107

LAPORAN TRIWULANAN - bi.go.id · Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara 77 Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara 79 Grafik 6.3 Perkembangan

Embed Size (px)

Citation preview

LAPORAN TRIWULANAN

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN

REGIONAL PROVINSI MALUKU UTARA

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI MALUKU UTARA

Jl. Yos Sudarso No.1 TenateTelp. 62-921-3121217 Fax : 62-921-3124017

VISI BANK INDONESIA

“Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatannilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah

dan nilai tukar yang stabil”

MISI BANK INDONESIA

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter

untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas,2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu

bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumberpendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas

perekonomian nasional,

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusiterhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan

memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional,4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang

menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tatakelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang

diamanatkan UU.

TUGAS BANK INDONESIA(Pasal 8 UU No. 23 Tahun 1999)

1. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter,

2. Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,

3. Mengatur dan mengawasi bank.

Kritik, saran dan komentar dapat disampaikan kepada :

Redaksi :

Tim Ekonomi MoneterKantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara

Jl. Yos Sudarso No. 1, TernateTelp : (0921) 3121217

Fax : (0921) 3124017

i

KATA PENGANTAR

Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan melaksanakan

kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran serta mengatur dan

mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara

kestabilan nilai rupiah.

Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di daerah

merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan sebagai

pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.

Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan dengan

menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok bahasannya

terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja Perbankan dan

Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini diolah berdasarkan

data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan kebijakan moneter

Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi bagi penentu kebijakan

di daerah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa kendala.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan kritik dan saran

serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini menjadi lebih baik di

waktu yang akan datang.

Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami sampaikan

penghargaan dan ucapkan terima kasih.

Ternate, Agustus 2014KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI

MALUKU UTARA

BudiyonoKepala Perwakilan

ii

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

iii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR iDAFTAR ISI iiiDAFTAR TABEL vDAFTAR GRAFIK vi

INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA viii

RINGKASAN UMUM x

BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 11.1 Kondisi Umum 11.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 21.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 14

BOKS I PERLAMBATAN PEREKONOMIAN MALUKU UTARA PASCA PENERAPAN UUMINERBA

25

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 292.1 Kondisi Umum 292.2 Pendapatan Daerah 322.3 Belanja Daerah 352.4 Defisit dan Pembiayaan

BAB III INFLASI DAERAH 373.1 Kondisi Umum 373.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 383.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi 483.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 52

BAB IV SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN 534.1 Kondisi Umum Perbankan 534.2 Stabilitas Sistem Keuangan 59

BAB V SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOAAN UANG 635.1 Kondisi Umum 635.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 635.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 67

BOKS II KAWASAN EKONOMI KHUSUS MOROTAI 71

BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 756.1 Kondisi Umum 756.2 Perkembangan Ketenagakerjaan 756.3 Pengangguran 786.4 Nilai Tukar Petani (NTP) 796.5 Tingkat Kemiskinan 81

iv

BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN 857.1 Prospek Perekonomian 857.2 Outlook Kondisi Makroekonomi Regional 867.3 Outlook Inflasi Daerah 90

v

DAFTAR TABEL

HalamanTabel 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 3Tabel 1.2 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 15Tabel 1.3 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi) 16Tabel 1.4 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung) 17Tabel 1.5 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai) 17Tabel 1.6 Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil 21

Tabel 2.1 Perkembangan Anggaran Pendapatan Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)

31

Tabel 2.2 Anggaran dan Realisasi Pendapatan Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)

31

Tabel 2.3 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)

33

Tabel 2.4 Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)

34

Tabel 2.5 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam juta rupiah)

35

Tabel 2.6 Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara(dalam miliar rupiah)

35

Tabel 3.1 Inflasi Kota Ternate Per Kelompok Barang dan Jasa 38Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 39Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya 40Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan

Jasa (%)40

Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate 41Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate 52

Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014 66Tabel 5.2 Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II 2014 67Tabel 5.3 Perkembangan Perputaran Kliring 68Tabel 5.4 Perkembangan Cek/BG 68Tabel 5.5 Perkembangan RTGS 70

Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara 76Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan 77Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama 78Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 80Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor 81Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara 82Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Maluku Utara 83

vi

DAFTAR GRAFIK

HalamanGrafik 1.1 Perkembangan PDRB Maluku Utara 1Grafik 1.2 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 2Grafik 1.3 Perkembangan Konsumsi Masyarakat 4Grafik 1.4 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) 4Grafik 1.5 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) 5Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 5Grafik 1.7 Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) 6Grafik 1.8 Volume Bongkar Bahan Makanan (Ton/M3) 6Grafik 1.9 Volume Bongkar Telur (Ton/M3) 6Grafik 1.10 Volume Bongkar Minuman Ringan (Ton/M3) 7Grafik 1.11 Volume Bongkar Bawang (Ton/M3) 7Grafik 1.12 Volume Bongkar Beras Umum Non Dolog (Ton/M3) 7Grafik 1.13 Total Volume Bongkar (Ton/M3) 7Grafik 1.14 Perkembangan Investasi di Maluku Utara 8Grafik 1.15 Perkembangan PMA di Maluku Utara 8Grafik 1.16 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 8Grafik 1.17 Perkembangan Kredit Investasi 9Grafik 1.18 Perkembangan Konsumsi Semen 9Grafik 1.19 Perkembangan Konsumsi Pemerintah 10Grafik 1.20 Perkembangan Giro Pemerintah 10Grafik 1.21 Perkembangan PDRB Riil Sektor Ekspor 11Grafik 1.22 Perkembangan Volume Ekspor 11Grafik 1.23 Perkembangan Nilai Ekspor 11Grafik 1.24 Perkembangan Harga Nikel & Emas 12Grafik 1.25 Perkembangan Harga Minyak Bumi 12Grafik 1.26 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate 13Grafik 1.27 Perkembangan PDRB Riil Sektor Impor 13Grafik 1.28 Perkembangan Kegiatan Impor 13Grafik 1.29 Struktur PDRB Sisi Penawaran 14Grafik 1.30 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian 15Grafik 1.31 Perkembangan Kredit Pertanian 19Grafik 1.32 Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap 19Grafik 1.33 Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR 19Grafik 1.34 Perkembangan Kredit Sektor PHR 20Grafik 1.35 Perkembangan TPK 20Grafik 1.36 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan 20Grafik 1.37 Perkembangan PDRB Riil Sektor Industri Pengolahan 20Grafik 1.38 Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertambangan dan Penggalian 22Grafik 1.39 Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan dan Penggalian 22

Grafik 2.1 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) 29Grafik 2.2 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah) 30

Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 38Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 43Grafik 3.3 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa April 2014 43Grafik 3.4 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Mei 2014 45Grafik 3.5 Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut Kelompok Barang & Jasa Juni 2014 46

vii

Grafik 3.6 Pergerakan Harga Nikel dan Emas Internasional 49Grafik 3.7 Pergerakan Harga Crude Oil West Texas Intermediate 49Grafik 3.8 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika 50Grafik 3.9 Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap 51Grafik 3.10 Perkembangan Harga Ikan Tangkap 51

Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 54Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 54Grafik 4.3 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 55Grafik 4.4 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 56Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah 57Grafik 4.6 Perkembangan BPR/S 58Grafik 4.7 Perkembangan NPL’s Perbankan 59Grafik 4.8 Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral 59Grafik 4.9 Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga 60Grafik 4.10 Pangsa Kredit UMKM 61

Grafik 5.1 Aliran Kas Uang Kartal di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut 64Grafik 5.2 Perkembangan Aliran Kas Uang Kartal (yoy) di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Prov. Malut64

Grafik 5.3 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) 66Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu 67Grafik 5.5 Perkembangan RTGS Kota Ternate 70

Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara 77Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara 79Grafik 6.3 Perkembangan NTP Maluku Utara 80

Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 85Grafik 7.2 Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya 87Grafik 7.3 Perkembangan Harga Internasional Nikel 88

viii  

INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN

PROVINSI MALUKU UTARA

A. Inflasi dan PDRB

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2MAKRO

Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) 138.49 138.68 148.78 150.25 112.16 114.28Laju Inflasi Tahunan (yoy %) 4.0 2.9 9.66 9.78 8.80 9.75

PDRB - harga konstan (Miliar Rp) 887.45 905.45 923.30 940.11 943.60 956.11 - Pertanian 289.5 288.9 292.2 292.2 294.36 295.44 - Pertambangan & Penggalian 33.91 33.38 33.35 34.37 28.57 26.30 - Industri Pengolahan 100.25 102.88 104.50 106.02 108.26 108.15 - Listrik, Gas & Air Bersih 4.18 4.31 4.35 4.48 4.60 4.77 - Bangunan 17.31 17.63 17.93 18.44 18.18 18.52 - Perdagangan, Hotel & Restoran 268.65 280.00 288.35 297.33 301.78 310.63 - Pengangkutan & Komunikasi 71.74 72.45 73.94 75.11 76.67 78.36 - Keuangan, Persewaaan & Jasa 32.33 33.58 34.38 35.47 35.28 36.28 - Jasa 69.61 72.37 74.32 76.66 75.89 77.67Pertumbuhan PDRB (yoy %) 6.02 6.37 5.58 6.50 6.33 5.60

Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 193.79 176.34 147.13 202.49 22.14 3.26Volume Ekspor Nonmigas (Ribu ton) 4619.50 1358.44 3928.56 6384.18 647.56 5.25Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 0.25 1.98 1.59 0.84 1.18 1.45Volume Impor Nonmigas (Ribu ton) 0.02 4.32 1.67 1.01 0.31 2.20

20142013INDIKATOR

ix  

B. Perbankan

 

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2PERBANKANBank Umum:Total Aset (Rp miliar) 5.906,48 5.959,34 6262,19 6602,52 6461,46 6650,53DPK (Rp miliar) 4.792,54 4.743,51 4.923,28 4.830,80 5080,11 5355,74 - Tabungan 2.513,83 2.598,37 2.786,21 3.170,73 2942,67 2820,97 - Giro 1.390,55 1.282,53 1.290,50 779,16 1183,25 1509,24 - Deposito 888,16 862,61 846,56 880,90 954,19 1025,52Kredit (Rp miliar) 4.025,03 4.375,88 4508,43 4.631,48 4712,95 4819,21 - Modal Kerja 1.185,19 1.278,99 1278,46 1.295,95 1279,74 1263,11 - Konsumsi 2.469,36 2.623,35 479,15 483,46 2950,47 3069,56 - Investasi 370,48 473,54 479,15 483,46 482,74 486,54LDR 84,0 92,2 91,57 95,87 92,77 89,98Kredit UMKM (Rp miliar) 2.923,83 1.432,30 1.417,30 1452,35 1351,22 1405,88 Kredit Mikro (Rp miliar) 235,73 255,97 249,11 266,43 271,96 336,69 Kredit Kecil (Rp miliar) 790,40 840,55 820,45 830,03 740,44 726,53 Kredit Menengah (Rp miliar) 282,47 335,78 347,74 355,90 338,81 342,67NPL 2,53 2,84 3,17 2,78 3,08 2,95Keterangan:Definisi UMKM mengikuti skala usaha berdasarkan UU No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM

2014INDIKATOR

2013

Ringkasan Umum x

RingkasanUmum

GAMBARAN UMUM

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga

konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy)

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh

dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir (2002 –

triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian pertumbuhan

ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan ekonomi

Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan

(yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II

2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama

tahun sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku

Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15%

(yoy).

PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga

konstan pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy)

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut

tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama lebih dari satu dekade terakhir

(2002 – triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun demikian

pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan

ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi

Indonesia pada tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat

penerapan UU Minerba yang juga dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan,

perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis sebesar 1,33% (qtq).

Ringkasan Umum xi

KEUANGAN PEMERINTAH

Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara (Malut) menetapkan target

pendapatan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar

Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy) atau naik sebesar Rp293,21 miliar

dibanding dengan target belanja pada APBD 2013. Sedangkan apabila

dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD

2014 meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target

belanja/pengeluaran di tahun 2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat

11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan dengan target pengeluaran pada

APBD 2013. Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran pada APBD-P 2013,

target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P terdapat

penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi

perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun

2014 ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini

terbalik dari APBD tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu

mengalami defisit.Namun demikian besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin

mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika pemerintah Provinsi Maluku

Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan sepanjang

tahun 2014.

INFLASI DAERAH

Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang

direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar

9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi periode yang sama tahun

sebelumnya yang sebesar 1,32% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku,

Maluku Utara dan Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy)

dan 6,15% (yoy).

Ringkasan Umum xii

SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan

perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini

tercermin dari perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan

kredit yang disalurkan selama triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan.

Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan penyaluran dana lebih rendah

dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to Deposit Ratio (LDR)

tercatat lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih

berada didalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014,

akan ada penambahan jaringan kantor Bank Umum Syariah, serta peningkatan

status kantor Bank umum yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini

sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

.

SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG

Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow.

Kondisi ini menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat

(bayaran, penukaran, kas keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang

yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara

(setoran, penukaran, kas keliling). Pada akhir triwulan laporan terdapat 1.493.336

lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang

sama tahun sebelumnya atau naik13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014.

Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun

dibandingkan triwulan I 2014 yang sebanyak 10 lembar namun lebih tinggi dari

periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1 lembar.

.

Ringkasan Umum xiii

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014

menunjukkan pertumbuhan negatif ditinjau dari penambahan jumlah

pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya jumlah penduduk

umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan

kerja. Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring

turunnya tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta

naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi Maluku Utara.

.

PROSPEK PEREKONOMIAN

Perekonomian Malut pada triwulan III 2013 dan untuk keseluruhan tahun

2014, masing-masing diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55%

(yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). Jika dibandingkan dengan ekonomi nasional,

angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih tinggi. Di sisi

permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi

Malut. Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam

dengan tingginya produksi di periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi

penawaran, sektor pertanian akan mengalami peningkatan seiring dengan

masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegaitan pertanian.

Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap

tumbuh stabil terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia. Laju inflasi

triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II

namun diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih

tingginya permintaan dan kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif

yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014 adalah kenaikan tarif energi,

bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan

membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam

hal pasokan dan kelancaran distribusi.

1

1.1 Kondisi Umum

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara atas dasar harga konstan pada

triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp956,11 miliar, naik 5,60% (yoy) dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya. PDRB tersebut tumbuh dibawah rata-rata pertumbuhannya selama

lebih dari satu dekade terakhir (2002 – triwulan II 2014) yang tercatat pada level 6,12%. Namun

demikian pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tersebut masih berada diatas pertumbuhan

ekonomi Nasional yang sebesar 5,12% (yoy). Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada

tahun 2014 disebabkan oleh beberapa faktor antara lain akibat penerapan UU Minerba yang juga

dialami oleh Maluku Utara. Secara triwulanan, perekonomian Maluku Utara tercatat tumbuh tipis

sebesar 1,33% (qtq).

Dari sisi permintaan (penggunaan), pertumbuhan ekonomi digerakkan oleh seluruh komponen

permintaan kecuali ekspor yang tumbuh negatif sebesar -18,4% (yoy), yang dipicu oleh ekspor luar

negeri Maluku Utara tumbuh negatif sebesar -25,65% (yoy) seiring terhentinya kegiatan

pertambangan nikel di Malut sebagai dampak UU Minerba. Pertumbuhan negatif ini meningkat

dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar -8,5% (yoy). Disisi lain, impor tumbuh signifikan

sebesar 10,9% (yoy). Namun demikian, impor luar negeri Maluku Utara turun tipis sebesar 0,4%

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Grafik 1.1Perkembangan PDRB Maluku Utara

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

2

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

(yoy). Jika dilihat secara triwulanan, semua sektor menunjukkan pertumbuhan positif kecuali ekspor

yang tumbuh -10,98% (qtq). Hal ini disebabkan oleh ekspor luar negeri dan ekspor antar daerah

Maluku Utara yang sama-sama tumbuh negatif yaitu masing-masing sebesar 14,10% (qtq) dan

3,13% (qtq). Sementara itu, sisi impor terakselerasi 2,73% (qtq) walaupun impor luar negeri

terkoreksi tipis sebesar 0,14% (qtq).

Dari sisi lapangan usaha, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara sebesar 5,6% (yoy) disumbangkan

oleh seluruh sektor kecuali sektor pertambangan yang tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy)

dimana pertumbuhan negatif ini dimotori oleh subsektor pertambangan tanpa migas yang

terkoreksi signifikan sebesar -25,60% (yoy). Sedangkan sektor lainnya terakselerasi secara

bervariasi. Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) mencatatkan pertumbuhan paling tinggi

yaitu sebesar 10,94% (yoy), listrik, gas dan air bersih 10,64% (yoy), pengangkutan dan komunikasi

8,2% (yoy), dan keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 8% (yoy). Sedangkan sektor

pertanian yang memiliki share terbesar pada PDRB tumbuh terbatas 2,3% (yoy). Pelaksanaan puasa

Ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan menyebabkan naiknya permintaan masyarakat secara

signifikan sehingga mampu menggerakkan perekonomian Maluku Utara terutama sektor PHR

sehingga mampu terakselerasi dua digit secara tahunan.

1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan

Struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi permintaan (penggunaan) pada triwulan II 2014

masih didominasi oleh konsumsi masyarakat yang merupakan penjumlahan dari konsumsi rumah

tangga dengan konsumsi lembaga swasta nirlaba dengan pangsa sebesar 67,7%. Konsumsi

pemerintah memiliki pangsa sebesar 31,9%. Sedangkan pembentukan modal tetap bruto (PMTB)

atau investasi di Maluku Utara hanya memiliki pangsa sebesar 3% pada triwulan II 2014.

Grafik 1.2Struktur PDRB Sisi Penggunaan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

3

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Berdasarkan pertumbuhannya, pos penggunaan yang mengalami pertumbuhan tertinggi di

triwulan II 2014 adalah impor yang tercatat tumbuh 10,90% (yoy). Sebaliknya, ekspor yang

seharusnya mendorong laju pertumbuhan ekonomi memberikan sumbangan negatif pada triwulan

II 2014 sebesar -4,54%. Hal ini terjadi seiring dengan pertumbuhan negatif ekspor pada triwulan

laporan sebesar -18,43% (yoy) atau terjadi koreksi pertumbuhan yang lebih dalam dibandingkan

triwulan sebelumnya yang tumbuh -8,46% (yoy). Kondisi ini terjadi pasca implementasi UU

Minerba yaitu sejak awal tahun 2014 dan mengakibatkan kegiatan ekspor luar negeri Malut untuk

komoditas nikel terhenti sehingga menyebabkan ekspor luar negeri Malut tumbuh negatif sebesar -

25,65% (yoy), jauh lebih dalam dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar -13,77%

(yoy). Ekspor memiliki pangsa sebesar 20,3%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang memiliki

pangsa 22,92%. Sedangkan di sisi yang berlawanan, impor menahan laju PDRB Malut sebanyak

26,4% sehingga pada dasarnya neraca perdagangan Malut masih bernilai negatif karena lebih

besar impor dari pada ekspor.

Sementara itu, sektor konsumsi sebagai kontributor utama PDRB sisi permintan Provinsi Malut

tumbuh cukup variatif. Konsumsi rumah tangga tumbuh 6,85% (yoy), melambat dibandingkan

pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun sebelumnya yang

masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Konsumsi pemerintah tumbuh 6,72% (yoy),

melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun sebelumnya yang

masing-masing sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Kondisi yang sama juga terjadi pada

konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24%

(yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II 2013.

Komponen Penggunaan Pertumbuhan(yoy,%)

Kontribusi(%)

Konsumsi Rumah Tangga 6,85 66,94Konsumsi Swasta 8,60 0,75Konsumsi Pemerintah 6,72 31,89PMTB 4,94 10,14Perubahan Stok -22,78 3,58Ekspor -18,43 20,27Impor 10,90 -26,41

PDRB 5,60

Tabel 1.1Struktur PDRB Sisi Penggunaan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

4

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.2.1 Konsumsi

Berdasarkan pangsa yang diberikan, konsumsi masyarakat memberikan sumbangan sebesar

67,70% terhadap PDRB sisi permintaan, dimana konsumsi rumah tangga menyumbang 66,94%

dan sisanya sebesar 0,76% disumbangkan oleh lembaga swasta. Terjadi sedikit penurunan pangsa

dari konsumsi rumah tangga jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya maupun periode yang

sama tahun sebelumnya. Sedangkan konsumsi swasta dengan pangsa sebesar 0,75% sedikit

mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 0,76%. Sementara itu, pangsa

konsumsi pemerintah yang sebesar 31,89% sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya

maupun periode yang sama tahun sebelumnya.

Berdasarkan pertumbuhannya, konsumsi masyarakat tumbuh 6,85% (yoy) atau melambat

dibandingkan pertumbuhan tahunan di triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya yang masing-masing sebesar 7,01% (yoy) dan 8,43% (yoy). Namun demikian, tingkat

konsumsi ini masih berada pada tingkat yang relatif tinggi. Kondisi yang sama juga terjadi pada

konsumsi swasta yang tumbuh 8,60% (yoy) dimana pada triwulan sebelumnya tumbuh 13,24%

(yoy) serta tumbuh 9,55% (yoy) pada triwulan II 2013. Konsumsi rumah tangga tercatat naik 1%

(qtq) dan konsumsi swasta terakselerasi tipis sebesar 0,06% (qtq). Beberapa faktor yang memicu

pertumbuhan konsumsi masyarakat adalah liburan sekolah (peak season) serta masuknya bulan

suci Ramadhan yang memicu naiknya permintaan dari masyarakat.Konsumsi pemerintah tumbuh

6,72% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya maupun periode yang sama tahun

sebelumnya yang masing-masing tumbuh sebesar 7,86% (yoy) dan 9,28% (yoy). Sedangkan secara

triwulanan, konsumsi pemerintah naik 2,11% (qtq).

Grafik 1.3Perkembangan Konsumsi Masyarakat

Grafik 1.4Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Berdasarkan indeks tendensi konsumen (ITK) di triwulan II 2014 yang sebesar 110,14 dapat

diartikan bahwa kondisi ekonomi masyarakat meningkat, namun tingkat optimisme konsumen

turun tipis jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya mencatat indeks sebesar 111,0.

Peningkatan kondisi ekonomi konsumen ini didorong oleh peningkatan indeks penerimaan rumah

tangga (IPRT) saat ini sebesar 115,59 atau naik 8,16%(yoy) atau 0,87% (qtq). Inflasi yang terjadi

selama bulan April hingga Juni 2014 tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat konsumsi

makanan sehari-hari yang ditunjukkan oleh indeks kaitan inflasi dengan konsumsi makanan sehari-

hari sebesar 102,96 sehingga tingkat konsumsi rumah tangga meningkat yang ditunjukan dengan

nilai indeks 105,99.

Konsumsi masyarakat yang tumbuh positif ini juga ditandai dengan pertumbuhan kredit yang

disalurkan oleh perbankan dimana kredit konsumsi tercatat tumbuh signifikan sebesar 17,01%

(yoy), melambat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,48%

(yoy) maupun jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat

tumbuh sebesar 40,62% (yoy). Namun demikian jumlah nominal kredit konsumsi yang disalurkan

terus mengalami penambahan dimana terjadi kenaikan sebesar 4,04% (qtq) pada triwulan II 2014

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Sementara itu,

tercatat sebesa

Malut menunj

Malut digerakk

Indeks Pendap

Sumber : BPS

Grafik 1.6Perkembangan Kredit Konsumsi

Grafik 1.5atan Rumah Tangga (IPRT)

5

nilai tukar petani (NTP) sebagai gambaran tingkat daya beli petani di Maluku Utara

r 103,24 pada akhir triwulan laporan atau naik2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). NTP

ukkan tren meningkat sejak Oktober. Dengan kata lain, pertumbuhan konsumsi

an oleh masyarakat baik di daerah perkotaan maupun di pedesaan.

Provinsi Maluku Utara, diolah

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Meningkatnya tingkat konsumsi masyarakat

bongkar muat di Pelabuhan Ahmad Yani Te

luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan

Perkembanga

Sumber : BPS Provi

Volume Bongka

Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate

Grafik 1.7n Nilai Tukar Petani (NTP)

di Maluku Utara juga terlihat dari pergerakan kegiatan

rnate pada sebagian besar komoditas yang dikirim dari

Bitung (Manado).

nsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.9Volume Bongkar Telur (Ton/M3)

Grafik 1.8r Bahan Makanan (Ton/M3)

6

Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.2.2 Pembentu

Pertumbuhan inv

sebesar 4,94% (

tahun sebelumny

perlambatan, nam

nilai investasi ter

hanya sebesar Rp

Maluku Utara ba

triwulan laporan

Maluku Utara da

dan jalan raya at

Volume Bongka

Sumber : PT Pelin

Grafik 1.11Volume Bongkar Bawang (Ton/M3)

GVolume Bongkar Ber

Sumber : PT Pelindo

Grafik 1.10r Minuman Ringan (Ton/M3)

7

kan Modal Tetap Bruto (PMTB)

estasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan II 2014 tercatat

yoy), melambat cukup signifikan jika dibandingkan dengan periode yang sama

a yang tumbuh sebesar 9,59% (yoy). Meskipun secara persentase terlihat adanya

un secara nominal justru terjadi kenaikan nilai investasi. Pada triwulan II 2014,

catat sebesar Rp78,21 miliar, naik 1,75% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang

76,86 miliar. Penurunan tersebut juga terkonfirmasi dari data realisasi investasi di

ik berupa investasi asing maupun investasi domestik. Kegiatan investasi pada

masih digerakkan oleh pembangunan infrastruktur diseluruh wilayah provinsi

lam rangka mendukung program MP3EI baik infrastruktur dasar seperti jembatan

aupun fasilitas pendukung transportasi lainnya seperti pelabuhan yang perannya

do Cabang Ternate Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate

rafik 1.12as Umum Non Dolog (Ton/M3)

Cabang Ternate

Grafik 1.13Total Volume Bongkar (Ton/M3)

Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate

8

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

cukup vital mengingat kondisi geografis Maluku Utara yang berupa kepulauan. Beberapa kegiatan

pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan smelter nikel di Halmahera Timur,

pembangunan pembangkit listrik, bandara, dan pelabuhan milik swasta di Halmahera Timur,

pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara di Tidore, finalisasi jalan lingkar Pulau Morotai,

pembangunan persiapan KEK di Pulau Morotai, pembangunan jalan raya Sofifi – Tobelo,

pembangunan Duafa Center, pembangunan pelabuhan Bastiong, serta berbagai kegiatan

pembangunan lainnya di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara.

Grafik 1.14Perkembangan Investasi di Maluku Utara

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.15Perkembangan PMA di Maluku Utara

Grafik 1.16Perkembangan PMDN di Maluku Utara

Sumber : BKPM Sumber : BKPM

9

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Selain itu, perkembangan investasi di Maluku Utara juga tercermin dari perkembangan kredit

investasi yang disalurkan perbankan hingga Juni 2014 tercatat sebesar Rp486,54 miliar atau naik

sebesar 2,75% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada

triwulan laporan, total volume pengadaan semen di Maluku Utara naik sebesar 16,12% (yoy) jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, namun turun 7,71% (qtq). Hal ini

turut mengkonfirmasi adanya kegiatan pembangunan dan aliran dana masuk ke Maluku Utara.

1.2.3 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran konsumsi pemerintah pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 6,72% (yoy) atau naik

3,91% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Biasanya

pemerintah membagi proses pembayaran proyek-proyek pembangunannya menjadi dua termin

yaitu triwulan II tahun berjalan sebagai termin I dan akhir tahun sebagai termin II. Oleh karena itu,

pertumbuhan positif konsumsi pemerintah pada triwulan laporan sesuai dengan data historisnya.

Perkembangan konsumsi pemerintah juga terlihat dari perkembangan saldo giro pemerintah di

perbankan, baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota. Diakhir triwulan II 2014, jumlah

saldo pemerintah di perbankan naik 40,33% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya atau naik

35,91% dibandingkan posisi di bulan Januari. Secara tahunan, saldo giro pemerintah lebih tinggi

24,93% (yoy) jika dibandingkan posisi yang sama tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa

pemerintah melakukan penambahan anggaran untuk melakukan pembangunan di daerah.

Perkembangan saldo giro yang dimiliki pemerintah di perbankan mengindikasikan sejauh mana

program kerja yang telah direalisasikan atau seberapa besar anggaran yang terserap sehingga

dapat dikorelasikan dengan perkembangan pembangunan yang dilakukan pemerintah.

Grafik 1.17Perkembangan Kredit Investasi

Grafik 1.18Perkembangan Konsumsi Semen

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)

10

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor

Kinerja ekspor hingga triwulan II 2014 mengalami pertumbuhan negatif yang semakin dalam baik

secara tahunan maupun triwulanan. Hal ini terjadi sebagai dampak dari terkoreksinya ekspor luar

negeri Maluku Utara pasca berhentinya kegiatan ekspor biji nikel setelah implementasi UU Minerba

pada awal 2014. Kondisi ini diperkirakan tidak akan berubah signifikan hingga pembangunan

smelter rampung dan perusahaan tambang dapat kembali beroperasi serta melakukan ekspor

olahan nikel yang nilai jualnya jauh lebih tinggi dibandingkan nickel ore/biji nikel.

Ekspor Maluku Utara tumbuh -18,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya atau terkoreksi -10,98% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya.

Penurunan kinerja ekspor ini juga terlihat dari kegiatan ekspor Maluku Utara yang bergerak turun

baik secara nilai maupun volumenya. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya, volume ekspor turun sebesar -99,88% (yoy) atau turun -99,19% (qtq) dibandingkan

triwulan sebelumnya. Sedangkan jika dilihat dari total nilai ekspor, Maluku Utara mengalami

penurunan yang tidak kalah tajam dengan volume ekspor yaitu sebesar -98,15% (yoy) jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau -85,26% (qtq) jika dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Penurunan yang sangat signifikan ini disebabkan oleh terhentinya

kegiatan ekspor biji nikel yang notabene memiliki share ±98% terhadap total ekspor Maluku Utara

setiap bulannya. Penurunan ini diprediksi akan bertahan hingga adanya kegiatan produksi di sektor

pertambangan baik untuk produk nikel dan hasil tambang lainnya. Saat ini belum ada perusahaan

tambang nikel yang beroperasi di Malut dikarenakan sedang dalam proses pembangunan smelter

dan sarana penunjang lainnya seperti pembangkit listrik dan pelabuhan.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.19Perkembangan Konsumsi Pemerintah

Grafik 1.20Perkembangan Giro Pemerintah

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Melesatnya volume dan nilai ekspor Maluk

September 2012 yang merupakan antisi

perusahaan mengekspor raw material (un

dikenal dengan UU Minerba. Selain itu,

perusahaan nikel untuk meningkatkan kap

perusahaan pada level aman. Harga nik

18.629/MT, naik18,82% (qtq) jika dibandi

dibandingkan periode yang sama tahun se

nikel tahun 2011 yang mencapai USD 22.9

mencapai titik terendahnya di November 20

Sumber : BPS Pro

Grafik 1.22Perkembangan Volume Ekspor

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Perkembang

Grafik 1.21

an PDRB Riil Sektor Ekspor

11

u Utara dipicu oleh peningkatan ekspor bijih nikel sejak

pasi dari kebijakan pemerintah pusat yang melarang

tuk komoditas tertentu) per Januari 2014 atau lebih

turunnya harga nikel di pasar global juga mendorong

asitas ekspornya dalam rangka menjaga jumlah margin

el pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar USD

ngkan triwulan sebelumnya atau naik 30,45% (yoy) jika

belumnya, namun masih jauh dibawah rata-rata harga

09/MT. Harga nikel mulai turun sejak Oktober 2011 dan

13 pada harga USD 13.684/MT.

vinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.23Perkembangan Nilai Ekspor

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

12

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Semakin besar volume ekspor nikel yang dipasok ke pasar global oleh negara-negara penghasil

nikel termasuk Indonesia, menyebabkan over supply komoditas dimaksud dan mendorong

turunnya harga jual nikel pada level yang lebih rendah. Selain itu, hadirnya teknologi baru yang

diterapkan pada produksi nikel pig iron mengakibatkan turunnya biaya produksi nikel pig iron

sehingga harga nikel dunia ikut tertekan. Namun demikian harga nikel kembali terakselerasi

ditriwulan II 2014 walaupun masih jauh harga harapan para pelaku bisnis.

Sementara itu, perkembangan aktivitas ekspor antar daerah tercermin dari kegiatan muat barang di

Pelabuhan Ahmad Yani Ternate yang mencatat pertumbuhan positif baik secara triwulanan

maupun secara tahunan. Selama triwulan laporan, tercatat volume muat barang sebesar 7.318

ton/m3 atau naik sebesar 30,87% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya atau naik

sebesar 25,29% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Volume

muat barang di Maluku Utara sangat fluktuatif dimana komoditas ekspor antar daerah Maluku

Utara merupakan hasil pertanian, hasil hutan dan perikanan yang notabene sangat dipengaruhi

oleh kondisi alam. Sehingga ketika cuaca mendukung dan kapasitas produksi meningkat pada

musim panen maka barang yang diekspor ke daerah lain akan lebih banyak dari biasanya

demikianpula sebaliknya.

Grafik 1.24Perkembangan Harga Nikel & Emas

Sumber : IMF

Grafik 1.25Perkembangan Harga Minyak Bumi

Sumber : IMF

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Perkembangan impor M

dengan periode yang sa

triwulan sebelumnya. Ken

masyarakat Malut menin

pulau/daerah masih men

merupakan pengurang t

pos ini bersifat menahan

Malut sedikit melamba

dibandingkan periode yan

Grafik 1.26Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate

Sumber : BPS Provins

GrafikPerkembangan PDR

Sumber : PT Pelindo Cabang Ternate

aluku Utara terpantau tumbuh sebesar 10,90% (yoy) jika dibandingkan

ma tahun sebelumnya atau naik 2,73% (qtq) jika dibandingkan dengan

aikan volume impor ini menunjukkan bahwa jenis dan jumlah kebutuhan

gkat signifikan dibanding tahun sebelumnya. Secara agregat, impor antar

jadi pangsa utama kegiatan impor Maluku Utara. Impor yang harfiahnya

erhadap PDRB sisi permintaan sehingga sumbangan yang diberikan oleh

laju pertumbuhan ekonomi Malut. Laju pertumbuhan tahunan impor

t dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun lebih tinggi

g sama tahun sebelumnya.

i Maluku Utara, diolah

Grafik 1.28Perkembangan Kegiatan Impor

1.27B Riil Sektor Impor

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara,diolah

13

14

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran

Struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan II 2014 masih didominasi oleh sektor pertanian

yang menyumbang 33,75% dari total PDRB. Sektor perdagangan, hotel dan restoran berada di

peringkat kedua dengan pangsa sebesar 27,85%, sedangkan sektor industri pengolahan sebagai

penyumbang terbesar ketiga dengan pangsa 12,47%. Sementara itu, sektor lainnya memiliki

pangsa dibawah 10% termasuk sektor pertambangan dan penggalian yang diharapkan akan

menjadi sektor unggulan dimasa yang akan datang memiliki pangsa sebesar 3,3%.

Walau terpantau melambat, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) merupakan sektor yang

memiliki pertumbuhan tertinggi yaitu 10,94% (yoy) dengan share terbesar yaitu 27,85%. Seluruh

sektor perekonomian di Maluku Utara menunjukkan kinerja positif kecuali sektor pertambangan

yang tercatat tumbuh negatif sebesar -21,23% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya dan penurunan ini lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tercatat sebesar -15,75% (yoy).

Grafik 1.29Struktur PDRB Sisi Penawaran

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

15

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.3.1 Sektor Pertanian

Pada triwulan II 2014, sektor pertanian tumbuh sebesar 2,28% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan

tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,69% (yoy). Pertumbuhan sektor ini sangat

dipengaruhi oleh jadwal tanam dan panen berbagai komoditas penyusunnya serta perubahan

cuaca, yang akan berdampak pada penurunan atau naiknya kapasitas produksi sektor pertanian.

Namun demikian, tren pertumbuhan sektor utama PDRB Maluku Utara ini memang terlihat

menurun dari waktu ke waktu. Pada semester I 2014 pertumbuhan sektor pertanian masih

tergolong rendah karena berada dibawah rata-rata pertumbuhannya selama satu dekade terakhir.

Salah satu penyebab terjadinya tren penurunan pertumbuhan sektor pertanian adalah karena

semakin kecilnya animo masyarakat untuk menjadi pelaku, bahkan tidak jarang pelaku di sektor ini

beralih ke sektor lain yang dianggap memiliki prospek lebih baik seperti ke sektor PHR dan

pertambangan serta penggalian.

Sektor Pertumbuhan(%)

Andil/Sumbangan(%)

Pertanian 2.3 0.77Pertambangan & Penggalian (21.23) -0.93

Industri Pengolahan 5.1 0.64LGA 10.64 0.06

Bangunan 5.0 0.16PHR 10.94 2.93

Pengangkutan & Komunikasi 8.2 0.62Keuangan, Persewaan & Js. Pers. 8.0 0.31

Jasa-jasa 7.3 0.52PDRB 5.6 5.60

Tabel 1.2Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.30Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

16

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Subsektor kehutanan mencatatkan pertumbuhan tertinggi di triwulan laporan yaitu sebesar 5,49%

(yoy), namun terkoreksi -0,28% (qtq) dengan share 8,23% terhadap sektor pertanian. Sedangkan

subsektor dengan share terbesar adalah subsektor tanaman perkebunan sebesar 53,70% yang

tumbuh 2,11% (yoy) atau 0,97% (qtq).

Berdasarkan angka ramalan I (ARAM I)2014, tanaman padi diprediksi akan memiliki kinerja positif

baik dari segi luas panen, produktivitas serta kapasitas produksinya. Total produksi padi

diperkirakan akan mencapai 74.739 ton GKG atau naik sebesar 3,17% atau 2.294 ton jika

dibandingkan dengan ATAP 2013. Produktivitasnya juga diperkirakan naik sebesar 0,03% atau

0,01 kuintal/hektar. Pertumbuhan positif produksi padi 2014 (ARAM I) diperkirakan terjadi pada

Januari-April dan Mei-Agustus masing-masing sebesar 5.271 ton atau 21,01%(yoy) dan 1.541 ton

atau 7,34% (yoy), sedangkan untuk September–Desember diperkirakan terkoreksi sebesar -4.518

ton atau -17,13% (yoy).

Sementara itu, produksi jagung Maluku Utara diperkirakan sebesar 29.421 ton pipilan kering atau

turun -6,86% atau 2.019 ton jika dibandingkan dengan ATAP 2013. Penurunan produksi

diperkirakan karena berkurangnya luas panen seluas -453 hektar atau -4,36% serta penurunan

produktivitas sebesar 0,74 kuintal/hektar atau -2,61%. Penurunan produksi jagung tahun 2014

Volume %Padi Sawah1. Luas Panen (ha) 14860 14278 -582 -3.922. Produktivitas (kw/ha) 40.89 41.2 0.31 0.763. Produksi (ton) 60757 58821 -1936 -3.19

Padi Ladang1. Luas Panen (ha) 4421 5610 1189 26.892. Produktivitas (kw/ha) 26.44 28.37 1.93 7.303. Produksi (ton) 11688 15918 4230 36.19

Padi1. Luas Panen (ha) 19281 19888 607 3.152. Produktivitas (kw/ha) 37.57 37.58 0.01 0.033. Produksi (ton) 72445 74739 2294 3.17Keterangan : Bentuk produksi padi adalah gabah kering giling (GKG)

PerubahanJenis

ATAP2013

ARAM I2014

Tabel 1.3Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Padi)

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

17

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

(ARAM I) terjadi pada periode Januari-April dan September-Desember masing-masing sebesar

2.429 ton atau -24,58% dan -253 ton atau -2,01%. Sedangkan untuk periode Mei-Agustus

diperkirakan mengalami peningkatan sebesar 663 ton atau 9,50% jika dibandingkan dengan

produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy).

Produksi kedelai di Maluku Utara diprediksi sebesar 1.223 ton biji kering pada ARAM I 2014, atau

naiktipis sebesar 6 ton atau 0,49% dibandingkan dengan ATAP 2013. Pertumbuhan positif kinerja

produksi kedelai diperkirakan disebabkan oleh naiknya luas panen seluas 1 hektar atau 0,10%,

demikian juga produktivitas yang diperkirakan naik sebesar 0,05 kuintal/hektar atau 0,10%.

Kenaikan produksi kedelai tahun 2014 terjadi pada periode Mei-Agustus dan September-Desember

masing-masing sebesar 73 ton atau 21,22% dan 132 ton atau 33,76%, sedangkan pada periode

Januari-April mengalami penurunan sebesar -199 ton atau -40,45% dibandingkan dengan

produksi pada periode yang sama tahun 2013 (yoy).

Subsektor tanaman bahan makanan tercatat tumbuh tipis sebesar 1,51% (yoy) atau -1,34% (qtq)

dimana subsektor ini memiliki andil sebesar 23,56% terhadap sektor pertanian. Permintaan dari

masyarakat yang semakin tinggi terhadap produk subsektor ini serta sisi produksi internal provinsi

yang masih terbatas mengakibatkan Maluku Utara harus mengimpor sebagian besar kebutuhan

Volume %Luas Lahan (ha) 10395 9942 -453 -4.36Produktivitas (kw/ha) 28.3 27.56 -0.74 -2.61Produksi (ton) 29421 27402 -2019 -6.86Keterangan : Bentuk produksi jagung adalah pipilan kering

JagungATAP2013

ARAM I2014

Perubahan

Volume %Luas Lahan (ha) 1005 1006 1 0.10Produktivitas (kw/ha) 12.21 12.26 0.05 0.41Produksi (ton) 1227 1233 6 0.49Keterangan : Bentuk produksi kedelai adalah pipilan kering

ARAM I2014

PerubahanKedelai

ATAP2013

Tabel 1.4Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Jagung)

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Tabel 1.5Perkembangan PDRB Riil Sektor Pertanian (Kedelai)

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

18

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

yang berasal dari subsektor ini dari daerah lain seperti dari Surabaya, Makassar dan Manado. Oleh

karena itu, saat ini pemerintah daerah melalui dinas pertanian mulai mengembangkan klaster

tanaman holtikultura di seluruh wilayah Maluku Utara untuk mendorong pertumbuhan sisi

produksi subsektor dimaksud seperti klaster bawang dan padi dengan harapan dapat menurunkan

tingkat ketergantungan terhadap daerah lain dan mampu menarik turun harga ke level yang lebih

terjangkau sehingga mampu menjaga tingkat kesejahteraan riil masyarakat.

Subsektor perkebunan tercatat mengalami kinerja positif dengan tumbuh sebesar 2,11% (yoy) atau

0,97 (qtq) dengan pangsa sebesar 44,27% terhadap sektor pertanian. Hal ini dikonfirmasi oleh

jumlah ekspor kopra yang cukup tinggi di triwulan II 2014 dan menahan ekspor Malut dari

penurunan yang lebih dalam akibat tidak adanya ekspor biji nikel yang selama ini menjadi

komoditas ekspor utama.

Berbanding terbalik dari triwulan sebelumnya, sektor perikanan tumbuh positif pada triwulan II

2014 sebesar 3,00% (yoy) atau 1,42% (qtq). Pangsa dari subsektor ini cukup besar yaitu 19,54%

terhadap sektor pertanian. Hal ini mengingat besarnya kapasitas produksi subsektor ini dan

komoditas dari subsektor ini menjadi makanan pokok masyarakat Malut dengan tingkat

permintaan yang tinggi. Pertumbuhan ini terkonfirmasi juga oleh pertumbuhan produksi ikan

tangkap di Kota Ternate yang naik sebesar 8,03% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya. Namun secara triwulanan mengalami koreksi sebesar -2,90% (qtq). Total

produksi ikan tangkap Kota Ternate hingga akhir triwulan laporan sebesar 1.797,02 ton, naik

133,60 ton dari periode yang sama tahun sebelumnya namun turun 53,68 ton dari triwulan

sebelumnya.

Perkembangan sektor pertanian juga tercermin dari perkembangan kredit yang dikucurkan oleh

perbankan. Total kredit yang disalurkan selama triwulan laporan adalah Rp23,22 miliar, tumbuh

22,80% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 2,66%

(qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar Rp22,62 miliar.

19

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.3.2 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR)

Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh sebesar 10,90% (yoy) pada triwulan II 2014 atau

2,93% (qtq) dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sektor ini memiliki pangsa sebesar

27,85% terhadap pembentukan PDRB Maluku Utara triwulan II 2014. Perkembangan pada sektor

ini disokong oleh subsektor perdagangan besar dan eceran yang berhasil tumbuh sebesar 11,02%

(yoy), subsektor hotel tumbuh 9,64% (yoy) dan subsektor restoran yang tumbuh 1,36% (yoy).

Pertumbuhan tahunan sektor PHR melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini terlihat

dari pertumbuhan ketiga subsektor penyusunnya yang melambat dibandingkan triwulan

Sumber : PPN Kota Ternate

Grafik 1.33Perkembangan PDRB Riil Sektor PHR

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.31Perkembangan Kredit Pertanian

Grafik 1.32Perkembangan Kinerja Ikan Tangkap

20

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

sebelumnya. Pertumbuhan sektor ini terkonfirmasi dari indeks Tingkat Penghunian Kamar (TPK)

selama triwulan I 2014 yang tumbuh sebesar 93,14% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya atau tumbuh 14,33% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Selain itu, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan pada sektor ini juga

mengalami kenaikan yang hingga akhir triwulan laporan tercatat sebesar Rp1.205 miliar atau

meningkat 136,02% (yoy) namun turun sebesar -1,46% (qtq). Hal ini seiring dengan himbauan

Bank Indonesia untuk melakukan pengereman terhadap pertumbuhan kredit untuk menghindari

risiko kredit macet.

1.3.3 Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan pada triwulan II 2014 tumbuh sebesar 5,12% (yoy), lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,99% (yoy). Secara

triwulanan, sektor ini mengalami penurunan tipis sebesar -0,11% (qtq). Industri non-migas

merupakan pemicu satu-satunya pertumbuhan sektor ini dengan andil sebesar 12,5% terhadap

PBRD Maluku Utara triwulan II 2014.

Grafik 1.34Perkembangan Kredit Sektor PHR

Grafik 1.35Perkembangan TPK

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

21

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Seiring dengan pertumbuhan sektor industri pengolahan, industri manufaktur mikro dan kecil

tumbuh sebesar 9,34% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan

sebelumnya yang sebesar 19,63% (yoy). Secara triwulanan, IMK Maluku Utara tumbuh negatif -

1,66% (qtq). Pertumbuhan tertinggi dialami oleh industri furnitur sebesar 26,43% (yoy), kemudian

disusul oleh industri galian bukan logam yang tumbuh 23,07% (yoy), industri kayu, barang dari

kayu, barang dari kayu dan gabus (tidak termasuk furnitur) dan barang anyaman dari bambu, rotan

dan sejenisnya tumbuh 20,79% (yoy) serta industri makanan yang tumbuh 13,16% (yoy).

Sementara itu, industri yang mengalami pertumbuhan negatif pada triwulan laporan adalah

industri minuman sebesar -18,87% (yoy), industri tekstil -5,90% (yoy) dan industri alat angkut

lainnya -6,52 (yoy). pertumbuhan negatif tersebut juga terlihat secara triwulanan (qtq).

Grafik 1.37Perkembangan PDRB Riil

Sektor Industri Pengolahan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 1.36Perkembangan Kredit Sektor Industri

Pengolahan

22

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

1.3.4 Sektor Pertambangan dan Penggalian

Sektor pertambangan dan penggalian mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan sesuai

proyeksi yaitu tumbuh -21,23% (yoy) atau -7,95 (qtq). Penurunan ini merupakan dampak dari

implementasi UU Minerba sehingga perusahaan tambang yang memproduksi biji nikel harus

berhenti beroperasi karena larangan ekspor biji nikel mentah. Perusahaan tambang harus menjual

barang olahan dari biji nikel sehingga mereka harus membangun pabrik pemurnian nikel atau

smelter yang saat ini sedang dalam proses pembangunan, dimana pembangunan hanya dilakukan

oleh perusahaan dengan modal besar mengingat biaya pembangunan yang tinggi.

Subsektor penggalian tercatat masih mengalami pertumbuhan sebesar 6,03% (yoy) atau naik

2,73% (qtq). Subsektor ini masih digerakkan oleh penambangan bahan galian tipe C seperti pasir.

Hal ini terjadi seiring semakin maraknya pembangunan berbagai infrastruktur dan bangunan

fungsional lainnya termasuk kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah maupun

pihak swasta terkait perluasan area untuk mengembangkan usaha mereka. Saat ini pemerintah

sedang melakukan review terhadap izin galian tipe C karena berdampak terhadap kerusakan areal

qtq ctc yoyIndustri Makanan 1.18 15.54 13.16Industri Minuman 8.53 -12.05 -4.72Industri Tekstil 7.75 -2.25 1.40Industri Pakaian Jadi -9.80 5.62 5.72Industri Kayu, Barang dari Kayu, Barang dari kayu danGabus (Tidak Termasuk Furnitur) dan Barang Anyaman dariBambu, Rotan dan Sejenisnya

2.46 15.71 20.79

Industri Barang Galian Bukan Logam -3.57 9.95 1.02Industri Logam Dasar -8.79 1.18 -5.39Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya -6.34 3.42 -1.36Industri Alat Angkutan Lainnya 7.33 -6.70 -6.86Industri Furnitur 1.26 29.49 26.43Industri Pengolahan Lainnya 3.80 20.82 23.07IMK (Industri Mikro dan Kecil) -1.66 14.29 9.34Ket : qtq : quartal to quartal

ctc : cumulative to cumulativeyoy : year on year

Jenis IndustriPertumbuhan

Tabel 1.6Pertumbuhan Industri Manufaktur Mikro dan Kecil

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

23

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

Grafik 1.38Perkembangan PDRB Riil SektorPertambangan dan Penggalian

Grafik 1.39Perkembangan Kredit

Sektor Pertambangan dan Penggalian

sekitar tambang akibat proses penambangan yang kurang baik serta merugikan masyarakat sekitar

bahkan berpotensi menyebabkan tanah longsor.

Sementara itu, sektor pertambangan non-migas tercatat terkoreksi signifikan sebesar-25,60% (yoy)

atau turun -10,08% (qtq). Andil terbesar dari subsektor ini disumbangkan oleh kegiatan

penambangan nikel yang tersebar di Kepulauan Halmahera. Oleh karena itu subsektor

pertambangan non-migas tercatat mengalami penurunan yang signifikan karena sampai saat ini

masih disumbang seluruhnya oleh produksi biji nikel. Berdasarkan hasil liaison diketahui bahwa

contact belum memasuki fase produksi melainkan sedang dalam tahap pembangunan pabrik dan

fasilitas pendukung serta persiapan produksi.

Berdasarkan hasil liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, menjelang

penerapan UU Minerba di tahun 2014, mendorong beberapa perusahaan yang bergerak di bidang

penambangan biji nikel untuk membangun smelter di beberapa lokasi seperti di Kabupaten

Halmahera Timur dan di Pulau Obi – Halmahera Selatan. Disisi lain, pada triwulan laporan,

perkembangan kredit yang disalurkan pada sektor ini tercatat mengalami kontraksi sebesar -

44,51% (yoy), meskipun secara qtq naik sebesar 15,81%. Kredit yang disalurkan di sektor ini mulai

terlihat mengalami kontraksi pertumbuhan sejak triwulan II 2013.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

24

BAB I. PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

25

Provinsi Maluku Utara adalah surga tropis di Kawasan Indonesia Timur, selain keindahan

alamnya yang masih terjaga juga memiliki sumber daya alam yang sangat berlimpah. Salah satu

potensi yang masih terus coba dieksplorasi adalah bahan tambang dan galian mineral. Berdasarkan

data yang dimiliki Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, potensi nikel yang

sudah diketahui di provinsi ini sebesar +/- 220 juta ton yang tersebar di Tanjung Buli, Pulau Gebe,

Pulau Pakal, Pulau Obi, dan Teluk Weda. Dua lokasi di antaranya sudah ditambang, yaitu Pulau

Gebe dan Gag. Di samping nikel, terdapat tambang emas di Maluku Utara yang berdasarkan hasil

penelitian salah satu perusahaan tambang memiliki potensi sebesar +/- 1,4 juta ton dengan kadar

layak tambang. Prospek emas juga terdapat di Ruwait serta Tugurachi.

Sumber daya geologis lainnya terdapat di Pulau Obi yang diperkirakan mengandung +/- 6,8

juta ton. Kandungan sumber daya geologis terbesar ditemukan di Pulau Bacan berkisar 70 juta ton.

Tembaga yang tersimpan di perut Bumi Maluku Utara berkisar 70 juta ton, belum lagi mineral

mangan, kromit, batu gamping, kalsit, bentonit, diatome, talk, kaolin, perlit, magnesit, andesit,

sirtu, batu apung, diorit, dan beragam batu mulia. Kandungan mineral dan bahan tambang yang

cukup beragam tersebut diharapkan akan mampu mendatangkan pendapatan yang lebih besar lagi

untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada tahun 2011, Dinas Pertambangan

Provinsi Maluku Utara mencatat sebanyak 258 perusahaan yang telah memiliki izin pertambangan

dengan skala usaha yang bervariasi. Perusahaan-perusahaan tersebut dapat menjadi penggerak

perekonomian Maluku Utara dari sektor pertambangan dan penggalian.

Menilik data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara, selama

satu dekade terakhir terlihat adanya tren pertumbuhan ekonomi yang menggembirakan.

Perekonomian di Maluku Utara meningkat dari 2,24% (yoy) di triwulan II tahun 2001 menjadi

5,60% (yoy) di triwulan II 2014, bahkan sempat mencapai kisaran 6%-8% di triwulan III 2006

hingga triwulan I 2014. Sumbangan terbesar berasal dari sektor Pertanian, PHR dan Industri

Pengolahan, yang menyumbang lebih dari 70% PDRB. Sektor lain seperti pertambangan dan

penggalian juga memberikan sumbangan yang cukup berarti bagi perekonomian Maluku Utara,

meskipun masih belum optimal. Satu dekade belakangan ini, sektor Pertambangan dan Penggalian

memberikan kontribusi pada kisaran 4%-5,5%, namun memasuki triwulan IV 2013 sampai dengan

triwulan II 2014 terjadi penurunan pertumbuhan, hal ini dipicu oleh penerapan Undang Undang

BOKS I. Perlambatan Perekonomian Maluku Utara Pasca PenerapanUU Minerba

26

BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba

No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Perlambatan pada

sektor Pertambangan dan Penggalian ini turut berkontribusi dalam memicu perlambatan

pertumbuhan PDRB Maluku. Pada triwulan I 2014 sektor ini tercatat mengalami pertumbuhan

negatif sebesar 15,75% (yoy) dan 21,23% (yoy) pada triwulan II 2014.

Grafik 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Maluku Utara

Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 2. Pertumbuhan Perekonomian Provinsi Maluku Utara Tahun 2011-2014

Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Secara nasional, juga terjadi perlambatan pertumbuhan perekonomian. Perlambatan

pertumbuhan ekonomi disebabkan kontraksi ekspor riil terutama dari komoditas pertambangan

seperti batubara dan konsentrat mineral, antara lain karena melemahnya permintaan terutama dari

Tiongkok, menurunnya harga, serta pengaruh temporer dari kebijakan pelarangan ekspor mineral

mentah. Zona KTI, yang salah satunya adalah Maluku Utara, menjadi penyumbang terbesar

perlambatan ekonomi akibat kontraksi ekspor riil.

27

BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba

Memasuki tahun 2014, nilai ekspor Maluku Utara, terutama ekspor dari luar negeri, turun

secara drastis karena ekspornya didominasi oleh bijih nikel dan bijih besi dengan proporsi lebih dari

90%. Di triwulan I 2014 total ekspor Maluku Utara menurun sebesar 8,5% (yoy), kemudian

menurun lebih dalam lagi sebesar 18,4% pada triwulan II 2014. Bahkan pada bulan Februari 2014,

Maluku Utara sama sekali tidak melakukan ekspor karena tidak adanya aktvitas penambangan dan

penggalian. Selain itu, per Februari 2014 tercatat adanya peningkatan jumlah pengangguran

sebesar 17,9%, dari 15,1 ribu orang di triwulan IV 2013 menjadi 12,4 ribu orang di triwulan I 2014

akibat penghentian sementara kegiatan operasional tambang.

Dari sisi penggunaan, tingkat pengeluaran konsumsi rumah tangga terus mengalami

penurunan pertumbuhan dari 2,00% (qtq) atau 6,37% (yoy) di triwulan IV 2013, menjadi

1,84%(qtq) atau 7,01% (yoy) di triwulan I 2014, kemudian menurun lagi menjadi 1,00% (qtq) atau

6,85% (yoy) di triwulan II 2014. Tingkat konsumsi Lembaga Swasta/Nirlaba yang sempat naik di

triwulan I 2014 hingga 4,07% (qtq) atau 13,24% (yoy) dari 1,86% (qtq) atau 10,29% (yoy) di

triwulan IV 2013, kini turun menjadi 0,92%(qtq) atau 8,60% (yoy) di triwulan II 2014. Dari sisi

sektoral, sektor pertanian justru mengalami kenaikan pertumbuhan dari 1,55% (yoy) di triwulan IV

2013 menjadi 1,69% (yoy) di triwulan I 2014 dan kembali meningkat menjadi 2,28% (yoy) di

triwulan II 2014. Sektor jasa-jasa, khususnya jasa swasta mengalami kenaikan pertumbuhan dari

triwulan IV 2013 ke triwulan I 2014, meskipun kembali turun di triwulan II 2014. Sementara sektor-

sektor lain mengalami perlambatan di triwulan II 2014. Dari sisi ketenagakerjaan, terdapat kenaikan

yang signifikan pada hampir seluruh sektor lapangan pekerjaan utama, kecuali pertanian dan

pertambangan dan penggalian. Diduga penambahan jumlah tenaga kerja tersebut terkait dengan

berhentinya operasional sejumlah perusahaan tambang akibat penerapan UU Minerba, sehingga

terjadi eksodus pekerja pertambangan ke sektor-sektor lain. Namun, hal ini masih perlu dianalisis

lebih jauh dengan mempertimbangkan berbagai hal terkait.

BOKS I. Perlambatan Perekonomian MalukuUtara Pasca Penerapan UU Minerba

S

untuk m

smelter

smelter

pimpina

P

diselesai

mampu

smelter,

sudah m

lapanga

dukunga

member

sandung

Sumb

Grafik 2. Perkembangan Ekspor

ebagai respon UU Minerba, saat ini terdapa

embangun pabrik pengolahan atau smelte

tersebut sudah berjalan sejak awal tahun 2

milik salah satu perusahaan tambang dih

n Nasional serta gugatan arbitrase terhadap

embangunan smelter ini selayaknya terus

kan sehingga aktivitas penambangan dan p

mendorong pertumbuhan perekonomian M

Maluku Utara tidak lagi mengandalkan e

emiliki nilai tambah dengan harga jauh leb

n kerja dan akan mengurangi tingkat pen

n pemerintah daerah sangat diperluka

ikan kemudahan dan mempercepat proses

an karena panjang dan peliknya proses biro

Provinsi Maluku Utara

er: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Grafik 3. Ketenagakerjaan Sektor Pertambangan

dan Penggalian Provinsi Maluku Utara

28

t dua perusahaan tambang yang berkomitmen

r di Halmahera, Maluku Utara. Pembangunan

014 lalu, namun pada saat ini pembangunan

entikan sementara terkait adanya perubahan

UU Minerba.

didukung dan didorong agar dapat segera

enggalian bisa kembali normal dan diharapkan

aluku Utara lebih tinggi lagi. Dengan adanya

kspor material mentah tambang saja, namun

ih tinggi. Dengan demikian, akan terciantama

gangguran. Untuk mewujudkan hal tersebut,

n misalnya melalui paket kebijakan yang

perizinan yang selama ini sering menjadi batu

krasi di Indonesia.

Sumber: Data BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

2.1 Kondisi Umum

Pada tahun 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara menetapkan target pendapatan dalam

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp1,61 triliun, meningkat 22,11% (yoy)

atau naik sebesar Rp293,21 miliar dibanding dengan target belanja pada APBD 2013. Sedangkan

apabila dibandingkan dengan APBD Perubahan (APBD-P) 2013, target pendapatan APBD 2014

meningkat sebesar Rp94,87 miliar atau 6,22%. Sementara itu, target belanja/pengeluaran di tahun

2014 adalah sebesar Rp1,56 triliun, meningkat 11,66% (yoy) atau Rp163,6 miliar dibandingkan

dengan target pengeluaran pada APBD 2013. Apabila dibandingkan dengan target pengeluaran

pada APBD-P 2013, target tahun 2014 turun 3,38% (yoy) atau Rp54,77 miliar. Pada APBD-P

terdapat penyesuaian anggaran terkait kebutuhan terkini di provinsi sehingga mempengaruhi

perubahan besaran target pengeluaran. Dengan kondisi APBD tersebut, pada tahun 2014

ditargetkan akan terjadi surplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar, kondisi ini terbalik dari APBD

tahun 2012 dan 2013 dimana Provinsi Maluku Utara selalu mengalami defisit. Namun demikian

besaran/nilai APBD 2014 masih mungkin mengalami perubahan dan menjadi APBD-P 2014 jika

pemerintah Provinsi Maluku Utara menganggap perlu koreksi sesuai dengan perubahan kebutuhan

sepanjang tahun 2014.

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

Grafik 2.1Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah)

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

29

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

Berdasarkan data realisasi hingga triwulan II 2014, Pemerintah Provinsi Maluku Utara mencatat

realisasi pendapatan sebesar Rp854,86 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan diawal

tahun sebesar Rp1,61 triliun. Sementara realisasi pos belanja tercatat sebesar Rp609,53 triliun atau

38,89% dari target awal yang sebesar Rp1,56 triliun.

2.2 Pendapatan Daerah

Target pendapatan Malut tahun 2014 adalah Rp1,61 triliun meningkat 22,11% dibandingkan

APBD 2013, atau naik 6,3% dibandingkan APBD-P 2013. Optimisme pemerintah terhadap

peningkatan penerimaan yang bersumber dari Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus

(DAK), dan adanya penambahan pos baru, yaitu Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus memicu

peningkatan target pendapatan daerah. Pada tahun 2014, diperkirakan terdapat peningkatan

penerimaan yang berasal dari dana alokasi umum sebesar 17,35%, dana alokasi khusus sebesar

7,08%, dan tambahan sebesar Rp155,19 miliar dari pos angaran baru penyesuaian dan otonomi

khusus. APBD 2014 masih memungkinkan untuk mengalami perubahan jika pemerintah

menganggap perlu adanya penyesuaian terkait kondisi terkini. Perubahan terhadap APBD biasanya

dilakukan setelah memasuki semester II tahun berjalan mengingat pemerintah daerah sudah bisa

memperkirakan apakah kebutuhan pembangunan dan operasional dapat dijalankan menggunakan

anggaran yang ada ataukah perlu disesuaikan. Salah satunya adalah PAD yang bersumber dari

pajak daerah dan retribusi mengingat pemerintah sedang melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi

pajak dan retribusi daerah serta melakukan pengawasan yang lebih ketat dari sebelumnya untuk

memastikan agar para wajib pajak melaksanakan kewajibannya pada negara. Semua strategi

tersebut diharapkan berdampak pada meningkatnya kepatuhan wajib pajak dalam membayar

pajak dan terhindarnya kebocoran pajak (KUA APBD TA 2014).

Grafik 2.2Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam miliar rupiah)

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

30

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi pendapatan Pemerintah Provinsi Maluku Utara hingga triwulan II 2014 mencapai

Rp854,87 miliar atau 52,78% dari target yang ditetapkan untuk keseluruhan tahun 2014, dimana

realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) mencapai 55%. Sementara kucuran dana DAU dan DAK

masing-masing mencapai 42% dan 70%.

Pos Anggaran(1)

PendapatanPAD

Pajak daerahRetribusi daerahLain-lain PAD yang sah

Dana PerimbanganDBHDAUDAK

Lain-lain Pendapatan Daerah yang SahHibahDana penyesuaian dan otonomi khusus

*Ket: APBD Perubahan

Pos AnggaranPendapatan

PADPajak daerahRetribusi daerahLain-lain PAD yang sah

Dana PerimbanganDBHDAUDAK

Lain-lain Pendapatan Daerah yang SahHibah

Perkembangan Anggaran Pendapat

Anggaran dan Realisasi Pendapata

Tabel 2.1an Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)

2013 2013* 2014(4) Vs (2) (4) Vs (3)

(2) (3) (4)1.326.442 1.524.775 1.619.653 22,11% 6,22%

132.762 237.440 204.901 54,34% -13,70%96.086 171.724 152.200 58,40% -11,37%24.266 43.368 35.745 47,30% -17,58%12.409 22.178 16.956 36,63% -23,55%

956.831 1.046.233 1.119.302 16,98% 6,98%114.552 203.953 138.055 20,52% -32,31%772.591 772.591 906.624 17,35% 17,35%

69.688 69.688 74.623 7,08% 7,08%236.849 241.103 295.451 24,74% 22,54%236.849 241.103 140.261 -40,78% -41,83%

155.190 100,00% 100,00%

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

Tabel 2.2n Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)

2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase1.619.653 854.869 52,78%

204.901 92.594 45,19%152.200 67.142 44,11%35.745 16.456 46,04%16.956 8.361 49,31%

1.119.302 605.796 54,12%138.055 54.546 39,51%906.624 528.864 58,33%74.623 22.387 30,00%

295.451 156.479 52,96%140.261 13.387 9,54%

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

31

32

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

2.3 Belanja Daerah

Target belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2014 tercatat sebesar Rp1,62

triliun atau meningkat 11,66% (yoy) dibanding APBD 2013, namun turun sebesar 3,38% jika

dibandingkan dengan APBD-P 2013. Pada APBD 2014 komponen belanja tidak langsung

ditargetkan sebesar Rp609,31 miliar atau meningkat 23,9% (yoy) dibanding APBD tahun

sebelumnya. Apabila dibandingkan dengan APBD-P 2013, komponen belanja tidak langsung

mengalami penurunan sebesar 2,56% yang berasal dari penurunan pos belanja bantuan sosial

sebesar 35,3%. Sementara itu, belanja langsung ditargetkan mencapai Rp957,83 miliar, atau

meningkat 5,06% dibanding APBD 2013. Namun, jika dibandingkan dengan APBD-P, jumlah

tersebut turun 3,89% (yoy) yang disebabkan oleh penurunan jumlah belanja pegawai dan belanja

modal, masing-masing sebesar 24,24% dan 17,44%.

Rasio belanja pegawai terhadap total belanja daerah tahun 2014 dengan share sebesar 26,5%,

meningkat jika dibandingkan dengan belanja pegawai pada APBD tahun sebelumnya yang hanya

memiliki share sebesar 21,5% atau sebesar 19,65% dibanding APBD-P 2013. Secara agregat total

belanja pegawai meningkat 37,6% dari Rp301,86 miliar pada APBD 2013 menjadi Rp415,35 miliar

pada APBD 2014. Kondisi ini sejalan dengan rencana penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil

Daerah (CPNSD) di lingkup pemerintahan Provinsi Maluku Utara tahun 2013 sebanyak 49 orang

dari alokasi penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebanyak 782 orang. Selain itu, peningkatan

belanja juga disebabkan oleh adanya rencana pencairan gaji ke-13 PNS pada triwulan II 2014.

Rasio belanja modal serta belanja barang dan jasa terhadap total belanja daerah tahun 2014

mencapai 56,5% atau naik tipis 3,6% (yoy) jika dibandingkan dengan pos yang sama tahun

sebelumnya. Kedua pos belanja dimaksud tercatat sebesar Rp886 miliar atau naik 5% (yoy)

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Dengan rasio belanja modal yang mencapai lebih dari

separuh total belanja daerah, diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap

pembangunan dan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara tahun 2014.

Berdasarkan rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2014, dalam rangka penguatan

struktur ekonomi Maluku Utara, pembangunan daerah akan diprioritaskan pada sembilan bidang

yaitu:

1. Infrastruktur;

2. Pendidikan dan kesehatan;

3. Ketahanan pangan;

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

4. Penanggulangan kemiskinan, pengangguran, pemberdayaan dan perlindungan sosial;

5. Reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan;

6. Investasi dan iklim usaha;

7. Sumber daya energi, air dan mineral, lingkungan hidup dan mitigasi bencana;

8. Pariwisata;

9. Daerah perbatasan, terluar, terpencil, dan tertinggal;

10. Kebudayaan, kreativitas, inovasi, dan teknologi.

Pos Anggaran 2013 2013* 20144 Vs 2 4 Vs 3

1 2 3 4Belanja 1.403.533 1.621.925 1.567.153 11,66% -3,38%

Belanja Tidak Langsung 491.796 625.305 609.315 23,90% -2,56%Belanja Pegawai 233.546 223.949 343.519 47,09% 53,39%Belanja Hibah 200.208 200.208 205.475 2,63% 2,63%Belanja Bantuan Sosial 27.050 27.050 17.500 -35,30% -35,30%Belanja Bagi HasilKepada Prov./Kab./Kotadan Pemdes

28.092 28.092 39.421 40,33% 40,33%

Belanja BantuanKeuangan KepadaProv./Kab./Kota danPemdes

900 900 900 0,00% 0,00%

Belanja Tidak Terduga 2.000 2.100 2.500 25,00% 19,05%Belanja Langsung 911.737 996.620 957.838 5,06% -3,89%

Belanja Pegawai 68.315 94.823 71.838 5,16% -24,24%Belanja Barang dan Jasa 349.055 377.599 453.218 29,84% 20,03%Belanja Modal 494.366 524.198 432.782 -12,46% -17,44%

*Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013

Tabel 2.3Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

33

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

Pos Anggaran 2014 Realisasi Tw II 2014 PersentaseBelanja 1.567.153 609.533 38,89%

Belanja Tidak Langsung 609.315 246.583 40,47%

Belanja Pegawai 343.519 107.379 31,26%

Belanja Hibah 205.475 99.395 48,37%

Belanja Bantuan Sosial 17.500 5.412 30,93%Belanja Bagi Hasil KepadaProv./Kab./Kota dan Pemdes 39.421 34.246 86,87%

Belanja Bantuan Keuangan KepadaProv./Kab./Kota dan Pemdes 900 - 0,00%

Belanja Tidak Terduga 2.500 150 6,00%Belanja Langsung 957.838 362.951 37,89%

Belanja Pegawai 71.838 23.259 32,38%Belanja Barang dan Jasa 453.218 154.523 34,09%

Belanja Modal 432.782 185.168 42,79%

Tabel 2.4Anggaran dan Realisasi Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

34

Sementara itu, realisasi belanja daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara per triwulan II 2014

tercatat sebesar Rp609,53 miliar atau 38,89%. Realisasi belanja terbesar berasal dari pos belanja

tidak langsung yaitu belanja bagi hasil kepada prov./kab./kota dan pemdes yaitu sebesar 86,87%.

Sedangkan belanja tidak langsung secara aggregat terealisasi sebesar 40,47% atau Rp246,58

miliar. Dari angka realisasi APBD 2014 pada triwulan II tersebut, hampir seluruh pos sudah terealisir

meskipun besarannya bervariasi kecuali pos belanja bantuan keuangan kepada prov./kab./kota dan

pemdes yang sama sekali belum terealisasi.

Selanjutnya, pos belanja langsung secara aggregat terealisasi sebesar 37,89% atau Rp362,95

miliar. Apabila ditinjau lebih jauh lagi, diketahui bahwa realisasi pos belanja langsung masih berada

pada kisaran 30% hingga sedikit diatas 40%, dengan tingkat realisasi terbesar adalah belanja

modal dengan besaran 42,79% atau Rp185,16 miliar.

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

2.4 Defisit dan Pembiayaan

D

7

su

k

p

se

p

p

m

B

se

m

k

S

Pos Anggaran 2013 2013* 2014 PertumbuhanSurplus/Defisit Pembiayaan (77.091) (97.150) 52.500 154,04%

Pembiayaan Netto 97.500 121.742 27.500 -77,41%Penerimaan Pembiayaan 100.000 124.242 30.000 -75,85%

SiLPA TA Sebelumnya 100.000 124.242 30.000 -75,85%Pengeluaran Pembiayaan 2.500 2.500 2.500 0,00%

Penyertaan Modal (Investasi) Daerah 2.500 2.500 2.500 0,00%*Ket: APBD Perubahan (APBD-P) 2013

Tabel 2.5Perkembangan Anggaran Belanja Pemprov Maluku Utara (dalam juta rupiah)

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 2014

efisit APBD Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada tahun 2013 sebesar Rp97,15 miliar atau naik

1,3% (yoy) dibanding APBD 2012. Namun pada tahun 2014, Provinsi Maluku Utara menargetkan

rplus anggaran sebesar Rp52,50 miliar pada akhir tahun. Walaupun demikian, tidak tertutup

emungkinan terjadinya perubahan target pada APBD 2014. Namun demikian, sisa lebih

erhitungan anggaran (SiLPA) tahun anggaran sebelumnya sebesar Rp30 miliar dapat digunakan

bagai dana cadangan apabila kondisi mengharuskan pos belanja lebih besar dari pos

endapatan. Kondisi tersebut dapat terjadi dengan melihat banyaknya agenda pembangunan

emerintah di tahun 2014 serta masih adanya ancaman kenaikan harga berbagai komoditas di

asa yang akan datang.

erdasarkan realisasi, hingga triwulan II 2014, APBD Provinsi Maluku Utara mencatatkan surplus

besar Rp245,33 miliar atau 467,31% di atas target awal (Rp52,5 miliar). Angka tersebut sangat

ungkin berubah mengingat pengalaman tahun 2013, realisasi pengeluaran pembiayaan naik 10

ali lebih tinggi dari target yang ditetapkan.

Pos Anggaranurplus/Defisit Pembiayaan

Pembiayaan NettoPenerimaan Pembiayaan

SiLPA TA SebelumnyaPengeluaran Pembiayaan

Penyertaan Modal (Investasi) Dae

Perkembangan Anggaran Belanja

Tabel 2.6Pemprov Maluku Utara (dalam miliar rupiah)

2014 Realisasi Tw II 2014 Persentase52.500 245.336 467,31%27.500 23.520 85,53%30.000 23.520 78,40%30.000 23.520 78,40%2.500 - 0,00%

rah 2.500 - 0,00%

4

Sumber : DJPK, KUA-PPAS Provinsi Maluku Utara 201

35

36

BAB II. KEUANGAN PEMERINTAH

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

37

3.1 Kondisi Umum

Laju kenaikan harga barang dan jasa tahunan (yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh

Kota Ternate pada triwulan II 2014 tercatat sebesar 9,75, jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi

periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Angka inflasi tersebut lebih tinggi

dibandingkan dengan Nasional dan wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara dan

Papua) yang masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,15% (yoy).

Secara bulanan, tekanan inflasi Kota Ternate menunjukkan tren yang fluktuatif. April 2014, Kota

Ternate mengalami inflasi sebesar 0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), sementara pada Mei 2014

terjadi koreksi harga yang mendorong deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13% (yoy). Deflasi ini

terjadi ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur,

bayam, bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan laut serta beberapa

komoditas lainnya namun karena andil komoditas tersebut cukup kecil sehingga tidak mampu

menahan turunnya harga secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan

andil lebih tinggi seperti beras, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi,

pepaya, jeruk, gula pasir, cat kayu/besi, besi beton, baju muslim wanita dan tarif angkutan udara.

Harga barang dan jasa kembali terakselerasi pada Juni 2014 yang mencatat inflasi sebesar 1,29%

(mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga pada akhir periode laporan terjadi pada semua kelompok

kecuali kelompok kesehatan dan kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan yang

mengalami deflasi masing-masing sebesar -0,27% (mtm) dan -0,88% (mtm). Sedangkan kelompok

bahan makanan mengalami kenaikan harga paling tinggi diantara kelompok lainnya yaitu 3,79%

(mtm). Komoditas yang berkontribusi terhadap peningkatan laju inflasi Juni diantaranya adalah

beras, malalugis/sorihi, selar/tude, lolosi, cakalang asap, tomat sayur, tauge/kecambah, pisang,

bawang merah dan bawang putih.

Pergerakan harga Kota Ternate sebagai representasi Provinsi Maluku Utara pada triwulan II 2014

terakselerasi di akhir triwulan. Hal ini tergambar dari inflasi diakhir triwulan yang menembus angka

1,29% (mtm) sebagai dampak dari mulai meningkatnya permintaan menjelang bulan Ramadhan.

Hal ini terkonfirmasi dari pergerakan harga kelompok penyusun volatile food serta kelompok

BAB III. INFLASI DAERAH

BAB III. INFLASI DAERAH

Grafik 3.1Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional

Tabel 3.1 L

penyusun administered price seiring dengan naiknya harga beberapa komoditas penyusunnya

seperti tarif angkutan udara dan beberapa komoditas lainnya. Namun demikian, kelompok inti

terlihat lebih stabil dan cenderung bergerak melandai di akhir triwulan laporan.

3.2 Perkembangan Inflasi

3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy)

Pergerakan inflasi tahunan

terpantau cukup fluktuatif

Ternate tercatat mengalami

data periode yang sama tah

oleh Kota Ternate juga terp

Sulampua (Grafik 3.1) yang

6.69

6.68

9.75

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2012 2013 2014

Nasional

Suampua

Malut

BaMakanan Jadi, Minuman, Rokok d

Perumahan, Listrik, Gas

Pendidikan, RekreasTranspor, Komunikasi dan J

Inflasi Umum Tahunan (y

Kelompok Barang dan J

ang dan Jasa (%)

Kota Ternate

(yoy) di Maluku Utara yang direpresentasikan oleh Kota Ternate

dan terakselerasi diakhir triwulan laporan. Triwulan II 2014, Kota

inflasi sebesar 9,75% (yoy), jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan

un sebelumnya yang sebesar 2,93% (yoy). Tekanan inflasi yang dialami

antau lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata Nasional dan Zona

masing-masing tercatat sebesar 6,69% (yoy) dan 6,68% (yoy).

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2han Makanan 4.74 2.56 2.09 1.11 1.96 -2.04 7.54 9.32 3.66 10.16 2.22an Tembakau 5.71 6.18 6.49 5.47 5.26 4.15 4.14 4.96 5.68 8.07 1.13dan Air Bersih 3.47 3.49 3.63 3.15 6.32 7.00 13.76 12.47 10.20 9.36 3.42

Sandang 9.48 7.79 5.78 6.38 5.53 2.94 5.05 6.31 10.03 12.93 0.66Kesehatan 5.12 5.29 5.05 4.55 1.92 0.88 3.41 2.59 11.19 11.44 0.41

i dan Olahraga 4.16 4.08 4.17 4.35 3.15 3.47 8.13 9.56 10.98 11.36 0.51asa Keuangan 3.07 6.04 4.14 3.89 2.57 4.45 15.94 13.97 14.38 9.73 1.42oy ) 4.54 4.30 3.87 3.29 3.97 2.93 9.66 9.78 8.80 9.75 9.75

asa2012 2013 2014

Andil

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

h

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diola

aju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok BarTabel 3.1 Inflasi Kota Ternate Per Kelompok Barang dan Jasa

38

BAB III. INFLASI DAERAH

Berdasarkan kelompoknya, inflasi tahunan disumbangkan oleh seluruh kelompok, dimana empat

kelompok barang dan jasa yaitu kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih memiliki andil

relatif tinggi yaitu sebesar 3,42% dengan tingkat inflasi 9,36% (yoy), kelompok bahan makanan

2,22% dengan tingkat inflasi sebesar 10,16% (yoy), kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan 1,42% dengan tingkat inflasi sebesar 9,73% (yoy), dan kelompok makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau 1,13% dengan tingkat inflasi sebesar 8,07% (yoy). Sedangkan

kelompok lain memiliki andil dibawah 1%. Selanjutnya berdasarkan inflasi tahunan (yoy) pada

triwulan II 2014, terdapat empat kelompok barang dan jasa yang menembus angka inflasi dua digit

yaitu kelompok sandang 12,93% (yoy), kelompok kesehatan 11,44% (yoy), kelompok pendidikan,

rekreasi, dan olahraga 11,36% (yoy), dan kelompok bahan makanan 10,16% (yoy). Sementara itu

juga terdapat tiga subkelompok yang mengalami inflasi dan memberikan andil yang tinggi yaitu

subkelompok ikan segar dengan inflasi 42,88% (yoy) dan andil 2,35%, subkelompok biaya tempat

tinggal dengan inflasi 10,23% (yoy) dan andil 2,89%, dan subkelompok transpor dengan inflasi

17,65% (yoy) dan andil 1,62%. Namun demikian terdapat beberapa subkelompok yang tercatat

dapat menahan laju inflasi Kota Ternate walau andilnya tidak signifikan yaitu subkelompok sayur-

sayuran, subkelompok bumbu-bumbuan, subkelompok minuman yang tidak beralkohol, dan

subkelompok komunikasi dan pengiriman.

Komoditas Inflasi AndilBahan Makanan 10.16 2.22Padi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya 8.46 0.43Daging dan hasil-hasilnya 14.08 0.15Ikan Segar 42.88 2.35Ikan Diawetkan 3.73 0.03Telur, susu, dan hasil-hasilnya 14.43 0.23Kacang-kacangan 1.25 0.03Buah-buahan 24.21 0.33Lemak dan minyak 4.83 0.05Bahan makanan lainnya 3.67 0.00Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 8.07 1.13Makanan jadi 10.64 0.66Tembakau dan minuman beralkohol 10.29 0.54Perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 9.36 3.42Biaya tempat tinggal 10.23 2.89Bahan bakar, penerangan, dan air 3.46 0.16Perlengkapan rumah tangga 11.5 0.22Penyelenggaraan rumah tangga 7.93 0.14

Komoditas Inflasi AndilSandang 12.93 0.66Sandang laki-laki 4.19 0.07Sandang wanita 9.48 0.12Sandang anak-anak 29.62 0.41Barang pribadi dan sandang lain 8.10 0.06Kesehatan 11.44 0.41Jasa Kesehatan 2.23 0.02Obat-obatan 7.1 0.06Jasa perawatan jasmani 45.53 0.17Perawatan jasmani dan kosmetik 9.71 0.16Pendidikan, rekreasi dan olahraga 11.36 0.51Jasa pendidikan 10.63 0.26Kursus-kursus/Pelatihan 4.41 0.01Perlengakpan/Peralatan pendidikan 0.59 0.00Rekreasi 17.27 0.20Olah raga 27.76 0.03Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 9.73 1.42Transpor 17.65 1.62Sarana dan penunjang transpor 3.68 0.02Jasa keuangan 0.80 0.00

Sumber :

Tabel 3.2 Komoditas Penyumbang Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya

39

BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

BAB III. INFLASI DAERAH

Tabel 3.

Sumber : B

3.2.2 Inflas

Berbeda den

tahun sebel

tinggi jika

sebelumnya

(qtq). Tingk

selama satu

triwulan II

lonjakan pe

sehingga me

bukan hany

tercermin d

2014. Wala

kelompok k

kelompok tr

Makanan

TranInfla

Ke

4 La

PS P

i Tr

ga

um

dib

. D

at

de

201

rmi

ny

a

ari

upu

ese

ans

Komoditas Deflasi AndilBahan Makanan 10.16 2.22Sayur-sayuran -6.85 -0.19Bumbu-bumbuan -24.68 -0.34Makanan jadi, minuman, rokok & tembakau 8.07 1.13Minuman yang tidak beralkohol -2.84 -0.07Transpor, komunikasi dan jasa keuangan 9.73 1.42Komunikasi dan pengiriman -5.96 -0.28

Jadi,Peru

Psposi Um

lom

Tabel 3.3 Komoditas Penahan Inflasi Tahunan Kota Ternate dan Andilnya

40

ju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

rovinsi Maluku Utara, diolah

iwulanan (qtq)

n inflasi tahunannya yang terakselerasi signifikan dibandingkan periode yang sama

nya, inflasi triwulanan Kota Ternate terpantau lebih rendah namun masih lebih

andingkan dengan triwulan sebelumnya ataupun periode yang sama tahun

iakhir triwulan II 2014, Kota Ternate mencatat inflasi triwulanan sebesar 1,89%

inflasi ini sedikit lebih tinggi dibanding rata-rata inflasi triwulanan Kota Ternate

kade terakhir yang sebesar 1,87% (qtq). Hal ini mengindikasikan bahwa pada akhir

4, Kota Ternate mengalami inflasi yang cukup tinggi yang dipicu oleh adanya

ntaan masyarakat menjelang bulan ramadhan yang jatuh pada triwulan laporan

ebabkan kenaikan harga berbagai komoditas. Komoditas yang mengalami kenaikan

komoditas bahan makanan namun hampir sebagian besar komoditas. Hal ini

inflasi yang dialami oleh semua kelompok barang dan jasa pada akhir triwulan II

n demikian, terdapat tiga kelompok yang mengalami inflasi dibawah 1% yaitu

hatan 0,04% (qtq), kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,54% (qtq) dan

port, komunikasi dan jasa keuangan 0,31% (qtq).

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2Bahan Makanan -0.35 0.29 -0.95 2.14 0.48 -3.64 8.73 3.84 -5.43 3.90 0.82

Minuman, Rokok dan Tembakau 1.28 0.81 3.54 -0.24 1.09 -0.26 3.53 0.55 2.36 2.80 0.39mahan, Listrik, Gas dan Air Bersih 0.95 1.44 0.44 0.29 4.06 2.09 6.78 -0.85 1.55 1.52 0.56

Sandang 0.92 0.53 3.38 1.43 0.11 -1.93 5.49 2.65 3.67 1.09 0.06Kesehatan 2.61 0.35 0.86 0.66 0.03 -0.68 3.39 -0.13 6.43 0.04 0.00

endidikan, Rekreasi dan Olahraga 0.47 -0.08 3.61 0.32 -0.67 0.23 8.27 1.65 0.92 0.54 0.02r, Komunikasi dan Jasa Keuangan 0.05 3.65 -0.45 0.64 -1.23 5.55 10.51 -1.07 0.87 0.31 0.04

um Triwulanan (qtq ) 0.52 1.15 0.71 0.88 1.18 0.14 7.28 0.99 0.28 1.89 1.89

pok Barang dan Jasa2012 2013 2014

Andil

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

41

BAB III. INFLASI DAERAH

Tabel 3.5 Kelompok Penahan Laju Inflasi Kota Ternate

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Sedangkan 4 kelompok lainnya mengalami inflasi diatas 1% dimana kelompok bahan makanan

merupakan kelompok bahan makanan dengan laju inflasi triwulanan tertinggi yaitu sebesar 3,90%

(qtq) dengan andil 0,82% atau menyumbang lebih dari 43% dari total inflasi triwulanan yang

dialami oleh Kota Ternate. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah subkelompok ikan

segar dengan inflasi sebesar 11,25% (qtq), subkelompok sayur-sayuran 9,22% (qtq) dan

subkelompok bumbu-bumbuan 6,03% (qtq). Namun demikian terdapat beberapa subkelompok

yang mengalami deflasi yaitu subkelompok buah-buahan -6,02% (qtq), subkelompok ikan

diawetkan -5,12% (qtq), dan subkelompok kacang-kacangan -3,71% (qtq).

Selanjutnya inflasi tinggi juga disumbangkan oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan

tembakau yang mengalami inflasi sebesar 2,80% (qtq) dengan andil sebesar 0,39% atau

menyumbang sekitar 20% dari total inflasi triwulanan Kota Ternate. Namun demikian 1 (satu)

subkelompok mengalami deflasi yaitu subkelompok minuman yang tidak beralkohol sebesar -

1,99% (qtq). Sedangkan 2 (dua) subkelompok lain mengalami inflasi relatif tinggi yaitu

subkelompok tembakau dan minuman beralkohol sebesar 6,52% (qtq).

Kemudian kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih mengalami inflasi 1,52% (qtq) dengan

andil sebesar 0,56% yang disumbangkan oleh seluruh subkelompok penyusunnya. Subkelompok

dengan inflasi tertinggi adalah subkelompok perlengkapan rumah tangga dengan inflasi sebesar

5,04% (qtq) dan terendah adalah subkelompok penyelenggaraan rumah tangga dengan inflasi

sebesar 0,62% (qtq).

Kelompok terakhir yang mengalami inflasi diatas 1% adalah kelompok sandang dengan inflasi

sebesar 1,09% (qtq) dengan andil sebesar 0,06% atau 3% terhadap inflasi umum Kota Ternate.

No Subkelompok Inflasi1 Sandang Wanita -7.242 Buah - buahan -6.023 Ikan Diawetkan -5.124 Kacang - kacangan -3.715 Minuman yang Tidak Beralkohol -1.996 Perlengkapan / Peralatan Pendidikan -1.497 Obat-obatan -1.388 Komunikasi Dan Pengiriman -1.239 Barang Pribadi dan Sandang Lain -0.18

42

BAB III. INFLASI DAERAH

Dari 4 subkelompok anggotanya, dua subkelompok mengalami inflasi dan dua sisanya mengalami

deflasi. Subkelompok yang mengalami inflasi tertinggi adalah sandang anak-anak sebesar 6,13%

(qtq) dan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sandang wanita -7,24% (qtq)

dan subkelompok barang pribadi dan sandang lain -0,18% (qtq).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inflasi triwulanan Kota Ternate pada triwulan II 2014

ini didorong oleh 3 kelompok utama yaitu kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi,

minuman, rokok dan tembakau dan kelompok perumahan, listrik, gas, dan air bersih dengan total

andil dari ketiga kelompok tersebut sebesar 1,77% atau 93,6% terhadap inflasi umum triwulanan

Kota Ternate.

3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm)

Laju inflasi bulanan (mtm) kota Ternate pada triwulan II 2014 cenderung berfluktuatif yang terlihat

dari tingkat inflasi/deflasi yang terjadi selama triwulan laporan dimana pada akhir triwulan II 2014

diketahui bahwa tingkat inflasi Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara sebesar 1,29%

(mtm). Tingkat inflasi tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata inflasi Nasional

maupun wilayah Sulampua (Grafik 2.2). Pada April 2014, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar

0,70% (mtm) atau 9,31% (yoy), kemudian pada bulan berikutnya terjadi koreksi harga yang

menggiring Kota Ternate pada deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,31% (yoy). Deflasi terjadi

ditengah naiknya harga beberapa komoditas seperti ketela pohon, kangkung, tomat sayur, bayam,

bawang merah, pasir, batu, mobil, sepeda motor dan tarif angkutan namun karena andilnya tidak

sebesar komoditas yang mengalami koreksi harga sehingga tidak mampu menahan turunnya harga

secara aggregat yang disebabkan oleh komoditas-komoditas dengan andil tinggi khususnya

kelompok bahan makanan seperti beras, cakalang asap, teri kering, pepaya, dan jeruk. Selain itu,

turunnya harga ikan tongkol, ekor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi,

yang merupakan komoditas dengan andil tinggi berhasil menarik turun pergerakan harga di bulan

Mei. Harga barang dan jasa kembali terakselerasi dibulan Juni dengan tingkat inflasi sebesar 1,29%

(mtm) atau 9,75% (yoy). Akselerasi harga terjadi pada lima kelompok pengeluaran yaitu kelompok

bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, kelompok perumahan,

air, listrik, gas dan bahan bakar, kelompok sandang, dan kelompok pendidikan, rekreasi dan

olahraga dimana komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah malalugis/sorihi,

selar/tude, lolosi, tomat sayur, pisang, bawang merah, bawang putih, mie, rokok kretek filter,

rokok putih, cat kayu/besi dan upah tukang bukan mandor.

BAB III. INFLASI DAERAH

Grafik 3.2 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional

April 2014

Pada awal triwulan II 2

mengalami inflasi

0,70% (mtm) atau 9.3

akselerasi laju inflasi b

maupun tahunan pad

dibandingkan dengan

tercatat sebesar 0,5

8,80% (yoy).

Pada April 2014,

makanan kembali m

yang mengalami infla

sebesar 2,08% (mtm)

April. Kelompok baha

inflasi dan 6 sisanya me

11,25% (mtm) dengan

utama yaitu ikan caka

0,25%, 0,061%, 0,05

melonjak 26,3% (mtm

bumbuan mengalami

subkelompok buah-bu

lainnya 1,31% (mtm)

0.43

0.42

1.29

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2012 2013 2014

Nasional

Suampua

Malut

h

Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola

014, Kota Ternate

bulanan sebesar

1% (yoy). Terjadi

aik secara bulanan

a April 2014 jika

Maret 2014 yang

3% (mtm) atau

kelompok bahan

enjadi kelompok

si tertinggi yaitu

atau 6,20% (yoy) de

n makanan terdiri da

ngalami deflasi. Sub

andil 0,55%. Gejola

lang, kembung dan

8%. Ikan cakalang

) dan malalugis terak

inflasi 6,20% (m

ahan 5,30% (mtm)

dengan andil 0,001%

h

Inflasi dan AnKelompok B

Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola

ngan andil sebes

ri 11 subkelomp

kelompok ikan se

k harga di subke

malalugis yang m

mengalami infl

selerasi 5,3% (m

tm) dengan an

dengan andil 0,

dan subkelom

Grafik 3.3dil Kota Ternate Menurutarang & Jasa April 2014

43

ar 0,43% atau 61% dari inflasi bulan

ok dimana 5 diantaranya mengalami

gar mengalami inflasi tertinggi sebesar

lompok ini dipicu oleh tiga komoditas

asing-masing memiliki andil sebesar

asi sebesar 16,4% (mtm), kembung

tm). Selain itu, subkelompok bumbu-

dil 0,11%, kemudian disusul oleh

10%, subkelompok bahan makanan

pok lemak dan minyak 0,81% (mtm)

44

BAB III. INFLASI DAERAH

dengan andil 0,008%. Komoditas yang mengalami akselerasi harga selain cakalang, kembung dan

malalugis adalah lolosi, ekor kuning, selar/tude, jeruk, pisang, apel, cabai rawit dan bawang merah.

Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi adalah subkelompok sayur-sayuran -9,23%

(mtm) dengan andil -0,2%, subkelompok ikan diawetkan -6,77% (mtm) dengan andil -0,05%,

subkelompok kacang-kacangan -3,76% (mtm) dengan andil -0,01%, subkelompok daging dan

hasil-hasilnya -1,52 (mtm) dengana andil -0,02%, subkelompok telur, susu dan hasil-hasilnya

-1,42% (mtm) dengan andil -0,02%, subkelompok padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya -0,82

(mtm) dengan andil -0,04%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah ketela

pohon, daging sapi, bubara, cakalang asap, telur ayam ras, labu siam/jipang, kacang panjang,

tomat sayur, kangkung, tempe dan salak. Namun demikian, koreksi harga yang terjadi pada

komoditas tersebut tidak dapat membendung gejolak harga secara aggregat dari subkelompok

bahan makanan yang lain dikarenakan andil subkelompok yang mengalami akselerasi harga lebih

tinggi dibandingkan dengan yang mengalami penurunan harga.

Kelompok selanjutnya yang memiliki andil yang cukup tinggi terhadap inflasi bulanan Kota Ternate

selama bulan April adalah kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan andil

sebesar 0,14% dan inflasi sebesar 0,37% (mtm). Pendorong utama terjadinya inflasi pada

kelompok ini adalah bergejolaknya komoditas dari subkelompok biaya tempat tinggal yang

mengalami inflasi 0,34% (mtm) dengan andil 0,1% dan subkelompok bahan bakar, penerangan

dan air yang mengalami inflasi 0,86% (mtm) dengan andil sebesar 0,037%. Komoditas yang

mendorong gejolak pada kedua subkelompok tersebut diantaranya adalah kusen, cat tembok, besi

beton, pipa paralon, batu, cat kayu/cat besi, bahan bakar rumah tangga, kipas angin dan sabun

cuci batangan. Sedangkan komoditas yang menahan laju inflasi adalah pasir, batu bata/batu tela,

tempat tidur dan pembasmi nyamuk bakar.

Sementara itu, kelompok lainnya memiliki andil lebih rendah dibandingkan dengan kedua

kelompok diatas. Kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau mengalami inflasi

sebesar 0,34% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok transportasi, komunikasi dan jasa

keuangan mengalami inflasi 0,26% (mtm) dengan andil sebesar 0,04%, kelompok sandang

mengalami inflasi 0,66% (mtm) dengan andil sebesar 0,03%, kelompok pendidikan, rekreasi dan

olahraga mengalami inflasi sebesar 0,44% dengan andil sebesar 0,02%, dan yang terakhir adalah

kelompok kesehatan yang mengalami inflasi sangat landai yaitu 0,01% dengan andil 0,00%.

BAB III. INFLASI DAERAH

Mei 2014

Pada pertengahan triwulan II 2014, kota

Ternate mengalami koreksi harga atau

deflasi sebesar -0,11% (mtm) atau 9,13%

(yoy). Koreksi harga disebabkan oleh 4

kelompok pengeluaran yang mengalami

deflasi terutama kelompok bahan

makanan yang mengalami koreksi harga

cukup dalam dengan andil yang signifikan

memungkinkan terjadinya koreksi harga

secara aggregat pada bulan Mei 2014.

m

se

su

k

k

h

se

se

se

k

p

se

e

p

k

1

4

se

a

a

su

Grafik 3.4Inflasi dan Andil Kota Ternate Menurut

Kelompok Barang & Jasa Mei 2014

h

Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola

45

Kelompok bahan makanan tercatat

engalami koreksi harga terdalam pada Mei 2014 yaitu sebesar -1,93% (mtm) dengan andil

besar -0,40% atau menahan laju inflasi bulanan Kota Ternate sebesar 45%. Dari 11

bkelompok penyusunnya, terdapat 5 subkelompok yang mengalami koreksi harga dan 1

elompok terpantau stabil serta 5 sisanya mengalami inflasi. Dari 5 subkelompok yang mengalami

oreksi harga, terdapat tiga kelompok utama yang memiliki andil cukup tinggi terhadap koreksi

arga yaitu subkelompok ikan segar yang mengalami inflasi sebesar -10,03% (mtm) dan andil

besar -0,54%, subkelompok buah-buahan dengan tingkat inflasi -7,96% (mtm) dan andil

besar -0,15% serta subkelompok ikan diawetkan dengan tingkat inflasi -9,35% (mtm) dan andil

besar -0,06%. Sementara itu, kelompok lain yang mengalami koreksi harga adalah subkelompok

acang-kacangan sebesar -1,83% (mtm) dengan andil sebesar -0,006% sedangkan subkelompok

adi-padian, umbi-umbian, dan hasilnya mengalami inflasi sebesar -0,06% (mtm) dengan andil

besar -0,003%. Komoditas yang mengalami koreksi harga diantaranya adalah beras, tongkol,

kor kuning, kembung/gembung, lolosi, cakalang, malalugis/sorihi, cakalang asap, teri kering,

epaya, dan jeruk. Sedangkan tiga subkelompok utama yang menahan laju koreksi harga

elompok bahan makanan lebih dalam lagi adalah subkelompok sayur-sayuran dengan inflasi

0,57% (mtm) dengan andil sebesar 0,20%, subkelompok bumbu-bumbuan dengan inflasi

,25%(mtm) dan andil sebesar 0,08%, serta subkelompok daging dan hasil-hasilnya dengan inflasi

besar 2,63% (mtm) dan andil sebesar 0,03%. Kelompok lainnya yang mengalami koreksi harga

dalah kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar -0,46% (mtm) dengan

ndil sebesar -0,06%, subkelompok sandang sebesar -0,60% (mtm) dengan andil sebesar -0,03%,

bkelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar -0,28% (mtm) dengan andil sebesar -

BAB III. INFLASI DAERAH

0,01%. Komoditas yang mengalami kenaikan harga diantaranya adalah ketela pohon, daging

ayam ras, cumi-cumi, susu untuk balita, kangkung, tomat sayur, bayam, kacang panjang,

tauge/kecambah, bawang merah, dan minyak goring. Sedangkan subkelompok yang terpantau

stabil adalah subkelompok bahan makanan lainnya.

Terdapat dua kelompok utama yang menahan koreksi harga lebih dalam pada Mei 2014 yaitu

kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar dengan tingkat inflasi sebesar 0,68% (mtm)

dan andil sebesar 0,25% serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan dengan inflasi

sebesar 0,93% (mtm) dan andil sebesar 0,13%. Inflasi pada kelompok perumahan, air, listrik, gas

dan bahan bakar dipicu oleh pergerakan harga pada subkelompok biaya tempat tinggal dengan

inflasi sebesar 0,87% (mtm) dan andil sebesar 0,26% dimana komoditas penyumbang utama

adalah pasir, batu, batako dan batu bata/batu tela. Sedangkan dari kelompok transpor, komunikasi

dan jasa keuangan, gejolak harga disumbangkan oleh subkelompok transpor yang mengalami

inflasi sebesar 1,17% (mtm) dengan andil 0,12% dan subkelompok komunikasi dan pengiriman

dengan tingkat inflasi 0,46% (mtm) dan andil 0,02%. Komoditas yang memberikan sumbangan

signifkan terhadap gejolak harga kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan adalah

angkutan laut, mobil, sepeda motor dan telepon seluler.

Juni 2014

Pada penghujung triwulan II 2014, Kota

Ternate tercatat mengalami inflasi sebesar

1.29% (mtm) atau 9,75% (yoy).

Akselerasi harga terjadi pada semua

kelompok pengeluaran kecuali kelompok

kesehatan dan kelompok transpor,

komunikasi, dan jasa keuangan yang

mencatat koreksi harga pada tingkat

cukup rendah. Namun dengan andil

kedua kelompok tersebut yang tidak

terlalu tinggi sehingga tidak mampu

ag

ba

in

h

Inflasi dan AnKelompok

Sumber : BPS ProvinsiMaluku Utara , diola

gregat yang diakib

han makanan dan

flasi tertinggi serta m

Grafik 3.5dil Kota Ternate Menurut

Barang & Jasa Juni 2014

46

membendung kenaikan harga secara

atkan oleh bergejolaknya lima kelompok lain termasuk didalamnya kelompok

kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang mengalami

emberikan andil tertinggi inflasi bulan Juni Kota Ternate.

47

BAB III. INFLASI DAERAH

Kelompok bahan makanan mengalami inflasi tertinggi sebesar 3,79% (mtm) dengan andil 0,78%

atau 49,7%. Dari 11 subkelompok penyusunnya, 9 subkelompok mengalami inflasi dan 2

subkelompok sisanya mengalami deflasi. Tiga kelompok utama yang mengalami inflasi tertinggi

sekaligus pemilik andil tertinggi yang menyebabkan kelompok bahan makanan terakselerasi adalah

subkelompok ikan segar yang terakselerasi sebesar 11,15% (mtm) dengan andil sebesar 0,54%,

kemudian subkelompok sayur-sayuran yang terakselerasi sebesar 8,83% (mtm), dan subkelompok

ikan diawetkan yang terakselerasi 12,26% (mtm). Komoditas dari ketiga subkelompok tersebut

yang memicu pergerakan harga diantaranya adalah malalugis, selar/tude, lolosi, tongkol, tomat

sayur, tauge, sawi hijau, cakalang asap, dan teri. Sedangkan subkelompok yang mengalami deflasi

adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang terkoreksi -4,23% (mtm) dengan andil sebesar -

0,09%, dan subkelompok buah-buahan yang terkoreksi -3,02% (mtm) dengan andil sebesar -

0,05%. Komoditas yang memiliki andil cukup besar dalam menarik penurunan harga kedua

subkelompok tersebut diantaranya adalah cabai merah, cabai rawit, apel, pepaya, dan anggur.

Kemudian dari kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau yang terakselerasi sebesar

2,94% (mtm) dengan andil sebesar 0,40% pada Juni 2014, terdapat tiga subkelompok penyusun

yang mengalami inflasi dimana subkelompok tembakau dan minuman beralkohol terakselerasi

sebesar 5,94% (mtm) dengan andil 0,30%, subkelompok makanan jadi terakselerasi 1,38% (mtm)

dengan andil sebesar 0,085%, dan subkelompok minuman yang tidak beralkohol terakselerasi

0,48% (mtm) dengan andil sebesar 0,01%. Komoditas yang memiliki andil tinggi terhadap

akselerasi harga kelompok ini diantaranya adalah rokok kretek filter, rokok putih, rokok kretek,

mie, kacang kulit dan minuman kesegaran.

Sementara itu, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar terakselerasi 0,46% (mtm)

dengan andil sebesar 0,18% didorong oleh terakselerasinya harga cat kayu/cat besi, tukang bukan

mandor, tarif listrik, kulkas, dan mesin cuci. Kelompok sandang terakselerasi sebesar 1,04% (mtm)

dengan andil sebesar 0,05% yang dimotori oleh terakselerasinya komoditas baju muslim laki-laki,

baju muslim wanita, baju kaos berkerah anak-anak, baju anak setelan, dan baju bayi. Kelompok

pendidikan, rekreasi dan olahraga terakselerasi sebesar 0,38% (mtm) dengan andil sebesar 0,02%

dengan komoditas pendorongnya adalah kursus bahasa asing, vcd/dvd, televisi berwarna, vcd/dvd

player, dan sepeda anak.

Sedangkan kelompok yang mengalami deflasi pada bulan Juni 2014 adalah kelompok transpor,

komunikasi dan jasa keuangan yang terkoreksi sebesar -0,88% (mtm) dengan andil sebesar -

0,13% serta kelompok kesehatan yang terkoreksi sebesar -0,27% (mtm) dengan andil sebesar -

BAB III. INFLASI DAERAH

0,01%. Komoditas yang memicu terjadinya koreksi harga pada kedua kelompok ini adalah

penurunan harga mobil, sepeda motor, telepon seluler, obat dengan resep, pasta gigi, sabun

mandi, sabun wajah dan shampo. Namun demikian karena masih terbatasnya laju koreksi harga

serta kecilnya andil dari kedua kelompok tersebut maka tidak mampu menahan laju pergerakan

harga secara aggregat bulanan Kota Ternate pada Juni 2014.

3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan dipengaruhi

oleh gejolak harga yang terjadi pada tiga kelompok pengeluaran. Namun demikian kelompok

volatile foods dan administered price mengalami gejolak yang lebih signifikan dibandingkan core

inflation.

3.3.1 Faktor Fundamental

Tekanan inflasi inti (core inflation) tahunan pada triwulan II 2014 terpantau bergerak naik jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya namun turun melandai jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pergerakan inflasi inti yang antara lain disebabkan oleh

naiknya harga komoditas global seperti nikel, minyak bumi dan emas. Harga minyak bumi

terakselerasi 9,87% (yoy) dan nikel naik tajam 30,45% (yoy). Sedangkan harga emas terkoreksi

tipis -4,73% (yoy), namun demikian tingkat harga emas pada akhir triwulan II 2014 masih lebih

tinggi dibandingkan harga pada akhir tahun 2013.

Pergerakan HargaPergera

West

Sumber :World Bank

Dari sisi domestik, terjaganya akselerasi inflasi int

penawaran dalam menjawab fluktuasi sisi permin

Sumber :World Bank

Grafik 3.6 Nikel dan Emas Internasional

i berimplikasi pad

taan sehingga per

Grafik 3.7kan Harga Crude Oil Texas Intermediate

48

a meningkatnya kemampuan sisi

ekonomian nasional tetap dapat

49

BAB III. INFLASI DAERAH

tumbuh dengan baik. Hal tersebut tercermin dari fluktuasi nilai rupiah yang cukup stabil serta

kapasitas utilisasi produksi yang masih cukup tinggi.

Interaksi Permintaan dan Penawaran

Pada triwulan II 2014, tingkat konsumsi masyarakat berada pada level normal diawal triwulan

laporan namun mulai terakselerasi seiring dengan semakin dekatnya puasa Ramadhan di akhir

triwulan. Walaupun belum terjadi peningkatan konsumsi yang signifikan namun tingkat harga

sudah mulai mengalami akselerasi di akhir triwulan meskipun pada bulan sebelumnya sempat

terjadi koreksi harga pada level yang cukup rendah. Faktor cuaca yang mendukung produksi

komoditas perikanan tidak mampu membendung volatilitas komoditas subkelompok ikan segar

sehingga setiap kenaikan dan turunnya harga pada subkelompok ini dapat mempengaruhi tingkat

inflasi Kota Ternate secara aggregat. Selain berpengaruh terhadap harga komoditi, cuaca yang baik

juga memungkinkan arus distribusi lancar dan berbagai komoditas dapat tersuplai dengan baik

mengingat topografi Maluku Utara yang berupa kepulauan serta sebagian pemenuhan kebutuhan

harian masyarakat Maluku Utara dari impor antar daerah dan antar pulau sehingga terjaganya arus

distribusi membantu menjaga tingkat harga agar tidak bergerak lebih tinggi.

Eksternal

Sepanjang triwulan II 2014, nilai tukar rupiah mulai menguat ditengah kondisi perekonomian

global yang masih dalam masa pemulihan dan bayang-bayang kebijakan tappering off dari The Fed

serta rebalancing perekonomian Tiongkok yang juga berpengaruh kepada perekonomian

Indonesia. Nilai rupiah menguat jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya namun melemah

jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Nilai tukar rupiah terhadap dolar

Amerika ditutup pada level Rp11.322/USD pada triwulan II 2014. Secara point to point, tekanan

terhadap nilai rupiah sedikit melemah sebesar 0,22% dari posisi triwulan sebelumnya yang tercatat

pada level Rp11.347/USD namun naik sebesar 14,6% jika dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya yang berada pada level Rp9.879/USD. Walaupun tekanan terus menguat,

tingkat volatilitas rupiah tetap terjaga sehingga optimisme pasar terhadap perekonomian Indonesia

masih tinggi. Optimisme investor terhadap perkembangan ekonomi Indonesia ditengah terjadinya

kenaikan harga berbagai komoditas global mencerminkan cukup kuatnya struktur perekonomian

Indonesia saat ini.

BAB III. INFLASI DAERAH

3.3.2 Non Fundamental

Volatile Foods

Tekanan inflasi yang dialami kelompok volatil

terjadi diakhir triwulan II 2014. Terakselerasin

triwulan laporan didorong oleh mulai naik

puasa Ramadhan sehingga mengakibatkan h

naik. Pergerakan ini cukup berbeda dengan k

pada level yang lebih rendah dikarenakan p

2013. Tingginya tingkat permintaan akan

mengakibatkan subkelompok ini terakseler

komoditas dari kelompok lainnya. Tingginya

Utara sering kali memicu tingginya inflasi dim

oligopoli adalah masalah utamanya. Walaup

Utara terus berdatangan namun tingginya

secara aggregat.

Pergerakan Nilai Tuka

Grafik 3.8

r Rupiah Terhadap Dolar Amerika

50

e foods terpantau terakselerasi dan akselerasi tertinggi

ya tekanan inflasi kelompok volatile foods pada akhir

nya permintaan masyarakat menjelang pelaksanaan

arga berbagai komoditas bahan makanan merangkak

ondisi tahun sebelumnya dimana volatile food berada

elaksanaan puasa ramadhan jatuh pada triwulan III

komoditas subkelompok ikan segar diakhir triwulan

asi cukup tinggi sebesar 44,1% (yoy) diikuti oleh

andil komoditas subkelompok ikan segar di Maluku

ana faktor cuaca dan struktur pasar yang tergolong

un suplai dari daerah lain dan dari internal Maluku

permintaan tetap menyebabkan harga terakselerasi

BAB III. INFLASI DAERAH

Grafik 3.9Volume Tangkap dan Nilai Ikan Tangkap

Grafik 3.10Perkembangan Harga Ikan Tangkap

-5,000

10,00015,00020,00025,00030,00035,00040,00045,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6

2013 2014

Cakalang Tongkol Kerapu

Ekor Kuning Kakap Merah

S

b

s

d

d

p

t

S

t

in

s

1

s

b

S

t

p

t

Sumber: PPN Kota Ternate, diolah

elain itu, subkelompok penyusun volatile food

uahan yang naik 24,20% (yoy), subkelompok

ubkelompok telur dan hasil-hasilnya naik 14,03%

an hasilnya yang naik sebesar 8,47% (yoy), sub

an subkelompok kacang-kacangan 1,79% (y

ergerakan gejolak volatile food lebih jauh la

erkoreksi -24,68% (yoy) dan subkelompok sayur-

Administered Price

ecara tahunan, inflasi yang dialami oleh kelomp

erpantau bergerak naik dibandingkan periode

flasi kelompok administered price disebabkan

ubkelompok transpor 17,65% (yoy), subkelomp

0,29% (yoy), dan subkelompok bahan baka

ubkelompok transpor ini dimotori oleh naiknya h

iaya operasi maskapai penerbangan sehingga

elain itu, adanya tarif pajak baru yang ditetapka

erakselerasinya subkelompok transpor. Semen

emerintah serta kenaikan fix cost producti

erakselerasinya harga rokok.

Sumber: PPN Kota Ternate, diolah

51

yang bergerak naik adalah subkelompok buah-

daging dam hasil-hasilnya naik 20,39% (yoy),

(yoy), subkelompok padi-padian, umbi-umbian

kelompok lemak dan minyak naik 6,29% (yoy),

oy). Sedangkan subkelompok yang menahan

gi adalah subkelompok bumbu-bumbuan yang

sayuran yang terkoreksi -7,38% (yoy).

ok administered price pada akhir triwulan II 2014

yang sama tahun sebelumnya. Naiknya tekanan

oleh tren naiknya inflasi pada komoditas dari

ok tembakau dan minuman beralkohol sebesar

r, penerangan dan air 3,46% (yoy). Naiknya

arga minyak dunia yang berakibat pada naiknya

harga tiket pesawat pun ikut merangkak naik.

n terhadap jasa penerbangan ikut menyumbang

tara itu, adanya kenaikan cukai rokok oleh

on dari perusahaan rokok juga mendorong

52

BAB III. INFLASI DAERAH

Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate

3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara

Tingginya tingkat inflasi di Kota Ternate sebagai representasi Maluku Utara selalu menyita

perhatian banyak pihak. Selama triwulan II 2014, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi

Maluku Utara dan TPID Kota Ternate melakukan rapat koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam

rangka mengetahui kondisi terkini kegaitan pelaku ekonomi serta memperkuat koordinasi sehingga

mampu mengantarkan laju inflasi Maluku Utara pada level yang diharapkan.

No TPID Kegiatan

1 Kota Ternate Rapat Koordinasi dengan forum pemasok bahan pangan Kota

Ternate

2 Malut dan Kota Ternate Rapat koordinasi dengan sekretariat wakil presiden

3 Kota Ternate Rapat internal TPID Kota Ternate serta kunjungan ke Pasar

Higienis Bahari Berkesan

4 Malut dan Kota Ternate Rapat regional ekonomi Maluku Utara

5 Kota Ternate Operasi Pasar di Pulau Moti, Pulau Hiri dan di Kota Ternate

6 Maluku Utara Pasar Murah di Tobelo, Halmahera Utara

Kedepan, Tim Pengendali Inflasi Daerah di Maluku Utara akan terus melakukan penguatan

koordinasi antar kabupaten/kota di dalam Maluku Utara dalam rangka peningatan kerjasama antar

kabupaten/kota terutama dalam pemenuhan kebutuhan pokok strategis. Hal ini dilakukan untuk

mengurangi ketergantungan Maluku Utara akan komoditas impor antar daerah/pulau dengan

harapan dapat menarik turun tingkat harga berbagai komoditas dan meningkatkan kesejahteraan

riil masyarakat.

53

BAB III. Perkembangan Perbankan Daerah

4.1 Kondisi Umum Perbankan

Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014 menunjukan

perkembangan positif, baik secara kelembagaan maupun secara keuangan. Hal ini tercermin dari

perkembangan aset, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) dan kredit yang disalurkan selama

triwulan laporan tercatat mengalami peningkatan. Pada triwulan laporan tingkat pertumbuhan

penyaluran dana lebih rendah dibandingkan penghimpunan dana (DPK). Sedangkan Loan to

Deposit Ratio (LDR) lebih rendah dari triwulan sebelumnya. Namun demikian rasio ini masih berada

di dalam batas aman yang ditetapkan. Secara kelembagaan di tahun 2014, akan ada penambahan

jaringan kantor Bank Umum Syariah, BPRS dan BPR, serta peningkatan status kantor Bank umum

yang tersebar di wilayah Maluku Utara dan saat ini sedang dalam proses perizinan di Otoritas Jasa

Keuangan (OJK).

Sebagai informasi, sesuai Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan,

sejak tanggal 31 Desember 2013 seluruh fungsi, tugas dan kewenangan pengaturan dan

pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK.

4.1.2 Perkembangan Aset Perbankan

Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat Rp 6,65 triliun,

meningkat dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 11,6% (yoy). Namun demikian, secara

triwulanan pertumbuhan aset bank umum mengalami penurunan sebesar 2,93% (qtq).

Dari segi kepemilikan, pertumbuhan aset bank pemerintah lebih tinggi dibandingkan bank swasta,

begitu pula secara nominal porsi aset bank pemerintah masih lebih tinggi jika dibandingkan bank

swasta. Pertumbuhan aset bank pemerintah secara tahunan mencapai 12,84% (yoy), sedangkan

pertumbuhan aset bank swasta sebesar 4,83% (yoy). Meskipun terjadi pertumbuhan positif pada

aset bank swasta, namun porsi asetnya justru turun dari 15,50% pada triwulan II-2013 menjadi

14,56% pada triwulan II-2014.

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DAN PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

54

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Berdasarkan jenis operasinya, peningkatan juga terjadi pada aset perbankan syariah, bahkan lebih

tinggi dari pertumbuhan aset bank umum konvensional. Pertumbuhan aset perbankan

konvensional tercatat sebesar 11,22% (yoy), sedangkan aset perbankan syariah tumbuh mencapai

19,23% (yoy). Meskipun porsi perbankan syariah masih relatif kecil dalam struktur perbankan

secara keseluruhan, namun selama setahun terakhir porsinya terus mengalami peningkatan dari

4,75% pada triwulan II-2013 menjadi 5,08% pada triwulan II-2014.

Grafik 4.1Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

AKTIVA yoy

4.1.3 Intermediasi Perbankan

Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara pada

triwulan II-2014 mencapai Rp 5,36 triliun, meningkat 12,91% (yoy) dibandingkan tahun

sebelumnya. Secara triwulan, penghimpunan DPK bank umum naik 5,43% (qtq).

Dana pihak ketiga tersebut mayoritas disimpan dalam bentuk tabungan sebesar 52,67%, diikuti

oleh giro dan deposito dengan porsi masing-masing sebesar 28,18% dan 19,15%. Dibandingkan

komponen DPK lainnya, deposito mengalami pertumbuhan tahunan tertinggi sebesar 18,89%

(yoy). Sementara, giro tumbuh 17,68% (yoy), sedangkan tabungan tumbuh 8,57% (yoy).

Grafik 4.2Perkembangan DPK (miliar rupiah)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

Giro Tabungan Deposito gDPK_yoy-RHS

55

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Peran intermediasi perbankan yang diukur melalui tingkat LDR mengalami penurunan dari

92,25% pada triwulan II-2013 menjadi 89,98% pada triwulan II-2014. Penurunan ini terjadi

karena pada triwulan II-2014 penghimpunan dana pihak ketiga lebih tinggi daripada penyaluran

dana.

Grafik 4.3Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

DPK (Milyar Rp) Kredit (Milyar Rp) LDR-RHS

Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara pada triwulan II-2014

mencapai Rp4,82 triliun, meningkat 10,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Secara triwulan, kredit juga tercatat mengalami kenaikan sebesar 2,25% (qtq).

Dari sisi penggunaan, kredit konsumsi masih mendominasi penyaluran kredit dengan porsi sebesar

63,69%, diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 26,21%, dan sisanya sebesar 10,10% diberikan

untuk kredit investasi. Jika dilihat pertumbuhan masing-masing kredit tersebut, kredit konsumsi

mencatatkan pertumbuhan tertinggi yaitu sebesar 17,01% (yoy), diikuti oleh kredit investasi yang

tumbuh 2,75% (yoy), sedangkan kredit modal kerja turun 1,24% (yoy). Secara triwulanan, kredit

konsumsi masih mengalami pertumbuhan tertinggi mencapai 4,04% (qtq), dan kredit investasi

tumbuh 0,79%(qtq), sedangkan kredit modal kerja turun 1,30% (qtq). Pertumbuhan kredit

konsumsi terbesar didorong oleh debitur perseorangan untuk keperluan multiguna.

Dari sisi golongan kredit, total kredit UMKM pada triwulan laporan mencapai Rp 1,41 triliun

dengan share 29,17% dari seluruh kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku Utara. Selama

setahun terakhir penyaluran kredit UMKM mengalami penurunan 1,84% (yoy). Sementara

perkembangan penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) pada triwulan II-2014 sesuai data publikasi

komite KUR yang disajikan dalam website mencapai Rp 186,21 miliar atau meningkat 15,96%

(yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya.

56

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Grafik 4.4Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

50%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

Modal Kerja Investasi

Konsumsi gKredit_yoy-RHS

Dari sisi penyaluran kredit kepada sektor usaha, sektor perdagangan besar dan eceran adalah

lapangan usaha yang memperoleh porsi kredit terbesar hingga mencapai 25,00% atau senilai

Rp1,20 triliun. Dibandingkan tahun sebelumnya, penyaluran kredit kepada sektor ini meningkat

1,75% (yoy). Sektor lainnya yang memperoleh porsi kredit cukup besar adalah sektor konstruksi

dengan porsi kredit sebesar 4,06% dengan nilai sebesar Rp195,53 miliar. Sedangkan untuk sektor

lainnya, relatif kecil dengan porsi kredit kurang dari 3%. Sektor pertanian, perburuan dan

kehutanan yang merupakan salah satu sektor unggulan di Maluku Utara memperoleh porsi kredit

sebanyak 0,25%, atau senilai Rp12,09 miliar. Sementara itu penyaluran kredit sektor perikanan

meningkat 14,75% (yoy), dan secara triwulanan turun sebesar 0,97% (qtq). Dari beberapa fakta

tersebut, dapat disimpulkan bahwa sektor-sektor unggulan di Provinsi Maluku Utara masih

potensial untuk mengalami peningkatan dan berkembang.

4.1.4 Perkembangan Bank Syariah

Kinerja perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 masih menunjukan

perkembangan positif dan diharapkan terus berlanjut selama tahun 2014. Secara kelembagaan

terdapat rencana pembukaan satu kantor cabang bank umum dan satu kantor cabang BPRS di

Tidore Kepulauan yang masih dalam proses perizinan di Otoritas Jasa keuangan (OJK).

Aset perbankan syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar Rp337,79 miliar,

meningkat 19,23%(yoy) dari periode yang sama tahun sebelumnya, atau meningkat 2,35% (qtq)

dari posisi triwulan I-2014 yang sebesar Rp335,64 miliar. Dan jika dilihat porsinya terhadap Total

Aset Bank Umum adalah sebesar 5,08%.

57

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah pada triwulan II-2014 mengalami

kenaikan jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar 21,79%

(yoy). Secara triwulanan, penghimpunan DPK pada perbankan syariah mengalami peningkatan

sebesar 5,56% (qtq). Pada triwulan laporan tabungan syariah mengalami pertumbuhan sebesar

21,56% (yoy) dan secara triwulanan meningkat sebesar 4,85% (qtq). Deposito syariah mengalami

pertumbuhan sebesar 32,07% (yoy) dan secara triwulanan turun 2,59% (qtq). Sementara Giro

syariah turun sebesar 5,61% (yoy), namun secara triwulanan naik signifikan sebesar 80,21% (qtq).

Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan II-2014 tercatat sebesar

Rp200,35 miliar, naik 22,44% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun

sebelumnya. Secara triwulanan, penyaluran pembiayaan syariah pada triwulan laporan sedikit

mengalami kenaikan sebesar 2,35% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Pembiayaan

konsumsi masih memiliki porsi pembiayaan terbesar sebesar 67,25% atau tumbuh sebesar 9,87%

(yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Sementara itu

pembiayaan modal kerja yang memiliki porsi sebesar 15,78% mengalami pertumbuhan sebesar

14,43% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Pembiayaan

investasi syariah yang mulai dilakukan sejak tahun 2012 memiliki porsi sebesar 16,97% dari total

pembiayaan syariah di Provinsi Maluku Utara, tumbuh secara signifikan sebesar 154,20%(yoy).

Peran intermediasi bank syariah yang tercermin dari angka FDR (financing to deposit ratio) masih

terjaga pada level yang baik, ditunjukkan dengan adanya peningkatan rasio jika dibandingkan

dengan periode yang sama tahun 2013. Jika pada triwulan II-2013 angka FDR sebesar 71,88%,

maka pada triwulan II-2014 angka FDR naik ke level 72,26%. Hal yang positif adalah bahwa peran

intermediasi perbankan syariah masih memperhatikan kualitas pembiayaan yang disalurkan,

dimana angka non performing finances (NPF’s) pada triwulan II-2014 berada pada level 2,76%

sehingga masih berada dibawah batas yang ditentukan.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

Pembiayaan (Juta) DPK (Juta) FDR

Grafik 4.5Perkembangan Bank Syariah

58

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

4.1.5 Bank Perkreditan Rakyat

Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Maluku Utara

pada triwulan II-2014 menunjukkan pertumbuhan yang positif yang tercermin dari pertumbuhan

Aset, DPK, dan Kredit/Pembiayaan dibandingkan dengan tahun lalu. Dari sisi kelembagaan juga

menunjukkan perkembangan yang positif, karena adanya pembukaan kantor cabang baru BPR di

Sanana – Kab. Kepulauan Sula pada bulan Juli 2013 serta terdapat satu BPRS di Kota Tidore

Kepulauan dan kantor cabang BPR di Labuha – Kab. Halmahera Selatan yang masih dalam proses

perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Aset BPR/S pada triwulan II-2014 secara tahunan tumbuh 35,54% (yoy) dari Rp29,49 miliar pada

triwulan II-2013 menjadi Rp39,97 miliar pada triwulan II 2014 atau secara triwulanan tumbuh

5,76% (qtq). DPK tumbuh sebesar 40,89% dari Rp15,33 miliar pada triwulan II-2013 menjadi Rp

21,60 milyar pada triwulan II-2014. Pertumbuhan kredit/pembiayaan pada triwulan II-2014 secara

tahunan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan yaitu sebesar 35,16% (yoy) atau Rp 28,74

milyar dari Rp 21,26 milyar pada triwulan II-2013.

Grafik 4.6Perkembangan BPR/S

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

6 9 12 3 6 9 12 3 6 9 12 3 6

2011 2012 2013 2014

Aset (Juta Rp) DPK (Juta Rp) Kredit (Juta Rp)

4.1.6 Non Performing Loans (NPL’s) Bank Umum

Jumlah kredit bermasalah pada triwulan II 2014 masih cukup baik, atau berada dibawah batas yang

ditentukan yaitu 5%. Namun demikian nilai NPL’s pada triwulan laporan mengalami kenaikan jika

dibandingkan tahun sebelumnya dari 2,84% menjadi 2,95%. Jika dibandingkan triwulan

sebelumnya, NPL’s pada triwulan laporan mengalami sedikit penurunan, dimana nilai NPL’s pada

triwulan I-2014 tercatat sebesar 3,08%.

59

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Bangunan;11,20%

PHR; 72,18%

Keuangan,Persewaan dan

JasaPerusahaan;

3,58%

Jasa-Jasa;7,34%

Lainnya;5,69%

Grafik 4.8Struktur Aliran Dana Kredit Sektoral

Dari keseluruhan kredit bermasalah, kredit modal kerja merupakan penyumbang NPL’s terbesar

yaitu 1,66%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan periode yang sama pada tahun

sebelumnya yang sebesar 1,43%.

Grafik 4.7Perkembangan NPL’s Perbankan

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

3.0%

3.5%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6 8 10 12 2 4 6

2011 2012 2013 2014

Kredit (Milyar Rp) NPL's-RHS

4.2 Stabilitas Sistem Keuangan

4.2 1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah

Pada Triwulan II 2014, sektor perdagangan mendominasi penyaluran kredit ke korporasi

dengan persentase sebesar 72,18%. Sejak tahun

2010, sektor ini tercatat selalu berkontribusi

terhadap total kredit perbankan yang disalurkan di

Maluku Utara lebih dari 70% dari total kredit ke

korporasi, dengan nilai Rp1,26 triliun rupiah di akhir

triwulan laporan. Peluang penyaluran kredit ke

sektor-sektor utama seperti pertanian,

pertambangan dan industri pengolahan masih

terbuka lebar. Untuk itu perbankan perlu terus

didorong untuk melakukan ekspansi kreditnya.

Di triwulan II 2014, penyaluran dana kredit oleh

perbankan terpantau melambat. Penurunan dana kredit yang disalurkan ke korporasi mulai

terlihat sejak pertengahan 2012. Kinerja sektor pertambangan yang terus menurun tajam

mempengaruhi kredit yang disalurkan ke sektor tersebut. Selain sektor pertambangan, sektor

pertanian juga mencatat penurunan yang signifikan sejak pertengahan 2012. Sementara itu,

berbeda dengan sektor lain, sektor perdagangan mencatatkan pertumbuhan yang tinggi dan

60

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

KPR; 15,8%

KKB; 0,8%

Multiguna;28,0%

Lainnya;55,4%

berkelanjutan. Peningkatan kredit ke sektor ini dapat dijadikan indikasi pertumbuhan sektor

perdagangan yang selalu dua digit setiap triwulannya. Namun demikian, semakin besar suatu

sektor maka semakin banyak kebutuhan tenaga kerja dimana hal ini dapat menyebabkan

pengalihan tenaga kerja dari sektor lainnya ke sektor ini. Sehingga diperlukan strategi pemenuhan

tenaga kerja terampil yang dapat memenuhi kebutuhan seluruh sektor sehingga pertumbuhan

ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan dapat terwujud.

Ditilik dari segi kualitasnya, pada triwulan II 2014 kredit yang disalurkan ke korporasi masih berada

dalam kategori aman. Pada triwulan laporan, angka non performing loans (NPLs) tercatat sebesar

2,95%, turun dari sebelumnya yang sebesar 3,08% pada akhir triwulan I 2014.

4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga

Kredit untuk kepemilikan furniture dan peralatan rumah, alat elektronik, komputer dan alat

komunikasi, peralatan lain serta keperluan lainnya yang dikategorikan sebagai kredit rumah tangga

lainnya mendominasi pangsa kredit sektor rumah tangga pada triwulan I 2014. Dari total kredit

yang disalurkan pada sektor ini, 57% atau

Rp1,7 triliun tersalurkan kepada kategori kredit

lainnya.

Kredit multiguna memiliki pangsa terbesar

kedua yaitu sebesar 28% atau Rp 0,85 triliun.

Sedangkan kredit kepemilikan rumah memiliki

pangsa sebesar 15,8% atau Rp. 0,48 triliun,

sementara pangsa kredit kendaraan bermotor

hanya sebesar 0,8% dari total kredit yang

disalurkan.

Secara umum, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga mengalami perbaikan dari

triwulan sebelumnya, dan mencatatkan pertumbuhan sebesar 2,25% (qtq). Pertumbuhan

penyaluran kredit di sektor rumah tangga, secara nominal cukup menggembirakan dimana tingkat

kredit macetnya pun masih cukup terjaga dalam kondisi aman. Hal ini perlu terus dipertahankan

dan secara perlahan kredit konsumtif ini mulai diarahkan kepada kredit modal kerja ataupun kredit

investasi yang lebih produktif.

Grafik 4.9Pangsa Kredit Sektor Rumah Tangga

61

BAB IV. SISTEM KEUANGAN DANPENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN

Kualitas kredit yang disalurkan untuk sektor rumah tangga berada pada kategori aman. Hal ini

tercermin dari NPL total kredit sektor ini terhadap total kredit yang sebesar 0,77%. Baik kredit

kepemilikan rumah atau KPR, kepemilikan kendaraan bermotor atau KKB, kredit multiguna dan

kredit rumah tangga lainnya masing-masing memiliki NPL dibawah 1%. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa kredit sektor rumah tangga masih sehat.

4.2.3 Pengembangan Akses Keuangan

Dana kredit yang disalurkan ke UMKM terkoreksi pada triwulan II 2014 sebesar -1,84% (yoy) jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan kredit UMKM

terpantau berfluktuasi yaitu turun pada November 2012 hingga Juli 2013 dan mulai terakselerasi

tinggi pada Agustus 2013 hingga Februari 2014. Perlambatan kembali terjadi pada Maret 2014

dan terus berlangsung hingga akhir triwulan laporan. Pangsa kredit UMKM terhadap total kredit

yang disalurkan oleh perbankan adalah sebesar 29,17% atau Rp1,41 triliun. Dari total dana

tersebut, sebanyak 70,36% tecatat sebagai modal kerja dan 29,64% digunakan untuk investasi.

Dari sisi kulitas, NPL kredit UMKM tergolong tinggi yaitu sebesar 7,24%, naik dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 6,31%. Hal ini mengindikasikan bahwa perbankan harus lebih berhati-

hati dalam menyalurkan dana kreditnya, namun pemerintah daerah juga harus ikut membantu

menyiapkan UMKM di daerahnya agar bisa mendapat bantuan dana dan mampu mengembalikan

sehingga terjadi interaksi positif antara perbankan dengan pelaku UMKM. Jika hal ini berlangsung,

maka akan menumbuhkan kepercayaan perbankan untuk lebih memperdalam pasar penyaluran

dana kredit ke pelaku UMKM mengingat saat ini share kredit UMKM masih bisa ditingkatkan lagi.

Grafik 4.10Pangsa Kredit UMKM

NonUMKM,70.83%

UMKM,29.17%

ModalKerja,

70.36%Investasi,29.64%

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

62

63

5.1 Kondisi Umum

Pada triwulan II 2014 aliran uang kartal di Maluku Utara menunjukkan net outflow. Kondisi ini

menunjukan bahwa jumlah uang kartal yang ditarik oleh masyarakat (bayaran, penukaran, kas

keliling) lebih besar dibandingkan dengan jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan

Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (setoran, penukaran, kas keliling).

Pada akhir triwulan laporan terdapat 1.493.336 lembar uang tidak layak edar (UTLE) yang masuk

ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 13,41% (qtq) dibandingkan triwulan I 2014.

Jumlah uang palsu yang ditemukan di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi

Maluku Utara selama triwulan II 2014 sebanyak 7 lembar, turun dibandingkan triwulan I 2014 yang

sebanyak 10 lembar, namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya 1

lembar.

5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

5.2.1 Perkembangan Aliran Uang Kartal (Inflow/Outflow)

Aliran uang kartal pada triwulan II 2014 di Maluku Utara menunjukkan net outflow (uang yang

keluar lebih besar daripada jumlah uang yang masuk ke khasanah Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk (inflow) tercatat

sebesar Rp181,13 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar Rp412,55 miliar sehingga

menghasilkan net outflow sebesar Rp231,4 miliar. Kondisi ini sesuai dengan data historis aliran

uang kartal di Maluku Utara yang selalu menunjukkan data net outflow pada triwulan II (grafik

5.1).

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN & PENGELOLAAN UANG

64

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Grafik 5.1Aliran Uang Kartal di

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut

Grafik 5.2Perkembangan Aliran Uang Kartal (yoy) di

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut

Jika dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya, jumlah uang masuk (inflow)

mengalami peningkatan sebesar 37,9% (yoy), namun turun 44,2% (qtq) jika dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah uang keluar (outflow) mengalami penurunan sebesar

7,4% (yoy) namun meningkat signifikan 96,6% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sedangkan data net inflow/outflow menunjukkan penurunan sebesar 26,3% (yoy) jika

dibandingkan dengan triwulan II 2013.

Secara seris bulanan, selama triwulan laporan tercatat adanya net ouflow. Pada bulan Juni 2014,

mengalami net outflow tertinggi yakni sebesar Rp130,28 miliar atau naik 19,63% (yoy) jika

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Uang yang keluar pada triwulan II

2014 lebih banyak dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercermin dari net outflow sebesar

Rp231,4 miliar. Terdapat beberapa faktor yang mendorong rutinitas net outflow di Maluku Utara

diantaranya adalah tingginya tingkat konsumsi di Malut yang juga didorong oleh tingginya level

harga barang dan jasa sehingga berdampak terhadap tingginya kebutuhan masyarakat akan uang

kartal. Belum populernya transaksi non tunai (menggunakan kartu) di Malut juga ikut andil dalam

mendorong terjadinya net outflow. Hal ini disebabkan masih terbatasnya tempat belanja atau

transaksi yang menyediakan layanan pembayaran menggunakan kartu baik kartu debit, kartu

kredit atau alat pembayaran dengan kartu lainnya.

Lebih besarnya outflow daripada inflow pada triwulan II 2014 menunjukkan bahwa permintaan

uang tunai dari masyarakat meningkat. Kondisi ini didorong oleh naiknya tingkat konsumsi

masyarakat seiring pelaksanaan puasa Ramadhan dan naiknya harga berbagai kebutuhan di

periode tersebut. Namun demikian, diharapkan ke depan masyarakat semakin mengurangi

penggunaan uang tunai dan mulai beralih ke uang elektronik. Transaksi dengan menggunakan

65

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

kartu atau less cash society baik berupa kartu debit, kredit atau fasilitas transfer akan terus

didorong agar semakin meningkat, sehingga:

1. Permintaan uang kartal di Maluku Utara akan semakin berkurang sehingga jumlah uang yang

harus disediakan Bank Indonesia juga berkurang dan pada akhirnya dapat mengurangi biaya

pencetakan uang,

2. Penghematan dari biaya pencetakan uang tersebut dapat dialihkan untuk optimalisasi

pelaksanaan kebijakan moneter oleh Bank Indonesia,

3. Selain itu, Bank Indonesia akan lebih mudah dalam melakukan tracking kegiatan perekonomian

melalui sistem pembayaran yang dikelola oleh Bank Indonesia.

5.2.2 Penyediaan Uang Layak Edar

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara secara rutin melaksanakan kegiatan

pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE) dalam rangka melaksanakan kebijakan clean

money policy. Proses pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan

yang ketat terhadap tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin

ketersediaan uang layak edar (ULE) di masyarakat.

Selama triwulan laporan terdapat 1.493.336 lembar UTLE yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 9,99% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya atau naik sebesar 13,41% (qtq) jika dibandingkan triwulan I 2014. Penurunan jumlah

UTLE ini mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat mengenai pentingnya memperlakukan uang

rupiah dengan baik sebagai alat tukar resmi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

semakin meningkat. Hal ini dipicu oleh sosialisasi cara memperlakukan uang secara intensif yang

dilakukan oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara kepada masyarakat.

Melalui sosialisasi tersebut, diharapkan masyarakat mampu menjaga keutuhan uang rupiah dengan

lebih baik lagi, sehingga memperpanjang usia edarnya dan pada akhirnya dapat menekan biaya

pembuatan.

66

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Grafik 5.3Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

Tabel 5.1Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014

Untuk menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak edar, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, selain melakukan pemusnahan UTLE juga

melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi

Maluku Utara..

Bulan Lokasi

April Antar Pulau (Hiri, Mare, Tidore, Maitara dan Moti) (Luar Kota)Buli, Subaim, Maba (Luar Kota)Legu Gam (Dalam Kota)Morotai dan Bere-Bere (Luar Kota)

Mei Kecamatan Batang DuaKabupaten Halmahera Selatan (Luar Kota)Tobelo dan Galela (Luar Kota)

Juni Ternate (Dalam Kota)Jailolo (Luar Kota)Ternate (Dalam Kota)Weda dan Wairoro (Luar Kota)

20

14

67

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Tabel 5.2Kegiatan Sosialisasi Ciri-Ciri Keaslian Uang Rupiah Triwulan II 2014

Grafik 5.4Perkembangan Temuan Uang Palsu

5.2.3 Perkembangan Uang Palsu di Maluku Utara

Pada triwulan II 2014, ditemukan uang palsu di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Maluku Utara sebanyak 7 lembar, jumlah ini menurun dibandingkan triwulan I 2014 yaitu

sebanyak 10 lembar atau turun 30% (yoy), namun lebih tinggi dari periode yang sama tahun

sebelumnya yang hanya 1 lembar.

Bank Indonesia secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah untuk

meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan meminimalisir temuan

uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar (baik modern maupun

tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau kepada Pemerintah Daerah.

Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga melakukan publikasi tentang ciri-

ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak maupun elektronik.

5.3 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai

Kebutuhan masyarakat akan ketepatan, kehandalan dan keamanan dalam bertransaksi semakin

meningkat seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian domestik. Sistem pembayaran

non tunai menjadi alternatif bagi masyarakat untuk dapat melakukan transaksi secara efisien.

Kliring dan Real Time Gross Settlement (RTGS) dapat menjadi pilihan bagi masyarakat untuk

0

5

10

15

20

25

30

35

0

100

200

300

400

500

600

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2

2011 2012 2013 2014

Pecahan 50.000

Pecahan 100.000 (aksis kanan)

Pecahan 20.000 (aksis kanan)

Bulan Tempat SosialisasiApril Radio Diahi FM (Ternate)

Jatiland Mall (Ternate)Koran Malut Post (Ternate)

2014

68

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Tabel 5.3Perkembangan Perputaran Kliring

Tabel 5.4Perkembangan Cek/BG

melakukan transaksi non-tunai. Sistem kliring memfasilitasi transaksi pembayaran non-tunai

masyarakat dengan menggunakan instrumen surat berharga cek/bilyet giro. Sementara RTGS pada

dasarnya merupakan muara dari seluruh penyelesaian transaksi keuangan di Indonesia. Dengan

menggunakan RTGS, pemindahan dana dapat dilakukan secara elektronik dan real time (segera).

5.3.1 Perkembangan Kegiatan Kliring

Maluku Utara sebagai wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, pada

triwulan laporan mencatatkan kegiatan kliring sebesar Rp327,6 miliar, naik 10,3% (yoy)

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau meningkat 7,8% (qtq) jika

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu, rasio kliring penyerahan terhadap

kliring pengembalian menunjukkan peningkatan baik secara jumlah maupun nominal jika

dibandingkan dengan triwulan I 2014.

Secara point to point, terjadi kenaikan rasio cek/BG penyerahan dengan cek/BG kosong sebesar

0,12% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, atau naik sebesar

0,45% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Cek/BG kosong yang diterima oleh

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara selama triwulan laporan sebanyak 56

lembar dari 5891 lembar cek/BG yang diserahkan, naik 40% (yoy) jika dibandingkan dengan

triwulan II 2013 atau 115% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Jika melihat

perkembangan cek/BG yang ditransaksikan selama triwulan laporan, maka terlihat adanya

peningkatan sebesar 21,8% (yoy) jika dibandingkan dengan triwulan II 2013 atau naik 12,9% (qtq)

jika dibandingkan dengan triwulan I 2014. Peningkatan jumlah cek/BG yang ditransaksikan pada

triwulan II 2014 ini, menandakan kegiatan perekonomi Maluku Utara mengalami percepatan

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya maupun triwulan sebelumnya.

Jumlah(Lembar)

Nominal(Rp. Juta)

Jumlah(Lembar)

Nominal(Rp. Juta)

Jumlah Nominal

2012 I 3,354 179,241.8 57 2,582.21 1.7% 1.4% 2012 I 3354 37 1.10%II 4,200 237,704.9 52 5,029.06 1.2% 2.1% II 4200 41 0.98%III 4,230 251,472.4 61 3,631.72 1.4% 1.4% III 3375 40 1.19%IV 4,515 270,855.5 57 4,036.63 1.3% 1.5% IV 4515 42 0.93%

2013 I 4,406 263,159.6 60 7,634.38 1.4% 2.9% 2013 I 4406 32 0.73%II 4,837 297,145.9 64 5,886.49 1.3% 2.0% II 4837 40 0.83%III 5,222 283,180.4 49 3,012.87 0.9% 1.1% III 5222 37 0.71%IV 5,611 334,276.8 62 3,000.62 1.1% 0.9% IV 5611 45 0.80%

2014 I 5,217 303,871.6 37 1,284.16 0.7% 0.4% 2014 I 5217 26 0.50%II 5,891 327,664.8 76 3,457.99 1.3% 1.1% II 5891 56 0.95%

Growth yoy 21.8% 10.3% 18.8% -41.3% -2.5% -46.7% Growth yoy 21.8% 40% 0.12%

Tw II 2014 qtq 12.9% 7.8% 105.4% 169.3% 81.9% 149.7% Tw II 2014 qtq 12.9% 115% 0.45%

Cek/BGKosong(lembar)

RasioPeriode

Perputaran KliringPenyerahan

Perputaran KliringPengembalian

Rasio PengembalianTerhadap Penyerahan

PeriodeCek/BG

Penyerahan(lembar)

69

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Sebagai penjelasan tambahan, penolakan kliring dapat terjadi karena bank tertagih tidak bersedia

membayar tagihan karena beberapa sebab sebagai berikut:

1. Kesalahan administratif seperti warkat yang sudah kadaluarsa (untuk bilyet giro, terjadi apabila

warkat tersebut sudah melebihi tanggal jatuh temponya), belum waktunya ditarik,

endorsement tidak menuruti peraturan, bea materai belum dipenuhi, tanda tangan tidak sama

dengan spesimenatau meragukan, perbaikan atau coretan tidak ditandatangani oleh penarik,

salah pengisian pada kolom-kolom yang tersedia, dan data nomor dan nama pemegang

rekening tidak sesuai,

2. Kesalahan pencatatan seperti penulisan angka untuk jumlah tidak sama dengan penulisan

jumlah dalam huruf,

3. Terjadi pemblokiran oleh pihak-pihak yang berwenang,

4. Saldo rekening nasabah yang tidak cukup (bila terjadi saldo nasabah tidak cukup, bank akan

memberikan peringatan kepada nasabahnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan

memberikan tembusan kepada Bank Indonesia, dan sekiranya kejadian kembali berulang,

maka nama nasabah tersebut akan masuk dalam daftar hitam bank-bank peserta kliring

sampai permasalahan tersebut diselesaikan menurut peraturan yang berlaku.

5.3.2 Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)

Perkembangan sebuah provinsi antara lain ditandai dengan bertambahnya volume

perekonomiannya seperti penggunaan fasilitas BI-RTGS sebagai sarana akhir transaksi pembayaran.

Selama triwulan II 2014 untuk transaksi RTGS inflow, provinsi Maluku Utara mencatatkan kegiatan

RTGS sebesar Rp985,73 miliar atau turun sebesar 35,77% (yoy) jika dibandingkan dengan periode

yang sama tahun sebelumnya dan naik 9,07% (qtq) jika dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Sedangkan nilai transaksi RTGS outflow tercatat sebesar Rp850,63 miliar atau naik

10,55% (yoy) jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya atau naik 19,76%

(qtq) jika dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Dengan demikian, maka kegiatan RTGS

(from-to) pada triwulan II 2014 tercatat sebesar Rp248,60 miliar naik signifikan dibandingkan

periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 48,29% (yoy) atau naik 52,63% (qtq).

70

BAB V. SISTEM PEMBAYARAN DANPENGELOLAAN UANG

Tabel 5.5Perkembangan RTGS

Grafik 5.6Perkembangan RTGS Kota Ternate

Berdasarkan grafik diatas diketahui bahwa nilai RTGS inflow selalu lebih besar dibandingkan

dengan nilai RTGS outflow. Hal ini mencerminkan kegiatan perekonomian Maluku Utara

mengalami perkembangan yang positif (surplus).

Kesimpulan ini masih memerlukan analisis yang lebih mendalam, mengingat adanya kucuran dana

dari pemerintah pusat, kementerian maupun organisasi internasional, seperti Dana Alokasi Khusus,

Dana Alokasi Umum, Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus, bantuan dana pembangunan atau

pelaksanaan program untuk Provinsi Maluku Utara. Hal-hal tersebut bisa jadi yang menyebabkan

lebih tingginya nilai transaksi RTGS inflow dibandingkan outflow, selain karena memang

perekonomian Maluku Utara yang terus berkembang secara positif.

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6

2012 2013 2014

RTGS Outflow (From) RTGS Inflow (To) RTGS (From-To)RTGS Outflow RTGS Inflow RTGS(From) (To) (From-To)

2012 I 579,08 878,09 156,63

II 648,33 1.390,18 204,49III 739,66 1.523,82 187,97IV 943,54 1.967,78 199,15

2013 I 710,74 1.362,56 197,63II 769,48 1.534,62 167,64III 867,91 1.811,60 232,98IV 1.076,79 1.897,97 211,92

2014 I 710,28 903,80 162,88II 850,63 985,73 248,60

Periode

71  

Melalui Undang-Undang No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus,

Pemerintah Indonesia secara formal membentuk suatu kawasan khusus yang kemudian dikenal

sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Berdasarkan undang-undang (UU) tersebut, KEK

didefinisikan sebagai kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan

memperoleh fasilitas tertentu. Semenjak diterbitkannya UU tersebut, sampai saat ini sudah terdapat

48 daerah yang mengajukan diri untuk menjadi KEK, namun Dewan Nasional KEK, sebagai pihak

yang berwenang untuk menyetujui atau menolak usulan pembentukan KEK, masih terus

mengadakan kajian dan penilaian kelayakan terhadap daerah-daerah tersebut. Sampai dengan

akhir 2014 ditargetkan akan terbentuk lima KEK, namun hingga pertengahan tahun 2014 justru

telah terbentuk tujuh KEK, yaitu di Sei Mangkei, Sumatera Utara; Tanjung Api-Api, Sumatera

Selatan; Tanjung Lesung, Banten; Palu, Sulawesi Tengah; Bitung, Sulawesi Utara; Mandalika, Nusa

Tenggara Barat; dan Morotai, Maluku Utara.

Tabel 1. Kawasan Ekonomi Khusus yang Telah Ditetapkan di Indonesia

Dalam pembentukannya, KEK difungsikan untuk melakukan dan mengembangkan usaha di

bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan,

pos dan telekomunikasi, pariwisata, dan bidang lainnya. Hal ini didukung dengan adanya berbagai

kemudahan seperti keringanan pajak, kemudahan memperoleh hak atas tanah, perijinan usaha,

keamanan, dan berbagai kemudahan lainnya untuk memicu percepatan ekonomi di KEK berada

yang pada akhirnya diharapkan dapat mendorong percepatan ekonomi secara nasional (Dewan

No. Provinsi Lokasi KEK Landasan Hukum

1 Banten Tanjung Lesung PP No. 26 Tahun 2012 2 Sumatera Utara Sei Mangkei PP No. 29 Tahun 2012 3 Sumatera Selatan Tanjung Api-Api PP No. 51 Tahun 2014 4 Sulawesi Tengah Palu PP No. 31 Tahun 2014 5 Sulawesi Utara Bitung PP No. 32 Tahun 2014 6 Maluku Utara Morotai PP No. 50 Tahun 2014 7 Nusa Tenggara Barat Mandalika PP No. 52 Tahun 2014

Sumber: Dewan Nasional KEK, 2014

BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai

   

72 

BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai

Nasional KEK, 2014). Dengan berbagai kemudahan tersebut, diharapkan KEK akan menjadi

kawasan yang memiliki keunggulan dan dapat memaksimalkan kegiatan industri, ekspor, impor

serta kegiatan ekonomi lainnya yang memiliki nilai ekonomi dan nilai tambah yang tinggi. Lebih

jauh lagi, tidak setiap daerah dapat menjadi KEK, pembentukan KEK haruslah mempertimbangkan

keunggulan pada berbagai aspek sumber daya ekonomi dan lokasi yang strategis dalam konteks

perekonomian nasional dan global.

Menilik pada perjalanan sejarahnya, istilah KEK atau special economic zone (SEZ) sebagai

suatu industrial park sebenarnya sudah cukup lama diperkenalkan, yaitu di Puerto Rico pada

tahun 1947 (Maramis, 2011). Di Indonesia sendiri, meskipun secara formal baru diresmikan paska

UU 39/2009, namun Indonesia sudah memiliki suatu kawasan khusus, seperti Batam, Bintan,

Karimun, Tanjung Priok, Marunda, dan Cakung. Kawasan tersebut lazim disebut Kawasan Berikat

Nusantara (KBN), yang pada praktiknya memiliki kemiripan fungsi dan tujuan dengan KEK. Pada

tahun 2014 ini, melalui PP No. 50 tahun 2014, pemerintah menetapkan Kabupaten Pulau Morotai

di Provinsi Maluku Utara sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus di Indonesia bersamaan

dengan penetapan KEK Tanjung Api-Api, Sumatera Selatan melalui PP No. 51 tahun 2014, dan KEK

Mandalika, Nusa Tenggara Barat melalui PP No. 52 tahun 2014. Menurut PP tersebut, Kawasan

Ekonomi Khusus Morotai terdiri atas Zona Pengolahan Ekspor, Zona Logistik, Zona Industri, dan

Zona Pariwisata yang berfokus pada industri kelautan dan perikanan. KEK Tanjung Api-Api

nantinya berfokus pada pengembangan industri pertambangan dan industri perkebunan, seperti

batubara, karet dan kepala sawit. Sementara, KEK Mandalika difokuskan menjadi Zona Pariwisata.

Kabupaten Pulau Morotai, sebagai salah satu KEK yang baru ditetapkan, merupakan

kabupaten yang memiliki potensi kelautan dan perikanan yang sangat potensial serta memiliki

lokasi yang menguntungkan secara geoekonomi dan geostrategis. Hal tersebut menjadi salah satu

pertimbangan utama penetapan kawasan ini menjadi KEK. Pulau Morotai berada di ujung utara

Provinsi Maluku Utara terletak di bibir Samudera Pasifik, titik perlintasan antara kekuatan ekonomi

Timur dan Pasifik. Morotai memiliki wilayah seluas 4.301,53 km², dengan luas daratan seluas

2.330,60 km² dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 km². Terdapat 33 pulau kecil di

kabupaten tersebut, dimana 7 pulau berpenghuni dan 26 pulau tidak berpenghuni. Pulau Morotai

memiliki garis pantai sepanjang 354,14 km². Dengan jumlah penduduk sebanyak 56.462 jiwa,

dimana 80%-nya terdistribusi dikawasan pesisir dan pulau-pulau kecil sedangkan 20%-nya berada

di perkotaan dan desa pedalaman. Potensi geografis dan demografis tersebut coba dimanfaatkan

oleh pemerintah untuk membangun suatu Mega Minapolitan Morotai dan pengembangan

gerbang ekonomi di Kawasan Pasifik.

   

73 

BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai

Pemerintah Pusat, dalam hal ini melalui Master Plan Percepatan dan Perluasan

Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, dalam Koridor Ekonomi Papua – Pulau

Maluku telah berencana untuk mengembangkan kegiatan ekonomi utama wilayah tersebut, yaitu

perikanan dan pariwisata. Pengembangan kawasan tersebut diawali dengan pembangunan

infrastruktur, yaitu pembangunan jalan lingkar Morotai, jembatan, pelabuhan perikanan, dan

rencana rehabilitasi dan perluasan Bandara Morotai. Selain kebutuhan perbaikan regulasi dan

dukungan infrastruktur, pengembangan kegiatan ekonomi juga memerlukan dukungan terkait

pengembangan IPTEK dan sumber daya manusia (SDM). Dukungan tersebut antara lain berbentuk

pendirian pusat penelitian dan pengembangan kelautan dan perikanan baik di Morotai. Di tahun

2014 ini, pembangunan jalan lingkar Morotai ditargetkan sudah akan tuntas, begitu juga dengan

rehabilitasi termasuk perpanjangan landasan pacu Bandara Morotai.

Namun demikian, pengembangan KEK di Morotai bukan berjalan tanpa kendala. Bagi

dunia industri, permasalahan infrastruktur dan birokrasi yang menjadi perhatian. Berdasarkan data

Pemerintah Provinsi Maluku Utara, diketahui bahwa dari 234,59 km jalan raya di Pulau Morotai,

74% diantaranya masih mengalami rusak berat. Selain itu, masih terdapat sekitar 45% rumah

tangga disana yang belum tersentuh aliran listrik. Indeks pembangunan manusia dan tingkat

partisipasi sekolah yang masih terbilang rendah juga patut menjadi perhatian agar pembangunan

ekonomi di kawasan tersebut tidak melupakan pembangunan manusianya. Meskipun saat ini

pembangunan infrastruktur fisik di Morotai terus berlangsung, namun yang tidak kalah penting

adalah pembangunan infrastruktur energi dan SDM. Selain masalah infrastruktur dan SDM, belajar

dari pengalaman KEK Sei Mangkei dan KEK Tanjung Lesung, kejelasan birokrasi antara pusat dan

daerah juga menjadi faktor pokok untuk menarik investor agar mau berinvestasi di kawasan

tersebut. Untuk itu perlu diambil langkah nyata agar penetapan Morotai sebagai KEK dapat

berjalan sesuai tujuan yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 2009.

   

74 

BOKS I. Kawasan Ekonomi Khusus Morotai

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

75  

6.1 Kondisi Umum

Kondisi ketenagakerjaan di Maluku Utara periode Februari 2014 menunjukkan pertumbuhan

negatif ditinjau dari penambahan jumlah pengangguran. Kondisi ini terjadi seiring dengan naiknya

jumlah penduduk umur 15 tahun keatas yang diikuti oleh bertambahnya jumlah angkatan kerja.

Jumlah pengangguran yang meningkat ini pada akhirnya menggiring turunnya tingkat partisipasi

angkatan kerja (TPAK) secara tahunan serta naiknya tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Provinsi

Maluku Utara.

6.2 Perkembangan Ketenagakerjaan

Kondisi ketenagakerjaan Maluku Utara menunjukkan pertumbuhan negatif pada Februari

2014. Jumlah penduduk umur 15 tahun keatas di Maluku Utara tumbuh sebesar 3,22% (Agustus

2013 – Februari 2014) atau 4,57% (Februari 2013 – Februari 2014). Peningkatan ini berdampak

pada naiknya jumlah angkatan kerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau 2,31%

(Februari 2013 – Februari 2014). Kedua hal diatas pada akhirnya juga berdampak pada

bertambahnya jumlah penduduk yang bekerja sebesar 6,51% (Agustus 2013 – Februari 2014) atau

2,31% (Februari 2013 – Februari 2014). Namun hal tersebut tidak serta merta diikuti oleh

penurunan jumlah pengangguran yang justru bertambah sebesar 56,01% (Agustus 2013 –

Februari 2014) atau 4,94% (Februari 2013 – Februari 2014). Naiknya jumlah pengangguran di

Maluku Utara dipicu oleh berhentinya operasional sebagian besar perusahaan tambang yang

tersebar di seluruh Maluku Utara sebagai dampak dari implementasi UU Minerba pada awal tahun

2014. Selain berdampak pada sektor pertambangan, UU Minerba ternyata juga memiliki dampak

pada sektor penyokong seperti sektor PHR, sektor transport dan sektor lainnya. Berdasarkan hasil

liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara diperoleh informasi bahwa sepinya

pengunjung yang menginap di berbagai penginapan yang tersebar di Halmahera, banyak rumah

makan/restoran yang tutup serta permintaan akan bahan makanan yang turun cukup signifikan

dari daerah Halmahera sebagai akibat banyak perusahaan tambang yang tutup atau memulangkan

sementara pekerjanya sampai perusahaan dapat kembali berproduksi pasca selesainya

pembangunan smelter.

BAB VI. KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

   

76  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara .

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Angkatan kerja terpantau tumbuh positif seiring bertambahnya jumlah penduduk diatas

15 tahun. Terjadi penambahan sebesar 6,51% atau sebanyak 30,2 ribu orang pada Februari 2014

jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, tercatat terjadi

penambahan jumlah angkatan kerja sebesar 2,31% atau sebanyak 11,1 ribu orang menjadi 493,4

ribu orang. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang memasuki angkatan kerja di

Malut, jumlah penduduk yang bekerja juga ikut bertambah sebesar 4,52% atau sebanyak 20,1 ribu

orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan bertambah sebesar 2,16% atau sebanyak 9,8

ribu orang jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sementara itu, Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus

2013 namun turun 1,50% jika dibandingkan dengan Februari 2013.

Berdasarkan struktur sebarannya, sektor pertanian masih menjadi pilihan utama

penduduk Maluku Utara. Walaupun sempat terjadi fluktuasi, namun sektor ini hampir selalu

menyerap separuh dari total tenaga kerja di Malut. Data per Februari 2014 menunjukkan bahwa

47,8% atau sebanyak 222,6 ribu orang penduduk Maluku Utara berkecimpung di sektor yang

memiliki andil tertinggi terhadap PDRB Maluku Utara ini. Terjadi penurunan sebanyak 10,75% atau

26,8 ribu orang jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan turun sebesar 1,85% jika

dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan posisi kedua dan ketiga diisi oleh sektor jasa

kemasyarakatan, sosial dan perorangan, dan sektor perdagangan, rumah makan dan jasa

akomodasi yang masing-masing berhasil menyerap tenaga kerja sebanyak 20,9% dan 11,9%

tenaga kerja yang tersedia. Jika ditilik lebih jauh lagi, pergeseran jumlah tenaga kerja sektor

pertanian ke sektor lainnya mulai terlihat sehingga hal ini harus menjadi perhatian pemerintah agar

tidak terjadi gangguan produksi bahan pangan karena semakin berkurangnya minat penduduk

untuk menjadi petani. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kesejahteraan petani yang belum

2014Feb Agts Feb Agts Feb Agts Feb679.9 687.3 694.8 702.5 710.3 719.5 742.7

Angkatan Kerja 477.5 463.6 471.2 466.1 482.3 463.2 493.4Bekerja 450.7 437.9 446.2 443.9 455.7 445.4 465.5

Pengangguran 26.8 25.7 25.0 22.2 26.6 17.9 27.9202.3 223.7 223.6 236.4 228.0 256.3 249.4

70.2% 67.5% 67.8% 66.3% 67.9% 64.4% 66.40%5.6% 5.6% 5.3% 4.8% 5.5% 3.9% 5.65%

2011 2012 2013Jenis Kegiatan Utama

Penduduk 15 Tahun Keatas

Bukan Angkatan KerjaTPAKTPT

   

77  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Grafik 6.1 Sebaran Tenaga Kerja Per Sektoral di Maluku Utara

Tabel 6.2 Sebaran Tenaga Kerja BerdasarkanTingkat Pendidikan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara

memenuhi harapan masyarakat terutama kaum pemuda sehingga mereka lebih memilih profesi

lain sebagai mata pencaharian.

Berdasarkan tingkat pendidikan terakhir yang ditamatkan (lihat tabel 6.2), dari 6 kelompok

klasifikasi tingkat pendidikan didapatkan bahwa tingkat pendidikan universitas baik jika

dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari 2013. Sedangkan

kelompok tingkat pendidikan lainnya mengalami terpantau fluktuatif. Hal ini menunjukkan adanya

pergeseran positif atas tingkat pendidikan tenaga kerja di Maluku Utara. Semakin tinggi persentase

tenaga kerja dengan tingkat pendidikan SMA/SMK dan lulusan universitas diharapkan dapat

menjadi cerminan meningkatnya kualitas tenaga kerja yang tersedia di Maluku Utara. Dengan

demikian, para pengusaha diharapkan dapat memenuhi sebagian besar kebutuhan tenaga kerja

mereka melalui rekruitmen internal provinsi. Selain dapat mengurangi jumlah pengangguran, hal

ini juga merupakan kabar baik bagi perusahaan karena mereka dapat menghemat biaya produksi

dari sisi biaya tenaga kerja. Biasanya perusahaan harus membayar lebih tinggi tenaga kerja yang

berasal dari luar daerah dengan pertimbangan adanya biaya tambahan yang harus mereka

keluarkan setiap bulannya seperti biaya sewa tempat tinggal/kos serta biaya tunjangan lainnya.

Berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), didapati dua jenis kelompok

utama tenaga kerja terkait kegiatan ekonomi yang dilakukan yaitu kegiatan formal dan

informal. Kegiatan formal terdiri dari mereka yang berstatus berusaha dibantu buruh tetap dan

buruh/karyawan. Sementara kelompok kegiatan informal umumnya adalah mereka yang berstatus

diluar kelompok pertama. Jika didasarkan pada status pekerjaan formal dan informal, maka

didapatkan sebanyak 2,0% masyarakat Maluku Utara merupakan pekerja formal dan sisanya

2014Februari Agustus Februari

1. Dibawah SD 206.7 196.1 203.82. SMP 78.4 88.4 80.83. SMA umum 102.2 96.5 99.24. SMA Kejuruan 26.1 22.5 17.85. Diploma I/II/III 17.5 15.9 17.26. Universitas 34.8 35.7 46.6

Jumlah 465.7 455.1 465.4

Tingkat Pendidikan Penduduk yang Bekerja

2013

   

78  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Tabel 6.3 Sebaran Tenaga Kerja Berdasarkan Status Pekerjaan Utama

sebanyak 98,0% sebagai pekerja informal. Persentase pekerja formal di Maluku Utara turun baik

jika dibandingkan dengan Agustus 2013 maupun jika dibandingkan dengan Februari 2013.

6.3 Pengangguran

Pengangguran merupakan indikator utama dari bidang ketenagakerjaan dan

kesejahteraan. Klasifikasi penduduk yang menganggur adalah mereka yang sedang mencari

pekerjaan ditambah penduduk yang sedang mempersiapkan usaha (tidak bekerja), yang mendapat

pekerjaan tapi belum mulai bekerja, serta yang tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

Jumlah penduduk usia 15 tahun keatas serta jumlah total angkatan kerja yang naik pada

Februari 2014 ini ternyata tidak mampu menahan laju naiknya jumlah pengangguran yang

diakibatkan oleh beberapa hal seperti berhenti beroperasinya sebagian besar perusahaan tambang

di Maluku Utara sehingga puluhan ribu pegawai harus dirumahkan. Jumlah pengangguran

meningkat tajam jika dibandingkan dengan Agustus 2013 yaitu sebesar 56,01% atau sebanyak 10

ribu orang. Jika dibandingkan dengan Februari 2013, jumlah pengangguran di Maluku Utara naik

2,6% atau sebanyak 1,3 ribu orang. Sementara itu, persentase Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) di Maluku Utara juga meningkat seiring semakin banyaknya jumlah angkatan kerja. Februari

2014, TPT di Malut sebesar 5,65% atau naik 1,79% jika dibandingkan dengan Agustus 2013 dan

naik 0,14% jika dibandingkan dengan Februari 2014.

2014Feb Agts Feb Agts Feb

Berusaha Sendiri 93.3 94.3 93.6 105.6 103.0Berusaha dibantu buruh tidak tetap 92.5 90.7 95.2 76.8 99.7Berusaha dibantu buruh tetap 13.4 12.9 12.4 12.7 9.1Buruh/Karyawan 119.4 113.8 148.5 119.9 149.1Pekerja bebas di pertanian 13.0 15.8 10.4 23.4 13.6Pekerja bebas di nonpertanian 5.9 7.2 10.0 8.0 10.1Pekerja keluarga/tak dibayar 108.6 109.3 86.1 107.0 80.9Total Angkatan Kerja 446.1 444.0 456.2 453.4 465.5

Pekerja Formal 3.0% 2.9% 2.7% 2.8% 2.0%Pekerja Informal 97.0% 97.1% 97.3% 97.2% 98.0%

2012 2013Status Pekerjaan Utama

Berdasarkan Sakernas

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

   

79  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Grafik 6.2 Perkembangan Jumlah Pengangguran dan TPT Maluku Utara

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara

Bertambahnya jumlah pengangguran di Maluku Utara berujung pada tingkat partisipasi

angkatan kerja yang terpantau turun sebesar 1,5% jika dibandingkan dengan Februari 2013

namun naik 2,02% jika dibandingkan dengan Agustus 2013. Bertambahnya jumlah pengangguran

pasca berhenti beroperasi dan tutupnya sebagian besar perusahaan tambang sembari menunggu

pabrik pengolahan biji nikel atau smelter rampung dibangun sudah diprediksi sejak akhir triwulan

IV 2013 mengingat perusahaan sudah berancang-ancang untuk merumahkan para pekerjanya.

Sehingga naiknya jumlah pengangguran sebesar 4,94% jika dibandingkan dengan Februari 2013

merupakan suatu yang wajar. Selain pekerja dari sektor pertambangan yang terkena dampak dari

UU Minerba, sektor-sektor lain yang menopang kegiatan operasional sektor pertambangan pun

ikut terkena imbasnya berupa penurunan permintaan barang dan jasa dari sektor tersebut secara

signifikan sehingga mempengaruhi perekonomian penduduk dan pengusaha yang berada didaerah

lingkar tambang serta mereka yang selama ini menjadi pemasok barang dan jasa bagi sektor

pertambangan.

6.4 Nilai Tukar Petani (NTP)

Pada akhir triwulan II 2014 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara meningkat dari periode

sebelumnya, yaitu berada pada level 104,29. Posisi NTP Juni 2014 tercatat mengalami

peningkatan sebesar 2,13% (qtq) atau 2,93% (yoy). Kenaikan NTP pada Juni 2014 disebabkan oleh

indeks harga hasil produksi pertanian yang mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan

peningkatan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk

keperluan produksi pertanian.

Naiknya NTP dari 3 (tiga) subsektor merupakan kunci terakselerasinya NTP Malut. Ketiga

NTP subsektor tersebut adalah NTP subsektor tanaman pangan yang naik sebesar 1,30%, NTP

subsektor holtikultura naik sebesar 0,47%, dan NTP subsektor tanaman perkebunan rakyat naik

   

80  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Grafik 6.3Perkembangan NTP Maluku Utara

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Tabel 6.4 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

sebesar 0,44%. Sedangkan, NTP subsektor peternakan dan NTP subsektor perikanan, masing-

masing turun sebesar 0,88%dan0,17%.

NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih tinggi daripada NTP Nasional, bahkan tertinggi ke-2

di di wilayah Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Pada

Juni 2014, dari 10 provinsi di wilayah Sulampua, tujuh provinsi sudah memiliki NTP diatas batas

bawah kesejahteraan, dimana Maluku Utara merupakan salah satunya. Sedangkan tiga provinsi lain

yaitu Maluku, Papua dan Sulawesi Utara masih memiliki NTP dibawah batas bawah kesejahteraan.

Sedangkan jika dibandingkan dengan NTP Nasional yang sebesar 101,79, maka NTP Maluku Utara

bersama tiga provinsi lain sudah berada diatas NTP nasional sedangkan lima provinsi lainnya masih

dibawah level nasional dan Gorontalo memiliki NTP sama seperti Nasional.

Mei Juni Perubahan1 Sulawesi Selatan 105,89 105,81 -0,072 Maluku Utara 103,88 104,29 0,393 Sulawesi Tengah 103,54 103,77 0,234 Sulawesi Barat 103,32 103,27 -0,045 Gorontalo 101,67 101,98 0,306 Sulawesi Tenggara 101,97 101,77 -0,207 Papua Barat 100,46 100,66 0,208 Maluku 99,94 100,39 0,449 Sulawesi Utara 99,95 99,99 0,0410 Papua 97,83 97,54 -0,30

101,88 101,98 0,10

NTP Tahun 2014No. Provinsi

NASIONAL

   

81  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Tabel 6.5 Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara Per Subsektor

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

6.5 Tingkat Kemiskinan

Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada Maret 2014 mencapai 82,64 ribu orang

(7,30%), turun 2,9 ribu orang (0,34%) dibandingkan dengan September 2013 yang sebesar 85,58

ribu orang (7,64%). Persentase penduduk miskin di Maluku Utara selama periode enam tahun

terakhir (2009-2014) secara umum terus mengalami penurunan. Dari sisi jumlah, mengalami

penurunan selama Maret 2009 hingga September 2012. Kondisi ini terjadi baik di daerah

perkotaan maupun di daerah perdesaan.

Mei Juni1. Tanaman Pangan a. Indeks yang Diterima (It) 110,99 113,2 1,99 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,99 109,74 0,69 c. Nilai Tukar Petani (NTPP) 101,84 103,16 1,302. Hortikultura a. Indeks yang Diterima (It) 118,37 119,71 1,13 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,74 109,46 0,66 c. Nilai Tukar Petani (NTPH) 108,85 109,36 0,473. Tanaman Perkebunan Rakyat a. Indeks yang Diterima (It) 110,29 111,46 1,06 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,71 109,39 0,62 c. Nilai Tukar Petani (NTPR) 101,45 101,89 0,444. Peternakan a. Indeks yang Diterima (It) 116,53 115,86 -0,58 b. Indeks yang Dibayar (Ib) 106,74 107,07 0,31 c. Nilai Tukar Petani (NTPT) 109,17 108,21 -0,885. Perikanan a. Indeks yang Diterima Nelayan dan Pembudidaya Ikan (It) 107,05 107,54 0,46 b. Indeks yang Dibayar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (Ib) 108,27 108,95 0,63 c. Nilai Tukar Nelayan dan Pembudidaya Ikan (NTNP) 98,87 98,71 -0,17 5.1 Perikanan Tangkap a. Indeks yang Diterima Nelayan (It) 105,82 106,43 0,57 b. Indeks yang Dibayar Nelayan (Ib) 108,21 108,87 0,62 c. Nilai Tukar Nelayan (NTN) 97,79 97,75 -0,04 5.2 Perikanan Budidaya a. Indeks yang Diterima Pembudidaya Ikan (It) 119,94 119,26 -0,57 b. Indeks yang Dibayar Pembudidaya Ikan (Ib) 108,89 109,76 0,80 c. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan (NTPi) 110,15 108,66 -1,36

Gabungan/Maluku Utara a. Indeks yang Diterima (It) 112,69 113,81 1,00b. Indeks yang Dibayar (Ib) 108,48 109,13 0,60c. Nilai Tukar Petani (NTP) 103,88 104,29 0,39

Nilai Tukar Petani Maluku Utara Per Subsektor, Mei – Juni 2014 (2012=100)

Subsektor Perubahan (%)2014

   

82  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Tabel 6.6 Perkembangan Penduduk Miskin di Maluku Utara

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Penurunan ini disebabkan oleh berkurangnya penduduk miskin di daerah perdesaan dari 74,56 ribu

orang (9,19%) pada September 2013 menjadi 70,45 ribu orang (8,56%) pada Maret 2014.

Namun demikian, kemiskinan daerah perkotaan di Maluku Utara justru mengalami kenaikan dari

11,02 ribu orang (3,56%) pada September 2013 menjadi 12,19 ribu orang (3,95%) pada Maret

2014.

Garis Kemiskinan sangat mempengaruhi jumlah penduduk miskin, karena penduduk

dapat dikatakan miskin apabila memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di

bawah Garis Kemiskinan. Garis kemiskinan sendiri dibagi menjadi dua jenis yaitu Garis

Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Komoditas makanan di

Maluku Utara masih memiliki peranan terhadap garis kemiskinan yang jauh lebih besar

dibandingkan dengan peranan komoditas non-makanan, seperti perumahan, sandang, pendidikan,

dan kesehatan. Selama periode September 2013 – Maret 2014, Garis Kemiskinan Maluku Utara

naik sebesar 1,52%, yaitu dari Rp291.352 per kapita per bulan pada September2013 menjadi

Rp295.787 perkapita per bulan pada Maret 2014. Kenaikan ini terjadi baik pada Garis Kemiskinan

Makanan (GKM) maupun pada Garis Kemiskinan Non-makanan (GKNM). Besarnya tingkat

pengeluaran garis kemiskinan Maluku Utara masih cukup jauh dari besarnya tingkat biaya hidup di

Kota Ternate yang berdasarkan hasil Survei Biaya Hidup tahun 2012 yang dirilis Badan Pusat

Statistik (BPS) sebesar Rp6.427.357 dimana Kota Ternate merupakan kota dengan tingkat biaya

hidup termahal ketiga di Indonesia setelah Jakarta dan Jayapura.

Selain kenaikan pada GKM, pada periode yang sama juga terjadi kenaikan pada Indeks Kedalaman

Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) yang mengindikasikan bahwa rata-rata

pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin menjauhi garis kemiskinan dan ketimpangan

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+DesaSeptember 2011 8,57 98,74 107,31 2,95 12,61 10,00 251.429 215.409 225.242 0,15 1,50 1,13 0,01 0,28 0,21Maret 2012 7,57 84,35 91,91 2,55 10,69 8,47 268.729 232.109 242.112 0,28 1,82 1,40 0,09 0,46 0,36September 2012 8,75 79,62 88,36 2,92 9,98 8,05 276.117 240.447 250.184 0,08 1,14 0,85 0,00 0,20 0,14Maret 2013 9,16 74,04 83,20 2,99 9,22 7,50 284.374 248.026 258.060 0,31 0,95 0,78 0,05 0,18 0,14September 2013 11,02 74,56 85,58 3,56 9,19 7,64 317.176 281.482 291.352 0,27 1,13 0,89 0,04 0,21 0,16Maret 2014 12,19 70,45 82,64 3,95 8,56 7,30 321.231 286.242 295.787 0,43 1,35 1,10 0,07 0,33 0,26Keterangan:P1 = Indeks Kedalaman KemiskinanP2 = Indeks Keparahan Kemiskinan

PeriodeJumlah Penduduk Miskin

(ribu)Persentase Penduduk

Miskin (%)Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)

P1 (%) P2 (%)

   

83  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

pengeluaran penduduk miskin juga semakin besar. Pada periode September 2013 – Maret2014,

indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) mengalami peningkatan.

Indeks kedalaman kemiskinan naik dari 0,89 pada September 2013 menjadi 1,102 pada Maret

2014. Sementara, indeks keparahan kemiskinan juga mengalami peningkatan dari 0,162 menjadi

0,257 pada periode yang sama. Hal ini mencerminkan bahwa tingkat kemiskinan di daerah

perkotaan masih lebih baik dibandingkan dengan daerah perdesaan. Hal ini juga ditunjukkan dari

jumlah penduduk miskin di daerah perdesaan yang masih jauh diatas jumlah penduduk miskin di

daerah perkotaan.

Tabel 6.7 Perkembangan Garis Kemiskinan di Provinsi Maluku Utara

GKM GKNM GKM+GKNMPerkotaanSeptember 2013 234.818 82.358 317.176 Maret 2014 238.068 83.164 321.231 PerdesaanSeptember 2013 226.540 54.942 281.482 Maret 2014 228.820 57.422 286.242 Perkotaan+PerdesaanSeptember 2013 228.829 62.523 291.352 Maret 2014 231.343 64.444 295.787

KeteranganGKM: Garis Kemiskinan MakananGKNM: Garis Kemiskinan Non Makanan

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan)Daerah/Tahun

   

84  

BAB VI. KETENAGAKERJAAN & KESEJAHTERAAN

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

7.1 Prospek Perekonomian

Perekonomian Malut pada triwulan III 2014 dan untuk keseluruhan tahun 2014, masing-masing

diperkirakan akan tumbuh pada level 6,15% - 6,55% (yoy) dan 6,47% - 6,97% (yoy). jika

dibandingkan dengan ekonomi nasional, angka pertumbuhan ekonomi Malut 2014 masih lebih

tinggi. Di sisi permintaan, permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama ekonomi Malut.

Sementara itu, kegiatan ekspor diprediksi terkoreksi lebih dalam dengan tingginya produksi di

periode yang sama tahun sebelumnya. Di sisi penawaran, sektor pertanian akan mengalami

peningkatan seiring dengan masuknya musim panen dan cuaca yang mendukung kegiatan

pertanian. Sementara itu, sektor keuangan, khususnya perbankan, diprediksi tetap tumbuh stabil

terlepas dari kebijakan suku bunga Bank Indonesia.

Laju inflasi triwulan III 2014 diperkirakan menurun dibandingkan dengan triwulan II namun

diperkirakan masih akan ada tekanan inflasi seiring dengan masih tingginya permintaan dan

kenaikan tarif oleh pemerintah. Kenaikan tarif yang diprediksikan akan terjadi sepanjang 2014

adalah kenaikan tarif energi, bahan bakar serta tarif angkutan. Untuk itu, peran TPID diharapkan

membantu menekan laju inflasi agar tidak bergerak lebih jauh seperti dalam hal pasokan dan

kelancaran distribusi.

0

1

2

3

4

5

6

7

8

I II III IV I II III IV I II III IV I

2011 2012 2013

Malut Nasional

Grafik 7.1Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya

BAB VII. PROSPEK PEREKONOMIAN

85

II III IV

2014

Proyeksi

86

BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN

7.2 Outlook Kondisi Makroekonomi Regional

Perekonomian Malut di triwulan III 2014 masih didukung oleh tingkat permintaan domestik yang

tinggi. Malut pada triwulan III 2014 diperkirakan masih tumbuh positif di kisaran 6,15% - 6,55%

(yoy). Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih menjadi pendorong utama dan konsumsi

pemerintah berupa investasi pembangunan berbagai infrastruktur diharap dapat sesuai target

sehingga akan mendorong laju investasi. Selain itu, kondisi Malut yang kondusif harus

dipertahankan untuk tetap menjaga konsumsi swasta dan investasi tetap tumbuh dengan baik.

Dari sisi produksi, sektor pertanian diprediksi akan mengalami pertumbuhan positif seiring dengan

masuknya masa panen dan mendukungnya cuaca untuk kegiatan pertanian.

Sementara itu, permintaan luar negeri akan hasil tambang belum bisa terpenuhi seiring masih

berjalannya proses pembangunan smelter di Maluku Utara. Namun demikian, tingkat permintaan

luar negeri akan komoditas asal Maluku Utara masih tinggi meskipun perekonomian dunia masih

dalam masa recovery.

7.2.1 Sisi Permintaan

Pada triwulan III 2014, komponen sisi permintaan diproyeksikan meningkat dibandingkan dengan

triwulan II 2014. Peningkatan terjadi ada komponen konsumsi, baik konsumsi masyarakat maupun

konsumsi pemerintah, serta investasi seiring dengan pembangunan di Malut yang berasal dari

Investasi. Hal ini juga di dorong oleh kegiatan pemilihan legislatif dan eksekutif.

Kinerja komponen konsumsi diperkirakan meningkat pada triwulan III 2014 sebesar 8,22%-8,72%

didorong oleh ekspektasi konsumen yang tumbuh positif. Konsumsi rumah tangga di triwulan III

2014 diperkirakan meningkat seiring dengan optimisme masyarakat terhadap perekonomian

Maluku Utara ditengah perlambatan ekonomi yang sedang terjadi baik di regional maupun di

nasional. Konsumsi pemerintah juga diperkirakan tumbuh positif seiring dengan penyerapan dana

APBD dan APBN melalui program-program pembangunan pemerintah.

Tendensi ekspektasi konsumen pada triwulan III 2014 mendatang diperkirakan akan membaik

dibandingkan triwulan laporan. Tendensi konsumen hasil Indeks Tendensi Konsumen (hasil survei

BPS) menunjukkan arah meningkat. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) di triwulan III diperkirakan

sebesar 110,68, lebih tinggi dari triwulan laporan (110,14). Indeks perkiraan pendapatan rumah

tangga diperkirakan sebesar 115,62, lebih tinggi dari triwulan laporan yang sebesar 115,59. Selain

itu, rencana pembelian barang durable good tercatat pada angka positif. Tingkat optimisme

87

BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN

masyarakat yang lebih tinggi terhadap perekonomian Malut di triwulan mendatang searah dengan

proyeksi yang dibuat oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara.

Komponen pembentukan modal tetap bruto diperkirakan akan meningkat pada triwulan III 2014.

Keberlanjutan proyek-proyek multi years milik pemerintah serta milik swasta masih akan menjadi

penopang pertumbuhan investasi Malut. Beberapa proyek besar yang sedang dan akan

berlangsung adalah pembangunan smelter di Halmahera Timur, pelabuhan terintegrasi Bastiong di

Ternate, pembangunan jalan lingkar beberapa pulau serta pelebaran jalan lintas Halmahera,

pembangunan PLT Batu Bara di Tidore. Khusus untuk pembangunan smelter, berdasarkan hasil

liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara didapatkan informasi bahwa

terdapat dua contact yang komitmen untuk melakukan pembangunan smelter di Malut.

Kinerja perdagangan eksternal (ekspor-impor) diperkirakan masih akan tumbuh negatif seiring

dengan masih terkoreksinya sisi ekspor Malut. Belum bisanya perusahaan tambang Malut untuk

melakukan pemurnian bijih nikel merupakan penyebab utama terkoreksinya pertumbuhan ekspor

Malut, terlebih lagi perusahaan tambang melakukan optimalisasi produksi pada tahun 2013

sehingga kecuraman koreksi kinerja ekspor akan semakin kasat mata.

Pada tahun 2014, indeks harga internasional komoditas utama (nikel, kopra, cengkih, fuli, dan

kakao) diperkirakan sedikit membaik. Harga nikel hanya membaik pada triwulan II 2014 dengan

tumbuh sebesar 33,78% dari akhir 2013. Masih turunnya rendahnya harga nikel karena

berlimpahnya pasokan. Pemulihan harga akan tergantung perkembangan ekonomi Tiongkok yang

mencerminkan 45% permintaan dunia. Sementara harga kakao diperkirakan meningkat, sejalan

dengan kekhawatiran atas pasokan komoditas tersebut yang diperkirakan turun 2,9% pada 2014.

Grafik 7.2Perkembangan ITK Malut dan Proyeksinya

88

BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN

Sedangkan harga kopra, cengkih dan fuli masih diperkirakan cukup stabil seiring masih tingginya

permintaan akan komoditas dimaksud dan kapasitas produksi dunia akan komoditas tersebut

belum mengalami pertumbuhan yang signifikan.

7.2.2 Sisi Penawaran

Pada triwualn III 2014, sektor utama ekonomi Malut tumbuh cukup tinggi namun masih terdapat

tantangan yang dapat menahan laju produksi. Sektor yang tercatat tumbuh negatif adalah sektor

pertambangan dan penggalian seiring belum rampungnya pembangunan smelter di Malut. Khusus

untuk sektor keuangan diperkirakan target kredit nasional Bank Indonesia (15%-17%), telah

diterapkan perbankan dalam menjalankan rencana bisnis bank. Namun demikian, pertumbuhan

ekonomi Malut tersebut masih akan tetap berada di atas level pertumbuhan ekonomi nasional, dan

dapat mendukung target perkiraan pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2014 (5,1%-5,5%;

yoy).

Sektor pertanian, terutama subsektor tabama diperkirakan akan tumbuh positif pada triwulan III

2014. Hal ini seiring dengan jadwal panen raya tanaman padi Malut yang jatuh pada triwulan III

dan IV diperkirakan akan mampu mendorong kinerja sektor pertanian. Pengembangan klaster-

klaster holtikultura seperti bawang dan sayur-mayur di Malut akan meningkatkan kapasitas

produksi internal Malut dan mengurangi ketergantungan akan impor dari daerah lain dengan

harapan dapat menekan tingkat harga komoditas volatile food.

Sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) diperkirakan akan kembali tumbuh meningkat pada

triwulan III 2014 setelah mengalami perlambatan pada triwulan II 2014. Dampak UU Minerba

Grafik 7.3Perkembangan Harga Internasional Nikel

Sumber : IMF

89

BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN

memang berdampak pada sektor-sektor lainnya termasuk sektor PHR sehingga menyebabkan

perlambatan pertumbuhan. Namun demikian, dengan semakin membaiknya infrastruktur dasar di

Maluku Utara dan laju investasi yang terus berjalan serta didukung oleh pembangunan pusat-pusat

perbelanjaan oleh pemerintah daerah akan mendukung pertumbuhan sektor PHR lebih tinggi dari

triwulan sebelumnya.

Sektor industri pengolahan diperkirakan akan tumbuh sedikit meningkat pada triwulan III 2014

dibandingkan triwulan II 2014. Tingkat konsumsi masyarakat yang masih tinggi di triwulan III 2014

serta dengan dibangunnya pabrik pengolahan tepung kasbi/singkong di Halmahera Utara akan

mendorong pertumbuhan sektor ini ke atas. Walaupun tidak naik signifikan, namun optimisme

konsumen terhadap kondisi perekonomian di triwulan III 2014 akan menjaga tingkat konsumsi

domestik di tingkat yang tinggi.

Sektor pertambangan diperkirakan akan tumbuh terkoreksi lebih dalam lagi pada triwulan III 2014.

Tingginya basis produksi pada triwulan III 2013 akan semakin memperdalam ketimpangan kinerja

dengan triwulan III 2014. Pasca implementasi UU Minerba per Januari 2014, sebagian besar

perusahaan tambang yang beroperasi di Malut berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan pabrik

pemurnian atau smelter yang menjadi persyaratan utama perusahaan tambang untuk dapat

melakukan penjualan komoditasnya ke luar negeri dengan tujuan memberikan nilai tambah

sehingga akan meningkatkan pendapatan dari sektor yang satu ini. Kondisi ini diprediksi masih

akan bertahan hingga akhir 2014 bahkan terdapat tendensi kondisi ini masih belum berubah

signifikan pada tahun 2015.

Kemudian, sektor keuangan diperkirakan akan tumbuh meningkat yang diindikasikan oleh

pertumbuhan aset, kredit dan DPK perbankan Malut hingga triwulan II 2014 yang masing-masing

tumbuh 12,54% (yoy), 10,13% (yoy), 12,91% (yoy). Pertumbuhan tahun 2014 tersebut masih

searah dengan perkiraan Bank Indonesia terhadap pertumbuhan kredit dan DPK pada kisaran

15%-17%. Hasil Survei Perbankan Bank Indonesia triwulan II-2014 menghasilkan perkiraan

pertumbuhan kredit 2014 akan sebesar 18,2%, lebih rendah dari hasil survei sebelumnya (21,8%).

Selain itu, didapatkan informasi bawah diprediksi akan terjadi perlambatan kredit dan peningkatan

DPK secara triwulanan yang akan menyebabkan peningkatan suku bunga dana dan suku bunga

kredit pada triwulan III 2014.

90

BAB II. PROSPEK PEREKONOMIAN

7.3 Outlook Inflasi Daerah

Laju inflasi di triwulan III 2014 secara umum berpotensi untuk bergerak turun yaitu dikisaran

5,77%±1 (yoy). Namun demikian, beberapa faktor dapat meningkatkan tekanan inflasi di Maluku

Utara yang diantaranya adalah peningkatan tarif energi, bahan bakar dan angkutan yang berasal

dari sisi administered price. Tekanan harga dari sisi permintaan terprediksi turun seiring turunnya

ekspektasi permintaan masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan dan hari raya Idul Fitri.

Inflasi volatile food diperkirakan akan turun ke level moderat seiring turunnya permintaan dari

masyarakat. Masuknya Maluku Utara ke musim panen dan mulai naiknya curah hujan akan

meningkatkan kemampuan produksi Malut akan tabama dan tanaman holtikultura sehingga akan

meningkatkan pasokan komoditas-komoditas tersebut ke pasar. Namun demikian, dengan

masuknya musim hujan maka berpotensi untuk menyebabkan naiknya tinggi gelombang di Maluku

Utara dan akan mempengaruhi kapasitas produksi subsektor perikanan.

Inflasi administered price tahun 2014 diperkirakan akan terakselerasi seiring rencana penyesuaian

tarif energi, bahan bakar dan angkutan oleh pemerintah. Beberapa rencana pemerintah untuk

menaikkan beberapa harga seperti tarif listrik, tarif angkutan, harga LPG 12 kg, serta rencana

pemerintah untuk kembali menaikkan harga BBM yang masih dalam proses pengkajian. Kenaikan

tarif-tarif tersebut akan meningkatkan fix cost production berbagai proses produksi dan berpotensi

untuk meningkatkan harga.

Komponen core inflation diperkirakan akan bergerak turun namun masih pada level moderat. Hal

ini dikarenakan oleh turunnya permintaan dari masyarakat seiring selesainya puasa Ramadhan.

Namun demikian, pushed inflation yang berasal dari komponen administered price yaitu dari

naiknya beberapa tarif yang ditentukan oleh pemerintah dapat mendongrak harga komoditas di

Maluku Utara. Terlebih lagi karakteristik inflasi di Maluku Utara yang peningkatannya berada pada

magnitude yang lebih tinggi dibandingkan nasional serta provinsi lain di Sulampua.