Upload
thea-soedarmodjo
View
122
Download
45
Embed Size (px)
Citation preview
LABORATORIUM
KIMIA FISIKA
Percobaan : KELARUTAN TERHADAP FUNGSI SUHU Kelompok : X A
Nama : 1. Davi Khoirun Najib NRP. 2313 030 009 2. Zandhika Alfi Pratama NRP. 2313 030 035 3. Rizuana Nadhifatul M. NRP. 2313 030 043 4. Thea Prastiwi Soedarmodjo NRP. 2313 030 095
Tanggal Percobaan : 16 Desember 2013
Tanggal Penyerahan : 24 Desember 2013
Dosen Pembimbing : Warlinda Eka Triastuti, S.Si., M.T.
PROGRAM STUDI D3 TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2013
i
ABSTRAK
Praktikum Kelarutan terhadap fungsi suhu ini bertujuan untuk menentukan kelarutan
dan menghitung panas pelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat.
Pada percobaan ini menggunakan larutan asam oksalat yang selanjutnya akan dititrasi
oleh NaOH. Metode percobaan ini diawali dengan.melarutkan beberapa gram asam oksalat
kedalam 50 ml aquadest yang bersuhu 5◦C hingga kristal asam oksalat pada larutan sudah
tidak dapat larut karena larutan sudah jenuh. Mengambil beberapa ml larutan asam oksalat
tersebut untuk dihitung densitasnya kedalam piknometer. Dan selanjutnya mengambil 10 ml
larutan asam oksalat untuk dititrasi dengan NaOH. Namun sebelum melakukan titrasi larutan
asam oksalat ditetesi dengan fenolftalein sebanyak dua tetes. Hitung volume rata-rata NaOH
dengan 3 kali titrasi. Mengulangi tahap 1-3 dengan variabel suhu yang berbeda-beda, yaitu
10 oC, 15
oC, 20
oC.
Hasil dari praktikum yang telah dilakukan hasil yang diperoleh pada suhu aquades 5oC
massa asam oksalat yang diperlukan adalah 1 gram. Pada suhu 10oC massa asam oksalat
yang diperlukan 1,5 gram. Pada suhu 15oC massa asam oksalat yang diperlukan 2 gram.
Pada suhu 20 oC massa asam oksalat yang diperlukan 2,5 gram. Untuk variabel suhu 5
oC
dan 10oC densitas larutan adalah 0,96 gr/ml, sedangkan pada variabel suhu 15
oC dan 20
oC
densitas larutan adalah 1 gr/ml. Dalam percobaan juga dapat ditemukan panas pelarutan
diferensial dengan rincian ∆H1 = 97801,91 J/mol, ∆H2 = 211520,73 J/mol, ∆H3 = 13303,396
J/mol, ∆H4 = 108487,968 J/mol, dan ∆H5 = 153641,326 J/mol yang apabila di rata-rata
dapat ditentukan ∆H rata-rata sebesar = 116951,066 J/mol.
Kesimpulan dari percobaan kelarutan terhadap fungsi suhu ini adalah kelarutan suatu
zat akan bertambah seiring dengan semakin meningkatnya suhu. Hal ini karena semakin
tinggi suhu, tumbukan dalam zat tersebut semakin mempercepat terjadinya reaksi dan
memudahkan suatu zat untuk larut kedalam zat lain. Dalam hal ini asam oksalat dan
aquades.
Kata kunci : kelarutan, panas pelarutan diferensial, titrasi
ii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL......................................................................................................... iv
DAFTAR GRAFIK ....................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang ............................................................................................. I-1
I.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ I-2
I.3 Tujuan Percobaan ......................................................................................... I-2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kelarutan .................................................................................................... II-1
II.2 Teori Panas dan Entalpi Pelarutan .............................................................. II-2
II.3 Titrasi ......................................................................................................... II-8
II.4 MSDS Bahan .............................................................................................. II-15
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan .................................................................................... III-1
III.2 Alat yang digunakan .................................................................................. III-1
III.3 Bahan Percobaan ....................................................................................... III-1
III.4 Prosedur Percobaan .................................................................................... III-1
III.5 Diagram Alir Percobaan ............................................................................. III-2
III.6 Gambar Alat Percobaan ............................................................................. III-3
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan ......................................................................................... IV-1
IV.2 Pembahasan ............................................................................................... IV-2
BAB V KESIMPULAN ................................................................................................ V-1
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... vi
DAFTAR NOTASI ....................................................................................................... vii
APPENDIKS ................................................................................................................ viii
LAMPIRAN
Laporan Sementara
Fotokopi Literatur
Lembar Revisi
iii
DAFTAR GAMBAR
Gambar II.3.1 Gambar Percobaan Titrasi ..................................................................II-12
Gambar III.6 Gambar Alat Percobaan .....................................................................III-6
iv
DAFTAR TABEL
Tabel II.2.1 Panas pelarutan Integral 1 mol H2SO4 dalam air 18 oC ................................ II-8
Tabel II.3.1 Indikator dan Perubahan Warnanya pada pH tertentu .................................. II-13
Tabel IV.1.1 Volume Titran ........................................................................................... IV-1
Tabel IV.1.2 Massa Larutan dalam Piknometer .............................................................. IV-1
Tabel IV.1.3 Tabel Perhitungan Panas Kelarutan Deferensial ......................................... IV-1
v
DAFTAR GRAFIK
Grafik II.3.1 Titrasi alkalimetri dengan Larutan Standar Basa NaOH .......................II-12
Grafik IV.2.1 Hubungan Suhu dengan Kelarutan .......................................................IV-4
Grafik IV.2.2 Hubungan Suhu dengan Volume Titran................................................IV-5
Grafik IV.2.3 Ln s vs 1/T ...........................................................................................IV-6
I-1
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari kita mengenal kelarutan, dimana kita tahu kelarutan itu
proses terlarutnya suatu zat dalam suatu pelarut, contohnya seperti garam (zat terlarut)
yang dilarutkan dalam suatu air (pelarut) yang bercampur menjadi larutan garam (larutan).
Kelarutan merupakan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut atau (solute), untuk larut dalam
suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang
larut dalam suatu pelarut. Larutan ada yang jenuh, tidak jenuh, dan lewat jenuh. Larutan
jenuh bila larutan tidak dapat melarutkan lebih banyak zat terlarut. Bila jumlah zat terlarut
kurang dari larutan jenuh disebut larutan tidak jenuh, dan bila jumlah zat terlarut lebih dari
larutan jenuh disebut larutan lewat jenuh (sukardjo, 1997). Daya larut suatu zat dalam zat
lain dipengaruhi oleh jenis zat pelarut, temperatur, dan sedikit tekanan. Pengaruh suhu
terhadap kelarutan dapat kita lihat pada kehidupan sehari-hari yaitu kelarutan gula dalam
air. Gula yang dilarutkan ke dalam air panas, dan dilarutkan ke dalam air dingin, maka gula
yang akan lebih cepat larut pada air panas karena semakin besar suhu semakin besar pula
kelarutannya.
Berdasarkan prinsipnya, kelarutan sebagai fungsi suhu didasari oleh pergeseran
kesetimbangan antara zat yang beraksi dengan hasilnya. Dimana bila suhu dinaikkan maka
kelarutan akan bertambah dan kesetimbangan akan bergeser. Tetapi bila suhu diturunkan
maka kelarutan akan semakin kecil dan disertai oleh pergeseran kesetimbangan. Jadi bila
batas kelarutan tercapai, maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan yang
artinya bila zat terlarut ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh dan bila zat yang
dilarutkan dikurangi, akan terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan
tergantung pada suhu pelarutan. (sukardjo, 1997).
Aplikasi kelarutan dalam dunia industri adalah pada pembuatan reaktor kimia pada
proses pemisahan dengan cara pengkristalan integral, selain itu dapat digunakan untuk
dasar atau ilmu dalam proses pembuatan granul-granul pada industri baja. Dalam
percobaan ini, akan dilakukan percobaan kelarutan sebagai fungsi suhu pada asam oksalat
dengan menggunakan suhu yang bervariasi dengan tujuan untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh suhu pada penentuan kelarutan dan menghitung panas diferensial yang terjadi
antara variabel suhu yang satu dengan yang lain. Sehingga akan didapatkan panas
pelarutan diferensial rata-rata pada larutan jenuh asam oksalat.
I-2
Bab I Pendahuluan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
I.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menentukan kelarutan dan menghitung panas pelarutan differensial
pada larutan jenuh asam oksalat?
I.3 Tujuan Percobaan
1. Menentukan kelarutan dan menghitung panas pelarutan differensial pada larutan jenuh
asam oksalat
II-1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Kelarutan
Kelarutan adalah jumlah zat yang dapat larut dalam sejumlah pelarut sampai
membentuk larutan jenuh. Adapun cara menentukan kelarutan suatu zat ialah dengan
mengambil sejumlah tertentu pelarut murni, misalnya 1 liter. Kemudian memperkirakan
jumlah zat yang dapat membentuk larutan lewat jenuh, yang ditandai dengan masih
terdapatnya zat padat yang tidak larut. Setelah dikocok ataupun diaduk akan terjadi
kesetimbangan antara zat yang larut dengan zat yang tidak larut (Atkins, 1994).
Yang dimaksud dengan kelarutan dari suatu zat dalam suatu pelarut, adalah
banyaknya suatu zat dapat larut secara maksimum dalam suatu pelarut pada kondisi
tertentu. Biasanya dinyatakan dalam satuan mol/liter. Jadi, bila batas kelarutan tercapai,
maka zat yang dilarutkan itu dalam batas kesetimbangan, artinya bila zat terlarut
ditambah, maka akan terjadi larutan jenuh, bila zat yang dilarutkan dikurangi, akan
terjadi larutan yang belum jenuh. Dan kesetimbangan tergantung pada suhu pelarutan
(sukardjo, 1997).
Dua komponen dalam larutan adalah solute dan solvent.Solute adalah substansi
yang melarutkan.Contoh sebuah larutan NaCl.NaCl adalah solute dan air adalah solvent.
Dari ketiga materi, padat, cair dan gas, sangat dimungkinkan untuk memilki Sembilan
tipe larutan yang berbeda: padat dalam padat, padat dalam cairan, padat dalam gas, cair
dalam cairan, dan sebagainya. Dari berbagai macam tipe ini, larutan yang lazim kita
kenal adalah padatan dalam cairan, cairan dalam cairan, gas dalam cairan serta gas dalam
gas (sukardjo, 1997).
Jika kelarutan suhu suatu sistem kimia dalam keseimbangan dengan padatan,
cairan atau gas yang lain pada suhu tertentu maka larutan disebut jenuh. Larutan jenuh
adalah larutan yang kandungan solutnya sudah mencapai maksimal sehingga
penambahan solut lebih lanjut tidak dapat larut. Konsentrasi solut dalam larutan jenuh
disebut kelarutan. Untuk solut padat maka larutan jenuhnya terjadi keseimbangan dimana
molekul fase padat meninggalkan fasenya dan masuk ke fase cairan dengan kecepatan
sama dengan molekul-molekul ion dari fase cair yang mengkristal menjadi fase padat
(sukardjo, 1997).
II-2
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Larutan tak jenuh yaitu larutan yang mengandung solute (zat terlarut) kurang dari
yang diperlukan untuk membuat larutan jenuh atau larutan yang partikel – partikelnya
tidak tepat habis bereaksi dengan pereaksi (syukri,1999).
Larutan sangat jenuh, yaitu larutan yang mengandung lebih banyak solute dari pada
yang diperlukan untuk larutan jenuh atau dengan kata lain larutan yang tidak dapat lagi
melarutkan zat terlarut sehingga terjadi endapan didalam larutan. Suatu larutan jenuh
merupakan kesetimbangan dinamis. Kesetimbangan tersebut akan bergeser bila suhu
dinaikan. Pada umumnya kelarutan zat padat dalam larutan bertambah bila suhu dinaikan
(syukri,1999).
II.2 Teori Panas dan Entalpi Pelarutan
Sebuah sistem bebas untuk mengubah volumenya terhadap tekanan luar yang tetap.
Perubahan energi dalamnya tidak lagi sama dengan energi yang diberikan kepada kalor.
Energi yang diberikan sebagai kalor diubah menjadi kerja untuk memberikan tekanan
balik terhadap lingkungannya, sehingga du<dq. Hal ini menunjukkan bahwa pada
tekanan tetap, kalor yang diberikan sama dengan perubahan dalam sifat termodinamika
yang lain dari sistem yaitu entalpi (H) (Atkins, 1999).
Perubahan entalpi pelarutan adalah kalor yang menyertai proses penambahan
sejumlah tertentu zat terlarut terhadap zat pelarut pada suhu dan tekanan tetap. Terdapat
dua macam entalpi pelarutan yaitu entalpi pelarutan integral dan entalpi pelarutan
diferensial. Entalpi pelarutan integral adalah perubahan entalpi jika satu mol zat terlarut
dilarutkan ke dalam n mol pelarut. Jika pelarut yang digunakan adalah air, maka
persamaan reaksi pelarutnya dituliskan sebagai berikut:
X + n H2O X. nH2O ΔHr = ........kJ
Persamaan tersebut menyatakan bahwa satu mol zat x dilarutkan ke dalam n mol
air. Sebagai contoh entalpi pelarutan integral dalam percobaan kita kali ini adalah CuSO4:
CuSO4 + 5 H2O CuSO4. 5 H2O ΔHr = ........kJ
Pelarut yang kita gunakan dalam hal ini adalah air. Karena air mempunyai sifat
khusus. Salah satu sifatnya adalah mempunyai kemampuan melarutkan berbagai jenis zat.
Walaupun air bukan pelarut yang universal (pelarut yang dapat melarutkan semua zat),
tetai dapat melarutkan banyak macam senyawa ionik, senyawa organik dan anorganik
II-3
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
yang polar dan bahkan dapat melarutkan senyawa-senyawa yang polaritasnya rendah
tetapi berinteraksi khusus dengan air (Atkins, 1999).
Salah satu sebab mengapa air itu dapat melarutkan zat-zat ionik ialah karena
kemampuannya menstabilkan ion dalam larutan hingga ion-ion itu dapat terpisah antara
satu dengan lainnya. Kemampuan ini disebabkan oleh besarnya tetapan dielektrika yang
dimiliki air. Tetapan dielektrik adalah suatu tetapan yang menunjukkan kemampuan
molekul mempolarisasikan dirinya atau kemampuan mengatur muatan listrik yang
tedapat dalam molekulnya sendiri sedemikian rupa sehingga dapat mengarah pada
menetralkan muatan-muatan listrik yang terdapat di sekitarnya. Dalam hal ini, kekuatan
tarik menarik muatan yang belawanan akan sangat diperkecil bila medianya mempunyai
tetapan dielektrik besar (Atkins, 1999).
Biasanya panas reaksi senyawa sangat sulit untuk ditentukan, tetapi dengan
menggunakan hukum Hess panas reaksi ini dapat dihitung secara tidak langsung. Hukum
Hess menyatakan bahwa entalpi reaksi adalah jumlah total perubahan entalpi untuk setiap
tahapnya atau bisa disimpulkan kalor reaksi tidak bergantung pada lintasan, tetapi hanya
ditentukan keadaan awal dan akhir. Jadi jika suatu reaksi dapat berlangsung menurut dua
tahap atau lebih maka kalor reaksi totalnya sama dengan jumlah aljabar kalor tahapan
mempelajari perubahan panas yang mengikuti reaksi kimia dan perubahan-perubahan
fisika (pelarutan, peleburan dsb). Satuan untuk tenaga panas = kalori ; joule (1 joule =
0.24 kal) (Atkins, 1999).
Untuk menentukan perubahan panas yang terjadi pada reaksi-reaksi kimia dipakai
kalorimeter. Besarnya panas reaksi bisa dunyatakan pada :
• tekanan tetap ; qp = DH
• volume tetap ; qv = DU
Hubungan DH dan DU : DH = DU+P DV
D H = + maka panas diserap, reaksi endoterm
D U = - maka panas dilepaskan, reaksi eksoterm
Panas reaksi dipengaruhi oleh :
- jumlah zat yang bereaksi
- Keadaan fisika
- Temperatur
- Tekanan
II-4
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
- Jenis reaksi (P tetap atau V tetap)
Dalam menuliskan reaksi kimia harus dituliskan wujud, koefisien dan kondisi
percobaan. Hukum Hess : Entalpi merupakan fungsi keadaan, karena itu perubahannya
tidak tergantung pada jalannya proses, tetapi hanya tergantung pada keadaan awal dan
keadaan akhir
Reaksi:
C + O2 CO DH1
CO + O2 CO2 DH2
C + O2 CO2 DH3
Berdasarkan hukum Hess maka :
D H3 = D H1+ D H2
Untuk menentukan perubahan entalpi yang terjadi pada larutan, maka konsentrasi
larutannya perlu ditetapkan terlebih dahulu. Panas pelarutan suatu zat adalah perubahan
entalpi yang terjadi bila 1 mol zat itu dilarutkan ke dalam suatu pelarutan untuk mencapai
konsentrasi tertentu. Panas pelarutan tersebut dinamakan panas pelarutan integral atau
panas pelaruan total. Panas pelarutan bukan bergantung pada jenis zat yang dilarutkan,
jenis pelarut, suhu, dan tekanan, tetapi bergantung pada konsentrasi larutan yang hendak
dicapai. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan pada perubahan entalpi:
1. ΔH, ΔE atau q positif, artinya sistem memperoleh tenaga
2. W>0 , kerja dilakukan oleh sistem
W<0, kerja dilakukan terhadap sistem
(Atkins, 1999)
Macam-macam Panas /Perub entalpi :
1. Panas atomisasi : Panas yang diperlukan untuk menghasilkan 1 mol zat dalam bentuk
gas dari keadaan yang paling stabil pada keadaan standar . Contoh :
C grafit C(g) D H = 716,68 Kj
1. Panas penguapan standar : panas yang diperlukan untuk menguapkan 1 mol zat cair
menjadi upanya pada keadaan standar
contoh :
H2O(l) H2O(g) D H=44,01 Kj
2. Panas peleburan standar : panas yang diperlukan atau dilepas pada peleburan .
Contoh :
H2O(s) H2O(l) D H = 6,0 Kj
II-5
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
3. Panas pelarutan integral: Panas yang timbul atau diserap pada pelarutan suatu zat
dalam suatu pelarut. Besarnya tergantung jumlah zat pelarut dan zat terlarut.
5. Panas pengenceran integral : panas yang timbul atau diserap jika suatu larutan dengan
konsentrasi tertentu diencerkan lebih lanjut dengan menambahkan pelarut
6. Panas pelarutan diferensial = panas yang timbul atau diserap jika 1 molzat terlarut
ditambahkan ke dalam sejumlah besar larutan tanpa me- ngubah konsentrasi larutan.
7. Panas Pengenceran diferensial : Panas yang timbul atau diserap jika 1 mol pelarut
ditambahkan ke dalam sejumlah larutan tanpa mengubah konsentrasi larutan tersebut.
8. Panas netralisasi : panas yang diserap atau dilepaskan jika 1 mol ekivalen asam kuat
tepat dinetralkan oleh 1 mol ekivalen basa kuat.
9. Panas Hidrasi : panas yang timbul atau diperlukan pada pembentukan hidrat.
Contoh :
CaCl2 (s) + 2H2O (l) CaCl2 .2H2O (s) D H = -7960 kal
Perubahan entalpi erat hubungannya dengan panas pelarutan. Dimana panas
pelarutan itu sendiri adalah panas yang menyertai reaksi kimia pada pelarutan mol zat
solute dalam n mol solvent pada tekanan dan temperatur yang sama. Hal ini disebabkan
adanya ikatan kimia dari atom-atom. Panas pelarutan dibagi menjadi dua yaitu panas
pelarutan integral dan panas pelarutan diferensial. Panas pelarutan didefinisikan sebagai
perubahan entalpi yang terjadi bila dua zat atau lebih zat murni dalam keadaan standar
dicampur pada tekanan dan temperatur tetap untuk membuat larutan (Alberty, 1992).
Bila suatu zat terlarut dilarutkan dalam pelarut, kalor dapat diserap atau dilepaskan,
kalor reaksi bergantung pada konsentrasi larutan akhir. Bila zat terlarut dilarutkan dalam
pelarut yang secara kimia sama dan tidak ada komplikasi mengenai ionisasi atau solvasi,
kalor pelarutan hampir sama dengan peluluhan. Kalor pelarutan, integral antara 2
kemolalan m1 dan m2 adalah kalor yang menyertai pengenceran tertentu dengan
konsentrasi M, yang mengandung 1 mol zat terlarut dengan pelarut murni untuk membuat
larutan dengan konsentrasi m2 (Alberty, 1992: 34).
Pengaruh temperatur tergantung dari panas pelarutan. Bila panas pelarutan (∆H)
negatif, daya larut turun dengan naiknya temperatur. Bila panas pelarutan (∆H) positif,
daya larut naik dengan naiknya temperatur. Tekanan tidak begitu berpengaruh terhadap
daya larut zat padat dan cair, tetapi berpengaruh pada daya larut gas.
(Sukardjo, 1997 : 142)
II-6
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Dalam larutan jenuh terjadi keseimbangan antara molekul zat yang larut dan yang
tidak larut. Keseimbangan itu dapat dituliskan sebagai berikut:
A(p) A(l) (persamaan 1)
dimana: A(l) = molekul zat terlarut
A(p)= molekul zat yang tidak larut
Tetapan keseimbangan pada proses pelarutan tersebut:
zz
z
z
z ma
a
aK
1* (persamaan 2)
Dimana:
za = keaktifan zat yang larut
*
za = keaktifan zat yang tidak larut, yang mengambil harga 1 untuk zat padat dalam
keadaan standar.
z = koefisien keatifan zat yang larut
zm = kemolalan zat yang larut karena larutan jenuh, disebut kelarutan.
Hubungan tetapan keseimbangan suatu proses dengan suhu diberikan oleh isobar
reaksi Van’t Hoff.
2
0ln
RT
H
T
k
P
(persamaan 3)
dimana: 0H = perubahan entalpi proses.
R = tetapan gas ideal.
Persamaan 2 dan 3 memberikan:
2
ln
RT
H
T
m DS
P
zz
(persamaan 4)
II-7
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
dimana: DSH = kalor pelarutan diferensial pada konsentrasi jenuh.
Selanjutnya persamaan 4 dapat diuraikan menjadi:
2
ln
ln
ln
RT
H
T
m
m
m DSz
z
zz
2
1ln
ln
RT
H
m
DS
z
z
(persamaan 5)
Dalam hal ini z
z
mln
ln
dapat diabaikan sehingga persaman 5 dapat dituliskan sebagai
berikut:
2
1ln
RT
H
dT
md DSz (persamaan 6)
Dengan demikian DSH dapat ditentukan dari arah garis singgung pada kurva log mz
terhadap1/T. Apabila DSH tidak tergantung pada suhu, maka grafik log mz terhadap
1/T akan linier dan integrasi persamaan 6 memberikan persamaan 7.
12
12
2
1
303,2
)(log
TT
TT
R
H
Tm
Tm DS
z
z (persamaan 7)
(Ari Hendriyana,2005)
Panas yang timbul atau diserap pada pelarutan suatu zat dalam suatu pelarut
disebut panas pelarutan integral. Besarnya panas pelarutan tergantung jumlah mol
pelarut dan zat terlarut Sebagai contoh panas pelarutan integral pada 1 mol H2SO4
dalam air 18 oC adalah sebagai berikut (Sukardjo, 1989).
II-8
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel II.2.1 Panas Pelarutan integral 1 mol H2SO4 dalam air 18 oC
(Sukardjo, 1989).
II.3 Titrasi
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan
dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran
volum memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan
analisa volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia
analitik dan perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi
kimia. Analisis cara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti:
aA + tT → hasil
dengan keterangan: (a) molekul analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T.
(jaka,2012)
Pereaksi T, disebut titran, ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah
buret, dalam bentuk larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut
belakangan disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses
standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen dengan A
telah ditambahkan. Maka dikatakan baha titik ekivalen titran telah tercapai. Agar
mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat menggunakan sebuah zat
Jumlah mol air ∆H (kal)
0,11 -920
0,25 -1970
0,43 -3300
0,67 -4890
1,00 -6740
1,50 -8630
2,33 -10.680
4,00 -13.010
9,00 -16.906
19,00 -20.200
II-9
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap adanya titran berlebih dengan
perubahan warna. Indikator asam basa terbuat dari asam atau basa organik lemah, yang
mempunyai warna berbeda ketika dalam keadaan terdisosiasi maupun tidak. Perubahan
warna ini dapat atau tidak dapat trejadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat
indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa
titik akhir ada sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk membuat
kedua titik berimpitan (atau mengadakan koreksi untuk selisih keduanya) merupakan
salah satu aspek penting dari analisa titrimetri. Istilah titrasi menyangkut proses ntuk
mengukur volum titran yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen. Selama bertahun-
tahun istilah analisa volumetrik sering digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat
dari segi yang ketat, istilah titrimetrik lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volum
tidak perlu dibatasi oleh titrasi. Pada analisa tertentu misalnya, orang dapat mengukur
volum gas (syukri, 1999).
Sebuah reagen yang disebut sebagai peniter, yang diketahui konsentrasi (larutan
standar) dan volumnya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer yang
konsentrasinya tidak diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk
menambahkan peniter, sangat mungkin untuk menentukan jumlah pasti larutan yang
dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir adalah titik di mana titrasi selesai,
yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan berubah warna pada saat titik
ekivalensi—di mana volum dari peniter yang ditambahkan dengan mol tertentu sama
dengan nilai dari mol larutan yang dititer. Dalam titrasi asam-basa kuat, titik akhir dari
titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hampir mencapai 7, dan biasanya ketika larutan
berubah warna menjadi merah muda karena adanya indikator pH fenolftalein. Selain
titrasi asam-basa, terdapat pula jenis titrasi lainnya (jaka,2012).
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam
reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah
warna). Dalam titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai
contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah
muda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari
indikator pH yang dapat digunakan adalah metil jingga, yang berubah warna menjadi
merah dalam asam serta menjadi kuning dalam larutan alkali (jaka,2012).
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai
II-10
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
"indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah
muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi,
larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa
peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat
munculnya warna merah muda yang pertama (akibat kelebihan permanganat) dalam
larutan yang sedang dititer (jaka,2012).
Akibat adanya sifat logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat
tajam; sehingga, satu tetes peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah
nilai pH secara signifikan—sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara
langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik
ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan
indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan (jaka,2012).
Titrasi atau disebut juga volumetri merupakan metode analisis kimia yang cepat,
akurat dan sering digunakan untuk menentukan kadar suatu unsur atau senyawa dalam
larutan (Adam, 2011).
Volumetri (titrasi) dilakukan dengan cara menambahkan (mereaksikan) sejumlah
volume tertentu (biasanya dari buret) larutan standar (yang sudah diketahui
konsentrasinya dengan pasti) yang diperlukan untuk bereaksi secara sempurna dengan
larutan yang belum diketahui konsentrasinya.Untuk mengetahui bahwareaksi
berlangsung sempurna, maka digunakan larutan indikator yang ditambahkan ke dalam
larutan yang dititrasi (Adam, 2011).
Larutan standar disebut dengan titran. Jika volume larutan standar sudah diketahui
dari percobaan maka konsentrasi senyawa di dalam larutan yang belum diketahui dapat
dihitung dengan persamaan berikut :
NB =
Dimana :
NB = konsentrasi larutan yang belum diketahui konsentrasinya
VB = volume larutan yang belum diketahui konsentrasinya
NA = konsentrasi larutan yang telah diketahui konsentrasinya
VA = volume larutan yang telah diketahui konsentrasinya
II-11
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
(Adam, 2011).
Dalam melakukan titrasi diperlukan beberapa persyaratan yang harus diperhatikan,
seperti ;
Reaksi harus berlangsung secara stoikiometri dan tidak terjadi reaksi samping.
Reaksi harus berlangsung secara cepat.
Reaksi harus kuantitatif
Pada titik ekivalen, reaksi harus dapat diketahui titik akhirnya dengan tajam
Harus ada indikator, baik langsung atau tidak langsung.
Berdasarkan jenis reaksinya, maka titrasi dikelompokkan menjadi empat macam
titrasi yaitu :
Titrasi asam basa
Titrasi pengendapan
Titrasi kompleksometri
Titrasi oksidasi reduksi
(Adam, 2011).
Tahap pertama yang harus dilakukan sebelum melakukan titrasi adalah pembuatan
larutan standar. Suatu larutan dapat digunakan sebagai larutan standar bila memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
mempunyai kemurnian yang tinggi
mempunyai rumus molekul yang pasti
tidak bersifat higroskopis dan mudah ditimbang
larutannya harus bersifat stabil
mempunyai berat ekivalen (BE) yang tinggi
(Adam, 2011).
Suatu larutan yang memenuhi persyaratan tersebut diatas disebut larutan standard
primer. Sedang larutan standard sekunder adalah larutan standard yang bila akan
digunakan untuk standardisasi harus distandardisasi lebih dahulu dengan larutan
standard primer.
II-12
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Gambar II.3.1 Gambar Percobaan Titrasi
Dalam melakukan titrasi netralisasi kita perlu secara cermat mengamati perubahan
pH, khususnya pada saat akan mencapai titik akhir titrasi, hal ini dilakukan untuk
mengurangi kesalahan dimana akan terjadi perubahan warna dari indikator seperti pada
grafik II.3.1.
Grafik II.3.1 Titrasi alkalimetri dengan larutan standar basa NaOH
Analit bersifat asam pH mula-mula rendah, penambahan basa menyebabkan pH
naik secara perlahan dan bertambah cepat ketika akan mencapai titik ekuivalen (pH=7).
Penambahan selanjutnya menyebakan larutan kelebihan basa sehingga pH terus
meningkat. Dari Gambar 15.16, juga diperoleh informasi indikator yang tepat untuk
digunakan dalam titrasi ini dengan kisaran pH pH 7 – 10 (vovy, 2011)
II-13
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Tabel II.3.1 Indikator dan perubahan warnanya pada pH tertentu
Pamanfaatan teknik ini cukup luas, untuk alkalimetri telah dipergunakan untuk
menentukan kadar asam sitrat. Titrasi dilakukan dengan melarutkan sampel sekitar 300
mg kedalam 100 ml air. Titrasi dengan menggunakan larutan NaOH 0.1 N dengan
menggunakan indikator phenolftalein. Titik akhir titrasi diketahui dari larutan tidak
berwarna berubah menjadi merah muda. Selain itu alkalimetri juga dipergunakan untuk
menganalisis asam salisilat, proses titrasi dilakukan dengan cara melarutkan 250 mg
sampel kedalam 15 ml etanol 95% dan tambahkan 20 ml air. Titrasi dengan NaOH 0.1 N
menggunakan indikator phenolftalein, hingga larutan berubah menjadi merah muda.
(vovy, 2011)
Teknik asidimetri juga telah dimanfaatkan secara meluas misalnya dalam pengujian
boraks yang seringa dipergunakan oleh para penjual bakso. Proses analisis dilakukan
dengan melaruitkan sampel seberat 500 mg kedalam 50 mL air dan ditambahkan
beberapa tetes indikator metal orange, selanjutnya dititrasi dengan HCl 0.1N (vovy, 2011).
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila
melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk
titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang
melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas
tentang titrasi asam basa) (vovy, 2011).
II-14
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
“titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya
berupa larutan (vovy, 2011).
Cara Mengetahui Titik Ekuivalen
Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva
titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik ekuivalent”.
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses
titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada
saat inilah titrasi kita hentikan.
(vovy, 2011)
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam
basa adalah indicator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan
indicator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin
dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan
sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indicator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Rumus Umum Titrasi
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-
ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
Mol - ekuivalen asam = Mol - ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume
maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
II-15
BAB II Tinjauan Pustaka
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion
H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
nxMxV asam = nxVxM basa
Keterangan: :
N=Normalitas
V=Volume
M=Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
II.4 MSDS BAHAN
Asam Oksalat
Asam oksalat merupakan senyawa kimia yang memiliki rumus H2C2O4 dengan
nama sistematis asam etanadioat. Senyawa ini merupakan asam organik yang relatif kuat,
10.000 kali lebih kuat daripada asam asetat. Di-anionnya, dikenal sebagai oksalat, juga
agen pereduktor. Banyak ion logam yang membentuk endapan tak larut dengan asam
oksalat, contoh terbaik adalah kalsium oksalat(CaOOC-COOCa), penyusun utama
jenisbatu ginjal yang sering ditemukan. Asam oksalat berupa Kristal putih, mempunyai
massa molar 90.03 g/mol (anhidrat) dan 126.07 g/mol (dihidrat). Kepadatan dalam fase
1,90 g/cm³ (anhidrat) dan 1.653 g/cm³ (dihidrat). Mempunyai kelarutan dalam air 9,5
g/100 mL (15°C), 14,3 g /100 mL (25°C?), 120 g/100 mL (100°C) dan mempunyai titk
didih 101-102°C (dihidrat)( Anonim, 2011).
Natrium Hidroksida (NaOH)
Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Natrium Hidroksida terbentuk dari oksida
basa Natrium Oksida dilarutkan dalam air. Dapat digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, sabun dan deterjen. Natrium hidroksida adalah basa yang
paling umum digunakan dalam laboratorium kimia. Padatan NaOH dapat larut dalam air
dan akan melepaskan panas ketika dilarutkan. Dan juga larut dalam etanol dan metanol.
NaOH berbentuk padatan, tidak berwarna, tidak berbau, memiliki berat jenis 1,09 g/cm3,
dan titik lebur serta titik didihnya tidak diketahui (Wikipedia, 2011)
III-1
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
III.1 Variabel Percobaan
1. Variabel Bebas : Serbuk Asam Oksalat, suhu 5oC, 10
oC, 15
oC, dan 20
oC
2. Variabel Terikat : Volume Titran
3. Variabel Kontrol : Volume larutan yang ditimbang
III.2 Alat yang Digunakan
1. Buret
2. Corong
3. Erlenmeyer
4. Gelas ukur
5. Piknometer
6. Pipet tetes
7. Spatula
8. Termometer
III.3 Bahan yang Digunakan
1. Asam Oksalat
2. NaOH
3. Indikator PP
4. Aquades
III.4 Prosedur Percobaan
1. Menyiapkan alat dan bahan
2. Mengukur aquades 50 ml dengan gelas ukur dan memasukan kedalam Erlenmeyer.
3. Mengkondisikan aquades pada suhu 50C, dengan menaruhnya pada air yang berisi es.
4. Memasukan asam oksalat kristal ke dalam aquadest dan mengaduknya hingga
kristalnya tidak mau larut.
5. Mengukur suhu larutan dan mencatatnya.
6. Mengambil larutan dan memasukkan ke dalam piknometer sejumlah volume
piknometer dan menimbangnya.
7. Mengambil 10 ml larutan dan menitrasi larutan menggunakan NaOH baku dengan
indikator PP sebanyak 3 tetes.
8. Menitrasi larutan sebanyak 3 kali.
9. Mengulangi tahap 1 sampai 8 untuk variable suhu 100C, 15
0C, dan 20
0C.
III-2
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.5 Diagram Alir
Mengukur aquades 50 ml dengan gelas ukur dan memasukan kedalam Erlenmeyer
Mengkondisikan aquades pada suhu 50C, dengan menaruhnya pada air yang berisi es
Memasukan asam oksalat kristal ke dalam aquadest dan mengaduknya hingga
kristalnya tidak bisa larut
Mengukur suhu larutan dan mencatatnya
Mengambil larutan dan memasukkan ke dalam piknometer sejumlah volume
piknometer dan menimbangnya
Mengambil 10 ml larutan dan menitrasi larutan menggunakan NaOH baku dengan
indikator PPsebanyak 3 tetes
SELESAI
MULAI
Menitrasi larutan sebanyak 3 kali
Mengulangi tahap 1 sampai 8 untuk variable suhu 100C, 15
0C, dan 20
0C
III-3
Bab III Metodologi Percobaan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
III.6 Gambar Alat Percobaan
Buret
Corong
Erlenmeyer
Gelas Ukur
Piknometer
Pipet tetes
Spatula
Termometer
IV-1
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Percobaan
Tabel IV.1.1 Volume Titran
Tabel IV.1.2 Massa Larutan dalam Piknometer
Suhu
Massa
Piknometer
kosong (gram)
Massa Piknometer
dan Larutan (gram)
Massa Larutan
(gram)
Massa jenis
(gr/mol)
5oC 12.5 24.5 12 0,96
10 oC 12.5 24.5 12 0,96
15 oC 12.5 25 12,5 1
20 oC 12.5 25 12,5 1
Tabel IV.1.3 Tabel Perhitungan Panas Kelarutan Deferensial
Suhu (0K) Kelarutan (M) 1/T Ln S
278 0,06 0,00360 -0,2138
283 0,1267 0,00353 -0,1194
288 0,6033 0,00347 -0,0566
293 0,6633 0,00341 0,1655
Suhu
Massa
Oksalat
(gram)
Volume Tiran (NaOH) Volume
Rata-rata
NaOH (ml) V1 (ml) V2 (ml) V3 (ml)
5oC 1 0,6 0,6 0,6 0,6
10 oC 1,5 1,1 1,2 1,5 1,267
15 oC 2 5,9 6,1 6,1 6,033
20 oC 2,5 6,1 7 6,8 6,633
IV-2
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
IV.2 Pembahasan
Percobaan pada kelarutan sebagai fungsi suhu ini bertujuan untuk menentukan
kelarutan dan menghitung panas pelarutan differensial pada larutan jenuh asam
oksalat. Pada percobaan ini bahan yang digunakan adalah asam oksalat. Digunakan
asam oksalat karena kelarutannya sangat sensitif terhadap suhu sehingga dengan
berubahnya suhu kelarutan asam oksalat juga akan berubah. Selain itu, asam oksalat
memiliki kelarutan yang kecil bila dilarutkan dalam air. Pada saat melarutkan asam
oksalat, dilakukan pengocokkan dengan menggunakan batang pengaduk. Hal tersebut
dilakukan untuk membuat larutan menjadi homogen. Dan juga mendiamkan beberapa
saat guna menjadikan larutan agar seimbang.
Dalam melakukan percobaan ini, aquades harus dikondisikan terlebih dahulu
pada suhu yang telah ditentukan yaitu, 5°C, 10°C, 15°C, 20°C. Setelah itu kristal asam
oksalat dimasukan. Hal yang sangat perlu diperhatikan dalam memasukan kristal asam
oksalat adalah saat memasukannya kedalam erlenmeyer yang berisi aquades praktikan
harus memasukannya secara perlahan agar larutan tidak menjadi lewat jenuh
melainkan tepat jenuh. Sehingga endapan yang dihasilkan oleh larutan tersebut tidak
banyak. Nantinya variabel suhu yang berbeda-beda tersebut juga berpengaruh pada
banyak gram asam oksalat yang dibutuhkan.
Pada tabel IV.1.1 dijelaskan bahwa pada suhu 5oC massa asam oksalat yang
terlarut untuk mendapatkan larutan jenuh sebesar 1 gram. Pada suhu 10oC massa asam
oksalat yang terlarut untuk mendapatkan larutan jenuh adalah sebesar 1,5 gram. Pada
suhu 15oC massa asam oksalat yang terlarut untuk mendapatkan larutan jenuh adalah
sebesar 2 gram. Dan Pada suhu 20oC massa asam oksalat yang terlarut untuk
mendapatkan larutan jenuh adalah sebesar 2,5 gram. Dapat dilihat dari hasil percobaan
ini, semakin besar suhunya jumlah asam oksalat yang terlarut juga semakin besar. Hal
ini disebabkan karena semakin tinggi suhu dari suatu larutan, maka semakin besar pula
kelarutannya dan semakin besar kelarutannya maka semakin besar pula massa zat
yang terlarut. Hal ini dikarenakan proses pembentukan larutannya bersifat endoterm.
Sehingga kesetimbangan akan bergeser kearah penyerap kalor. Jika pelarut dari zat
terlarut lebih banyak merupakan peristiwa endoterm, seperti dinyatakan dalam
persamaan :
Kalor + zat terlarut + larutan (l1) larutan (l2)
IV-3
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Dengan larutan (l2) lebih pekat daripada larutan (l1) maka kenaikan suhu akan
meningkatkan kelarutan. Dengan kata lain, kesetimbangan bergeser ke kanan karena
meningkatnya suhu. Untuk kebanyakan padatan dan cairan yang dilakukan dalam
pelarut cairan, kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu. Dengan adanya kenaikan
suhu maka jarak renggangan antar partikel zat cair lebih besar sehingga menyebabkan
gerak antar partikel lebih sering bertumbukan maka dari itulah kenaikan suhu
mengakibatkan kenaikan jumlah massa yang terlarut pula.
Langkah berikutnya yaitu titrasi. Titrasi dalam percobaan ini bertujuan sebagai
pendeteksi banyaknya asam oksalat yang larut dalam air. Saat terjadi perubahan
warna, maka dapat diketahui banyaknya zat yang larut dilihat dari NaOH yang
dibutuhkan hingga terjadi titik ekivalen yang ditandai dengan larutan asam oksalat
berubah menjadi merah muda pudar. Nantinya dari volume titran tersebut juga akan
didapatkan kelarutan dari zat yang terlarut, yaitu asam oksalat. Pada tabel IV.1
dijelaskan bahwa larutan asam oksalat dititrasi oleh NaOH dengan indikator PP
dengan variabel suhu 5°C, 10°C, 15°C, 20°C. Pada suhu 5°C titrasi pertama yang
dilakukan membutuhkan NaOH (titran) sebanyak 0,6 ml. Begitupun titrasi kedua dan
ketiga. Didapatkan volume rata-rata pada suhu 5°C yaitu 0,6 ml. Pada suhu 10°C
titrasi pertama yang dilakukan membutuhkan NaOH (titran) sebanyak 1,1 ml, titasi
kedua 1,2 ml, dan titrasi ketiga 1,5 ml. Didapatkan volume rata-rata pada suhu 10°C
yaitu 1,267 ml. Pada suhu 15°C titrasi pertama yang dilakukan membutuhkan NaOH
(titran) sebanyak 5,9 ml, titrasi kedua 6,1 ml, dan titrasi ketiga 6,1 ml. Didapatkan
volume rata-rata pada suhu 15°C yaitu 6,6033 ml. Pada suhu 20°C titrasi pertama
yang dilakukan membutuhkan NaOH (titran) sebanyak 23 ml, titrasi kedua 7 ml, dan
titrasi ketiga 6,8 ml. Didapatkan volume rata-rata pada suhu 20°C yaitu 6,633 ml.
Pada tabel IV.2 dijelaskan bahwa pada varibel masing-masing suhu massa
piknometer kosong yaitu 12,5 gram. Massa piknometer + larutan yaitu 24,5 gram
untuk variabel suhu 5°C dan 10°C. Sedangkan untuk variabel suhu 15°C dan 20°C
yaitu 25 gram. Sehingga massa larutan asam oksalat dan massa jenis yang diperoleh
juga berbeda. Untuk variabel suhu 5°C dan 10°C didapatkan massa jenis sebesar 0,96
gr/mol. Sedangkan Untuk variabel suhu 15°C dan 20°C sebesar 1 gr/mol. Hal ini
dikarenakan selisih suhu yang kecil dan timbangan yang ketelitiannya hanya 0,5.
Hubungan yang terjadi antara suhu dengan kelarutan yang didapatkan melalui
percobaan ini menunjukan bahwa dari hasil percobaan semakin besar suhu aquades
IV-4
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
maka jumlah kristal Asam Oksalat (H2C2O4) yang larut dalam aquades juga semakin
besar. Karena lebih banyak jumlah asam oksalat yang dapat terlarut jika jumlah
pelarutnya juga semakin banyak. Hal tersebut secara teoritis dapat dijelaskan bahwa
hubungan massa zat terlarut berbanding lurus dengan volume zat pelrutnya.
Hubungan antara suhu dengan kelarutan Asam Oksalat dari hasil percobaan
dapat dilihat dari grafik dibawah ini.
Grafik IV.2.1 Hubungan Suhu dengan Kelarutan
Selain hubungan antara suhu dengan kelarutan asam oksalat, dari hasil percobaan
diatas didapatkan hubungan antara suhu dengan volume NaOH yang dibutuhkan dalam
mengubah warna larutan yang telah ditetesi oleh PP. Hasil percobaan terseut menunjukan
bahwa semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin banyak pula volume titran untuk
mengubah warna larutan yang telah ditetesi oleh PP. Perubahan warna yang terjadi adalah
dari bening atau tidak berwarna menjadi merah muda pucat. Hubungan antara volume titran
dan suhu dinyatakan dalam grafik dibawah ini.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
5 10 15 20
Gram
Asa
m O
ksa
lat
Suhu
Hubungan Suhu dengan Kelarutan
IV-5
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
0
1
2
3
4
5
6
7
5 10 15 20
Vo
lum
e r
ata
-ra
ta t
itra
n
Suhu
Hubungan Suhu dengan Volume Titran
Grafik IV.2.2 Hubungan Suhu dengan Volume Titran
Dari hasil percobaan ini pula praktikan dapat menentukan kelarutan dari kristal asam
oksalat tersebut. Kelarutannya dapat diketahui melalui jumlah kristal Asam Oksalat yang
mampu larut didalam aquadest. Cara menentukan kelarutan dai asam oksalat tersebut adalah
dengan membagi jumlah gram dari asam oksalat yang mampu larut di dalam air dengan seribu
gram asam oksalat, atau dapat dituliskan dengan :
Dari rumus tersebut praktikan mampu menemukan kelarutan dari kristal asam oksalat
yang digunakan sebagai bahan praktikum.
Sedangkan untuk mencari panas pelarutan adalah panas yang diserap jika 1 mol
padatan dilarutkan dalam larutan yag sudah dalam keadaan jenuh. Berdasarkan harga
kelarutan asam oksalat, maka dapat dihitung panas pelarutannya dengan menggunakan
persamaan Van’t Hoff sebagai berikut:
Ln =
S =
IV-6
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Keterangan :
S1 = kelarutan pada suhu terkecil (M)
S2 = kelarutan pada suhu terbesar (M)
T1 = suhu terkecil (oK)
T2 = suhu terbesar (oK)
∆H = panas pelarutan (J/mol)
R = 8,314 J/mol
Dari persamaan diatas maka didapatkan 5 ∆H, kemudian dihitung harga rata-rata ∆H
sebesar 116951,066 J/mol. Selain menggunakan persamaan Van’t Hoff. Panas pelarutan asam
oksalat dapat dihitung menggunakan regresi linier yang dibuat dengan menggunakan suatu
grafik ln s vs 1/T. Sumbu x adalah 1/T sedangkan sumbu y adalah ln s. Maka grafik tersebut
akan diperoleh persamaan
y = a + bx
Dimana
Ln s =
Grafik IV.2.3 ln s vs 1/T
Dari regresi linear dapat diperoleh slope, dimana slope adalah b = , sehingga
harga dapat ditentukan. Harga berdasarkan grafik adalah sebesar 116951,066
J/mol.
IV-7
BAB III Hasil dan Pembahasan
Laboratorium Kimia Fisika
Program Studi D3 Teknik Kimia
FTI-ITS
Dari percobaan tersebut diperoleh panas pelarutan diferensial dengan rincian
∆H1= 97801,91 J/mol, ∆H2 = 211520,73 J/mol, ∆H3 = 13303,396 J/mol, ∆H4 =
108487,968 J/mol, dan ∆H5 = 153641,326 J/mol yang apabila di rata-rata dapat
ditentukan ∆H rata-rata sebesar = 116951,066 J/mol. Dan sekaligus membuktikan
bahwa semakin tinggi suhu, maka semakin tinggi pula kelarutan asam oksalat.
Digunakan 2 cara yang berbeda untuk menghitung panas pelarutan dan didapatkan hasil
yang sedikit berbeda, tetapi hasilnya sama-sama positif. Hal ini menunjukan bahwa
reaksi tersebut bersifat endoterm atau menyerap panas, sehingga terjadi perpindahan
panas dari lingkungan ke sistem. Pada reaksi endotermis , semakin tinggi suhu maka
semakin banyak zat yang larut.
V-1
BAB V
KESIMPULAN
Dari hasil yang diperoleh ini dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi suhu, maka
semakin tinggi kelarutan dari asam oksalat. Sehingga asam oksalat yang perlu dilarutkan
semakin banyak. Hal ini dikarenakan partikel yang ada dalam asam oksalat semakin cepat
bertumbukan apabila suhu dinaikkan yang menyebabkan suatu zat lebih mudah untuk larut
kedalam zat lain. Dalam hal ini asam oksalat dan aquades. Hasil pengamatan dalam
percobaan yakni pada suhu 5◦C banyak asam oksalat 1 gram. Pada suhu 10◦C banyak asam
oksalat 1.5 gram. Pada suhu 15◦C banyak asam oksalat 2 gram. Dan pada suhu 20◦C
banyak asam oksalat 2,5 gram. Didapatkan suatu hasil bahwa kelarutan asam oksalat
semakin besar seiring dengan kenaikan suhu. Untuk variabel suhu 5oC dan 10
oC densitas
larutan adalah 0,96 gr/ml, sedangkan pada variabel suhu 15oC dan 20
oC densitas larutan
adalah 1 gr/ml. Dalam percobaan juga dapat ditemukan panas pelarutan diferensial dengan
rincian ∆H1 = 97801,91 J/mol, ∆H2 = 211520,73 J/mol, ∆H3 = 13303,396 J/mol, ∆H4 =
108487,968 J/mol, dan ∆H5 = 153641,326 J/mol yang apabila di rata-rata dapat ditentukan
∆H rata-rata sebesar = 116951,066 J/mol. Dari data tersebut membuktikan bahwa semakin
tinggi suhu, maka semakin tinggi pula kelarutan asam oksalat.
vi
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. (2013, Januari 11). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://indokeluarga.blogspot.com/
Adam, W. (2011,Januari 15). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/titrasi-volumetri/prinsip-
titrasi.html
Alberty, Robert.A. 1991. Kimia Fisik. Jakarta : Erlangga.
Atkins, Pw. 1999. Kimia Fisika Jilid 1 edisi ke-4. Jakarta: Erlangga.
Faqih (2012,Desember 7). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://faqihsukabermimpi.blogspot.com/2012/12/panas-pelarutan-asam-oksalat.html
HAM, D. M. (2009). Membuat Reagen Kimia. Jakarta: Bumi Aksara.
Jaka (2012,Maret 13). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://mhdjakasuntana.blogspot.com
Organik, K. (2011, Januari 22). Senyawa Organik. Dipetik Nopember 2, 2013, dari Senyawa
Organik Web site: http://www.senyawaorganik.com/2013/05/reagen-elektrofilik-
elektrofil-pada.html
Petrucci ,Ralph H.1992.Kimia Dasar Prinsip dan Terapan
Svehla, G. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta:
PT. Kalman Media Pustakan.
Svehla, G. (1990). Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimakro. Jakarta:
PT. Kalman Media Pustaka.
Underwood, A. (2001). Analisis Kimia Kuantitatif. Surabaya: Erlangga.
Wikipedia. (2012, Januari 5). Wikipedia. Dipetik Desember 22, 2013, dari Wikipedia
Website: http://id.wikipedia.org/wiki/Natrium_hidroksida
Wenny (2012,Januari 8). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://solusifunny.blogspot.com/2012/01/panas-pelarutan-asam-oksalat.html
Vovy V. (2011,Mei 23). Blogger. Dipetik Desember 22, 2013, dari Blogger Web site:
http://jenggaluchemistry.wordpress.com/titrasi-asam-basa/
vii
DAFTAR NOTASI
SIMBOL KETERANGAN SATUAN
N Normalitas N
n Mol mol
V Volume ml
m Massa gram
R Tetapan gas ideal (8,314) J/mol
ΔH Panas pelarutan deferensial J/mol
S Kelarutan N/M
T Suhu oK
Massa jenis gr/ml
vii
APPENDIKS
Dengan data yang telah diperoleh dari percobaan maka dapat ditentukan kelarutan dan
panas pelarutan diferensial pada larutan jenuh asam oksalat adalah sebagai berikut:
1. Menghitung kelarutan dari asam oksalat (H2C2O4) dengan variabel suhu yang
berbeda-beda.
a) Pada suhu 5◦C
V1 .N1 = V2 .N2
(0,6).(1) = (10).N2
N2 = 0.06 N
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 5◦C adalah 0,06 M
b) Pada suhu 10◦C
V1.N1 = V2 .N2
(1,267)(1) = (10) N2
N2 = 0,1267 N
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 10◦C adalah 0,1267 M
c) Pada suhu 15◦C
V1.N1 = V2.N2
(6,033)(1) = (10) N2
N2 = 0,6033 N
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 15◦C adalah 0,6033 M
d) Pada suhu 20◦C
V1N1 ` = V2N2
(6,633)(1) = (10)N2
N2 = 0,6633 N
Jadi, kelarutan asam oksalat pada 10 ml air di suhu 20◦C adalah 0,6633 M
2. Menentukan panas pelarutan Asam oksalat dengan perhitungan
Untuk T1 = 278 oK, T2 = 283
oK
Ln
=
Ln
=
0,7475 =
( 6,355x10
-5)
∆H1 =
= 97801,91 J/mol
Untuk T1 = 283 oK, T2 = 288
oK
Ln
=
Ln
=
1,5606 =
(6,1346x10
-5)
∆H2 =
= 211520,73 J/mol
Untuk T1 = 288 oK, T2 = 293
oK
Ln
=
Ln
=
0,0948 =
(5,9252.10
-5)
∆H3 =
= 13303,396 J/mol
Untuk T1 = 278 oK, T2 = 293
oK
Ln
=
Ln
=
2,4029 =
( 1,84153.10
-4)
∆H4 =
= 108487,968 J/mol
Untuk T1 = 278 oK, T2 = 288
oK
Ln
=
Ln
=
2,3080 =
(1,249.10
-4)
∆H5 =
= 153641,326 J/mol
∆H rata-rata=
=
J/mol
=
= 116951,066 J/mol
3. Menghitung Banyaknya padatan NaOH 1N dalam 100ml
N = M . e
1 = M . 1
M = 1
M =
1 =
massa = 4 gram (massa NaOH dalam 100 ml aquades)
4. Menghitung massa jenis larutan asam oksalat dengan menggunakan
picnometer. Adapun hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Pada suhu 5◦C
Massa larutan + picnometer = 24,5
Berat picnometer kosong = 12,5
Massa asam oksalat = 24,5-12,5 = 12 gram
=
= 0,96 gr/ml
Pada suhu 10◦C
Massa larutan + picnometer = 24,5
Berat picnometer kosong = 12,5
Massa asam oksalat = 24,5-12,5 = 12 gram
=
= 0,96 gr/ml
Pada suhu 15◦C
Massa larutan + picnometer = 25
Berat picnometer kosong = 12,5
Massa asam oksalat = 25-12,5 = 12,5 gram
=
= 1 gr/ml
Pada suhu 20◦C
Massa larutan + picnometer = 25
Berat picnometer kosong = 12,5
Massa asam oksalat = 25-12,5 = 12,5 gram
=
= 1 gr/ml