Upload
rizky-saraswati-indraputri
View
171
Download
9
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Osteo arthritis
Citation preview
LAPORAN TUTORIAL
NYERI PADA GENU BILATERAL SEBAGAI SALAH SATU MANIFESTASI KLINIS PERADANGAN PADA TULANG
Disusun oleh :
1. Engine Rabindra Ariapramuda (G0010073)
2. Haris Hermawan (G0010091)
3. Madinatul Munawaroh (G0010119)
4. Mutiara Rizky Ananda (G0010129)
5. Pritha Fajar Abrianti (G0010153)
6. Rifni Arneswari Fardianingtyas (G0010161)
7. Rizky Saraswati Indraputri (G0010167)
8. Samiaji Abbas Ras (G0010171)
9. Tara Ken Wita Kirana (G0010187)
10. Totok Siswanto (G0010189)
Tutor : dr.Sri Indrati
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA2011
BAB II
DISKUSI DAN STUDI PUSTAKA
2.1 Arthritis Gout
Arthritis Gout merupakan penyakit yang disebabkan oleh gangguan
metabolik. Salah satu tanda terjadinya gangguan metabolik ini yaitu
meningkatnya konsentrasi asam urat dalam tubuh (hiperurisemia). Berdasarkan
sifatnya Gout dibagi menjadi 2, yaitu Gout primer dan Gout sekunder. Gout
Primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang
berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan
karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang
berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu.
Gout timbul ketika terbentuknya kristal-kristal monosodium urat
monohidrat pada sendi-sendi dan jaringan sekitarnya. Kristal-kristal berbentuk
seperti jarum ini mengakibatkan reaksi peradangan yang jika timbul akan
menimbulkan reaksi hebat. Jika tidak diobati, endapan kristal akan menyebabkan
kerusakan yang hebat pada sendi dan jaringan lunak.
Arthritis gout lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada wanita
pada usia muda hal ini dikarenakan kadar asam urat pada laki-laki akan terus
meningkat sedangkan pada wanita tidak kecuali pada masa setelah monopause
kadar asam uratnya kan meningkat seperti pada laki-laki. Namun masih terdapat
sejumlah faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit ini, termasuk diet, berat
badan, dan gaya hidup.
Terdapat 4 tahap perjalanan klinis dari penyakit gout, yaitu:
- Tahap Hiperurisemia asimptomtik, yaitu ketika kadar urat serum meningkat
mencapai 9-10 mg/dl, pada tahap ini pasien tidak menampakkan gejala-
gejala selain peningkatan kadar urat serum tersebut dan hanya sekitar 20%
dari pasien Hiperurisemia asimptomatik yang berlanjut menjadi serangan
gout akut.
- Tahap Arthritis gout akut, yaitu ketika terjadi awitan mendadak
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu jari kaki
dan sendi metatarsophalangeal. Terdapat pula tanda-tanda peradangan lokal,
kadang terdapat demam dan peningkatan jumlah leukosit.
- Tahap Interkritis, pada tahap ini tidak terdapat gejala-gejala dan dapat
berlangsung dari beberapa bulan sampai tahun. Kebanyakan orang
mengalami serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika
tidak diobati.
- Tahap Gout kronik, terjadi peradangan kronik akibat kristal-kristal asam
urat yang mengakibatkan nyeri, sakit, dan kaku, serta penonjolan sendi yang
bengkak. Pada tahap ini juga terdapat tofi yang terbentuk akibat insolubilitas
relatif asam urat.
Komplikasi dari Arthritis gout ini antara lain yaitu dapat merusak ginjal
sehingga ekskresi asam urat akan bertambah buruk. Selain itu batu ginjal asam
urat juga dapat terbentuk sebagai akibat sekunder dari gout (Price, 2006).
2.2 Arthritis Reumathoid
Artritis rheumatoid (AR) merupakan suatu penyakit yang tersebar luas serta
melibatkan semua kelompok ras dan etnik di dunia. Penyakit ini merupakan
suatu penyakit autoimun yang ditandai dengan terdapatnya sinovitis erosif
simetrik yang walaupun terutama mengenai jaringan persendian, seringkali juga
melibatkan organ tubuh lainnya (Daud, 2006).
Ada beberapa gambaran klinis yang lazim ditemukan pada penderita
arthritis rheumatoid. Gambaran klinis ini tidak harus timbul sekaligus pada saat
yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinis yang sangat
bervariasi.
1. Gejala – gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan
menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
2. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi – sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi interfalangs distal. Hampir
semua sendi diartrodial dapat terserang.
3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam: dapat bersifat generalisata
tetapi terutama menyerang sendi – sendi. Kekakuan ini berbeda dengan
kekakuan sendi pada osteoarthritis, yang biasanya hanya berlangsung
selama beberapa menit dan selalu kurang dari satu jam.
4. Arthritis erosive merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran
radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi
tulang dan ini dapat dilihat pada radiogram.
5. Deformitas : kerusakan dari struktur – struktur penunjang sendi dengan
perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, subluksasi sendi
metakarpofalangeal, deformitas buotonniere dan leher angsa adalah
beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki
terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari
subluksasi metatarsal. Sendi – sendi yang besar juga dapat terserang dan
mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan
gerakan ekstensi.
6. Nodula – nodula rheumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada
sekitar sepertiga orang dewasa penderita arthritis rheumatoid. Lokasi yang
paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau
disepanjang permukaan ekstensor dari lengan; walaupun demikian nodula –
nodula ini dapat juga timbul pada tempat – tempat lainnya. Adanya nodula –
nodula ini biasanya merupakan suatu petunjuk suatu penyakit yang aktif dan
lebih berat.
7. Manifestasi ekstra-artikular: arthritis rheumatoid juga dapat menyerang
organ-organ lain di luar sendi. Jantung (perikarditis), paru – paru (pleuritis),
mata dan pembuluh darah dapat rusak (Price. 2006).
Beberapa hasil uji laboratorium dipakai untuk membantu menegakkan
diagnosis arthritis rheumatoid. Sekitar 85% penderita arthritis rheumatoid
mempunyai autoantibodi di dalam serumnya yang dikenal sebagai faktor
rheumatoid. Autoantibodi ini adalah suatu faktor anti-gama globulin (IgM) yang
bereaksi terhadap perubahan IgG. Titer yang tinggi, lebih besar dari 1:160, biasanya
dikaitkan dengan nodula rheumatoid, penyakit yang berat, vaskulitis, dan prognosis
yang buruk. Faktor rheumatoid adalah suatu indikator diagnosis yang membantu,
tetapi uji untuk menemukan faktor ini bukanlah suatu uji untuk menyingkirkan
diagnosis arthritis rheumatoid. Hasil yang positif juga dapat menyatakan adanya
penyakit jaringan penyambung, seperti lupus ertitematous sistemik, sklereosis
sistemik progresif, dan dermatomiositis. Selain itu, sekitar 5% orang normal
memiliki faktor rheumatoid yang positif dalam serumnya. Insidens ini meningkat
dengan bertambahnya usia. Sebanyak 20% orang normal yang berusia diatas 60
tahun dapat memiliki faktor rheumatoid dalam titer yang rendah. (Price. 2006)
LED adalah suatu indeks peradangan yang bersifat tidak spesifik. Pada
peradangan yang tidak spesifik. Pada arthritis rheumatoid nilainya dapat tinggi (100
mm/jam atau lebih tinggi lagi). Hal ini berarti bahwa laju endap darah dapat dipakai
untuk memantai aktivitas penyakit. (Price. 2006)
Tindakan diagnostic arthritis rheumatoid dapat menjadi suatu proses yang
kompleks. Pada tahap dini mungkin hanya akan ditemukan sedikit atau tidak ada uji
laboratorium yang positif; perubahan – perubahan pada sendi dapat minor; dan
gejala – gejalanya dapat hanya bersifat sementara. Diagnosis tidak hanya bersandar
pada satu karakterikstik saja tetapi berdasarkan pada suatu evaluasi dari
sekelompok tanda dan gejala. Kriteria diagnostik adalah sebagai berikut:
1. Kekakuan pagi hari (sekurangnya 1 jam)
2. Arthritis pada tiga atau lebih sendi
3. Arthritis sendi – sendi jari tangan
4. Arthritis yang simetris
5. Nodula rheumatoid
6. Faktor rheumatoid dalam serum
7. Perubahan – perubahan radiologic (erosi atau dekalsifikasi tulang)
Diagnosis arthritis rheumatoid dikatakan positif apabila sekurang –
kurangnya empat dari tujuh kriteria ini terpenuhi. Empat criteria yang disebutkan
terdahulu harus sudah berlangsung sekurang – kurangnya 6 minggu. (Price. 2006)
2.3 Osteoarthritis
2.3.1 Definisi
Osteoatritis adalah gangguan pada sendi yang bergerak. Penyakit ini
bersifat kronik, berjalan progresif lambat, tidak meradang, dan ditandai oleh
adanya deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang
baru pada permukaan persendian. Penyebabnya karena penuaan dan
penggunaan terus-menerus. Tulang rawan yang menutupi tulang artikular
menjadi aus oleh gesekan secara bertahap. Sering pada pinggul, lutut, tangan,
kaki, dan tulang belakang.
Osteoarthritis juga dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit sendi
ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat
pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, dan
deformitas. Faktor risiko terjadinya OA yaitu wanita berusia lebih dari 45
tahun, Kelebihan berat badan, aktifitas fisik yang berlebihan ( atlet dan buruh
angkut ), menderita kelemahan otot paha, dan pernah mengalami patah tulang
disekitar sendi yang tidak mendapatkan perawatan yang tepat (Soeroso, 2009).
2.3.2 Mekanisme Gejala
Sifat elastis dari tulang rawan pada persendian, dan kemampuannya
untuk menahan beban, tergantung pada adanya air dan sejumlah
makromolekul di dalam matriks tulang rawan. Terdiri dari protein kompleks,
glikosaminoglikan (proteoglikan), dan kolagen tipe II. Degenerasi tulang
rawan merupakan patogenesis utama dari osteoartritis, tetapi proses ini masih
belum jelas. Umumnya orang menganggap bahwa perubahan tulang rawan
sendi sepenuhnya sebagai akibat dari pemanfaatan sendi tersebut yang sudah
berjalan lama (long-standing “wear and tear”), akan tetapi pendapat ini tidak
sepenuhnya benar (Bland, 1984 ; Howell, 1986). Osteoartritis merupakan
proses multifaktorial yang diakibatkan oleh bermacam-macam pengaruh
dimana semuanya mengganggu integritas sendi (Robbins, 2007). Selain
perubahan degeneratif yang berkaitn dengan penuaan, proses imunologis dan
penyakit yang berkaitan dengan faktor genetik juga berperan dalam terjadinya
degradasi tulang rawan.
Tanpa memperhatikan faktor pendahulu (initiating factor), semua
penipisan tulang matriks tulang rawan bermanifestasi sebagai penurunan
komponen proteoglikan dan peningkatan komponen air. Terdapat perubahan
kualitas kondroitin sulfat dan glikosaminoglikan. Hal ini mengakibatkan
kondrosit dipacu untuk berproliferasi dan berupaya untuk mengisi kekurangan
matriks dengan meningkatkan sintesis. Kondrosit yang terangsang juga
mengekskresi enzim degradatif, maka terjadi kehilangan proteoglikan yang
berkesinambungan (Robbins, 2007). Hasil degradasi tulang rawan seperti
kolagen dan fragmen tulang rawan, dapat mengaktifkan sel sinovia untuk
melepaskan mediator seperti IL-1, dimana hal ini akan merangsang pelepasan
enzim hidrolitik oleh kondrosit (Hamerman, 1985).
Dengan rusaknya tulang rawan, maka akan tampak jaringan tulang yang
mendasarinya. Daerah pada tulang itu menjadi tebal karena kompresi atau
proses pembantukan tulang baru yang reaktif. Yang khas pada osteoartritis
adalah terbentuknya ostoefit (bony spurs) yang menonjol dari tulang yang
reaktif pada tepi rongga sendi. Apabila osteofit yang terbentuk saling kontak
satu sama lain akan menimbulkan nyeri, keterbatasan range of motion, dan
krepitasi (Price, 2006).
2.3.4 Pemeriksaan Diagnostik
Diagnosis OA biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan
radiografis.
Pemeriksaan Radiografi. Pada sebagian besar kasus, radiogradi pada sendi
yang terkena OA sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang
lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokong diagnosis OA
ialah :
Penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris (lebih berat pada
bagian yang menanggung beban).
Peningkatan densitas (sklerosis) tulang sub kondral.
Kista tulang
Osteofit pada tepi sendi
Perubahan struktur anatomi sendi
Foto Polos sendi
Digunakan sebagai “gold standard” untuk menilai perubahan struktur
sendi pada berbagai uji klinik penggunaan DMOADs (Disease Modifying
Osteoartritis Drugs)
Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Memperlihatkan struktur jaringan lunak yang tidak dapat diperlihatkan
oleh pemeriksaan radiologi konvensional
Pemeriksaan Densitometri Tulang
Untuk memeriksa kepadatan tulang.Tulang yang lebih padat dapat
meningkatkan risiko timbulnya OA karena tulang yang lebih padat tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima tulang rawan sendi
(Sudoyo, 2009).
2.3.3 Penatalaksanaan Osteoartrhitis
Penatalaksanaan OA berdasarkan atas distribusinya (sendi mana yang
terkena) dan berat ringannya sendi yang terkena. Penatalaksanaan tsb dibagi
menjadi 3, yaitu:
1. Terapi non farmakologis
a. Edukasi atau penerangan
Melalui edukasi ini diharapkan pasien mengetahui seluk beluk
penyakitnya dan menjaga agar penyakitnya tidak semakin parah serta
sendi tetap dapat dipakai.
b. Terapi fisik dan rehabilitasi (fisioterapi)
Tujuan terapi ini adalah untuk melatih pasien agar persendiannya tetap
dapat dipakai .
c. Penurunan berat badan
2. Terapi farmakologis
a. Analgesik oral-non opiat
b. Analgesik topical
Pada umumnya pasien telah mencoba terapi dengan cara ini, sebelum
memakai obat-obatan peroral lainnya.
c. OAINS (Obat Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat ini mempunyai efek analgetik dan efek anti inflamasi, namun
dalam pemilihan obat juga perlu diperhatikan efek sampingnya dan
pengawasan terhadap timbulnya efek samping harus selalu dilakukan.
Contoh: asetaminofen, ibuprofen, aspirin.
d. Chondroprotective
Merupakan obat-obatan yang dapat menjaga atau merangsang
perbaikan tulang rawan sendi pada pasien OA. Contoh: tetrasiklin,
asam hialuronat, kondroitin sulfat, glikosaminoglikan, vitamin C, dan
superoxide dismutase.
e. Steroid intra-artikuler
Pemakaiannya untuk terapi OA masih controversial Karen tidak
menunjukkan keutungan yang nyata pada pasien OA. Obat ini mampu
mengurangi rasa sakit pada pasien OA, namun hanya dalam waktu
yang singkat.
3. Terapi bedah
Terapi ini diberikan apabila terapi farmakologis tidak berhasil
untuk mengurangi rasa sakit dan untuk melakukan koreksi apabila
terjadi deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari. Contoh:
osteotomi, atroplasti sendi total (Price, 2006).
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendiagnosis penyakit pada skenariio, maka harus dilakukan
pemeriksaan penunjang sebagai berikut.
C-Reactive Protein (CRP)
Salah satu protein akut berupa alfaglobulin yang timbul dalam serum setelah
terjadinya proses inflamasi,kadar normal pada orang dewasa sehat < 0,2
mg/dl.Kurang spesifik untuk OA namun sangat membantu dalam diagnosis
Artritis Rheumatoid karena menunjukkan adanya peningkatan.
Faktor Reumatoid
Antibody terhadap determinan antigenic pada fragmen Fc dari
immunoglobulin.Klas immunoglobulin yang muncul dari antibody ini adalah
IgM,IgG,IgA,dan IgE tetapi yang selama ini sering digunakan adalah
IgM.Faktor rheumatoid kebanyakan ditemukan pada pasien AR.
Antibodi Antinuklear (ANA)
Suatu kelompok autoantibody yang spesifik terhadap asam nukleat dan
nucleoprotein banyak ditemukan pada connective tissue disease seperti
SLE,sklerosis sistemik,mixed connective tissue disease,dan sindrom sjogren’s
primer.Tidak spesifik untuk OA.
Antibodi terhadap DNA (Anti DsDNA)
Antibody yang reaktif terhadap DNA natif (double stranded
DNA).Peningkatan kadar antibody ini menunjukkan peningkatan aktivitas
penyakit namun pemeriksaan ini tidak spesifik untuk OA.Kadarnya tinggi
pada SLE dan rendah pada sindrom sjogren’s serta AR.
Marker Molekular pada Osteo Artritis
Marker sering digunakan untuk menentukan beratnya penyakit,memberikan
informasi tentang kualitas rawan sendi,petanda prognostic untuk membuat
prediksi kemungkinan memburuknya penyakit,membuat prediksi terhadap
respon pengobatan,dan untuk monitor respon pengobatan.Sebagai
contoh,kadar hialuronan serum yang meningkat dapat digunakan untuk
membuat prediksi terjadinya progresivitas OA dalam 5 tahun pada pasien
Osteo Artritis lutut (Sudoyo, 2009).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan nyeri pada
sendi lutut adalah Osteoarthritis, Reumathoid arthritis, dan
Arthritis gout.
2. Agar diagnosis dapat lebih ditegakkan dan menyingkirkan
diagnosis banding yang lain, pemeriksaan penunjang yang
terkait penyakit ini diantaranya adalah foto rontgen genu
bilateral dan pemeriksaan laboratorium darah, yaitu asam
urat, faktor rematoid, CRP, tes ANA dan DsDNA.
3. Dalam skenario ini, penyakit yang mungkin dialami oleh
pasien termasuk ke dalam jenis radang pada sendi lutut.
4. Tata laksana yang dapat dilakukan pada skenario, pasien
dapat melakukan fisioterapi di rehabilitas medis, berolahraga
teratur sesuai dengan kemampuan pasien, mengkonsumsi
makanan berserat dan vitamin.
3.2 SARAN
1. Semua anggota kelompok sudah aktif berpartisipasi dalam
diskusi. Hal ini agar selalu dipertahankan dan kemudian
dapat terus terarah dan semakin terperinci dalam diskusi
selanjutnya.
2. Tutor sudah mengawal jalannya tutorial dengan sangat baik
dengan mengarahkan arah diskusi sesuai ketentuan arah
diskusi.
DAFTAR PUSTAKA
Bland, J.H.., and Cooper, S.M.: Osteoarthritis: A review of the cell biology involved
and evidence for reversibility. Management rationally related to known
genesis and pathophysiology. Semin. Arthritis Rheum. 14:106, 1984
Daud, Rizasyah. 2006. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid 2. Bab Arthritis
Reumatoid. Jakarta : FKUI
Hamerman, D., and Klagsburn, M.:Osteoarthritis. Emerging evidence for cell
interaction in the breakdown and remodeling of cartilage. Am. J. Med.
78:495, 1985.
Howell, D.S.: Pathogenesis of osteoarthritis. Am. J. Med. 80(Suppl. 4B):24, 1986.
Kumar V, Cotran R.S, Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbins Edisi 7
Volume 1. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A., Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses –
Proses Penyakit. Edisi 6. Jilid 2. Jakarta : EGC
Sudoyo,Aru W.,dkk.2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V.Jakarta :
Interna Publishing.
.