Laporan Sutel Gabung Acc

Embed Size (px)

DESCRIPTION

task

Citation preview

LAPORAN PRAKTIKUMILMU DAN TEKNOLOGI SUSU DAN TELUR

Disusun oleh:Nama: Galuh Retno MurtiNIM: 11/317582/PT/06101Kelompok: XXAsisten: Rachmad Hidayat

LABORATORIUM PANGAN HASIL TERNAKBAGIAN TEKNOLOGI HASIL TERNAKFAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADAYOGYAKARTA2013

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan praktikum Ilmu dan Teknologi Susu dan Telur ini disusun sebagai salah satu syarat dalam menempuh mata kuliah Ilmu dan Teknologi Susu dan Telur di Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.Laporan ini telah diperiksa dan telah disetujui oleh asisten pendamping pada tanggal Desember 2013.

Yogyakarta, Desember 2013Asisten Pendamping

Rachmad HidayatNIM. 10/296244/PT/05799

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan YME, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat melaksanakan acara Praktikum Ilmu dan Teknolgi Susu dan Telur dan menyelesaikan tugas penyusunan laporan ini.Praktikum Ilmu dan Teknologi Susu dan Telur dilaksanakan guna memenuhi salah satu syarat mata kuliah Ilmu dan Teknlogi Susu dan Telur. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada:1. Prof. Dr. Ir. Ali Agus, DAA, DEA., selaku dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.2. Dr. Ir. Nurliyani, MS., Ir. Indratiningsih, SU.,Ir. RA. Rihastuti, MS., Widodo, SP., M.Sc., Ph.D, Endang Wahyuni, S.Pt., M.Biotech selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu dan Teknologi Susu dan Telur.3. Segenap asisten dan karyawan Laboratorium Pangan Hasil Ternak yang telah membimbing dalam penyusunan laporan.4. Semua pihak yang tidak bias disebutkan satu per satu yang telah membantu penyusunan laporan ini.Laporan ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan penulis. Kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, Desember 2013PENDAHULUAN

Susu dan telur merupakan bahan makanan yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bersamaan dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, maka terdapat usaha-usaha untuk mengolah susu dan telur menjadi berbagai produk olahan,hal ini dimaksudkan agar konsumsi susu dan telur dapat menyebar ke segala lapisan masyarakat dan juga semakin banyak diversifikasi hasil olahan sesuai selera konsumen dan mencegah adanya perusakan susu dan telur lebih banyak sehingga masa simpan lebih panjang. Perlu disadari bahwa untuk mengolah susu dan telur menjadi produk-produk yang baik diperlukan susu dan telur dengan kualitas yang baik pula.Susu mudah sekali rusak oleh lingkungan, baik oleh temperatur ataupun udara sekitarnya, sehingga perlu diperhatikan khusus untuk penanganan pada waktu pemerahan ataupun sesudah pemerahan sehingga diperoleh susu yang berkualitas baik, memenuhi standar susu yang telah ditentukan dan masih layak dikonsumsi manusia.Telur merupakan salah satu bahan makanan yang paling praktis digunakan, tidak memerlukan pengolahan yang sulit,kegunaannya yang umum untuk lauk pauk. Telur terkadang digunakan sebagai campuran atau ramuan obat-obat tradisional. Telur apabila dipandang dari sudut pengolahan bahan makanan, merupakan bahan makanan yang banyak memegang peranan di dalam membantu mencukupi kebutuhan gizi, terutama protein. Susu dan telur dapat dibuat menjadi berbagai macam hasil olahan antara lain susu pasteurisasi, susu sterilisasi, ice cream, yoghurt, keju, susu bubuk, mayonnaise dan egg nog. Tujuan dari praktikum ini adalah supaya mahasiswa mengetahui cara pengolahan susu dan telur menjadi beberapa macam produk sehingga dapat menjadi bahan makanan bergizi tinggi dan dapat mengetahui kualitas susu dan telur yang baik dengan melakukan pengujianpada sampel susu dan telur yang ada.

ACARA IUJI KUALITAS SUSU

TINJAUAN PUSTAKA

Uji Keadaan SusuUji warna, bau, rasa, dan kekentalanUji organoleptik meliputi uji warna, bau, rasa, dan kekentalan. Susu yang baik berwarna putih, bersih, sedikit kekuning-kuningan dan tak tembus cahaya. Warna dipengaruhi oleh jenis ternak, pakan yang diberikan, lemak dalam susu, dan bahan padat. Susu yang berwarna kemerahan tidak normal, kemungkinan berasal dari sapi yang sakit (Apriyanto, 1994).Menurut Soeparno (2001), susu murni memiliki rasa sedikit manis atau gurih, tidak ada rasa asing, pahit atau manis. Susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit berbau sapi, bebas bau asing, seperti asam, obat-obatan dan sebagainya. Susu dapat menjadi kental karena kandungan lendir yang disebabkan kontaminasi yang berasal dari air, sisa makanan, atau alat-alat susu.Uji kebersihanMenurut Hadiwiyoto (1993), susu dapat digolongkan sebagai bahan biologik sehingga susu sangat mudah rusak. Susu yang baik jika mengandung jumlah bakteri yang sedikit, tidak mengandung bakteri patogen, bersih yaitu tidak mengandung debu atau kotoran yang lainnya, mempunyai cita rasa yang baik dan tidak dipalsukan.Kebersihan dapat diamati dengan mata, mikroskop atau dengan kaca pembesar. Pengamatan dengan mata adanya kotoran atau benda asing terutama adalah yang mengambang, misalnya insekta, rumput, dan lain-lain. Kebersihan dapat diamati dengan menyaring susu dengan kapas maka akan terlihat pada kapas endapan yang tertinggal pada kapas tersebut. Endapan tersebut dapat diamati dengan mikroskop. Kotoran yang sering terdapat dalam susu berupa dedak, ampas kelapa, kotoran kandang, bulu, pasir, dan lain-lain. Susu yang baik harus tidak mengandung benda-benda asing, baik yang mengambang, melayang maupun mengendap. Penentuan kebersihan atau derajat kebersihan dinilai bersih sekali, bersih, sedang, kotor, dan kotor sekali dan biasanya ditentukan dengan angka (Soeparno, 2001).Uji derajat keasamanPenentuan keasaman dapat ditentukan dengan cara titrasi, yaitu penentuan titrasi setara asam laktat. Penentuan ini bedasarakan kerusakan mikrobiologik. Keasaman pada susu segar sekitar 0,18% sampai 0,24% dihitung setara asam laktat atau sering disebut dengan persen asam laktat (Nurliyani, 2008). Menurut Hadiwiyoto (1994), jika dititrasi dengan alkali dan indikator penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0,10% sampai 0,26% dan pH susu segar terletak antara 6,5 sampai 6,6.Uji alkoholKeasaman susu akan menyebabkan rusaknya susu dan ini dapat diketahui dengan uji alkohol 70% dengan perbandingan 1:1 dengan sampel. Jika terjadi penggumpalan maka uji positif atau susu sudah rusak (Nurliyani, 2008). Hal yang perlu dicatat adalah bahwa kadar kalsium yang tinggi dari rasio pakan ternak akan menyebabkan hasil uji alkohol menjadi positif, disebabkan oleh pemberian pakan silase yang berkualitas rendah (Widodo, 2003). Menurut Susilorini dan Sawitri (2007), apabila ada butiran susu pada dinding tabung makan reaksi positif terhadap alkohol mennunjukkan tidak seimbangnya kalsium fosfat dalam susu, keasaman susu meningkat dan tampak rusak atau bercampurnya susu dari ambing yang terkena mastitis.Uji reduktase dengan metilen biru (MBRT)Menurut Widodo (2003), prinsip dasar dari uji ini adalah keberadaan enzim reduktase yang diproduksi oleh mikrobia susu yang mampu mereduksi zat warna biru metilen menjadi tidak berwarna. Susu dianggap bermutu baik jika waktu reduksi warna biru lebih dari 30 menit. Semakin cepat proses penghilangan warna biru, semakin tinggi kandungan mikrobia dalam susu dan pertanda semakin jelek kualitas susu tersebut. Susu normal mempunyai waktu mereduksi metilen biru antara 2 sampai 3 jam, dengan waktu minimum sekitar 30 menit. Mekanisme reduksi meliputi pengambilan oksigen terlarut oleh mikrobia yang sedang tumbuh dan terjadi reduksi warna, metode reduksi natural dalam susu, selama tidak ada oksigen dalam metilen biru sehingga proses reduksi terjadi dengan pemindahan hidrogen.Uji pembuktian penambahan patiHACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) adalah suatu sistem jaminan mutu yang mendasar kepada kesadaran akan penghayatan bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahap produksi tertentu, tetapi dapat dilakukan pengendalian untuk mengontrol bahaya tersebut. HACCP pada dasarnya merupakan suatu piranti untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan daripada mengandalkan pengujian produk akhir. HACCP adalah suatu kontrol kualitas, sistem ini digunakan untuk mengontrol arca atau titik dalam sistem pangan yang berkontribusi terhadap bahaya baik dari kontaminasi fisik, kontaminasi kimia pada bahan mentah, kontaminasi mikrobia pathogen, proses penggunaan oleh konsumen maupun penyimpanan. Termasuk dalam HACCP yaitu pengujian terhadap penambahan air, tepung (pati) pada susu segar (Winarno dan Surono, 2002). Menurut Setyawan (2012), uji pembuktian penambahan pati relatif sederhana karena hanya dengan meneteskan iodin pada komoditi susu. Jika terdapat warna biru maka dapat diduga banwa komoditi tersebut mengandung tepung atau pati.

Uji Susunan SusuUji berat jenisUji berat jenis merupakan salah satu uji penerimaan susu yang pasti dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya pemalsuan susu. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan alat yang disebut laktodensimeter. Prinsip kerja laktodensimeter berdasarkan hukum Archimedes, apabila setiap benda dimasukkan ke dalam zat cair maka benda tersebut akan mendapatkan tekanan ke atas sebesar berat cairan yang dipindahkan oleh benda tersebut. Berat jenis susu dipengaruhi oleh total solid, semakin encer susu maka laktodensimeter akan semakin masuk ke dalam susu, sehingga berat jenis susu semakin rendah dari standar yaitu 1,028 (Susilorini dan Sawitri, 2007).Uji kadar lemakUji kadar lemak dengan metode Babcock adalah melarutkan bahan padat bukan lemak dan melepaskan lemak bebas. Penambahan asam sulfat ke dalam susu akan menimbulkan panas yang dapat mencairkan lemak susu yang akan memisah ke atas. Setelah disentrifuge lemak akan berada di atas, sebab berat jenis lebih kecil daripada komponen lain yang ada dalam susu (Nurliyani, 2008). Menurut Soeparno (2001), bahan kering tanpa lemak (BKTL) merupakan ukuran penting dalam susu karena mengandung protein, mineral, dan vitamin. BKTL susu sapi adalah minimal 7,7%.

MATERI DAN METODE

MateriAlat. Alat yang digunakan pada praktikum acara uji kualitas susu meliputi gelas beaker, gelas ukur, tabung erlenmeyer, tabung reaksi, tabung buret, pipet, corong, laktodensimeter, butirometer (botol Babcock), alat sentrifuge Babcock, termometer, pH meter, vortex, dan waterbath.Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah susu segar, susu basi (1 hari), susu ditambah air, susu ditambah pati, NaOH 0,25 N, H2SO4 pekat, larutan iod 0,1 N, indikator phenolptalin (pp), larutan metilen biru pekat, alkohol 70%, dan kapas.

MetodeUji Keadaan SusuUji organoleptik (warna, bau, rasa, dan kekentalan). Pengujian ini dilakukan dengan cara warna, bau, dan rasa susu segar diamati secara langsung. Pengujian kekentalan dengan sampel susu diambil kurang lebih 5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian digoyang-goyang secara perlahan. Sisa goyangan yang ada pada dinding tabung diamati apakah sisa goyangan tersebut hilangnya cepat atau lambat serta ada tidaknya butiran atau lendir.Uji kebersihan. Erlenmeyer atau botol disiapkan. Contoh susu sebanyak minimal 10 ml dituangkan perlahan ke dalam erlenmeyer atau botol melalui corong yang telah dipasang kertas saring. Setelah semua sampel susu melewati kertas saring, kertas saring diambil dan dikeringkan atau inkubasi.Uji derajat keasaman. Pengujian ini dilakukan dengan cara sampel susu diambil sebanyak 9 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp sebanyak 3 sampai 4 tetes ditambahkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian sampel dititrasi dengan larutan 0,25 N NaOH sehingga timbul warna merah muda yang tetap apabila dikocok. Tingkat keasaman susu yang diperoleh adalah% keasaman = Uji alkohol. Pengujian ini dilakukan dengan sampel susu diambil sebanyak kurang lebih 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Alkohol sebanyak 5 ml ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Tabung reaksi digoyang-goyangkan secara perlahan-lahan kemudian diamati. Jika pada dinding tabung reaksi terdapat butiran atau menggumpal, berarti uji alkohol positif (SNI 01-2782-1992).Uji reduktase dengan metilen biru. Pengujian ini dilakukan pertama-tama dengan tabung reaksi steril diisi dengan sampel susu sebanyak 10 ml. Metilen biru ditambah ke dalam tabung reaksi sebanyak 0,25 ml. Tabung reaksi kemudian disumbat dan dihomogenkan dengan cara tabung reaksi dibolak-balikkan tersebut sampai warna biru merata. Tabung reaksi diinkubasi pada suhu 37 C, kemudian setiap 30 menit diamati sampai semua warna biru hilang atau lenyap.Uji pembuktian penambahan pati. Pengujian ini dilakukan dengan cara sampel susu diambil sebanyak 2 tetes dan diletakkan pada lempeng tetes, kemudian ditambahkan 2 tetes larutan iod 0,1 N, kemudian diamati perubahan warna yang terjadi (SNI 01-2782-1992).

Uji Susunan SusuUji berat jenis. Susu diaduk dengan sempurna (dituangkan dari gelas satu ke gelas yang lainnya), kemudian dimasukkan secara hati-hati laktodensimeter. Skala yang sama tingginya dengan permukaan susu dibaca. Temperatur susu diukur dengan termometer yang mempunyai ketelitian 0,5 Cdan reservoir Hg dari termometer harus berada di dalam susu pada waktu pengukuran susu dilakukan. Berat jenis dapat ditentukan menggunakan rumus:

Uji kadar lemak. Sampel susu diambil sebanyak 17,5 ml menggunakan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam tabung Babcock. Asam sulfat (H2SO4) ditambahkan sebanyak 17,5 ml melalui dinding tabung. Campur hingga berubah warna menjadi kehitam-hitaman, dan dimasukkan ke dalam Babcock sentrifuge selama 5 menit. Setelah Babcock berhenti, ditambahkan aquades (suhu 60 C) sampai dasar leher tabung Babcock untuk memudahkan pemisahan lemak. Sentrifuge kembali selama 2 menit, setelah itu ditambah aquades (suhu 60 C) sampai dasar leher tabung Babcock terbaca dan disentrifuge lagi selama 1 menit. Kemudian dibaca angka skala yang menunjukkan kadar lemak tinggi.Data uji kadar lemak dapat digunakan untuk mengetahui bahan kering tanpa lemak dan kandungan air dalam susu, dengan menggunakan rumus:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Uji Keadaan SusuUji warna, bau, rasa, dan kekentalan. Berdasarkan uji organoleptik sampel susu yang telah diamati selama praktikum acara uji kualitas susu yang meliputi uji warna, bau, rasa dan kekentalan didapatkan data hasil pengamatan sebagai berikut:Tabel 1.1 Data hasil uji warna, bau, rasa, dan kekentalan susuSampelWarnaBauRasaKekentalan

ABCDputih kekuninganputih kekuninganputih kekuninganputih kekuningansusususususususutawartawar agak amistawartawarcaircaircairkental

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa pengujian warna, bau, rasa, dan kekentalan dilakukan pengamatan secara langsung menunjukkan pada masing-masing sampel terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada masing-masing sampel terdapat beberapa perbedaan, yaitu pada sampel A di dapat warna putih kekuningan, bau khas susu, rasa tawar, dan kekentalan yang cair, kemudian pada sampel B didapat warna putih kekuningan, berbau khas susu, rasanya tawar agak amis, dan kekentalan yang cair, pada sampel C didapat warna putih kekuningan, berbau susu, rasanya tawar, dan kekentalan yang cair. Kemudian pada sampel D didapat warna putih kekuningan, berbau khas susu, rasanya tawar, dan memiliki kekentalan yang kental.Menurut Apriyanto (1994), susu yang baik berwarna putih, bersih, sedikit kekuning-kuningan dan tak tembus cahaya. Menurut Soeparno (2001), susu yang baik berbau khas susu segar, sedikit berbau sapi, bebas bau asing, seperti asam, obat-obatan dan sebagainya. Berdasarkan keempat sampel diatas, sudah sesuai dengan literatur. Menurut Soeparno (2001), susu murni memiliki rasa sedikit manis atau gurih, tidak ada rasa asing, pahit atau manis. Berdasarkan hasil yang diperoleh keempat sampel memiliki rasa yang sama, tetapi pada sampel B sedikit amis, sehingga tidak sesuai dengan literatur. Uji kekentalan dari sampel A, B, C didapat hasil yang cair sedangkan pada sampel D kental. Menurut Soeparno (2001), susu dapat menjadi kental karena kandungan lendir yang disebabkan kontaminasi yang berasal dari air, sisa makanan, atau alat-alat susu.Uji kebersihan. Berdasarkan uji kebersihan susu yang dilakukan dengan cara menyaring susu dengan menggunakan kapas didapatkan data hasil kebersihan susu adalah sebagai berikut:Tabel 1.2 Data hasil uji kebersihan susuSampelTingkat kebersihanSkor

ABCDkurang bersihsangat bersihbersihbersih4888

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa pada pengujian kebersihan susu pada keempat sampel susu, terdapat satu sampel yaitu sampel A yang tingkat kebersihan kurang baik artinya terdapat kotoran pada sampel susu tersebut dan tingkat kebersihan diberi skor 4. Sementara ketiga sampel yang lain seperti sampel B, C, dan D dinyatakan bersih dari kotoran dan diberikan skor 8. Hal ini sesuai dengan Soeparno (2001), yang menyatakan bahwa susu yang baik harus tidak mengandung benda-benda asing, baik yang mengambang, melayang, maupun mengendap. Penentuan kebersihan atau derajat kebersihan dinilai bersih sekali, bersih, sedang, kotor, dan kotor sekali dan biasanya ditentukan dengan angka.Uji derajat keasaman. Derajat keasaman pada susu perlu diperhatikan karena berpengaruh besar terhadap kualitas susu. Hasil pengukuran pH susu dan nilai titrasi dengan ml NaOH didapatkan data derajat keasaman susu adalah sebagai berikut:Tabel 1.3 Data hasil uji derajat keasaman susuSampelPhml NaOH% keasaman

ABCD6,716,576,66,371,52,381,60,150,22650,80,16

Hasil tabel diatas menunjukkan pH susu segar dan derajat keasaman pada sampel A, B, C, dan D. Hasil pengukuran pH pada keempat sampel dari sampel A, B, C, dan D secara berurutan diperoleh hasil 6,71; 6,57; 6,6; 6,37, sedangkan pada perhitungan derajat keasaman dari keempat sampel diperoleh hasil secara berurutan yaitu 0,15%, 0,2265%, 0,8%, 0,16%. Menurut Hadiwiyoto (1994), jika dititrasi dengan alkali dan indikator penolptalin, total asam dalam susu diketahui hanya 0,10% sampai 0,26% dan pH susu segar terletak antara 6,5 sampai 6,6. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur, sampel A, B, dan D sudah sesuai dengan literatur yang berarti normal, pada sampel C derajat keasamannya lebih tinggi dari kisaran normal. Menurut Soeparno (2001), bahwa variasi yang besar pada keasaman susu dapat berhubungan dengan masa laktasi, komposisi susu, atau kondisi abnormal pada ambing, sedangkan pakan yang dimakan sapi biasanya tidak mempengaruhi keasaman susu yang dihasilkan.Uji alkohol. Uji alkohol merupakan uji sederhana yang biasa dilakukan oleh koperasi atau pengumpul susu untuk menentukan kualitas susu segar. Berdasarkan uji alkohol sampel susu menggunakan alkohol 70% didapat data hasil pengamatan sebagai berikut:Tabel 1.4 Data hasil uji alkohol susuSampelKeterangan

ABCDTidak menggumpal (negatif)Ada sedikit gumpalan (positif)Tidak menggumpal (negatif)Tidak menggumpal (negatif)

Hasil tabel diatas menunjukkan hasil pengujian kualitas susu secara cepat dengan menggunakan alkohol 70%. Hasil yang diperoleh pada sampel A, C, D tidak ada gumpalan (negatif), sedangkan pada sampel B terdapat gumpalan (positif) yang menandakan susu dalam kondisi buruk. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno (2001), yaitu susu yang baik tidak menggumpal jika diuji dengan alkohol 70%. Jika pada uji alkohol tidak terjadi penggumpalan maka uji negatif atau susu masih dalam keadaan baik dan layak untuk dikonsumsi.Uji reduktase dengan metilen biru. Hasil penentuan uji reduktase dengan Methylen Blue Reductase Test (MBRT) pada sampel susu adalah sebagai berikut:Tabel 1.5 Data hasil uji reduktase dengan metilen biruSampel30menit60menit90menit120 menitPerkiraan jumlahkuman

ABCD-Putih1/6 putih putih-Putih1/6 putih putih-Putih1/6 putih putih----< 500 ribu/ml>20 juta/ml 500 ribu/ml 1- 4 juta/ml

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa pada pengujian reduktase dengan metilen biru dari keempat sampel susu (A, B, C, D) terdapat satu sampel yang tidak atau sedikit sekali bagian yang mengalami perubahan warna dari biru ke putih susu, yaitu sampel A. Sementara pada sampel B,C, D dapat diketahui bahwa pada menit ke-30 telah terjadi perubahan warna, yaitu sampel B sebanyak semua berubah menjadi putih, sampel C sebanyak seperenam bagian putih, dan sampel D sebanyak seperempat bagian putih, dan pada menit ke-60 tidak terjadi perubahan warna lagi atau tetap. Perkiraan jumlah kuman pada sampel B sebanyak > 20 juta/ml, sampel C sebanyak kurang lebih 500 ribu/ml, dan pada sampel D sebanyak kurang lebih 1 sampai 4 juta/ml.Menurut Widodo (2003), prinsip dasar dari uji reduktase dengan metilen biru adalah keberadaan enzim reduktase yang diproduksi oleh mikrobia susu yang mampu mereduksi zat warna biru metilen menjadi tidak berwarna. Susu dianggap bermutu baik jika waktu reduksi warna biru lebih dari 30 menit. Semakin cepat proses penghilangan warna biru, semakin tinggi kandungan mikrobia dalam susu dan pertanda semakin jelek kualitas susu tersebut. Susu normal mempunyai waktu mereduksi metilen biru antara 2 sampai 3 jam, dengan waktu minimum sekitar 30 menit.Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur, dapat dikatakan sampel susu A memiliki kualitas yang baik. Hal tersebut dikarenakan semakin lama terjadi perubahan warna biru menjadi putih berarti aktivitas bakteri dalam susu semakin kecil, artinya jumlah bakteri lebih sedikit. Sampel susu B, C, dan D jika dibandingkan dengan literatur, termasuk memiliki kualitas yang tidak bagus karena semakin cepat perubahan warna dari biru menjadi putih berarti aktivitas bakteri semakin tinggi, artinya jumlah bakteri yang terkandung di dalam susu lebih banyak.Uji pembuktian penambahan pati. Uji pembuktian penambahan pati dilakukan dengan cara uji iodine, yaitu menambahkan beberapa tetes iodine ke dalam sampel susu. Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan yod didapatkan hasil sebagai berikut:Tabel 1.6 Data hasil uji pembuktian penambahan patiSampelWarna setelah ditambah iodineKeterangan

AOrangeNegatif

BOrangeNegatif

CBiruPositif

D OrangeNegatif

Uji kandungan pati dimaksudkan untuk mengetahui adanya penambahan pati pada susu. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa sampel A, B, dan D setelah dilakukan penambahan iodine menghasilkan warna orange yang menandakan bahwa uji tersebut negatif terhadap pati, artinya dalam susu tersebut tidal ada penambahan pati. Pada sampel C setelah ditambahkan iodine menghasilkan warna biru yang menandakan bahwa uji tersebut positif terhadap pati, artinya dalam susu tersebut terdapat penambahan pati. Hasil tersebut sudah sesuai dengan literatur menurut Setyawan (2012), uji pembuktian penambahan pati relatif sederhana karena hanya dengan meneteskan iodin pada komoditi susu. Jika terdapat warna biru maka dapat diduga bahwa komoditi tersebut mengandung tepung atau pati. Tujuan dari penambahan pati dimaksudkan agar berat jenis susu bertambah sehingga dapat memberikan keuntungan yang lebih untuk peternak, tetapi hal tersebut sangat tidak dianjurkan karena bersifat curang dan merupakan tindak kriminal.

Uji Susunan SusuUji berat jenis. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil uji berat jenis sampel susu adalah sebagai berikut:Tabel 1.7 Data hasil uji berat jenis susuSampelSkala lactoSuhu (T)Berat jenis

ABCD22242417232424241,02291,02471,02471,0177

Berat jenis merupakan berat dibagi volume. Pengujian berat jenis dilakukan untuk mengetahui kualitas susu. Pengujian yang dilakukan pada keempat sampel (A, B, C, D) didapat hasil yaitu 1,0228; 1,0247; 1,0247; 1,0177. Menurut Soeparno (2001), berat jenis susu pada suhu 27,5 C adalah 1,028, variasi bobot spesifik susu berkisar antara 1,027 sampai 1,035. Berat jenis susu yang baik adalah minimal 1,028. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh jika dibandingkan dengan literatur, berat jenis sampel A, B, C berada pada kisaran normal berat jenis susu yang baik, sedangkan sampel D memiliki berat jenis susu dibawah kisaran normal. Menurut Soeparno (2001), rendahnya berat jenis disebabkan perbedaan suhu saat pengukuran dan susu telah dicampur atau ditambahkan air. Jika susu encer maka berat jenis susu menjadi rendah atau dibawah standar.Uji kadar lemak dan penentuan bahan kering tanpa lemak (BKTL). Uji kadar lemak dilakukan dengan metode Babcock. Hasil penentuan uji kadar lemak sampel dan bahan kering tanpa lemak adalah sebagai berikut:

Tabel 1.8 Data hasil uji kadar lemak dan penentuan BKTLSampelKadar lemak (%)BK (%)BKTL (%)Air (%)

A5,214,939,7385,17

B310,227,2289,78

C1,58,3776,87793,23

D 27,1735,13392,83

Uji kadar lemak dilakukan untuk mengetahui kadar lemak yang terdapat pada susu, sehingga bila diketahui kadar lemak dapat digunakan untuk mencari kadar bahan kering tanpa lemak (BKTL). BKTL adalah ukuran yang penting pada susu karena mengandung protein, mineral, dan vitamin. Hasil tabel diatas menunjukkan kadar lemak pada sampel A, B, C, dan D berturut-turut adalah 5,2%, 3%, 1,5%, 2%. Menurut Soeparno (2001), kadar lemak dalam susu antara 3 sampai 4%, berarti kadar lemak sampel B, C, D dalam kisaran normal, sedangkan kadar lemak sampel A diatas kisaran normal. Kadar lemak susu sapi dipengaruhi oleh jenis atau bangsa sapi dan konsumsi pakan sapi.Kadar BK yang diperoleh smapel A, B, C, dan D secara berturut-turut yaitu 14,93%, 10,22%, 8,377%, 7,173% dengan kadar BKTL secara berturut-turut yaitu 9,73%, 7,82%, 6,877%, 5,133%. Menurut Soeparno (2001), kadar BKTL susu minimal 7,7%, berarti kadar BKTL sampel A dan B berada dalam kisaran normal sedangkan kadar BKTL sampel C dan D dibawah kisaran normal.Kadar air yang diperoleh sampel A, B, C, D secara berturut-turut adalah 85,17%, 89,78%, 93,23%, 92,83%. Menurut Soeparno (2001), kisaran normal kadar air susu berkisar antara 87% sampai 88%. Berdasarkan hasil praktikum yang diperoleh, kadar air sampel A dan B berada dalam kisaran normal, sedangkan sampel C dan D berada diatas kisaran normal.

KESIMPULANBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan pada uji kualitas susu diperoleh data bahwa sampel susu C merupakan susu yang ditambahkan pati karena pada uji penambahan pati hasilnya susu berubah warna menjadi biru. Sampel susu B merupakan susu basi karena pada uji reduktase dengan metilen biru perubahan yang terjadi sangat cepat, maka terdapat lebih dari 20 juta/ml bakteri yang ada dalam susu tersebut. Sampel susu D adalah susu yang ditambah air karena memiliki berat jenis yang dibawah kisaran normal berat jenis susu, berarti terdapat air yang lebih dalam susu tersebut. Sampel susu A adalah susu segar, dilihat dari warnanya putih kekuningan, bau khas susu, rasa tawar, kekentalan encer, serta memiliki derajat keasaman, berat jenis, kadar lemak, dan kadar air yang normal.

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, M. 1994. Kimia dan Teknologi Pengolahan Susu. Andi Offset. Yogyakarta.

Hadiwiyoto, S. 1993. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Penerbit Agritech. Yogyakarta.

Nurliyani, Edi Suryanto, Soeparno. 2008. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Susu Telur. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Setyawan, A. W. 2012. Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Slamet Riyadi. Surakarta.

Soeparno, Rihastuti, Indratiningsih, S. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Susilorini, T. E dan Sawitri, M. E. 2007. Produk Olahan Susu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk. Lacticia Press. Yogyakarta.

Winarno, F. G dan Surono. 2002. HACCP dan Penerapannya dalam Industri Pangan. Bria Press. Bogor.

LAMPIRANDerajat keasaman susu

Sampel D

Berat jenis

Sampel D

Bahan kering tanpa lemak

Sampel D

= 92,827

ACARA IIUJI KUALITAS TELUR

TINJAUAN PUSTAKA

Kualitas Telur EksteriorBentuk telurBentuk telur adalah faktor genetik yang diturunkan. Bentuk normal telur dipengaruhi oleh jumlah albumen yang disekresikan dan ditentukan oleh magnum, tapi bentuk spesifik dimodifikasi oleh kondisi isthmus atau uterus yang tidak normal (Yuwanta, 1993). Menurut Solomon (1990), telur berdasarkan bentuk telurnya dibedakan menjadi 5 macam, yaitu:a) Biconical, adalah telur yang kedua ujungnya meruncing seperti kerucutb) Conical, adalah bentuk telur yang salah satu ujungnya meruncing seperti kerucutc) Eliptical, adalah bentuk telur yang menyerupai elipsd) Oval, adalah bentuk telur yang menyerupai oval, dan ini yang merupakan bentuk yang paling baike) Spherical, adalah bentuk telur yang hampir bulat.Warna kerabangWarna kerabang telur ditentukan oleh beberapa zat antara lain melanin, karotenoid, dan porpirin. Warna porpirin diambil dari sintesis melanin pada kulit dan migrasi dari melanosit dari lapisan jaringan kulit (Yuwanta, 1993). Warna dari kerabang terdiri atas merah-coklat, biru-hijau dan putih. Pigmen yang memberi warna coklat adalah oophorphyrin (Soeparno et al., 2001). Telur yang berwarna putih karena pigmen rusak terkena sinar matahari saat keluar dari kloaka. Kerabang yang berwarna coklat umumnya lebih tebal dibandingkan dengan telur yang berwarna putih (Sudaryani, 2003).

Lebih lengkap dijelaskan oleh Jazil et al. (2013), warna kerabang telur ayam ras dibedakan menjadi dua warna utama yaitu putih dan coklat. Perbedaan warna dipengaruhi oleh genetik dari masing-masing ayam. Warna coklat dipengaruhi oleh porphirin yang tersusun dari protoporphirin, koproporphirin, uroporphirin, dan beberapa jenis porphirin yang belum diketahui. Menurut Hargitai et al. (2011), warna kerabang telur selain dipengaruhi oleh jenis pigmen juga dipengaruhi oleh konsentrasi pigmen warna telur dan juga struktur dari kerabang telur. Kebersihan kerabangKebersihan telur dalam arti bahwa pada kerabang telur tidak ditemukan adanya bercak-bercak yang berupa bintik darah, daging yang disebabkan kerusakan oleh mikroorganisme dan pertumbuhan benih. Namun, jika pada telur ditemukan bintik, bintik yang halus, maka hal itu dikarenakan penyebaran air yang tidak merata akibat goncangan saat pembuatan (Hadiwiyoto, 1993).Telur harus berada dalam keadaan bersih, karena bibit penyakit akan mudah masuk ke dalam telur melalui pori-pori. Telur dinyatakan bersih bila tidak terdapat benda-benda asing yang menempel pada kulit telur (Kartasudjana, 2006). Menurut Yuwanta (1993), kebersihan kerabang digunakan untuk menentukan kualitas telur, yaitu tanpa kotoran tetapi juga bukan telur yang dicuci, jadi merupakan telur asli yang keluar dari oviduk ayam.Keutuhan kerabangTelur yang memiliki kulit tipis atau tidak rata akan dipisahkan dan tidak dikeluarkan di pasaran. Telur yang bertekstur halus adalah yang terbaik (Stadelman dan Cotterill, 1995). Kerabang mempunyai struktur yang berpori-pori dan pada permukaan dilapisi kutikula serta lapisan berlemak yang merupakan pembungkus telur bagian luar (Hadiwiyoto, 1993). Kerabang telur terdiri dari kalsium karbonat (CaCO3) sebanyak 94% magnesium karbonat (MgCO3) sebanyak 1%, kalsium fosfat sebanyak 1% dan protein sebanyak 4% (Stadelman dan Cotterill, 1995).Menurut Nurwantoro dan Sri (2002), telur dikasifikasikan berdasarkan bentuk dan tekstur kerabang menjadi 3 yaitu:a) Normal, yaitu kerabang telur memiliki bentuk normal, termasuk tekstur dan kekuatan kerabang. Pada kerabang tidak ada bagian yang kasar, sehingga tidak terpengaruh pada bentuk, tekstur dan kekuatan dari kerabang.b) Sedikit normal, yaitu pada kerabang telur ada bagian yang bentuknya tidak atau kurang beraturan. Pada kerabang ada bagian yang sedikit kasar, tetapi tidak terdapat bercak-bercak.c) Abnormal, yaitu bentuk kerabang tidak normal, tekstur kasar, terdapat bercak-bercak atau bagian yang kasar pada kerabang.Berat jenis telurBerat jenis telur minimal 1,09. Berat jenis telur diukur dengan menimbang sebutir telur kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang diberi air guna mendapatkan volume telur (ml), dan kemudian dihitung dengan rumus berat telur (gram) dibagi dengan volume telur (m). Faktor yang mempengaruhi besarnya berat jenis tersebut adalah berat dari telur dan volume dari telur itu sendiri (Indratiningsih dan Rihastuti, 1996).Berat jenis rata-rata telur ayam segar yang bentuknya normal kira-kira 1,095. Berat jenis telur ayam yang bentuknya menyimpang baik memanjang, elliptical, conical maupun biconical sedikit lebih rendah yaitu 1,088 sampai 1,090. Berat jenis cangkang hampir dua kali berat isi telur. Oleh karena itu, berat jenis telur keseluruhan dipengaruhi oleh jumlah proposional atau ketebalan cangkang (Nurwantoro dan Sri, 2002).Indeks telurIndeks telur merupakan perbandingan antara sumbu lebar telur dengan sumbu panjang yang dinyatakan dalam persen. Telur-telur yang berbentuk panjang serta sempit akan menunjukkan angka indeks telur yang rendah, sedangkan telur yang mempunyai bentuk pendek dan lebar tanpa dipengaruhi apakah telur tersebut besar atau kecil akan menunjukkan angka indeks telur yang tinggi (Yuwanta, 1993). Menurut Soeparno et al. (2001), indeks telur ayam yang normal adalah 74%, hal ini dipengaruhi oleh bentuk telur.

Kualitas Telur InteriorIndeks albumenAlbumen tersusun atas tiga lapisan yaitu albumen terluar yang banyak mengandung serat-serat mucin, albumen tengah yang sebagian besar tersusun atas anyaman mucin yang berbentuk setengah padat, dan lapisan paling dalam berupa albumen cair yang berbatasan dengan kalazifera (Stadelman dan Cotterill, 1995). Putih telur yang berbentuk kental, berupa gel yang tipis yang mengandung kurang lebih lebih 15 gram air atau separuh dari jumlah air keseluruhan. Perbedaan struktur putih telur, tebal tipisnya putih telur, terjadinya putih telur tipis, tebal interna dan eksterna, serta kalasa terbentuk pada saat plumping (Yuwanta, 1993).Indeks yolkBentuk yolk dinyatakan dengan perbandingan antara tinggi dengan lebar yolk yang dinyatakan dengan indeks yolk. Mengukur indeks kuning telur secara tidak langsung juga mengukur kekuatan membran dan bundarnya kuning tekur, makin bundar kuning telur dan kekuatannya makin besar. Indeks yolk yang baik berkisar antara 0,42 sampai 0,40. Kemampuan yolk untuk tetap utuh selama pemecahan telur menunjukkan fungsi kekuatan selaput vitelina (Nurwantoro dan Sri, 2002).Warna yolkYolk merupakan bagian dari telur yang banyak mengandung pigmen, yaitu 0,02%. Pigmen yolk diklasifikasikan menjadi dua yaitu lipochrome dan liochrome. Carotenoid merupakan pigmen dari khloroplast yang berwarna merah, orange, dan kuning. Berdasarkan komposisinya carotenoid terdiri atas carotene dan xanthophyl (Soeparno et al., 2001). Untuk menentukan warna kuning telur dapat diukur dengan menggunakan standar warna kuning telur dari Roche yang memiliki 15 seri warna yolk. Pengukuran warna kuning telur diperlukan untuk menunjukkan pigmentasi warna pada yolk.Nilai Haugh Unit (HU)Haugh Unit merupakan hubungan antara tebal atau tinggi albumen dengan keseluruhan bobot telur, merupakan dasar pengukuran indeks mutu telur (Mamploper et al., 2008). Menurut Jazil et al. (2013), perhitungan nilai hought unit diawali dengan cara menimbang berat telur (w) pada timbangan digital, selanjutnya dipecah dengan hati-hati pada alas kaca datar dan segera dilakukan pengukuran tinggi putih telur kental yaitu (H) pada jarak 4 sampai 8 mm dari perbatasan dengan kuning telur menggunakan tripod micrometer dan dihitung menggunakan rumus:

Keterangan: H: tinggi putih telur kental (mm)w: berat telur (g)Kualitas albumen akan baik apabila nilai haugh unitnya tinggi. Besar HU dalam klasifikasi telur yaitu grade AA (dengan nilai HU > dari 72); grade A (dengan nilai HU antara 60 sampai 72); grade B (dengan nilai HU antara 31 sampai 60); grade C (dengan nilai HU kurang dari 31) (Soeparno et al., 2001).Ketebalan kerabangMenurut Yuwanta (2004), kerabang telur terdiri dari dua bagian, yaitu kerabang tipis (membran) baik luar dan dalam yang dihasilkan oleh istmus dan kerabang telur keras. Kerabang telur terdiri atas beberapa lapisan yaitu kutikula, membran palisadik, membran cone (cone layer), membran mamiler dan membran kerabang dalam.Dalam penentuan kualitas telur, kekuatan kerabang merupakan salah satu pertimbangan ekonomi industri. Hal ini dapat dilakukan dengan pengukuran tebal kerabang. Tebal kerabang minimal 0,33 mm adalah cukup baik atau dapat dikatakan telur tersebut cukup kuat kerabangnya (Soeparno et al., 2001). Ketebalan kerabang telur yang berwarna putih berbeda dengan kerabang telur warna coklat. Ketebalan kerabang telur berwarna putih 0,44 mm, sedangkan yang berwarna coklat 0,51 mm (Indratiningsih, 1996).Nilai pH albumen dan yolkMenurut Yuwanta (2008), nilai pH yolk berkisar antara 5,6 sampai 6,0. Nilai pH yolk akan mengalami kenaikan selama penyimpanan menjadi 6,8. Nilai pH albumen segar yaitu 7,4, setelah 3 sampai 6 hari penyimpanan, pH albumen akan mengalami kenaikan yaitu antara 9,2 sampai 9,5. Menurut Nurwantoro dan Sri (2002). Peningkatan pH albumen disebabkan oleh lepasnya CO2 dari telur melalui pori-pori cangkang. pH albumen tergantung pada keseimbangan antara CO2, ion karbonat dan protein yang terlarut.

MATERI DAN METODE

MateriAlat. Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah gelas ukur, timbangan, jangka sorong, depth micrometer, kipas Roche, shell thickness, kertas pH atau pH meter.Bahan. Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah telur ayam.MetodeKualitas Telur EksteriorUji bentuk telur. Bentuk telur diukur dengan bentuk telur dilihat secara kasat mata. Variasi bentuk telur antara lain spherical, elliptical, biconical, conical.Uji warna kerabang. Warna kerabang diukur dengan warna kerabang dilihat secara kasat mata. Warna kerabang telur ayam antara lain white, tinted, intermediet, dark, dan very dark.Uji kebersihan kandang. Kebersihan kerabang diukur dengan kerabang telur dalam kondisi bersih atau kotor.Uji keutuhan kerabang. Soliditas telur menentukan keretakan telur terhadap kekuatan yang menindihnya. Keutuhan kerabang diukur dengan keadaan kerabang dilihat masih utuh atau terdapat retakan.Uji berat jenis telur. Berat jenis telur yaitu hasil bagi antara berat telur dengan volume telur. Telur ditimbang sehingga didapatkan berat telur, lalu telur dimasukkan ke dalam gelas ukur yang telah diisi air sehingga volume telur menempati volume air dalam gelas ukur, sesuai dengan hukum Archimedes. Banyaknya perpindahan air dalam gelas ukur sama dengan volume telur.

Uji indeks telur. Indeks telur adalah perbandingan antara sumbu lebar dengan panjang dikalikan 100%.

Uji Kualitas Telur InteriorUji ketebalan kerabang. Pengukuran ketebalan kerabang dilakukan dengan terlebih dahulu kerabang dipisahkan dari selaput kerabang, kemudian tebal kerabang diukur dengan shell thickness 3 kali pada bagian kerabang yang berbeda.Uji warna yolk. Warna yolk diukur dari sampel yolk yang dicocokan dengan kipas Roche.Uji indeks albumen. Indeks albumen yaitu perbandingan antara tinggi albumen kental dengan lebar albumen encer. Tinggi albumen diukur pada albumen kental di posisi tertinggi dengan depth micrometer, sedangkan lebar albumen yaitu lebar rata-rata pada posisi terpanjang dan posisi terpendek, dengan menggunakan jangka sorong.

Uji indeks yolk. Indeks yolk dinyatakan dengan perbandingan antara tinggi dan lebar yolk. Yolk dengan albumen dipisahkan terlebih dahulu. Diameter yolk diukur sebanyak dua kali dengan jangka sorong, sedangkan tinggi yolk diukur dengan depth micrometer pada posisi yolk yang paling tinggi.

Uji nilai Haugh Unit (HU). HU dihitung secara logaritma dari data tinggi albumen kental yang ditransformasikan ke dalam nilai koreksi dari fungsi berat telur. Nilai HU dihitung dengan persamaan:

Uji nilai pH albumen dan yolk. Albumen dan yolk dipisahkan terlebih dahulu, kemudian albumen atau yolk diambil lalu diaduk sampai homogen dan diukur pH albumen atau yolk dengan pH meter.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Telur EksteriorBerdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran maupun perhitungan uji kualitas eksterior telur didapatkan data hasil pengamatan adalah sebagai berikut:Tabel 2.1 Data hasil uji kualitas telur eksteriorParameterTelur 1Telur 2

Bentuk telurWarna kerabangKebersihan kerabangKeutuhan kerabangBerat jenisIndeks telurBiconicalIntermedietBersihUtuh1,21483,93 %BiconicalIntermedietBersihUtuh1,1783,3 %

Bentuk telur. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa telur yang digunakan pada saat praktikum memiliki bentuk biconical.Menurut Solomon (1990), telur berdasarkan bentuk telurnya dibedakan menjadi 5 macam, yaitu biconical, conical, eliptical, oval, spherical. Menurut Yuwanta (1993), bentuk telur merupakan faktor genetik yang diturunkan. Bentuk telur dipengaruhi oleh jumlah albumen yang disekresikan dan ditentukan oleh magnum, tapi bentuk spesifik ditentukan oleh kondisi isthmus atau uterus yang tidak normal.Warna kerabang. Hasil tabel menunjukkan bahwa telur yang digunakan memiliki warna kerabang telur yaitu intermediet atau coklat. Menurut Yuwanta (1993), warna kerabang telur ditentukan oleh beberapa zat antara lain melanin, karotenoid, dan phorphirin. Pigmen yang memberi warna coklat adalah oophorphyrin.Kebersihan kerabang. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa telur 1 dan telur 2 yang digunakan bersih. Menurut SNI (2008), berdasarkan kebersihan telur, telur 1 dan telur 2 termasuk ke dalam telur mutu I karena dalam kondisi bersih (tidak ada noda). Telur dinyatakan bersih bila tidak terdapat benda-benda asing yang menempel pada kulit telur. Telur harus berada dalam keadaan bersih, karena bibit penyakit akan mudah masuk ke dalam telur melalui por-pori (Kartasudjana, 2006). Menurut Yuwanta (1993), kebersihan kerabang digunakan untuk menentukan kualitas telur, yaitu tanpa kotoran tetapi juga bukan telur yang dicuci, jadi merupakan telur asli yang keluar dari oviduk ayam.Keutuhan kerabang. Berdasarkan hasil tabel diatas, didapat bahwa kerabang telur 1 dan telur 2 masih terlihat utuh. Definisi keutuhan telur menurut Haryono (2000), besarnya keutuhan 99% dengan retak 1%. Lebih jelas dalam menentukan keutuhan kerabang telur Haryono menyebutkan harus memperhatikan warna, kebersihan, kehalusan, dan keutuhan. Telur yang baik harus memiliki kerabang dengan warna yang seragam. Permukaan halus atau rata, tidak retak atau pecah dan mempunyai ketebalan yang cukup. Menurut Yuwanta (1993), keutuhan kerabang berhubungan dengan soliditas kerabang telur. Soliditas kerabang telur tergantung pada material penyusun kerabang telur. Soliditas telur menentukan karakteristik telur terhadap kekuatan yang menindihnya.Berat jenis telur. Berdasarkan hasil tabel diatas, berat jenis telur pada telur 1 sebesar 1,214 dan berat jenis telur 2 sebesar 1,17. Menurut Rihastuti (1996), berat jenis telur minimal adalah 1,09. Pada berat jenis telur yang normal dikarenakan berat rata-rata telur berada diatas 58,09. Berdasarkan hasil yang diperoleh saat praktikum jika dibandingkan dengan literatur, sudah sesuai dan dalam kondisi normal.Indeks telur. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa nilai indeks telur yang dihasilkan untuk telur 1 sebesar 83,93% dan untuk telur 2 sebesar 83,3%. Menurut Yuwanta (1993), nilai indeks telur yang ideal adalah 74%, hal ini dipengaruhi oleh perputaran telur di dalam alat reproduksi. Apabila dibandingkan dengan literatur tersebut, indeks telur pada telur 1 dan telur 2 berada dalam kisaran normal.

Kualitas Telur InteriorBerdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran kualitas interior telur saat praktikum diperoleh data sebagai berikut:Tabel 2.2 Data hasil uji kualitas telur interiorSampelTelur 1Telur 2

Ketebalan kerabangWarna yolkIndeks albumenIndeks yolkNilai Haugh UnitpH yolkpH albumen0,37 mm90,0270,3452,506100,37 mm70,0560,3139,6269

Ketebalan kerabang. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa tebal kerabang telur 1 sebesar 0,37 mm dan untuk telur 2 tebal kerabangnya 0,37 mm. Menurut Soeparno et al. (2001), tebal kerabang minimal 0,33 mm adalah cukup baik atai dapat dikatakan telur tersebut cukup kuat kerabangnya. Apabila dibandingkan dengan literatur, hasil pengukuran tebal kerabang telur 1 dan telur 2 dalam kisaran normal.Warna yolk. Hasil tabel diatas menunjukkan warna yolk pada telur 1 adalah 9, sedangkan warna yolk telur 2 adalah 7. Data diperoleh menggunakan kipas Roche yang memiliki 15 seri warna yolk. Menurut Soeparno (1995), warna yolk dipengaruhi oleh xanthophil. Pigmen ini terdapat dalam pakan, misalnya jagung. Warna yolk berubah dari kuning tua (7 sampai 9) menjadi kuning terang (4 sampai 6) disebabkan karena penurunan kandungan xanthofil telur dalam ransum yang diberikan. Berdasarkan literatur tersebut, warna yolk pada telur 1 dan telur 2 berada dalam kisaran normal telur yang masih segar. Indeks albumen. Hasil tabel diatas menunjukkan indeks albumen yang diperoleh telur 1 dan telur 2 secara berturut-turut adalah 0,027 dan 0,056. Menurut Yuwanta (1993), telur yang baru dikeluarkan oleh ayam memiliki nilai indeks albumen 0,050% sampai 0,174%. Apabila dibandingkan dengan literatur, telur 2 berada dalam kisaran normal, sedangkan telur 1 dibawah kisaran normal. Kemungkinan telur 1 sudah lama disimpan atau tidak baru dikeluarkan oleh ayam.Indeks yolk. Hasil tabel diatas menunjukkan indeks yolk yang diperoleh telur 1 dan telur 2 secara berturut-turut adalah 0,34 dan 0,31. Menurut Soeparno et al. (2001), indeks yolk normal berkisar antara 0,40 sampai 0,42%. Indeks yolk berhubungan dengan kemampuan yolk untuk tetap utuh selama pemecahan telur menujukkan fungsi kekuatan selaput vitelina. Apabila dibandingkan dengan literatur, hasil praktikum indeks yolk telur 1 dan telur 2 berada dibawah kisaran normal.Nilai Haugh Unit. Hasil tabel diatas menunjukkan nilai Haugh Unit (HU) pada telur 1 dan telur 2 secara berturut-turut adalah 52,50 dan 39,62. Menurut Yuwanta (2008), nilai HU dibagi empat kelas, yaitu kelas AA dengan nilai HU lebih dari 79, kelas A dengan nilai HU antara 55 sampai 79, kelas B dengan nilai HU antara 31 sampai 55, dan kelas C dengan nilai HU kurang dari 31. Nilai HU dipengaruhi oleh kualitas albumen, berat telur, tinggi albumen, dan lama penyimpanan. Semakin tinggi nilai HU menunjukkan kualitas telur semakin baik. Hasil praktikum menunjukkan telur 1 dan telur 2 sebesar 52,50 dan 39,62, berarti nilai HU telur 1 dan telur 2 berada pada kelas B.Nilai pH yolk dan pH albumen. Hasil tabel diatas menunjukkan nilai pH yolk pada telur 1 dan telur 2 adalah 6, sedangkan nilai pH albumen pada telur 1 yaitu 10 dan pada telur 2 yaitu 9. Menurut Soeparno (1995), pH yolk antara 5 sampai 6 sedangkan pH albumen yaitu 7,6. Berdasarkan literatur yang ada, pH yolk telur yang diuji memiliki pH yolk dalam kisaran normal, tetapi untuk pH albumen berada diatas kisaran normal. Hal itu dikarenakan telur terlalu lama disimpan sehingga menyebabkan kenaikan pH.KESIMPULANBerdasarkan hasil praktikum yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada uji kualitas eksterior telur 1 dan telur 2 memiliki bentuk biconical dengan warna kerabang intermediet atau coklat dan kondisi kerabangnya utuh. Berat jenis telur 1 adalah 1,214 dan telur 2 adalah 1,17, serta didapat indeks telur 1 dan telur 2 berturut-turut adalah 83,93% dan 83,3%. Sedangkan pada uji kualitas interior, telur 1 dan telur 2 memiliki ketebalan 0,37 mm. Warna yolk telur 1 dan telur 2 berturut-turut adalah 9 dan 7. Indeks albumen yang didapat dari telur 1 yaitu 0,027 dan telur 2 yaitu 0,056. Indeks yolk yaitu 0,34 untuk telur 1 dan 0,31 untuk telur 2. Nilai Haugh Unit untuk telur 1 adalah 52,50 dan untuk telur 2 adalah 39,62. pH yolk untuk telur 1 dan telur 2 sebesar 6, dan pH albumen untuk telur 1 yaitu 10 dan untuk telur 2 yaitu 9. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa telur 1 dan telur 2 bila dilihat dari kualitas eksteriornya memilki kualitas yang baik atau masih dalam kisaran normal, sedangkan bila dilihat dari kualitas interior telur 1 dan telur 2 memiliki kualitas kurang baik karena merupakan telur yang sudah lama disimpan.

DAFTAR PUSTAKA

Hadiwiyoto, S. 1993. Hasil-hasil Olahan Susu, Ikan, Daging, dan Telur. Penerbit Agritech. Yogyakarta.

Hargiatai, R., R. Mateo dan J. Torok. 2011. Shell Thickness and Pore Density in Relation to Shell Colourion Female Characteristic and Enviroental Factors in Collared Flyctcher Ficedula albcollis. Journal Ornithol 152;579-588.

Haryono. 2000. Langkah-Langkah Teknis Uji Kualitas Telur Konsumsi Ayam Ras. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Indratiningsih, Rihastuti. 1996. Dasar Teknologi Hasil Ternak Susu dan Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Jazil, A., A. Hintono dan S. Mulyani. 2013. Penurunan Kualitas Telur Ayam Ras dengan Intensitas Warna Coklat Kerabang yang Berbeda Selama Penyimpanan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan Vol 2 No 1.

Kartasudjana dan Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Bogor.

Mamplorer, A., Sietje, D. R. dan Freddy, P. 2008 Kualitas Ayam Petelur yang Mendapat Perlakuan Ransum Perlakuan Subsitusi Jagung dengan Tepung Singkong. Jurnal Ternak Tropika Vol 9 No 2: 42-51.

Nurwantoro dan Sri, M. 2002. Buku Ajar Teknologi Hasil Ternak. Universitas Diponegoro. Semarang.

SNI. 2008. Telur Ayam Konsumsi. No.3326-2008.

Soeparno, Rihastuti, Indratiningsih. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Solomon, S. E. 1990. Egg dan Egg Shell Quality. Wolfe Publishing Ltd. England.

Stadelman, W. J. and O. J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology. The Haworth Press, Inc. Binghamton, New York.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur cetakan ke-4. Penebar Swadaya. Jakarta.

Yuwanta, T. 2003. Beberapa Metode Praktis Peternakan Telur. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Teknik Unggas. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Berat jenis

Telur 1

Telur 2

indeks telur

Telur 1

Telur 2

Indeks albumen

Telur 1

Telur 2

Indeks yolk

Telur 1

Telur 2

Nilai Haugh Unit

Telur 1

Telur 2

ACARA IIIPEMBUATAN DAN UJI KUALITAS ICE CREAM

TINJAUAN PUSTAKA

Ice cream merupakan makanan beku yang terbuat dari campuran produk-produk susu dengan persentase lemak susu tertentu dalam ukurannya, dan dicampur dengan telur, ditambah dengan bahan penegas cita rasa dan pewarna tertentu sehingga lebih menarik. Dalam bentuk paling sederhana, ice cream mengandung 5 sampai 6% jumlah pewarna dan bahan cita rasa dari volume bagian ice cream yang tidak beku. Ice cream mempunyai nilai protein tinggi selain vitamin dan mineral. Kandungan kalori yang tinggi dalam ice cream diperoleh dari tingginya kadar kemanisan ice cream karena penambahan gula (Saleh, 2004).Ice cream dapat dibedakan berdasarkan komponen dan kandungannya. Komponen terpenting dari ice cream adalah lemak susu dan susu skim. Standar Nasional Indonesia (1995) menetapkan komposisi ice cream yang memenuhi syarat mutu ice cream adalah lemak minimum 5%, gula dihitung sebagai sakarosa minimum 8%, protein minimum 2,7% dan jumlahan padatan minimum 3,4%. Menurut Hartatie (2011), ice cream dapat dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu standar, premium dan super premium. Perbedaan ketiga jenis tersebut berdasarkan kandungan lemak dankomponen solid non lemak atau susu skim. Ice cream yang termasuk kategori super premium memiliki kadar lemak paling tinggi yaitu sekitar 17% dan solid non lemak paling rendah yairu 9,25%. Ice cream premium mengandung 15% lemak dan 10% solid non lemak, sedangkan ice cream standar memiliki kadar lemak 10% dan kadar solid non lemak 11%Stabilizer berfungsi untuk menstabilkan tekstur ice creamselama penyimpanan dan distribusi produk dalam campuran ice cream. Stabilizer tidak dapat larut dalam air dan terdispersi dalam bentuk suspensi koloid yang stabil. Emulsifier ditambahkan dalam ice cream karena memiliki beberapa fungsi seperti mengurangi waktu mengembang, menyeragamkan globula lemak dan membentuk tekstur yang lembut (Sosilorini, 2007)Proses pembuatan ice cream terdapat beberapa tahap antara lain pencampuran, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan, pemeraman, dan pembekuan. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 155F selama 30 menit, pasteurisasi disertai pengadukan dengan tujuan untuk membunuh bakteri pathogen, inaktivasi enzim lipase untuk mencegah kerusakan lemak, membantu pelarutan komponen, menaikkan ketahanan terhadap oksidasi dan menaikkan kemampuan hidrasi. Homogenisasi dari pengocokan ice cream dimaksudkan untuk mengurangi semua ukuran lemak menjadi kurang dari 2 mm. Adonan didinginkan pada suhu 0 sampai 4C setelah dihomogenkan dan diletakkan di dalam tempat penyimpanan refrigator untuk menjaga kualitas adonan. Pemeraman merubah kemampuan pengocokan adonan menjadi tekstur ice cream akhir. Pemeraman membuat lemak dan protein susu menjadi kristal daan bahan penstabil menyerap air bebas sebagai air hidrasi. Proses pembekuan dilanjutkan tanpa pengadukan sampai suhu ice cream 0F atau dibawahnya (Saleh, 2004)

MATERI DAN METODE

MateriAlat. Alat yang digunakan pada saat pratikum antara lain ice cream maker, freezer, refrigerator, panci stainless steel, kompor, timbangan, termometer, dan pengaduk.Bahan. Bahan yang digunakan untuk proses pembuatan ice cream meliputi 1 liter susu segar, kuning telur 1 butir, whipped cream 150 gram, skim bubuk dan whipped cream 100 gram, gula pasir 150 gram, agar-agar 3 sampai 5 gram, perasa buah atau buah segar.

MetodeProses Pembuatan Ice CreamPencampuran. Susu, gula, agar-agar dan yolk dicampur, diaduk hingga rata sambil dipanaskan pada suhu 40C. Kemudian ditambahkan skim bubuk dan whipped cream, yang telah dilarutkan, di aduk hingga tercampur sempurna.Pemanasan. Campuran (Ice Cream Mix/ ICM) dipanaskan pada suhu 25C selama 30 menit, kemudian suhunya diturunkan sampai suhu kamar.Aging. Uap panas dalam larutan dihilangkan dengan mixer selama 15 menit. TCM disimpan di dalam wadah tertutup pada suhu refrigator selama 24 jam untuk proses agingPemutaran. ICM diputar dengan ice cream maker hingga terbentuk ice cream yang halus dan kokohPembekuan. Ditempatkan dalam wadah ice cream, lalu disimpan dalam freezer. Ice cream siap untuk dianalisis.Pengujian ProdukUji organoleptik. Pengujian melalui pengamatan indera meliputi bau, rasa, warna, dan tekstur. Sampel disiapkan lalu dilakukan pengamatan secara inderawi oleh beberapa panelis.Uji overrun. Pengujian ini untuk diketahui tingkat pengembangan volume ice cream setelah dilakukan proses pemutaran dan pembekuan. Pertama diukur volume awal campuran ice cream sebelum dilakukan pemutaran dan pembekuan dalam ice cream maker, lalu diukur volume akhir ice cream setelah dilakukan pemutaran dan pembekuan. Pengukuran overrun ditentukan dengan rumus :

Uji titik leleh. Sampel sebanyak 50 gram ditempatkan dalam wadah yang disiapkan, kemudian dimasukkan ke dalam freezer sampai membeku. Sampel dikeluarkan dan diamkan pada suhu kamar. Waktu pelelehan merupakan waktu pengeluaran sampel dari freezer sampai ice cream.Uji kadar lemak. Sampel ice cream diambil 5 gram kemudian diencerkan 5 kali dengan menambahkan aquades dalam botol pengenceran 25 ml. Hasil pengenceran tersebut diambil sebanyak 17,5 ml menggunakan pipet gondok dan dimasukkan ke dalam tabung Babcock.Asam sulfat (H2SO4) sebanyak 17,5 ml ditambahkan melalui dinding tabung, lalu dicampur hingga berubah warna menjadi kehitam-hitaman, dan dimasukkan ke dalam Babcock sentrifuge 5 menit. Setelah Babcock berhenti, ditambahkan aquades (suhu 60C) sampai dasar leher tabung Babcock untuk memudahkan pemisahan lemak. Kemudian disentrifuge kembali selama 2 menit. Setelah itu ditambah aquades (suhu 60C) sampai skala pada leher Babcock terbaca dan disentrifuge lagi selama 1 menit. Kadar lemak sampel yang ditunjukkan angka skala dikalikan jumlah pengenceran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Ice CreamIce cream merupakan makanan beku yang terbuat dari campuran produk-produk susu dengan persentase lemak susu yang tertentu ukurannya, dan dicampur dengan telur, ditambah dengan bahan penegas cita rasa dan pewarna tertentu sehingga lebih menarik. Klasifikasi dan komposisi ice cream tidak ada yang standard, hal ini tergantung dari peneliti dan negara tempat ice cream berasal (Saleh, 2004). Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dapat dikatahui komposisi bahan pembuat ice cream sebagai berikut:Tabel 3.1 Data komposisi bahan pembuat ice creamBahanJumlah (gram)Persentase (%)

Susu SegarWhipped creamSusu skimPemanis (gula)Stabilizer (agar-agar)Emulsifier (kuning telur)649,8210,146,1902264,9821,014,6190,20,2

Hasil tabel diatas menunjukkan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan ice cream adalah susu segar 64,98%, whipped cream 21,01%, susu skim 4,61%, pemanis (gula) 9%, stabilizer (agar-agar) 0,2%, emulsifier (kuning telur) 0,2%. Menurut Saleh (2004), unsur pokok pembentuk ice cream adalah lemak susu (sweet cream), Milk Solid Non Fat (MSNF) seperti susu skim, susu skim manis terkondensasi dan whey padat, bahan pemanis, bahan penstabil, bahan pengemulsi, garam mineral.Tahapan pembuatan ice cream adalah pencampuran, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan, aging, dan pembekuan (freezing) (Soeparno, 1992). Pasteuriasi dilakukan pada suhu 155F selama 30 menit, pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri patogen, inaktif enzim lipase untuk mencegah kerusakan lemak, melarutkan komponen, menaikkan ketahanan oksidasi. Homogenisasi untuk mencegah globula lemak berukuran besar sehingga menghasilkan adonan stabil dan lebih lembut dengan ketahanan tinggi. Adonan homogenisasi pada suhu 63 sampai 77C, selain meningkatkan pembentukan gumpalan globula lemak meningkatkan viskositan, dan waktu pembekuan adonan ice cream. Adonan segera didinginkan hingga suhu 4C agar tekstur es lebih halus, mencegah pertumbuhan mikrobia dan reaksi kimia yang dapat terjadi (Marshall dan Arbuckle, 2000).Adonan ice creamdipanaskan pada suhu 40 sampai 45oC. Pemanasan tersebut berfungsi untuk memudahkan dalam pelarutan gula. Selanjutnya ditambahkan gula dan susu skim. Gula berfungsi sebagai pemanis, menurunkan titik leleh, dan menaikkan titik beku ice cream. Pemanis mempengaruhi sifat karakteristik fisik ice cream, juga mempengaruhi terhadap titik beku dan viskositas. Susu skim berfungsi untuk memberi kekompakan pada ice cream, menurunkan titik leleh, serta menaikkan titik beku ice cream. Penambahan kuning telur dan whipped cream dilakukan setelah proses pasteurisasi 90oC selama 15 detik. Pada praktikum kali ini dilakukan 2 perlakuan penambahan kuning telur yaitu 0,5% dan 1%. Pasteurisasi berfungsi untuk menghilangkan bakteri patogen. Kuning telur yang ditambahkan merupakan emulsifier yang diharapkan dapat menggabungkan dua jenis larutan. Kandungan lesitin dalam kuning telur merupakan zat yang baik untuk membentuk dispersi antara lemak dan air (Soeparno et al., 2001).Proses aging dilakukan setelah campuran adonan telah homogen. Aging merupakan proses pendinginan agar struktur kompak sebelum dimasukkan dalam ice cream maker. Adonan dimasukkan dalam Ice cream maker untuk menghomogenkan globula lemak. Pada proses ini juga terjadi proses overrun. Overrun adalah peningkatan volume selama proses pembekuan. Biasanya overrun untuk soft ice cream 40 sampai 80% dan ada yang mencapai 150% (Nurliyani et al., 2008). Selanjutnya dilakukan proses pembekuan selama 24 jam.

Pengujian Ice CreamBerdasarkan pratikum yang telah dilakukandiperoleh hasil uji sebagai berikut:Tabel 3.2 Data hasil pengujian ice creamPengujiHasil

OverrunKadar lemakTitik leleh150%8,536 menit 23 detik

Uji overrun. Hasil tabel di atas menunjukkan overrun ice cream adalah 150%. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat pengembangan volume ice cream setelah proses pembekuan karena adanya penangkapan udara oleh globula lemak sehingga terjadi penambahan volume (overrun). Menurut Arbuckle (1992), overrun yang baik berkisar antara 100 sampai 120%. Hasil uji overrun yang dihasilkan lebih tinggi dari kisaran overrun yang baik dari literatur. Lemak dapat mempengaruhi kemampuan mengembang ice cream, semakin tinggi kadar lemak semakin tinggi kemampuan mengembangnya.Uji kadar lemak. Hasil tabel diatas menunjukkan kadar lemak ice cream sebesar 8,5. Kadar lemak ice cream juga mempengaruhi kemampuan ketahanan ice cream untuk mengembang. Semakin tinggi kadar lemak ice cream, semakin tinggi kemampuan mengembangkannya. Kadar lemak ice cream yang baik sebesar 10% (Saleh, 2004). Berdasarkan literatur, kadar lemak ice creamberada dalam kisaran normal. Hal ini setara dengan hasil overrun dari ice cream yang juga lebih besar. Fungsi lemak susu untuk menambah aroma, menghasilkan tekstur halus dan memperbaiki bentuk ice cream. Faktor yang mempengaruhi kadar lemak seperti bahan padat bukan lemak (Masykuri, 2002).Uji titik leleh. Hasil tabel menunjukkan titik leleh ice cream adalah 36 menit 23 detik. Hal ini karena semakin tinggi kadar lemak ice cream maka waktu leleh akan semakin panjang (Arbuckle, 1992). Menurut buckle (1997), stabilizer berpengaruh terhadap viskositas campuran ice cream dan dapat membatasi atau mengurangi terbentuknya kristalisasi air dan akhirnya berpengaruh terhadap ketahanan meleleh. Ketahanan meleleh ice cream yang baik berkisar antara 10 sampai 15 menit. Berdasarkan literatur tersebut, waktu leleh ice cream yang dihasilkan sudah berada dalam kisaran titik leleh ice cream yang baik.Uji organoleptik. Berdasarkan pratikum yang telah dilakukan dapat diperoleh hasil uji organoleptik ice cream sebagai berikut:Tabel 3.3 Data hasil uji organoleptik ice creamNama panelisTeksturRasaDaya terima

SeptianRevonandoPitriantoAgung PambudiGaluh RetnoLembutLembutLembutLembutLembutManisManisManisManisManisDiterimaDiterimaDiterimaDiterimaDiterima

Hasil tabel diatas menunjukkan uji organoleptik yang dilakukan adalah uji tekstur yaitu lembut, rasanya manis, dan daya terima dapat diterima oleh konsumen. Tekstur ice cream lembut, hal ini disebabkan karena susu skim yang ditambahkan dalam pembuatan ice cream. Total laktosa yang tinggi dalam ice cream dapat menyebabkan tekstur ice cream sadness karena laktosa dapat mengkristal pada suhu rendah (Andrianto, 2008).

KESIMPULANBerdasarkan hasil pratikum yang dilakukan produk ice cream menggunakan bahan susu segar, whipped cream, susu skim, gula, agar-agar (stabilizer), yolk (emulsifier). Overrun ice cream 150%, kadar lemak 8,5, dan titik leleh selama 36 menit 23 detik. Hasil uji organoleptik didapatkan tekstur ice cream lembut, rasa menis, dan dapat diterima oleh konsumen. Berdasarkan hasil-hasil uji kualitas ice cream yang dihasilkan dapat disimpulkan bahwa ice cream tersebut memiliki kualitas yang baik & dapat diterima oleh konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Andrianto, Stefanus. 2008. Pembuatan Ice cream Probiotik dengan Substitusi Susu Fermentasi Lactobacillus casei sub sp. Rhamnosus dan Lactobacillus FI Terhadap Susu Skim. Skripsi Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.

Arbuckle, W. S. 1992. Ice Cream. The Avi Publishing Company, Inc. West Port. Conecticut.

BSN. 1995. Standar Nasional Indonesia. SNI 01-3713-1995. BSN. Jakarta.

Buckle, K. G. 1997. Ice Cream. In: Feed Emulsion. K. Larsson and S.Friberg, eds. Marcell Pekker. New York.

Hartatie, Endang, S. 2011. Kajian Formulasi (Bahan Baku, Bahan Pemantap) dan Metode Pembuatan Terhadap Kualitas Ice cream. Jurusan Teknologi Industri Peternakan, Fakultas Pertanian Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

Marshall, R. T dan W. S. Arbuckle. 2000. Ice Cream 5th Ed. Arpen Pub, Inc. Gaithersburg. Maryland.

Marsyukuri. 2002. Teknologi Pembuatan Ice cream. Fakultas Peternakan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Nurliyani, Edi Suryanto, Soeparno. 2008. Bahan Ajar Ilmu dan Teknologi Susu Telur. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Saleh, E. 2004. Teknologi Pengolahan Susu dan Hasil Ikutan Ternak. Fakultas Pertanian USU. Medan.

Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Soeparno, Indratiningsih, Triatmojo Suharjono, Rihastuti. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas peternakan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Susilorini T. Dan Sawitri, M. E. 2007. Produk Olahan Susu. Cetakan II. Penebar Swadaya. Jakarta.

LAMPIRAN

Uji overrunVolume awal= 2,8Volume akhir= 7

= 150 %

ACARA IVPEMBUATAN DAN UJI KUALITAS YOGHURT

TINJAUAN PUSTAKASalah satu cara pengawetan susu adalah dengan mengasamkan melalui proses fermentasi oleh bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus yang menghasilkan konsistensi menyerupai pudding (Tamine dan Robinson, 1999). Yoghurt merupakan salah satu produk fermentasi susu dengan bantuan bakteri asam laktat (BAL). Yoghurt mempunyai banyak manfaat bagi tubuh antara lain mengatur saluran pencernaan, anti diare, anti kanker, meningkatkan pertumbuhan, membantu penderita lactosa intolerance, dan mengatur kadar kolesterol dalam darah (Astawan, 2008).Komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama perkembangbiakan yoghurt dan proses selanjutnya menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat akan meningkatkan keasaman susu. Kasein yang merupakan bagian terbanyak dalam susu mempunyai sifat sangat peka terhadap perubahan keasaman sehingga dengan menurunkan pH susu menyebabkan kasein tidak stabil dan terkoagulasi menjadi yoghurt (Resnawati, 2008).Pengolahanyoghurt dimulai dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakan kultur murni S. thermophilus dan L. bulgaricus kemudian mencampurkannya sebelum diinokulasi pada susu yang akan difermentasi, dipasteurisasi, pada suhu 85 sampai 90C sekitar 15 sampai 30 menit. Kemudian didinginkan sampai 43C, dan diinokulasi dengan 2 sampai 3 persen kultur campuran S. thermophilus dan L. bulgaricus dan diinkubasi pada suhu 43C selama 3 sampai 6 jam sampai diperoleh keasaman yang diinginkan yaitu 0,85 sampai 0,95% (asam laktat) dengan nilai pH 4,4 sampai 4,5. Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5C (Sugiarto, 1997).Starter bakteri asam laktat dalam yoghurt diperoleh melalui proses yang panjang. Proses yang pertama pemilihan starter yoghurt. Kriteria pemilihan starter yoghurt, antara lain: mempunyai kemampuan untuk menghasilkan konsistensi tekstur yang optimal, kultur mudah dipelihara dan dipertahankan stabilitasnya, toleransi yang sama terhadap semua gula, dan mempunyai kemampuan produksi asam laktat yang cepat dan memiliki toleransi yang tinggi terhadap asam. Proses selanjutnya adalah preservasi kultur starter, dan produksi kultur starter (Semadi, 2009).Berdasarkan kandungan lemaknya yoghurt dibedakan menjadi tiga macam yaitu1) yoghurt yang mengandung minimum 3,25% lemak susu; 2) yoghurt yang mengandung lemak susu 1% sampai 3,2%; 3) yoghurt rendah lemak, yaitu apabila yoghurt mengandung lemak susu kurang dari 1%. Berdasarkan flavornya yoghurt dibedakan menjadi plain yoghurt, flavor yoghurt, dan fruit yoghurt. Plain yoghurt yaitu yoghurt yang tidak ditambahkan flavor lain, fruit yoghurt yaitu yoghurt yang ditambahkan buah-buahan atau bahan pemanis, sedangkan flavor yoghurt yaitu yoghurt dengan penambahan flavor sintetik dan zat pewarna (Tomime, 1990).Proses pembuatan yoghurt secara umum meliputi pasteurisasi, homogenisasi, inokulasi, starter, dan inkubasi. Pasteurisasi adalah perlakuan panas terhadap bahan baku yoghurt pada suhu 85 sampai 95C selama 10 sampai 40 menit. Pasteurisasi bertujuan untuk membunuh bakteri. Kontaminan dan bakteri pesaing bagi starter kontaminan dan bakteri pesaing dari starter, memproduksi faktor pertumbuhan dengan pemecahan protein susu, menciptakan kondisi microaerophilic untuk pertumbuhan bakteri penghasil asam laktat, serta untuk membentuk tekstur yang dihasilkan. Homogenisasi merupakan proses pengubahan karakteristik koloidal susu secara physicochemical dengan pemecahan globula lemak menjadi lebih kecil dan seragam. Homogenisasi bertujuan untuk mencegah adanya creaning selama proses inkubasi dan penyimpanan (Hadiwiyoto, 1994).Analisis mutu yoghurt dilakukan terhadap kadar air, protein, lemak, abu, pH, total asam, vitamin C dan analisis mineral. Pengukuran pH dilakukan dengan cara memfibrasikan pH meter menggunakan larutan buffer yang mempunyai pH 4. Prosedur uji total asam menggunakan metode acidi-alkalimeter. Sampel diambil 10 ml dan ditambah dengan 2 sampai 3 tetes indikator pp, kemudian dititrasi menggunakan NaOH 0,1 N sampai titik titrasi tercapai, yaitu terbentuknya komplek warna merah muda atau pink (Wahyudi, 2006).

MATERI DAN METODE

MateriAlat. Alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan yoghurt antara lain incubator, LAF (Laminar Air Flow), autoclaf, kompor, panci termometer, dan pengaduk.Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum pembuatan yoghurt meliputi susu segar, susu skim, starter Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus.

MetodeProses Pembuatan YoghurtSusu segar sebanyak 100 ml ditambah skim bubuk 4% (w/v) dipasteurisasi pada suhu 85C selama 30 menit. Lalu suhu diturunkan sampai 45C, selanjutnya dilakukan inokulasi Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus sebanyak 5% (v/v) dengan perbandingan 1:1. Lali diinkubasi pada suhu 42C selama 5 sampai 6 jam dan dicapai pH 4 sampai 4,5.Pengujian ProdukUji organoleptik. Sampel disiapkan lalu diamati secara inderawi meliputi bau, rasa, warna, dan tekstur oleh beberapa panelis.Uji nilai pH. Sampel disiapkan sebanyak 10 ml (atau sampai batang potensiometer pH meter tercelup) ke dalam tabung. pH meter dan larutan buffer pH 4 disiapkan dan diatur nilai nilai pH meter sampai angka 4,00. pH sampel diukur dengan potensiometer dimasukkan ke dalam sampel. Lalu dilihat nilai pH susu pada layar atau monitor yang ditunjukkan pada pH meter.Uji keasaman. Sampel yoghurt diambil sebanyak 9 gram, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Indikator pp ditambahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 3 sampai 4 tetes. Kemudian dititrasi dengan larutan 0,25N NaOH sehingga timbul warna merah muda yang tetap apabila dikocok. Tingkat keasaman yoghurt yang diperoleh adalah:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan YoghurtBerdasarkan praktikan yang telah dilakukan diperoleh komposisi bahan baku pembuatan yoghurt sebagai berikut:Tabel 4.1 Data komposisi bahan baku pembuatan yoghurtBahanJumlahPersentase (%)

Susu segarSusu skimStarter St.Lb/ biang yoghurt100 ml5 gr5 ml10055

Pembuatan yoghurt menggunakan bahan dasar susu segar ditambah dengan skim. Skim adalah susu yang tinggal setelah krim dipisahkan sebagian atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makan kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (Soeparno, 2001). Proses pembuatan yoghurt dimulai dengan membuat campuran susu segar dan susu skim masing-masing 100 ml dan 5 gram, selanjutnya dipasteurisasi pada suhu 85oC selama 30 menit kemudian suhu diturunkan. Inokulasi Lactobacillus bulgaricus dan Streptoccocus thermophilus dilakukan di LAF (Laminar Air Flow). Bakteri yang digunakan sebanyak 5% dengan perbandingan masing-masing 2,5% : 2,5%. Yoghurt siap diinkubasi pada suhu 42oC di dalam waterbath selama 4 sampai 6 jam. Menurut Susrini (2003), tujuan pemanasan dengan suhu 85oC selama 30 menit adalah agar tidak banyak bakteri yang hidup di dalam susu, yang dapat mengalahkan bibit dan untuk menguapkan sebagian air, agar kekentalan media (susu) sesuai untuk pertumbuhan asam laktat.Proses pembuatan yoghurt secara umum meliputi pasteurisasi, homogenisasi, inokulasi, starter, dan inkubasi (Hadiwiyoto, 1994). Pengolahan yoghurt dimulai dengan persiapan starter atau kultur, yaitu membiakan kultur murni S. thermophilus dan L. bulgaricus kemudian mencampurkannya sebelum diinokulasi pada susu yang akan difermentasi, dipasteurisasi, pada suhu 85 sampai 90C sekitar 15 sampai 30 menit. Kemudian didinginkan sampai 43C, dan diinokulasi dengan 2 sampai 3 persen kultur campuran S. thermophilus dan L. bulgaricus dan diinkubasi pada suhu 43C selama 3 sampai 6 jam sampai diperoleh keasaman yang diinginkan yaitu 0,85 sampai 0,95% (asam laktat) dengan nilai pH 4,4 sampai 4,5. Setelah itu produk didinginkan sampai suhu 5C (Sugiarto, 1997). Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan penambahan bahan dan proses pembuatan yoghurt sudah sesuai dengan literatur.

Pengujian YoghurtUji kualitas yoghurt meliputi uji pH serta uji keasaman dan uji organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji tekstur, rasa dan daya terima. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan diperoleh hasil uji pH dan keasaman yoghurt sebagai berikut:Tabel 4.2 Data hasil uji pH dan keasaman yoghurtPengujiHasil

pHKeasaman4,491,785%

Uji pH. Berdasarkan hasil praktikum nilai pH yang dihasilkan yoghurt setelah inokulasi adalah 4,49. Menurut Widodo (2003), proses fermentasi yoghurt dilakukan stelah diperoleh pH akhir yang berkisar antara 4,4 sampai 4,5 diikuti dengan bentuk flavor yang khas karena senyawa-senyawa asam laktat, asam asetat, diasetil dan asam volatil lainnya akan terbentuk. Nilai pH yoghurt hasil praktikum memiliki nilai pH yang sudah sesuai dengan literatur.Uji keasaman. Hasil tabel diatas menunjukkan keasaman dari yoghurt sebesar 1,785%. Menurut Sugiarto (1997), keasaman yang diinginkan yaitu 0,85 sampai 0,95%. Berdasarkan hasil praktikum menunjukkan tingkat keasaman yoghurt berada diatas kisaran normal sesuai literatur. Menurut Hadiwiyoto (1994), keasaman susu yang tinggi atau pH yang rendah menunjukkan telah banyak laktosa yang diubah menjadi asam laktat. Tinggi rendahnya kadar keasaman produk susu fermentasi dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat ditentukan oleh jumlah dan jenis strater yang digunakan.Uji organoleptik. Uji organoleptik meliputi uji tekstur, rasa dan daya terima.Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil uji organoleptik sebagai berikut:Tabel 4.3 Data hasil uji organoleptikNama panelisTeksturRasaDaya terima

Awin pinasthikaAlex SimanjuntakAjat SantosoYudiDewi WahyuLembutLembutLembutLembutlembutSangat asamSangat asamSangat asamAsamAsamDiterimaDiterimaTidak diterimaTidak diterimaditerima

Uji organoleptik ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan penerimaan panelis terhadap beberapa produk yoghurt. Hasil tabel diatas menunjukkan tekstur yoghurt lembut, rasanya asam, dan beberapa panelis dapat menerima dan juga tidak dapat menerima produk yoghurt yang dihasilkan. Menurut Askar (2005), tekstur yoghurt dan kekentalannya dipengaruhi oleh waktu penyimpanan yoghurt, semakin lama waktu penyimpanan akan semakin kental. Djafaar dan Rahaya (2006), menyatakan bahwa pH 4,4 sampai 4,5 akan tercapai titik isoelektris protein sehingga terjadi penggumpalan. Penggumpalan yaitu suatu perubahan bentuk susu dari cair menjadi padatan. Aroma dan rasa yoghurt dipengaruhi oleh karena adanya senyawa tertentu dalam yoghurt seperti senyawa asetildehida, diasetil, asam asetat dan asam-asam lain yang jumlahnya sangat sedikit. Senyawa ini dibentuk oleh bakteri Streptococcus thermophilus dari laktosa susu, diproduksi juga oleh beberapa strain bakteri Lactobacillus bulgaricus. Penilaian rasa yoghurt berpengaruh pada tingkat kesukaan panelis (Askar, 2005).

KESIMPULANBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahan yang digunakan untuk pembuatan yoghurt antara lain susu segar, susu skim, dan starter S.thermophilus dan L.bulgaricus. Hasil pengujian pH didapatkan sebesar 4,9 (berada dalam kisaran normal), uji keasaman didapat 1,785% yang berada diatas kisaran normal, dan untuk uji organoleptik didapatkan tekstur lembut, rasanya asam, dan ada beberapa panelis yang dapat menerima dan tidak diterima oleh konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Askar, S. Dan Sugiarto. 2005. Uji Kimiawi dan Organoletik Sebagai Uji Mutu Yoghurt. Balai Penelitian Ternak. Ciawi-Bogor.

Astawan, M. 2008. Susu Fermentasi untuk Kebugaran dan Pengobatan. Penerbit Universitas Atma Jaya. Yogyakarta.

Djaafar, T. F dan E. S. Rahayu. 2006. Karakteristik Yoghurt dengan Inokulum Lactobacillus yang Diisolasi dari Makanan Fermentasi Tradisional. Agros (1): 73-80.

Hadiwiyoto,S. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Penerbit Liberty. Jakarta.

Resnawati, H. 2008. Kualitas Susu Pada Berbagai Pengolahan dan Penyimpanan. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Semadi, N. A. 2009. Pemilihan dan Penanganan Starter Yoghurt di Tingkat Industri. Universitas Udayana. Bali.

Soeparno, Indratiningsih, Soeharjo, Rihastuti. 2001. Dasar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.

Sugiarto. 1997. Proses Pembuatan dan Penyimpanan Yoghurt yang Baik. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Susrini, I. 2003. Pengantar Teknologi Pengolahan Susu. Fajar. Malang.

Tamine, A.Y. and R. K Robinson. 1999. Yoghurt: Science and Technology. 2nd Ed. Woodhead Publishing Ltd. England.

Tomime, A. Y. 1990. Yoghurt In: Robinson (ed). Dairy Microbiology 2nd edit. Woodhead publishing Ltd. Cambridge.

Wahyudi, M. 2006. Proses Pembuatan dan Analisis Mutu Yoghurt. Buletin Teknik Pertanian Vol II No.1.

Widodo. 2003. Bioteknologi Industri Susu. Lacticia Press. Yogyakarta.

LAMPIRAN

Uji keasamanml NaOH= 18,1 mlN NaOH= 0,0986gram sampel= 9 gram

ACARA VPEMBUATAN DAN UJI KUALITAS TEPUNG TELUR

TINJAUAN PUSTAKA

Tepung telur adalah salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan telur dan penepungan (Hadiwiyoto, 1993). Tepung telur pada dasarnya masih merupakan telur mentah juga, namun sudah dikeringkan sebagian besar kandungan airnya, hingga hanya tersisa kurang lebih 10% saja. Bahan yang diperlukan dalam pembuatan tepung telur ini adalah telur-telur yang mengalami retak atau pecah telur, serta telur-telur yang telah mendekati batas akhir umur (Suprapti, 2002).Metode pengeringan yang biasa digunakan untuk mengeringkan tepung telur terdiri dari empat macam, yaitu pengeringan semprot (spray drying), foaming drying, pengeringan secara berlapis (pan drying), dan pengeringan beku (freeze drying). Pengeringan tepung telur umumnya menggunakan pan drying. Metode pengeringan pan drying merupakan metode pengeringan yang mudah dilakukan dan memerlukan biaya yang lebih murah. Pengeringan ini menggunakan oven pada suhu 45 sampai 50oC (Pitriawati, 2002).Pembuatan tepung telur dapat dilakukan dengan pengeringan. Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan dengan cara menghilangkan kadar air bahan pangan. Proses pengeringan terdiri dari beberapa metode diantaranya adalah metode pan drying. Kelemahan yang dapat timbul pada proses pengeringan adalah akan menyebabkan terjadinya reaksi maillard (deMan, 1997). Fermentasi adalah suatu proses penghilangan glukosa yang terdapat pada telur dengan cara menambahkan Saccharomyces sp. yang dilakukan sebelum proses pengeringan. Proses fermentasi dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat fisik dan fungsional akibat adanya pemecahan glukosa yang terdapat di dalam telur khususnya putih telur sehingga dapat mencegah terjadinya reaksi maillard yang dapat mempengaruhi sifat fisik tepung telur (Romantica, 2010).Proses pengurangan gula pada pembuatan tepung telur disebut desugarisasi. Desugarisasi dilakukan untuk mencegah reaksi antara komponen amino (protein, fosfotidil dan etanolamin) dan gula pereduksi (glukosa). Hal tersebut dilakukan untuk menghindari perubahan warna menjadi coklat dan bau yang menyimpang. Gula dihilangkan dari telur dengan menggunakan fermentasi gula mikrobiologis, kemudian diinkubasi pada suhu 30 sampai 33oC dengan mikroorganisme Saccaromyces sp. (Ratih, 2007).Tepung telur umumnya mempunyai daya busa yang lebih rendah dibandingkan dengan telur segarnya. Penambahan guka seperti sukrosa (gula pasir), laktosa, maltosa, dan dekstrosa dalam pembuatan tepung telur dapat memperbaiki sifat daya busanya. Tetapi, penambahannya harus hati-hati dan diatur sehingga menghasilkan daya busa yang baik dengan sedikit mungkin menimbulkan rasa manis pada tepung telur yang dihasilkan. Daya emulsi, daya koagulasi dan warna tepung telur umumnya tidak berbeda dengan keadaan segarnya. Tetapi jika kandungan gula pereduksi (yang sebagian besar adalah glukosa) dalam telur lebih dari 0,1%, warna tepung telur dapat berubah menjadi kecoklatan selama pengolahan dan penyimpanan. Keadaan ini dapat diatasi dengan cara mengurangi kandungan glukosa dalam cairan telur sebelum dikeringkan atau dibuat tepung dengan cara difermentasi menggunakan bakteri asam laktat (Streptococcus lactis), fermentasi khamir atau ragi (Saccharomyces cerevisiae) menggunakan ragi roti atau dengan penambahan enzim glukosa oksidase. Kandungan air pada telur kering yang baru harus kurang dari 5%. Kadar air ini akan meningkat menjadi 9 sampai 10% stelah disimpan. Mutu terbaik akan diperoleh jika pada saat disimpan kadar airnya maksimal 1% (Anonim, 2013).

MATERI DAN METODE

MateriAlat. Alat yang digunakan dalam pembuatan tepung telur antara lain oven, mixer, loyang, blender, waterbath, sentrifuge, tabung reaksi, corong, kertas saring, dan kantong plastik.Bahan. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur adalah telur, ragi roti (Saccharomyces cereviseae) dan aquades.

MetodePembuatan Tepung TelurTelur dicuci air hangat dengan suhu 32 sampai 35C. Telur dikeluarkan isinya, dicampur merata dan jangan sampai berbuih. Ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) sebanyak 0,2 sampai 0,4% ditambahkan dan diaduk hingga merata, kemudian difermentasi pada suhu ruang selama 2 sampai 3 jam. Cairan telur dituangkan pada loyang dengan ketinggian sekitar 6 mm. Kemudian dioven pada suhu 60C selama kurang lebih 20 jam, lalu ditepungkan dengan blender kering. Kemudian dikemas dengan kantung plastik dan dilakukan pengujian kualitas.Pengujian Kualitas Tepung TelurUji pH. Sampel sebanyak 5 gram dilarutkan dalam aquades netral dengan perbandingan antara berat tepung dengan aquades adalah 1:3. Kemudian di diamkan selama 30 menit dan diukur pHnya dengan menggunakan pH meter yang sebelumnya dikalibrasi dalam larutan buffer pH 7 dan pH 4.Uji daya buih. Tepung dilarutkan dalam aquades dengan perbandingan 1:3. Selanjutnya, didiamkan selama 30 menit kemudian diukur volumenya (v1) dalam beaker glass. Dikocok dengan mixer kecepatan tinggi selama 3 menit sampai membuih seluruhnya, Hasil dihitung dengan beaker glass (v2). Daya buih tepung telur dapat dihitung dengan rumus:

Uji kelarutan. Sampel sebanyak 1 gram (z) ditambahkan 10 ml aquades dan didiamkan selama 30 menit. Dimasukkan ke dalam waterbath suhu 50C selama 20 menit, kemudian disentrifuge 3000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan endapan dicuci dengan aquades 10 ml dan disaring dengan kertas saring yang telah diketahui beratnya. Kertas saring dan endapan yang tertinggal dimasukkan ke dalam oven suhu 105 C selama 12 jam. Kemudian didinginkan ke dalam desikator selama 1 jam dan ditimbang beratnya (y). Sedimen yang tertinggal merupakan bahan yang tidak terlarut. Kelarutan dihitung dengan cara sebagai berikut:

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pembuatan Tepung TelurTepung telur adalah salah satu bentuk awetan telur melalui proses pengeringan telur dan penepungan (Hadiwiyoto, 1993). Bahan pembuatan tepung telur adalah telur dan ragi. Telur merupakan bahan utama pembuat tepung telur dan ragi atau yeast sebagai pengembang. Berikut adalah proporsi dari bahan pembuat tepung telur:Tabel 5.1 Data proporsi bahan pembuat tepung telurBahanJumlah (gram)Persentase (%)

Telur segarYeast154,520,30999,80,2

Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa jumlah bahan pembuatan tepung telur digunakan sebanyak 154,52 gram atau 99,8% telur segar dan 0,309 atau 0,2% yeast. Bahan yang digunakan dalam pembuatan tepung telur ini adalah telur-telur yang mengalami retak atau pecah telur serta telur0telur yang telah mendekati batas akhir umur penyegarannya (Suprapti, 2002). Tepung telur utuh terbuat dari campuran kuning dan putih telur dengan proporsi alamiah telur segar. Tepung ini memiliki sifat yang hampir sama dengan tepung kuning telur, tetapi mengandung putih telur lebih banyak (Anonim, 2013).Menurut Anonim (2013), proses pembuatan tepung telur skala industri meliputi beberapa tahapan, yaitu 1) seleksi telur, dilakukan dengan cahaya lampu bercerobang (candling); 2) pencucian, pencucian dengan air hangat (32 sampai 35C) dengan alat spray washer dan mengandung khlorin 100 sampai 200 ppm; 3) pemecahan kulit dan pemisahan isi telur, dipecah dan dipisahkan secara manual atau mesin pemecah, keuntungan pemecahan secara manual ialah dapat memisahkan telur busuk yang tidak terdseteksi pada tahap seleksi, sedangkan dengan mesin pemecah telur ialah bekerja lebih cepat dan membuang kulitnya; 4) fermentasi, kadar glukosa telur dapat dikurangi dengan fermentasi menggunakan ragi (Saccharomyces cerevisiae), bakteri, atau enzim; 5) pencampuran, ditambahkan dekstrosa sebanyak 5% kemudian diaduk secara merata; 6) penyaringan, dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel berukuran besar yang dapat menyumbat spray drier dan membuang benda-benda asing yang tidak diinginkan; 7) pendinginan, dilakukan untuk mencegah kerusakan mikrobiologis selama tahap pengolahan; 8) pasteurisasi, untuk membunuh Salmonella dalam cairan telur; 9) pengeringan, biasanya digunakan pengering semprot dengan suhu udara masuk 160 sampai 170C, suhu udara keluar 85 sampai 100C dan tekanan penyemprotan 3,5 psi; 10) pengemasan, dilakukan untuk mencegah penyerapan uap air dan oksigen oleh tepung telur yang dapat menyebabkan peningkatan kadar air dan oksidasi lemak selama penyimpanan.

Pengujian Tepung TelurPengujian pada tepung telur meliputi uji kelarutan, daya buih dan pH serta dibandingkan dengan telur segar. Berdasarkan pengamatan uji tepung telur didapatkan hasil sebagai berikut:Tabel 5.2 Data hasil pengujian tepung telurPengujianTepung telurTepung segar

KelarutanDaya buihPh48 %-0,067 %8,01--6,25 %7,46

Uji kelarutan. Uji kelarutan tepung telur berdasarkan praktikum diperoleh bahwa nilai kelarutannya sebesar 48%. Menurut deMan (1997), telur segar akan mudah terlarut dari pada produk telur olahan. Hal tersebut dikarenakan kandungan dalam telur segar masih murni sehingga masih mudah menyatu. Hal tersebut tidak seperti produk telur olahan yang kandungannya sudah bercampur dengan komponen lain.Uji daya buih. Hasil tabel diatas diperoleh nilai daya buih tepung telur adalah -0,067%. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), semakin tinggi daya buih maka semakin baik kualitas tepung telur. Daya buih ditentukan oleh protein putih telur dan dipengaruhi oleh pemanasan yang dapat merugikan sifat pengembangan putih telur, penambahan yeast akan menurunkan daya buih.Penurunan daya buih disebabkan waktu fermentasi yang lama. Fermentasi terjadi perombakan glukosa menjadi CO2 dan H2O sehingga meningkatkan kadar air pada bahan kering dan mempengaruhi daya buih tepung telur. Kadar air yang tinggi menyulitkan pembentukan buih. Daya buih yang stabil pada fermentasi 0 menit sebesar 91,67 0,58%. Proses fermentasi menyebabkan penurunan stabilitas buih tepung telur sebesar 5,4% pada lama fermentasi 90 menit (Romantica et al., 2007). Daya buih telur segar sekitar 350%. Faktor penurunan daya buih karena ovomucin yang menstabilkan struktur buih dan ovalbumin pembentuk buih mengalami kerusakan karena pengeringan dan penyimpanan (Lahmudin, 2006). Apabila dibandingkan dengan literatur, hasil yang diperoleh saat praktikum dibawah kisaran normal.Uji pH. Hasil tabel diatas menunjukkan bahwa nilai pH yang diperoleh saat praktikum adalah 8,01. Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), pH pada tepung telur berkisar antara 7,8 sampai 8,6. Apabila dibandingkan dengan literatur yang digunakan hasil praktikum nilai pH sudah sesuai atau berada dalam kisaran normal. Menurut Warintek (2011), hal ini dipengaruhi oleh kadar CO2 telur dimana jika kadar CO2 hilang maka akan meningkatkan derajat keasaman.

KESIMPULANBerdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan tepung telur adalah telur segar dan yeast. Nilai kelarutan tepung telur sebesar 48%, daya buih -0,067% sangat jauh dari kisaran normal atau lebih rendah, dan nilai pH yang didapatkan 8,01 yang menunjukkan pada kisaran normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tepung telur yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2013. Tepung Telur. Teknologi Pangan & Agroindustri, vol. 1 no. 8. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

deMan, J. M. 1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. ITB. Bandung.

Lahmanudin, Agus. 2006. Proses Pembuatan Tepung Putih Telur dengan Pengeringan Semprot. SKRIPSI. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Pitriawati, R. 2008. Sifat Fisik Dan Organoleptik Snack Ekstruksi Berbahan Baku Grits Jagung Yang Disubsitusikan Dengan Tepung Putih Telur. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Ratih, D. A. 2007. Sifat Fisik Dan Fungsional Tepung Telur Itik Dengan Penambahan Taraf Asam Sitrat Yang Berbeda. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Romantica, E. Imam Thohari, and Lilik Eka Radiati. Effect on Fermentation Time to Water Content, Rendement, Foaming Capacity, and Foaming Stability of Pan Drying Egg Powder. Faculty of Animal Husbandry. Brawijaya University. Malang.

Suprapti, L. 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur Beku. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Stadelman, W.J and O.J. Cotterill. 1995. Egg Science and Technology 4th Ed. Tech Avi Publishing Co. Inc. New York.

Warintek. 2011. Tepung telur. Diakses dariwww.warintek.risek.go.id/pangan.kesehatan/pangan/ipb/Tepung%20Telur.pdf. Di akses pada tanggal 26 November 2013 pukul 19.00 WIB.

LAMPIRAN

Daya buih

KelarutanZ = 1 gramX = 0,53Y = 1,05