11
1 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 Perkuat Budaya Integritas Melalui Manajemen Kinerja dan Risiko laporan utama Penguatan Budaya Integritas Melalui "Three Lines of Defence" wawancara "In Dog, We Trust" potret Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

laporan utama potret wawancara Perkuat Budaya Integritas ... · pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian, pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja dalam rangka pertanggungjawaban

  • Upload
    vocong

  • View
    270

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

1Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Perkuat Budaya Integritas Melalui

Manajemen Kinerja dan Risiko

laporan utama

Penguatan Budaya Integritas Melalui

"Three Lines of Defence"

wawancara

"In Dog, We Trust"potret

Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

2 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 3Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Integritas Bukan Mimpi Lagi

klinik kinerja

Kualitas Implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP)

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi

Pemerintah (SAKIP)mulai diterapkan dengan

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999

yang kemudian diatur terakhir dengan Peraturan

Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem

Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah

rangkaian sistematik dari berbagai aktivitas, alat, dan

prosedur yang dirancang untuk tujuan penetapan dan

pengukuran, pengumpulan data, pengklasifikasian,

pengikhtisaran, dan pelaporan kinerja dalam rangka

pertanggungjawaban dan peningkatan kinerja instansi

pemerintah. Ruang lingkup SAKIP ini meliputi rencana

strategis, perjanjian kinerja, pengukuran kinerja,

pengelolaan data kinerja, pelaporan kinerja (LAKIN),

serta reviu dan evaluasi kinerja.

Dalam pengelolaan kinerja, SAKIP

Kementerian Keuangan menerapkan metode Balanced

Scorecard. Kementerian Keuangan sedang menjalani

implementasi penganggaran berbasis kinerja

KemenPAN-RB memberikan penilaian

yang baik dan meningkat setiap tahun terhadap

implementasi SAKIP Kementerian Keuangan. Tahun

2017, Kemenkeu mendapatkan nilai 84,52 (predikat A)

dari sebelumnya tahun 2016 nilai 83,79 (predikat A).

Penilaian ini mengacu dan sejalan dengan hasil evaluasi

mandiri atas implementasi SAKIP oleh Inspektorat

Jenderal. Evaluasi mandiri ini dilaksanakan sesuai

dengan Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia

yang diterbitkan oleh Asosiasi Auditor Intern

Pemerintah Indonesia (AAIPI)

Untuk peningkatan kualitas implementasi

SAKIP, KemenPAN-RB dalam Laporan Hasil

Evaluasi Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

merekomendasikan Kementerian Keuangan untuk:

1. Mengintegrasikan semua pelaksanaan reformasi

birokrasi dengan kinerja yang akan dicapai sehingga

pelaksanaan reformasi birokrasi lebih dapat dirasakan

manfaatnya oleh stakeholder

2. Meningkatkan internalisasi kepada seluruh pegawai

tentang segala kebijakan terbaru serta mendorong

setiap atasan langsung melakukan supervisi, coaching,

dan konseling secara berkala kepada masing-masing

bawahannya yang bertujuan untuk membangun

budaya kinerja secara berkelanjutan

3. Meningkatkan komunikasi dengan stakeholder

terutama dalam rangka menginformasikan segala

perbaikan/inovasi yang dilakukan oleh Kementerian

Keuangan sehingga stakeholder mengetahui hasilnya

Semoga Kemenkeu dapat meningkatkan

kualitas implementasi SAKIP dan dapat memenuhi

ekspektasi pemangku kepentingan sebagai salah satu

upaya menuju Indonesia yang lebih baik.

TEKS: Azinar Ismail, Moch. Asep Kurniawan

Bicara integritas bukanlah hal yang asing bagi seluruh jajaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Meski demikian, manakala ditanya maknanya kadang masih kurang yakin untuk menjelaskannya. Hal tersebut yang menarik redaksi Buletin Kinerja untuk mengangkatnya sebagai tema edisi kali ini. Harapannya dapat mendukung upaya memperkokoh makna dan implementasi integritas dalam perilaku kerja serta menjadikan Kemenkeu sebagai institusi yang memiliki kesungguhan untuk mempraktikkan integritas.

Integritas sering disederhanakan maknanya sebagai kejujuran, kebajikan, berperilaku baik dan benar, atau bermoral. Maknanya seringkali berkembang dan dikaitkan dengan pencegahan korupsi. Secara etimologis, kata integritas (integrity), integrasi (integration) dan integral (integral) memiliki akar kata Latin yang sama, yaitu “integer” yang berarti “seluruh” (“whole or entire”) atau “suatu bilangan bulat” (“a

whole number”), bilangan yang bukan bilangan pecahan (Skeat 1888, 297; Black 1825, 215-6 dalam ACCH). Jadi, sesuatu yang berintegritas merupakan sesuatu yang utuh dalam keseluruhannya, sesuatu yang tidak terbagi, dimana nuansa keutuhan atau kebulatannya tidak dapat dihilangkan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia memaknai integritas sebagai (1) mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; (2) kejujuran. Jika dikaitkan dengan integritas organisasi maka maknanya yaitu wujud keutuhan prinsip moral dan etika pegawai dalam kehidupan berorganisasi. Tahun 2011, Kemenkeu telah menetapkan Integritas sebagai salah satu nilai Kemenkeu. Integritas menurut Kemenkeu adalah berpikir, berkata, berperilaku dan bertindak dengan baik dan benar serta memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral.

Tentu tidak hanya dimaknai saja. Tidak kalah penting dari itu, bagaimana cara memperkuat implementasi budaya integritas di lingkungan Kemenkeu, khususnya dikaitkan dengan manajemen kinerja dan risiko. Rubrik Laporan Utama akan mengulas lebih dalam terkait hal ini. Wawancara dengan Inspektur Jenderal Kemenkeu pun dilakukan untuk mendapat pencerahan makna dan implementasi integritas secara lebih hakiki. Untuk mewarnai buletin kinerja edisi XXXVII ini, redaksi juga melengkapinya dengan Laporan Khusus yang mengulas H-100 Menuju Annual Meetings International

Monetary Fund-World Bank Group (AM IMF-WBG) 2018 di Bali. Tidak luput diulas pula konsep ISO 31000 Tahun 2018 terkait Risk Management – Guidelines dalam rubrik Rujukan, sebagai salah satu kerangka acuan kebijakan dan implementasi manajemen risiko Kemenkeu. Aksi unit K9, sebagai salah satu unit kebanggaan Kemenkeu untuk mendukung tugas pengawasan kepabeanan dan cukai, pun tidak dilewatkan ulasannya di rubrik Potret.

Akhirnya, redaksi mengajak sahabat buletin kinerja, dengan memperkokoh implementasi integritas pada setiap individu dalam institusi Kemenkeu, mari bersama mewujudkan visi Indonesia 2020 (Ketetapan MPR-RI No.VII/MPR/2001) yaitu terwujudnya masyarakat Indonesia yang religius, manusiawi, bersatu, demokratis, adil, sejahtera, maju, mandiri, serta baik dan bersih dalam penyelenggaraan negara. Semoga integritas bukan mimpi lagi.Salam.

editorial

Redaksi menerima tulisan/artikel untuk dimuat dalam buletin ini. Artikel ditulis dalam huruf Arial

11 spasi 1,5 maksimal 3 halaman. Tulisan artikel dapat dikirim ke email redaksi. Setiap tulisan yang masuk

menjadi milik redaksi. Redaksi berhak mengubah/mengedit setiap tulisan

yang dimuat. Bagi tulisan/artikel yang dimuat, akan diberikan souvenir

menarik.

redaksi

Diterbitkan Oleh:Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat JenderalKementerian Keuangan

PelindungMenteri Keuangan

PengarahSekretaris JenderalKementerian Keuangan

Penanggung JawabKepala Biro Perencanaandan Keuangan

RedakturFinaldo, Rahmat Widiana, Dianita Suliastuti, Suci Putri Ayu, Susmianti, Rachmad Arijanto, Moch. Asep Kurniawan

Penyunting/EditorHening Indreswari, Mei Chrissye Darliyanti, M. Suwaji, Azharuddin, Rizki Pramita Sari, Azinar Ismail, Najmudin, Agus Dwiatmoko, Eling Sri Wahyuni

Kontributor TetapManajer Kinerja Organisasi, Manajer Kinerja Pegawai

Desain Grafis & FotograferR. Aji Setiantoko, Abdul Muta’alii, Resha Aditya Pratama,Langgeng Wahyu Pamungkas

Pencetakan dan DistribusiBiro Komunikasi dan Layanan Informasi

Alamat Redaksi:Gedung Djuanda I Lt. 9Jl Dr. Wahidin Raya No. 1Jakarta 10710 Kotak Pos 21Telp. 021 3449230 pst 6252Fax. 021 3852146Website: https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/e-magazineEmail: [email protected]; [email protected]

TEKS: Moch. Asep Kurniawan

Laporan Kinerja Kementerian Keuangan Tahun 2017 FOTO: Abdul Muta’alii

4 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 5Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Edisi kali ini, Buletin Kinerja mendapat kesempatan berbincang dengan sosok wanita kelahiran Semarang. Kesan pertama yang didapat Buletin Kinerja saat bertemu dengan sosok berjilbab dan berkacamata ini adalah ramah dan hangat. Beliau adalah Triana Ambarsari, yang akrab dipanggil Ibu Ana. Ditemui di ruang kerjanya, dengan tutur katanya yang dikenal santun dan lembut, sosok ini menyambut baik tim buletin di sela-sela kesibukannya.

Ibu yang menjadi punggawa pengelolaan risiko di Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) ini menjabat sebagai Kepala Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum sejak Januari 2017. Sebelumnya, beliau menjabat sebagai Kepala Bagian SDM, DJA. Ibu ini dengan rendah hati mengaku bahwa manajemen risiko merupakan hal baru. Namun demikian, beliau memiliki kesungguhan yang tinggi untuk terus belajar dan mencari informasi sehingga dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Beliau mulai membidangi pengelolaan risiko pada masa transisi manajemen risiko di Kemenkeu yang semula berada di bawah pembinaan Itjen kemudian berpindah ke Sekretariat Jenderal, Biro Perencanaan dan Keuangan. Perubahan organisasi ini diikuti dengan perubahan peraturan terkait pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan.

Peraturan mengenai pengelolaan risiko di lingkungan Kementerian Keuangan mengalami beberapa kali perubahan yang semula PMK Nomor: 191/PMK.09/2008 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Departemen Keuangan, kemudian diubah menjadi PMK Nomor 12/PMK.09/2016 tentang Penerapan Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan. Setelah Risk Management Office (RMO) Pusat bergeser ke Biro Perencanaan dan Keuangan, kebijakan terkait manajemen risiko mengalami perubahan melalui PMK Nomor: 171/PMK.01/2016 tentang Manajemen Risiko di Lingkungan Kementerian Keuangan.

Sebagai RMO DJA, Bu Ana beserta tim pengelola risiko DJA melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pengelolaan risiko. Lebih lanjut, wanita yang memiliki hobi membaca dan memasak ini memaparkan bahwa beberapa langkah diambil, diantaranya DJA berusaha mengoptimalkan komite manajemen risiko yang melibatkan pimpinan unit dalam hal ini Dirjen maupun para eselon II. Langkah lain yang dilakukan adalah menyusun petunjuk pelaksanaan (juklak) sesuai amanah PMK Nomor: 171/PMK.01/2017 yang mengatur secara lebih rinci, memberikan gambaran yang lebih lengkap, dan lebih mudah dipahami dengan contoh-

contoh yang ada di DJA. Kemudian, secara periodik, RMO DJA juga melakukan rapat secara triwulanan maupun reviu implementasi manajemen risiko. Hal-hal tersebut dilakukan agar pengelolaan risiko di DJA lebih optimal.

Dalam menjalankan tugas sebagai RMO Unit DJA, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi diantaranya dengan adanya peraturan baru, tentunya mengubah mindset dan pola kerja sebelumnya. Selain itu pada unit DJA pengelola risiko dan pengelola kinerja masih dilakukan oleh unit yang terpisah. Beberapa unit sudah menyatukan pengelola kinerja dan pengelola risiko, namun pada unit DJA masih

terpisah. Pengelola kinerja ada di Bagian Organisasi dan Tata Laksana, sedangkan pengelolaaan risiko ada di Bagian Kepatuhan dan Bantuan Hukum. Hal tersebut menjadi tantangan sendiri bagi kedua belak pihak, terutama bagi pengelola risiko DJA. Sinkronisasi, membangun pemahaman terkait risiko atas kinerja yang akan dicapai maupun koordinasi antara kinerja dan risiko sangat diperlukan.

Wanita lulusan Universitas Diponegoro ini juga menyampaikan bahwa tim pengelola risiko DJA selalu berusaha untuk mengikuti proses penyusunan kinerja agar mendapatkan feeling, risiko mana yang mungkin dihadapi dalam pencapaian kinerja organisasi DJA.

Berbagai strategi dilakukan dalam pengelolaan risiko di DJA diantaranya sosialisasi, asistensi, maupun FGD dengan unit teknis yang merupakan user pengelolaan risiko maupun dengan pengelola risiko eselon II di lingkungan DJA. Hal tersebut tentunya harus diimbangi dengan peningkatan pemahaman terkait risiko sehingga pengelolaan risiko menjadi lebih baik lagi.

Wanita yang juga senang mengunjungi pasar tradisional ini berharap sertifikasi RMO bagi pengelola risiko di lingkungan Kementerian Keuangan dapat difasilitasi oleh RMO Pusat. Selain itu, risiko tanggung renteng perlu dikelola lebih baik dan memperkuat sinergi antar unit yang terlibat. Kemudian, perlu pengembangan sistem manajemen risiko untuk memudahkan dan menyederhanakan implementasinya.

Diakhir wawancara, wanita yang memiliki kesenangan jalan-jalan bersama keluarga besarnya, menuturkan bahwa hal yang terpenting dalam

bekerja adalah bekerja dengan ikhlas, terus

menjalani hidup dengan lebih baik karena “Tuhan

tidak tidur”. Dengan begitu pekerjaan apa pun akan menjadi mudah dan dapat dijalani dengan rasa bersyukur yang tinggi.

profilprofil

Triana AmbarsariFOTO: Abdul Muta’alii

Hal yang terpenting dalam bekerja adalah bekerja

dengan ikhlas, terus menjalani hidup dengan lebih

baik karena “Tuhan tidak tidur".

~Triana Ambarsari~

TEKS: Eling Sri Wahyuni, Moch. Asep Kurniawan

Pesan Bu Ana: “Bekerjalah Dengan Ikhlas Karena Tuhan Tidak tidur”

6 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 7Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Perkuat Budaya Integritas Melalui Manajemen Kinerja dan Risiko

TEKS: Azharuddin, Susmianti

Isu integritas pegawai di lingkungan birokrat, masih menjadi salah satu topik yang sering muncul di berbagai media. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mempunyai peran strategis di pemerintahan, hal ini menjadikan sebagai salah satu instansi yang menjadi sorotan masyarakat. Oleh karena itu, budaya integritas pegawai menjadi mutlak untuk terus ditingkatkan. Hal ini didukung dengan berbagai upaya yang tentunya harus dapat menjawab setiap pertanyaan atau keraguan yang muncul atas keberhasilan dari program reformasi birokrasi yang telah dibangun Kemenkeu.

Berbicara tentang integritas, tentunya sudah tidak asing di kalangan pegawai Kemenkeu. Dalam Keputusan Menteri Keuangan (KMK) nomor 312/KMK.01/2011 tentang Nilai-Nilai Kemenkeu, dijelaskan definisi integritas yaitu bahwa dalam berpikir, berkata, berperilaku, dan bertindak, pimpinan dan seluruh Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Kemenkeu melakukannya dengan baik dan benar serta selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral. Budaya integritas di Kemenkeu telah diperkenalkan sejak tahun 2013 dengan diterbitkannya KMK nomor 127/KMK.01/2013 tentang Program Budaya di Lingkungan Kemenkeu. Untuk mengoptimalkan implementasi program tersebut, pada tahun 2016, Menteri Keuangan menetapkan KMK nomor 974/KMK.01/2016 tentang Implementasi Inisiatif Strategis Program Reformasi Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kemenkeu. Terdapat 20 inisiatif strategis yang terbagi dalam empat tema yatu tema sentral; penerimaan; perbendaharaan, dan penganggaran.

Penguatan budaya integritas diatur dalam tema sentral, dimana salah satu inisiatif yang dilakukan yaitu penguatan budaya organisasi. Penguatan budaya organisasi dilaksanakan melalui penetapan kebijakan efisiensi birokrasi sebagai trigger perubahan budaya; penetapan budaya Kemenkeu dan menjadikannya sebagai branding perubahan budaya di lingkungan pemerintahan; penetapan kebijakan efisiensi belanja negara dan sinergi

nasional antar instansi pemerintah. Inisiatif strategis ini diharapkan dapat mewujudkan birokrasi yang efisien; meningkatkan budaya integritas; menjadi inspirasi program budaya Kemenkeu untuk instansi pemerintah lainnya; meningkatkan Indeks Persepsi Kesehatan Organisasi; dan meningkatkan Indeks Persepsi Publik atas kualitas pelayanan publik.

Penguatan budaya integritas tidak lepas dari efektivitas sistem manajemen kinerja dan risiko yang telah diimplementasikan di Kemenkeu. Secara umum, pengelolaan kinerja dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja baik pegawai maupun organisasi. Sedangkan pengelolaan risiko diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan pencapaian sasaran organisasi dan peningkatan kinerja. Untuk mengoptimalkan tujuan tersebut, Kemenkeu telah berupaya mengintegrasikan manajemen kinerja dan manajemen risiko. Misalnya,

source: https://i1.wp.com/www3.gobiernodecanarias.org/medusa/ecoblog/jtolsan/files/2012/12/imagen-cerebro-pensante-vector-material_34-57772.jpg?w=626

proses identifikasi risiko dilakukan berdasarkan Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan.

Upaya penguatan budaya integritas melalui manajemen kinerja dan risiko diwujudkan dalam berbagai aspek. Dari sisi pengelolaan kinerja, upaya yang dilakukan misalnya dalam perumusan kontrak kinerja Kemenkeu-Wide (level Menteri Keuangan) tahun 2018, telah ditetapkan SS “Organisasi yang fit

for purpose”. Fit for purpose memiliki arti bahwa organisasi beserta proses bisnis di dalamnya akan bersifat dinamis dan fleksibel sesuai dengan tuntutan kebutuhan serta dinamika transformasi kelembagaan Kemenkeu. SS ini bertujuan untuk mewujudkan organisasi yang mampu mewadahi dan memfasilitasi kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Pencapaian SS ini diukur melalui tiga IKU yang mendukung upaya peningkatan budaya integritas, yaitu (1) Persentase implementasi inisiatif RBTK; (2) Tingkat pemenuhan unit kerja terhadap kriteria ZI WBK; dan (3) Indeks Persepsi Integritas.

Selanjutnya, terdapat beberapa IKU lainnya yang ditetapkan dalam rangka peningkatan budaya integritas, di antaranya yaitu IKU “Persentase rekomendasi strategi komunikasi yang ditindaklanjuti” pada Kemenkeu-One-Two Sekretariat Jenderal; IKU “Persentase informasi perbuatan koruptif yang dilaporkan dari dan/atau ke KPK/Penegak hukum pada Kemenkeu-One-Two Inspektorat Jenderal (Itjen); IKU “Persentase rekomendasi Itjen (policy recomendation

dan hukuman disiplin) yang telah ditindaklanjuti” pada Kemenkeu-One Itjen dan Kemenkeu-Two yang membidangi kepatuhan internal di seluruh unit eselon I.

Dari sisi pengelolaan risiko, penguatan budaya integritas menjadi salah satu perhatian Kemenkeu yang diwujudkan melalui identifikasi dan perumusan rencana penanganan risiko dan dituangkan dalam dokumen Piagam Manajemen Risiko.

Beberapa rencana penanganan risiko yang akan dilaksanakan di antaranya melalui: pelaksanaan kegiatan internalisasi nilai-nilai Kemenkeu; penetapan Program Budaya Baru Kemenkeu (rebranding

values; penguatan implementasi kode etik pegawai; penguatan

implementasi kode etik pegawai; dan Culture

re-assesment); penyusunan Integrity Framework; implementasi Culture Quality Management (sebagai quality assurance); penyusunan sistem monitoring/penguatan implementasi budaya; serta penerapan Strategi Komunikasi dalam rangka merespon berita negatif. Selain itu, terdapat risiko yang juga mendukung budaya integritas pada level Kemenkeu-One, dengan harapan dapat mendorong pegawai untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih berintegritas.

Keberhasilan sistem manajemen kinerja dan risiko dalam mendukung penguatan budaya integritas tidak terlepas dari komitmen pimpinan dan partisipasi aktif seluruh pegawai. Kemungkinan adanya resistensi pegawai terhadap perubahan tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, peran agen perubahan menjadi tidak kalah penting dalam mengkomunikasikan nilai-nilai integritas kepada seluruh pegawai. Selain itu, kesinambungan program budaya tentunya dapat terus dipertahankan dan bahkan ditingkatkan. Pada akhirnya, penguatan budaya integritas di Kemenkeu tidak hanya sebatas program belaka, namun juga dapat memberi makna nyata menuju Kemenkeu yang lebih baik.

laporan utamalaporan utama

8 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 9Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

laporan khusus

*)

100 hari terhitung sejak waktu penulisan artikel ini

sampai dengan jadwal pertemuan puncak AM IMF-

WBG 2018

Rangkaian pertemuan tahunan International

Monetary Fund dan World Bank (AM IMF-WBG) 2018 akan diselenggarakan di Bali mulai tanggal 8 Oktober 2018 dengan pertemuan puncak pada 12 – 14 Oktober 2018. Persiapan penyelenggaraan oleh pemerintah yang tergabung dalam Panitia Nasional (PanNas) sampai dengan akhir Mei 2018 telah mencapai 77% dan masih berstatus on-track. Pada akhir bulan Juli 2018, perkembangan persiapan ditargetkan dapat mencapai 85%, sedangkan sisanya, sesuai rencana diharapkan selesai di bulan September 2018.

Pertemuan AM IMF-WBG akan diisi dengan kurang lebih 2.000 jadwal pertemuan dan dihadiri oleh seluruh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara anggota IMF-WBG dan 3.500-4.000 delegasi resmi, 3.500-4.500 executive dari industri keuangan termasuk investor, 1.000-1.500 pegawai IMF-WBG, 1.000-1.500 Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), akademisi, parlemen, media, dan observer dengan estimasi total peserta tidak kurang dari 12-15 ribu orang. Di sisi lain, penyelenggaraan perhelatan ekonomi terbesar dunia tersebut merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk memanfaatkan kehadiran pimpinan negara dan delegasi dalam memajukan kepentingan nasional diantaranya melalui showcase potensi-potensi dari kemajuan ekonomi dan pembangunan Indonesia serta keragaman seni dan budaya Indonesia.

Untuk itu, PanNas melalui koordinasi intensif dengan Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN telah mempersiapkan sejumlah aspek penyelenggaraan mencakup space planning, penyelenggaraan acara, penyelenggaraan kantor, liaison

officers, protokoler, pengamanan, transportasi, logistik, strategi komunikasi publik, infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, imigrasi, hospitality services,

registrasi, rencana evakuasi, penanganan medis, dan kondisi force majeure, serta aspek-aspek lainnya. Keseluruhan proses persiapan tersebut dilaksanakan dengan tetap menjaga tata kelola yang baik dan efisiensi serta melalui evaluasi pihak Meeting Team

Secretariat (MTS) dari IMF-WBG untuk memastikan penyelenggaraan pertemuan memenuhi standar pelaksanaan pertemuan IMF-WBG selama ini.

Selain persiapan penyelenggaraan pertemuan AM IMF-WBG, PanNas juga mempersiapkan penyelenggaraan sejumlah program yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia, atau Program Tuan Rumah, di sela pertemuan AM IMF-WBG. Program tersebut meliputi sejumlah kegiatan seperti pencapaian pembangunan infrastruktur, kekayaan ragam seni, budaya, dan potensi pariwisata Indonesia di dalam Paviliun Indonesia, Indonesia Cultural Performance, dan Indonesia Food Festival. Selain itu, Indonesia juga akan menyelenggarakan ASEAN Leaders Gathering di sela pertemuan AM IMF-WBG untuk mendorong pencapaian isu-isu prioritas regional dan sinerginya dengan agenda global termasuk agenda pembangunan berkelanjutan.

Partisipasi dan kepemimpinan Indonesia dalam agenda global juga ingin ditunjukkan untuk memaksimalkan manfaat yang diperoleh Indonesia sebagai tuan rumah pertemuan terbesar di bidang ekonomi dan keuangan. Untuk itu, PanNas terus berkoordinasi dengan IMF-WBG guna memastikan sejumlah isu yang terkait dengan kepentingan nasional untuk dapat dimasukkan dalam rangkaian pertemuan IMF-WBG. Sejumlah topik strategis yang akan diangkat telah disosialisasikan dalam rangkaian kegiatan Voyage to Indonesia, antara lain digital economy, urganisation, human capital, dan disaster

risk financing. Isu-isu lain yang juga hendak diangkat mencakup climate change, financial deepening, sharia

economy, biofuel, marine debris dan beberapa isu lainnya yang akan diterjemahkan ke dalam agenda diskusi, pertemuan, maupun aktivitas lain.

Dengan persiapan penyelenggaraan yang matang tentu diharapkan agar peran Indonesia sebagai tuan rumah dalam pertemuan IMF-WBG dapat berjalan sukses sehingga dapat memperkuat kapasitas dan reputasi Indonesia dalam hospitality

dan penyelenggaraan pertemuan/event internasional. Namun lebih dari itu, Indonesia dapat menunjukkan

citranya sebagai negara yang telah melakukan reformasi, tangguh, dan progresif serta siap bersinergi dan berkontribusi aktif dalam melaksanakan prioritas-prioritas global. Dengan semakin dekatnya waktu penyelenggaraan pertemuan IMF-WBG, koordinasi dan sinergi masing-masing pihak harus semakin diperkuat untuk menyambut kedatangan ‘dunia’ di Bali pada Oktober nanti.

Untuk informasi lebih lanjut mengenai progress persiapan penyelenggaraan pertemuan AM IMF-WBG 2018 dan kegiatan terkait dapat mengunjungi situs resmi tuan rumah di www.am2018bali.go.id.

TEKS: Regina Patricia Mboeik, Sekretariat Tim Persiapan AM

H-100 Menuju Annual Meetings International Monetary Fund – World Bank Group

(AM IMF-WBG) 2018 di Bali*)

laporan khusus

Konferensi pers tanggal 4 Juni 2018 di Kementerian Keuangan terkait progress penyelenggaraan Annual Meeting 2018FOTO: Agus Trihananto, Biro KLI

10 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 11Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

wawancarawawancara

TEKS: Mei Chrissye Darliyanti, Rachmad Arijanto

Penguatan Budaya Integritas Melalui “Three Lines of Defence”

“Prinsip “know your employees” harus dikembangkan, sehingga pimpinan mengetahui keadaan riil

di lapangan dan mengetahui betul keadaan bawahannya."

-Sumiyati, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan-

FOTO: Abdul Muta’alii

Dalam mengemban amanah dan menjalankan peran strategis Kementerian Keuangan (Kemenkeu) terkait pengelolaan fiskal, diperlukan integritas yang kuat dari seluruh jajaran Kemenkeu. Untuk mewujudkan Kemenkeu menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif diperlukan terus upaya penguatan integritas di Kemenkeu. Oleh karenanya integritas tidak hanya sebagai nilai yang dianut Kemenkeu namun perlu menjadi budaya yang kuat di seluruh organisasi. Terkait hal tersebut, Inspektorat Jenderal Kemenkeu (Itjen) selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) Kemenkeu, memiliki peran dalam mendukung upaya penguatan budaya Integritas di Kemenkeu. Tim Buletin Kinerja mendapat kesempatan untuk menggali informasi upaya yang dilakukan Itjen Kemenkeu dalam mendukung penguatan integritas di Kemenkeu. Berikut rangkuman hasil wawancara Tim Buletin Kinerja dengan ibu Sumiyati, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.

Memperkuat “Three Lines of Defence”

Berbicara tentang penguatan integritas, 3 (tiga) hal yang harus menjadi prioritas adalah peningkatan kualitas Governance, Risk, and Control (GRC) di seluruh Kemenkeu. Dalam rangka melaksanakan GRC ini, Kemenkeu telah membangun Sistem Pertahanan 3 (tiga) Lapis atau yang dikenal dengan “Three Lines of

Defence” . Ke tiga lini tersebut memiliki peran yang penting dalam mendukung penerapan GRC, termasuk penerapan “Enterprise Risk Management” (ERM) di Kemenkeu.

Upaya yang telah dilakukan Itjen dalam upaya mendukung penguatan lini pertama (the first line of

defence) adalah melakukan pemetaan risiko pada proses bisnis utama Kemenkeu yang dihadapi oleh setiap unit eselon I ke dalam suatu matriks yang dikenal dengan Risk Control Matrix (RCM). Hal ini akan mendukung Itjen dalam melaksanakan risk based audit. Salah satu unit yang dijadikan piloting adalah Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Setelah RCM disusun pada setiap proses bisnis, kemudian dilakukan pemantauan dan audit dengan sistem yang telah terkomputerisasi.

Hal ini dapat menjadi early warning system,

apabila ditemukan anomali, maka Itjen akan cepat tanggap dan segera memberikan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan. Dalam upaya memperkuat first line dibutuhkan orang yang benar-benar tekun menjalani tugasnya. Diperlukan juga pengembangan kompetensi untuk menyepadani cepatnya perkembangan ilmu mengenai risk management. Konsep manajemen risiko terus berkembang pesat. Saat ini, risk based audit tidak hanya sebatas menggunakan tools seperti risk control

matrix tetapi juga ditambahkan fraud risk assessment.

Metode pelaksanaan fraud risk assessment dimulai dari penetapan suatu proses bisnis, kemudian dianalisis kemungkinan terjadinya risiko dan fraud. Oleh karena itu perlu suatu skenario audit sebagai upaya pencegahan tehadap risiko dan fraud tersebut. Saat Kementerian Keuangan berbenah diri, maka akan ada beberapa perbaikan pada proses bisnis. Pada saat dilakukannya perbaikan dan penyempurnaan proses bisnis tersebut, risk control matrix-nya pun juga harus di-adjust, sehingga proses ini merupakan sebuah living

document yang akan terus bergerak.

Penguatan lini kedua (the second line of defence) adalah mendorong penguatan peran dan fungsi seluruh unit kepatuhan internal di Kementerian Keuangan. Saat ini unit kepatuhan internal memiliki berbagai variasi baik nomenklatur maupun levelnya dalam struktur organisasi masing-masing unit eselon I.

Perlu direviu kembali agar dapat berfungsi efektif dan tepat sasaran dengan mempertimbangkan besar kecilnya organisasi, risiko yang dihadapi oleh setiap unit eselon I, dan kompleksitas pelaksanaan tugasnya. Selain itu, pegawai yang ditempatkan di Unit Kepatuhan Internal (UKI) harus memiliki integritas yang tinggi serta kapasitas dan kompetensi yang memadai. Oleh karenanya, diperlukan komitmen pimpinan dalam memperkuat integritas dan fungsi GRC di unit masing-masing.

Untuk mendukung penguatan UKI, Itjen melakukan pembinaan dan mengembangkan kompetensi para pegawai kepatuhan internal pada setiap satker. Di internal Itjen, untuk meningkatkan kompetensi pada auditor mulai diaktifkan kembali community of practice, yaitu wadah yang memberikan guide kepada para auditor agar dapat melaksanakan tugas dengan baik. Kontrol atas mekanisme pelaporan dan pengawasan UKI juga disempurnakan melalui penetapan KMK No. 940/KMK.09/2017 tentang Kerangka Kerja Penerapan Pengendalian Intern dan Pedoman Pemantauan Pengendalian Intern di Lingkungan Kementerian Keuangan. Berdasarkan peraturan ini, pelaporan hasil audit tidak hanya dilaporkan kepada atasan, namun jika ditemukan fraud

juga dilaporkan kepada Inspektur Jenderal. Itjen juga melalukan program secondment dan secondtier dengan unit eselon I lain agar tercipta learning by doing sesama pegawai Kementerian Keuangan.

Terakhir, penguatan lini ketiga (the third line of

defence) yaitu pada sisi kelembagaan Itjen. Upaya yang telah dilakukan adalah “Gerakan Pulang Kampung” dengan menempatkan kembali para auditor sesuai dengan bidang keahliannya masing-masing. Sebagai contoh auditor yang ahli perpajakan dikembalikan ke Inspektorat yang menangani pajak. “Hal ini dilakukan agar para auditor dapat lebih fokus dalam mengawal reform pada unit eselon I yang menjadi mitra kerjanya.” ujar wanita kelahiran Sragen ini sembari mempersilahkan Tim Buletin Kinerja menikmati teh hangat.

Komunikasi kepada Stakeholder Eksternal

Upaya penguatan budaya integritas di Kemenkeu, tidak hanya melalui internalisasi kepada seluruh pegawai, namun juga perlu dikomunikasikan kepada stakeholder eksternal. Untuk meningkatkan komunikasi kepada pihak eksternal, Itjen berusaha untuk selalu aktif dalam forum-forum strategis misalnya Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI).

12 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 13Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

wawancara potret

S

uasana sunyi dirasakan tim buletin kinerja saat

memasuki salah satu sudut kompleks Kantor Pusat

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Namun

saat dua tiga langkah lagi mendekati barisan jerusi besi,

mulai terdengar riuh salak anjing saling bersahutan seakan

menyambut kedatangan tim kami. Beginilah suasana di Unit

Pendidikan dan Pelatihan Anjing Pelacak Narkotika, DJBC.

Didukung oleh 16 orang pawang anjing (dog handler) dan 4

orang instruktur, seluruh anjing pelacak milik DJBC dilatih

setiap hari untuk dapat melacak keberadaan obat terlarang

yang keluar masuk secara illegal melalui bandara maupun

pelabuhan nasional.

Unit Anjing Pelacak Narkotika, DJBC atau yang lebih familiar disebut dengan Unit K-9 dibentuk sejak tahun 1981 untuk mendukung pelaksanaan fungsi DJBC sebagai Community Protector, khususnya barang larangan seperti narkotika dan psikotropika. Penggunaan anjing pelacak DJBC (K-9) sebagai alat pengawasan dalam mendeteksi narkotika dan

psikotropika dinilai cukup efektif bila dibandingkan dengan mesin pendeteksi. Karena selain memiliki penciuman yang tajam, K-9 juga memiliki mobilitas yang tinggi dalam berbagai situasi dan kondisi.

Saat ini, modus penyelundupan narkotika pun semakin berkembang dengan cara-cara yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Mengantisipasi hal ini, Unit K-9 mengembangkan tiga Program Pelatihan unggulan yaitu Container Examination Dog yang pilot

project-nya di Unit K-9 Kanwil Jateng-DIY, Border Dog yang pilot project-nya akan dilakukan di Unit-K-9 Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat (di perbatasan darat Indonesia dan Malaysia) serta Marine Dog yang pilot

project-nya di Kanwil Batam. Untuk mewujudkan ketiga spesifikasi program tersebut, dibutuhkan anjing dengan kualifikasi keberanian, penciuman, dan semangat yang lebih dibandingkan anjing yang dimiliki saat ini. Dari seluruh anjing yang dimiliki K-9, baru ada 2 anjing yang telah memenuhi spesifikasi sebagai marine dog yaitu Andro dan Dee.

TEKS: Asih Nurbaiti Hasan Basri, Rachmad Arijanto

"In Dog, We Trust"

Keakraban handler dengan K9-nya FOTO: Dovan Wida, DJBC

Sumiyati, Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan FOTO: Abdul Muta’alii

Inspektur Jenderal Kemenkeu ditetapkan sebagai ketua AAIPI. Forum ini merupakan ajang pertukaran komunikasi bagi para APIP dan rutin mengadakan pertemuan setiap bulan. Selain itu, para pejabat dan auditor Itjen pun juga terlibat keanggotaan komite AAIPI dan menjadi motor pada forum tersebut, seperti komite kode etik, komite standar audit, komite telaahan sejawat dan komite pengembangan profesi. Melalui forum ini Itjen juga melakukan sharing

knowledge kepada APIP kementerian/lembaga (K/L) lain dan diharapkan dapat menjadi mitra BPKP untuk meningkatkan kualitas APIP dalam pengawasan pengelolaan keuangan di K/L masing-masing.

Tantangan dan Harapan

Memperkuat budaya integritas tidak semudah membalikkan telapak tangan, Perlu waktu untuk mengubah mindset masing-masing personal. Pertama komitmen pimpinan harus kuat. Kedua pimpinan harus menjadi role model bagi pegawai dalam mendorong perwujudan nilai-nilai (value) Kementerian Keuangan, mulai lini terbawah hingga ke level manajerial. Reward and punishment harus benar-benar dijalankan. Menerapkan reward and punishment tidaklah mudah, karena sebagai orang timur, sangat wajar orang senang menerima reward, tetapi masih segan jika memberikan punishment. “Jadi solusinya semua itu harus segera dilaksanakan dan tidak dapat ditawar-tawar lagi.” tegas lulusan Central Queensland University Australia ini.

Ketiga adalah penguatan sistem, yaitu setiap pekerjaan harus terintegrasi dalam suatu sistem yang terstruktur sehingga dapat termonitoring. Keempat pimpinan sebagai leader wajib mengenal dan mengetahui setiap bawahannya. Prinsip “know

your employees” harus dikembangkan, sehingga pimpinan mengetahui keadaan riil di lapangan dan mengetahui betul keadaan bawahannya. Grooming dengan rekan-rekan sekerja juga harus dilakukan dengan baik, dan terakhir compliance harus ditegakkan”, pungkas mantan Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tahun 2011-2015 mengakhiri pembicaraan sore itu.

14 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 15Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Potret

Keterbatasan Bukanlah Penghalang

Anjing bukanlah sebuah komoditi yang bisa dibeli atau diperoleh dengan mudah, terlebih bagi anjing berkualifikasi khusus untuk menjadi anjing pelacak. Tidak ada standar harga yang dapat dijadikan pembanding karena harga sepenuhnya bergantung pada Owner. Meskipun saat ini sudah ditetapkan anggaran yang cukup tinggi untuk membeli seekor anjing, namun harga pasar anjing kerap kali membuat K-9 kesulitan untuk mendapatkan anjing dengan kualitas terbaik. Selain itu, standar harga tertinggi yang ditetapkan di Kemenkeu, masih lebih rendah dibanding salah satu instansi lain yang juga memiliki anjing pelacak. Sarana dan prasana yang memadai juga semakin dibutuhkan untuk menunjang kualitas output.

Namun demikian, hal tersebut tidak menghalagi K-9 untuk melahirkan anjing pelacak yang kompeten. K-9 telah berhasil meraih banyak prestasi dalam mengungkapkan penyelundupan narkoba dan psikotropika, diantaranya pelacakan narkoba seberat 2,9 gram di dalam kontainer berisi barang pindahan. Bayangkan, betapa hebatnya seekor anjing dapat mencium bau benda sekecil itu dari luar kontainer yang penuh berisi berbagai macam barang heterogen.

Prestasi K-9 lainnya adalah saat Andro seekor marine dog mendapatkan sertifikat penghargaan dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atas jasanya mengungkap penyelundupan Methamphetamine seberat 1,622 ton di Batam pada bulan Mei 2018 yang lalu. Ini hanya merupakan dua dari sekian banyak prestasi yang telah diraih K-9, yang telah berhasil menyelamatkan keuangan negara akibat kerugian dari penyelundupan.

Kunci Kesuksesan

Melihat kinerja K-9 yang membuahkan banyak prestasi, mungkin kita bertanya-tanya “apa sih Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan pada Unit K-9 ini?”. IKU pada K-9 ditetapkan pada kegiatan perawatan, pelatihan, serta kegiatan operasi atau pelacakan narkotika. Daerah operasi K-9 dilaksanakan pada bandar udara, kargo, kantor pos, pelabuhan laut, pos lintas batas, dan perbantuan ke instansi lain.

Meskipun berupa kegiatan rutin, namun kegiatan itulah yang menjadi kunci suksesnya unit K-9.

Tanpa perawatan yang baik misalnya, para anjing akan mudah terkena penyakit sehingga tidak dapat maksimal dalam melakukan operasi. Kompetensi, militansi, serta rasa cinta para instruktur dan handler

terhadap K-9 juga berperan besar terhadap kesuksesan K-9. Ikatan batin dan rasa saling percaya menjadikan pasangan handler dan K-9 semakin solid, bahkan jargon mereka adalah “In Dog, We Trust”, yang berarti bahwa setiap kali K-9 menunjukkan reaksi positif atas keberadaan narkotika maka handler dan instruktur yakin bila memang terdapat narkotika pada tempat tersebut.

Tantangan dan Harapan

Tantangan yang akan dihadapi K-9 pada tahun 2019 adalah membuat program Tobacco

Dog dan Currency Dog. Adanya currency dog untuk meningkatkan tools pengawasan terhadap money

laundry. Untuk itu, tentunya diperlukan kompetensi instruktur dan handler serta sarana prasana yang memadai. Sehingga K-9 berharap dapat meningkatkan sarana prasarana yang ada, khususnya peningkatan sarana prasarana pelatihan indoor serta wisma sebagai LIHAT AKSI K-9

CHECK THIS OUT

k-9 in action di bandara FOTO: Biro KLI

tempat tinggal instruktur dan handler. Terlebih, saat ini kualitas dan kompetensi K-9 telah diakui secara nasional maupun internasional, sehingga instansi serupa di Indonesia sering meminta untuk melakukan latihan bersama begitu pula dengan custom Zimbabwe dan Pakistan.

Potret

Gerbang utama unit pendidikan dan pelatihan K-9 FOTO: Bagian PKR

16 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 17Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

TEKS: Rd. Aji Setiantoko, Rachmad Arijanto

rujukan

Sekilas ISO 31000 : 2018

Risiko adalah dampak dari ketidakpastian terhadap pencapaian tujuan organisasi (ISO 31000). Seperti kita ketahui bersama ancaman risiko saat ini terus tumbuh baik pada pemerintahan, organisasi/perusahaan, maupun masyarakat. Melihat satu dekade lalu, banyak organisasi/perusahaan yang mengalami kejatuhan karena kurangnya kemampuan untuk menangani risiko dengan baik. Salah satu contohnya adalah Lehman Brothers. Oleh karenanya perlu adanya manajemen risiko yang mampu memberikan keyakinan memadai bagi organisasi untuk mengelola risiko pada level yang dapat diterima. Salah satu metodologi yang digunakan dalam mengelola risiko adalah ISO 31000.

ISO 31000 merupakan standar manajemen risiko yang dijadikan panduan penerapan risiko yang terdiri atas tiga elemen, yaitu prinsip, kerangka kerja, dan proses. Prinsip manajemen risiko merupakan dasar praktik atau filosofi manajemen risiko. Kerangka kerja adalah pengaturan sistem manajemen risiko secara terstruktur dan sistematis di seluruh bagian organisasi. Sedangkan proses merupakan aktivitas pengelolaan risiko yang berurutan dan saling terkait.

Pada Februari 2018, organisasi standar internasional ISO menerbitkan ISO 31000:2018 Risk management – Guidelines menggantikan ISO 31000:2009 Risk management -- Principles and guidelines yang diterbitkan pada November 2009. Diagram yang menggambarkan hubungan prinsip, kerangka kerja, dan proses manajemen pada versi 2009 dilakukan penyempurnaan, yang semula merupakan rangkaian unsur yang berurutan, pada versi 2018 menjadi suatu sistem terbuka yang saling berkaitan.

Prinsip manajemen risiko pada versi 2009 terdiri dari 11 prinsip disempurnakan menjadi 1 tujuan dan 8 prinsip pada versi 2018. Satu prinsip, yaitu “value creation and protection”, diubah menjadi tujuan manajemen risiko. Dua prinsip, yaitu “part of decision

making” dan “explicitly addresses uncertainty” dihapus.

Delapan prinsip lain disederhanakan pernyataannya menjadi integrated, structured & comprehensive, customized,

inclusive, dynamic, best available information, human &

cultural factors, dan continual improvement.

Kerangka manajemen risiko pada versi 2009 juga disempurnakan dari 5 komponen menjadi 6 komponen pada versi 2018. Komponen “mandate and

commitment” diubah menjadi “leadership & commitment”

rujukan

Referensi:https://ibfgi.com/risk-management-31000/http://click.crmsindonesia.org/pembaruan-iso-31000.phphttps://www.theirm.org/media/3513119/IRM-Report-ISO-31000-2018-v3.pdf

dan dipindahkan letaknya menjadi di pusat komponen lainnya. Komponen “integration” ditambahkan sebagai komponen yang mengawali komponen lain. Empat komponen lain disederhanakan pernyataannya menjadi “design, implementation, evaluation, dan improvement”.

Proses manajemen risiko relatif tidak berubah. Proses “establishing the content” diubah namanya

Diagram ISO 31000:2009

menjadi “scope, context, criteria”. Proses “recording

& reporting” dicantumkan secara eksplisit di dalam diagram setelah sebelumnya hanya ada pada bagian teks pada versi 2009.

ISO 31000:2018 menekankan tujuan manajemen risiko, yaitu menciptakan dan melindungi nilai. Tujuan itu diwujudkan dengan (1) meningkatkan kinerja; (2) mendorong inovasi; dan (3) mendukung pencapaian sasaran. Manajemen risiko adalah bagian dari tata kelola (governance) dan harus terintegrasi di dalam proses organisasi. Penerapan manajemen risiko memerlukan kepemimpinan dan komitmen dari top

management, serta keterlibatan aktif dari semua anggota organisasi.

Penyempurnaan ini tentunya akan menambah warna baru dalam implementasi pengelolaan risiko secara umum termasuk di lingkungan Kementerian Keuangan, mengingat ISO 31000 menjadi salah satu acuan dalam perumusan kebijakan pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan. Beberapa penyempurnaan tersebut tentunya akan mewarnai penyempurnaan kebijakan pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan.

Dengan masuknya komponen “integration” dalam kerangka kerja manajemen risiko versi 2018, diharapkan dapat lebih memperkuat proses integrasi manajemen risiko dengan seluruh proses bisnis yang dijalankan organisasi. Saat ini pengelolaan risiko di Kementerian Keuangan sudah mulai diintegrasikan dengan pengelolaan kinerja yang ditujukan untuk mendorong serta meningkatkan ketahanan organisasi dalam upaya meningkatkan kinerja. Hal ini tentunya selaras dengan tujuan manajemen risiko dalam ISO 31000:2018. Ke depan akan dibentuk forum bersama antara fungsi perencanaan, anggaran, kinerja & risiko, perbendaharaan serta pelaporan di Kementerian Keuangan, sehingga diharapkan implementasi kelima fungsi tersebut menjadi sebuah siklus yang berkesinambungan.

18 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018 19Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Daftar Partisipan Kuisioner Pembaca Buletin Kinerja Edisi XXXVI yang Beruntung:

1. Dwi Putri Pelaksana, DJPK

2. Noven Kusuma Pelaksana, Sekretariat BPPK

3. Febridony Pelaksana, Sekretariat DJPPR

4. Alek Setiyawan Pelaksana, Biro Organta Setjen

5. Devi Listiyani Pelaksana, Pusintek Setjen

6. Meyka Dhian Pelakasana, PKO DJPb

7. Maria Pransiska Pelaksana, Biro Bantuan Hukum Setjen

8. Aditya Eka M Pelaksana, Subbag TU Inspektorat IV

9. Tri Djoko Pelaksana, Subbagian TU Biro Umum Setjen

10. Tasnim Muhammad Pelaksana, Bagian Umum Setditjen DJP

snack corner

11. Rido fadila Pelaksana, Bidang Kepatuhan Internal, Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat

12. Ahmad Adzkya Hudamirobby Pelaksana, Bagian Organisasi dan Kepatuhan Internal, BKF

13. Adina WP Pelaksana, Bidang Penyelenggaraan, Pusdiklat Pajak, BPPK

14. Arum Saen Tri Agustina Pelaksana, Sekretariat DJPPR

15. Nina Sakinah Pelaksana, Kanwil DJBC Kalimantan Bagian Barat

16. Mukhlis Kepala Seksi TCHD2, Direktorat Teknis dan Fasilitas Cuka DJBC

17. Rahmat August Maladzi Pelaksana, Kanwil DJBC Khusus Papua

18. Muhammad Yogi Nirwan Siregar Pelaksana Subbagian Umum dan KI, KPP Madya Medan

19. Moch. Heru Subagyo Kepala Seksi Pengendalian Risiko, Kantor Pusat DJBC

20. Fety RN Pelaksana, KPKNL Balikpapan

21. Asep Alipudin Sekretaris Dekan, Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan Bogor

22. Kharisma Khoirunnisa Pelaksana, KPPBC TMP C MADURA

23. Rianda Imanullah Pelaksana, Kantor Pengelolaan Pemulihan Data, Pusintek Setjen

24. Jordan Kepala Sub Bagian PKO, DJPb

25. Eko Pranto Prastyo Kasubsi KPT, KPPBC TMP C Ketapang

26. Jatmiko Setyawan Kepala KP2KP Muntilan

SCAN BARCODESusunlah potongan gambar disamping menjadi sebuah

gambar yang utuh kemudian jawab pertanyaan dari SCAN BARCODE DIATAS

*dapatkan gimmick menarikk{

Internalisasi Visi dan Misi Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan Tahun 2018 di Aula Juanda Lantai Mezzanine, Gedung Juanda I, Sekretariat JenderalFOTO: Biro Umum, Setjen

Dialog Kinerja Organisasi (Rapimja) Triwulan I Tahun 2018 di Ruang Rapat Entikong, Gedung Kalimantan, Kantor Pusat DJBCFOTO: Biro Umum, Setjen

snap shot

20 Buletin Kinerja Edisi XXXVII/Kuartal III 2018

Penguatan budaya integritas menjadi komponen penting dalam mendukung keberhasilan program reformasi birokrasi dan mewujudkan good

governance di lingkungan Kementerian Keuangan. Sebagai pengelola kinerja di lingkungan Ditjen Perbendaharaan, saya menerjemahkan penguatan budaya integritas ke dalam pelaksanaan manajemen kinerja Ditjen Perbendaharaan, yang didukung dengan implementasi Strategy Focused Organization.

Manajemen kinerja menjadi salah satu faktor penting yang mengubah paradigma integritas menjadi sesuatu yang humanis dan applicable untuk diterapkan dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-hari. Wujud nyatanya adalah melalui pelaksanaan Kontrak Kinerja individu oleh masing-masing pejabat dan pegawai yang menuntut adanya kejujuran, inisiatif, dan akuntabilitas. Hal tersebut didukung juga melalui peran sentral pimpinan dalam memberikan keteladanan secara konsisten. Dengan demikian, penerapan integritas di lingkungan Ditjen Perbendaharaan dibangun dengan mindset yang baik, dan bukan menjadi sesuatu yang menakutkan.

Selain itu, penguatan integritas yang dilakukan melalui peningkatan kualitas manajemen kinerja telah membantu Insan Perbendaharaan menumbuhkan self confidence dan kebanggaan pribadi terhadap tanggung jawab pekerjaan yang telah diamanatkan, serta memperoleh perhatian pimpinan melalui peningkatan kesejahteraan para pejabat dan pegawai. Semoga ke depannya, Kementerian Keuangan tetap menjadi leading unit dalam penguatan budaya integritas, serta mampu mewujudkan Visi organisasi.

Dalam mengimplementasikan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan perlu dibangun lingkungan yang mendukung. Langkah awal yang perlu dilaku-kan adalah memperkuat peran pimpinan sebagai role model dalam penerapan Nilai-Nilai Kementerian Keuangan dan manajemen risiko. Dalam Keputusan Dirjen Perbendaharaan No. 796 Tahun 2016 tentang Pedoman Penerapan Ma-najemen Risiko di Lingkungan DJPb, kami mencoba menerjemahkan langkah pengembangan budaya sadar risiko, diawali dengan keterlibatan pimpinan se-cara langsung dari perumusan hingga pelaksanaan dan pemantauannya. Kami juga melengkapi profil risiko kami dengan risiko terkait integritas. Meskipun risiko ini tidak pernah terjadi, dan tidak diperlukan adanya mitigasi, namun hal ini tetap kami pantau. Selain itu, DJPb memiliki perangkat Unit Kepatuhan Internal yang memiliki tugas melakukan uji kepatuhan terhadap beberapa proses yang diang-gap masih rawan, terutama pelayanan front office. Di luar itu kami juga memiliki kegiatan penilaian pelaksanaan kepatuhan internal terhadap penerapan mana-jemen risiko yang mencakup implementasi manajemen risiko (termasuk budaya sadar risiko), pengendalian internal, kode etik dan gratifikasi. Hasil penilaian ini menjadi IKU Kemenkeu-Two direktorat dan Kanwil DJPb serta diumumkan da-lam acara Risk Culture Award pada saat Rapimnas. Hal ini didukung pula dengan program nasional WBK/ WBBM, dimana DJPb telah berinisiasi secara internal melakukan akselerasi Pembanguan Zona Integritas (ZI) menuju WBK/WBBM. Pada tahun 2017, jumlah unit kerja yang secara bertahap ikut serta dalam pro-gram ini sebanyak 66 KPPN dan tahun 2018 sebanyak 82 KPPN. Selain itu, pada tahun ini DJPb telah mengikuti penilaian pembangunan ZI menuju WBK di lingkungan Kementerian Keuangan yang sampai saat ini telah terdapat 20 unit kerja yang lolos kriteria dan disampaikan ke KeMenpan & RB dan 3 unit kerja yang mengikuti penilaian WBBM oleh Tim Penilaian Nasional (TPN). Jadi membangun budaya integritas dan sadar risiko, tidak cukup ha-nya dengan himbauan saja tetapi kita juga perlu membangun lingkungan yang mendukung, dimulai dari sisi kebijakan, institusi, kepemimpinan, dan penera-pan di lapangan, selain itu dibutuhkan reviu agar dapat berjalan dengan optimal.

kata mereka

Tips dan Trik Penguatan Budaya Integritas Melalui Manajemen Kinerja dan Risiko

Jordan, Kepala Subbagian Pengelolaan Kinerja dan Organisasi

Arif Kurniadi,Kepala Subbagian Manajemen Risiko