Upload
umi-latif
View
128
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
untuk konsumsi pribadi
Citation preview
PERKAWINAN DIHIBRID DAN
RASIO FENOTIF FILIALNYA
PENDIDIKAN BIOLOGI A / KELOMPOK 3
1. FAJAR GUNADI 14304241014
2. LAILATUL FITRIYAH 14304241015
3. UMI LATIFAH 14304241016
4. RIZKY MAR’ATUN NAFIS 14304241017
5. MEGA RINI PUSPITA SARI 14304241018
6. ESTU RIA DWI YULIANINGSIH 14304241019
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu ciri suatu makhluk hidup adalah dapat melakukan
reproduksi. Reproduksi suatu makhluk hidup bertujun untuk melestarikan
jenis dan keturunan dari organisme tersebut. Cara suatu makhluk hidup
melestarikan jenis dan keturunannya sebenarnya merupakan cara mereka
melestarikan gen-gen mereka. Dari banyaknya keturunan yang dihasilkan,
sebagian keturunan mempunyai sifat yang sama dengan induknya dan
sebagian ada yang berbeda dengan induknya.
Cara mempelajari keturunan sifat genetik dari induk kepada turunannya
dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu percobaan dengan hibridisasi dan
analisa silsilah keluarga (pedigree). Hibridisasi adalah menyilang atau
menghibrid antara individu-individu yang memiliki sifat berbeda dari satu
spesies. Hasil dari hibridisasi dinamakan dengan hibrid. (Suleman,1989)
Adanya berbagai sifat yang dimiliki individu secara genetic (genotip)
yang memunculkan berbagai sifat yang tampak (fenotip) maka perlu adanya
metode yang digunakan untuk menentukan asal-usul dari kemunculan sifat
tersebut yaitu salah satunya dengan cara mempelajari macam-macam
perkawinan secara dihibrid maupun monohibrid sehingga kita dapat
menentukan berbagai sifat genotip dari rasio fenotipnya.
B. TUJUAN
1. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan monohibrid, baik dengan
dominansi penuh maupun tidak penuh.
2. Menunjukkan rasio fenotip dari perkawinan dihibrid, baik dengan
dominansi penuh maupun tidak penuh.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu poses biologi yang sangat penting adalah reproduksi organisme.
Kemampuan organisme dalam melakukan reproduksi merupakan cara untuk
melestarikan jenis dan keturunan organisme tersebut. Diantara keturunan-
keturunan tersebut ada yang dapat menunjukan sifat sama dengan induknya, dan
ada pula yang menunjukkan sifat-sifat yang berbeda dengan induknya. Salah satu
cara untuk mempelajari penurunan sifat dari induk ke keturunannya adalah
melalui percobaan hibridasi, yaitu dengan cara menyilangkan atau menghibrid
antara individu-individu yang memiliki sifat berbeda dalam satu spesies.
(Suleman,1989 : 1 )
Gen merupakan unit terkecil dari suatu makhluk hidup yang mengandung
substansi hereditas dan terdapat di dalam lokus gen. Gen mempunyai beberapa
fungsi antara lain menyampaikan informasi kepada generasi berikutnya, sebagai
penentu sifat yang diturunkan, dan mengatur perkembangan serta metabolisme.
Ada beberapa istilah yang perlu diketahui dalam mempelajari gen, yaitu genotipe
dan fenotip. Genotipe adalah sifat-sifat dasar yang belum terpengaruh oleh faktor-
faktor lingkungan dan bersifat tetap, sedangkan fenotipe adalah sifat-sifat yang
tampak sebagai dampak dari genotipe dan pengaruh lingkungan (Dwijoseputro,
1977). Anggota dari sepasang gen yang memiliki pengaruh berlawanan disebut
alel. Misalnya T menentukan sifat tinggi pada batang, sedangkan t menentukan
batang kerdil. Maka T dan t merupakan alel. Suatu alel dikatakan homozigot bila
pasangan kedua alel pada suatu individu sama (AA, aa, BB), sedangkan
heterozigot merupakan genotipe hasil dari perpaduan gamet yang membawa alel
yang berbeda (Aa, Rr, Bb) (Sri Rachma, 2010 : 44).
Bentuk-bentuk alelik sebuah gen nyaris selalu diekspresikan dengan
mengodekan sintesis suatu protein. Protein itu sendiri mempengaruhi fenotipe
organismenya. Jika sebuah fenotipe tertentu berasosiasi dengan sebuah alel (a)
hanya jika alel alternatifnya (A) tidak ada dalam genotipe, alel a disebut resesif.
Fenotipe yang diberikan oleh alel dominan (A) dapat teramati pada heterozigot
maupun homozigot. Pada beberapa kasus, dominansi dan sifat resesif dapat
dianggap sebagai keberadaan atau ketiadaan sebuah sifat, protein, ataupun produk
gen, akan tetapi tidak ada mekanisme umum yang berlaku bagi semua kasus
dominansi baik dari segi molekuler maupun seluler. Dominansi bukanlah suatu
ciri kausal bawaan yang dimiliki oleh sifat atau alel itu sendiri, tapi lebih
merupakan hubungan antara pasangan-pasangan alel. Jadi gen dominan adalah
gen yang ekspresinya menutupi ekspresi alelnya. Sebaliknya, gen resesif adalah
gen yang ekspresinya ditutupi oleh ekspresi alelnya. Bentuk-bentuk hubungan
alelik lainnya, misalnya kodominasi atau dominansi tak sempurna. Genotipe pada
dasarnya adalah ciri yang telah melekat pada diri individu, tetap konstan
sepanjang hidup dan boleh dikatakan tidak berubah karena pengaruh lingkungan ,
sementara fenotipe berubah karena pengaruh lingkungan , umumnya berubah
selama kehidupan individu dengan arah perubahan sebagai fungsi pengaruh
lingkungan yang dialami individu. (Salam,1994:28)
Tokoh yang pertama kali mengadakan percobaan perkawinan silang dan
mempunyai peranan penting dalam genetika adalah Gregor Mendel. Tokoh ini
memilih tanaman ercis sebagai objeknya dengan alasan tanaman tersebut memiliki
umur hidup yang pendek, mudah tumbuh, mudah disilangkan, memiliki bunga
sempurna dan memiliki tujuh sifat dengan perbedaan yang menyolok, seperti
batang tinggi lawan kerdil, buah polongan berwarna hijau lawan kuning, bunga
berwarna ungu lawan putih, bunganya terletak aksial (sepanjang batang) lawan
terminal (pada ujung batang), biji yang masak berwarna hijau lawan kuning,
permukaan biji licin lawan berkerut, warna kulit biji abu-abu lawan putih (Suryo,
1984: 7). Dalam percobaan perkembangbiakan tersebut, Mendel biasanya
melakukan penyerbukan silang terhadap dua varietas ercis galur murni yang
kontras, contohnya tanaman berbunga ungu dan berbunga putih. Individu tetua
disebut P (parental) dan keturunan/anak dari parental/turunan generasi pertama
disebut F1 (filial). Cucu dari parental/ anak dari F1/ turunan generasi kedua
disebut F2 (berasal dari perkawinan antara F1 dengan F1). Perkawinan atau
penyilangan dua varietas ini disebut hibridisasi dan hasil perkawinannya
dinamakan hibrid. Monohibrid adalah persilangan antara dua individu dari spesies
yang sama dengan satu sifat beda, sedangkan dihibrid adalah persilangan antara
individu dengan dua sifat berbeda Penelitian yang dilakukan Mendel tersebut
kemudian menghasilkan hukum Mendel I dan hukum Mendel II.
A. Hukum Mendel I (Hukum Segregasi)
Dasar hukum Mendel I adalah penyilangan dua individu yang
memiliki satu karakter beda (monohibrid). Sebelum melakukan suatu
persilangan, setiap individu menghasilkan gamet-gamet yang kandungan
gennya separuh dari kandungan gen pada individu. Sebagai contoh,
individu AA akan membentuk gamet A, dan individu aa akan membentuk
gamet a. Pada individu Aa, yang menghasilkan gamet A dan gamet a, akan
terlihat bahwa gen A dan gen a akan dipisahkan (disegregasi) ke dalam
gamet-gamet yang terbentuk tersebut. Prinsip inilah yang kemudian
dikenal sebagai hukum segregasi atau hukum Mendel I, yang menyatakan
bahwa “pada waktu berlangsung pembentukan gamet, tiap pasang gen/alel
akan disegregasi/memisah secara bebas kedalam masing-masing gamet
yang terbentuk”. Persilangan monohibrid terbagi menjadi dua macam,
yaitu sebagai berikut.
a. Persilangan monohibrid dengan kondisi dominansi penuh
Persilangan monohibrid dengan kondisi dominansi penuh
yaitu persilangan suatu sifat beda dimana satu sifat lebih kuat
daripada sifat yang lain. Sifat yang kuat disebut sifat dominan dan
bersifat menutupi, sedangkan yang lemah/tertutup disebut sifat
resesif. Pada kasus dominansi penuh, keturunan yang didapat pada F2
akan menunjukkan perbandingan fenotip dominan dan resesif 3 : 1
atau perbandingan genotip 1 : 2 : 1. Persilangan ini bersifat
resiprokal, artinya penggunaan individu jantan dan betina dengan
satu tanda beda tertentu dapat sesuka hati tanpa ada pengaruhnya
dalam rasio fenotip generasi kedua (F2).
Contoh : perkawinan bunga warna merah dan putih dimana
warna merah bersifat dominan dan warna putih bersifat resesif.
P1 (parental) : mawar merahxmawar putih
genotipe : MM mm
G (gamet) : M m
F1 (filial) : Mm (fenotipe merah 100%)
P2 : F1 x F1
Mm Mm
G : M dan m M dan m
F2 :
Rasio fenotipe : merah : putih
3 : 1
Rasio genotipe : MM : Mm : mm
1 : 2 : 1
b. Persilangan monohibrid dengan kasus intermediet
kadang-kadangindividu hasil perkawinan tidakdidominasi
oleh salah satu induknya.Dengan kata lain, sifat dominasitidak
muncul secara penuh.Peristiwa inimenunjukkan adanya sifat
intermedier.(Nugroho,2009:11). Sifat intermediet adalah sifat
yang sama kuat, jadi tidak ada yang dominan ataupun resesif.
Keterangan :MM = merahMm = merah
♀
♂
M m
M M
M
M
m
M M
m
M
m
Namun, tidak boleh dikatakan bahwa dominansi tidak sempurna
merupakan bukti hipotesis pencampuran, yang akan memprediksi
bahwa sifat warna merah atau putih tidak akan pernah didapt
kembali dari hibrid merah jambu. Kenyataannya, hibrid F1
menghasilkan keturunan F2 dengan perbandingan fenotipe 1 merah, 2
merah jambu, dan 1 putih (Campbell Reece, 2002 : 265). Contoh
pada perkawinan antara bunga warna merah (MM) dan putih (mm)
ternyata pada keturunan pertama (F1) yang muncul semuanya
berwarna merah muda (Mm). Ketika dilakukan persilangan kembali
antara sesamanya (Mm x Mm) ternyata dihasilkan perbandingan
untuk F2, yaitu 25% merah (MM), 50% merah muda (Mm), dan 25%
putih (mm)). Berdasarkan persilangan ini disimpulkan bahwa sifat
merah tidak dominan penuh terhadap putih, tapi bersifat intermediet.
P1 (parental) : mawar merah x mawar putih
Genotipe : MM mm
G (gamet) : M m
F1 (filial) : Mm (fenotipe merah muda 100%)
P2 : F1 x F1
Mm Mm
G : M dan m M dan m
F2 :
Keterangan :MM = merahMm = merah mudamm = putih
♀
♂
M m
M M
M
M
m
M M
m
M
m
Rasio fenotipe : merah : merah muda : putih
1 : 2 : 1
Rasio genotipe : MM : Mm : mm
1 : 2 : 1
c. Hukum Mendel II (Hukum Asortasi)
Hukum Mendel II adalah mengenai pengelompokan gen secara
bebas atau pemilihan bebas, yang menyatakan bahwa “Segregasi suatu
pasangan gen tidak bergantung kepada segregasi pasangan gen lainnya,
sehingga di dalam gamet-gamet yang terbentuk akan terjadi pemilihan
kombinasi gen-gen secara bebas”. Hukum ini berlaku pada proses
pembentukan gamet (peristiwa meiosis) ketika gen sealel memisah secara
bebas/tidak saling mempengaruhi dan pergi ke masing-masing kutub.
Hukum Mendel II hanya berlaku untuk gen yang letaknya
berjauhan sehingga bila letak antara kedua gen berdekatan hukum ini tidak
berlaku. Selain itu hukum Mendel II tidak berlaku untuk persilangan
monohibrid karena dasar hukum Mendel II adalah penyilangan dari
individu yang memiliki 2 atau lebih karakter beda (dihibrid atau
polihibrid). Bila ada 2 pasang gen A-a dan B-b pada awal meiosis maka
pada akhir meiosis akan terbentuk 4 macam gamet yaitu AB, ab, Ab dan
aB. Gamet AB dan gamet ab disebut memiliki kombinasi/pengelompokan
asli (kombinasi parental) sedangkan gamet Ab dan gamet aB disebut
memiliki kombinasi/pengelompokan baru (rekombinan). Jenis persilangan
pada Hukum Mendel II adalah :
B. Persilangan dihibrid
Bagian ini membahas pewarisan dua atau lebih sifat secara bersamaan,
yang masing-masing dispesifikasi oleh sepasang gen autosomal berbeda yang
berpasangan secara bebas (dengan kata lain, gen-gen pada kromosom-kromosom
berbeda yang bukan kromosom seks). Persilangan yang melibatkan analisis dua
sifat yang saling bebas disebut persilangan dihibrid (Susan L. Elrod dan William
D. Stansfield, 2007 : 33). Misalnya persilangan pada tanaman kacang ercis yang
bijinya memiliki 2 sifat beda, yaitu bentuk biji dan warna biji. Kedua sifat beda ini
ditentukan oleh gen-gen yang berbeda, yaitu B (biji bulat), b (biji keriput), K (biji
kuning), dan k (biji hijau). Jadi bentuk bulat dan warna kuning adalah dominan.
P1 : BBKK x bbkk
(bulat, kuning) (kisut, hijau)
Gamet : BK bk
F1 : BbKk
(fenotipe bulat dan kuning 100%)
P2 : F1 x F1
BbKk x BbKk
Gamet : BK, Bk, bK dan bk
BK Bk bK Bk
B
KBBKK BBKk BbKK
Bb
Kk
B
kBBKk BBkk BbKk
Bb
kk
b
KBbKK BbKk bbKK
bb
Kk
b
kBbKk Bbkk bbKk
Bb
kk
Fenotip pada F2 :
- BBKK, BBKk, BbKK, BbKk = bulat-kuning
- BBkk, Bbkk = bulat-hijau
- bbKK, bbKk =keriput-kuning
- bbkk = keriput-hijau
Rasio fenotipe : bulat kuning: bulat hijau: kisut kuning: kisut hijau
9 : 3 : 3 : 1
Rasio genotipe:
BBKK: BBKk: BbKK: BbKk: BBkk: Bbkk: bbKK: bbKk: bbkk
1 : 2 : 2 : 4 : 1 : 2 : 1 : 2 : 1
C. Persilangan polihibrid
Persilangan polihibrid adalah hasil penyilangan dua individu yang
memiliki banyak karakter beda. Bila pasangan gen parental trihibrid adalah
AABBCC dan aabbcc maka pasangan F1-nya adalah AaBbCc (triple-heterozigot)
dengan macam gamet F1 adalah ABC, Abc, AbC, Abc, aBC, aBc, abC dan abc.
Rasio gamet F1 pada perkawinan trihibrid adalah 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 1 : 1, artinya
kesempatan untuk berasortasi antara ketiga gen dengan alel masing-masing adalah
sama.
Namun, beberapa hasil perkawinan dari beberapa varietas ternyata ada
yang menyimpang dari hukum Mendel. Penyebab penyimpangan tersebut antara
lain karena terjadinya berbagai tipe interaksi gen dan penampakan gen dalam
kromosom, seperti adanya tautan gen (gen linkage), pindah silang, tautan seks
(sex linkage), gagal berpisah, dan gen letal. Bentuk interaksi gen yang merupakan
penyimpangan semu dari hukum Mendel antara lain adalah peristiwa epistasis,
hipostasis, komplementer, kriptomer, polimer, dan atavisme.
BAB III
METODOLOGI
A. Waktu Praktikum
Praktikum ini dilakukan pada :
Hari : Senin
Tanggal : 20 Oktober 2014
Pukul : 13.00 – 14.15 WIB
B. Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di Laboratorium Botani FMIPA
C. Alat dan Bahan
- Manik-manik ( kancing ) berwarna
- Kantong plastik gelap ( kotak genetika )
- Alat tulis
D. Prosedur Kerja
1. Perkawinan Monohibrid
2. Perkawinan Dihibrid
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. TABULASI DATA
1). Perkawinan Monohibrid
Macam Pasangan
Warna yang MungkinJumlah Rasio
Merah – Merah (MM) 10 1
Merah – Putih (Mm) 10 1
Putih – Putih (mm) 10 1
1. Keterangan :
Merah – Merah = MM
a. Merah – Putih = Mm
b. Putih – Putih = mm
2. Rasio Genotipe :
MM : Mm : mm
= 1 : 1 : 1
3. Rasio Fenotipe :
Merah : Putih
= 2 : 1
2). Perkawinan Dihibrid
Macam Pasangan
Warna yang MungkinJumlah Rasio
MB + MB = MMBB 3 3
MB + Mb = MMBb 3 3
MB + mB = MmBB 8 8
MB + mb = MmBb 19 19
Mb + Mb = MMbb 3 3
Mb + mb = Mmbb 4 4
mB + mB = mmBB 1 1
mB + mb = mmBb 6 6
mb + mb = mmbb 1 1
1. Keterangan :
a. Merah – Bulat = Merah - Hitam (MB)
b. Merah – Kisut = Merah - Kuning (Mb)
c. Putih – Bulat = Putih - Hitam (mB)
d. Putih – Kisut = Putih - Kuning (mb)
2. Rasio genotipe :
MMBB : MMBb : MmBB : MmBb : MMbb : MMbb : mmBB : mmBb : mmbb
= 3 : 3 : 8 : 19 : 3 : 4 : 1 : 6 : 1
3. Rasio Fenotipe :
Merah – Bulat : Merah – Kisut : Putih – Bulat : Putih – Kisut
= 33 : 7 : 7 : 1
B. PEMBAHASAN
1) PersilanganMonohibrid
Secara teoritis, persilangan monohibrid yaitu suatu percobaan persilangan
yang menggunakan varietas-varietas yang induknya hanya berbeda dalam satu
sifat (Campbell, 2003).Hukum Mendel I atau hukum segregasi membahas tentang
pemisahan faktor-faktor pembawa sifat (alel) pada waktu pembentukan gamet.
Hukum segregasi menyatakan bahwa alel-alel akan berpisah secara bebas dari
diploid menjadi haploid pada saat pembentukan gamet. Dengan demikian setiap
sel gamet hanya mengandung satu gen dari alelnya. Fenomena ini dapat diamati
pada persilangan monohibrid, yaitu persilangan dua individu dengan satu sifat
beda. Untuk mengujinya, Mendel melakukan perkawinan silang antara ercis
berbunga ungu dengan ercis berbunga putih dengan satu faktor pembawa
sifat(Nuraini, 2008).
1. Persilangan Monohibrid Dominan
Persilangan monohibrid dominan adalah persilangan dua individu
sejenis yang memperhatikan satu sifat beda dengan gen-gen yangdominan.
Sifat dominan dapat dilihat secara mudah, yaitu sifat yang lebihbanyak
muncul pada keturunan dari pada sifat lainnya yang sealel.Persilangan
monohibrid sudah diteliti oleh Mendel. Dari hasilpenelitiannya dengan
tanaman kacang kapri. Jika tumbuhan berbatangtinggi disilangkan dengan
tumbuhan sejenis berbatang pendek menghasilkan F1, tumbuhan berbatang
tinggi, dikatakan bahwa batang tinggi merupakan sifat dominan,
sedangkan batang pendek merupakan sifat resesif. Jadi, pada F1,
dihasilkan keturunan yang mempunyai sifat sama dengan sifat induk yang
dominan. Jika F1 menyerbuk sendiri atau disilangkan dengan sesamanya,
maka rasio/perbandingan genotipe pada F2 = 1 : 2 : 1, sedangkan rasio
fenotipenya = 3 : l (Kimball, JohnW. 1998).
Secara skema, percobaan Mendel dapat dilihat pada Gambar 2.1
sebagai berikut.
P : ♀ Tinggi x Pendek ♂
DD dd
Gamet D d
F1 : Tinggi
Dd
Menyerbuk sendiri (Dd x Dd)
F2 :
Gamet ♂
Gamet ♀
D D
D DD
(tinggi)
Dd
(tinggi)
D Dd
(tinggi)
dd
(pendek)
Gambar 2. Diagram persilangan monohibrid dominan untuk sifat
tinggi tanaman
Tinggi (D_) : pendek (dd) = 3 : 1
DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1
Individu tinggi dan pendek yang digunakan pada awal persilangan
dikatakan sebagai tetua (parental), disingkat P. Hasil persilangannya
merupakan keturunan (filial) generasi pertama, disingkat F1. Persilangan
sesama individu F1 menghasilkan keturunan generasi ke dua, disingkat F2.
Tanaman tinggi pada generasi P dilambangkan dengan DD, sedang
tanaman pendek dd. Sementara itu, tanaman tinggi yang diperoleh pada
generasi F1 dilambangkan dengan Dd.
2. Persilangan Monohibrid Intermediet
Persilangan monohibrid intermediet adalah persilangan antara dua
individu sejenis yang memperhatikan satu sifat beda dengan gen-gen
intermediet. Jika tumbuhan berbunga merah disilangkan dengantumbuhan
sejenis berbunga putih menghasilkan F1, tumbuhan berbungamerah muda,
dikatakan bahwa bunga merah bersifat intermediet. Dengan cara
persilangan seperti pada persilangan monohibrid dominan di atas, dapat
diketahui bahwa rasio genotipe dan fenotipe F1, pada persilangan
monohobrid intermediet sama, yaitu 1 :2 : l (Kimball, JohnW. 1998).
Persilangan monohibrid dominasi sebagian (intermediet) dapat
digambarkan dalam diagaram sebagai berikut :
P : ♀ Merah x Putih ♂
MM mm
Gamet M m
F1 : Merah muda (Mm)
Menyerbuk sendiri (Mm x Mm)
F2 :
Gamet ♂
Gamet ♀
M m
M MM
(merah)
Mm
(merah muda)
M Mm
(merah muda)
Mm
(putih)
Gambar 2. Diagram persilangan monohibrid intermediet untuk sifat
warna tanaman
Merah (MM): Merah muda (Mm) : Putih (mm) = 1 : 2 : 1
DD : Dd : dd = 1 : 2 : 1
Dari persilangn monohibrid dihasilkan empat kombinasi keturunan
dengan perbandingan fenotip 1 : 2 : 1. Dari diagram persilangan terlihat
bahwa ada pemisahan alel pada waktu heterozigot (F1) membentuk gamet,
sehingga gamet memiliki salah satu alel. Jadi ada gamet dengan alel M dan
ada gamet dengan alel m. Prinsip ini sesuai dengan hukum Mendel 1
(persilangn monohibrid telah terjadi pemisahan gen yang sealel dan rasio
fenotip F2 adalah 1 : 2 : 1).
2) Persilangan Dihibrid
Persilangan dihibrid merupakan persilangan yang menggunakan dua
tanda beda atau dua pasangan kromosom yang beda dan memiliki
perbandingan 9 : 3: 3 : 1. Suatu sifat dari organisme tidak hanya diturunkan
melalui satu jenis alel saja, tetapi beberapa sifat juga dapat diturunkan oleh
beberapa alel secara bersamaan.
Pada percobaan yang dilakukan dengan persilangan dihibrid dengan
menggunakan 2 sifat beda yaitu kancing genetik warna merah dengan gamet
(MM) bersifat dominan warna merah terhadap kancing genetik warna putih,
yang bersifat resesif warna putih dengan gamet (mm). Serta dengan kancing
genetik warna hitam dengan gamet (BB) yang bersifat dominan bulat terhadap
warna kuning resesif dengan gamet (bb). Pada parentalnya memiliki sifat
fenotif warna merah bentuk bulat (MMBB) yang dominan terhadap parental
lainnya yang memiliki fenotif warna putih bentuk keriput (mmbb). Diagram
persilangannya sebagai berikut :
P: ♀ MMBB >< ♂ mmbb
(Merah Bulat) ↓ (Putih Keriput)
F1: MmBb
(Bulat Kuning)
F1>< F1: ♀ MmBb >< ♂ MmBb
(Bulat Kuning) ↓ (Bulat Kuning)
Gamet: MB, mB, Mb, mb
F2:
Fenotif
(genotif)
Bulat
Kuning
(MB)
Bulat
Hijau
(mB)
Keriput
Kuning
(Mb)
Keriput
Hijau
(mb)
Bulat Kuning
(MB)
MMBB MmBB MMBb MmBb
Bulat Hijau
(mB)
MmBB mmBB MmBb mmBb
Keriput
Kuning (Mb)
MMBb MmBb MMbb Mmbb
Keriput Hijau
(mb)
MmBb mmBb Mmbb mmbb
Dari pengambilan macam pasangan alel sebanyak 48 buah kancing genetika, kami
memperoleh :
Rasio genotipe :
MMBB : MMBb : MmBB : MmBb : MMbb : MMbb : mmBB : mmBb : mmbb
= 3 : 3 : 8 : 19 : 3 : 4 : 1 : 6 : 1
Rasio Fenotipe :
Merah – Bulat : Merah – Kisut : Putih – Bulat : Putih – Kisut
= 33 : 7 : 7 : 1
Dari data tersebut dapat diketahui bahwa pada percobaan persilangan
dihibrid yang dilakukan, terjadi penyimpangan dari hukum mendel, ini karena
rasio fenotif yang dihasilkan adalah 33 : 7 : 7 : 1, sedangkan hukum Mendel II
mempunyai rasio fenotif 9 : 3 : 3 : 1. Penyimpangan ini adalah penyimpangan
yang semu dan jarang terjadi. Penyimpangan ini mungkin dikarenakan adanya
sifat-sifat menurun yang dipengaruhi oleh dua atau lebih pasangan alel yang
penampakkannya saling mempengaruhi (berinteraksi). Tergantung pada macam
interaksi ini, perbandingan fenotif itu berubah dalam berbagai bentuk, walaupun
prinsip dasar dari cara pewarisan sifat-sifat menurun adalah tetap sama.
Keganjilan ini bukanlah disebabkan oleh penyimpangan hukum Mendel II tetapi
hanyalah karena adanya dua pasang alel yang semuanya mempengaruhi bagian
sama dari suatu organisme. Dan dalam hal ini adalah bentuk Merah Bulat dan
Putih Keriput.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melakukan percobaan persilangan monohibrid dan dihibrid
beserta rasio fenotif filialnya yang dilakukan dengan simulasi
menggunakan manik-manik (kancing), persilangan monohybrid yang kami
coba menghasilkan keturunan dengan perbandingan fenotipe merah : putih
adalah 2:1 sedangkan pada persilangan dihibrid, perbandingan fenotipe
antara Merah Bulat : Merah Kisut : Putih Bulat : Putih Kisut adalah 33 : 7 :
7 : 1.
B. Saran
1. Sebelum melakukan percobaan, praktikan harus mempelajari dan
memahami mengenai perkawinan dihibrid dan monohibrid dominasi
penuh serta monohibrid dominasi sebagian.
2. Praktikan harus jeli dalam melakukan percobaan, terutama saat
mengambil manik-manik harus dilakukan tanpa melihat kedalam
kantong plastik untuk menjaga keakuratan hasil percobaan.
3. Saat melakukan percobaan, praktikan harus jeli dalam menghitung
jumlah manik-manik agar tidak terjadi kekeliruan atau salah hitung
dalam percobaan, selain itu pemasangan antar manik-manik juga
harus sesuai dengan prosedur yang ada.
4. Praktikan harus lebih cermat dalam management waktu percobaan, hal
ini harus tepat agar tidak melampaui alokasi waktu yang tersedia pada
prosedur kerja yang ada.
DaftarPustaka
Abdul Salam M. (1992). Keneragamaan Genetika. Yogyakarta :
Andi Offset.
Campbell Reece-Mitchel. (2002). Biologi jilid, 1 5th ed (Alih bahasa
: Rahayu Lestari). Jakarta : Penerbit Erlangga.
Dwidjoseputro. (1977). Pengantar Genetika. Jakarta : Bhratara.
Heru Santoso Wahito Nugroho. (2009). Memahami Genetika
Dengan Mudah. Yogyakarta : Nuha Medika.
Kimball, John W. (1998). Biologi Jilid 2 . Jakarta : Erlangga.
Nuraini, Tuti. (2008). Genetika Dasar (Mendelisme).
Rondonuwu Suleman. (1989) . Dasar-Dasar Genetika. Jakarta :
Depdikbud.
Sri Rachma. (2010). Genetika Dasar. Diakses dari
http//www.unhas.ac.id pada tanggal 25 Oktober 2014, jam
18.30 WIB.
Suhardi. (2014). Monohibrid dan Dihibrid. Diakses dari http//
sciencefiles.com pada tanggal 25 Oktober 2014, jam 20.54
WIB.
Suryo. (1984). Genetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Susan L.Elrod. (2007). Genetika 4th ed (Alih bahasa : Damaring
Tyas Wulandari, S.Si). Jakarta : Penerbit Erlangga.