Upload
others
View
19
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 1
LAPORANKAJIAN
POLICY PAPER RANCANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN
TENTANG KERJASAMA BIDANG KETAHANAN PANGAN
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Fluktuasi harga bahan pangan pokok dan strategis di kota-kota besar
yang terjadi berulang setiap tahun tampaknya sulit untuk dihindarkan.
Peningkatan penduduk dari kelahiran dan urbanisasi mengakibatkan jumlah
permintaan bahan pangan terus meningkat dengan pertumbuhan relative
tinggi, disisi lain pasokan dan distribusi dari wilayah sentra produksi
cenderung konstan. Kondisi inilah yang menyebabkan harga bahan pangan
berpotensi mengalami gejolak, terlebih saat Hari Besar Keagamaan
Nasional (HBKN).
Produksi atau ketersediaan pangan suatu wilayah ditentukan oleh
daya dukung lingkungan, termasuk di dalamnya lahan pertanian. Wilayah
yang sedikit atau bahkan tidak memiliki lahan pertanian tidak akan mampu
memenuhi kebutuhan pangannya sendiri dan harus mendatangkan pangan
dari luar wilayahnya. Hal ini dialami terutama oleh wilayah perkotaan,
dimana lahan pertaniannya sangat terbatas dan kebutuhan pangannya
sangat besar. Wilayah perkotaan dapat memenuhi kebutuhan pangannya
dari wilayah penyangga di sekitarnya. Beckman (2004) menyatakan bahwa
wilayah penyangga berfungsi untuk melindungi kawasan konservasi, dalam
konteks pangan wilayah penyangga ini memiliki potensi produksi pangan
untuk memasok ke wilayah-wilayah yang defisit pangan terdekat seperti
Provinsi DKI Jakarta.
Pada sebagian kota-kota besar, permintaan pangan pokok dan
strategis (beras dan cabai) untuk konsumsi pangan rumah tangga dan non
rumah tangga (industri, hotel, restoran, dan catering) tidak diimbangi
dengan volume produksi bahan pangannya. Keterbatasan pasokan dan
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 2
tingginya permintaan menyebabkan fluktuasi harga pangan di kota-kota
besar.
Untuk mencukupi kebutuhan pangan kota-kota besar dilakukan
melalui kerja sama perdagangan pangan antar wilayah, yaitu antara
wilayah perkotaan dengan wilayah penyangga pangan di sekitarnya. Kerja
sama pasokan dan distribusi beras dan cabai antara kota-kota besar
dengan provinsi dan/atau kabupaten-kabupaten penyangga pangan sampai
saat ini berjalan antara pelaku usaha secara alami.
Peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur
penyelenggaraan ketahanan pangan khususnya untuk penyediaan pangan
pokok dan strategis dalam dukungan wilayah penyangga pangan bagi
wilayah kota-kota besar hingga saat ini belum pernah ada. Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa
urusan pangan merupakan urusan konkuren yang bersifat wajib dan tidak
berkaitan dengan pelayanan dasar, sehingga dalam pelaksanaannya
diperlukan adanya norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK).
Pelaksanaan kebijakan pasokan dan distribusi pangan termasuk dalam sub
urusan penyelenggaraan ketahanan pangan, dimana pemerintah pusat
melaksanakan pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok,
sedangkan pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan
penyediaan dan penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai
dengan kebutuhan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka
stabilisasi pasokan dan harga pangan, serta pengelolaan cadangan pangan
provinsi dan kabupaten/kota dan menjaga keseimbangan cadangan pangan
provinsi. Terkait dengan pelaksanaan sub urusan penyelenggaraan
ketahanan pangan dalam menjaga stabilisasi pasokan dan harga pangan,
perlu disiapkan payung hukum mengenai dukungan wilayah penyangga
pangan bagi wilayah kota besar.
B. Maksud dan Tujuan
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 3
Maksud dari policy paper ini memberikan gambaran kondisi pangan
pada kota-kota besar dengan tujuan untuk menyiapkan dan memberikan
arah pengaturan dalam penyediaan pangan pada kota-kota besar, meliputi:
1. Menyusun rumusan rekomendasi norma, standar, prosedur, dan kriteria
penyediaan pangan pokok dan strategis antara kota-kota besar dengan
daerah penyangga;
2. Menyusun regulasi kerja sama penyediaan pangan pokok dan strategis
antara kota-kota besar dengan daerah penyangga.
C. Sasaran
Sasaran yang ingin diwujudkan adalah:
1. Tersusunnya rekomendasi norma, standar, prosedur, dan kriteria
penyediaan pangan pokok dan strategis antara kota-kota besar dengan
daerah penyangga.
2. Tersusunnya regulasi kerja sama penyediaan pangan pokok dan
strategis antara kota-kota besar dengan daerah penyangga;
D. Metode Penyusunan
Penyusunan Policy Paper ini dilakukan melalui studi literatur, analisis
data sekunder, dan analisis data primer dari survey lapangan. Studi literatur
mencangkup materi wilayah penyangga, UU No 23/2014 tentang
Pemerintahan Daerah, PP No 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan
Kerja Sama Antar Daerah.
Analisis data sekunder mencakup produksi, ketersediaan, kebutuhan
konsumsi, surplus dan defisit padi dan cabai wilayah DKI Jakarta dan
sepuluh kabupaten penyangganya. Sedangkan analisis data primer
mencakup observasi dan wawancara mendalam kepada kelompok tani,
gabungan kelompok tani, pedagang dan perusahaan penggilingan,
pengurus asosiasi beras dan cabai di DKI Jakarta dan sepuluh kabupaten
penyangga. Selain itu, untuk memperkuat analisis juga dilakukan Focus
Group Discussion (FGD) kepada aparat provinsi dan kabupaten/kota dari
Dinas Pertanian, Ketahanan Pangan, dan Perdagangan. Kegiatan lanjutan
untuk penyempurnaan Policy Paper ini dilakukan melalui pertemuan formal
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 4
dalam bentuk FGD dengan melibatkan para pakar, akademisi, dan
pemangku kepentingan lainnya.
II. Tantangan dan Peluang Penyediaan Pangan Kota Besar
A. Tantangan
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pangan, hubungan wilayah
perkotaan dan wilayah penyangga di sekitarnya saling melengkapi,
membentuk satu sistem yang saling terkait dan memberikan manfaat bagi
kedua belah pihak. Sektor pertanian merupakan landasan bagi
terwujudnya ketahanan pangan berkelanjutan. Wilayah penyangga yang
sebagian besar merupakan sentra produksi pangan pokok dan strategis
sehingga menjadi pemasok utama untuk kebutuhan pangan kota-kota
besar.
Tantangan dan permasalahan yang dihadapi kota-kota besar dalam
hal penyediaan pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan semakin
meningkat yang dikarenakan bertambahnya jumlah penduduk. Sementara
kota-kota besar tidak memiliki potensi sumber daya lahan yang memadai
untuk produksi pangan pokok dan strategis. Di samping itu, pemanfaatan
lahan pekarangan dan lahan sempit yang masih ada di wilayah perkotaan
juga belum optimal untuk produksi pangan.
Karena wilayah kota-kota besar pada umumnya tidak memiliki potensi
penyediaan pangan pokok dan strategis, maka kota-kota besar tersebut
sangat tergantung pasokan pangannya dari wilayah penyangga. Dengan
demikian, gejolak pasokan pangan pokok dan strategis dari wilayah
penyangga menentukan gejolak harga di kota-kota besar.
Beras sebagai komoditas pangan pokok dan cabai sebagai komoditas
pangan strategis memiliki pengaruh terhadap berbagai aktifitas ekonomi,
termasuk pengaruh terhadap inflasi. Kebutuhan dua komoditas tersebut
mulai dari tingkat rumahtangga, rumah makan/restoran, industri pangan
dan lainnya merupakan gambaran kontinyuitas pasokan beras dan cabai
yang dilakukan.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 5
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dalam
pasal 26 ayat (3) mengamanatkan, bahwa dalam menjamin pasokan dan
stabilisasi harga barang kebutuhan pokok dan barang penting, Pemerintah
dalam hal ini Menteri Perdagangan menetapkan kebijakan harga,
pengelolaan stok dan logistik serta pengelolaan ekspor dan impor.
Sebagai pelaksanaan dari undan-undang tersebut, Pemerintah
mengeluarkan kebijakan tentang stabilisasi harga dan pasokan bahan
pangan pokok dan strategis. jika harga komoditi pangan secara nasional
mengalami fluktuasi harga pada kisaran yang ditetapkan, maka Pemerintah
melakukan intervensi pasar.
B. Peluang
Wilayah penyangga pangan bagi kota-kota besar masih memiliki
potensi sumber daya lahan pertanian yang masih cukup besar untuk
memenuhi kebutuhan pangan, baik di wilayahnya sendiri maupun wilayah
di sekitarnya. Sedangkan kota-kota besar dengan jumlah penduduk yang
relatif tinggi merupakan pangsa pasar potensial bagi produk-produk
pertanian dari wilayah penyangga.
Permasalahan yang timbul adalah ketidakpastian dalam penyediaan
pangan dari wilayah penyangga ke kota besar karena adanya disparitas
harga antar wilayah. Dengan demikian, kerja sama antara kota besar
dengan wilayah penyangga diperlukan untuk menjamin kepastian pasokan
pangan pokok dan strategis. Kerja sama antar kota besar dengan wilayah
penyangga dimungkinkan karena wilayah kota besar memiliki infrastruktur
dan institusi yang sudah memadai dalam mendukung kegiatan kerja sama
penyelenggaraan pangan, serta memiliki sistem monitoring pasokan dan
harga pangan secara komprehensif.
III. Analisis Daya Dukung Kota Besar Dan Wilayah Penyangga
A. Neraca Beras DKI Jakarta dan Wilayah Penyangga
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 6
Kebutuhan pangan DKI Jakarta saat ini cukup tinggi, selain karena
jumlah penduduk dan konsumsi perkapita, keberadaan hotel, restoran, dan
catering untuk perusahaan-perusahaan yang berlokasi di wilayah ini
menyumbang permintaan bahan pangan yang cukup besar. Sebagai
gambaran, produksi padi Provinsi DKI Jakarta tahun 2017 sebesar 5.996
ton, ketersediaan beras sebesar 3.099 ton dan kebutuhan beras sebesar
1.151.540 ton, sehingga terdapat defisit sebesar 1.148.441 ton (Tabel 1).
Defisit beras terjadi di seluruh kotamadya lingkup Provinsi DKI
Jakarta. Meningkatnya nilai defisit diakibatkan jumlah permintaan yang
meningkat sebagai implikasi dari bertambahnya jumlah penduduk (tetap
dan sementara) sehingga secara agregat konsumsi perkapita turut
mengalami kenaikan, disisi lain perkiraan kenaikan jumlah produksi beras
sebesar 760 ton tidak berpengaruh signifikan terhadap pengurangan nilai
defisit beras.
Tabel 1. Produksi, ketersediaan, dan kebutuhan beras DKI Jakarta tahun
2017
Kekurangan/defisit beras di DKI Jakarta masih mampu di topang dari
wilayah penyangga karena produksi padi secara umum mengalami surplus
dengan besaran yang bervariasi. Kabupaten Karawang, Subang,
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 7
Sukabumi, dan Cianjur menghasilkan produksi padi terbesar di antara
kabupaten penyangga lainnya, seperti dilaporkan pada tebal 3.2. Surplus
beras terbesar berada di Kabupaten Subang dan Karawang dan terendah
di Kabupaten Purwakarta. Dari 10 kabupaten tersebut, dapat diperoleh
total surplus sebanyak 2.4 juta ton yang potensial memasok beras ke DKI
Jakarta. Jika dilihat kebutuhan beras total DKI Jakarta yang hanya 1,15 juta
ton, maka sebenarnya 10 kabupaten penyangga sudah lebih dari cukup
untuk menyuplai beras ke Jakarta, atau bahka tiga kabupaten (Karawang,
Subang, dan Pandeglang) saja.
Tabel 2. Produksi, ketersediaan, dan kebutuhan beras kabupaten
penyangga tahun 2017
B. Neraca Cabai DKI Jakarta dan Wilayah Penyangga
Tidak jauh berbeda dengan komoditas pangan pokok, kondisi
ketersediaan pangan penting seperti cabai di DKI Jakarta 100 persen
mengandalkan dari luar wilayah Jakarta. Faktor ketersediaan lahan menjadi
problem Jakarta sampai saat ini sehingga belum mampu memproduksi
cabai secara mandiri, dengan kebutuhan cabai untuk konsumsi rumah
tangga per kapita per tahun sebesar 4,77 kg/kap/tahun dan jumlah
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 8
penduduk sebanyak 10,2 juta jiwa maka diperoleh kebutuhan total sebesar
49 ribu ton. Namun demikian angka kebutuhan ini masih belum
memperhitungkan konsumsi di luar rumah tangga, misalnya kebutuhan
industri dan hotel, restoran, katering. Produksi cabai total 10 kabupaten
penyangga DKI Jakarta Tahun 2017 sebesar 149 ribu ton, dengan produksi
tertinggi berada di Kabupaten Cianjur dan terendah di Kabupaten Karwang
(Tabel 3).
Tabel 3. Produksi, Ketersediaan dan Kebutuhan Cabai Kabupaten
Penyangga 2017
Berdasarkan data dari 10 kabupaten tersebut, enam kabupaten
mengalami surplus dan sisanya mengalami defisit cabai. Kabupaten-
kabupaten yang mengalami surplus cabai adalah Kabupaten Cianjur,
Sukabumi, Purwakarta, Subang, Pandeglang, dan Lampung Selatan.
Surplus cabai terbesar berada di Kabupaten Cianjur dan terendah di
Kabupaten Pandeglang, sedangkan kabupaten yang mengalami defisit
cabai adalah Kabupaten Karawang, Serang, Lebak, dan Lampung Timur.
Dengan demikian, kabupaten yang memiliki surplus tinggi seperi Cianjur,
Lampung Selatan, dan Sukabumi menjadi potensial sebagai wilayah
penyangga utama untuk komoditas cabai bagi DKI Jakarta.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 9
IV. Review Peraturan Perundang-Undangan
Peraturan perundang-undangan yang mengatur penyelenggaraan
pangan melalui wilayah penyangga pangan bagi kota besar secara khusus
hingga saat ini belum pernah diatur. Untuk mengetahui sejauhmana dan
bagaimana peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan dasar
hukum dalam menerbitkan suatu peraturan perundang-undangan dalam
pelaksanaan penyangga kota besar untuk komoditas pangan, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
A. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
a. Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren
Pasal 9 UU No 23/2014 membagi urusan pemerintahan menjadi
tiga, yaitu urusan pemerintahan absolut, urusan pemerintahan
umum,danurusan pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan
absolut adalah urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi
kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan umum adalah
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden sebagai
kepala pemerintahan.Urusan pemerintahan konkuren adalah Urusan
Pemerintahan yang dibagi antara Pemerintah Pusat dan Daerah
provinsi dan Daerah kabupaten/kota. Urusan pemerintahan konkuren
yang diserahkan ke Daerah menjadi dasar pelaksanaan Otonomi
Daerah.
Lebih lanjut, dalam Pasal 11 disebutkan bahwa Urusan
pemerintahan konkuren terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan
Urusan Pemerintahan Pilihan yang dikerjakan bersama Pemerintah
Pusat, Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota. Urusan
Pemerintahan Wajib dibagi menjadi dua yaitu Urusan Pemerintahan
Wajib yang terkait dengan Pelayanan Dasar, dan Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 10
Untuk Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait dengan Pelayanan
Dasar ditentukan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk menjamin
hak-hak konstitusional masyarakat.Sedangkan Urusan Pemerintahan
Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar pemerintah pusat
berwenang untuk menetapkan Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria
(NSPK) dalam rangka penyelenggaraan Urusan Pemerintahan serta
melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan
Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.Norma,
standar, prosedur, dan kriteria sebagaimana dimaksud berupa
ketentuan peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat sebagai pedoman dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
dan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pasal 11 ayat (2) menyebutkan bahwa terdapat urusan
pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan dasar,
salah satunya adalah tentang Pangan.
b. Kerja Sama Daerah
Pasal 197 UU No 23/2014 menyebutkan bahwa dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan rakyat, Daerah dapat mengadakan kerja
sama yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas
pelayanan publik serta saling menguntungkan. Kerja sama dapat
dilakukan oleh Daerah dengan daerah lain, pihak ketiga, dan/atau
lembaga atau pemerintah daerah di luar negeri sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kerja sama dengan Daerah lain dapat dibagi menjadi dua, yaitu
kerja sama sukarela dan kerja sama wajib. Kerja sama sukarela adalah
kerja sama yang dilaksanakan oleh Daerah yang berbatasan atau tidak
berbatasan untuk penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah namun dipandang lebih efektif dan efisien
jika dilaksanakan dengan bekerja sama. Sedangkan yang dimaksud
dengan kerja sama wajib adalah kerja sama antar-daerah yang
berbatasan yang memiliki eksternalitas lintas Daerah dan dalam
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 11
penyediaan layanan publik yang lebih efisien jika dikelola bersama,
yang mencakup: kerja sama antar-Daerah provinsi, kerja sama antara
Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dalam wilayahnya, kerja
sama antara Daerah provinsi dan Daerah kabupaten/kota dari provinsi
yang berbeda, kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota dari Daerah
provinsi yang berbeda, dan kerja sama antar-Daerah kabupaten/kota
dalam satu Daerah provinsi. Kerja sama wajib yang tidak dilaksanakan
oleh Daerah, maka Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaan
Urusan Pemerintahan yang dikerjasamakan. Kerja sama wajib yang
tidak dilaksanakan oleh Daerah kabupaten/kota, gubernur sebagai
wakil Pemerintah Pusat mengambil alih pelaksanaannya.
Biaya pelaksanaan kerja sama tersebut dari APBD masing-masing
Daerah yang bersangkutan. Dalam melaksanakan kerja sama wajib,
Daerah yang berbatasan dapat membentuk sekretariat kerja sama,
yang bertugas memfasilitasi Perangkat Daerah dalam melaksanakan
kegiatan kerja sama antar-Daerah.
Lebih lanjut, tata cara pelaksanaan kerja sama tersebut telah
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 50 Tahun 2007
tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. PP tersebut
diterbitkan sebagai tindak lanjut amanat Pasal 197 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang telah
dicabut oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.
Berdasarkan review peraturan perundang-undangan tersebut di
atas, untuk penyelenggaraan urusan pangan khususnya sub bidang
penyelenggaraan ketahanan pangan, dan sesuai dengan amanat dari
Undang-Undang No. 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP
No. 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah,
bahwa urusan Pangan merupakan urusan konkuren yang bersifat wajib
tidak berkaitan dengan pelayanan dasar, sehingga dalam
pelaksanaannya diperlukan adanya Norma, Standar, Prosedur, dan
Kriteria (NSPK). NSPK tersebut selanjutnya menjadi dasar bagi
pelaksanaan kerjasama antar pemerintah daerah dalam
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 12
penyelenggaraan ketahanan pangan sub urusan penyediaan pangan
bagi kota besar melalui daerah penyangga.
c. Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Pangan
Dalam hal urusan pemerintahan bidang pangan, terdapat empat
sub urusan yang meliputi: (1) Sub urusan penyelenggaraan pangan
berdasarkan kedaulatan dan kemandirian; (2) Sub urusan
penyelenggaraan ketahanan pangan; (3) Sub urusan penanganan
kerawanan pangan; dan (4) Sub urusan keamanan pangan.
Pelaksanaan kebijakan pasokan dan distribusi pangan termasuk
dalam sub urusan ke-2 yaitu sub urusan penyelenggaraan ketahanan
pangan, dimana pemerintah pusat melaksanakan pengelolaan
stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok dan pengelolaan
cadangan pangan pokok pemerintah pusat. Sedangkan pemerintah
daerah provinsi dan kabupaten/kota melaksanakan penyediaan dan
penyaluran pangan pokok atau pangan lainnya sesuai dengan
kebutuhan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam rangka stabilisasi
pasokan dan harga pangan, serta pengelolaan cadangan pangan
provinsi dan kabupaten/kota dan menjaga keseimbangan cadangan
pangan provinsi.
B. Konsepsi Penyediaan Pangan Pada Kota-Kota Besar
Dalam berbagai peraturan perudang-undangan terkait kerja sama
daerah secara tegas belum ada yang mengatur kerja sama antara kota
besar dengan daerah penyangga dalam penyediaan pangan pokok dan
strategis. Didalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah dinyatakan bahwa urusan pangan menjadi urusan
konkuren bersifat wajib yang tidak terkait dengan pelayanan dasar. Urusan
dimaksud menjadi landasan penyelenggaraan pemerintahan daerah
otonomi yang berpedoman pada norma, standar, prosedur, dan kriteria
yang diterbitkan oleh pemerintah pusat.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 13
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 pada pasal 197
mengamanatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, daerah
dapat mengadakan kerja sama yang didasarkan pada efisiensi dan
efektifitas serta saling menguntungkan. Kerja sama dimaksud dapat
dilakukan antar pemerintahan daerah atau pemerintahan daerah dengan
swasta.
Untuk itu, menjadi tugas Kementerian Pertanian dalam rangka
penyelenggaraan urusan pangan berdasarkan urusan konkuren sebagai
landasan hukum menerbitkan pedoman penyediaan pangan pada kota-kota
besar melalui kerja sama dengan wilayah penyangga. Adapun substansi
materi muatan dalam pedoman penyediaan pangan pada kota-kota besar
dimaksud antara lain:
V. Ketentuan Umum
1. Pengertian
a. Kota besar adalah ibukota provinsi yang secara potensi tidak
memiliki kemampuan dalam memenuhi kebutuhan pangan pokok
dan strategis secara mandiri.
b. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
c. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budi daya.
d. Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan
utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi (UU No
26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
e. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas
sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan
perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 14
memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem
jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah
penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu
juta) jiwa (UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang).
f. Wilayah penyangga pangan adalah wilayah di luar/sekitar kota yang
memiliki fungsi sebagai penyedia dan pemasok penyangga pangan
pokok dan/atau strategis dalam rangka menjaga stabilitas pasokan
dan harga di wilayah perkotaan.
g. Kabupaten penyangga pangan adalah kabupaten yang merupakan
wilayah penyangga pangan bagi wilayah perkotaan.
h. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-
luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
i. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
j. Yang dimaksud Menteri adalah Menteri yang menangani urusan
pangan dan pertanian.
k. Keputusan Bersama adalah: (a) Keputusan Bersama antara
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Jawa
Barat, Pemerintah Provinsi Banten, Pemerintah Provinsi Lampung
yang telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah masing-masing; dan (b) Keputusan antar Pemerintah
Provinsi Jawa Barat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, dan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur dengan Pemerintah Kabupaten
Penyangganya.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud Peraturan Menteri ini sebagai pedoman kota-kota besar dalam
memenuhi kebutuhan pangan pokok dan strategis, dengan tujuan untuk
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 15
memenuhi pangan secara efisien dan efektif serta saling menguntungkan
dalam rangka meningkatkan kesejehteraan rakyatnya.
3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pengaturan meliputi:
a. Kota-Kota Besar dan Wilayah Penyangga;
Komoditas Pangan Pokok dan Strategis, Kota Besar, Wilayah
Penyangga (untuk beras dan cabai)
b. Kerja Sama Kota Besar dengan Wilayah Penyangga; dan
Model Kerja Sama, Syarat dan Tata Cara Kerja Sama, Hak dan
Kewajiban, Jangka Waktu Kerja Sama.
c. Penutup.
VI. KOTA BESAR DAN WILAYAH PENYANGGA
1. Komoditas Pangan Pokok dan Strategis yang dikerjasamakan meliputi
Beras dan Cabai;
2. Pemerintahan Provinsi meliputi Jawa Barat, Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, Jawa Tengah, dan Provinsi Jawa Timur;
3. Kota besar meliputi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bandung,
Semarang, dan Surabaya;
4. Kabupaten penyangga DKI Jakarta untuk komoditas beras meliputi
Kabupaten Lampung Selatan, Lampung Timur, Serang, Lebak,
Pandeglang, Purwakarta, Subang, Karawang, CIanjur dan Sukabumi;
5. Kabupaten penyangga DKI Jakarta untuk komoditas cabai meliputi
Kabupaten Cianjur, Sukabumi, dan Lampung Selatan;
6. Kabupaten penyangga Kota Bandung untuk komoditas beras meliputi
Kabupaten Majalengka, Ciamis, Tasikmalaya, dan Kuningan;
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 16
7. Kabupaten penyangga Kota Bandung untuk komoditas cabai meliputi
Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Tasikmalaya, Garut, Ciamis, dan
Banjar;
8. Kabupaten penyangga Kota Semarang untuk komoditas beras meliputi
Kabupaten Sragen, Grobogan, Purworejo, Pati, Klaten, Pemalang, dan
Brebes;
9. Kabupaten penyangga Kota Semarang untuk komoditas cabai meliputi
Kabupaten Boyolali, Brebes, Temanggung, Rembang, Magelang, dan
Banjarnegara;
10. Kabupaten penyangga Kota Surabaya untuk komoditas beras meliputi
Kabupaten Ngawi, Lamongan, Ponorogo, Jember, Banyuwangi,
Pasuruan, Madiun, dan Tuban;
11. Kabupaten penyangga Surabaya untuk komoditas cabai meliputi
Kabupaten Malang, Blitar, Kediri, Jember, pamekasan, dan Sampang.
VII. KERJA SAMA KOTA BESAR DENGAN WILAYAH PENYANGGA
1. Model Kerja Sama Penyelenggaraan Penyediaan Pangan Bagi Kota
Besar
Model penyangga kota besar kedepan memberikan peran kepada
pemerintah daerah (antar provinsi atau provinsi-kabupaten atau
kabupaten-kabupaten) dalam penyelenggaraan kerjasama bidang
pangan antara wilah penyangga dengan kota besar yang disangga
dalam wadah Badan Kerjasama Pembangunan Ketahanan Pangan
(BKSPKP) melalui konsep Government to Government (G to G), tentu
dengan melibatkan sector swasta/corporate social responsibility (CSR)
dan stakeholder terkait.
Model ini juga lebih memfokuskan reformulasi fungsi TTIC sebagai
embiro/cikal bakal Distribution Center (DC) bagi kota-kota besar di
Indonesia. TTIC/DC berperan dalam penyediaan, pencadangan, dan
mendistribusikan komoditas pangan melalui pemanfaatan teknologi
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 17
informasi (e-commerce) kepada pasar, TTI, RPK, toko kelontong, E-
Warung dan lainnya sehingga mempermudah alur distribusi dan
memperpendek jalur distribusi. Terdapat dua aspek dalam proses
distribusi yaitu suporting system dan keuangan serta aspek jasa
(pergudangan, pengemasan dan pengiriman). Dua hal tersebut
berperan penting dalam proses distribusi barang dari DC kepada
penyalur akhir dan konsumen.
Dalam model ini, alur distribusi bahan pangan yang berasal dari
petani/gapoktan dapat langsung ke TTIC /DC dan DC menyalurkan
kepada retailer dan langsung ke konsumen. Dengan system seperti ini
maka rantai pasok akan semakin efisien dan cost distribution dapat
ditekan sehingga tercipta stabilisasi harga pangan.
Beberapa kelebihan dan tantangan dalam reformulasi system
penyangga pangan. Kelebihannya: (a) Penguatan fungsi TTIC sebagai
embrio DC bagi Kota-Kota Besar (Kecuali kota DKI yang sudah
terbentuk DC lebih awal); (b) Perluasan kerjasama kabupaten
penyangga dengan kota besar dengan memperluas atau membentuk
lembaga baru (Badan Kerjasama Pembangunan Ketahanan Pangan);
(c) Penguatan supporting system bagi DC dari lembaga donor/CSR; (d)
Perluasan saluran distribusi melalui kerjasama dengan retailer (TTI,
RPK, dan E-Warong). Sedangkan tantangan yang perlu diperhatikan
adalah: (a) membutuhkan dana relative besar sebagai awal
pembentukan TTIC/DC; dan (b) perubahan jalur distribusi pangan
membutuhkan waktu yang lama.
Dalam alternatif model sistem penyangga pangan kota besar,
setidaknya ada 5 (lima) bidang yang menjadi fungsi utama TTIC/DC:
Pertama: Bidang Manajemen Penyediaan Pasokan, Kedua: Bidang
Manajemen Cadangan Pasokan, Ketiga: Bidang Manajemen Distribusi
Pasokan, Keempat: Bidang Manajemen Kelembagaan Kerjasama
Pangan, dan Kelima: Sistem Teknologi Infomrasi berbasis e-
commerce.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 18
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), masing-
masing instansi menjadi leading sector dalam menjalankan setiap
fungsi pengelolaan Distribution Center, dengan fungsi antara lain : 1)
Dinas Pertanian/Ketahanan Pangankabupaten berperan penting dalam
mendukung dan pembinaan terhadap para petani (poktan/gapoktan),
pengepul dan pedagang besar dalam upaya peningkatan produktivitas,
peningkatan kemampuan dalam penyediaan pemasokan pangan; 2)
Dinas Perdagangan provinsi bersama dengan Dinas Ketahanan
Pangan berperan penting dalam pembinaan dan pemberdayaan para
pelaku usaha khususnya perusahaan daerah pelaksana fungsi
Distribution Center, khususnya dalam pengelolaan pasokan,
peningkatan kapasitas dan pengembangan usaha, serta melaksanakan
fungsi kontrol dalam pengendalian harga pangan di pasaran; 3) Dinas
Ketahanan Pangan, BULOG dan Koperasi berperan penting dalam
pembinaan koperasi yang menjadi mitra kerjasama Distribution
Centersebagai penyalur akhir (TTI, RPK, retail/koperasi) untuk sampai
kepada konsumen. Ketiga unsur tersebut secara keseluruhan berperan
dalam hal penyediaan pasokan, pengelolaan pasokan dan distribusi
pasokan. Secara lebih rinci, peran kelembagaan/instansi terkait sebagai
berikut:
1. Peran Kelembagaan dalam Penyedia Pasokan
No Dinas/Instansi Peran
1 Kementerian
Pertanian
• Menentukan kebijakan dalam pengaturan
kegiatan produksi secara keseluruhan
• Memungkinkan memberikan insentif pada
wilayah penyangga pangan dalam
kegiatan produksi pangan
• Kementan (BKP) mengkoordinir semua
fungsi kelembagaan
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 19
2 Dinas Pertanian
Kabupaten
• Merencanakan kegiatan produksi (waktu
tanam dan panen atau kalender tanam)
dan rencana pasokan hasil produksi
• Fasilitasi APBD untuk mendukung
kegiatan produksi berdasarkan rencana
produksi
3 Dinas Ketahanan
Pangan
Kabupaten
• Memfasilitasi gapoktan, asosiasi
gapoktan, pedagang besar menyalurkan
hasil produksi kepada Distribution Center
(DC)
4 Dinas
Perdagangan
Kabupaten
• Membina pedagang besar dalam
memasok hasil produksi pangan
5 BULOG • Berperan dalam penyediaan/penyerapan
pasokan pangan (beras)
• Menegakan kebijakan harga
pangan/beras ditingkat petani dan
pedagang
2. Peran Kelembagaan dalam Pengelola Pasokan
No Dinas/Instansi Peran
1 Kementerian
Pertanian
• Kementan (BKP) mengkoordinir semua
fungsi kelembagaan dalam
melaksanakan fungsi pengelolaan
pasokan
2 Dinas Pertanian
Provinsi
• Mendorong kabupaten penyangga untuk
memaksimalkan peran kerjasama antar
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 20
No Dinas/Instansi Peran
wilayah dalam pengelolaan dan
pemenuhan pasokan pangan
• Mendorong kabupaten lain untuk turut
berperan, apabila terjadi hambatan pada
kabupaten penyangga dalam
pengelolaan dan pemenuhan pasokan
pangan
3 Dinas
Perdagangan
Provinsi
• Mendorong pedagang lain di kabupaten
non penyangga apabila terjadi hambatan
pasokan pangan dari pedagang
kabupaten penyangga
• Intervensi pada saat terjadi gejolak harga
4 Dinas
Ketahanan
Pangan Provinsi
• Berperan dalam pengelolaan stok
pangan di provinsi
• Melakukan intervensi apabila terjadi
gejolak harga pangan (operasi pasar)
5 BULOG • Berperan dalam pengelolaan pasokan
pangan ke kota besar (DKI Jakarta)
3. Peran Kelembagaan Distribusi Pasokan
No Dinas/Instansi Peran
1 Kementerian
Pertanian
• Kementan (BKP) mengkoordinir semua
fungsi kelembagaan dalam
melaksanakan fungsi distribusi pasokan
2 Dinas Ketahanan • Pembinaan kepada TTI dalam kegiatan
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 21
Pangan distribusi pangan
3 Dinas Koperasi • Pembinaan kepada koperasi penyedia
pangan dalam melakukan distribusi
pangan ke konsumen
4 Dinas Sosial • Pembinaan kepada E-Warung dalam
melakukan distribusi pangan ke
konsumen
5 Dinas Perdagangan
Provinsi
• Pembinaan kepada pedagang dalam
kegiatan distribusi pangan kepada
konsumen
6 BULOG • Berperan dalam distribusi pasokan
pangan ke kota besar (DKI Jakarta)
2. Hak dan Kewajiban
a. Hak dan Kewajiban Kota Besar;
1. Wilayah kota besar memiliki hak untuk memperoleh pasokan
pangan pokok dan strategis, khususnya beras dan cabai dengan
harga wajar dan terjangkau untuk pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
2. Kewajiban kota besar memberikan kompensasi harga wajar yang
disepakati oleh para pihak jika terjadi selisih harga yang
disepakati dengan harga pasar.
3. Kota Besar berkewajiban untuk menata sistem distribusi, serta
menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendukungnya.
b. Hak dan Kewajiban Wilayah Penyangga;
1. Wilayah penyangga memiliki hak untuk memasarkan pangan
pokok dan strategis khususnya beras dan cabai dengan harga
wajar.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 22
2. Wilayah penyangga hak untuk memeperoleh kompensasi jika
terjadi selisih antara harga yang disepakati dengan harga pasar.
3. Wilayah penyangga berkwajiban untuk memasok pangan pokok
dan strategis khususnya beras dan cabai kepada Kota Besar
sesuai dengan jumlah, waktu, dan harga yang disepakati.
3. Syarat dan Tata Cara Kerja Sama
1. Kepala daerah atau salah satu pihak dapat memprakarsai atau
menawarkan rencana kerja sama kepada kepala daerah yang lain
dan pihak ketiga mengenai objek tertentu;
2. Apabila para pihak sebagaimana dimaksud menerima, rencana kerja
sama tersebut dapat ditingkatkan dengan membuat kesepakatan
bersama dan menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama;
3. Kepala daerah dalam menyiapkan rancangan perjanjian kerja sama
melibatkan perangkat daerah terkait dan dapat meminta pendapat
dan saran dari para pakar, perangkat daerah provinsi, Menteri dan
Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen terkait;
4. Kepala daerah dapat menerbitkan Surat Kuasa untuk penyelesaian
rancangan bentuk kerja sama.
4. Jangka Waktu Kerja Sama
Dalam pelaksaan kerja sama harus memperhatikan rencana kerja yang
telah disepakati. Perjanjian kerja sama dilakukan paling singkat selama
3 tahun. Jika lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat
dibentuk badan kerja sama daerah.
5. Tata Cara Kerja Sama Kota Besar dengan Daerah Penyangga
Tata cara kerja sama yang dilakukan adalah tata cara kerja sama antar
daerah. Bentuk/model kerja sama daerah adalah bentuk/model kerja
sama antar daerah yaitu antara wilayah kota besar (DKI Jakarta)
dengan wilayah penyangga pangan, yaitu daerah (provinsi dan
kabupaten) yang menjadi sentra produksi pangan, dalam hal ini beras
dan cabai.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 23
Perencanaan Kerja Sama antara Kota Besar dengan Wilayah Penyangga
terdiri dari: (1) persiapan; (2) penawaran; (3) penyiapan kesepakatan; (4)
kesepakatan; (5) penyiapan perjanjian;
1. Persiapan
Pada tahap ini dibentuk Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD)
yang akan melakukan inventarisasi obyek kerja sama yang akan
dikerjasamakan, dalam hal ini wilayah penyangga pangan bagi kota
besar untuk komoditas beras dan cabai. Kemudian dilakukan
penyusunan rencana kerja sama, menyiapkan informasi dan data yang
lengkap serta membuat analisis manfaat dan biaya kerja sama yang
terukur. Wilayah kota seperti DKI Jakarta sangat tergantung pada
wilayah lain sebagai penyangga untuk memenuhi kebutuhan pangan
DKI Jakarta.
2. Penawaran
a. Menentukan prioritas obyek yang akan dikerjasamakan
b. Memilih daerah dan obyek yang akan dikerjasamakan
c. Menawarkan objek yang akan dikerjasamakan melalui surat
penawaran:
d. Surat penawaran kerja sama Kepala Daerah sekurang-kurangnya
memuat:
1) Objek yang akan dikerjasamakan;
2) Manfaat kerja sama terhadap pembangunan daerah;
3) Bentuk kerja sama;
4) Tahun anggaran dimulainya kerja sama;
5) Jangka waktu kerja sama.
e. Dalam surat penawaran kerja sama dilampirkan informasi dan data
yang dapat berupa kerangka acuan/proposal objek yang akan
dikerjasamakan.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 24
f. Kepala Daerah setelah menerima jawaban tawaran rencana kerja
sama dari daerah lain dibahas dengan TKKSD, selanjutnya
memberikan jawaban tertulis atas rencana kerja sama.
3. Penyiapan Kesepakatan
a. Setelah menerima jawaban persetujuan, TKKSD masing-masing
segera membahas rencana KSAD dan menyiapkan Kesepakatan
Bersama.
b. Kesepakatan Bersama merupakan pokok-pokok kerja sama yang
memuat:
1) Identitas para pihak;
2) Maksud dan tujuan;
3) Objek dan ruang lingkup kerja sama;
4) Bentuk kerja sama;
5) Sumber biaya;
6) Tahun anggaran dimulainya pelaksanaan kerja sama;
7) Jangka waktu berlakunya kesepakatan bersama, paling lama 12
bulan; dan
8) Rencana kerja yang memuat:
a) Jangka waktu penyusunan rancangan perjanjian kerja sama
masing-masing TKKSD yang merupakan tindak lanjut dari
kesepakatan bersama.
b) Tanggal pembahasan bersama rancangan perjanjian kerja
sama oleh TKKSD masing-masing.
c) Jadwal penandatanganan perjanjian KSAD.
d) Rencana kerja tersebut dijadikan lampiran dalam
kesepakatan bersama dan ditandatangani oleh masing-
masing kepala daerah.
4. Penandatanganan Kesepakatan
a. Kesepakatan Bersama antar daerah ditandatangani oleh masing-
masing Kepala Daerah.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 25
b. Penandatanganan kesepakatan bersama dilaksanakan sesuai
dengan kesepakatan para pihak dan dapat disaksikan oleh Menteri
Dalam Negeri dan Menteri/Pimpinan LPND yang terkait dengan
objek kerja sama.
5. Penyiapan Perjanjian
TKKSD masing-masing daerah menyiapkan rancangan perjanjian kerja
sama yang memuat paling sedikit:
1) Prinsip kerja sama
Kerja sama daerah dilakukan dengan prinsip: a. efisiensi; b.
efektivitas; c. sinergi; d. saling menguntungkan; e. kesepakatan
bersama; f. itikad baik; g. mengutamakan kepentingan nasional
dan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; h.
persamaan kedudukan; i. transparansi; j. keadilan; dan k.
kepastian hukum
2) Subjek kerja sama
Yang menjadi pelaksana atau subyek kerja sama adalah
Pemerintah daerah, dalam hal ini Gubernur DKI Jakarta, dengan
Pemerintah daerah wilayah penyangga pangan, yaitu Gubernur
Jawa Barat, Gubernur Banten dan Gubernur Lampung, serta
Bupati Serang, Lebak, Pandeglang, Sukabumi, Lampung Selatan,
Lampung Timur, Cianjur, Purwakarta, Subang, dan Karawang.
3) Objek kerja sama
Yang menjadi obyek kerja sama adalah dukungan wilayah
penyangga pangan bagi DKI Jakarta untuk komoditas pagan
pokok (beras) dan pangan strategis (cabai).
4) Bentuk kerja sama
Kerja sama antar daerah penyangga kota-kota besar dituangkan
dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS).
5) Ruang lingkup kerja sama;
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 26
Ruang lingkup kerja sama meliputi pasokan dan distribusi
komoditas beras dan cabai.
6) Persetujuan Anggaran
a) Dalam kerja sama daerah dapat bersama-sama menanggung
biaya secara proporsional dan tidak ada daerah yang terbebani
b) Rencana kerja sama daerah yang membebani daerah dan
masyarakat harus mendapat persetujuan dari Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan ketentuan apabila biaya
kerja sama belum teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan dan/atau
menggunakan dan/atau memanfaatkan aset daerah;
c) Kerja sama daerah yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan
tugas dan fungsi dari satuan kerja perangkat daerah dan
biayanya sudah teranggarkan dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah tahun anggaran berjalan tidak perlu
mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
7) Penyelesaian Perselisihan
a) Apabila kerja sama antardaerah dalam satu provinsi terjadi
perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah;
atau b. Keputusan Gubernur;
b) Apabila kerja sama daerah provinsi dengan provinsi lain atau
antara provinsi dengan kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi
atau antara daerah kabupaten/kota dengan daerah kabupaten
atau daerah kota dari provinsi yang berbeda terjadi
perselisihan, dapat diselesaikan dengan cara: a. musyawarah;
atau b. Keputusan Menteri;
c) Apabila kerja sama daerah dengan pihak ketiga terjadi
perselisihan, diselesaikan sesuai kesepakatan penyelesaian
perselisihan yang diatur dalam perjanjian kerja sama.
8) Perubahan Kerja Sama Daerah
a) Para pihak dapat melakukan perubahan atas ketentuan kerja
sama daerah.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 27
b) Mekanisme perubahan atas ketentuan kerja sama daerah
diatur sesuai kesepakatan masing-masing pihak yang
melakukan kerja sama.
c) Perubahan ketentuan kerja sama daerah dituangkan dalam
perjanjian kerja sama setingkat dengan kerja sama daerah
induknya.
9) Berakhirnya Kerja Sama Daerah
a) Kerja sama daerah berakhir jika kedua belah pihak
menyepakati butir-butir berakhirnya perjanjian;
b) Kerja sama daerah tidak berakhir karena pergantian
pemerintahan di daerah
10) Penandatanganan perjanjian
a) Perjanjian kerjasama antar daerah ditandatangani oleh Kepala
Daerah.
b) Tempat dan waktu penandatanganan perjanjian kerja sama
ditetapkan sesuai kesepakatan dari para pihak.
11) Hasil Kerja Sama
a) Hasil kerja sama daerah dapat berupa uang, surat berharga
dan aset, atau nonmaterial berupa keuntungan;
b) Hasil kerja sama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang menjadi hak daerah yang berupa uang, harus disetor ke
kas daerah sebagai pendapatan asli daerah sesuai dengan
peraturan perundangundangan;
c) Hasil kerja sama daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
yang menjadi hak daerah yang berupa barang, harus dicatat
sebagai aset pada pemerintah daerah yang terlibat secara
proporsional sesuai dengan peraturan perundang-undangan
12) Monitoring, Evaluasi, Pengawasan dan Pembinaan
a) Menteri melakukan monitoring, evaluasi, pengawasan dan
pembinaan atas kerja sama antar daerah provinsi atau antar
kabupaten/kota dari lain provinsi;
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 28
b) Menteri dan Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen
terkait melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas
kerja sama antardaerah provinsi atau antarkabupaten/kota dari
lain provinsi;
c) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dimulai dari penjajakan, negosiasi, penandatanganan,
pelaksanaan sampai pengakhiran kerja sama
13) Badan Kerja Sama
Dalam pelaksanaan kerja sama harus memperhatikan rencana
kerja yang telah disepakati. Perjanjian KSAD yang jangka
waktunya lebih dari 5 tahun dan atas persetujuan bersama, dapat
dibentuk badan kerja sama daerah.
a) Badan kerja sama sesuai dengan tugasnya membantu Kepala
Daerah untuk:
1) melakukan pengelolaan, monitoring dan evaluasi atas
pelaksanaan KSAD; dan
2) memberikan masukan dan saran kepada Kepala Daerah
masing-masing mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan apabila ada permasalahan.
b) Biaya pelaksanaan KSAD dan/atau Badan Kerja Sama Daerah
menjadi tanggung jawab SKPD masing-masing.
c) Dalam pelaksanaan KSAD, dapat dilakukan perubahan materi
perjanjian/adendum atas persetujuan bersama Kepala Daerah.
Apabila materi perubahan/addendum menyebabkan atau
mengakibatkan penambahan pembebanan APBD atau
masyarakat, maka penambahan pembebanan harus dimintakan
persetujuan DPRD.
d) Dalam pelaksanaan perjanjian kerja sama terjadi keadaan
memaksa/force majeure yang mengakibatkan hak dari
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang harusditerima
berkurang atau tidak ada, Kepala Daerah memberitahukan
secara tertulis kepada Ketua DPRD masing-masing disertai
dengan penjelasan mengenai:
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 29
1) keadaan memaksa/force majeure yang terjadi; dan
2) hak dari Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah
diterima dan/atau yang tidak bisa diterima setiap tahun atau
pada saat berakhirnya KSAD.
e) 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya perjanjian KSAD, masing-
masing SKPD yang melakukan KSAD dibantu oleh badan kerja
sama dan dapat didampingi oleh tim penilai eksternal untuk
melakukan inventarisasi dan penilaian secara finansial
terhadap:
1) barang bergerak dan tidak bergerak yang terkait dengan
perjanjian KSAD;
2) kewajiban atau utang yang menjadi beban KSAD.
f) Hasil penilaian dilaporkan kepada Kepala Daerah melalui
SKPD masing-masing. Terhadap barang bergerak dan tidak
bergerak dimaksud pada huruf e point 1), pembagiannya dapat
dilaksanakan:
1) dijual kepada para pihak yang melakukan KSAD; dan
2) dijual melalui lelang terbuka.
Hasil penjualan barang bergerak dan tidak bergerak
sebagaimana dimaksud pada huruf f setelah dikurangi
kewajiban atau hutang yang menjadi beban KSAD, dibagi
berdasarkan perimbangan hak dan kewajiban dalam
perjanjian KSAD.
g) Hasil KSAD yang berupa barang dilaporkan oleh Kepala
Daerah kepada Ketua DPRD.
LAPORAN POLICY PAPER PERMENTAN KERJASAMA PEMBANGUNAN BIDANG PANGAN 30
VIII. Penutup
Policy Paper ini sebagai gambaran arah pengaturan dan sasaran
dalam rangka penyediaan pangan pokok dan strategis kota-kota besar oleh
wilayah penyangga.
Adapun substansi kebijakan kerja sama dalam rangka penyediaan pangan
pokok dan strategis kota-kota besar oleh wilayah penyangga meliputi: (1)
Penetapan Kota-Kota Besar dan Wilayah Penyangga; dan (2) Kerja Sama
Kota Besar dengan Wilayah Penyangga.
Kebijakan penyediaan pangan pokok dan strategis kota-kota besar oleh
wilayah penyangga sebagai pedoman untuk kota-kota besar oleh wilayah
penyangga dapat dilakukan secara efisien dan efektif serta saling
menguntungkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan penduduk.