Upload
gardi-susila
View
205
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mata
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan indera penglihatan merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia dalam meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, dalam rangka
mewujudkan manusia Indonesia yang cerdas, produktif, maju, mandiri, dan sejahtera lahir
batin. Oleh karena itu semua bagian dari mata harus dijaga kesehatannya.
Salah satu bagian dari mata yang tidak boleh dilupakan adalah kelopak mata
(palpebra). Kelopak mata berperan penting dalam memberikan proteksi fisik untuk mata.
Selain itu, kelopak mata juga berperan dalam mempertahankan film air mata serta drainase
air mata. Kasus yang banyak dan biasa ditemukan di masyarakat adalah hordeolum. Pada
penelitian mengenai hordeolum yang dilakukan pada tahun 1988 di poliklinik Mata RSUP
Dr Kariadi Semarang, didapatkan frekuensi penderita hordeolum sebesar 1,6% dengan usia
terbanyak pada golongan dewasa muda dan sebanyak 56,25% dari penderita mengalami
sakit berulang (cari prevalensi di denpasar).
Hordeolum adalah infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu atau lebih
kelenjar sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Bakteri Staphylococcus aureus
yang tedapat di kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum. Kuman lain yang
dapat menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis, Streptococcus, dan
Eschericia coli. Gejala hordeolum biasanya berawal dengan kemerahan, nyeri bila ditekan
dan nyeri pada tepi kelopak mata. Gejala lainnya, mata mungkin berair, peka terhadap
cahaya terang dan penderita merasa ada sesuatu di dalam matanya. Biasanya hanya
sebagian kecil di daerah kelopak yang membengkak, meskipun ada seluruh kelopak yang
membengkak. Di tengah daerah yang membengkak sering kali terlihat bintik kecil yang
berwarna kekuningan. Selain itu bisa terbentuk abses yang cenderung pecah dan
melepaskan sejumlah nanah (pus).
Penanganan hordeolum dapat dengan memberi kompres hangat saja dan dapat sembuh
sendiri dalam 1-2 minggu. Dalam beberapa kasus yang lebih serius dapat dilakukan
pemberian antibiotika atau jika sudah terdapat pus yang matang dapat dilakukan tindakan
pembedahan (insisi) untuk mengeluarkan pus. Pemberian antibiotika pada penatalaksanaan
hordeolum yaitu antibiotika topikal untuk bakteri gram positif. Jika penderita mengalami
tanda dan gejala bakteremia atau pada kasus yang semakin parah seperti meibomitis
kronik, maka antibiotika sistemik mungkin diperlukan. Penyulit hordeolum yang sering
terjadi adalah selulitis palpebra, yang merupakan radang jaringan ikat jarang palpebra di
depan septum orbita dan abses palpebra. Diharapkan tinjauan kasus ini dapat menjadi
bahan pertimbangan para klinisi untuk menetapkan langkah yang tepat dalam menangani
kasus hordeolum sehingga nantinya dapat menimalisasi munculnya penyulit dalam kasus
hordeolum.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Palpebra
Palpebra (eyelid) merupakan organ yang menutup bola mata pada bagian anterior,
melindungi bola mata dari trauma (injury), mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata,
dan menjaga kornea agar tetap lembab dengan sekresi cairan lakrimal. Palpebra memiliki
pembungkus eksternal berupa kulit dan pembungkus internal berupa membran mukus
transparan disebut konjungtiva palpebra yang menghadap bola mata, yang kemudian
berlanjut sebagai konjungtiva bulbar. Konjungtiva bulbar menutup sklera dan mengandung
pembuluh darah kecil, yang melekat di perifer kornea. Refleksi dari konjungtiva palpebra
ke bola mata membentuk fornik konjungtiva superior dan inferior.
Palpebra dapat bergerak bebas di atas permukaan bola mata, membuka dan menutup,
karena adanya sakus konjungtiva (conjungtival sac) yaitu mucosal bursa yang mengalami
spesialisasi. Palpebra juga diperkuat oleh jaringan ikat padat, tarsi, yaitu tarsi superior dan
inferior yang di dalamnya terdapat kelenjar tarsal (tarsal gland). Medial dan lateral angle
membentuk medial dna lateral palpebra commisura. Pada medial angle terdapat lacrimal
lake dan lacrimal carancule yang termasuk dalam aparatus lakrimalis.
Selain itu terdapat silia (eyelashes) pada margo palpebra yang di sekitarnya terdapat
kelenjar sebasea (ciliary gland).
2.2 Definisi dan Etiologi
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum biasanya
merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sabasea kelopak mata. Biasanya sembuh
sendiri dan dapat diberi hanya kompres hangat. Hordeolum secara histopatologik
gambarannya seperti abses.
2.3 Klasifikasi Hordeolum
Hordeolum dikenal dalam dua bentuk yaitu hordeolum ekstermum dan hordeolum
internum. Hordeolum eksternum atau radang kelenjar zeis atau moll, dengan penonjolan
terutama ke daerah kulit kelopak. Hordeolum internum atau radang kelenjar meibom,
dengan penonjolan terutama ke daerah konjungtiva tarsal.
2.3 Patofisiologi
Hordeolum eksternum timbul dari obstruksi dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Sedangkan hordeolum internum timbul dari obstruksi dan infeksi pada kelenjar Meibom
yang terletak di dalam tarsus. Hordeolum diawali dengan penebalan kelenjar dan obstruksi
pada orifisium kelenjar-kelenjar tersebut yang menyebabkan kondisi stasis. Stasis dari
sekresi kelenjar menyebabkan infeksi sekunder oleh staphylococcus aureus, yang
menimbulkan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya. Secara histologi hordeolum
menunjukkan fokus kumpulan leukosit polimorfonuklear dan debris nekrotik (abses).
2.4 Diagnosis dan Diagnosis Banding
Hordeolum menyebabkan bengkak pada kelopak mata, rasa mengganjal pada mata,
hiperhemi, sakit dan panas pada benjolan. Rasa sakit bertambah apabila menunduk. Selain
itu mata kadang-kadang berair, nyeri tekan, keluar sekret atau kadang-kadang nanah.
Diagnosis banding hordeolum antar lain kalazion, tumor palpebra.
2.5 Komplikasi
Penyulit hordeolum adalah selulitis palpebra dan abses palpebra. Selulitis palpebra
merupakan radang jaringan ikat longgar palpebra di depan septum orbita.
2.6 Penatalaksanaan
Biasanya hordeolum dapat sembuh dengan sendiri dalam waktu 5-7 hari.
2.6.1 Umum
- Kompres hangat 4-6 kali sehari selama 15 menit tiap kalinya untuk membantu
drainase.
- Bersihkan kelopak mata dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang
tidak menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses
penyembuhan.
- Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang
lebih serius.
- Hindari pemakaian makeup pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi
penyebab infeksi.
- Jangan memakai lensa kontak karena dapat menyebarkan infeksi ke kornea.
2.6.2 Pengobatan
Antibiotik diindikasikan bila dengan kompres hangat selama 24 jam tidak ada perbaikan,
dan bila proses peradangan menyebar ke sekitar daerah hordeolum.
- Antibiotik topikal.
Basitrasin, tobramisin, neomisin atau polimiksin B salep mata diberikan setiap 4
jam selama 7-10 hari. Dapat juga diberikan eritromisin salep mata untuk kasus
hordeolum eksterna dan hordeolum interna ringan.
- Antibiotik sistemik
Diberikan bila terdapat tanda-tanda bakterimia atau terdapat tanda pembesaran
kelenjar limfe di preauricular. Pada kasus hordeolum internum dengan kasus yang
sedang sampai berat Dapat diberikan ampisilin atau amoksisilin 4 x 250 mg per
hari secara oral selama 7-10 hari, cephalexin atau dicloxacilin 500 mg per oral 4
kali sehari selama 7 hari. Bila alergi penisilin atau cephalosporin dapat diberikan
clindamycin 300 mg oral 4 kali sehari selama 7 hari atau klaritromycin 500 mg 2
kali sehari selama 7 hari.
- Perbaikan higiene dapat mencegah terjadinya infeksi kembali.
2.6.3 Pembedahan
Bila dengan pengobatan tidak berespon dengan baik, maka prosedur pembedahan mungkin
diperlukan untuk membuat drainase pada hordeolum. Pada insisi hordeolum terlebih
dahulu diberikan anestesi topikal dengan pantokain tetes mata. Dilakukan anestesi filtrasi
dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila:
- Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada
margo palpebra.
- Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra. Setelah
dilakukan insisi, dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang
di dalam kantongnya dan kemudian diberikan salep antibiotik.
2.7 Prognosis
Prognosis penderita hordeolum baik karena umumnya dapat sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Hordeolum jarang menimbulkan komplikasi dan bekas apabila sembuh.
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Penderita
Nama : A. A. Gede Alit
Umur : 42 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Puri Bitra, Blahbatuh, Gianyar
Pekerjaan : Pegawai Negeri Sipil
Agama : Hindu
Suku Bangsa : Bali
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama: Terdapat benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata kiri
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan ada benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata
kiri. Benjolan muncul sejak 5 hari yang lalu, sebelumnya pasien merasa gatal pada
mata mata kiri. Keluhan sakit (-), mata merah (-).
Riwayat Penyakit Dahulu:
Pasien pernah mengalami keluhan yang sama, yaitu muncul benjolan pada kulit
palpebra superior mata kanan sekitar 10 hari yang lalu. Pasien mengatakan merasa
sakit saat keluar nanah dari benjolan tersebut. Keluhan tersebut telah diobati dengan
salep (gentamisin) dan saat pasien datang keluhan sudah hilang. Riwayat penyakit
sistemik seperti diabetes melitus dan hipertensi disangkal.
Riwayat Sosial dan Keluarga:
Pasien bekerja sebagai pegawai di rumah sakit. Tidak ada yang mengalami keluhan
yang sama dengan pasien di lingkungan keluarga dan tempat kerja.
3.3 Pemeriksaan Fisik
Okuli Dekstra (OD) Okuli Sinistra (OS)
Visus
Refraksi/Pin Hole
6/6
Tidak dilakukan
6/6
Tidak dilakukan
Supra cilia
Madarosis
Sikatriks
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra superior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Palpebra inferior
Edema
Hiperemi
Enteropion
Ekteropion
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Pungtum lakrimalis
Pungsi
Benjolan
Tidak dilakukan
Tidak ada
Tidak dilakukan
Tidak ada
Konjungtiva palpebra superior
Hiperemi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Sekret
Papil
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva palpebra inferior
Hipermi
Folikel
Sikatriks
Benjolan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Konjungtiva bulbi
Kemosis
Hiperemi
- Konjungtiva
- Silier
Perdarahan di bawah konjungtiva
Pterigium
Pingueculae
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sklera
Warna
Pigmentasi
Putih
Tidak ada
Putih
Tidak ada
Limbus
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Kornea
Odem
Infiltrat
Ulkus
Sikatriks
Keratik presifitat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Kamera okuli anterior
Kejernihan
Kedalaman
Jernih
Normal
Jernih
Normal
Iris
Warna
Koloboma
Sinekia anterior
Sinekia posterior
Cokelat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Cokelat
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Pupil
Bentuk
Regularitas
Refleks cahaya langsung
Refleks cahaya konsensual
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Bulat
Reguler
Ada
Ada
Lensa
Kejernihan
Dislokasi/subluksasi
Jernih
Tidak ada
Jernih
Tidak ada
3.4 Resume
Penderita GA, laki-laki 42 tahun, hindu, bali, datang dengan keluhan benjolan pada
konjungtiva palpebra inferior pada mata kiri yang hiperemis sejak 5 hari yang lalu. Pasien
pernah mengalami keluhan yang sama pada kulit palpebra superior mata kanan. Pasien
bekerja sebagai pegawai di rumah sakit. Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien di lingkungan keluarga dan tempat kerja.
Pemeriksaan lokal
OD Pemeriksaan OS
6/6 Visus 6/6
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Palpebra Superior Tenang
Tenang Konjungtiva Palpebra Inferior Hiperemi (+), Benjolan (+)
Normal Konjungtiva Bulbi Normal
Jernih Kornea Jernih
Normal Kamera Okuli Anterior Normal
Bulat, regular, sentral Iris/Pupil Bulat, regular, sentral
Positif Refleks Pupil Positif
Jernih Lensa Jernih
3.5 Diagnosis Banding:
- Hordeolum interna
- Hordeolum eksterna
- Kalazion
- Tumor Palpebra
3.6 Diagnosis Kerja:
- OS Hordeolum interna
3.7 Usulan Pemeriksaan: -
3.8 Terapi:
- Kompres Hangat 10 – 15 menit, 3x sehari.
- Salep antibiotik lokal (gentamisin 3x sehari OS).
- Antibiotik sistemik (Amoxicilin tablet 500 mg 3 x 1 sehari).
3.9 Prognosis:
- Ad vitam: dubius ad bonam
- Ad fungtional: dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
Diagnosis hordeolum ditegakan dengan beberapa gejala klinis yaitu benjolan pada kelopak
mata, kemerahan, sakit, panas, dan kadang-kadang berair. Pada pasien didapatkan keluhan
berupa benjolan pada konjungtiva palpebra inferior mata kiri, hiperemis di sekitar
benjolan, namun pasien tidak mengalami keluhan lainnya seperti merasa sakit, panas, dan
mata berair. Riwayat sebelumnya pasien pernah mengalami keluhan yang sama yaitu lebih
kurang 10 hari yang lalu pada kulit palpebra superior mata kanan, pasien telah
mengobatinya dengan salep antibiotik hingga keluhan hilang, hal ini memberikan
gambaran kesesuaian antara terapi dan etiologi hordeolum yaitu bakteri. Selain itu hal
tersebut juga sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa dapat terjadi kekambuhan pada
hordeolum. Keluhan yang dirasakan pasien sesuai dengan kriteria diagnosis hordeolum
internum yaitu terdapat benjolan pada konjungtiva palpebra, sedangkan untuk hordeolum
eksterna benjolan muncul pada kulit palpebra, seperti keluhan yang muncul lebih kurang
10 hari sebelumnya pada mata kanan pasien.
Diagnosis banding kalazion dapat disingkirkan karena pada kalazion memiliki
gejala yaitu benjolan yang tidak memberikan gejala inflamasi yang aktif yang ditemui pada
pasien berupa gejala hiperemis. Pada kalazion benjolan biasa ditemukan pada palpebra
superior maupun inferior. Selain itu, dilihat dari perjalanan penyakit, kalazion berlangsung
kronis (lebih dari 2 minggu), karena merupakan peradangan kronis kelenjar meibom.
Diagnosis banding tumor palpebra dapat disingkirkan karena pada tumor palpebra tidak
terdapat tanda peradangan, seperti hiperhemi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwono, W. ulkus Kornea. 2007, Maret 22. Cermin Dunia Kedokteran. Available:
http://www.medicastore.co.id/files/cdk/files/06Ulkuskornea10.pdf
2. Vaughan, Daniel G, Ashbury, Taylor, Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum. Edisi
14. 1996. Jakarta : Widya Medika
3. Susila, Niti et al. Standar Pelayanan Medis Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP
Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah
Denpasar. 2009
4. Budhiastra, P et al. Pedoman Diagnosis Dan Terapi Penyakit Mata RSUP Sanglah
Denpasar. Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Mata FK UNUD/RSUP Sanglah Denpasar.
2001
5. Ilyas, Sidarta. Konjungtivitis Gonore, in: Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.2005 pp:127-130.