Upload
m-hannifan
View
52
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Zaman ini, adalah zaman yang sudah sangat memprihatinkan sekali, dimana segalanya mulai dinilai dengan uang, tetapi hal-hal yang mendasar dan penting malah dilupakan. Kemanusiaan menjadi seperti tak ada nilainya lagi, uang lah yang berkuasa diatas segalanya. Sehingga kemiskinan jadi tak terbantahkn lagi. Hal inilah yang mendorong manusia menjadi lebih giat dalm berusaha dan bekerja, mereka kadaknjuga bekerja itu juga mulai melupakan sisi kemanusiaan atau sisi positif lainnya, dengan alasan untuk mencapai sesuatu yang diinginkannya, maka segala cara pun ditempuh. Tidak peduli apakah yang dipilih itu adalah cara yang paling baik atau malah cara yang mendobrak semua norma yang ada, dan menghalalkan segala cara untuk mencukupinya.
Citation preview
LAPORAN WAWANCARA MENDALAM
FOTO KEMANUSIAAN
PRT DAN URBANISASI
Oleh :
Nama : Syarief Muhammad Hannifan
NIM : 08711158
Kelompok : 20
Tutor : dr. Sunarto
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2008 / 2009
Transkrip Wawancara
Tempat wawancara : Rumah dimana tempat responden bekerja sebagai
pembantu rumah tangga
Waktu wawancara : Minggu, 4 Januari 2009 sekitar pukul 15.00 WIB, di
Sukoharjo, Jawa Tengah
Sebelum mewawancarai responden, penulis sebelumnya sudah meminta
izin kepada responden untuk diwawancarai, selain itu penulis juga sudah meminta
izin kepada pemilik rumah, atau lebih tepatnya kepada orang yang menggunakan
jasa responden sebagai pembantu rumah tangga. Setelah proses perizinan selesai
semua, penulis mendapatkan waktu untuk melakukan wawancara pada hari
Minggu, 4 Januari 2009, sekitar pukul 15.00 WIB.
Penulis mendatangi responden pada waktu dan tempat yang telah
disepakati sebelumnya. Responden baru saja memandikan anaknya dan pemilik
rumah mempersilakan saya masuk. Tak lama kemudian pemilik rumah pergi
keluar, dan responden saya pun sudah siap untuk melakukan wawancara. Dan
akhirnya wawancara dengan responden pun dimulai.
Pewawancara : Assalamualaikum, Bu
Responden : Walaikumsalam, Mas…maaf tadi jadi nunggu agak lama, baru
aja mandiin anak saya
Pewawancara : Ya…gak apa-apa kok, Bu. Tapi sebelumnya maaf ya, saya
enaknya manggilnya Bu ato Mbak? (senyum)
Responden : Terserah saja Mas, tapi Mbak juga gak apa-apa, biar gak
terlalu serius (tertawa). O…ya ini mau wawancara kan Mas?
Pewawancara : Iya Mbak, ini saya memang mau wawancara, seperti yang
sudah saya katakan sebelumnya, saya akan melakukan
wawancara mengenai kehidupan Mbak. Tidak apa-apa kan
Mbak?
Responden : Iya gak masalah kok Mas, memangnya ini juga tugas dari
kampus ya Mas?
2
Pewawancara : Iya Mbak, ini merupakan salah satu tugas untuk mengetahui
tentang realitas sosial yang ada. Mbak gak keberatan kan?
Responden : Saya gak keberatan kok Mas, tapi kan Mas nya dari kedokteran
kan? Kok ada tugas wawancara juga? (agak bingung)
Pewawancara : Iya…memang saya dari fakultas kedokteran Mbak, lagian
wawancara kan juga penting buat seorang dokter, dikemudian
hari tentunya Mbak (tertawa)
Responden : Ow…iya juga ya Mas (tersenyum)
Pewawancara : Maaf Mbak, dari tadi sudah banyak mengobrol tapi saya malah
belum memperkenalkan diri (agak malu). Nama saya Syarief
Muhammad Hannifan, biasa dipanggil Ivan. Saya dari fakultas
kedokteran Universitas Islam Indonesia. Seperti yang sudah
saya katakan sebelumnya, saya melakukan wawancara untuk
mengetahui tentang realita sosial yang ada
Responden : Iya Mas…
Pewawancara : Mmmm…nama Mbak sendiri siapa?
Responden : Nama saya? Umi…
Pewawancara : Maaf Mbak Umi…hanya Umi saja? Atau…
Responden : Ya…lengkapnya Umi Masrifah
Pewawancara : Mbak Umi Masrifah ya? Mmmm…umurnya berapa Mbak?
Responden : Saya 28 tahun Mas
Pewawancara : O…kalau boleh tau tempat dan tanggal lahirnya Mbak?
Responden : Saya lahir di Ngawi, tanggal 25 Februari tahun 1980
Pewawancara : Dari Ngawi ya Mbak? Sebelumnya, tadi yang saya lihat itu
anaknya ya Mbak?
Responden : Iya Mas
Pewawancara : Maaf sebelumnya Mbak…sudah menikah kan Mbak? Dan
suaminya?
Responden : Iya saya sudah menikah kok Mas…suami saya bekerja di
Jakarta Mas
Pewawancara : O…nama suaminya siapa Mbak?
3
Responden : Suami saya Adi Sarwana
Pewawancara : Umurnya berapa Mbak? (tersenyum)
Responden : Ya…sekitar 33 tahun Mas
Pewawancara : Terus…anak Mbak sendiri namanya siapa?
Responden : Namanya Aghisna Hilya Wulandari, biasa dipanggil Hilya atau
Wulan (sambil memanggil anaknya)
Pewawancara : Wah lucu juga anaknya Mbak…ini laki-laki atau perempuan?
Responden : Perempuan kok Mas…pasti kaget ya? Karena rambutnya
digundul
Pewawancara : Iya Mbak…kaget juga sih…memang Hilya umur berapa
Mbak?
Responden : Umurnya 2 tahun. Lebih tepatnya 2 tahun 2 bulan
Pewawancara : Wah udah gede juga ya Mbak? Ngomong-ngomong Mbak
sendiri Ngawi nya mananya?
Responden : Wah saya dari dusun Mas. Alamat saya itu di Dusun Ngijo RT
04 / RW 04 Desa Macanan, Kec. Jogorogo Kab. Ngawi
Pewawancara : Kalau suami Mbak sendiri?
Responden : Ya…sama Mas, masih tetangga juga kok, cuma beda kampung
gitu Mas. Mas sendiri asalnya dari mana? Kalo dilihat
mukanya, kayaknya bukan orang Solo?
Pewawancara : Wah…masih satu kampung ya ma suaminya. Saya dari Solo
kok Mbak, soalnya akte kelahiran saya Solo Mbak
(tersenyum), tapi orangtua dua-duanya dari Aceh. Mmmm…
dulu bisa menikah dengan Mas Adi itu gimana Mbak?
Responden : Ya…dulu Mas Adi itu masih temennya kakak saya Mas, tapi
dulu saya gak kenal, karena waktu di kampung dulu, Mas Adi
itu sudah kerja di Jakarta
Pewawancara : O…jadi dulu nikahnya kayak dijodohkan gitu ya Mbak?
Responden : Bisa dibilang gitu Mas, tapi ya kemudian sama-sama mau
Pewawancara : Menikah tahun berapa Mbak?
Responden : Sekitar tahun 2005 lah Mas
4
Pewawancara : Kalo boleh tau Mbak, memang suaminya kerjanya apa?
Responden : Ya…dulu sebelum menikah sampai anak saya belum lahir,
Mas Adi itu kerjaannya jualan Mas
Pewawancara : Jualan? Maksudnya jualan itu jualan apa Mbak?
Responden : Ya…dulu jualan mie ayam gitu Mas
Pewawancara : O…jualannya di daerah mana itu Mbak?
Responden : Sebelumnya itu mangkal Mas, di daerah Pasar Doyong deket
pabrik garment gitu Mas, ya sekitaran Tangerang lah Mas
Pewawancara : Begitu ya Mbak…mmmm tadi kan dibilang sebelumnya?
Memang setelah itu kenapa Mbak?
Responden : Ya…biasa Mas namanya juga di kota besar, Mas Adi itu
terkena gusuran itu lho Mas. Jadinya setelah itu ya jualannya
cuma keliling sekitar kompleks aja Mas
Pewawancara : Mmmm…memangnya dulu penghasilannya Mas Adi berapa
Mbak?
Responden : Ya…dulu kira-kira, kalo masih mangkal lho, sekitar Rp.
50.000 an Mas
Pewawancara : Itu dalam sehari kan Mbak? Dan itu udah bersih atau masih
sama yang lain-lainnya?
Responden : Rp. 50.000 itu udah bersih, dalam sehari Mas
Pewawancara : Wah…berarti dulu juga sudah lumayan dong Mbak?
Responden : Iya Mas, dulu sudah dibilang cukup lah Mas, tapi sejak terkena
gusuran itu, ya mulai ada penurunan Mas. Karena
penghasilannya itu kan di dapat dari sejauh mana Mas Adi itu
keliling Mas.
Pewawancara : Tapi…dulu itu kalau buat hidup sehari-hari itu cukup Mbak?
Responden : Ya…cukup Mas, kalo Cuma berdua sih, tapi sejak ada Hilya
jadinya mepet banget Mas (tersenyum)
Pewawancara : Mmmm…sebentar Mbak, Mbak sendiri awal mulanya sebelum
kerja disini, mungkin pernah kerja dimana saja? Tapi
sebelumnya, Mbak Umi ini pendidikan terakhirnya apa?
5
Responden : Saya pendidikan terakhirnya SMP Mas, lebih tepatnya di MTs
Gentong di Ngawi sana. Pekerjaan? Yang pertama itu di
kampung, jadi petani Mas. Terus pergi ke Solo jadi PRT,
kemudian ke Jakarta, masih jadi PRT juga. Terus saya
menikah, kemudian kerja di Pabrik Talenta Pratama Anugrah
(Pabrik Furniture), setelah itu kan saya melahirkan, jadi pulang
lagi ke kampung, kemudian sekarang saya jadi PRT lagi di
Solo Mas (tersenyum, sambil menggendong anaknya)
Pewawancara : Ow…begitu ya Mbak, terus kenapa kok setelah kerja di pabrik,
pulang ke kampung lagi Mbak?
Responden : Kan saya kerja di pabrik itu dua kali Mas…
Pewawancara : Maksudnya gimana itu Mbak?
Responden : Jadi, saya setelah menikah, itu langsung kerja di pabrik
tersebut, kemudian kan hamil Mas, jadinya saya cuti dulu
sampai melahirkan, setelah melahirkan saya kembali lagi
bekerja di pabrik tersebut…
Pewawancara : Nah…alasan kembali ke kampung lagi apa Mbak?
Responden : Ya…karena anak saya gak ada yang momong
Pewawancara : Waktu di kampung itu kerjanya ngapain Mbak? Apa balik lagi
jadi petani? Ato…
Responden : Ya…pokoknya di kampung lah Mas, ya jadi petani, tapi
kebanyakan malah momong Wulan ini Mas
Pewawancara : Dulu waktu jadi petani itu penghasilannya berapa Mbak?
Responden : Penghasilannya ya gak mesti Mas
Pewawancara : Bisa dijelaskan lagi Mbak…
Responden : Ya tidak pasti aja Mas, yang pasti itu nunggu panenan, kalo
sakdurunge panen iku, yo opo enege sing ning kebon kae Mas
Pewawancara : Berarti mbiyen niku penghasilanne saking panen mawon
Mbak?
Responden : Iya Mas, ngenteni hasil panen
Pewawancara : Kira-kira kalo panen itu hasilnya seberapa Mbak?
6
Responden : Sebenere nggih akeh Mas
Pewawancara : Ya…kira-kira kalo di dalam rupiah kira-kira berapa Mbak?
Responden : Wah…saya juga gak tau Mas, soalnya sawah itu kan punya
orang tua saya, jadi saya itu istilahe mung mbantu-mbantu ae
Mas
Pewawancara : Ow…punya orang tuanya Mbak?
Responden : Iya Mas, sing penting niku teko ngomah nggih enten sing
kangge di pangan lan kangge di belanjakke Mas
Pewawancara : Lha…kalo penghasilannya di Solo dulu berapa Mbak?
Responden : Ya…kalo gak salah jaman mbiyen niku isih Rp. 200.000 mben
sasi
Pewawancara : O…ngeten niku nggih Mbak, pas teng Jakarta niku pinten
Mbak penghasilanne?
Responden : Ning Jakarta kae, mundak Mas, dados Rp. 300.000 mben sasi
Pewawancara : Pas di pabrik dulu, penghasilannya berapa Mbak?
Responden : Mbiyen, UMR niku nggih kurang luwih Rp. 800.000
Pewawancara : Kurang lebih segitu ya Mbak…
Responden : Tapi di pabrik dulu itu, ngontrake yo larang sih
Pewawancara : Nah sekarang balik ke Solo lagi, gajinya berapa Mbak?
Responden : Ya…balik ke Rp. 300.000 lagi Mas
Pewawancara : Lho…kan penghasilannya malah menurun Mbak?
Responden : Yo…piye meneh Mas, meh kerjo ning pabrik, anake gak eneng
sing momong. Mak ku kan ning ndeso isih dadi petani, dadine
ra sempet momong si Wulan Mas
Pewawancara : Terus dulu kesulitannya waktu jadi petani di kampung itu apa
Mbak?
Responden : Kesulitanne pas dadi petani, nek wayahe ngrabuk, rabuke
malah ngilang
Pewawancara : O…pupuknya susah nyarinya ya Mbak?
Responden : Iya Mas, terus kalo beli pupuk itu mesti bawa KTP, setelah itu
di data per KK itu cuma berapa kwintal gitu Mas. Sedangkan
7
kalo tanahnya luas kan gak cukup. Jadi gimana lagi, kadang
nek golek ning kecamatan liyane, mboten entuk mbiyene
Pewawancara : Jadi, kalo misalnya kita di kecamatan A terus beli di
kecamatan B gitu gak boleh ya Mbak?
Responden : Iyo…ra oleh Mas
Pewawancara : Kok bisa gak boleh itu kenapa Mbak?
Responden : Wah saya sendiri juga gak tau Mas
Pewawancara : Berarti itu memang dah dari orang-orang kecamatannya ya
Mbak?
Responden : Iya Mas…tapi dulu itu ada kayak orang yang kaya gitu Mas,
dia itu yang beli pupuknya, ntar para warga belinya sama dia,
tapi bayar nya pas panen gitu Mas. Istilahe yo di utangke
ngono lah Mas
Pewawancara : Pas diutangke niku nggih mbayare luwih larang nopo mboten
Mbak?
Responden : Nggih luwih larang Mas
Pewawancara : Dadose sami mawon no Mbak?
Responden : Yo nggih Mas, nunggu panen niku 3 bulan, mbayare pas
panen, padahal rego hasil panene murah, ning rabuke malah
larang Mas
Pewawancara : Lha niku cara adole pas panen niku pripun Mbak? Napa adol
piyambak, ato nembe dipendhet saking wong liya?
Responden : Jaman mbiyen niku nembe diborongke mawon Mas
Pewawancara : Terus kalo suka-dukanya jadi petani dulu itu apa mbak?
Responden : Ya…biasane sesasi sak durunge panen niku rega hasil panen
niku malah murah Mas, sok pas adol niku sing mborongke
mboten gadah artha, dadose malah diutang niku Mas
Pewawancara : Resiko ne dados petani niku napa Mbak?
Responden : Jenenge ning sawah Mas, yo dicokot ulo, utawa liyane lah,
dicokot kewan-kewan liya, tapi sing paling kerep yo ulo niku
Mas
8
Pewawancara : Lha senenge dados petani niku napa Mbak?
Responden : Nek pas tandure apik, panene berhasil, yo seneng Mas
Pewawancara : Itu kan di desa Mbak, kerjanya jadi petani, nandure nggih pari
napa jagung. Lha terus kok saget kerjo teng pabrik ning
Jakarta niku pripun Mbak?
Responden : Dulu itu ya ada yang bawa ke sana Mas, tapi sampai di Jakarta
itu gak langsung kerja, nganggur dulu 2 bulan. Tapi saya udah
ngontrak, ya ini bantu bapaknya Wulan, mbikin mie ayam.
Terus lama-lama kan kenal ma tetangga kontrakan kan Mas,
nah cerita-cerita gini gitu, lama-lama saya kan juga pengen
ikut kerja di pabrik. Kemudian tetangga saya itu bisa masukin
saya, jadinya ya saya terus kerja di pabrik itu.
Pewawancara : O…gitu, terus bisa kerja disana, nah itu sistem pabriknya
gimana? Kontrak? Ato…
Responden : Saya dulu itu harian lepas gitu
Pewawancara : Harian lepas ya? Maksudnya itu gimana Mbak? Apa per hari
dibayar? Ato…
Responden : Bukan Mas, itu jadinya saya dibayar 2 minggu sekali, terus
kerjanya itu kan dari jam 07.00 jam 16.00 terus jaman dulu kan
gaji masih Rp. 22.500 Mas
Pewawancara : Rp. 22.500 itu per jam ato per hari?
Responden : Ya…itu per hari Mas
Pewawancara : Per hari Mbak? (kaget juga)
Responden : Iya Mas per hari
Pewawancara : Itu dari jam 07.00 – 16.00? Kerjanya memang ngapain Mbak?
Responden : Kerjanya, ngelem-ngelem kayu yang bolong, terus ngepak-
ngepak gitu Mas
Pewawancara : Lah terus dulu pas Mbak kerja di pabrik suami Mbak kerjanya
dimana?
Responden : Ya…yang tadi itu Mas julan mie ayam itu, dulunya mangkal di
depan pabrik Panca, pabrik garment, terus ya seperti yang saya
9
ceritakan tadi, jualan mie ayam keliling gitu Mas. Mas Adi itu
sudah jualan mie ayam selama 6 tahun
Pewawancara : Berarti dulu Mas Adi itu sebelum nikah sudah jualan mie ayam
dong?
Responden : Iya Mas, dulu waktu masih bujangan itu, jualan di Jakarta itu
jualan mie ayam, tapi sebelumnya pernah jualan sarung, ya
jualan pakaian lah Mas, tapi gak ada untung, jadinya jualan
mie ayam itu. Saya sebenarnya lebih suka jualan gitu Mas, tapi
Mas Adi nya gak mau, karena kalo keliling itu capek, tapi kalo
mangkal Mas Adi nya mau, dan sekarang Mas Adi juga sudah
kerja di pabrik juga Mas
Pewawancara : Ow…
Responden : Kalo kerja di pabrik itu malah gak enak Mas, lebih enak
jualan, karena kalo jualan kan paling gak tiap hari itu bisa
pegang duit. Tapi kalo di pabrik, sekali gajian itu langsung
dipakai buat bayar inilah, bayar itulah, jadinya paling cuma
sisa beberapa aja
Pewawancara : Kira-kira dulu kalo pas kerja di pabrik itu dapet uang segitu itu
cukup gak Mbak?
Responden : Ya…dulu pas Bapaknya Wulan kerja sendiri itu ya pas-pasan
Mas, gajian 2 minggu buat makan, 2 minggu berikutnya buat
bayar listrik, kontrakan, paling sisa sedikit, bisa dibilang malah
pas Mas
Pewawancara : Lha terus kok dulu bisa kerja ikut orang itu gimana?
Maksudnya jadi pembantu rumah tangga…
Responden : Ya…dulu kan saya itu cuma petani aja, nah sama tetangga
saya itu, dibilangin masih muda kok cuma di kampung saja,
kenapa gak kerja ke kota gitu. Dulu saya mau diajak ke Jakarta
gitu Mas, tapi sama orangtua itu belom boleh, takutnya
kenapa-kenapa gitu Mas. Jadinya, saya ikut kakak saya yang
kerja di Solo itu, kemudian jadi juga kerja menjadi PRT
10
Pewawancara : Resikonya waktu menjadi PRT ini apa Mbak? Menurut Mbak
Umi sendiri aja…
Responden : Ya…saya takut aja Mas, kalo disuruh jaga rumah sendiri,
takutnya ntar kalo ada orang-orang yang gak di kenal ato
gimana gitu Mas. Tapi, selama ini gak pernah ada masalah kok
Mas
Pewawancara : Kalo suka-dukanya apa aja Mbak?
Responden : Biasa aja Mas, kalo pulang kampung pas lebaran ya seneng aja
lah
Pewawancara : Kemudian ada gak pikiran Mbak, kok kerjanya cuma gini-gini
aja, pengin kerja yang lain gitu lah Mbak?
Responden : Ya…ada Mas, masak cuma gini aja terus, penginnya itu ya
Mas, kerja sendiri kecil-kecilan juga gak apa-apa, terus setiap
hari itu yan megang duit, walau sedikit tapi adalah Mas. Saya
itu juga mau jadi petani lagi, tapi kalo jadi petani aja di
kampung, saya gak mau, paling gak ya sama julan gitu Mas
Pewawancara : Begitu ya Mbak…ini hari sudah semakin sore, rasanya gak
enak juga jadi ngrepotin Mbak Umi
Responden : Gak apa-apa kok Mas, tenang aja, lagian saya juga lagi gak ada
kerjaan (tersenyum)
Pewawancara : Terima kasih ya Mbak atas kesediannya untuk diwawancarai
dan atas bantuannya juga. Ya sudah Mbak, saya pamit dulu
nih, tapi sebelumnya boleh saya minta fotonya Mbak?
Responden : Boleh kok Mas, didalam saja ya Mas (sambil memanggil
Wulan)
Pewawancara : Ya sudah Mbak, foto juga sudah selesai, sekali lagi terima
kasih ya Mbak, Assalamu’alaikum…
Responden : Wassalamu’alikum, hati-hati ya Mas…
11
ESAI
Zaman ini, adalah zaman yang sudah sangat memprihatinkan sekali,
dimana segalanya mulai dinilai dengan uang, tetapi hal-hal yang mendasar dan
penting malah dilupakan. Kemanusiaan menjadi seperti tak ada nilainya lagi, uang
lah yang berkuasa diatas segalanya. Sehingga kemiskinan jadi tak terbantahkn
lagi.
Hal inilah yang mendorong manusia menjadi lebih giat dalm berusaha dan
bekerja, mereka kadaknjuga bekerja itu juga mulai melupakan sisi kemanusiaan
12
atau sisi positif lainnya, dengan alasan untuk mencapai sesuatu yang
diinginkannya, maka segala cara pun ditempuh. Tidak peduli apakah yang dipilih
itu adalah cara yang paling baik atau malah cara yang mendobrak semua norma
yang ada, dan menghalalkan segala cara untuk mencukupinya.
Dari wawancara yang saya lakukan, penulis menyadari realita sosial yang
ada, disini sangat menjelaskan salah satu realita sosial yang ada di negeri kita,
Indonesia. Masalah sosialnya adalah tentang terjadinya Urbanisasi. Dari
wawancara yang penulis lakukan. Urbanisasi ini sendiri terjadi karena adanya
pemikiran yang sudah menjadi paradigm di masyarakat kita, yaitu pemikiran
tentang kehidupan yang lebih terjamin di kota besar.
Hal itu tidak sepenuhnya salah, dan juga tidak sepenuhnya benar, di desa
banyak juga orang yang sudah pergi ke kota, kemudian taraf hidup mereka
menjadi lebih baik, tapi tidak sedikit juga yang malah menjadi beban bagi suatu
kota atau daerah, dimana para penduduk yang melakukan urbanisasi, tidak
seberuntung orang-orang yang lainnya.
Sebenarnya kita juga jangan menyalahkan para penduduk yang melakukan
urbanisasi, tapi harus dilihat, apa yang mendorong mereka melakukan urbanisasi
tersebut. Seperti yang telah dijelaskan dalam wawancara dengan responden
tersebut. Mereka, dalam artian petani di desa, tidak dapat melakukan kegiatan
bertani mereka sebagaimana mestinya, yang biasa mereka lakukan. Misalnya saja,
saat petani akan melakukan masa menanam, mereka malah kesulitan mendapatkan
pupuk. Kalau ada pun, bukannya menjadi lebih mudah bagi mereka, tapi malah
mamperselutit mereka. Karena dengan dibaginya pupuk, niatnya juga baik, biar
terjadi pemerataan. Tetapi ada kesalahannya disini, dimana luas tanah yang ada itu
berbeda-beda. Sehingga pupuk yang ada pun tak akan mencukupi.
Ini baru masalah pupuk yang sudah menyengsarakan mereka, belum lagi
pada saat panen tiba, disini para petani juga merasa was-was, karena belum tentu
juga hasil panen mereka lancar-lancar saja. Bisa saja sebelum masanya tiba, petani
sudah mengalami gagal panen terlebih dahulu. Selain itu ada juga masalah
lainnya, yaitu tentang harga jual hasil panen mereka. Harga jual yang rendah,
mengakibatkan petani menjadi semakin tercekik saja lehernya, sudah membeli
13
pupuknya susah dan mahal, kadang perawatannya juga membutuhkan tenaga yang
lebih, tetapi pada saat panen malah sia-sia. Hasil panen nya dihargai dengan
murah.
Hal ini tentunya mendorong seseorang untuk melakukan perubahan dalam
hidup mereka. Seperti contoh nyatanya, yaitu responden yang saya wawancarai
ini. Dari semula menjadi petani, dengan penghasilan yang segitu-gitu saja, ia
kemudian pergi ke kota untuk bekerja, agar mendapat penghasilan yang lebih
relevan.
Walau pertama hanya bekerja sebagai PRT, setelah dari desa, tetapi hal ini
seperti sudah membuka jalan bagi mereka, karena dengan menjadi PRT ini
setidaknya adalah secerceh harapan untuk mendapat penghasilan yang lebih layak
lagi. Selain itu responden saya juga sempat bekerja sebagai buruh pabrik.
Disinilah makna urbanisasi semakin kentara, dimana mereka bekerja jauh dari
kampong halaman menuju kota metropolitan dan mengadu nasib mereka sendiri
disana.
Seperti yang responden saya lakukan, ia berangkat ke Jakarta itu hanya
berbekal cerita orang-orang kalau bekerja di kota itu lebih enak, lebih
menghasilkan. Akan tetapi, tidak semuanya demikian, dapat kita pahami disini,
semenjak pindah ke Jakarta, responden saya tidak langsung bekerja, alias
nganggur dahulu, ini jelas pertanda bahwa tanpa usaha maka mereka pun tidak
akan mendapatkan taraf hidup yang layak.
Selain itu setelah bekerja di salah satu pabrik pun, tidak seperti yang
mereka bayangkan sebelumnya, pekerjaan yang dilakukan masih terlalu lama
durasinya, dimana gaji mereka hanya disesuaikan dengan UMR saja. Tanpa
adanya tunjangan-tunjangan lainnya. Bahkan responden saya mengatakan bahwa
daripada kerja di pabrik seperti itu, lebih baik bekerja menjadi PRT atau berjualan
atau malah menjadi petani lagi. Itu karena apa, mereka mulai merasakan
bagaimana kerasnya dunia, terutama di daerah kota besar, dimana mereka sendiri
tidak dibekali dengan kemapuan dan skill yang memadai.
Hal ini sebenarnya perlu kita telaah lebih lanjut, untuk apa mereka
melakukan semua itu. Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk meningkatkan
14
taraf hidup mereka, membesarkan anak-anak mereka dan juga untuk biaya-biaya
lainnya yang saat ini semakin meninggi saja.
DOKUMENTASI
15
Lokasi : Ruang Keluarga Pemilik Rumah
Tanggal Pengambilan : 4 Januari 2009
Jarak : ± 1 meter
Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel
Tema Foto : Memberi Makan Anaknya
16
Lokasi : Kamar Tidur Pembantu
Tanggal Penggambilan : 4 Januari 2009
Jarak : ± 1 meter
Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel
Tema Foto : Bercanda Dengan sang Buah Hati
17
Lokasi : Kamar Tidur Pembantu
Tanggal Pengambilan : 4 Januari 2009
Jarak : ± 1 meter
Kamera yang Digunakan : Brica DigiArt Z810 8 megapixel
Tema Foto : Sang Buah Hati
18