pada hidrogel maupun organogel.

3. Efek suhu

Efek suhu mempengaruhi struktur gel. Gel dapat terbentuk melalui penurunan

temperatur tapi dapat juga pembentukan gel terjadi setelah pemanasan hingga suhu

tertentu. Polimer seperti MC, HPMC, terlarut hanya pada air yang dingin membentuk

larutan yang kental. Pada peningkatan suhu larutan tersebut membentuk gel.

Fenomena pembentukan gel atau pemisahan fase yang disebabkan oleh pemanasan

disebut thermogelation.

4. Efek elektrolit

Konsentrasi elektrolit yang sangat tinggi akan berpengaruh pada gel hidrofilik dimana

ion berkompetisi secara efektif dengan koloid terhadap pelarut yang ada dan koloid

digaramkan (melarut). Gel yang tidak terlalu hidrofilik dengan konsentrasi elektrolit

kecil akan meningkatkan rigiditas gel dan mengurangi waktu untuk menyusun diri

sesudah pemberian tekanan geser. Gel Na-alginat akan segera mengeras dengan

adanya sejumlah konsentrasi ion kalsium yang disebabkan karena terjadinya

pengendapan parsial dari alginat sebagai kalsium alginat yang tidak larut. 

5. Elastisitas dan rigiditas

Sifat ini merupakan karakteristik dari gel gelatin agar dan nitroselulosa, selama

transformasi dari bentuk sol menjadi gel terjadi peningkatan elastisitas dengan

peningkatan konsentrasi pembentuk gel. Bentuk struktur gel resisten terhadap

perubahan atau deformasi dan mempunyai aliran viskoelastik. Struktur gel dapat

bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

6. Rheologi

Larutan pembentuk gel (gelling agent) dan dispersi padatan yang terflokulasi

memberikan sifat aliran pseudoplastis yang khas, dan menunjukkan jalan aliran non–

newton yang dikarakterisasi oleh penurunan viskositas dan peningkatan laju aliran.

Evaluasi Sediaan

1. Organoleptis

Evaluasi organoleptis menggunakan panca indra, mulai dari bau, warna, tekstur

sedian, konsistensi pelaksanaan menggunakan subyek responden (dengan kriteria tertentu)

dengan menetapkan kriterianya pengujianya (macam dan item), menghitung prosentase

masing-masing kriteria yang di peroleh, pengambilan keputusan dengan analisa statistik.

2. Homogenitas

3. Viskositas

Viskositas diukur dengan menggunakan bantuan viscometer Brookfield. Bahan

handsanitizer dimasukkan ke dalam beaker gelas dan ujung viskometer dimasukkan ke dalam

sediaan dan diukur nilai viskositasnya. Pengukuran dilakukan dengan 3x pengujian.

4. pH

Sebanyak 5 gram gel dilarutkan dengan aquades hingga 50 ml (larutan sampel gel

10% b/v). Elektroda pada pH meter dicuci terlebih dahulu dengan aquades selanjutnya di

kalibrasi pada larutan standart pH 4 dan pH 7. Elektroda yang telah dikalibrasi dicelupkan ke

sampel dan diketahui angka yang ditunjukkan pada pH meter

5. Ukuran partikel

Dilakukan dengan mengoleskan gel pada objek gelas bersih kemudian ditutup dengan

cover glass, kemudian diamati menggunakan mikroskop. Diamati pada beebrapa bagian

apakah menunjukkan ukuran yang sama atau berbeda jauh (Lachman, et. al., 1994).

6.Uji konsistensi

Dilakukan dengan mengamati perubahan konsistensi dari sediaan gel yang dibuat

apakah terjadi pemisahan antara bahan pembentuk gel denganpembawanya yaitu air.

Pengujian konsistensi menggunakan pengujian centrifugal test dimana sampel gel

disentrifugasi pada kecepatan 3800 rpm selama 5 jam kemudian diamatiperubahan fisiknya

(Djajadisastra, 2009).

7.Daya sebar

Gel ditimbang sebanyak 0,5 g kemudian diletakkan ditengah kaca bulat berskala. Di

atas geldiletakkan kaca bulat lain atau bahan transparan lain dan pemberat sehingga berat

kaca bulat dan pemberat 150 g, didiamkan 1 menit, kemudian dicatat diameter

penyebarannya. Daya sebar gel yang baik antara 5-7 cm (Garget al., 2002).

8. Uji stabilitas

Gel disimpan pada suhu  40ºC, 25ºC, 45ºC di kulkas, suhu ruang, oven selama 30 hari hal

ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan kelembapan. Dari hasil penyimpanan ini,

diamati parameter fisikanya (Ramane at al, 2013).

IV. PRA FORMULASI

A. Carbopol (HPE 5 p. 111)

Pemerian : berwarna putih, asam, bubuk hidroskopis dengan bau yang khas sedikit

Kelarutan : larut dalam air, dan setelah netralisasi larut dalam etanol 95% dan gliserin

Konsentrasi : 0,2%

Fungsi : gelling agent

B. Propilenglicolum (HPE 5 p.624)

Pemerian : cairan jernih, kental, tidak berwarna, tidak berbau, rasa sedikit manis

Kelarutan :

Konsentrasi : 0,25%

Fungsi : Humektan

C. Etanol 96% (HPE 5 p.18)

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, mudah menguap dengan bau khas

Kelarutan : campur dengan CHCl3 , eter, gliserin, air.

Konsentrasi : 40%

Fungsi : sanitizer

D. Glycerin

Pemerian : cairan jernih, kental, tidak berwarna, rasa manis

Kelarutan : dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam

kloroform, dalam eter dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap.

Fungsi : humektan sehingga dapat sebagai pelembap kulit

E. Trietanolamine (TEA) (HPE 6th, hal 754)

Pemerian : Cairan jernih, kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, sedikit

berbau seperti amoniak

Kelarutan : bercampur dengan aseton, dalam benzene 1:24, larut dalam

kloroform, bercampur dengan etanol.

Konsentrasi :2%

Fungsi : Emulsifying agent

F. Oleum Citri

Pemerian : cairan kuning pucat atau kuning kehijauan, bau khas, rasa pedas, agak

pahit

Kelarutan : larut dalam 12 bagian volume etanol 90% larutan agak beropalesensi,

dapat bercampur dengan etanol mutlak.

Konsentrasi : 4%

Fungsi : pewangi

V. FORMULA

NO Nama Bahan Junmlah (%)

1 Carbopol 0,2

2 Propilenglikol 0,25

3 Etanol 96% 40

4 Gliserin 0,15

5 TEA 2

6 Oleum Citri 4

Instruksi: Buat dalam 500 gram

Perhitungan

Carbophol : 0,2 x 500 = 1

100

propilenglikol : 0,25 x 500 = 1,25

100

Etanol 96% : 40 x 500 = 200 100

Gliserin : 15 x 500 = 0.75 100

TEA : 2 x 500 = 10

100

Oleum Citri : 4 x 500 = 20

100

VI. PROSEDUR KERJA

1. Dispersikan carbopol pada 100 ml aquadest panas didalam beacker glass. Biarkan

selama 30 menit. Setelah itu kocok lambat dengan homogenizer kecepatan 50

rpm.

2. Tambahkan Propilenglicolum

3. Tambahkan Gliserin

4. Tambahkan etanol sedikit demi sedikit hingga setengahnya

5. Tambahkan Trietanolamine dengan kecepatan 75 rpm

6. Tambahkan oleum citri

7. Tambahkan sisa etanol

8. Masukan kedalam kemasan

VII. LABEL KEMASAN

VIII. FOTO HASIL SEDIAAN

IX. DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI, 1989, Materia Medika Indonesia Jilid IV, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen

Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Lachman L, Herbert A.L., Joseph L.K., 2008, Teori Dan Praktek Farmasi Industri II edisi

ketiga, UI-Press, Jakarta.

Rowe R.C., Sbeskey P.J., and Owen S.C., 2006, Handbook Of Pharmaceutical

Exipients. Pharmaceutical Press, American Pharmaceutical Association, 5th edition.

Lund, Walter, 1994, The Pharmaceutical Codex, 12th edition., Principle and Practice

Of Pharmaceutics, The Pharmaceutical Press, London.