Upload
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN TEKNIS / AKHIRTAHUN ANGGARAN 2014
Judul KAK (PROPOSAL) :
Percobaan Penebaran Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus)Di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah
Oleh :
Siti Nurul Aida, Agus Djoko Utomo,
Taufiq Hidayah, Muhammad Ali
RR. Diyah Mentari, Gatot Subroto, Busyrol Waro, Juadi
BALAI PENELITIAN PERIKANAN PERAIRAN UMUMPUSAT PENELITIAN PENGELOLAAN PERIKANAN
DAN KONSERVASI SUMBERDAYA IKANBADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANANTAHUN 2014
LEMBAR PENGESAHAN
1. JudulPenelitian
Percobaan Penebaran Ikan Patin Untuk PerikananDi Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah
2. Tim Peneliti 1 Ir. Siti Nurul Aida,M.P
2 Dr. Ir. Agus Djoko Utomo, M.Si
3 Taufiq Hidayah, A.Pi, M.Si
4 Muhammad Ali, S.Pi, M.Si
5 Gatot Subroto
6 Busyrol Waro
7 RR. Diyah Mentari, S.ST.Pi
8 Juadi
3. Jangka Waktu Penelitian : 3 (tiga) Tahun /2012-2014
Palembang, Desember 2014
Ketua Kelompok Penelitian Waduk Penanggung Jawab,
Dr. Ir. Agus Djoko Utomo, M.Si Ir. Siti Nurul Aida, M.P.NIP.19571014 198403 1 004 NIP. 19630617 199103 2 004
Mengetahui,
Kepala Balai Penelitian Perikanan Kepala Seksi Tata OperasionalPerairan Umum Palembang.
Drs. Budi Iskandar Pri Santoso Taufiq Hidayah, A.Pi, M.SiNIP. 19580918 198603 1 003 NIP.19740725 200312 1 002
Percobaan Penebaran Ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus)Di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah
Abstrak
Produksi perikanan tangkap Waduk Kedung Ombo cenderung menurun, perlupeningkatan produksi melalui penebaran. Ikan Patin di Waduk Gajah Mungkur telah berhasilberkembang biak dengan baik, namun komponen IPTEK belum diadopsi ke waduk yang lain,maka perlu penerapan IPTEK ke waduk Lain seperti Waduk Kedung Ombo. Tujuan penelitian iniadalah untuk meningkatkan produksi ikan di waduk Kedung Ombo melalui penebaran ikanPatin (Pangasianodon hypopthalmus). Metoda penelitian melalui survey dan percobaanpenebaran ikan. Penelitian telah melalui satu tahap, tahap satu (tahun 2012) yaitu: a).Koordinasi dengan PEMDA, PT Aquafarm dan masyarakat setempat tentang penentuankawasan suaka (perlindungan ikan) dan menjadi tempat penebaran ikan, yaitu di sekitar KJA PTAquafarm, b). Identifikasi habitat, c). Mendapatkan sumber benih dan induk ikan patin untuk ditebar. Tahap kedua (tahun 2013), yaitu: a). Melakukan penebaran ikan Patin, b) Mendapatkandata daerah sebaran, pertumbuhan ikan, dan data biologi ikan patin yang ditebar. Penebaranikan di sekitar KJA PT Aquafarm, dilakukan empat kali pada bulan Maret, Mei, Agusuts, danOktober 2014. Hasil Penelitian adalah: Sudah ditebar ikan patin sebanyak 7470 ekor dan yangdiberi tanda sebanyak 875 ekor dengan kisaran berat 100 – 7000 gram/ekor. Ikan yang ditebarmenyebar keseluruh perairan waduk, hingga mencapai inlet Samudro, Serang. Lajupertumbuhan Lt = 126 ( 1- e -0,61( t +0,062 ) ) dengan nilai L∞ = 126 cm. Pertumbuhan ikan patinmencapai 16,6 gram per hari. Inlet Serang dan inlet Samodera merupakan tempat pemijahanikan patin. Daerah sekitar KJA PT. Aquafarm yang saat ini disepakati bersama untuk dilindungisebagai daerah larangan menangkap ikan, dapat berfungsi sebagai tempat cadangan caloninduk ikan di Waduk Kedung Ombo. Sebelum tahun 2012, nelayan setempat belum pernah adayang mendapatkan ikan Patin, sekarang sudah mulai mendapatkan ikan Patin terutama denganalat beranjang Di sekitar inlet Serang dan inlet Samodera hampir tiap hari ikan Patintertangkap ada yang berukuran kecil (0,2 – 0,5 kg/ekor) dan yang berukuran besar (2- 6kg/ekor).
Kata kunci : Peningkatan produksi , penebaran ikan, pertumbuhan, waduk.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas terselesaikannya Laporan Teknis Penelitian Tahun
Anggaran 2013 yang berjudul ” Percobaan Penebaran Ikan Patin Untuk Perikanan Berbasis
Budidaya Di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah “ Tujuan akhir penelitian adalah untuk
meningkatkan produksi ikan di waduk Kedung Ombo melalui penebaran ikan Patin
(Pangasianodon hypopthalmus). Tujuan penelitian pada tahun 2014 yaitu: a). berkoordinasi
antara PEMDA dan masyarakat pengguna setempat untuk terus mempertahankan kesepakatan
tentang daerah perlindungan ikan di Waduk Kedung Ombo, b). melakukan penebaran ikan
Patin, c).mendapatkan data sebaran ikan patin, mendapatkan data pertumbuhan,
mendapatkan data pemijahan, d). mendapatkan data produksi hasil tangkapan ikan patin.
Dengan berakhirnya kegiatan penelitian tahun anggaran 2014, Kami mengucapkan terima
kasih Kepada Bapak Kepala Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum atas fasilitas dan
kelancaran yang telah diberikan selama ini. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini
masih banyak kekurangannya, oleh sebab itu masukan dan saran sangat diperlukan guna
penyempurnaan laporan ini.
Palembang, Desember 2014
Tim Penulis
D A F T A R I S I
Isi Halaman
LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................................... i
ABSTRAK ........................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ iv
DAFTAR ISI ........................................................................................................ v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN 11.1. Latar Belakang.................................................................................. 11.2.1.3.
Justifikasi .........................................................................................Tujuan dan Sasaran .........................................................................
23
1.4. Keluaran .......................................................................................... 41.5. Manfaat dan Dampak ...................................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA2.1. Karateristik Waduk ......................................................................2.2. Ekologi Perairan Waduk ..............................................................2.3. Pencemaran di Waduk ................................................................2.4. Kualitas air waduk kedung ombo ................................................
2.5. Penebaran ikan .............................................................................
BAB III. BAHAN DAN METODE
667111518
233.1. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 233.2. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Tahun 2013................................. 233.3. Faktor Resiko dan Keberhasilan ......................................................
3.3.1. Faktor Keberhasian ................................................................3.3.2. Faktor resiko yang dapat menghambat pencapaian sasaran
252626
3.4. Pengumpulan Data dan Analisis
3.4.1. Sampling Biologi Ikan Uji
3.4.2. Pengamatan Sebaran dan Ruaya
3.4.3. Analisis data pertumbuhan.
3.4.4. Analisis biologi ikan Patin
3.4.5. Kualitas air
26
26
28
38
29
30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Biologi Reproduksi4.2. Ruaya dan Sebaran4.3. Pertumbuhan4.4. Pola makanan4.5. Penangkapan4.6. Kualitas air
34343739434749
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 59
DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN
1. Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kepenuhan Lambung
2. Tingkat Kematangan, Indeks Kematangan Gonad dan Fekunditas Ikan
Patin Di Waduk Kedung Ombo
3. Ikan patin bertanda yang tertangkap Kembali (Recapture)
4. Hasil tangkapan ikan patin di waduk Kedung Ombo
5. Kualitas air di Waduk Kedung Ombo
62
62
64
68
70
92
DAFTAR TABEL
Tabel Uraian Halaman
3.1 Tingkat Kematangan Gonade .............................................................. 27
3.2 Aspek biologi ikan ............................................................................... 29
3.3 Parameter dan metode analisis kualitas perairan .................................... 30
4.1.1 Data biologi ikan patin recapture pada trip I.................................. 35
4.1.2 Data biologi ikan patin recapture pada trip II (Mei, 2014) ................. 36
4.1.3 Data Reproduksi ikan patin (IKG dan Fekunditas) dari recapture ..... 36
4.3.1 Data Pertumbuhan Ikan Patin ...................................................... 41
4.4.1 Indek Kepenuhan Lambung ............................................................... 43
4.4.2 Kebiasaan makanan .................................................................... 45
4.5.1 Hasil Tangkapan Ikan Patin .......................................................... 47
4.7.1 Kriteria air bersih ................................................................................ 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian Halaman
2.1 Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu 8
2.2 Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk 9
3.1 Tahapan Penebaran Ikan Patin 32
3.2 Peta Lokasi Penelitian di Waduk Kedung Ombo 33
4.2.1 Ruaya ikan Patin 38
4.3.1 Pertumbuhan Panjang Ikan Patin Waduk Kedung Ombo 39
4.3.2 Pertumbuhan berat Ikan Patin 40
4.4.1 Indek kepenuhan lambung 44
4.4.2 Kebiasaan makanan 45
4.5.1 Frekuensi ukuran ikan yang sering tertangkap 48
4.7.1 Suhu perairan waduk Kedung Ombo 49
4.7.2 Kecerahan perairan waduk Kedung Ombo 50
4.7.3 Total suspended solid perairan waduk Kedung Ombo 51
4.7.4 Total alkalinitas perairan waduk Kedung Ombo 52
4.7.5 pH perairan waduk Kedung Ombo 53
4.7.6 Oksigen terlarut perairan tiap stasiun pengamatan. 53
4.7.7 Oksigen terlarut perairan berdasarkan kedalaman 55
4.7.8 Total nitrogen perairan waduk Kedung Ombo 56
DAFTAR LAMPIRAN
No Lampiran Halaman
1 Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kepenuhan Lambung 26
2 Tingkat Kematangan, Indeks Kematangan Gonad dan FekunditasIkan Patin Di Waduk Kedung Ombo
64
3 Ikan patin bertanda yang tertangkap Kembali (Recapture) 66
4 Hasil tangkapan ikan patin di waduk Kedung Ombo 70
5 Kualitas air waduk Kedung Ombo 72
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Waduk merupakan tipe perairan umum yang dibuat untuk keperluan irigasi,
PLTA, PAM, Perikanan, Pariwisata. Dalam masa mendatang perairan waduk akan
terus berkembang seiring dengan perkembangan pertanian untuk kebutuhan
pangan. Waduk Kedungombo (4.800 ha) merupakan waduk serbaguna yang dapat
dimanfaatkan sebagai irigasi persawahan, pembangkit tenaga listrik, sumber air
minum, pariwisata, perikanan budidaya dan perikanan tangkap. Waduk Kedung
ombo secara resmi mulai dioperasikan tahun 1991. Daerah genangan air meliputi ke
tiga wilayah administrasi Kabupaten yaitu Kab. Grobogan, Boyolali dan Sragen.
Waduk Kedung Ombo terletak di pegunungan Kendeng sebelah selatan Grobogan,
daerah huluannya yaitu di lereng gunung Merbabu. Sumber mata air yang penting
Waduk Kedung Ombo (WKO) yaitu sungai Jerabung, Tuntang, Serang, Lusi dan
Juwana (JRATUNSELUNA). Setelah Kedung Ombo digenangi air menjadi waduk maka
banyak masyarakat yang perprofesi sebagai nelayan dan petani karamba jaring
apung. Seperti di Dukuh Bulu (Boyolali) ada 120 petak KJA dan Dukuh Ngasinan
(Sragen) ada 518 petak KJA. Jumlah nelayan di Kab. Boyolali ada 664 KK, Sragen ada
860 KK dan Grobogan ada 108 KK ( Dinas Peternakan dan Perikanan Sragen, 2006;
Depertemen Pekerjaan Umum Ditjen Sumberdaya Air, 2006).
Telah banyak riset yang dilakukan di waduk tersebut, seperti limnologi, stok
ikan, daya dukung, dan biologi beberapa jenis ikan ekonomis penting (Daryati et al.,
20010; Adjie et al., 2011). Berdasarkan hasil penelitian terdahulu terlihat bahwa
produksi perikanan tangkap Waduk Kedung Ombo cenderung menurun, perlu
2
peningkatan produksi melalui penebaran. Ikan Patin di Waduk Gajah Mungkur telah
berhasil berkembang biak dengan baik, namun komponen IPTEK belum diadopsi ke
waduk yang lain, maka perlu penerapan IPTEK ke waduk Lain (WKO). Tujuan dari
kegiatan penelitian tahun 2012 - 2014 adalah meningkatan produksi ikan di waduk
Kedung Ombo melalui kegiatan penebaran ikan Patin di Waduk Kedung Ombo.
Kegiatan penelitian meliputi koordinasi dengan Pemda setempat, identifikasi daerah
spawning ground, nursery ground. Penetapan daerah larangan untuk daerah yang
ditebar, monitoring ruaya, sebaran ikan, perkembangan biologi reproduksi,
pertumbuhan ikan patin yang ditebar, monitoring produksi hasil tangkapan ikan
patin
1.2. Justifikasi
Perikanan berbasis budidaya (Culture Base Fishery, CBF) adalah upaya
peningkatan produksi perikanan tangkap dengan cara penebaran ikan dari hasil
budidaya ikan. Benih yang ditebar sangat tergantung dari luar atau panti benih ikan.
Dengan kata lain CBF adalah teknologi pemacuan stok ikan untuk menambah
rekruitmen (perkembang biakan) secara alami, agar produksinya meningkat. CBF,
bisa juga berupa ikan introduksi (stoking) dan bisa juga ikan asli (restocking), bisa
dilakukan di perairan alami dan juga perairan buatan (Dinas Kelautan dan Perikanan
Propinsi Sulawesi Tengah 2010). Penebaran ikan patin di kedung ombo merupakan
kegiatan penebaran ikan yang sumberbenihnya berasal dari panti benih. Patin Siam
yang ditebar di waduk berasal dari hasil budidaya dari Panti Benih. Pengelolaan Patin
tebaran mempunyai pengertian bahwa ikan yang ditebar di waduk harus dikelola
sedemikian rupa sehingga dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik.
3
Pengelolaan ikan Patin tebaran di waduk meliputi pengelolaan cara penebaran,
habitat, penangkapan dan kelembagaan.
Ikan Patin (Pangasianodon hypophtalmus) merupakan salah satu jenis ikan
yang potensial untuk ditebar ke perairan terutama di Waduk. Karena, ikan Patin
(Pangasianodon hypophthalmus) mudah hidup pada umumnya perairan tawar,
fekunditasnya tinggi, merupakan ikan omnivora, tidak mengancam keanekaragaman
ikan pada perairan yang akan ditebar (Dharyati, et al, 2010). Secara ekologis, Ikan
Patin memenuhi syarat untuk ditebar ikan Patin karena banyak plankton untuk
makanan benih, banyak inlet intuk daerah pemijahan, banyak teluk untuk daerah
naungan, banyak KJA untuk tempat mencari pakan dan perlindungan.
1.3. Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Tujuan akhir : Meningkatkan produksi ikan di waduk Kedung Ombo melalui
penebaran ikan Patin (Pangasianodon hypopthalmus).
Tahun 2012 :
- Mendapatkan kesepakatan tentang program kegiatan yang akan dilakukan di
WKO tentang daerah perlindungan ikan yang ditebar, antara PEMDA dan
masyarakat pengguna setempat
- Menentukan daerah pemijahan, naungan, dan asuhan ikan
- Mendapatkan sumber benih dan induk untuk di tebar
Tahun 2013 :
- Melakukan penebaran ikan Patin
- Mendapatkan data daerah sebaran ikan Patin yang ditebar
- Mendapatkan data pertumbuhan ikan
- Mendapatkan data biologi ikan patin yang ditebar
Tahun 2014 :
- Mendapatkan data sebaran ikan patin
4
- Mendapatkan data petumbuhan
- Mendapatkan perkembangan biologi reproduksi
- Mendapatkan data produksi hasil tangkapan ikan patin
Sasaran
Rekomendasi pengelolaan tebaran ikan patin agar dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan di waduk kedung Ombo.
Tahun pertama (2012):
- Kerjasama dan koordinasi dengan Pemda dan Masyarakat setempat tentang
penelitian penebaran ikan patin
- Tersedianya data dan informasi tentang daerah pemijahan, perlindungan,
dan asuhan
Tahun ke dua (2013):
- Tersedianya data dan informasi tentang sebaran dan pertumbuhan ikan
patin
yang ditebar.
- Tersedianya data informasi tentang biologi ikan yang ditebar
Tahun ke tiga (2014) :
- Tersedianya data dan informasi tentang perkembangan,
pemijahan, pertumbuhan, biologi reproduksi,dan produksi hasil
tangkapan ikan patin oleh nelayan.
- Rekomendasi pengelolaan sumberdaya ikan patin di Waduk Kedung Ombo.
1.4. Keluaran
Keluaran yang diharapkan dari riset ini adalah:
Tahun 2012 :
Teridentifikasi habitat yang sesuai untuk pemijahan ikan Patin
Teridentifikasi habitat yang sesuai untuk perlindungan induk ikan Patin.
Teridentifikasi habitat yang sesuai untuk penebaran induk maupun benih ikan
Patin
Diketahui sumber benih/Induk untuk di tebar
5
Kesepakatan dengan Dinas Perikanan dan Masyarakat setempat untuk
berkerjasama membantu kegiatan penelitian, dari hasil sosialisasi kegiatan
penelitian untuk menentukan daerah suaka perikanan.
Tahun 2013 :
Data dan informasi tentang perkembangan biologi reproduksi ikan Patin
Data dan informasi tentang pertumbuhan ikan Patin
Data dan informasi tentang sebaran ikan Patin yang ditebar.
Tahun 2014 :
Data dan informasi tentang perkembangan biologi reproduksi ikan Patin
Data dan informasi tentang pertumbuhan ikan Patin
Data dan informasi tentang sebaran ikan Patin yang ditebar
Data dan informasi tentang perkembangan hasil tangkapan ikan Patin.
1.5. Manfaat dan Dampak
Manfaat
Peningkatan produksi hasil tangkapan dan pendapatan nelayan melalui
penebaran ikan di Wauk Kedung Ombo.
Dampak
Hasil penelitian diharapkan dapat dipakai masukan dalam pengelolaan
sumberdaya ikan Patin di Waduk Kedung Ombo sehingga dapat lestari dan
berkelanjutan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Karakteristik Perairan Waduk.
Waduk merupakan badan air yang terbentuk karena pembendungan aliran air sungai
oleh manusia, yang mempunyai karakteristik fisik, kimia dan biologinya berbeda dengan
sungai. Dengan terbentuknya sungai menjadi waduk maka kualitas air waduk lebih stabil
dan produksi perikanannya lebih tinggi. Pembuatan waduk biasanya digunakan untuk
keperluan pembangkit tenaga listrik, irigasi pertanian, pariwisata dan perikanan.
Terbentuknya waduk yaitu karena pembedungan sungai, beberapa wilayah akan
ditengelamkan. Sehingga dasar waduk banyak materi materi yang terendam seperti kebun,
rumah, danlain sebgainya. Disamping itu waduk bentuknya tidak beraturan, banyak teluk,
dan lain sebgainya. Waduk merupakan perairan yang relatip tergenang, aliran air tidak
deras, ada daerah inlet (air masuk), ada daerah outlet (air keluar), ada daerah yang dalam
dan ada daerah yang dangkal. Walupun aliran air tidak deras namun sering terjadi
gelombang yang disebabkan oleh angin yang kencang. Pengaturan air menggunakan pintu
air di oulet, bila diperlukan untuk pengairan pertanian maka pintu air di buka, dan bila untuk
menyimpan air maka pintu air ditutup. Sehingga waduk mempunyai fluktuasi air yang besar,
kandungan lumpur biasanya banyak terdapat di dekat pintu air (Direktorat Pengelolaan
Bengawan Solo, 2003)
Berdasarkan terbentuknya waduk maka waduk ada tiga macam yaitu waduk
Lapangan, waduk irigasi dan waduk serba guna. Waduk lapangan terbentuk karena
pembendungan sungai episodic (berisi air hanya saat hujan), luasan kurang dari 10 ha,
kedalaman maksimal 5 m, masa berisi air krang dari 9 bulan, funsi irigasi lokal. Waduk
irigasi terbentuk karena pembendungan sungai intermiten (berisi air saat musim
7
penghujan), luasan 10–500 ha, kedalaman maksimal 25 m, masa simpan air 9- 12 bulan,
fungsi irigasi. Waduk serba guna terbentuk karena pembendungan sungai permanen,
luasan lebih besar 500 ha, kedalam maksimal 100 m, masa berisi air 12 bulan; mempunyai
funsgi sebagai irigasi, pembangkit tenaga listrik, sumber air minum, pengendali banjir
(Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006). Waduk mempunyai ciri fisik
sebagai berikut; banyak teluk, daerah tangkap hujan luas, garis pantai panjang, pengeluaran
air dari bawah, fluktuasi air besar (5-25 m), masa simpan air sebentar karena sering
diperlukan untuk irigasi, daerah litoral luas, tidak terjal seperti danau (Departemen
Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006.).
Bendungan waduk Kedung Ombo terletak di Sungai Serang Kabupaten Grobokan
Jawa Tengah. Bendungan ini merupakan bagian dari sub system pengembangan wilayah
sungai Serang-Lusi-Juana dalam proyek pengermbangan wilayah sungai Jratun-Seluna. DAS
Seluna di hulu bendungan Kedung Ombo mencakup daerah seluas 614 Km2, yang
merupakan daerah perbukitan. Sungai Serang berawal dari lereng Gunung Merbabu yang
mengalir kea rah timur laut (Anonimous, 1989).
2.2. Ekologi Perairan Waduk.
Tepian pantai (litoral) waduk yang cukup luas merupakan habitat biota air termasuk
ikan dan banyak sumber makanan dari daratan. Perairan yang dalam memungkinkan adanya
stratifikasi perairan berdasarkan suhu dan cahaya. Daerah tangkap hujan luas
menyebabkan banyak nutrien yang masuk terbawa air masuk waduk. Garis pantai yang
panjang juga menyebabkan banyak nutrien yang masuk dari daratan. Banyak teluk
merupakan daerah yang tenang, terlindung dan stabil .
Waduk merupakan perairan yang tergenang dan relatip dalam maka berdasarkan
suhu air di permukaan panas dan makin dalam secara bertahap suhu makin dingin.
8
Namun pada kedalaman tertentu akan terjadi penurunan suhu yang menyolok.
Berdasarkan lapisan suhu secara vertikal maka ada lapisan Epilimnion, termoklin dan
hypolimnion (lihat Gambar 1). Lapisan Epilimnion yaitu lapisan yang berada permukaan,
suhu panas. Lapisan termoklin yaitu lapisan dibawah epilimnion terjadi penurunan suhu
yang tajam. Lapisan hypolimnion yaitu lapsan dibawah termoklin yang suhunya lebih dingin
(Mitsch and Jorgensen 2004).
Gambar 2.1. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Suhu
Sumber : Odum, 1996
Perairan waduk yang dalam berdasarkan cahaya matahari yang masuk maka lapisan
Fotik dan Afotik (lihat Gambar 2). Lapisan fotik berada di permukaan, banyak cahaya
matahari yang masuk, tumbuhan maupun phyto-plankton dapat melakukan proses
fotosintesa, kondungan oksigen relatip tinggi. Sedangkan lapisan afotik merupakan lapisan
yang berdada di dasar perairan, tidak ada sinar matahari yang masuk, tidak ada aktivitas
fotosintesa. Lapisan afotik banyak terdapat gas CO2, H2S, NH3, NH4 sebagai hasil proses
dekomposisi bahan organik yang mengendap di dasar perairan. Batas diantara lapisan fotik
9
dan afotik disebut titik kompensasi, yaitu oksigen hasil fotosintesa impas untuk kebutuhan
respirasi organisme yang ada di lapisan tersebut.
Gambar 2.2. Lapisan Perairan Danau/Waduk Berdasarkan Cahaya yang Masuk.
Pada saat musim penghujan apabila beberapa hari terjadi hujan terus menerus maka
suhu permukaan menjadi dingin, berat jenis air menjadi besar, maka akan terjadi
perputaran air secara vertikal, lapisan atas turun ke bawah dan lapisan bawah naik ke atas.
Peristiwa ini disebut ”UP-WELLING” (Odum, 1996). Teraduknya air menyebabkan nutrient
bisa merata, sehingga perairan menjadi subur. Namun sering juga terjadi gas beracun sperti
CO2, NH3, NH4, H2S di dasar perairan juga ikut teraduk ke atas sehingga akan menyebabkan
kematian ikan, terutama ikan yang dipelihara di Keramba Jaring Apung. Kejadian ini telah
menimpa beberapa kali di Waduk Jatiluhur dan Cirata, peristiwa tersebut oleh masyarakat
setempat dinamakan ”UMBALAN”.
Selanjutnya dikatakan oleh Krismono, 2003 bahwa terjadinya Upwelling di waduk
mempunyai indikasi sebagai berikut transpiransi air mengecil, kelimpahan Microcytis sp,
10
menurunnya kadar oksigen, menurunnya kedalaman air di inlet. Penurunan kadar oksigen
dan teraduknya gas beracun dari dasar perairan akan menyebabkan kematian masal bagi
ikan.
Menurut Effendi, 2000, menyatakan bahwa perairan oligotrophic mempunyai kadar
Fospor total kurang dari 10 (µg/ l), Nitrogen total kurang dari 200 (µg/ l),Klorofil-a
kurang dari 4 (µg/ l). Perairan Mesotrophic mempunyai kadar Fospor total 10-20 (µg/l),
Nitrogen total 200-500 (µg/ l ), Klorofil a 4-10 (µg/l ). Sedangkan perairan eutrophic
mempunyai kadar Fospor total lebih besar 20 ( µg/ l ), Nitrogen total lebih besar 500 (µg/l),
Klorofil-a lebih besar 10 ( µg/ l ).
Perairan Danau yang dalam biasanya Oligotrophic (miskin unsur hara), sedangkan
Waduk pada umumnya mesotrophic (unsur hara sedang) (Odum 1996; Mitsch and
Jorgensen 1934). Perairan Oligotrophic mempunyai lapisan hypholimnion yang besar
dibanding epilimnion, densitas plankton kecil, perairan jernih, tumbuhan litoral kurang.
Sedangkan perairan Eutrophic sperti rawa kaya nutrien, densitas plankton tinggi,
kecerahan kurang, banyak tumbuhan litoral. Kandungan nutrien di waduk tinggi disebabkan
karena sungai dan anak sungai yang masuk ke waduk banyak, daerah tangkap hujan luas,
sering mendapatkan masukan nutrient dari pemelihara ikan di Waduk. Perairan waduk
dapat mengalami eutrofikasi (pengayaan unsur hara) bila ada masukan kadar fosfor dan
nitrogen. Eutrofikasi dapat menyebabkan blooming algae, tumbuhan air berkembang
pesat. Keadaan tersebut akan mengganggu fungsi waduk sebagai sumber air minum dan
wisata.
Perairan waduk Kedung Ombo mempunyai kedalaman berkisar dari 5,8-36 meter.
Lapisan Fotik merupakan lapisan dimana cahaya matahari masih tembus sehingga proses
fotosintesis masih terjadi. Karena itu pada lapisan ini masih banyak oksigen terlarut yang
11
dapat dimanfaatkan oleh biota yang terdapat di dalamnya. Lapisan afotik merupakan
lapisan dengan kadar oksigen rendah yang masih tembus cahaya matahari tetapi dalam
jumlah sedikit hingga tidak ada. Oleh karena itu pada lapisan ini proses fotosintesis tidak
terjadi dan banyak terdapat bahan-bahan beracun didasar perairannya. Pada waduk Kedung
Ombo di bulan Mei pada stasiun KJA Aquafarm bila di lihat dari kecerahan 122 cm, lapisan
fotik 10,47 m, kedalaman air pada stasiun tersebut 32,92 m dan lapisan fotik 22,45 m, hal
ini biasa terjadi pada waduk yang dalam dimana airnya jernih dan sinar matahari dapat
menembus kedalam air lebih jauh lagi. Sebaliknya Di Waduk Kedung Ombo pada stasiun
Inlet Serang kecerahan 75 cm kedalaman air 5,8 m dan fotik 6,45 m dengan afotiknya adalah
0 (nol) artinya sinar matahari dapat tembus kedasar air dikarenakan pada stasiun ini
kedalaman air yang dangkal (Dharyati et al, 2009).
2.3. Pencemaran di Waduk
Menurut Ekho dalam Febrian et al 2004: tingkat pencemaran air waduk Cirata sudah
berada atas tingkat baku mutu air. Dari hasil kajian, ternyata penyebabnya selain polutan
yang dibawa dari Sungai Citarum juga berasal dari pakan ikan yang mengandung zat kimia
yang mengendap di dasar waduk menyebabkan peralatan waduk mengalami korosi. Di
Waduk Cirata, menurut Eman, saat ini ada sekitar 39.000 petak jaring apung. Padahal,
berdasarkan Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 41 Tahun 2002 jumlah jaring apung
dibatasi hanya 12.000 petak saja dan harus seizin instansi terkait. Bahkan di Waduk Saguling
jaring apung penduduk, jumlahnya tidak banyak karena mutu air Saguling sudah tidak
memungkinkan ikan jenis tertentu, kandungan belerang yang berasal dari aktivitas Gunung
Patuha dan Tangkuban Perahu yang dialirkan oleh Sungai Citarum, mengendap di dasar
waduk, bahkan ketika memasuki areal Saguling bau belerang sangat kuat tercium.
12
Selanjutnya Surachman dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa kematian
sekitar 300 ton ikan mas di Waduk Cirata pada pertengahan bulan Juli 2004 bukan
hanya disebabkan oleh koi herpes virus saja. Namun akibat dari naiknya limbah yang
mengendap di dasar Waduk waktu hujan pertama yang deras turun setelah kemarau yang
panjang. Nelayan jaring apung Waduk Cirata di Desa Margalaksana mengakui tingkat
pencemaran air di waduk menyebabkan ikan mati, pakan ikan yang biasa ia berikan
merupakan penyebab polusi. Pakan ikan per harinya sebanyak 2 kuintal untuk empat petak
jaring apung.
Menurut Febrian, et al 2004 menyatakan bahwa sepuluh tahun lalu air di waduk Jati
Luhur masih berwarna biru bening. Sekarang, yang ada adalah warna kuning keruh.
Keruhnya waduk terjadi sejak bermunculannya keramba jaring-jaring terapung milik para
petambak. Saat ini di waduk seluas 83 kilometer persegi itu tersebar 3.083 unit keramba
milik 209 petambak. Dari ribuan keramba itu setiap tahun dikeruk 16.869 ton ikan. Dan
setiap hari, pemilik tambak menebar sekitar 10 ton pakan ikan. Dengan tebaran sebanyak
itu, bagaimana mungkin air waduk bisa bening? Tak hanya membuat air jadi keruh, berton-
ton pakan ikan juga menyebabkan air waduk berbau amis. Padahal, danau buatan ini adalah
sumber pengairan bagi sekitar 240 ribu hektare areal persawahan di wilayah Jakarta,
Kabupaten/Kota Bekasi, Karawang, Subang, dan sebagian Indramayu. "Sebelum ada
keramba, air waduk tak seperti sekarang ini.
Menurut Tahlan (Corporate Secretary PT Indonesia Power) 2004 yang menangani
Waduk Saguling dalam Febrian et al 2004 mengatakan timbunan limbah pakan ikan itu
hanyalah bagian kecil dari penyebab tercemarnya air waduk.,yang paling parah adalah
limbah buangan rumah tangga dan industri yang mengotori daerah aliran Sungai Citarum.
Sungai ini sekaligus pula menjadi tempat pembuangan limbah dari sekitar 1.500 industri di
13
Cekungan Bandung, seperti Majalaya, Banjaran, Rancaekek, Dayeuhkolot, Ujung Berung,
Cimahi, dan Padalarang. Sungai Citarum harus menampung 280 ton limbah kimia anorganik
setiap hari.
Menurut Lilik dalam Febrian et al 2004 menyatakan hasil penelitian yang dilakukan
PT Indonesia Power bersama Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan (PPSDAL)
Universitas Padjadjaran, Bandung, pada tahun 2004 kualitas air Waduk Saguling sudah di
atas ambang batas normal. Kandungan merkuri (Hg), misalnya, meroket hingga
menembus angka 0,236. Padahal,menurut standar baku mutu angka aman adalah 0,002.
Logam merkuri itu, berasal dari pakan ikan dan industri plastik. Sedangkan logam berat
lainnya berasal dari pabrik tekstil untuk proses pewarnaan kain Sekarang air Waduk
Saguling tidak layak lagi dimanfaatkan untuk konsumsi, pertanian dan perikanan.
Kepala Badan Pengelola Waduk Cirata, Surachman dalam Febrian et al 2004
menyatakan sampel ikan mas dan nila yang diambil dari jaring apung petambak di waduk
seluas 6.200 hektare itu, ditemukan empat kandungan logam berat. "Keempatnya adalah
timbel (Pb) 0,6 part per million (ppm), zinc/seng (Zn) 22,45 ppm, krom (Cr) 0,1 ppm, dan air
raksa atau merkuri (Hg) 179,13 partikel per berat badan (ppb), pada pertengahan Juli 2004
kematian ikan di Waduk Cirata, yang mencapai 300 ton, adalah akibat koi herpes virus dan
pekatnya limbah. Air Waduk Saguling dan Cirata kini tak lagi layak konsumsi karena baku
mutu air normal untuk minum sudah terlewati.
Menurut Kartamihardja 1997 menyatakan bahwa Waduk Saguling, Cirata, dan
Jatiluhur terdapat ribuan unit jaring terapung yang membudidayakan ikan air tawar seperti
ikan mas dan ikan nila. Jaring terapung di Waduk Cirata dinilai sudah melampaui kapasitas
tampung waduk. Dewasa ini, jumlah jaring terapung di perairan itu sekitar 30.000 unit
padahal daya dukungnya hanya untuk 3.000 unit. Kandungan H2S (asam sulfida) air
14
buangan Waduk Jatiluhur cukup tinggi. Asam sulfida merupakan uraian sisa protein, sisa
pakan yang tidak termakan dan terbuang. Pengaruh lainnya bisa dilihat dari beberapa jenis
ikan lokal, sekarang jenis-jenis ikan seperti jambal, beliga, baung, dan sebagainya.
Surachman 2002 dalam Febrian et al 2004 menyatakan bahwa keberadaan Waduk
Cirata sebagai sumber listrik tenaga air berkekuatan 1.000 megawatt (MW) kini dalam
kondisi yang memprihatinkan karena sedikitnya 30.000 petak jaring apung milik masyarakat
membentang di waduk ini yang berakibat pengendapan limbah secara luar biasa,
pengendapan limbah pakan ikan telah cukup mengganggu turbin pembangkit listrik di
waduk itu, beberapa jenis pakan ikan dari senyawa kimia telah memberi kontribusi
terjadinya korosi pada peralatan turbin, sedangkan kerusakan lainnya disebabkan oleh
endapan sisa pakan yang mencapai ribuan ton di dasar waduk. Kotoran sisa pakan ikan
akan mengapung menuju turbin apabila terjadi arus balik di sekitar
waduk. Arus balik itu terjadi apabila terjadi hujan. Selain pakan ikan, limbah yang masuk ke
Waduk Cirata melalui aliran Sungai Citarum cukup banyak, terutama dari buangan industri
tekstil di sekitar Kabupaten Bandung. Limbah pakan dan tekstil itu telah menurunkan
kualitas air waduk.
Krismono, 1992 menyatakan bahwa keramba jaring apung dengan ukuran 7 x7 x3
m3 pakan yang keluar ke perairan 20 – 30 %, sedangkan ukuran 1 x1 x 1 m3 pakan yang
keluar 30–5- %. Waduk Jatiluhur, Saguling, Cirata masing masing mengeluarkan pakan
yang lepas ke perairan 5,9 ton/tahun, 8,7 ton/tahun, 4,7 ton /tahun, dalam pakan tersebut
mengandung 4,86 % N dan 0,26 P. Selanjutnya dikatakan oleh Ryding and Rast 1989 dalam
Krismoni et al 2008 bahwa tiap satu ton ikan akan melepaskan nutrient ke perairan 85 – 90
kg P dan 12- 13 kg N. Sehingga waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur disamping
mendapatkan beban dari pakan yang lolos dari sangkar juga beban nutrien yang dikeluarkan
15
oleh ikan. Beban nutrien dari ikan dalam sangkar pada masing masing Waduk Cirata,
Saguling dan Jati Luhur yaitu N= 1428,8 ton/tahun dan P = 10120,95 ton/tahun, N = 261,8
ton/tahun dan P= 1854,36 ton/tahun; N = 1268,8 ton/tahun dan P = 179,13 ton/tahun.
Jumlah KJA di perairan waduk Kedung Ombo adalah 1506 petak. Ukuran Keramba
Jaring Apung berkisar antara 6 m x 6 m dan 7m x 7m, bahan terbuat dari waring dengan
kerangka pipa besi. Berdasar hasil surve menunjukan bahwa tiap petak selama
pemeliharaan ikan dalam satu tahun memerlukan pakan sebanyak 7.8 ton dan hasil panen
sebanyak 3, 9 ton ikan. Jumlah pakan ikan yang diberikan untuk memenuhi 1054 petak
yaitu 1054 x 7,8 ton pakan = 11.738 ton/tahun , hasil panen ikan seluruh waduk yaitu
1054 x 3.9 ton ikan = 5.845 ton ikan/tahun. Perbandingan jumlah pakan dan ikan
(konversi pakan) adalah 1: 2,07 Pakan ikan di waduk tersebut tidak semuanya termakan
oleh ikan sebagian ada yang lolos di perairan. Dengan asumsi konversi pakan ikan Nila
adalah 1 : 1,5 maka pakan yang lolos dari seluruh petak KJA adalah= (2,07 - 1,5)/2,07 x
11.738 = 3232 ton pakan/tahun. Sisa pakan tersebut akan mengendap di dasar perairan da
lama kelamaan akan menyebabkan pendangkalan di bawah KJA,
Berdasdarkan analisa proksimat pakan ikan diperoleh kandungan total P dalam
pakan adalah 3 % dan total N ada 2 %. Maka total P yang lolos di perairan adalah 3 % x
3.232 ton = 96,96 ton/tahun dan total N yang lolos ke perairan adalah 2 % x 3.232 = 64,64
ton/tahun. Unsur P dan N tersebut lama kelamaan akan terakumulasi di perairan dan akan
menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi ) yang selanjutnya akan menyebabkan
blooming algae. Pencemaran dari budidaya ikan tidak hanya berasal dari pakan yang lolos
tetapi dari kotoran ikan yang ada diperairan. Berdasarkan analisa di laboretorium
kandungan total P di perairan rata rata 10 mg/m3 dan kandungan total P di makanan
adalah 3 %, daya dukung pengembangan Budidaya ikan di Waduk Kedung Ombo ada 4002
16
Ton/tahun. Daya dukung untuk pengembangan KJA di waduk Kedung Ombo sebesar 4002
ton/tahun tersebut tidak tinggi mengingat luasan waduk cukup luas yaitu 4.800 ha saat air
tinggi, Bila rata rata tiap petak berisi 3, 9 ikan /tahun , maka daya dukung jumlah KJA
yaitu 4002: 3, 9 = 1.026 petak KJA. Sedangkan kenyataan dilapangan jumlah hasil panen
ikan budidaya KJA di waduk Kedung Ombo mencapai 5.845 ton /tahun terdiri dari 1.506
petak. Hal tersebut menunjukan bahwa usaha budidaya ikan dalam KJA di Kedung Ombo
sudah melebihi daya dukung perairan, tidak mungkin lagi dapat ditambah lagi bahkan harus
dikurangi. KJA Dengan asumsi ukuran KJA 6 x 6 m, maka luas permukaan waduk Kedung
ombo yang tertutup keramba jaring apaung adalah 6 x 6 x 1.506= 54.216 m2 (atau 5,4 ha)
(Dharyati, et al 2009).
Kualitas air Waduk Kedung Ombo.
Nilai kecerahan perairan waduk Kedung Ombo di semua stasiun pengamatan
berkisar antara 55 – 118 cm dengan nilai rata rata 91 cm, kecerahan terendah terdapat di
stasiun KJA aquafarm. Menurut Novotny dan Olem, (1994) dalam Effendi, (2000) tingkat
kecerahan perairan kurang dari 200 cm termasuk dalam tingkat kesuburan eutrofik. Tingkat
kecerahan waduk Kedung Ombo tergolong rendah, dengan demikian perairan ini termasuk
dalam kriteria tingkat kesuburan eutrofik. Kecerahan air tergantung kepada warna,
kekeruhan (turbidity), keadaan cuaca, waktu pengukuran, dan padatan tersuspensi (TSS)
dan terlarut (TDS). Kecerahan yang rendah mengindikasikan laju sedimentasinya tinggi,
disamping itu warna air waduk Kedung Ombo yang kehijauan hingga hijau mengindikasikan
perairan kaya plankton terutama fitoplankton.
Oksigen terlarut di waduk Kedung Ombo berkisar antara 0,0 – 9,72 mg/l. Ada indikasi
semakin menuju ke dasar perairan konsentrasi oksigen semakin menurun. Pada kedalaman
setelah 3 meter pada umumnya konsentrasi oksigen sudah mulai menurun dan pada dasar
17
perairan konsentrasi oksigen sangat rendah bisa mencapai nol sperti di stasiun KJA Ngasinan
yang banyak keramba jaring apung. Konsentrasi oksigen di daerah keramba jaring apung
dapat menjadi rendah karena konsumsi oksigen oleh besarnya populasi ikan dari keramba
dan digunakan untuk proses dekomposisi sisa bahan organik yang mengendap di dasar
perairan. Konsentrasi rata-rata oksigen terlarut waduk Kedung Ombo 6,59 mg/l pada
lapisan permukaan, 5,44 mg/l pada kedalaman 3 meter, 4,52 mg/l pada kedalaman 5 meter,
dan 1,78 pada dasar perairan. Konsentrasi oksigen terlarut secara alami bervariasi pada
setiap kedalaman, penurunan tersebut tidak terlalu tajam, namun mengikuti pola stratifikasi
perairan. Oksigen pada lapisan epilimnion lebih tinggi karena daerah ini terjadi proses
fotosintesis secara aktiv, sedangkan di daerah hipolimnion konsentrasi oksigen lebih rendah
(Boyd, 1998). Konsentrasi oksigen di di daerah hipolimnion merupakan hasil bersih dari sisa
proses dekomposisi bahan organik di sedimen dan respirasi biota perairan.
Total Nitrogen perairan waduk Kedung Ombo tergolong sedang hingga tinggi
berkisar antara 0,02 - 1,16 mg/l dengan nilai rata rata 0,37 ppm, dengan demikian
berdasarkan kandungan Total N maka Waduk Kedung Ombo termasuk perairan mesotrofik
hingga eutrofik. Nitrogen merupakan unsur hara makro atau unsur utama penentu tingkat
kesuburan. Amonia (NH3-N) adalah salah satu bentuk nitrogen anorganik, bentuk nitrogen
yang dapat diserap oleh mahluk hidup. Kandungan Amonia rata rata di Waduk Kedung
Ombo 0,01 -0,39 ppm, dengan rata rata 0,08 ppm. Menurut Goldman dan Horn (1983)
dalam Effendi (2000) kandungan amoniak diantara 0,01 – 0,2 termasuk perairan mesotrofik,
maka berdasarkan kandungan amonia rata-rata maka Waduk Kedung Ombo ternasuk
perairan mesotrofik. Konsentrasi amonia (NH3-N) di lapisan permukaan berkisar antara 0,01-
0,23 mg/l. Ada indikasi kadar amonia akan meningkat pada lapisan dasar perairan, terutama
di area keramba jaring apung PT aquafarm mencapai 0,39 mg/l. Hal tersebut disebabkan
18
dekomposisi bahan organik yang berasal dari sisa pakan ikan mengendap di dasar perairan
akan menghasilkan amonia.
Total fosfat di perairan waduk Kedung Ombo berkisar antara 0,01 – 0,67 ppm
dengan nilai rata rata 0,046 ppm, berdasarkan kriteria Novotny & Olem, 1994 maka
perairan waduk Kedung Ombo rata rata sudah termasuk eutrofik. Sumber fosfor di alam
sangat sedkit. Tingginya total fosfor di waduk Kedung Ombo terutama disebabkan dari sisa
pakan dan kotoran ikan di perairan tersebut serta limpasan air yang kaya fosfor. Sisa pakan
dari budidaya dalam keramba jaring apung sekitar 30 % sebagai penyumbang fosfor
perairan (Krismono et al., 2008). Ada indikasi bahwa makin ke dasar perairan kandungan
fosfor makin tinggi, karena bahan organik yang mengendap di dasar perairan akan terurai
menghasilkan fosfor
Kandungan total klorofil-a di perairan waduk Kedung Ombo berkisar antara 1,84-
106,56 μg/l dengan nilai rata rata adalah 18,37 μg/l. Menurut Novotny & Olem (1994);
perairan oligotrofik bila kandungan klorofil < 4 μg/l, mesotrofik bila kandungan klorofil
antara 4-10 μg/l, eutrofik bila kandungan klorofil >10 μg/l. Perairan Waduk Kedung Ombo
berdasarkan rata rata kandungan klorofil sudah masuk katagori perairan eutrofik (kesuburan
tinggi). Kandungan klorofil yang tinggi tersebut dikarenakan jumlah fitoplankton di Kedung
Ombo juga sudah cukup tinggi mencapai 54500–358524 sel/liter (Dharyati et al (2009).
Penyebab kandungan klorofil dan fitoplankton yang cukup tinggi disebabkan karena adanya
pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) terutama unsur fosfor di perairan.
Menurut Aida dan Utomo (2011), Nilai trix (Trophical Index) waduk Kedung Ombo
berkisar antara 3,63 – 6,76 dengan nilai rata rata 5,5. Nilai trix rata-rata pada stasiun KJA
Ngasinan = 5,66; pada KJA aquafarm = 5.36; pada stasiun inlet Samudro = 5,40; pada stasiun
inlet Serang = 5,41; out let = 5,77 dan pada stasiun tengah = 5,35. Berdasarkan nilai trix rata
19
rata yang di dapat, perairan waduk Kedung Ombo secara umum termasuk eutrofik. Kondisi
kesuburan perairan yang tinggi (eutrofik) di Waduk Kedung Ombo tidak terlepas dari
masukan bahan antropogenik seperti limbah dari keramba jaring apung (KJA), limbah rumah
tangga dan limbah pertanian. Jumlah KJA di waduk Kedung Ombo telah mencapai 1400 KJA,
sedang daya dukungnya hanya 1100 KJA (Dharyati, et al 2009). Pada bagian daerah hulu
sungai yang masuk ke waduk seperti sungai Serang, Jerabung, Tuntang, Lusi dan Juwana
banyak daerah pertanian yang mengeluarkan limbah organik ke sungai selanjutnya masuk
ke waduk. Pada sekitar daerah pengaliran sungai yang masuk ke waduk juga banyak dihuni
penduduk, sehingga Waduk Kedung Ombo juga menerima beban masukan bahan organik
dari limbah rumah tangga.
2.4. Penebaran Ikan
Penebaran ikan di perairan umum merupakan salah satu cara untuk pemulihan dan
peningkatan produksi sumberdaya ikan. Penebaran ikan ada dua macam, yang pertama
yaitu penebaran ikan asli (restocking) dengan tujuan memulihakan populasi ikan asli yang
sudah dianggap menurun atau langka, sedangkan yang ke dua yaitu penebaran ikan
introduksi (stocking) yang sesuai dengan perairan tersebut dengan tujuan pemanfaatan
relung ekologis dan peningkatan produksi. Perikanan berbasis budidaya (Culture Base
Fishery, CBF) adalah upaya peningkatan produksi perikanan tangkap dengan cara penebaran
ikan dari hasil budidaya ikan. Benih yang ditebar sangat tergantung dari luar atau panti
benih ikan. Dengan kata lain CBF adalah teknologi pemacuan stok ikan untuk menambah
rekruitmen (perkembang biakan) secara alami, agar produksinya meningkat. CBF, bisa juga
berupa ikan introduksi (stoking) dan bisa juga ikan asli (restocking), bisa dilakukan di
perairan alami dan juga perairan buatan ( Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi
Tengah 2010)
20
Program pengelolaan perikanan berbasis budidaya (Culture Based fisheries)
adalah pengelolaan perikanan tangkap di perairan umum oleh kelompok masyarakat
setempat dengan dukungan perbenihan dari kegiatan budidaya. Program Pengelolaan
perikanan berbasis budidaya memprioritaskan pada 1) menambah atau
mempertahankan satu atau sejumlah species organisme air; 2) memperbaiki lingkungan
perairan; dan 3) meningkatkan produksi total atau meningkatkan produksi dari species
yang diinginkan sampai pada tingkatan yang masih aman bagi keberadaan stok dengan
melalui a) menebar benih ikan species sejenis atau baru; b) pengelolaan kawasan
peraira berdasarkan pengaturan ruang daerah; c) pengelolaan lingkungan dengan cara
perbaikan habitat dan modifikasi kawasan perairan; d) mengendalikan komposisi
species melalui pengurangan species yang tidak diinginkan atau menggantikan dengan
species pilihan; dan e) mengatur dan mengelola kegiatan penangkapan berdasarkan
kebiasaan bertelur atau berproduksi dari masing-masing species.
Upaya penebaran ikan di perairan umum Indonesia telah banyak dilakukan
terutama sejak permulaan abad 20, dengan tujuan untuk meningkatkan produktivitas
perairan tersebut. Pengelolaan perairan umum sebagai salah satu upaya kegiatan perikanan
dalam memanfaatkan sumberdaya ikan di perairan umum secara berekelanjutan perlu
dilakukan secara bijaksana. Kegiatan pemanfaatan sumberdaya ikan di perairan umum
melalui kegiatan penangkapan dan budidaya mempunyai kecenderungan semakin tidak
terkendali, dimana jumlah ikan yang ditangkap tidak lagi seimbang dengan daya
pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati. Untuk
mencapai tujuan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati, maka perlu disusun
petunjuk pelaksanaan pengelolaan sumberdaya yang lebih hati-hati yaitu dengan
menerapkan pengelolaan perikanan berbasis budidaya di perairan umum. ditangkap tidak
21
lagi seimbang dengan daya pulihnya. Untuk itu diperlukan pengelolaan sumberdaya
yang lebih hati-hati.
Teknik pengelolaan populasi untuk meningkatkan hasil tangkapan bisa dilakukan
dengan pengembangan peningkatan stok (stok enhancement). Salah satu kegiatannya
yang sudah sangat popular ialah penebaran ikan (restocking). Penentuan jenis ikan
yang akan ditebarkan sebaiknya memenuhi criteria 1.Disukai masyarakat setempat dan
mempunyai harga jual yang baik 2.Diprioritaskan pada jenis ikan yang populasinya mulai
menurun/hampir punah, baik disebabkan oleh factor lingkungan maupun tekanan
penangkapan 3.Untuk tujuan pemberantasan gulma, dapat dilakukan misalnya penebaran
grass carp untuk mengendalikan eceng gondok dan sebagainya 4.Teknik domestikasi dan
perbenihannya sudah dikuasai, sehingga kebutuhan benih siap tebar dalam jumlah
yang cukup bisa terpenuhi, baik oleh panti-panti benih milik pemerintah maupun
masyarakat 5.Mempertimbangkan daya dukung perairan sehingga relung (niche) ekologi
yang masih ada atau bahkan masih lowong bisa dimanfaatkan secara optimal
6.Mempertimbangkan keutuhan rantai makanan dan bersifat tidak mengancam
keanekaragaman hayati perairan yang akan ditebari. Berikut daftar beberapa jenis ikan
yang potensial ditebarkan di perairan umum dalam rangka pengembangan Culture
Based Fisheries (table 1) dan jenis ikan yang disarankan untuk sementara tidak ditebar di
perairan umum di luar Pulau Jawa’ 7.Proses pelaksanaan penebaran dilakukan secara
bertahap (trickling) yang bertujuan untuk memberi kesempatan kepada ikan yang ditebar
untuk berkembang dengan baik. Disamping itu ukuran ikan yang ditebar sudah cukup
besar untuk dapat mempertahankan diri dari serangan predator. Disamping itu jumlah,
waktu dan lokasi penebaran harus tercatat dalam berita acara penebaran yang diketahui
oleh masyarakat pengelola perairan umum.
22
Ikan Patin (Pangasianodon hypophtalmus) merupakan salah satu jenis ikan yang
potensial untuk ditebar ke perairan terutama di Waduk. Karena, ikan Patin (Pangasianodon
hypophthalmus) mudah hidup pada umumnya perairan tawar, fekunditasnya tinggi,
merupakan ikan omnivora, tidak mengancam keanekaragaman ikan pada perairan yang
akan ditebari. Waduk Kedung Ombo secara ekologis memenuhi syarat untuk ditebar ikan
Patin karena banyak Palnkton untuk makanan benih, banyak inlet intuk daerah pemijahan,
banyak teluk untuk daerah naungan, banyak KJA untuk tempat mencari pakan dan
perlindungan.
Ikan Patin (Pangasianodon hypophtalmus) telah banyak ditebar di beberapa Waduk
di Indonesia, namun tidak dapat berkembang biak secara alami, hanya di Waduk Gajah
Mungkur yang dapat berkembang biak dengan baik sehingga hasil tangkapan menempati
urutan ke dua setelah ikan Nila (Utomo, et al 2005). Penebaran ikan Patin di Waduk Gajah
Mungkur telah dilakukan oleh beberapa pihak termasuk dari Pusat Riset Perikanan Tangkap
pada tahun 2002 telah menebar ikan Patin sebanyak 30.000 ekor untuk kepentingan
penelitian. Ikan Patin dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik di Waduk ajah
Mungkur disebabkan karena banyak tumbuhan air jlegor dan kayu duri (Mimosa) untuk
tempat naungan dan pemijahan, terdapat pakan alami yang sesuai berupa plankton,
detritus, sisa pakan yang terlepas dari KJA. Banyak inlet untuk pemijahan terutama saat
musim penghujan. Adanya kesepakatan antara pemerintah daerah dan masyarakat untuk
menetapkan pelarangan penangkapan ikan di sekitar KJA PT Aquafarm (Purnomo 2000;
Purnomo, et al 2003; Utomo et al 2005; Aida et al 2011).
Penebaran ikan Patin di Waduk Kedung Ombo telah dilakukan oleh Pemerintah
Daerah Setempat yatu pada tahun 2008 telah ditebar benih Patin. Pada bulan Maret
sebanyak 30.000 ekor’ dan pada Bulan April 30.000 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan
Kab. Sragen 2008). Ikan Patin tersebut hanya dapat tumbuh membesar namun tidak dapat
berkembang biak. Kegagalan ini disebabkan karena tidak dilakukan tahapan penebaran
dengan baik. Beberapa tahapan yang tidak dilakukan antara lain, belum menetapkan
daerah perlindungan (suaka) untuk ikan Patin, belum dilakukan koordinasi dengan
masyarakat untuk mengelolanya, belum dilakukan perbaikan habitat untuk ikan Patin.
23
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Pebruari hingga Desember 2014.
Penelitian berupa penebaran ikan Patin di Waduk Kedung Ombo Jawa Tengah, bersifat
survei lapangan, penebaran dan percobaan penangkapan dengan gillnet berbagai ukuran.
Pelaksanaan di lapangan direncanakan sebanyak tiga kali yang mewakili musim kemarau
dan penghujan yaitu pada bulan Februari, Agustus dan November. Percobaan penangkapan
dilakukan pada bulan Agustus dan Nopember 2014. Jenis Ikan Patin (Pangasianodon
hypophthalmus) digunakan sebagai ikan uji karena beberapa alasan yaitu;
Ikan Patin mudah hidup hampir di semua tipe perairan tawar.
Ikan Patin disukai masyarakat, dan bernilai ekonomis penting
Ikan Patin adalah jenis ikan omnivora, fekunditasnya banyak, tidak mengancam
keanekaragaman ikan pada perairan yang akan ditebari
Waduk Kedung Ombo secara ekologis memenuhi syarat untuk ditebar ikan Patin
karena banyak plankton untuk makanan benih, banyak inlet untuk daerah
pemijahan, banyak teluk untuk daerah naungan, banyak KJA untuk tempat mencari
pakan dan perlindungan
Waduk Kedung Ombo secara sosial ekonomi kelembagaan memenuhi syarat untuk
ditebar ikan Patin karena , ada organisasi nelayan yang dibina oleh Dinas Perikanan
yang dapat dijadikan mitra kerja sama dalam pengelolaan penebaran ikan Patin,
ikan Patin disukai masyarakat dan bernilai ekonomis.
Benih maupun Induk ikan yang akan ditebar mudah didapatkan.
Sudah ada pengetahuan keberhasilan penebaran ikan Patin di Waduk Gajah
Mungkur untuk diterapkan di Waduk Kedung Ombo.
3.2. Prosedur pelaksanaan penelitian
Penelitian kualitas perairan (sudah dilaksanakan) tahun pertama 2012.
24
Penelitian biologi perairan diantaranya plankton, benthos, jenis ikan (sudahdilaksanakan) tahun pertama 2012.
Identifikasi habitat yang diperkirakan menjadi daerah pemijahan, naungan danasuhan (sudah dilaksanakan) tahun pertama 2012.
Identifikasi sumber benih/induk yang akan di tebar (sudah dilaksanakan) tahunpertama 2012.
Koordinasi dengan Pemda setempat dan Masyarakat tentang kegiatan riset mulaidilaksanakan tahun pertama 2012-2014.
Penentuan daerah perlindungan ikan bersama Pemda dan Masyarakat setempatterutama daerah perlindungan Induk pada KJA PT.Aquafarm mulai dilaksanakansejak tahun pertama 2012
Adaptasi ikan Patin yang akan ditebar dilakukan tahun 2013.
Penebaran ikan secara bertahap (Maret, Mei, Juni dan Nopember Tahun 2013).
Monitoring (sebaran ikan, pemijahan, pertumbuhan, biologi reproduksi, hasiltangkapan) ikan patin (Pangasianodon hypophthalmus) 2014.
Komponen Kegiatan
Penelitian bersifat survei lapangan dan studi kasus meliputi beberapa disiplin ilmu
yaitu biologi, ekologi, kualitas air, lingkungan, dan penangkapan. Instansi yang terlibat
dalam penelitian ini ialah: Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum Palembang, PEMDA
(Dinas Perikanan Kabupaten Sragen dan Boyolali), dan PT Aquafarm.
Penelitian meliputi :
Penebaran induk ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus) pada bulan Februari
2014.
Eksperimen penangkapan ikan Patin (Pangasianodon hypophthalmus)
secara bertahap bulan Agustus dan Nopember 2014 (pada saat tim peneliti survey).
Monitoring ikan patin hasil tangkapan melalui nelayan (form, enumerator)
(sepanjang tahun 2014).
Pengamatan biologi dan reproduksi ikan Patin yang di tebar (2014)
Pengamatan pertumbuhan dan sebaran ikan Patin yang ditebar (2014)
Tipe habitat dimana ikan Patin tersebut di temukan tahun 2014
25
Alat dan Bahan Penelitian
Alat tangkap ikan: jaring insang
Ikan uji yaitu ikan Patin
Bonggo net; Serok; larva net; plankton net.
Formalin, Gilson, lugol, alcohol dan aquades
Untuk pengukuran kualitas air dan biologi ikan diperlukan water-sampler, glassware,
timbangan 15 kg, timbangan digital , disetting set, jangka sorong, dan lain
sebagainya.
Fish tags (PDS dan T Bar)
Ember dan Baskom
3.3. Faktor resiko dan keberhasilan.
3.3.1. Faktor keberhasilan
Ikan patin (Pangasius hypophthalmus) mudah hidup pada umumnya perairan tawar,
fekunditasnya tinggi, merupakan ikan omnivora, tidak mengancam keanekaragaman
ikan pada perairan yang akan ditebari.
Waduk Kedung Ombo secara ekologis memenuhi syarat untuk ditebar ikan Patin
karena banyak Palnkton untuk makanan benih, banyak inlet intuk daerah pemijahan,
banyak teluk untuk daerah naungan, banyak KJA untuk tempat mencari pakan dan
perlindungan
3.3.2. Faktor resiko yang dapat menghambat pencapaian sasaran.
Implementasi koordinasi dengan pemda dan masyarakat lokal menjadi kunci utama
dalam keberhasilan pengelolaan penebaran ikan Patin. Namun kadang kala
implementasi dilapangan kurang bisa mencapai sasaran, sehingga perlu koordinasi
dari jauh hari agar semua memahami.
3.3.3. Aspek Strategis.
Sasaran dari kegiatan penelitian penebaran ikaan Patin di Waduk Kedung Ombo
adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat nelayan di waduk Kedung
Ombo, tercapainya tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan secara optimal, serta
26
terjaminnya kelangsungan usaha pemanfaatan sumberdaya perikanan dengan tetap
mempertahankan kelestarian sumberdaya ikan di perairan umum. Kegiatan
penelitian penebaran ikan Patin di Waduk Kedung Ombo mempunyai aspek strategis
baik secara nasional maupun regional. Pengembangan IPTEK penebaran ikan Patin
di Kedung Ombo tidak menutup kemungkinan dapat dikembangkan lagi secara
nasional di Waduk lain diseluruh Indonesia
3.4 Pengumpulan Data dan Analisis
3.4.1. Sampling Biologi
Pengukuran Panjang-Berat Ikan Contoh
Panjang total ikan diukur dari ujung kepala terdepan sampai ujung sirip ekor
terbelakang, panjang lekuk diukur dari ujung kepala terdepan sampai lekuk ekor.
Menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm atau paralon yang dilengkapi dengan
meteran dengan ketelitian 1 mm. Berat total ikan ditimbang dengan tingkat ketelitian
sebesar 10 g.
Analisis di Laboratorium
Ikan uji dibedah dengan menggunakan gunting bedah, dimulai dari anus menuju
bagian atas perut di bawah garis linea lateralis dan menyusuri garis linea lateralis sampai ke
bagian belakang operculum kemudian ke arah central hingga ke dasar perut. Otot dibuka
sehingga organ dalam ikan dapat terlihat dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan
melihat morfologi gonad menggunakan metode Cassie in Effendie (1979). Gonad dipisahkan
dari organ dalam lainnya dengan hati-hati kemudian disimpan dalam plastik untuk diperiksa
lebih lanjut di laboratorium.
27
Perhitungan Fekunditas
Prosedur dalam penentuan fekunditas dilakukan dengan metode gabungan yang
terdiri dari tiga tahap, metode ini digunakan karena ikan memiliki gonad yang jumlahnya
banyak. Tahap pertama dengan mengangkat telur TKG III dan TKG IV dari dalam perut ikan
lalu diawetkan dengan Gilson. Tahap kedua diambil tiga bagian dari gonad tersebut yaitu
bagian posterior, median, anterior, sebagai gonad contoh. Tahap ketiga gonad contoh
ditimbang (berat gonad contoh) setelah itu hitung jumlah butir telur .
Penentuan Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Berat gonad ikan ditimbang menggunakan timbangan digital dengan tingkat
ketelitian sebesar 0,01 gr, berat gonad ini diperlukan dalam penentuan IKG. Kemudian berat
tubuh dibandingkan dengan berat gonad, dan hasilnya diperoleh dalam bentuk persen (%).
Penentuan jenis kelamin dan Tingkat Kematangan Gonad (TKG)
Ikan patin tidak memiliki ciri seksual sekunder berupa bentuk tubuh atau warna.
Jenis kelamin diketahui melalui pembedahan dengan melihat secara morfologi gonad dari
masing-masing ikan contoh. Gonad betina berwarna kuning sedangkan untuk gonad jantan
berwarna putih. Kemudian ditentukan tingkat kematangan gonad seperti terlihat pada tabel
3.1. Gonad dikeluarkan dari tubuh ikan contoh lalu ditimbang berat totalnya dengan
timbangan digital (ketelitian 0.01 gram).
Tabel 3.1. Tingkat Kematangan Gonad Ikan menurut Cassie in Effendie (1997).
TKG Betina Jantan
IOvari seperti benang, panjang sampaike depan tubuh, warna jernih danpermukaan licin
Testes seperti benang, lebih pendek,ujungnya dirongga tubuh, warna jernih
IIUkuran lebih besar, pewarnaan gelapkekuningan, telur belum terlihat jelas
Ukuran testes lebih besar, pewarnaanputih susu, bentuk lebih jelas dari TKGI
IIIOvari berwarna kuning, secaramorfologi telur sudah kelihatanbutirnya dengan mata
Permukaan testes nampak bergerigi,warna makin putih, dalam keadaandiawetkan mudah putus
IV
Ovari makin besar, telur berwarnakuning, mudah dipisahkan, butir minyaktak nampak, mengisi ½ - 2/3 ronggatubuh, usus terdesak bagian ronggatubuh
Seperti TKG III tampak lebih jelastestes makin pejal, dan rongga tubuhmulai penuh, warna putih susu
V Ovari berkerut, dinding tebal, butir telursisa terdapat didekat pelepasan
Testes bagian belakang kempis danbagian dekat pelepasan masih terisi.
28
3.4.2. Pengamatan Sebaran Ikan dn Ruaya.
Dilakukan percobaan penandaan (tagging experiment) terhadap sebagian ikan uji
yang di tebar. Untuk mengetahui pola ruaya dan pertumbuhannya di waduk Kedung Ombo.
Selama pelaksanaan riset berlangsung tetap diberikan penjelasan kepada Masyarakat dan
nelayan di sekitar waduk Kedung Ombo tentang hal hal yang berkaitan dengan penelitian
tersebut.
Alat atau bahan penandaan yang digunakan dengan menggunakan “Gun tags” dan
“TBA dan PDS” (Hoggarth, 1994). Bahan penandaan dipasang ke tubuh ikan pada sirip keras
punggungnya (contoh pada gambar). Ikan bertanda dicatat nomornya, ukuran ikan panjang
(cm) dan berat (gram), dicatat tempat pelepasannya dan posisi geografis (GPS) selanjutnya
dilepas di perairan. Nelayan yang menemukan ikan bertanda tersebut (recapture)
diwajibkan mencatat tanggal ditemukan, nomor tanda, tempat penangkapan, ukuran ikan
yang tertangkap, selanjutnya dilaporkan kepada tim peneliti saat melakukan penelitian
dilapangan atau kepada petugas dilapangan yang telah ditunjuk sebagai pengumpul catatan
dari nelayan. Monitoring ikan bertanda ini akan dilakukan terus sepanjang dengan bantuan
enumerator.
3.4.3. Analisis Data pertumbuhan ikan.
Pendugaan pertumbuhan berdasarkan persamaan Vont Batalanfy dalam Pauly 1984:
Lt = L∞ ( 1- e -k( t – to ) )
Lt = Panjang ikan pada saat t (Cm)
L∞ = Panjang infinity (Cm).
k = Koefisien pertumbuhan.
t0 = Umur pada saat panjangnya = 0 Cm.
29
Dari percobaan penandaan ikan akan didapatkan nilai ∆L (perubahan ukuran, selisih
ukuran saat dilepas dan tertangkap kembali) dan ∆t (perubahan waktu, selang waktu saat
dilepas dan tertangkap kembali). Untuk mencari parameter pertumbuhan (L∞) dan k
dengan cara membuat analisis regresi ∆L/∆t = a + b.L’ (Gulland and Holt 1959 dalam Spare
1992).
∆L/∆t = perubahan ukuran/ perubahan waktu.
L’ = ukuran rata rata panjang antara saat dilepas dan tertangkap kembali.
Besarnya koefisien pertumbuhan yaitu K = -b, sedangkan L∞ = -a/b, besarnya t0
diduga berdasarkan persamaan empiris Pauly, 1984:
Log (-t0) = - 0,3922-0,2752 Log L ∞ - 1,038 Log K.
Analisis hubungan panjang dan berat dibuat berdasarkan Carlander dalam Effendi
1997 :
1. Dalam bentuk logaritma berbentuk linier : Log (W) = Log (a) + b Log (L).
2. Dalam bentuk kubik : W = aLb
W= berat (Gram) dan L = Panjang (Cm)
Grafik simulasi pertumbuhan berat dibuat berdasarkan hasil persamaan (1) diubah dalam
bentuk berat, persamaan ((2).
3.4.4. Analisis biologi ikan Patin
Tabel 3.2. Aspek biologi ikan Patin
Aspek Biologi yangdianalisa
Metode / Rumus yang digunakan
Indeks kepenuhanlambung atau Index ofStomach Content (ISC)
Sphatura and Gophen (1982) in Sulistiono (1998), yaitu :
SCWISC = X 100 %
BWKeterangan:ISC = Index of Stomach Content (%)SCW = Berat isi lambung (gr)
BW = Berat total ikan (gr)
Faktor kondisi Kn =3
310
L
W Kn = Faktor kondisi
L = Panjang total ikanW = Berat ikan (Effendi, 1997).
30
3.4.3.4.5. Kualitas air.
Sebagai data dukung lingkungan perairan untuk mengetahui kualitas air maka
dilakukan pemeriksaan fisika kimia perairan, metode pemeriksaan kualitas air selengkapnya
dapat dilihat pada Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Parameter dan metode analisis kualitas perairan
Parameter Satuan Metode dan peralatan
1. Suhu 0 C Insitu. Termometer
2. Kecerahan cm Insitu. Piring sechi
3. Counductivity µS/ cm Insitu. Counductivity meter
3. pH pH unit Insitu. pH universal indicator
4. Karbondioksida mg/L Insitu, metode titrimetri dengan NaOH sebagaititrant
5. Oksigen terlarut mg/L Insitu, DO meter
6. Alkalinitas mg/L Insitu, metode titrimetri dengan larutam H2SO4
sebagai titrant
Kebiasaan makanan
(food habit)
IP = [(Vi * Oi) / ∑(Vi * Oi)] * 100%, dimana IP= Indekspreponderan,
Vi= persentase volume pakan ke-i, Oi= persentase kejadianpakan ke-i (Natarajan and Jhingran dalam Effendie, 1979)
TKG= TingkatKematangan Gonad
Tingkat kematangan gonad diamati secara visual dengancara membedah perut ikan dan dilihat tingkatperkembangan gonadnya (Lagler et al., 1977 ; Miller, 1984)
IKG= IndeksKematangan Gonad
Nilai IKG dianalisis menggunakan rumus Effendie (1979)yaitu persentase dari bobot gonad terhadap bobot tubuhikan ((Bg/Bt)x 100%), dimana Bg= bobot gonad dan Bt=bobot tubuh ikan
Fekunditas N= ((Bg/Bsg) x n), dimana N= fekunditas, Bg= berat gonadikan, Bsg= berat sampel gonad dan n= jumlah telur dalamBsg
31
7.Turbidity NTU Insitu,Conductivity meter.
8. PO4-P mg/L Metode Vanadate molibdate, Spectro-photometric
9.TP mg/L Metode Dichromate Reflux, titrimetri denganstandard ferrous ammonium sulfat sebagaititrant
11. TN mg/L Metode Phenate, Spectrophoto metric.
12. TDS mg/L TDS meter
13. Khlorofil-a µg/L Spectrofotometri
Sumber (Source): APHA 1986)
32
GAMBAR 3.1. TAHAPAN PENEBARAN IKAN PATIN (Pangasius hyphophthalmus) UNTUKPENINGKATAN PRODUKSI DI WADUK KEDUNG OMBO
KOORDINASI Pemda
Masyarakat Lembaga Riset
PENEBARAN
HABITAT ASUHAN:Teluk banyak kayu
duri (Myosa sp)
Bila benih yang ditebar
HABITAT INDUK:Area KJA tempat
mencari pakan danberlindung
Bila induk yang ditebar
Pembesaran
Benih mencari tempatasuhan
HABITATPEMIJAHANInlet: Serang
dan S.SamudroInduk memijah
KETERANGAN:
1. Koordinasi: Pemda, Masyarakat dan Lembaga Riset perlu dilakukan sebelum ikan
ditebar.
2. Benih memerlukan habitat asuhan berupa teluk yang banyak kayu duri (Myosa sp).
3. Induk memerlukan habitat wilayah KJA, untuk tempat mencari pakan dan
perlindungan.
4. Pemijahan memerlukan habitat inlet seperti S. Samodro
33
KJA.Aquafarm
Outlet
Inlet Serang
InletSamodera
KJA Ngasinan
Inlet Serang
Duwet
Tengah
Gambar 3.2. Peta Lokasi Penelitian di Waduk Kedung Ombo Jawa tengah
34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.
4.1. BIOLOGI REPRODUKSI.
Kegiatan penelitian tahun 2014 dititik beratkan pada monitoring terhadap ikan
patin yang telah ditebarkan. Berdasarkan sejumlah recapture yang didapatkan, diketahui ikan
patin yang telah ditebar berbagai ukuran (Kisaran Panjang lekuk 16,6 – 72 cm; berat 56 – 7000
gram) mengalami pertumbuhan yang baik mencapai 16 – 26 gram per hari dengan rata-rata 19
gram per hari. Perkembangan biologi reproduksi ikan yang ditebar mengalami perkembangan,
yaitu dari TKG II dan III sewaktu ditebar mencapai tingkat kematangan gonad (TKG) IV dan TKG
V untuk ikan Jantan dan Betina pada waktu tertangkap kembali (Tabel 4.1.1 – 4.1.2 dan ,
Lampiran 1 - 2). Ikan yang ditebar menyebar ke seluruh luasan perairan hingga mencapai inlet-
inlet waduk. Ditemukan ikan jantan dan betina dengan ukuran induk dan TKG IV dan V di inlet
Samudra dan Serang. Dengan adanya kesepakatan terhadap daerah disekitar KJA PT aquafarm
sebagai suaka ikan, sudah terlihat memanfaatkan suaka tersebut sebagai tempat mencari
makan dan tempat berlindung . Fekunditas ikan dengan berat 7000 gram dan 12000 gram
berkisar antara 743298-1061859 butir (Tabel 4.1.3 dan Lampiran 2). Pertumbuhan mempunyai
pola allometrik negative dalam persamaan W = 00,1L 1,98, R2 = 0,741. Pertumbuhan ikan
didukung karena ikan dapat memanfaatkan makanan yang tersedia di daerah suaka dan tempat
lainnya dengan pakan alaminya berupa detritus dan plankton. Dari hasil tangkapan nelayan
menunjukkan komposisi hasil tangkapan nelayan terdapat ikan patin. Nelayan di daerah inlet
Samudra mendapatkan ikan patin dengan berat 0,5 hingga 9,5 kg per ekor , nelayan Duwet
35
mendapatkan 3,5 hingga 7,5 kg per ekor, dan nelayan di daerah Serang mendapatkan 0,2
hingga 12 kg per ekor.
Tabel 4.1.1 . Data biologi ikan patin recapture pada trip I (Februari, 2014)
No.
Panjang Ikan (cm)Berat Ikan
(gr)
Panjang (cm) Berat (gr)
TKGL T Usus Lambung Isi Usus
IsiLambung
1 74 6000 154 12 8,6
2 54 57 2550 39 18,5 18,4 Hancur
3 49 56 2600 196 25,5 60,5 Hancur
4 53 55,5 2600 108 23,5 49,5 Hancur
5 50 54 2050 150,5 22 125,2 I
6 56,5 60 3550 182 22,5 48,6 Hancur
7 49,5 54,5 2200 18,2 16,5 92,4 I/II
8 42 46,5 1250 173 17,5 57,6 II
9 45 1650 182 12 60,5 I
10 76 7000 162 18 59,1 IV
11 75 7000 253 14 134,8 IV
12 47 50 1900 156 18 58,4 I
13 44 48 1000 belum belum I
14 48 48 2000 belum belum
15 43 43 1500 belum belum
16 80 80 13000 133 18.5 Kosong IV
36
Tabel 4.1.2. Data biologi ikan patin recapture pada trip II (Mei, 2014)
Data Biologi Recapture TKG
Lokasi No PT (cm) PL (cm) BT (gr) Jantan Betina
I. Serang 1 80 7000 III
I. Samudra 2 69 57 4000 V
3 52 47 1650 II
4 60 53,5 3750 V
Boyolayar 5 62 54 3000 III
6 54 54 2600 I
7 52 47 2250 II
Duwet 8 70 66 8000 IV
Tabel 4.1.3. Data Reproduksi ikan patin (IKG dan Fekunditas) dari recapture
Berat Ikan
(gram)P.Lekuk(cm)
Brt Gonad(gram) IKG (%)
Fekunditas(butir)
7000 70 752 10,75 743298
12000 80 1075 8,96 1061854
39
4.3. PERTUMBUHAN.
Berdasarkan data ukuran ikan saat dilepas dan tertangkap kembali (Tabel 4.3.1 dan
lapiran 3),setelah dianalisis didapatkan grafik pertumbuhan (Gambar 4.3.1 dan 4.3.2). Ikan patin
yang telah ditebar berbagai ukuran (Kisaran Panjang lekuk 16,6 – 72 cm; berat 56 – 7000 gram)
mengalami pertumbuhan yang baik mencapai 12- 17,9 gram per hari dengan rata-rata 16,6 gram
per hari, jika dibanding pertumbuhan patin di Gajah Mungkur adalah 8,7 – 13,1 gram/hari.
Pertumbuhan ikan yang baik karena dapat memanfaatkan makanan yang tersedia di waduk,
daerah suaka yang banyak sisa pakan dan kotoran ikan yang lolos dari KJA, detritus dan
plankton banyak terdapat hampir merata di badan air waduk.
Gambar 4.\3.1. Pertumbuhan Panjang Ikan Patin Waduk Kedung Ombo
Lt = 126 ( 1- e -0,61( t +0,062 ) )
40
Analisis hubungan panjang dan berat yang dilakukan pada 153 ekor ikan Patin dengan
ukuran panjang 50–72 cm dan berat 1800– 7000 gram didapatkan persamaan W = 0,015L3,029.
Berdasarkan persamaan hubungan panjang berat maka grafik pertumbuhan panjang dapat
diubah dalam bentuk ertumbuhan berat.
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
0 2 4 6 8 10 12
Umur (Tahun)
Ber
at (G
ram
)
Gambar 4.3.4 Pertumbuhan berat Ikan Patin tebaran di Waduk Kedung Ombo
Hasil analisis parameter pertumbuhan tersebut agak berbeda dengan hasil penelitian
Purnomo et al., (2003) yang dilakukan di Waduk Gajah Mungkur yaitu nilai K = 0,95/th dan L∞
panjang total = 122 cm. Perbedaan tersebut disebabkan karena Purnomo et al., (2003)
menggunakan ukuran panjang total dan ikan Patin yang digunakan masih dalam berukuran kecil
yaitu rata rata 22 gram/ekor. Pada penelitian ini menggunakan ukuran panjang cagak (fork
length), dan ikan yang digunakan sudah berukuran besar yaitu berkisar antara 100 – 7000
gram/ekor.
41
Tabel 4.3.1. Data Pertumbuhan Ikan Patin di Waduk Kedung Ombo
no kodeRelease Recapture Tanggal
PL BT PL BT Release Recapture
1TBA1676
54 1.8 56 31.5 19/02/2014 25/03/2014
2TBA1671
47 2.5 58 2.4 19/02/2014 30/03/2014
3TBA1778
50 2.0 56 3 19/02/2014 28/03/2014
4TBA1752
46 1.2 56 3 19/02/2014 29/03/2014
5TBA1734
54 2.2 58 3.5 19/02/2014 29/03/2014
6TBA1434
60 3.7 55 3 19/02/2014 06/04/2014
7TBA1728
53 2.2 57 5 19/02/2014 06/04/2014
8TBA1681
46 1.5 51 3 19/02/2014 06/04/2014
9TBA1742
48 1.7 55 3.5 19/02/2014 03/04/2014
10TBA1716
45 1.2 45 2.5 19/02/2014 06/04/2014
11TBA1717
45 1.1 48 3 19/02/2014 28/02/2014
12TBA1672
53 1.8 56 3.3 19/02/2014 27/02/2014
13TBA1750
58 2.5 57 3.5 19/02/2014 01/04/2014
42
14TBA1757
49 1.6 54 3.5 19/02/2014 05/04/2014
15TBA1653
57 2.45 56 3 19/02/2014 21/02/2014
16TBA1754
48 1.5 56 3 19/02/2014 22/02/2014
17TBA1712
46 1.3 53 3 19/02/2014 20/02/2014
18TBA1682
49 1.5 55 3 19/02/2014 26/02/2014
19TBA1753
60 2.4 59 3.5 19/02/2014 20/03/2014
20TBA1667
47 1.4 56 3 19/02/2014 10/03/2014
43
4.4. POLA KEBIASAAN MAKAN.
Indeks Kepenuhan Lambung (ISC)
Tabel 4.4.1 Indek kepenuhan lambung
ISCDi Area KJA PT
Aquafarm Di Luar Area KJA PT AquafarmMaret Juni Juni September Nopember
3.5 6.0 0 2.5 3.135.1 3.8 4.8 1.7 6.585.6 6.7 0.8 4.7 10.19
11.4 6.5 0.9 4.7 0.004.5 5.9 1.1 3.7 1.343.4 6.4 0 8.5 5.564.4 11.3 0 1.3 3.214.1 3.0 0 0.9 2.504.9 5.1 0 0 7.507.2 4.8 0.8 1.8 7.694.9 5.8 0.6 2.9 8.336.5 8.6 0.7 3.0 4.765.2 3.8 0.7 4.1 5.565.1 6.3 0.7 0 7.693.1 10 1.2 0 4.208.8 8.2 0.9 0 4.173.8 11.4 1.5 4 7.894.5 4.9 1.1 2.3 4.719.7 8.3 0 0 5.24
11.4 9.6 0 0 7.147.9 0 0 4.003.0 2.6 0 3.625.6 5.3 0 1.799.2 12.0 0 1.113.3 0 4.45.4 9.5
12.4 10.81.3 42.7 12.2
18.4 9.5
44
14.33.43.13.5
10.59.415
X = 7,8 X= 6,9 X= 0,79 X= 2,01 X= 4,91
Gambar 4.4.1 . Indek Kepenuhan lambung
Indeks kepenuhan lambung (ISC) merupakan indikator untuk menunjukkan aktifitas
makan dari ikan ikan patin (Pangasius hypopthalmus) dengan mengetahui persentase tingkat
konsumsi pakan relatifnya. Nilai indeks kepenuhan lambung diperoleh dengan membandingkan
berat isi lambung dan berat individu ikan secara keseluruhan. Nilai persentase indeks kepenuhan
lambung (ISC) ikan patin secara keseluruhan berkisar antara 0 hingga 18,4 (Tabel 4.4.1) Secara
umum, nilai ISC ikan patin berasal dari area KJA lebih besar daripada bagian inlet atau di luar
area KJA. Nilai rata-rata indeks kepenuhan lambung (ISC) ikan patin berfluktuasi pada setiap
bulan pengamatan di lokasi yang berbeda. Nilai ISC rata-rata tertinggi dan terendah terjadi pada
bulan Juni lokasi yang berbeda, yaitu lokasi area sekitar KJA merupakan nilai ISC tertinggi
sebesar 6,90 dan terendah pada pada lokasi diluar area KJA (inlet-inlet) waduk sebesar 0,79
(Gambar 4.4.1, Lampiran 1 ).
45
Kebiasaan Makanan
Gambar 4.4.2. Kebiasaan makanan ikan patin
Tabel 4.4.2 . Kebiasaan makanan ikan patin
Jenis makanan alami IP (%)
Detritus 89,51
Potongan ikan 1,39
Pasir sgt halus 3,36
Cacing halus 2,21
Plankton 1,55
Pelet 1,97
46
Pengamatan makanan ikan patin dilakukan pada seluruh saluran pencernaa yaitu bagian
usus dan lambung, karena diasumsikan makanan pada bagian ini belum tercerna sempurna,
sehingga organisme makanan lebih mudah diidentifikasi. Makanan ikan patin secara umum
didapatkan 3 bagian fragmen yaitu hewan, tumbuhan, detritus dan pelet (Gambar 4.4.2).
Proporsi IP terbesar pada ikan patin adalah detritus yaitu lebih besar 89,51 % dari total
makanan yang teridentifikasi, sehingga detritus merupakan makanan utama bagi ikan patin di
Waduk. Adapun makanan pelengkap dan tambahan terdiri atas cacing (2,21 %), fragment ikan
(1,39 %), pasir halus halus (3,36 %), plankton (1,55 %), pelet (1,97 %).
Berdasarkan jenis makanan yang ditemukan pada lambung dan usus ikan patin, maka
dapat digolongkan sebagai ikan omnivora cenderung ke detritus (pemakan detritus, hewan dan
tumbuhan). Ikan digolongkan stenophagic karena Jenis pakan alami yang didapatkan selama
penelitian hanya beberapa macam, yaitu fragmen-fragmen organisma hewani berupa fragment
kecil ikan,, dan lain-lain yang tercerna tetapi tidak terdeteksi lagi. Indeks bagian terbesar (index
of propenderance) adalah pellet sebesar 78,7 - 95,5 % sebagai makanan utama terdapat luran
pencernaan pada ikan yang berasalah dari area sekitar karaba jaring apung pada pengamatan
bulan Maret dan Juni. Nilai indeks tersebut menunjukkan bahwa ikan patin tergolong omnifor
cendrung detritus. Hal ini sesuai dengan ciri-ciri ikan kelompok karnifor predator, yaitu profil
perut bagian bawah mendatar, mulut superior, bukaan mulut sedang – besar, bergigi agak tajam
disertai bentuk esophagus yang pendek dengan usus yang melebar agak besar dan tebal sehingga
dapat menelan makanan yang relatif besar. Memiliki badan ramping (bentuk tubuh alometrik
negatif), berenang cepat di bawah, di badan atau di permukaan perairan. (Lagler et al, 1962 dan
Kottelat et al, 1993).
47
4.5. HASIL TANGKAPAN IKAN
Penebaran Patin di waduk Kedung ombo pada tahun 2013 -2014 sudah membuahkan
hasil. Sebelum tahun 2012, nelayan setempat belum pernah ada yang mendapatkan ikan Patin
namun pada tahun 2013 nelayan sudah mulai mendapatkan ikan Patin terutama dengan alat
beranjang (Tabel 4.5.1, Gambar 4.5.1 dan Lampiran 4). Di sekitar inlet Serang dan inlet
Samodera hampir tiap hari ikan Patin tertangkap ada yang berukuran kecil dan ada yang
berukuran besar, hal ini membukitikan bahwa induk ikan Patin yang di tebar dapat berkembang
biak. Beberapa ikan contoh yang diberi tanda memperlihatkan bahwa ikan patin yang
tertangkap di inlet Serang dan Samodera sudah matang gonade. Diperkirakan dalam waktu 4 -
5 tahun ke depan hasil tangkapan Patin oleh nelayan sudah dapat dirasakan manfaatnya bagi
peningkatan pendapatan mereka
Pertumbuhan ikan Patin tebaran di Waduk sangat baik sebagai contoh di waduk Gajah
Mungkur 8,7-13,1 gram per hari, di waduk Kedung Ombo 12-17,9 gram/hari. Benih Patin ukuran
100 gram/ekor harga setempat Rp.1.000/ekor dalam waktu 3 bulan dapat tumbuh menjadi
1700 gram/ekor harganya Rp.21.000.
Tabel 4.5.1.Hasil tangkapan nelayan waduk Kedung OmboPengumpul : HeruNelayan : EkoAlamat : Duwet
Lokasi HasilNelayan Tanggal Alat Tangkap Ukuran Alat Penangkapan ekor Kg
1 eko 28/11/2013 beranjang 2,5 inchi Kedung Panas 1 8,5
2 eko 29/11/2013 beranjang 2,5 inchi Kedung Panas 1 6,5
3 sutisno 30/11/2013 Jala 3 inchi Duwet 1 2,5
4 paro 30/11/2013 Jaring 3,5 inchi Duwet 1 3,5
5 nur 02/12/2013 beranjang 2,5 inchi Duwet 1 6
6 eko 05/12/2013 beranjang 2,5 inchi Kedung Panas 1 7,5
1 joko Januari 2014 beranjang 2,5 inchi Kedung Panas 1 9,5
2 sunarto Januari 2014 Jala Duwet/diteluk 1 1
3 1 1,5
4 1 0,5
48
Pengumpul : SutrisnoNelayan : RudiAlamat : Tawangsari
Lokasi HasilNelayan Tanggal Alat Tangkap Ukuran Alat Penangkapan ekor Kg
1 Rudi 12/01/2014 Jaring 9 inchi Kedung Panas 1 7,51 7
2 Trisno 08/03/2014 Branjang 2 inchi kedung Pereng 1 3,5
24/03/2014 Branjang 2 nchiKedungPereng 1 7
Gambar 4.5.1.Frekeuensi Ukuran Ikan Yang Sering Tertangkap
49
4.7. KUALITAS AIR.
a). Suhu.
Semakin dalam mengarah ke dasar perairan, suhu akan semakin menurun (Gambar 4.7.1. dan
Lampiran 5). Hal tersebut disebabkan karena energi panas yang diterima perairan semakin dalam
semakin kecil. Suhu permukaan perairan kedung ombo berkisar antara 29 – 310 C, sedangkan pada
lapisan kedalaman 15 – 17 meter berkisar antar 27 – 280 C. Apabila ada hujan lebat yang lama sehingga
suhu permukaan lebih rendah dari bagian dasar perairan, pada suhu yang rendah tekanan akan
meningkat, maka akan terjadi Up Welling, yaitu terjadinya perputaran air dari atas ke bawah dan dari
bawah ke atas. Hal ini terjadi karena massa air di permukaan akan lebih berat. Suhu perairan waduk
Kedung Ombo masih cukup baik dalam mendukung kehidupan ikan. Peningkatan suhu akan
mempengaruhi konsumsi oksigen bagi ikan (Haslam, 1995).
Gambar 4.7.1. Suhu tiap stasiun pengamatan berdasarkan kedalaman
50
b). Kecerahan.
Kecerahan perairan waduk Kedung Ombo berkisar antara 95 – 115 cm (Lampiran 5). Nilai
kecerahan air sangat tergantung pada kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan,
yang ditentukan secara visual dengan menggunakan Secchi disk (Piring Secchi). Nilai kecerahan waduk
kedung ombo termasuk rendah hanya berkisar satu meter. Hal tersebut disebabkan karena banyaknya
partikel yang larut dalam air. Partikel tersebut dapat berasal dari hasil erosi atau bahan organic yang
terlarut. Dari grafik 4.7.2.terlihat bahwa daerah tengah memiliki kecerahan yang lebih tinggi terutama
di Boyolayar (115 cm). Hal ini diduga karena lebih dalam dan jauh dari sumber penambah kekeruhan
terutama abrasi tanah, serta juga jauh dari keramba jaring apung. Hal ini seiring dengan pernyataan
bahwa nilai kekeruhan menunjukkan banyakknya partikel anorganik dari hasil erosi dan juga bahan
organik yang terlarut bisa berasal dari limbah budidaya ikan maupun limbah rumah tangga (Utomo,
2013).
Gambar 4.7.2. Kecerahan perairan waduk Kedung Ombo
51
c. Total Suspended Solid (TSS)
Padatan tersuspensi (TSS) adalah bahan-bahan terlarut berdiameter kurang dari satu perseribu
mikron berasal dari proses pelapukan batuan secara alami, terdiri dari lumpur dan pasir halus serta
jasad renik.
Gambar 4.7.3. Total suspended solid perairan waduk Kedung Ombo
Dari Gambar 4.7.3 dapat disampaikan bahwa di KJA Aquafarm dan Inlet Serang memiliki tingkat
TSS yang lebih tinggi dari tempat lain. Hal ini di duga bahawa KJA Aquafarm merupakan tempat yang
memiliki aktifitas perikanan tertinggi di Waduk Kedungombo. Sedangkan Inlet Serang memiliki tepian
sungai yang panjang dan mudah mengalami erosi. Hal ini sejalan dengan pernyataan Utomo (2013)
bahwa Sumber padatan tersuspensi yang utama adalah erosi tanah yang terbawa ke badan air karena
aktivitas disekitar perairan berupa pertanian, pemukiman yang berarti struktur dan agregat tanah
terganggu dan mempermudah erosi disekelilingnya menyebabkan limpasan air membawa material
koloid tanah dan limbah domestik dan industri ke perairan. Padatan tersuspensi mempunyai korelasi
nilai positif dengan kekeruhan yaitu semakin tinggi nilai padatan tersuspensi, maka semakin tinggi pula
nilai kekeruhan, dan sebaliknya terhadap kecerahan
52
E. Total Alkalinitas
Total alkalinitas perairan Waduk Kedung Ombo berkisar antara 73 hingga 95 mg/L (Gambar 4.7.4
dan Lampiran 5). Total alkalinitas tergolong tinggi dan merata di setiap stasiun, tercermin juga dari pH
perairan yang tergolong netral hingga basa. Hal ini berkaitan dengan sifat tanah yang dilewati oleh air
dan sedimen perairan serta bahan masukan lainnya ke perairan. Nilai alkalinitas di perairan yang baik
berkisar 30 – 500 mg/l CaCO3. pada perairan alami nilai alkalinitas 40 mg/l CaCO3, jika lebih dari 40 mg/l
CaCO3 disebut perairan sadah dan jika kurang dari 40 mg/l CaCO3 disebut perairan lunak (Boyd,1988).
Gambar 4.7.4 Total alkalinitas perairan waduk Kedung Ombo
f). pH
Ada kecenderungan bahwa makin ke dasar perairan nilai pH semakin menurun (Gambar 4.7.5 dan
Lampiran 5), hal tersebut disebabkan karena pengaruh hasil penguraian bahan organik di dasar
perairan akan menghasilkan gas seperti CO2 , H2S yang menyebabkan asam (Utomo, 2013). Sebagian
besar organisme air tawar hidup pada kisaran pH 7 – 8,5 (Novotny dan Olem, 994), maka secara umum
kisaran pH di perairan waduk Kedung Ombo dapat mendukung kehidupan ikan. Nilai ph sampai
kedalaman 17 m menunjukkan bahwa kondisi periaran Waduk Kedungombo masih dalam kondisi baik.
53
Nilai pH normal suatu perairan danau adalah 6-9 (Goldman & Horne, 1983). Nilai pH perairan sekitar KJA
umumnya lebih kecil, sedangkan daerah inlet lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena air yang masuk
keperairan mempunyai pH yang relatip tinggi, sekeliling waduk banyak batuan kapur. Setelah air
masuk ke tengah waduk nilai pH cendrung menurun, hal tersebut disebabkan pengaruh pembusukan
sisa pakan dan kotoran ikan.
Gambar 4.7.5. PH tiap stasiun pengamatan berdasarkan kedalaman
g.)Oksigen.
Gambar 4.7.6. Oksigen terlarut perairan di berbagai stasiun penelitian
54
Dari Grafik 4.7.6 dan Lampiran 5 dapat disimpulkan bahwa kondisi permukaan di Waduk
Kedungombo pada umumnya masih hal kandungan Oksigen masih dalam kondisi baik diatas 5 mg/L.
Daerah KJA kandungan oksigennya rendah, terutama di KJA Ngasinan (tercemar ringan). Hal ini sesuai
pernyataan Lee et al bahwa klasifikasi Kualitas perairan berdasarkan kandungan oksigen terlarutnya,
dapat diklasifikasikan seperti disajikan pada Tabel dibawah ini :
Tabel 4.7.1. Kriteria kualitas air bersih berdasarkan konsentrasi oksigen terlarut.
Golongan Konsentrasi DO (mg/L) Kualitas air
I > 6,5 Tidak tercemar
II 4,5 – 6,5 Tercemar ringan
III 2,0 – 4,4 Tercemar sedang
IV < 2,0 Tercemar berat
Sumber :Lee et al. (1978)
Konsentrasi Oksigen mengalami penurunan seiring dengan kedalaman perairan, semakin
mendikati dasar perairan kandungan oksigen semakin menurun (Gambar 4.7.5). Menurut Effendi (2003)
menjelaskan penurunan oksigen pada bagian dasar perairan lebih banyak disebabkan oleh proses
dekomposisi bahan organik di dasar perairan yang akan mereduksi terlarut, disamping itu juga proses
fotosintesa semakin dekat dasar perairan semakin sedikit karena sinar mata hari yang masuk ke perairan
juga semakin sedikit. Kandungan oksigen pada lapisan permukaan sampai kedalaman 3 meter pada
semua lokasi nilainya lebih besar 3 mg/L, dengan demikian kandungan oksigen perairan waduk kedung
ombo sampai kedalaman 3 meter masih bisa memenuhi syarat minimal kebutuhan ikan. Bila kandungan
oksigen minimal 3 mg/L maka ikan dapat tumbuh, namun bila kandungan oksigen kurang 3 mg/L hingga
2 mg/L maka ikan masih dapat bertahan hidup namun pertumbuhannya terganggu, sedangkan bila
kurang dari 2 mg/L dapat menyebabkan kematian bagi ikan (Boyd, 1988). Kandungan oksigen terlarut
(DO) di perairan merupakan parameter yang sangat penting untuk organisme air terutama ikan.
55
Pernafasan oleh ikan memerlukan oksigen yang cukup untuk proses pembakaran yang akan
menghasilkan energi. Oksigen di perairan selain diperlukan oleh organisme air juga diperlukan dalam
proses dekomposisi bahan organik menjadi bahan anorganik. Sumber oksigen di perairan berasal dari
hasil proses fotosintesa tumbuhan air terutama oleh fitoplankton, juga dari difusi oksigen dari atmosfer
(Effendi, 2000).
Gambar 4.7.7. Oksigen tiap stasiun pengamatan berdasarkan kedalaman
h. Total Nitrogen
Total nitrogen adalah penjumlahan dari nitrogen anorganik berupa NO3-N, NO2-N, NH3-N yang
bersifat terlarut dan nitrogen organik yang berupa partikulat dan tidak larut dalam air (Mackereth et
al.,1989 dalam Effendi, 2003). Kondisi Total Nitrogen di beberapa lokasi titik sampling di perairan WKO
dapat dilihat pada grafik berikut ( Gambar 4.7.6 dan Lampiran 5) :
56
Gambar 4.7.8. Total nitrogen perairan waduk Kedung Ombo
Kandungan total nitrogen di perairan Waduk Gajah Mungkur berkisar antara 54– 1.550
μg/L dengan nilai rata rata adalah 521 μg/L (Lampiran 5). Menurut Novotny dan Olem (1994); perairan
oligotrofik bila kandungan total N < 200 μg/L, mesotrofik bila kandungan total N antara 200-500 μg/L,
eutrofik bila kandungan total N > 500 μg/L. Dengan demikian perairan waduk kedung ombo termasuk
perairan eutrofik (kesuburan tinggi) terutama di area KJA Kaliwuluh. Hal tersebut disebabkan banyak
terdapat KJA, lokasi kaliwluh merupakan perairan berbentuk teluk dan dangkal, sehingga sisa kotoran
dari KJA tidak cepat terbilas. Area KJA Aquafarm dan Tengah Waduk kandungan Total Nitrogennya
rendah karena posisi keduanya berada di tengah waduk, perairan dalam dan luas .
i). Total fosfor.
Sumber fosfor di alam sangat sedikit, bila di perairan kandungan fosfornya tinggi maka
dapat dipastikan berasal dari aktivitas manusia, termasuk diantaranya fosfor organik dari sisa
budidaya ikan pada KJA. Kadar fosfor sering digunakan sebagai parameter kunci untuk
57
menentukan tingkat kesuburan perairan. Fosfor merupakan unsur essensial bagi pembentukan
protein dan metabolisme sel organisme dan jumlah fosfor yang terdapat dalam bentuk senyawa
orthoposfat (PO43-), metaposfat (P3O9
3-), dan poliposfat (P3O105-) serat dalam bentuk organik
(Insan ,2009). Nilai TP di waduk kedung ombo berkisar antara 30 – 365 µg/L dengan nilai rata
rata 100 µg/L. Menurut Novotny dan Olem (1994); perairan oligotrofik (kesuburan rendah) bila
kandungan total fosfor kurang dari 10 μg/L, mesotrofik (kesuburan sedang) bila kandungan fosfor total
antara 10 – 35 μg/L (Lampiran 3), eutrofik (kesuburan tinggi) bila kandungan fosfor total lebih dari 35 –
100 μg/L, hipertrofik bila kandungan fosfor total > 100 μg/L (Lampiran). Dengan demikian waduk kedung
ombo sudah termasuk perairan antara eutrofik – hipertrofik. Kandung TP yang tinggi banyak terdapat di
stasiun penelitian yang berada daerah sragen, karena daerah sragen banyak terdapat KJA dan padat
penduduk, banyak daerah pertanian. Kegiatan yang menonjol di perairan waduk yaitu budidaya ikan
pada KJA yang jumlahnya mencapai 2000 KJA, sisa pakan dan kotoran ikan dapat meningkatkan kadar
fosfor. Keberadaan fosfor yang tinggi di perairan dapat menstimulir pertumbuhan fitoplankton,
selanjutnya dapat menghambat penetrasi sinar matahari masuk ke perairan sehingga tidak
menguntungkan bagi ekosistem perairan. Selain itu, perairan Waduk Kedung Ombo juga berfungsi
sebagai sumber air minum, ambang batas total fosfor perairan untuk kepentingan air minum tidak
boleh melebihi 50 μg/L (Beveridge, 1996). Aktivitas perikanan tidak boleh mengganggu fungsi utama
waduk termasuk waduk sebagai sumber air minum.
J). Klorofil.
Klorofil merupakan zat hijau daun yang sangat berperan dalam proses fotosintesis, di perairan
yang mempunyai klorofil adalah fitoplankton. Banyaknya nilai klorofil bergantung pada banyaknya
fitoplankton di perairan, dan banyaknya fitoplankton sangat ditentukan oleh kandungan nutrien di
perairan terutama fosforKandungan klorofil di waduk kedung ombo antara 11 - 72 μg/L, dengan nilai
58
rata rata 25,3 μg/L (Lampiran 5). Menurut Novotny dan Olem (1994); perairan oligotrofik bila
kandungan klorofil < 4 μg/L, mesotrofik bila kandungan klorofil antara 4-10 μg/L, eutrofik bila
kandungan klorofil >10 μg/L. Menurut kandungan klorofil, secara umum perairan Waduk kedung ombo
sudah masuk katagori perairan eutrofik (kesuburan tinggi). Kandungan klorofil yang tinggi tersebut
dikarenakan jumlah fitoplankton di Waduk tersebut juga sudah cukup tinggi terutama daerah sekitar KJA
Aquafarm mencapai rata rata 91.700 sel/L, penyebab kandungan klorofil dan fitoplankton yang cukup
tinggi disebabkan karena adanya pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) terutama unsur fosfor di perairan
(Utomo et al., 2010).
59
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN.
Laju pertumbuhan ikan patin di waduk Kedung Ombo mengalami pertumbuhan yang baik
mencapai 12- 17,9 gram per hari dengan rata-rata 16 gram per hari
Inlet Serang dan inlet Samodera merupakan tempat pemijahan ikan patin.
Sebelum tahun 2012, nelayan setempat belum pernah ada yang mendapatkan ikan Patin,
sekarang sudah mulai mendapatkan ikan Patin terutama dengan alat beranjang Di sekitar
inlet Serang dan inlet Samodera hampir tiap hari ikan Patin tertangkap ada yang berukuran
kecil (0,2 – 0,5 kg/ekor) dan yang berukuran besar (2- 6 kg/ekor).
Daerah sekitar KJA PT. Aquafarm yang saat ini disepakati bersama untuk dilindungi sebagai
daerah larangan menangkap ikan, dapat berfungsi sebagai tempat cadangan calon induk
ikan di Waduk Kedung Ombo.
SARAN
Keberhasilan penebran ikan patin hingga dapat memijah harus di monitoring dan
dipertahankan keberadaannya melalui penguatan kelembaggan tahun berikutnya. Untuk itu
pelu ditindak lanjuti penelitian kebijaksaan oleh P4KSI.
Perairan sekitar KJA. PT. Aquafarm yang telah disepakati menjadi suaka perikanan
hendaknya selalu disosialisasikan, dan ada ketetapan hukumnya dalam bentuk peraturan
pemerintah atau Perda.
60
DAFTAR PUSTAKA.
APHA, 1986. Standard methods for the examinations of water and wastewater. APHA inc, WashingtonDC.
APHA. 1988. Standart Method for the Examination of Water and Wastewater, 15thEdition.
American Public Health Association, Washington, D.C. 1134 p.
Aida, S.N dan A.D, Utomo 2011. Tingkat Kesuburan Perairan di Waduk Kedung Ombo. BAWAL. JurnalWidya Riset Perikanan Tangkap Jakarta. 3(6): 415-422.
Aida, SN., AD, Utomo., M.Ali.,F. Surpiadi, 2011. Bioekologi dan Potensi Sumberdaya Perikanan di WadukGajah Mungkur Jawa Tengah. Laporan Akhir Tahun. Balai Penelitian Perikanan PerairanUmum. Palembang. 115 hal.
Boyd, C.E 1988. Water Quality in Warm Water Fish Ponds. Fourth Printing. Auburn UniversityAgriculture Experiment Station. Alabama. USA. 359 p.
Brandt, A.V. 1969. Application of observation on fish bahaviour for fishing methods and gearconstruction. FAO Fisheries Reports, Rome. P : 169-191.
Departemen Pekerjaan Umum Dirjen Sumberdaya air, 2006. Studi Penatagunaan Kawasan KedungOmbo. PT Terta Buana Manggala Jaya dan Persero PT Virema Karya. Semarang.
Dharyati, E., AD. Utomo., S. Adjie., Asyari., dan D. Wijaya, 2009-2010. Bio-ekologi dan PotensiSumberdaya Perikanan di Waduk Kedung Ombo dan Gajah Mungkur Jawa Tengah. Laporanakhir tahun. Balai Riset Perikanan Perairan Umum. Palembang. 75 hal
Dinas Peternakan dan perikanan Sragen, 2006. Profil Waduk Kedung Ombo Sentra PerikananKab. Sragen.
Dinas Peternakan dan perikanan Sragen, 2008. Rekapitulasi Penebaran Ikan di Perairan Umum.Laporan Tahunan 2008, Dinas Peternakan dan Perikanan Kab. Sragen.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah 2010. Petunjuk Pelaksanaan ProgramCBF, Pengelolaan Perikanan Berbasis Budidaya. Seksi Kesehatan Ikan danLingkungan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. 16 p.
Direktorat Pengelolaan Bengawan Solo, 2003. Ringkasan Bendungan Serbaguna Wonogiri. Solo. 14hal.
Effendie, M. I. 1997. Metoda Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan IPB. Bogor. YayasanAgromedia. Bogor. 112 p
Effendi,H 2000. Telaah Kualitas Air. Jurusan MSP Fak. Perikanan dan Kelautan IPB Bogor. 259hal
61
Febrian R; R. Srihartini dan N. Sutisna 2004. Kondisi Danau dan Waduk di Indonesia.http//www.pusair.pu.go.id. 10 April 2010
Krismono 1992. Hubungan Antara Tingkat Trophic dengan Populasi FCC Mini di Sauatu Badan air. BuletinPenelitian Perikanan Darat. 1(3): 12 – 22 .
Mitsch, W.J and S.E Jorgensen 2004. Ecological Engeneering and Ecosystem Restoration. John Wiley &Sons, Inc.Canada.
Novotny,V and Olem,H.1994. Water Quality, prevention, identification, and management of diffusepolluition. Van Nostrans Reinhold. New York.
1054 p.
Odum, E.P 1996. Fundamentals of Ecology. Third Edition Saunders College Publishing. Rinehart andWinston. 486 p.
Purnomo, K. 2000. Kompetisi dan Pembagian Sumberdaya Pakan Komunitas Ikan di Waduk Wonogiri.Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta 6(3-4): 16-23.
Purnomo, K., E.S. Kartamihardja., S. Koeshendradjana. 2003. Pertumbuhan, Mortalitas, dan Kebiasaanmakanan ikan Patin (Pangasius hyphophthalmus) introduksi di Waduk Gajah Mungkur. JurnalPenelitian Perikanan Indonesia. Edisi Sumberdaya dan Penangkapan. Pusat Riset PerikananTangkap. Jakarta. 9(3): 13-21.
Ritonga, A. 1987. Statistika Terapan Untuk Penelitian. Lembaga Penerbit FakultasEkonomi Universitas Indonesia, Jakarta-Indonesia. 379 hal.
Sukimin, S. 2008. The application of phosphourus loading model estimating the carriying capacity forcage culture and productivity of Saguling Reservoir, West Java, Indonesia. SEAMEO BIOTROP.BOGOR
Utomo, AD; S. Adjie; N.Muflikah dan A. Wibowo, 2005. Distribusi jenis ikan dan kualitas perairan diBengawan solo. JPPI 12 ( 2 ). Pusat Riset Perikanan Tangkap Jakarta
Welcomme, R. L. 1979. Fisheries Ecology of Flood plain Rivers. Longman, London and New York.106-136.
62
Lampiran 1 . Tingkat Kematangan Gonad dan Indeks Kepenuhan Lambung
Panjang Lekuk Berat Total TKG Beratcm gram pencernaan ISC (%)74 6000 187,5 3,1380 13000 IV 173,6 1,3452 2550 Hancur 63,4 2,4949 2600 105,5 4,06
51.5 2800 Hancur 94,5 3,3850 2500 I 160,2 6,4147 1900 I 98,4 5,18
56.5 3550 Hancur 196,5 5,5449.5 2200 I/II 137,4 6,2542 1250 II 102,6 8,2145 1650 I 95,5 5,7976 7000 IV 104,1 1,4975 7000 IV 184,8 2,64
Panjang Lekuk Berat Total TKG Beratcm gram pencernaan ISC (%)87 6000 IV/V 347 5,7870 5000 II 115,5 2,3174 4300 138 3,2183 5000 II 103 2,0680 4150 I 101,5 2,4589 6000 II 127,5 2,1366 8000 IV 331 4,1447 1600 I 88,5 5,5357 4000 V 156,6 3,9254 3000 II 141,5 4,72
53.5 3700 I 298,5 8,0754 2600 III 175,8 6,7647 2250 I 80,9 3,60
63
Lanjutan Lampiran 1.
Panjang Lekuk Berat Total TKG Beratcm gram pencernaan ISC (%)
6000 187,5 3,1354 2550 Hancur 58,4 2,2953 2600 Hancur 94,5 3,6350 2050 I 160,2 7,81
56,5 3550 Hancur 123,5 3,4849,5 2200 I/II 88,5 4,0276 7000 IV 104,1 1,4947 1900 I 98,4 5,1844 1000 I 96,5 9,6548 2000 I 145 7,2543 1500 II 105,5 7,03
64
Lampiran2 Tingkat Kematangan Dan Indeks Kematangan Gonad Serta Fekunditas Ikan PatinDi Waduk Kedung Ombo
P.Lekuk Berat TotalTKG
Berat GonadIKG Fekunditas
cm Gram gram Butir74 6000 IV 565,6 9,4 63800080 13000 IV 1005 7,7 51220052 2550 Hancur49 2600 224,2 8,6
51.5 2800 Hancur50 2500 I 126,5 5,147 1900 I 116 6,1
56.5 3550 Hancur 316,6 8,949.5 2200 I/II 85 3,942 1250 II 35,5 2,845 1650 I 0 0,076 7000 IV hancur
70 7000 IV 752 10,7 74329880 12000 IV 1075 9,0 1061854
P.Lekuk Berat TotalTKG
Berat GonadIKG Fekunditas
cm Gram gram Butir87 6000 IV/V 521,6 8,770 5000 II 123,5 2,574 4300 hancur83 5000 II 112,6 2,380 4150 IV 312 7,589 6000 I spent66 8000 IV 764,5 9,6 91810047 1600 I 95 5,957 4000 V 412,8 10,354 3000 II 90,5 3,0
53.5 3700 I 102 2,854 2600 III 268,3 10,347 2250 I 98,5 4,4
65
Lanjutan Lampiran 2.
P.Lekuk Berat TotalTKG
Berat GonadIKG Fekunditas
cm Gram gram Butir6500 III 385 5,9
54 2550 II 95,5 3,749 2600 I 105 4,053 2600 I 65 2,5
55,3 2100 I 80,5 3,855 4050 IV 75 1,9
37,5 1950 I/II 60 3,145 1350 II 55 4,140 1550 I 45 2,979 7000 hancur67 6500 IV 685 10,545 2100 I 55 2,644 1000 I 45 4,548 2000 I 40 2,043 1500 hancur 55 3,774 11000 IV 650,5 5,9
66
Lampiran 3. Ikan patin bertanda yang tertangkap Kembali (Recapture)
Kode Release Recapure
Jan-014 PL (L1) BT (B1) PL (L2)BT
(B2) Recapturecm gram cm gram LOKASI
TBA 1431 60 3400 62 4700 DOMBANG
BRPPU 491 17,5 86 56 3500 CEPOKO
BRPPU 468 17 56 52 3000 DOMBANG
BRPPU 704 27 223 49 2000 CEPOKO
Feb-14 Release Recapture Recapture
TBA 1717 45 1100 48 3000 jatisongo
TBA 1672 53 1800 56 3300 jatisongo
TBA 1653 56 2450 57 3000 Danglegi
TBA 1754 48 1500 56 3000 jatisongo
TBA 1712 46 1300 53 3000 Danglegi
TBA 1682 45 1200 55 3000 kelur
TBA 1654 49 1800 57 3300 jatisongo
TBA 1663 56 2700 60 3200 jatisongo
TBA 1679 45 1400 49 2700 jatisongo
TBA 1716 45 1200 59 3500 Serangmakam
TBA 1658 52 2000 57 3000 kelur
TBA 1782 49 1500 56 3200 kelur
TBA 1685 50 2900 62 3000 kelur
TBA 1657 55 2000 59 3500 Danglegi
TBA 1751 49 1950 53 2800 jatisongo
BRPPU 731 31,2 430 43 2000 Danglegi
BRPPU 694 19,5 80 52 3000 Dombang
67
Lanjutan Lampiran 3
Release RecapureMar-14 PL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2) Lokasi
Kode cm gram cm gram RecaptureTBA 1676 54 1800 56 3500 kelurTBA 1671 47 2400 58 2500 jatisongoTBA 1778 50 2000 56 3000 jatisongoTBA 1752 46 1200 56 3000 jatisongoTBA 1734 54 2200 58 3500 MojolumutTBA 1753 50 2400 59 3500 SerangmakamTBA 1667 47 1400 56 3000 SerangmakamTBA 1790 49 1700 60 3800 jatisongoTBA 1729 53 2200 61 3300 CepokoTBA1759 46 1300 57 3000 JatisongoTBA 1741 52 1700 56 3300 kelurTBA 1726 55 2200 60 3500 kelurTBA 1763 52 1800 59 3900 CepokoTBA 1739 51 2800 61 3500 CepokoTBA 1706 51 1600 56 3000 kelurTBA 1673 44 1100 57 3700 DombangTBA 1732 53 2200 57 3200 CepokoTBA 1760 55 2500 58 3000 MojolumutTBA 1594 67 7000 76 7000 duwet
BRPPU 664 19,2 94 58 3000 Kedung perengTBA 1434 55 3000 60 3700 DombangTBA 1728 53 2200 57 3000 CepokoTBA 1681 46 1500 51 3000 MojolumutTBA 1742 48 1700 55 3500 KelurTBA 1716 45 1200 50 2500 kelurTBA 1750 58 2500 60 3500 jatisongoTBA 1757 49 1600 54 3500 DombangTBA 1668 57 2200 59 3500 BL manjarTBA 1688 45 1300 50 2100 kedung uterTBA 1661 59 2500 61 4000 kedung uter
BRPPU 1202 31 409 42 2500 MojolumutBRPPU 964 25 230 45 2500 MojolumutBRPPU 668 20,4 90 51 3200 BLManjar
68
Lanjutan Lampiran 3.
Mei-14 Release RecapurePL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2) Recapture
Kode cm gram cm gram LOKASI ALATTBA 1694 56 2400 57 5000 ngrakum,serang BranjangTBA 1416 65 5500 78 6500 Kedungwiyu JaringTBA 1428 67 4800 80 8000 ngrakum,serangTBA 1633 51 2600 66 4500 KedungwiyuTBA 1747 58 4300 64 4000 ngrakum,serangTBA1777 49 1600 52 3500 cepoko JaringTBA 1794 64 3300 75 5000 ngrakum branjang
un-14 Release RecapurePL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2) Recapture
Kode cm gram cm gram LOKASI ALATTBA 1618 50 2200 60 3000 ngrahum BranjangTBA 1670 54 2200 60 3000 ngrahum branjangbrppu 732 32 426 60 4000 ngrakum BranjangTBA 1611 58 3600 76 7000 duwet Branjang
Jul-14 Release RecapurePL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2) Recapture
Kode cm gram cm gram LOKASI ALATBRPPU 984 27,5 294 74 6000 ngasinan BranjangTBA 1776 60 2900 70 5000 kedung uter BranjangTBA 1774 53 1700 74 4300 kedung uter branjang
BRPPU 968 32 412 80 4500 kedung uter branjangTBA 1788 54 2600 64 4500 kadungwiyu Branjang
Agusts 13 Release Release RecapureRecapture
Pt PL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2)Kode cm cm gram cm gram Lokasi ALAT
BRPPU746 30,5 34 319 48 1000 KELUR JARING
BRPPU738 40 35,5 567 49 1100 KELUR JARING
69
Lanjutan Lampiran 3
Sep-13 Release Recapure RecapturePt PL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2)
Kode cm cm gram cm gram Lokasi ALATBRPPU
716 32.2 28 271 43 1500BRPPU
999 35 31 394 35 1000BRPPU1279 34 30 400 32 1000
Nop-13 Release Release Recapure RecapturePt PL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2)
Kode cm cm gram cm gram Lokasi ALATBRPPU1266 35 32 400 1300 CEPOKO JARING
BRPPU1293 34 30 328 1200 CEPOKO JARING
Des-13 Release Release Recapure RecapturePt PL (L1) BT (B1) PL (L2) BT (B2)
Kode cm cm gram cm gram Lokasi ALATBRPPU
449 22,6 20 90 48 2000 MOJOLUMUT JARINGBRPPU1272 37 33,5 600 49,5 2200 MOJOLUMUT JARING
BRPPU529 20,7 17,6 70 42 1000 DOMBANG JARING
TBA 1619 52 2200 54 2250 CEPOKO JARINGTBA 1418 56 3400 60 3500 KELUR JARING
BRPPU1004 30 26 246 44 1650 CEPOKO JARING
BRPPU743 33,5 29 310 50 2600 CEPOKO JARING
BRPPU837 35,5 31,2 424 50 2050 MOJOLUMUT JARING
BRPPU954 39,5 35 518 56 2000 CEPOKO JARING
BRPPU990 33 29,5 335 56 2500 CEPOKO JARING
TBA 1602 52 2400 62 4500 DOMBANG JARINGTBA 1617 53 2800 61 4000 DOMBANG JARING
BRPPU729 37,5 33 504 34 3400 NGLANJI JARING
tba 1645 30 1800 35 2100 NGLANJI JARINGTBA 1181 50 2000 74 6000 duwet JARING
70
Lampiran 4: Hasil tangkapan ikan patin di waduk Kedung Ombo
NelayanLokasi
BulanALAT UKURAN JUMLAH
HASILJumlah ekor
Rata-rata Jumlah Jumlah
penangkapan TANGKAP ALAT(Inchi) ALAT (unit) IKAN gram/ekor per hari Gram (gram) Ekor
Eko kedung panas 28/11/2013 branjang 2,5 1 1 8500 1
Eko kedung panas 29/11/2013 branjang 2,5 1 1 6500 1
Surisno duwet 30/11/2013 jala 3 1 1 2500 1
Parno duwet 30/11/2013 jaring 3,5 1 1 3500 1 5250 21000 4
Eko kedung panas 05/12/2013 branjang 2,5 1 1 7500 1
Nur duwet 02/12/2013 branjang 2,5 1 1 6000 1 6750 13500 2
Joko kedung panas januari branjang 2,5 1 1 9500 1
Sunarto Duwet/teluk 01/01/2014 jala 2,5 1 1 1000 1 4416,7 26500 6
1 1500 1
1 500 1
Rudi kedung panas 12/01/2014 jaring 5 4 1 7000 1
1 7000 1
Trisno kedung pring 08/03/2014 branjang 2 1 1 3500 1 5250 10500 2
kedung pring 24/03/2014 branjang 2 1 1 7000 1
71
Lanjutan Lampiran 4. Hasil tangkapan ikan patin di waduk Kedung Ombo 2014
NelayanLokasi
Bulan 2014ALAT UKURAN JUMLAH HASIL Jumlah
penangkapan TANGKAP ALAT (Inchi) ALAT (unit) IKAN gram/ekor per hari
Nyamin Serang Mei Branjang 1,75 1 patin 0,2 1
0,2 2
0,2 3
0,2 1
0,2 2
Agustus Jaring 2,5 4 0,4 7
September Jaring 2,5 4 0,3 17
Ngatimin Serang Mei Branjang 2 1 patin 7000 1
0,3 3
0,4 2
0,5 1
0,5 3
Juni Branjang 2 1 0,4 1
September Branjang 2,5 1 0,3 11
Oktober Branjang 2,5 1 0,5 1
72
Lampiran 5. Kualitas air waduk Kedung Ombo
LOKASI : WKOSTASIUN : INLET SERANG IGPS : S : 07017'18.9" : E: 110⁰46'30,2KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 13.30 WIBTANGGAL : 17/02/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu 30.5 30.2 28.1 27.32 kecerahan (cm) 643 kedalaman (m) 4.54 pH 8.05 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 7.66 8.30 4.73 1.07 Alkalinitas 1188 DHL 318.8 316.3 304 261.09 NO2 (mg/l) 0,0088
10 O-PO4 (mg/l) 0,0127811 NO3 (mg/l) 1,21312 TSS (mg/l) 1013 TDS (mg/l) 21014 TP (mg/l) 0,0715 TA (mg/l) 10516 NH3 (mg/l) 0,1636217 Klorofil (µg/l) 17,8518 Turbidity (NTU)19 Plankton2021 Kece arus 0,4 m/det22 suhu udara 30 0C
73
Lanjutan Lampiran 5
L OKASI : WKO (2)STASIUN : INLET SERANG IIGPS : S : 07.17.14.7 : E : 110⁰46'34,3KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 13.45 WIBTANGGAL : 17/02/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu 30.72 kecerahan (cm) 653 kedalaman (m) 0.84 pH 05 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 7.177 Alkalinitas 1208 DHL 3179 NO2 (mg/l) 0,0007
10 O-PO4 (mg/l) 0,00221111 NO3 (mg/l) 1,42812 TSS (mg/l) 1013 TDS (mg/l) -14 TP (mg/l) 0,11215 TA (mg/l) 10216 NH3 (mg/l) 0,19450817 Klorofil (µg/l) 10,7118 Turbidity (NTU)19 Plankton202122 suhu udara o C 29,5
74
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI WKO (3)STASIUN kaliwuluh/Reservat DinasGPS S;07.18.48.5 : E: 110⁰50'31KETERANGAN PANASJAM PENGAMATAN 14.45 WIBTANGGAL 17-Feb-14
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 5 Dasar
1 Suhu 31.4 29 28.8 28.6 27.92 kecerahan (cm) 673 kedalaman (m) 134 pH 8.05 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 9.35 8.98 6.7 2.46 0.387 Alkalinitas 798 DHL 262 255 257 268.7 267.79 NO2 (mg/l) 0,0016
10 O-PO4 (mg/l) 0,00300811 NO3 (mg/l) 1,19312 TSS (mg/l) 2013 TDS (mg/l) 18014 TP (mg/l) 0,06315 TA (mg/l) 7616 NH3 (mg/l) 0,19336417 Klorofil (µg/l) 21,4218 Turbidity (NTU)19 Plankton202122 suhu udara OC 30
75
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI : WKO (4)STASIUN : DuwetGPS : S;07.19'03'' : E: 110⁰50'46''KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 15.00 WIB
TANGGAL : 17-Feb-14KEDALAMAN (m)
NO. PARAMETER 0 1 3 5 dasar1 Suhu 31.4 31.2 29.1 28.7 27.22 kecerahan (cm) 703 kedalaman (m) 134 pH 85 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 8.83 9.3 5.41 0.8 0.287 Alkalinitas 1088 DHL 263.4 263.3 262.2 274.5 2669 NO2 (mg/l) 0,0013
10 O-PO4 (mg/l) 0,0060211 NO3 (mg/l) 1,14912 TSS (mg/l) 2013 TDS (mg/l) 17014 TP (mg/l) 0,07115 TA (mg/l) 7716 NH3 (mg/l) 0,21739117 Klorofil (µg/l) 26,1818 Turbidity (NTU)19 Plankton202122 suhu udara OC 30
76
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI :WKO (5)STASIUN Samudro I (dekat branjang p trisno)GPS : S : 07.20'20,4'' E: 110⁰50'02''KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 15.45 WIBTANGGAL : 17-Feb-14
KEDALAMAN(m)
NO. PARAMETER 0 1 3 5 dasar1 Suhu 30,8 30,8 29 28,7 26,22 kecerahan (cm) 643 kedalaman (m) 8,94 pH 8,55 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 9,16 8,63 3,2 0,47 0,37 Alkalinitas 1148 DHL 273,4 272,7 275,3 323,1 218,89 NO2 (mg/l) 0,0013
10 O-PO4 (mg/l) 0,0127811 NO3 (mg/l) 1,27912 TSS (mg/l) 1013 TDS (mg/l) 18014 TP (mg/l) 0,10515 TA (mg/l) 8216 NH3 (mg/l) 0,21281517 Klorofil (µg/l) 24,9918 Turbidity (NTU)19 Plankton202122 suhu udara OC 30
77
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI WKO (6)STASIUN kja NgasinanGPS : S;07.18'13'' : E: 110⁰49'54''KETERANGAN PANASJAM PENGAMATAN 09.30 WIBTANGGAL 19-Feb-14
KEDALAMAN (m)NO. PARAMETER 0 1 3 5 dasar
1 Suhu 29.8 29.4 29.2 28.9 27.72 kecerahan (cm)3 kedalaman (m) 254 pH 85 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 7.73 8.14 7.35 4.57 0.307 Alkalinitas 1118 DHL 253.35 251.9 251.4 260.4 267.79 NO2 (mg/l) 0,0013
10 O-PO4 (mg/l) 0,01353411 NO3 (mg/l) 0,26812 TSS (mg/l) 2013 TDS (mg/l) 17014 TP (mg/l) 0,05415 TA (mg/l) 7816 NH3 (mg/l) 0,20137317 Klorofil (µg/l) 19,0418 Turbidity (NTU)19 Plankton2021 kecep arus 0,05 m/det22 suhu udara OC 30
78
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI WKO (7)STASIUN kja aquafarmGPS : S :07.16'45,6'' : E: 110⁰49'38''KETERANGAN PANASJAM PENGAMATAN 13.00WIBTANGGAL 19-Feb-14
KEDALAMAN (m)NO. PARAMETER 0 1 3 5 dasar
1 Suhu 29.5 29.4 28.8 28.6 27.62 kecerahan (cm)3 kedalaman (m) 33.34 pH 8.55 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 8.40 8.5 6.54 5.22 0.347 Alkalinitas 9.88 DHL 270.4 257.5 258.3 260.8 268.39 NO2 (mg/l) 0,0009
10 O-PO4 (mg/l) 0,00827111 NO3 (mg/l) 0,52812 TSS (mg/l) 2013 TDS (mg/l) 18014 TP (mg/l) 0,06415 TA (mg/l) 8316 NH3 (mg/l) 0,07894717 Klorofil (µg/l) 40,4618 Plankton192021 suhu udara 31,6
79
Lampiran .5 Kualitas air waduk Kedung Ombo pada pengamatan bulan Mei 2014
LOKASI : WKO (1)STASIUN : INLET SERANG (Tepi) IGPS : S : 07018'126" : E: 110⁰46'163"KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 08.30 WIBTANGGAL : 23/05/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu 322 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH 85 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 57 Alkalinitas 508 DHL 248,39 TDS 137,8
10 NO2 (mg/l) 0,0030211 O-PO4 (mg/l) 0,010312 NO3 (mg/l) 0,47513 TSS (mg/l) 1214 TDS (mg/l) 20015 TP (mg/l) 0,08416 TA (mg/l) 7517 NH3 (mg/l) 0,22418 Klorofil (µg/l) 54,7419 Plankton2021 Suhu udara OC 31,7
80
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKO (2)STASIUN : INLET SERANG IIGPS : S : 07018'126" : E: 110⁰46'163"KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 08.50 WIBTANGGAL : 23/05/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu2 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH5 CO2 (ml)6 DO (ppm)7 Alkalinitas8 DHL9 TDS
10 NO2 (mg/l) 0,0032611 O-PO4 (mg/l) 0,013312 NO3 (mg/l) 1,89513 TSS (mg/l) 1814 TDS (mg/l)15 TP (mg/l) 0,36816 TA (mg/l) 7517 NH3 (mg/l) 0,30918 Klorofil (µg/l) 54,7419 Plankton
202122 suhu udara 30,6
81
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI : WKO (3)STASIUN : INLET SAMUDRA (Tepi) IGPS : S : 07018'126" : E: 110⁰46'163"KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 09.15 WIBTANGGAL : 22/05/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu 31,62 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH 6,55 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 4,597 Alkalinitas 608 DHL 248,59 TDS 138,9
10 NO2 (mg/l) 0,0027811 O-PO4 (mg/l) 0,013312 NO3 (mg/l) 0,40113 TSS (mg/l) 814 TDS (mg/l) 18015 TP (mg/l) 0,36516 TA (mg/l) 7517 NH3 (mg/l) 0,26618 Klorofil (µg/l) 72,5919 Plankton202122 suhu udara 30,6
82
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKO (4)STASIUN : INLET SAMUDRA (Tepi) IIGPS : S : 07018'126" : E: 110⁰46'163"KETERANGAN : PANASJAM PENGAMATAN : 09. 50 WIBTANGGAL : 22/05/2014
KEDALAMANNO. PARAMETER 0 1 3 4.5
1 Suhu2 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH5 CO2 (ml)6 DO (ppm)7 Alkalinitas8 DHL9 TDS
10 NO2 (mg/l) 0,0032611 O-PO4 (mg/l) 0,011812 NO3 (mg/l) 0,98113 TSS (mg/l) 1014 TDS (mg/l)15 TP (mg/l) 0,15216 TA (mg/l) 8417 NH3 (mg/l) 0,36118 Klorofil (µg/l) 72,5919 Plankton2021 Suhu udara OC 31,0
83
Lampiran 5 . Kualitas air waduk Kedung Ombo pada pengamatan bulan Agustus 2014
LOKASI : WKOSTASIUN : Kedung Piring, Inlet Serang IGPS : S : 07018'333" : E : 110046'028"KETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 08.00 wibTANGGAL : 25-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 28.242 kecerahan (cm) 503 kedalaman (m) 1.34 pH 6.835 CO2 (ml)6 DO (ppm) 6.787 Alkalinitas8 DHL 0.2999 TDS 190
10 NO2 (mg/l) 0,16211 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,71213 TSS (mg/l) 714 TDS (mg/l) 27015 TP (mg/l) 0,04616 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,02418 Klorofil (µg/l) 0,1119 Turbidity (NTU) 16,75202122 Suhu udara OC 31,5
84
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Sendang Jambe, Inlet Serang IIGPS : S: 07017'966" : E: 110046'480"KETERANGAN CerahJAM PENGAMATAN 08.40 wibTANGGAL 25-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 28.512 kecerahan (cm) 753 kedalaman (m) 1.74 pH 6.895 CO2 (ml)6 DO (ppm) 7.747 Alkalinitas8 DHL 2.2929 TDS 190
10 NO2 (mg/l) 0,05711 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,56413 TSS (mg/l) 1614 TDS (mg/l) 26015 TP (mg/l) 0,06716 TA (mg/l) 17017 NH3 (mg/l) 0,15618 Klorofil (µg/l) 8,8619 Turbidity (NTU) 4,3120 Sedimen2122 Suhu udara OC 31,5
85
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Sumber Agung I, Inlet Serang IIIGPS : S : 07017'773" : E : 110047'043"KETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 09.55 wibTANGGAL : 25-Agust - 14
KedalamanNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 27.812 kecerahan (cm) 253 kedalaman (m) 7.54 pH 6.815 CO2 (ml)6 DO (ppm) 7.927 Alkalinitas8 DHL 0.2939 TDS 190
10 NO2 (mg/l) 0,00311 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,58213 TSS (mg/l) 3914 TDS (mg/l) 32015 TP (mg/l) 0,0716 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,02218 Klorofil (µg/l) 8,419 Turbidity (NTU) 22,52021 Suhu udara OC 31,722
86
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Sumber Agung II, Inlet Serang IVGPSKETERANGAN :CerahJAM PENGAMATAN : 10.10 wibTANGGAL : 25-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu2 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH5 CO2 (ml)6 DO (ppm)7 Alkalinitas8 DHL9 TDS
10 NO2 (mg/l) 0,00111 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,64813 TSS (mg/l) 2314 TDS (mg/l) 33015 TP (mg/l) 0,07816 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,04918 Klorofil (µg/l) 11,9319 Turbidity (NTU) 16,282021 Suhu udara OC 31,822
87
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Sumber Agung III, Inlet Serang VGPSKETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN :10.35 wibTANGGAL : 25-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu2 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH5 CO2 (ml)6 DO (ppm)7 Alkalinitas8 DHL9 TDS
10 NO2 (mg/l) 0,24411 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,59713 TSS (mg/l) 914 TDS (mg/l) 27015 TP (mg/l) 0,0816 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,01918 Klorofil (µg/l) 8,3319 Turbidity (NTU) 8,43202122 Suhu udara OC 31,8
88
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Samudro, Inlet Samudro 1GPSKETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 08.00 wib - selesaiTANGGAL : 24-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1
1 Suhu 29.062 kecerahan (cm) 603 kedalaman (m) 1504 pH 6.85 CO2 (ml)6 DO (ppm) 7.17 Alkalinitas8 DHL 0.2979 TDS 180
10 NO2 (mg/l) 0,32611 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,88513 TSS (mg/l) 814 TDS (mg/l) 26015 TP (mg/l) 0,21716 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,06318 Klorofil (µg/l) 6,7619 Turbidity (NTU) 5,86202122 Suhu udara OC
89
Lanjutan Lampiran .5
LOKASI : WKOSTASIUN : Soro , Inlet Samudro IIGPSKETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 08.40 wibTANGGAL : 24-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 28.772 kecerahan (cm) 553 kedalaman (m) 704 pH 6.715 CO2 (ml)6 DO (ppm) 6.487 Alkalinitas8 DHL 0.3029 TDS 190
10 NO2 (mg/l) 0,05811 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,59413 TSS (mg/l) 1114 TDS (mg/l) 26015 TP (mg/l) 0,18316 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,04918 Klorofil (µg/l) 8,3319 Turbidity (NTU) 4,06202122 Suhu udara OC
90
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI : WKOSTASIUN : Pendem Inlet Samudro IIIGPSKETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 09.30 wibTANGGAL : 24-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 28.862 kecerahan (cm) 503 kedalaman (m) 804 pH 6.825 CO2 (ml)6 DO (ppm) 6.717 Alkalinitas8 DHL 0.3039 TDS 190
10 NO2 (mg/l) 0,00311 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,60313 TSS (mg/l) 1914 TDS (mg/l) 62015 TP (mg/l) 0,0816 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,04418 Klorofil (µg/l) 10,9319 Turbidity (NTU) 8,96202122 Suhu udara OC
91
Lanjutan Lampiran 5
LOKASI WKOSTASIUN Tawangsari, Inlet Samudro IVGPS S : 07018'333" E : 110046'028"KETERANGAN CerahJAMPENGAMATAN 09.55 wib- selesaiTANGGAL 24-Agust-14
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3
1 Suhu2 kecerahan (cm)3 kedalaman (m)4 pH5 CO2 (ml)6 DO (ppm)7 Alkalinitas8 DHL9 TDS
10 NO2 (mg/l) 0,02811 O-PO4 (mg/l)12 NO3 (mg/l) 0,7313 TSS (mg/l) 814 TDS (mg/l) 28015 TP (mg/l) 0,07116 TA (mg/l)17 NH3 (mg/l) 0,32418 Klorofil (µg/l) 11,919 Turbidity (NTU) 6,08202122 Suhu udara OC
92
Lanjutan Lampiran 5.
LOKASI : WKOSTASIUN INLET Serang (Ngrakum)GPS S: 07017'67.0"KETERANGAN Cerah/angin besarJAM PENGAMATAN 09.05 wibTANGGAL 09-Okt-14
KedalamanNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 25,42 kecerahan (cm) 253 kedalaman (m) 1,64 pH 75 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 5,677 Alkalinitas8 DHL 291,49 TDS 230
10 NO2 (mg/l) 0,02211 O-PO4 (mg/l) 0,007312 NO3 (mg/l)13 TSS (mg/l) 2414 TDS (mg/l) 32015 TP (mg/l) 0,028916 TA (mg/l) 9417 NH3 (mg/l) 0,06318 Klorofil (µg/l) 20,2319 Turbidity (NTU) 48,7202122 Suhu udara OC
93
Lanjutan Lampiran.5
LOKASI : WKOSTASIUN : Inlet Serang (Kedung Jambe)GPS : S : 7018'048"KETERANGAN : CerahJAM PENGAMATAN : 07.30 wibTANGGAL : 09/10/2014
StasiunNO. PARAMETER 1 2 3 4.5
1 Suhu 23,72 kecerahan (cm) 253 kedalaman (m) 0,74 pH 65 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 6,27 Alkalinitas8 DHL 285,49 TDS 230
10 NO2 (mg/l) 0,002411 O-PO4 (mg/l) 0,005912 NO3 (mg/l)13 TSS (mg/l) 5414 TDS (mg/l) 32015 TP (mg/l) 0,059116 TA (mg/l) 10017 NH3 (mg/l) 0,12618 Klorofil (µg/l) 28,5619 Turbidity (NTU) 492021 Suhu udara OC
94
Lanjutan Lampiran.5
LOKASI : WKOSTASIUN : Inlet Serang (Kedung piring)GPS : S: 07017'351" E: 110046'642"KETERANGAN : Ombak besar angin kencangJAM PENGAMATAN : 08.10 wibTANGGAL : 09-Okt-14
KedalamanNO. PARAMETER 1 2 3
1 Suhu 262 kecerahan (cm) 203 kedalaman (m) 2,84 pH 6,55 CO2 (ml) 06 DO (ppm) 5,547 Alkalinitas8 DHL 288,59 TDS 220
10 NO2 (mg/l) 0,007811 O-PO4 (mg/l) 0,020512 NO3 (mg/l)13 TSS (mg/l) 6214 TDS (mg/l) 32015 TP (mg/l) 0,084316 TA (mg/l) 6617 NH3 (mg/l) 0,14818 Klorofil (µg/l) 32,1319 Turbidity (NTU) 45,22021 Suhu udara OC