28
LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON PRAKTIKUM III HORMON TIROID Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt Halimatus S Zein 105010567 LABORATORIUM FARMAKOTERAPI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS WAHID HASYIM Halimatus S Zein (105010567)

LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON

PRAKTIKUM III

HORMON TIROID

Dosen Pengampu : Sri Susilowati, MSi., Apt

Halimatus S Zein

105010567

LABORATORIUM FARMAKOTERAPIFAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS WAHID HASYIMSEMARANG

2013

Halimatus S Zein (105010567)

Page 2: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

LAPORAN SEMENTARA

PRAKTIKUM FARMAKOTERAPI SISTEM ENDOKRIN DAN HORMON

PRAKTIKUM III

HORMON TIROID

I. TUJUAN

Mahasiswa mampu memahami dan mengevaluasi tatalaksana terapi pada penyakit

hormon tiroid.

II. DASAR TEORI

a. Anatomi

Kelenjar tiroid berwarna coklat dan konsistensi padat, terletak posterior dari otot

sternothyroid dan sternohyoid. Pada orang dewasa kelenjar tiroid yang normal beratnya

sekitar 30 gram, kelenjar tiroid lebih berat pada wanita daripada laki-laki dan dapat bervariasi

tergantung berat badan dan asupan yodium. Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus dan

terhubung di garis tengah oleh isthmus yang biasanya terletak lebih rendah dari tulang rawan

krikoid. Kelenjar tiroid berada pada vertebra servikalis V sampai vertebra toraks I. Kelenjar

tiroid memiliki kapsul jaringan ikat yang membentuk stroma organ. Bagian luar kapsul

adalah lapisan yang berkembang dari fasia pretracheal disebut juga selubung perithyroid atau

kapsul bedah. Bagian anterior dan lateral fasia berkembang dengan baik, bagian posterior

tipis dan longgar, memungkinkan pembesaran kelenjar tiroid posterior.

b. Embriologi

Kelenjar tiroid muncul sebagai kantong yang keluar dari foregut primitif pada minggu

ketiga kehamilan, asalnya di dasar lidah di sekitar foramen sekum. sel endoderm di dasar

anlage faring menebal membentuk anlage tiroid medial yang turun di depan leher dengan

struktur yang membentuk tulang hyoid dan laring. Selama perkembangannya, anlage tetap

terhubung ke foramen sekum melalui saluran berlapis epitel yaitu duktus thyroglossal. Sel-sel

epitel yang membentuk anlage merangsang perkembangan sel-sel folikel tiroid. anlages

lateral berasal dari kantong branchial keempat dan menyatu dengan anlage median pada

minggu kelima kehamilan. Anlages lateral berasal dari neuroectodermal dan mengaktivasi

kalsitonin memproduksi sel parafollicular atau C yang terletak di superoposterior kelenjar.

Folikel tiroid berkembang selama 8 minggu dan pembentukan koloid dimulai pada minggu ke

sebelas kehamilan.

Halimatus S Zein (105010567)

Page 3: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

c. Histologi

Kelenjar tiroid ini dikelilingi oleh kapsul tiroid yang merupakan lapisan tipis jaringan ikat.

Dari kapsul, beberapa septa memperluas parenkim tiroid yang dibagi lagi menjadi beberapa

lobulus. Sel epitel (cuboidal atau skuamosa) membentuk folikel tiroid, dipisahkan oleh

stroma penghubung tipis yang banyak pembuluh getah bening dan darah. Koloid

dikumpulkan di dalam folikel. Setiap folikel memiliki dua jenis sel yaitu sel folikel dan

parafollicular atau C. Menurut Ross dan Reith, sel folikel berperan dalam sintesis

thyroglobulin, iodinasi, penyimpanan thyroglobulin, resorpsi dari thyroglobulin, hidrolisis

thyroglobulin, dan pelepasan hormon tiroid ke dalam darah dan limfatik. Sel parafollicular

atau C dapat ditemukan di stroma jaringan ikat antara folikel dalam epitel folikel. Khas epitel

folikel memiliki granul-granul sekretori.

d. Fisiologi

Sintesis hormon tiroid terdiri dari beberapa tahapan. Langkah pertama, penjeratan

iodida, melibatkan transpor aktif iodida (ATP-dependent) melintasi membran basement

thyrocyte melalui protein membran intrinsik, Na + / I-symporter (NIS). Thyroglobulin (Tg)

adalah glikoprotein (660-kDa) yang besar, masuk dalam folikel tiroid dan memiliki empat

residu tyrosyl. Langkah kedua dalam sintesis hormon tiroid melibatkan oksidasi iodida untuk

yodium dan iodinasi dari residu tirosin pada Tg, untuk membentuk monoiodotyrosines (MIT)

dan diiodotyrosines (DITs). Kedua proses ini dikatalisis oleh peroksidase tiroid. Langkah

ketiga, molekul diiodotyrosines membentuk tetraiodothyronine atau tiroksin (T4), dan satu

molekul diiodotyrosines dengan satu molekul monoiodotyrosines membentuk 3,5, 3'-

triiodothyronine (T3). Jika dirangsang oleh TSH, thyrocytes pseudopodia yang mengelilingi

bagian dari membran sel yang mengandung thyroglobulin menyatu dengan enzim lisosom.

Pada langkah keempat, thyroglobulin dihidrolisis untuk melepaskan iodothyronines bebas

(T3 dan T4) dan mono-dan diiodotyrosines. Yang terakhir adalah deiodinasi pada langkah

kelima untuk menghasilkan iodida, yang digunakan kembali dalam thyrocyte tersebut.

Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Hipotalamus

menghasilkan peptida, maka hormon thyrotropin-releasing (TRH) merangsang pituitari untuk

melepaskan TSH atau thyrotropin. TRH mencapai pituitari melalui sirkulasi portovenous.

TSH, sebuah glycopeptide 28-kDa, menengahi penjeratan iodida, sekresi, dan pelepasan

hormon tiroid, selain untuk meningkatkan cellularity dan vaskularisasi dari kelenjar tiroid.

Reseptor TSH memiliki G-reseptor protein-coupled yang memiliki tujuh domain

transmembran-rentang dan memanfaatkan cAMP dalam jalur transduksi sinyal. sekresi TSH

oleh hipofisis anterior juga diatur melalui umpan balik negatif oleh T4 dan T3. Karena

Halimatus S Zein (105010567)

Page 4: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

pituitari memiliki kemampuan untuk mengubah T4 ke T3, yang terakhir ini dianggap lebih

penting dalam kontrol umpan balik. T3 juga menghambat pelepasan TRH.

Kelenjar tiroid juga mampu autoregulasi, yang memungkinkan untuk memodifikasi

fungsi independen terhadap TSH. Sebagai adaptasi terhadap asupan iodida rendah, kelenjar

mensintesis preferentially T3 daripada T4, sehingga meningkatkan efisiensi hormon

dilepaskan. Dalam situasi kelebihan yodium, transportasi iodida, generasi peroksida, sintesis,

dan sekresi hormon-hormon tiroid terhambat. Dosis besar iodida dapat mengakibatkan

peningkatan organification awal, diikuti dengan penekanan, fenomena yang disebut efek

Wolff-Chaikoff. Epinefrin dan gonadotrophin chorionic manusia (hCG) hormon tiroid

merangsang produksi hormon. Dengan demikian, peningkatan kadar hormon tiroid

ditemukan pada kehamilan dan dalam keganasan ginekologis seperti mola hidatidosa.

Sebaliknya, glukokortikoid menghambat produksi hormon tiroid. Pada pasien sakit parah,

hormon tiroid perifer dapat dikurangi, tanpa kompensasi kenaikan kadar TSH, sindrom sakit-

euthyroid T3 rendah. (1)

e. Fungsi Hormon Tiroid

Hormon tiroid free memasuki membran sel dengan difusi atau oleh reseptor tertentu dan

dibawa ke membran dengan mengikat protein tertentu. T4 deiodinated untuk T3 dan

memasuki inti melalui transpor aktif, di mana ia mengikat ke reseptor hormon tiroid. T3

reseptor mirip dengan reseptor nuklir untuk Glukokortikoid, mineralocorticoids, estrogen,

vitamin D, dan asam retinoat. Pada manusia, dua jenis gen reseptor T3 (dan) terletak pada

kromosom 3 dan 17. ekspresi reseptor Thyroid tergantung pada konsentrasi perangkat

hormon tiroid dan jaringan spesifik-bentuk yang melimpah di sistem saraf pusat, sedangkan

bentuk dominan dalam hati. Setiap produk gen memiliki domain, ligan-independen

aminoterminal, sebuah domain, ligan-mengikat carboxyterminal; dan daerah-mengikat DNA

terletak di pusat. Pengikatan hormon tiroid menyebabkan transkripsi dan translasi dari gen

spesifik hormon-responsif.

Hormon tiroid mempengaruhi hampir semua sistem dalam tubuh. Mereka adalah penting

untuk perkembangan otak janin dan pematangan kerangka. T3 meningkatkan konsumsi

oksigen, tingkat metabolisme basal dan produksi panas oleh stimulasi Na + / K + ATPase

dalam berbagai jaringan. Ini juga memiliki efek inotropik dan chronotropic positif pada

jantung dengan meningkatkan transkripsi ATPase + Ca2 dalam retikulum sarkoplasma dan

meningkatkan tingkat reseptor beta-adrenergik dan konsentrasi protein G. reseptor miokard

mengalami penurunan dan tindakan katekolamin diperkuat. Hormon tiroid bertanggung

Halimatus S Zein (105010567)

Page 5: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

jawab untuk menjaga hipoksia dan hiperkapnia normal di pusat pernapasan otak. Mereka juga

meningkatkan motilitas gastrointestinal, yang menyebabkan diare pada hipertiroidisme dan

sembelit pada hipotiroidisme. hormon tiroid juga meningkatkan tulang dan pergantian protein

dan kecepatan kontraksi otot dan relaksasi. Mereka juga meningkatkan glikogenolisis,

glukoneogenesis hepatik, penyerapan glukosa usus, dan sintesis kolesterol dan degradasi. (1)

Fungsi Hormon Thyroid

- Meningkatkan basal metabolic rate (BMR) dan pemakaian oksigen

- Meningkatkan sintesis protein, lipolisis, glikogenolisis, glukoneogenesis

- Meningkatkan heart rate dan kontraktilitas

- Meningkatkan sensitivitas katekolamin

- Stimulasi pelepasan hormon steroid

- Stimulasi erythropoiesis dan produksi 2,3-diphosphoglycerate (DPG)

- Meningkatkan bone turnover

1. Struma

a) Definisi

Struma adalah suatu pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar

tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang

dibutuhkan untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan

sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.

Istilah toksik dan non toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi fungsi

fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotiroid, sedangkan istilah nodusa dan

diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi. Berdasarkan patologinya, pembesaran tiroid

umumnya disebut struma. Struma adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid membesar.

Struma merupakan salah satu penyakit endokrin terbanyak di Indonesia, sehingga struma

cukup banyak ditemukan dalam pelayanan kesehatan di bagian penyakit dalam.

b) Penyebab

Adanya struma atau pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya

bertambah besar atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah

dengan pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.

Halimatus S Zein (105010567)

Page 6: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

1. Gangguan perkembangan, seperti terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau

jaringan tiroid yang tumbuh di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid

lingual).

2. Proses radang atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis

Hashimoto.

3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma

koloid dan struma endemik.

4. Pembesaran yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis

tumor jinak – dan adenokarsinoma, suatu tumor ganas.

d) Klasifikasi

1. Berdasarkan fisiologisnya :

a. Eutiroid : aktivitas kelenjar tiroid normal

b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang kurang dari normal

c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar tiroid yang berlebihan

2. Berdasarkan klinisnya :

a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)

Difusa    :  endemik goiter, gravida

Nodusa   :  neoplasma

b. Toksik (hipertiroid)

Difus      :  grave, tirotoksikosis primer

Nodusa  :  tirotoksikosis skunder

3. Berdasarkan morfologinya :

a. Struma Hyperplastica Diffusa

Suatu stadium hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun

relatif). Defisiensi iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama

pubertas, pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar

menjadi hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak

untuk memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas.  Sehingga terdapat vesikel

pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi kelenjar juga

Halimatus S Zein (105010567)

Page 7: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan iodine atau

kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma koloides atau

kelenjar akan menjadi fase istirahat.

b. Struma Colloides Diffusa

Ini disebabkan karena involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan

tiroksin oleh karena kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan,

stress, dsb.) atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan

kembali normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan

koloid dan ukuran kelenjar membesar.

c. Struma Nodular

Biasanya terjadi pada usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari

struma colloides. Struma noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive

yang lama dari tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi

pada masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).

Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar

normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan

tiroid yang hiperinvolusi.

Tiap folikel normal melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk

memberikan kebutuhan akan tiroksin tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan

lain istirahat untuk aktif kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel

berhenti ambil bagian dalam sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami

hiperplasi, yang lainnya mengalami hiperinvolusi (involusi yang

berlebihan/mengecil)

2. Struma Difusa Non-Toksik

2.1. Goiter

a. Definisi

Goiter adalah pembesaran pada kelenjar tiroid. Pembesaran ini dapat memiliki fungsi

kelenjar yang normal (eutirodisme), pasien tyroid (hipotiroidisme) atau kelebihan produksi

hormon (hipetiroidisme). Terlihat pembengkakan atau benjolan besar pada leher sebelah

depan (pada tenggorokan) dan terjadi akibat pertumbuhan kelenjar tiroid yang tidak normal.

b. Klasifikasi Goiter

1.      Goiter kongenital

Halimatus S Zein (105010567)

Page 8: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

Hampir selalu ada pada bayi hipertiroid kongenital, biasanya tidak besar dan sering terjadi

pada ibu yang memiliki riwayat penyakit graves.

2. Goiter endemik dan kretinisme

Biasa terjadi pada daerah geografis dimana detistensi yodium berat, dekompensasi dan

hipotiroidisme dapat timbul karenanya, goiter endemik ini jarang terjadi pada populasi yang

tinggal disepanjang laut.

3. Goiter sporadis

Goiter yang terjadi oleh berbagai sebab diantaranya tiroiditis fositik yang terjadi lazim

pada saudara kandung, dimulai pada awal kehidupan dan kemungkinan bersama dengan

hipertiroidisme yang merupakan petunjuk penting untuk diagnosa. Digolongkan menjadi 3

(tiga) bagian yaitu :

Goiter yodium

Goiter akibat pemberian yodium biasanya keras dan membesar secara difus, dan pada

beberapa keadaan, hipotirodisme dapat berkembang.

Goiter sederhana (Goiter kollot)

Yang tidak diketahui asalnya. Pada pasien bistokgis tiroid tampak normal atau menunjukan

berbagai ukuran follikel, koloid dan epitel pipih.

Goiter multinodular

Goiter keras dengan permukaan berlobulasi dan tunggal atau banyak nodulus yang dapat

diraba, mungkin terjadi perdarahan, perubahan kistik dan fibrosis.

4. Goiter intratrakea

Tiroid intralumen terletak dibawah mukosa trakhea dan sering berlanjut dengan tiroid

ekstratrakea yang terletak secara normal.

Klasifikasi Goiter menurut WHO :

(a) Stadium   O – A: tidak ada goiter.

(b) Stadium O – B: goiter terdeteksi dari palpasi tetapi tidak terlihat walaupun leher

terekstensi penuh.

(c) Stadium I : goiter palpasi dan terlihat hanya jika leher  terekstensi penuh.

(d) Stadium II: goiter terlihat pada leher dalam Potersi.

(e) Stadium III :  goiter yang besar terlihat dari Darun.

d. Patofisiologi

Aktifitas utama kelenjar tiroid adalah untuk berkonsentrasi yodium dari darah untuk

membuat hormon tiroid. Kelenjar tersebut tidak dapat membuat hormon tiroid cukup jika

tidak memiliki cukup yodium. Oleh karena itu, dengan defisiensi yodium individu akan

Halimatus S Zein (105010567)

Page 9: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

menjadi hipotiroid. Akibatnya, tingkat hormon tiroid terlalu rendah dan mengirim sinyal ke

tiroid. Sinyal ini disebut thyroid stimulating hormone (TSH). Seperti namanya, hormon ini

merangsang tiroid untuk menghasilkan hormon tiroid dan tumbuh dalam ukuran yang besar

Pertumbuhan abnormal dalam ukuran menghasilkan apa yang disebut sebuah gondok

Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga

dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada gilirannya

dipengaruhi oleh hormon thyrotropin releasing hormon (TRH) dari hipotalamus. Thyrotropin

bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine

dan triiodothyronine umpan balik ke hipofisis, mengatur produksi TSH. Interferensi dengan

sumbu ini TRH hormon tiroid TSH menyebabkan perubahan fungsi dan struktur kelenjar

tiroid. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis

reseptor TSH, seperti chorionic gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika

sebuah kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat,

suatu nodul tiroid dapat berkembang.

Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi TSH

meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan hiperplasia kelenjar

tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid. Jika proses ini berkelanjutan,

maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan

bawaan sintesis hormon tiroid, defisiensi yodium, dan goitrogens.

Gondok dapat juga terjadi hasil dari sejumlah agonis reseptor TSH. Pendorong

reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH, resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis,

adenoma kelenjar hipofisis hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic

gonadotropin.

Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh, hiposekresi

TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi hormone tiroid), gangguan

pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat dalam plasma sangat menentukan adekuat

tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi

mekanisme umpan balik terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan

terjadi pembesaran (hipertrofi).

Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang dapat

mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian posterior medial kelenjar

tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat mengarah ke dalam sehingga mendorong

trakea, esophagus dan pita suara sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan

Halimatus S Zein (105010567)

Page 10: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

berdampak terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.

Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau parau.

Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar dapat simetris

atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia. Tentu dampaknya lebih ke arah

estetika atau kecantikan. Perubahan bentuk leher dapat mempengaruhi rasa aman dan konsep

diri klien.

f. Manifestasi klinis

Gejala utama :

1. Pembengkakan, mulai dari ukuran sebuah nodul kecil untuk sebuah benjolan besar, di

bagian depan leher tepat di bawah Adam’s apple.

2. Perasaan sesak di daerah tenggorokan.

3. Kesulitan bernapas (sesak napas), batuk, mengi (karena kompresi batang

tenggorokan).

4. Kesulitan menelan (karena kompresi dari esofagus).

5. Suara serak.

6. Distensi vena leher.

7. Pusing ketika lengan dibangkitkan di atas kepala

8. Kelainan fisik (asimetris leher)

Dapat juga terdapat gejala lain, diantaranya :

1. Tingkat peningkatan denyut nadi

2. Detak jantung cepat

3. Diare, mual, muntah

4. Berkeringat tanpa latihan

5. Goncangan

6. Agitasi

II.2. Gravida

Sebuah hormon yang disekresi selama kehamilan Chorionic manusia (gonadotropin) dapat

menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid.

1. Tiroiditis

Peradangan dari kelenjar tiroid sendiri dapat mengakibatkan pembesaran kelenjar tiroid. Hal

ini dapat mengikuti penyakit virus atau kehamilan.

Halimatus S Zein (105010567)

Page 11: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

3. Struma Difusa Toksik

3.1. Grave Disease

3.2. 1. Definisi

Graves disease berasal dari nama Robert J. Graves, MD, circa tahun1830, adalah

penyakit autoimun yang ditandai dengan hipertiroidisem (produksi berlebihan dari kelenjar

tiroid) yang ditemukan dalam sirkulasi darah. Graves disease lazim juga disebut penyakit

Basedow. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda usia 20 –40 tahun terutama

wanita, tetapi penyakit ini dapat terjadi pada segala umur

3.2.2. Etiologi

Struma difusa toksik/penyakit Graves dipandang sebagai penyakit autoimun dengan

terjadi peningkatan pelepasan hormone tiroid, yaitu thyroid-stimulating immunoglobulin

(TSI), suatu IgG yang sepertinya “mirip” reseptor TSH. Predisposisi familial kuat pada

sekitar 15% pasien Graves mempunyai keluarga dekat dengan kelainan sama dan kira-kira

50% keluarga pasien dengan penyakit Graves mempunyai autoantibodi tiroid yang berada di

darah. Hipertiroidisme dapat terjadi secara primer maupun sekunder.

3.2.3. Epidemiologi

Struma diffusa toksik lebih sering terjadi pada penderita yang telah berusia di atas 50

tahun. Laki-laki berisiko ;ebih tinggi untuk menghidap morbus Graves dibanding wanita.

Insidens puncak penyakit ini terjadi pada decade ketiga dan keempat kehidupan. Penderita

penyakit ini akan mempunyai tanda-tanda kardiovaskular yang seringkali menutupi gejala-

gejala dan tanda-tanda adrenergik akibat hipertiroidisme.

3.2.4. Patofisiologi struma diffusa toksik

Morbus Graves adalah suatu gangguan autoimun; pada gangguan tersebut terdapat beragam

antibodi dalam serum. Antibodi ini mencakup antibodi terhadap reseptor TSH, perisoksom

tiroid dan tiroglobulin. Dari ketiganya reseptor TSH adalah antigen terpenting yang

menyebabkan terbentuknya antibodi. Efek antibodi yang terbentuk berbeda-beda tergantung

pada epitop reseptor TSH mana yang menjadi sasarannya. Sebagai contoh, salah satu antibodi

yang disebut thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TSI), mengikat reseptor TSH

untuk merangsang jalur adenilat siklase/AMP siklik yang menyebabkan peningkatan

pembebasan hormon tiroid. Golongan antibodi lain yang juga ditujukan pada reseptor TSH

dilaporkan menyebabkan proliferasi epitel folikel tiroid (thyroid growth-stimulating

immunoglobulin atau TGI). Ada juga antibodi lain yang disebut TSH-binding inhibitor

immunoglobulin (TBII), yang menghambat pengikatan normal TSH ke reseptornya pada sel

epitel tiroid. Dalam prosesnya sebagian bentuk TBII bekerja mirip dengan TSH sehingga

Halimatus S Zein (105010567)

Page 12: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

terjadi stimulasi aktifitas sel epitel tiroid sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel

tiroid. Tidak jarang ditemukan secara bersamaan immunoglobulin yang merangsang dan

menghambat dalam serum pasien yang sama. Temuan ini menjelaskan mengapa sebagian

pasien dengan morbus Graves secara spontan mengalami episode hipotiroidisme.

Sekresi antibodi oleh sel B dipicu oleh sel T helper CD4+ banyak di antaranya terdapat di

dalam kelenjar tiroid. Sel T helper intratiroid juga tersentisisasi ke reseptor dan akan

mengeluarkan factor larut seperti interferon-γ dan faktor nekrosis tumor (TNF). Faktor ini

pada gilirannya akan memicu ekspresi molekul HLA kelas II dan molekul konstimulatorik sel

T pada sel epitel tiroid yang memungkinkan antigen tersaji ke sel T lain.

Kemungkinan besar autoantibodi terhadap reseptor TSH berperan dalam timbulnya

oftalmopati infiltrate yang khas untuk morbus Graves. Mekanisme serupa diperkirakan

bekerja pada dermopati Graves dengan fibroblas pretibia yang mengandung reseptor TSH

mengeluarkan glikosaminoglikan sebagai respon terhadap stimulasi autoantibodi dan sitokin.

3.2.5. Manifestasi klinik

Pada trias klasik hipertiroidisme akan ditemukan :

(i) Eksoftalmus (50%)

(ii) Tremor

(iii) Goiter

Gradasi Perez/Derajat pembesaran kelenjar :

Derajat 0-a : kelenjar tiroid tidak teraba atau bila teraba tidak lebih besar dari

ukuran normal

Derajat 0-b : kelenjar tiroid jelas teraba, tapi tidak terlihat bila kepala dalam

posisi normal

Derajat I : mudah dan jelas teraba, terlihat dengan kepala dalam posisi normal,

dan terlihat nodulus

Derajat II : jelas terlihat pembesaran

Derajat III : tampak jelas dari jauh

Derajat IV : sangat besar

(a) Metabolisme energi

Metabolisme energi tubuh akan meningkat sehingga meningkatkan metabolisme panas,

proteolisis, lipolisis, dan penggunaan oksigen oleh tubuh. Metabolisme basal hampir

mendekati dua kalinya menyebabkan pasien tidak tahan terhadap hawa panas lalu akan

mudah berkeringat. Pada satu sisi, lipolisis akan menyebabkan penurunan berat badan dan

pada sisi yang lain menyebabkan hiperlipidasidemia dan peningkatan enzim proteolitik

Halimatus S Zein (105010567)

Page 13: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

sehingga menyebabkan proteolisis yang berlebihan dengan peningkatan pembentukan dan

ekskresi urea. Hal ini menyebabkan penurunan massa otot dan menyebabkan otot melemah.

Pelepasan hormon tiroid berlebihan juga dapat menyebabkan perangsangan glikogenolisis

dan glukoneogenesis sehingga kadar gula darah juga naik, bahkan terkadang menjadi

glukosuria. Sementara itu, kosentrasi VLDL, LDL, dan kolestrol berkurang. Pengaruhnya

pada metabolisme karbohidrat memudahkan pembentukan diabetes mellitus (reversible). Bila

diberikan glukosa (tes toleransi glukosa), konsentrasi glukosa dalam plasma akan meningkat

secara cepat dan lebih nyata daripada orang sehat; peningkatan akan diikuti oleh penurunan

yang cepat.

(b) Sistem saraf

Peningkatan eksitabilitas neuromuscular akan menimbulkan hiperrefleksia saraf tepi

oleh karena hiperaktifitas dari saraf dan pembuluh darah akibat aktifitas T3 dan T4.

Gangguan sirkulasi ceberal juga terjadi oleh karena hipervaskularisasi ke otak, menyebabkan

pasien lebih mudah terangsang. Nervous, gelisah depresi dan mencemaskan hal-hal yang

sepele. Kadang-kadang pasien menggerakkan tangannya tanpa tujuan tertentu, timbul tremor

halus pada tangan, dan insomnia.

(c) Kardiovaskular

Penderita mengeluh berdebar-debar dan terasa berat pada bagian jantung akibat kerja

perangsangan jantung, sehingga curah jantung dan tekanan darah sistolik akan meningkat.

Bila akhirnya penyakit ini menghebat, bias timbul fibrilasi atrial dan akhirnya gagal jantung

kongestif. Tekanan nadi hampir selalu dijumpai meningkat (pulsus celer) Pulsus celer

biasanya terdapat pada peyakit 3A, 3B dan IN (anemia gravis, arterioveneus shunt, aorta

insufficiency, botali persisten, beri-beri, basedow dan nervositas. Pembuluh darah di perifer

akan mengalami dilatasi. Laju filtrasi glomerulus, aliran plasma ginjal, serta traspor tubulus

akan meningkat di ginjal, sedangkan di hati pemecahan hormone steroid dan obat akan

dipercepat.

(d) Gastrointestinal

Perangsangan usus halus akan meningkatkan peristaltik usus sehingga terjadi diare.

Dengan demikian banyak kalsium yang dikeluarkan bersama feses. Lagi pula pada hipertiroid

terjadi mobilisasi kalsium tiroid keluar dari tulang akibat meningkatnya metabolisme tulang

dan ditambah dengan faktor diare akan menyebabkan tulang-tulang menjadi osteoporosis.

Halimatus S Zein (105010567)

Page 14: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

Kehilangan kalsium ini perlu diperhitungkan, karena pasca tiriodektomi mungkin timbul

tetani akibat terganggunya hormon-hormon paratiroid.

(e) Mata

Gejala mata terdapat pada tirotoksikosis primer, pada tirotoksikosis yang sekunder,

gejala mata tidak selalu ada dan kalaupun ada tidak seberapa jelas. Pada hipertiroidisme

imunogenik (morbus Graves) eksoftalmus dapat ditambahkan terjadi akibat retensi cairan

abnormal di belakang bola mata; penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata yang

berlebihan, dan peningkatan fotofobia. Penyebabnya terletak pada reaksi imun terhadap

antigen retrobulbar yang tampaknya sama dengan reseptor TSH. Akibatnya, terjadi inflamasi

retrobulbar dengan pembengkakan bola mata, infiltrasi limfosit, akumulasi asam

mukopolisakarida, dan peningkatan jaringan ikat retrobulbar.

(f) Kulit

Kulit penderita hipertiroid akan menjadi lebih halus karena perubahan metabolisme dan

hormonal tubuh dan juga basah akibat hipersekresi ke permukaan tubuh.

(g) Komplikasi

Penyakit jantung hipertiroid

Gangguan pada jantung terjadi akibat dari perangsangan berlebihan pada jantung oleh

hormon tiroid dan menyebabkan kontratilitas jantung meningkat dan terjadi takikardi sampai

dengan fibrilasi atrium jika menghebat. Pada pasien yang berumur di atas 50 tahun, akan

lebih cenderung mendapat komplikasi payah jantung.

Oftalmopati Graves

Oftalmopati Graves seperti eksoftalmus, penonjolan mata dengan diplopia, aliran air mata

yang berlebihan, dan peningkatan fotofobia dapat mengganggu kualitas hidup pasien

sehinggakan aktivitas rutin pasien terganggu.

Dermopati Graves

Dermopati tiroid terdiri dari penebalan kulit terutama kulit di bagian atas tibia bagian

bawah (miksedema pretibia), yang disebabkan penumpukan glikosaminoglikans. Kulit sangat

menebal dan tidak dapat dicubit.

4.1. Tirotoksikosis Primer

Halimatus S Zein (105010567)

Page 15: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

a. Definisi

Tirotoksikosis merupakan tampilan klinis hiperfungsi kelenjar tiroid. Keadaan ini

dikarenakan stimulasi tiroid oleh suatu globulin darah yang memiliki aktivitas

TSH. Selain itu disebabkan adanya benjolan kecil didalam kelenjar, yang secara

otanom membentuk hormone berlebih diluar sistem H-H. Biasanya diderita oleh

penderita yang kelebihan minum obat yang mengandung iod / iodide atau makan

makanan dengan kadar iod tinggi, dalam hal ini penyakit tsb disebut iod-struma

atau iod-Basedow.

b. Penyebab

Penyakit Graves

Gondok multinodul toksik (yang berkembang sebagai respon terhadap keadaan tubuh,

yaitu kehamilan)

Kanker tiroid

Tiroiditis post partum (onset 2 – 6 bulan post partum) dalam bentuk ringandan jangka

pendek

c. Gambaranklinis

- Umumnya penderita merasa sukar tidur, gelisah, rasa takut, menurunya berat badan akibat

penggunaan energi, palpitasis, tremor, transpirasi dan diare akibat peningkatan pristaltik.

- Gejala terpenting efek jantung (takikardi, atriumfibrilasi), struma serta bola mata menonjol

secara abnormal, sirkulasi yang hiperkinetik.

- Pemeriksaan laboratorium penunjang yang menunjukkan kadar T3 dan T4 meningkat dan

Indeks Tiroksin Bebas.

d.Diagnosis

Diagnosis tirotoksikosis sering dapat ditegakkan secara klinis tanpa pemeriksaan

laboratorium, namun pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemajuan terapi. Ukur TSH (dapat

menurun) dan kadar tiroksin (T4) (mungkin meningkat)

C. Penatalaksanaan

1. Medikamentosa

Halimatus S Zein (105010567)

Page 16: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

Obat Antitiroid

Secara umum, terapi dengan obat antitiroid paling berguna pada pasien-pasien muda dengan

kelenjar yang kecil dan penyakit ringan.

2. Prophyltiurasil (PTU)

- Dosis awal : 300-600 mg/hari

- Dosis maksimal : 2000 mg/hari

- Mekanisme kerja menghambat konversi T4 menjadi T3

- Bekerja pada extratirodial dan intra tiroidial

- Lebih banyak efek sampaing seperti menekan eritrosit, leukosit, dan trombosit.

3. Metimazol

- Dosis awal 20-30 mg/hari

- Indikasi :

(i) Mendapatkan remisi yang menetap atau memperpanjang remisi pada

pasien muda dengan struma ringan – sedang dan tirotoksikosis.

(ii) Untuk mengendalikan tirotoksikosis pada fase sebelum pengobatan atau

sesudah pengobatan yodium radioaktif

(iii) Persiapan tiroidektomi

(iv) Pasien hamil dan lanjut usia

(v) Krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

Obat golongan Penyekat beta

4. Propranolol

Propranolol diberi untuk mengendalikan gejala-gejala adrenegik seperti takikardi dan

hipertensi. Bila hipertensi di mana penyekat beta saja tidak mampu, maka diberikan bersama

kaptopril (ACE inhibitor).

Untuk pengobatan Oftalmopati Graves (OG) yang disebut juga sebagai thyroid associated

opthalmopathy (TAO). Terapi hanya berhasil apabila diberikan pada puncak akivitas

penyakitnya.(10)

Pengobatan OG meliputi :

Halimatus S Zein (105010567)

Page 17: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

(i) OG ringan :

- cukup diberikan pengobatan lokal seperti air mata artificial dan salep,

tetes mata obat penghambat beta

(ii) OG yang berat

- pemberian glukokortikoid (oral, intravena, lokal)

- radioterapi supravoltase

- pemberian analog somatostatin (oktreotid, lanreotid) dan immunoglobulin

** keduanya masih dalam tahap pengembangan.

Yodium Radioaktif

Di Amerika Serikat, terapi dengan natrium iodide I131 adalah terapi terpilih untuk

kebanyakan pasien di atas 21 tahun. Komplikasi utama terapi radioaktif adalah

hipotiroidisme, yang akhirnya terjadi pada 80% atau lebih pasien yang diobati secara adekuat.

Hal ini tidak perlu dianggap betul-betul sebagai komplikasi dan bahkan hal inilah yang

merupakan jaminan terbaik bahwa pasien tidak akan mengalami kekambuhan

hipertiroidisme.

Penatalaksanaan bedah

Untuk penatalaksanaan bedah, tiroidektomi subtotal adalah terapi pilihan untuk pasien

dengan kelenjar yang sangat besar atau goiter multinodular. Pasien dipersiapkan dengan obat

antitiroid sampai eutitoid (kira-kira 6 minggu). Antara operasi rehabilitatif yang dilakukan

adalah seperti dekompresi orbita, operasi otot mata atau operasi kelopak mata. Dekompresi

orbita biasanya dilakukan dengan mengangkat dinding medial dan inferior melalui

pendekatan etmoidal. Dekompresi apeks orbita perlu dilakukan agar hasil akhir baik.

Dekompresi bedah orbita bertujuan menghilangkan tekanan intraorbita.

Pembedahan pada otot-otot yang menggerakkan bola mata mungkin perlu dilakukan untuk

meluruskan pandangan pada penderita yang sudah lama mengidap diplopia.

Non-Medikamentosa

(i) Diet tinggi protein dan pemberian suplemen vitamin

(ii) Meningkatkan konsumsi buah dan sayuran

(iii) Tidur dengan posisi kepala terangkat

Halimatus S Zein (105010567)

Page 18: LAPORAN SEMENTARA p3 endokrin.docx

D. Pencegahan

Grave Disese :

(i) Berhenti merokok jika merokok

(ii) Memakai kaca mata hitam untuk menghindari cahaya terang

terutama di siang hari

(iii) Menutup mata di waktu malam

(iv) Menghindari debu

Penggunaan yodium yang cukup, makan makanan yang banyak mengandung yodium, seperti

ikan laut, ganggang-ganggangan dan sayuran hijau. Untuk penggunaan garam beryodium

dalam masakan perlu diperhatikan. Garam yodium bisa ditambahkan setelah masakan

matang, bukan saat sedang memasak sehingga yodium tidak rusak karena panas.

1. Pada ibu hamil dianjurkan agar tidak menggunakan obat-obatan yang beresiko untuk

ketergantungan goiter kongenital.

2. Hindari mengkonsumsi secara berlebihan makanan-makanan yang mengandung

goitrogenik glikosida agent yang dapat menekan sekresi hormone tiroid seperti ubi

kayu, jagung, lobak, kankung, dan kubis.

III. DAFTAR PUSTAKA

Anwar, Ruswana, 2005, Fungsi dan Kelainan Kelenjar Tiroid, Subbagian Fertilitas Dan

Endokrinologi Reproduksi Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

UNPAD, Bandung.

Haqiqi, S. H., 2008, Biosintesis Hormon Tiroid dan Paratiroid, Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya, Malang.

Schwinghammer, T. L., Koehler, J. M., 2008, Pharmacotherapy Casebook, 7th edition,

MCGRAW-HILL Inc., NewYork, page 388 – 389.

Halimatus S Zein (105010567)