35
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG LAPORAN KASUS “TINEA PEDIS” Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH Diajukan Kepada : Pembimbing : dr. Irma Yasmin, SpKK Disusun Oleh : Miftakhun Nissa (H2A011029) Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH 2016

Lapsus Tinea

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lapsus Tinea

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

LAPORAN KASUS

“TINEA PEDIS”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH

Diajukan Kepada :

Pembimbing : dr. Irma Yasmin, SpKK

Disusun Oleh :

Miftakhun Nissa (H2A011029)

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

FAKULTAS KEDOKTERAN – UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH

2016

Page 2: Lapsus Tinea

LEMBAR PENGESAHAN KOORDINATOR KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

Presentasi Laporan Kasus dengan judul :

“TINEA PEDIS”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

di Bagian Stase Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin

Rumah Sakit Umum Daerah dr.Adhyatma, MPH

Disusun Oleh:

Miftakhun Nissa (H2A011029)

Telah disetujui oleh Pembimbing:

Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal

dr. Irma Yasmin, SpKK ........................... .............................

Mengesahkan:

dr. Irma Yasmin , SpKK

Page 3: Lapsus Tinea

BAB I

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. Prasati Cesara H

Usia : 9 tahun

Alamat : Mindo Jiwo Raya RT9/RW 1 , Semarang

Pekerjaan : -

Agama : Islam

Pendidikan : SD

No RM : 428732

Tanggal Berobat : 28 Maret 2016

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 28 Maret 2016 Januari 2016 pukul

10.00 WIB.

a. Keluhan Utama : gatal pada telapak kaki kanan

b. Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang ke Poli Kulit RSUD Tugurejo denga keluhan adanya rasa gatal pada

telapak kaki kanan. Keluhan dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Awalnya terdapat bintik berisi

cairan terasa gatal kemudian digaruk oleh pasien, pecah dan melebar. Rasa gatal disakan

terus menerus. Gatal dirasakan semakin bertambah apabila terkena keringat dan saat kaki

lembab . Rasa gatal dirasakan berkurang saat di rendam air hangat.

Pasien juga mengeluh terkadang terasa nyeri bila telapak kakinya tergesek.Pasien

mengaku telah berobat ke dokter 1 bulan yang lalu dan mendapat obat minum dan salep,

tetapi belum ada perbaikan . Pasien memiliki kebiasaan sering membiarkan kakinya dalam

keadaan lembab dan menggunakn sepatu tertutup dalam jangka waktu yang lama.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat sakit seperti ini : disangkal

Konsumsi obat lama : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat sakit seperti ini : disangkal

Page 4: Lapsus Tinea

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat alergi obat : disangkal.

Riwayat alergi makanan : disangkal

e. Riwayat pribadi

Mandi : 2 x sehari

Handuk : Masing-masing anggota keluarga

Bersih-bersih lingkungan rumah : Setiap hari

Kesan kebersihan lingkungan dan keluarga cukup

f. Status Sosial Ekonomi

Biaya pengobatan menggunakan biaya pribadi.

Kesan: sosial ekonomi cukup.

III. PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 28 Maret 2016 di Poli Kulit RSUD Tugurejo

a. Status Generalis

KU : Baik

Kesadaran : Compos mentis

b. Vital Sign

Nadi : 90 x/ menit regular, isi dan tegangan cukup

Nafas : 20 kali/menit, regular.

Suhu : 36,50C, axiller

BB : 46 kg

TB :155 cm

Status gizi : Kesan gizi normal

c. Status Dermatologis

Page 5: Lapsus Tinea

Inspeksi

Morfologi :

Lokasi : Plantar pedis dextra

UKK : tampak bercak eritema,krusta, bentuk tidak teratur, tepi berbatas

tegas, disertai erosi dan skuama halus di bagian tepi.

Palpasi : Teraba kasar dan berbatas tegas

Askultasi :-

d. Status Venerologi : tidak dilakukan

e. Status Internus :

Kepala : Kesan Mesocepal

Mata : Conjungtiva palpebra anemis (-/-), Sklera Ikterik(-/-),

reflek cahaya direct (+/+), reflek cahaya indirect (+/+)

edem palpebra (-/-), pupil isokor 2,5 mm/ 2,5 mm.

Hidung : nafas cuping (-), deformitas (-), secret (-)

Page 6: Lapsus Tinea

Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-)

Mulut :lembab (+), sianosis (-),faring tidak

hiperemis,Tonsil T1-1 tidak hiperemis.

Leher : Tiroid (N), Pembesaran limfonodi (-/-)

Thorax

Cor

Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis (teraba tidak kuat angkat),thrill(-)

Perkusi : tidak dilakukan

Auskultasi : bunyi jantung I dan II murni, Gallop (-),murmur(-)

Pulmo

Tampak Depan Tampak Belakang

SD Vesikuler SD Vesikuler

Wheezing (-), ronki (-) Wheezing (-), ronki (-)

Page 7: Lapsus Tinea

Paru Dextra Sinistra

Depan

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultas

i

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-), sudut arcus costa dalam

batas normal, SIC dalam batas

normal

Pengembangan pernafasan paru

normal

Simetris, Nyeri tekan (-), SIC

dalam batas normal, taktil

fremitus normal. Gerak dada tidak

ada yang tertinggal, massa (-)

Sonor seluruh lapang paru

Suara dasar vesicular, Wheezing

(-) ronki (-)

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-), sudut arcus costa dalam

batas normal, SIC dalam batas

normal

Pengembangan pernafasan paru

normal

Simetris, Nyeri tekan (-), SIC

dalam batas normal, taktil

fremitus normal. Gerak dada

tidak ada yang tertinggal, massa

(-)

Sonor seluruh lapang paru

Suara dasar vesicular, Wheezing

(-), ronki (-)

Belakang

Inspeksi

Palpasi

Perkusi

Auskultas

i

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-), Pengembangan

pernafasan paru normal

Simetris, Nyeri tekan (-), SIC

dalam batas normal, taktil

fremitus normal, Gerak dada tidak

ada yang tertinggal, massa (-)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Normochest, simetris, kelainan

kulit (-) Pengembangan

pernafasan paru normal

Simetris, Nyeri tekan (-),

SIC dalam batas normal,

taktil fremitus normal,

Gerak dada tidak ada yang

tertinggal, massa (-)

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Page 8: Lapsus Tinea

Inspeksi : PePermukaan cembung tidak mengkilat, warna sama

Seperti kulit di sekitar, ikterik (-)

Auskultasi : Bising usus (14x/menit) normal

Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, Pekak sisi (+)

normal, pekak alih (-)

Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepatomegali (-),splenomegali (-),

pembesaran Limfonodi inguinal (-).

Ekstremitas

Superior Inferior

Akral hangat +/+ +/+

Oedem -/- -/-

Sianosis -/- -/-

Gerak +/+ +/+

Capillary Refill < 2 detik/<2 detik <2 detik/2 detik

IV. RESUME

Anamnessa Px. Fisik

1. Gatal pada telapak kaki

kanan

2. Pasiensering membiarkan

kaki dalam keadaan

lembab dan tertutup

dalam jangka waktu lama

3. Inspeksi

Lokasi : Plantar pedis dextra

UKK : tampak bercak eritema,

bentuk tidak teratur, tepi berbatas

tegas, disertai erosi dan skuama

halus di bagian tepi.

4. Palpasi :

Page 9: Lapsus Tinea

Teraba kasar dan berbatas tegas

Masalah Aktif Masalah Pasif

1,2,3,4 Tinea pedis -

V. ASSESMENT

Diagnosis banding :

Tinea pedis

Dermatitis Kontak Alergika

Kandidiasis

Pomfolix

Psoriasis

VI. RENCANA PENGELOLAAN

1. Inisial Plan Diagnostik : Tinea pedis

Ip Dx S :-

Ip Dx O : -

Usulan Px. Penunjang :

a. Pemeriksaan KOH 10 %

b. Pemeriksaan medium agar dekstrosa sabouraud

2. Inisial Plan Terapi :

Medika Mentosa

R/ Ketoconazol cream 2% s.u.e

R/ Itraconazol 100 mg tab 1x1

R/ Cetirizin 10 mg 1x1

Non Medika mentosa

Menjaga kebersihan kaki

Menganjurkan pada daerah lesi agar tetap kering

Page 10: Lapsus Tinea

Menganjurkan agar tidak menggaruk kaki yang gatal karena dapat menyebabkan

infeksi

Edukasi kepada pasien :

- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga mengenai tinea pedis,

pencegahan, pengobatan dan lama pengobatan.

- Menjelaskan prognosis tinea pedis pada pasien dan keluarga pasien

- Hindari faktor pencetus (kelembapan, menggunakan sepatu tertutup,

mandi terlalu lama karena jamur suka dengan keadaan lembab)

- Jangan menggaruk luka

- Oleskan obat sesuai petunjuk dokter

- Konsumsi obat teratur

- Kontrol dokter 1 mggu lagi untuk melihat perkembangan

3. Inisial Plan Monitoring

a. Monitoring lesi

b. Monitoring efek samping obat

c. Komplikasi

VII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad sanam : ad bonam

Quo ad Fungsionam : ad bonam

Quo ad cosmetikam : ad bonam

Page 11: Lapsus Tinea

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINEA PEDIS

1. PENDAHULUAN

Istilah dermatofitosis harus dibedakan dengan dermatomikosis. Dermatofitosis adalah

penyakit pada jaringan yang mengandung zat tanduk atau stratum korneum pada lapisan

epidermis di kulit, rambut dan kuku yang disebabkan oleh golongan jamur

dermatofita. Dermatomikosis merupakan arti umum, yaitu semua penyakit jamur yang

menyerang kulit.(1)

Tinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan

telapak kaki sedangkan yang terdapat pada bagian dorsal pedis dianggap sebagai

tinea korporis. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu dan berkaos

kaki disertai daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan jamur makin subur.

Efek ini lebih nyata pada sela jari kaki keempat dan kelima, dan lokasi ini paling sering

terkena. Kenyataaannya, tinea pedis jarang ditemukan pada populasi yang tidak

menggunakan sepatu. Sinonim dari tinea pedis adalah foot ringworm, athlete foot,

foot mycosis. (2,3)

 

2.  EPIDEMIOLOGI

Page 12: Lapsus Tinea

Tinea pedis terdapat di seluruh dunia sebagai dermatofitosis yang paling sering terjadi.

Meningkatnya insidensi tinea pedis mulai pada akhir abad ke-19 sehubungan dengan

penyebaran Trichophytonrubrum ke Eropa dan Amerika. Hal ini dipengaruhi oleh perjalanan

orang keliling dunia, pendudukan koloni oleh Inggris dan Perancis pada abad ke-19 dan awal

abad ke-20 dan migrasi penduduk selama perang dunia kedua. Beberapa penulis berspekulasi

bahwa area endemik spesies ini bermula di Asia Tenggara. (2)

Tingkat prevalensi tinea pedis secara nyata diketahui karena pasien tidak mencari

nasihat medis kecuali kualitas hidup mereka dipengaruhi, karena ini bukan penyakit yang

mengancam jiwa. Diperkirakan 10% dari jumlah penduduk di banyak negara menderita

penyakit ini. Frekuensi tinea pedis di Eropa dan Amerika Utara berkisar 15-30% dan pada

beberapa masyarakat tertentu lebih tinggi, misalnya buruh tambang (sampai 70%) dan atlit.

Tinea pedis lazim ditemukan pada daerah beriklim tropis dan sedang. (2,3,5)

Tinea pedis lebih sering terjadi pada usia dewasa daripada anak remaja terutama pada

laki-laki dan jarang pada perempuan dan anak-anak. Kemungkinan infeksi berkaitan dengan

paparan ulangan dermatofita sehingga orang yang menggunakan fasilitas mandi umum

seperti pancuran, kolam renang, kamar mandi lebih cenderung terinfeksi. (2-4)

3. ETIOLOGI

Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton rubrum (paling

sering), T. interdigitale, T. tonsurans(sering pada anak) dan Epidermophyton floccosum.(22) T.

rubrum lazimnya menyebabkan lesi yang hiperkeratotik, kering menyerupai bentuk sepatu

sandal (mocassinlike) pada kaki; T. mentagrophyte seringkali menimbulkan lesi yang

vesikular dan lebih meradang sedangkan E. floccosum bisa menyebabkan salah satu diantara

dua pola lesi diatas. (1-4)

4. PATOGENESISJamur superfisial harus menghadapi beberapa kendala saat menginvasi jaringan keratin.

Jamur harus tahan terhadap efek sinar ultraviolet, variasi suhu dan kelembaban, persaingan

dengan flora normal, asam lemak fungistatik dan sphingosines yang diproduksi oleh

keratinosit. Setelah proses adheren, spora harus tumbuh dan menembus stratum korneum

dengan kecepatan lebih cepat daripada proses  proses deskuamasi. Proses penetrasi ini

dilakukan melalui sekresi proteinase, lipase, dan enzim musinolitik, yang juga memberikan

nutrisi. Trauma dan maserasi juga membantu terjadinya penetrasi. Mekanisme pertahanan

Page 13: Lapsus Tinea

baru muncul setelah lapisan epidermis yang lebih dalam telah dicapai, termasuk kompetisi

dengan zat besi oleh transferin tidak tersaturasi dan juga penghambatan pertumbuhan jamur

oleh progesteron. Di tingkat ini, derajat peradangan sangat tergantung pada aktivasi sistem

kekebalan tubuh. (4)

Keadaan basah dan hangat dalam sepatu memainkan peran penting dalam pertumbuhan

jamur. Selain itu hiperhidrosis, akrosianosis dan maserasi sela jari merupakan faktor

predisposisi timbulnya infeksi jamur pada kulit. Sekitar 60-80% dari seluruh penderita

dengan gangguan sirkulasi (arteri dan vena) kronik akibat onikomikosis dan/atau tinea pedis.

Jamur penyebab ada di mana-mana dan sporanya tetap patogenik selama berbulan-bulan

di lingkungan sekitar manusia seperti sepatu, kolam renang, gedung olahraga, kamar mandi

dan karpet. (2)

         Bukti eksperimen menunjukkan bahwa pentingnya faktor maserasi pada infeksi

dermatofita sela jari. Keadaan basah tersebut menunjang pertumbuhan jamur dan merusak

stratum korneum pada saat yang bersamaan. Peningkatan flora bakteri secara serentak

mungkin dan bisa juga memainkan peran. Terdapat bukti tambahan bahwa selama beberapa

episode simtomatik pada tinea pedis kronik, bakteri seperti coryneform bisa berperan sebagai

ko-patogenesis penting, tetapi apakah bakteri tersebut membantu memulai infeksi baru masih

belum diketahui. (2)

5. GAMBARAN KLINISGambaran klinis dari tinea pedis dapat dibedakan berdasarkan tipe:

a) Interdigitalis

Bentuk ini adalah yang tersering terjadi pada pasien tinea pedis. Di antara jari IV dan V

terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Kelainan ini dapat meluas ke bawah jari

(subdigital) dan juga ke sela jari yang lain. Oleh karena daerah ini lembab, maka

sering terdapat maserasi. Aspek klinis maserasi berupa kulit putih dan rapuh.

Bila bagian kulit yang mati ini dibersihkan, maka akan terlihat kulit baru, yang pada

umumnya juga telah diserang oleh jamur.(1) Jika perspirasi berlebihan (memakai sepatu

karet/boot, mobil yang terlalu panas) maka inflamasi akut akan terjadi sehingga pasien terasa

sangat gatal.(7)  Bentuk klinis ini dapat berlangsung bertahun-tahun dengan menimbulkan

sedikit keluhan sama sekali. Kelainan ini dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri

sehingga terjadi selulitis, limfangitis dan limfadenitis.(1)

Page 14: Lapsus Tinea

Gambar 1 : Tinea pedis tipe interdigiti*

b) Moccasin foot (plantar)Tinea pedis tipe moccasin atau Squamous-Hyperkeratotic Type umumnya bersifat

hiperkeratosis   yang bersisik dan biasanya asimetris yang disebut foci. (7) Seluruh kaki,

dari telapak, tepi sampai punggung kaki terlihat kulit menebal dan bersisik; eritema

biasanya ringan dan terutama terlihat pada bagian tepi lesi. Di bagian tepi lesi dapat pula

dilihat papul dan kadang-kadang vesikel.(1) Tipe ini adalah bentuk kronik tinea yang

biasanya resisten terhadap pengobatan. (6,21)

Gambar 2 : Tinea pedis pada telapak kaki*

c) Lesi Vesikobulosa

Bentuk ini adalah subakut yang terlihat vesikel, vesiko-pustul dan kadang-kadang bula

yang terisi cairan jernih. Kelainan ini dapat mulai pada daerah sela jari, kemudian meluas ke

Page 15: Lapsus Tinea

punggung kaki atau telapak kaki. Setelah pecah, vesikel tersebut meninggalkan sisik yang

berbentuk lingkaran yang disebut koleret. Keadaan tersebut menimbulkan gatal yang sangat

hebat. Infeksi sekunder dapat terjadi juga pada bentuk selulitis, limfangitis dan kadang-

kadang menyerupai erisipelas. Jamur juga didapati pada atap vesikel.(1,6,7)

Gambar 3: Tinea pedis; vesikel yang meluas ke punggung kaki**

d) Tipe Ulseratif

Tipe ini merupakan penyebaran dari tipe interdigiti yang meluas ke dermis akibat

maserasi dan infeksi sekunder (bakteri); ulkus dan erosi pada sela-sela jari; dapat dilihat

pada pasien yang imunokompromais dan pasien diabetes. (3,8)

Gambar 4 : Tinea pedis tipe ulseratif * 6. PEMERIKSAAN PENUNJANGa) Pemeriksaan Kalium Hidroksida (KOH)

Page 16: Lapsus Tinea

Pada kerokan sisik kulit akan terlihat hifa bersepta. Pemeriksaan ini sangat menunjang diagnosis dermatofitosis. KOH digunakan untuk mengencerkan jaringan epitel sehingga hifa akan jelas kelihatan di bawah mikroskop. Kulit dari bagian tepi kelainan sampai dengan bagian sedikit di luar kelainan  sisik kulit dikerok dengan pisau tumpul steril dan diletakkan di atas gelas kaca, kemudian ditambah 1-2 tetes larutan KOH dan ditunggu selama 15-20 menit untuk melarutkan jaringan, setelah itu dilakukan pemanasan. Tinea pedis tipe vesikobulosa, kerokan diambil pada atap bula untuk mendeteksi hifa.(1,8,18)

Gambar 5 : KOH: Tampak hifa dan spora (mikrokonidia)

  b) Kultur jamur

Dapat dilakukan untuk menyokong pemeriksaan dan menentukan spesis

jamur. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanam bahan klinis pada media buatan. 

c) Agar dekstrosa

Yang dianggap paling baik adalah medium agar dekstrosa  Sabouraud. Media

agar ini ditambahkan dengan antibiotik (kloramfenikol atau sikloheksimid).(1,8)

Gambar 6 : Trichophyton rubrum; koloni Downyd) Pemeriksaan histopatologi

Page 17: Lapsus Tinea

Karakteristik dari tinea pedis atau tinea manum adalah adanya akantosis, hiperkeratosis dan celah (infiltrasi perivaskuler superfisialis kronik pada dermis). (8,18)

Gambar 7 : Gambaran histopatologi dari tinea pedis; hifa pada lapisan superfisial dari epidermis  **

*   Dikutip dari kepustakaan no. 16** Dikutip dari kepustakaan no. 22

e) Pemeriksaan lampu Wood

Pada tinea pedis umumnya tidak terlalu bermakna karena banyak dermatofita

tidak menunjukkan fluoresensi kecuali pada tinea kapitis yang disebabkan

oleh Microsporum sp. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum kulit di daerah tersebut

dikerok untuk mengetahui lebih jelas daerah yang terinfeksi.(20)

7. DIAGNOSISDiagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis dan gejala klinis khas.

Pemeriksaaan laboratorium berupa a) Pemeriksaan langsung dengan KOH 10-20%

ditemukan hifa yaitu double conture (dua garis lurus sejajar dan transparan), dikotomi

(bercabang dua) dan bersepta. Selain itu di dapatkan artrokonidia yaitu deretan spora di ujung

hifa. Hasil KOH (-) tidak menyingkirkan diagnosis bila klinis menyokong. b) Kultur

ditemukan dermatofit. (8,10)

8. DIAGNOSIS BANDINGa)  Dermatitis kontak

Tinea pedis harus dibedakan dengan dermatitis, yang biasanya batasnya tidak

jelas, bagian tepi tidak lebih aktif daripada bagian tengah. Predileksinya pada bagian

Page 18: Lapsus Tinea

yang kontak dengan dengan sepatu, kaos kaki, bedak kaki dan sebagainya. Adanya

riwayat pengunaan sepatu baru. Tidak ditemukan jamur pada kultur tetapi hanya

tanda-tanda peradangan. Dermatitis kontak akan memberikan tes tempel positif,

sedangkan pada tinea pedis hasilnya negatif. (1,9)

Gambar 4 : Dermatitis kontak*

b) Pomfolix

*   Dikutip dari kepustakaan no. 10

Pomfolix umumnya terjadi pada dorsum jari-jari kaki pada anak-anak, agak kronik,

sering pada musim dingin, sangat gatal dan ada riwayat keluarga yang atopi. Kulit di dorsum

pedis tidak ditemukan jamur.(9)

c) PsoriasisMengenai telapak kaki; jarang terdapat pustul, menebal, lesi yang batas jelas;

psoriasis dapat ditemukan pada bagian tubuh yang lain dan pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner. Tidak didapatkan jamur pada pemeriksaan kulit.(9)

d) Hiperhidrosis pada kaki

Page 19: Lapsus Tinea

Lesi dapat memburuk dan berwarna putih, erosi disertai maserasi pada telapak kaki dan bau yang sangat busuk. (9)

*   Dikutip dari kepustakaan no. 10 ** Dikutip dari kepustakaan no. 10

9. PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHANSecara umum penatalaksanaan tinea pedis didasarkan atas klasifikasi dan tipenya

Tabel 1. Klasifikasi jenis Tinea Pedis dan pengobatannya (3,4)

Tipe Organisme Penyebab

Gejala Klinis Pengobatan

Moccasin Trichophyton rubrumEpidermophyton floccosumScytalidium hyalinumS. dimidiatum

Hiperkeratosis yang difus, eritema dan retakan pada permukaan telapak kaki; pada umumnya sifatnya kronik dan sulit disembuhkan; berhubungan dengan defisiensi Cell Mediated Immunity(CMI)

Antifungal topikaldisertai dengan obat-obatan keratolitik asam salisilat, urea dan asam laktat untuk mengurangi hiperkeratosis; dapat juga ditambahkan dengan obat-obatan oral

Interdigital T. mentagrophytes(var. interdigitale)T. rubrumE. floccosumS. hyalinumS. dimidiatumCandida spp.

Tipe yang paling sering; eritema, krusta dan maserasi yang terjadi pada sela-sela jari kaki,

Obat-obatan topikal; bisa juga menggunakan obat-obatan oral dan pemberian antibiotik jika terdapat infeksi bakteri; kronik : ammonium klorida hexahidrate 20 %

Inflamasi / Vesikobulosa

T. mentagrophytes(var. mentagrophytes)

Vesikel dan bula pada pertengahan kaki; berhubungan dengan reaksi dermatofit

Obat-obatan topikal biasanya cukup pada fase akut, namun apabila dalam keadaan berat maka indikasi pemberian glukokortikoid

Ulseratif T. rubrumT. mentagrophytesE. floccosum

Eksaserbasi pada daerah interdigital;Ulserasi dan erosi; biasanya

Obat-obatan topikal; antibiotik digunakan apabila terdapat infeksi sekunder

Page 20: Lapsus Tinea

terdapat infeksi sekunder oleh bakteri; biasanya terdapat pada pasien imunokompromais dan pasien diabetes

A. ANTIFUNGAL TOPIKALObat topikal digunakan untuk mengobati penyakit jamur yang terlokalisir. Efek

samping dari obat-obatan ini sangat minimal, biasanya terjadi dermatitis kontak alergi, yang biasanya terbuat dari alkohol atau komponen yang lain. (3)

a. Imidazol TopikalEfektif untuk semua jenis tinea pedis tetapi lebih cocok pada pengobatan tinea

pedis interdigitalis karena efektif pada dermatofit dan kandida.(11,18)

Klotrimazole 1 %Antifungal yang berspektrum luas  dengan menghambat pertumbuhan

bentuk yeast jamur. Obat dioleskan dua kali sehari dan diberikan sampai waktu 2-4 minggu. Efek samping obat ini dapat terjadi rasa terbakar, eritema, edema dan gatal.

Ketokonazole 2 % krim Merupakan antifungal berspektrum luas golongan Imidazol; menghambat

sintesis ergosterol, menyebabkan komponen sel yang mengecil hingga menyebabkan kematian sel jamur. Obat diberikan selama 2-4 minggu.

Mikonazol krimBekerja merusak membran sel jamur dengan menghambat biosintesis

ergosterol sehinggapermeabilitas sel meningkat yang menyebabkan keluarnya zat nutrisi jamur hingga berakibat pada kematian sel jamur. Lotion 2 % bekerja pada daerah-daerah intertriginosa. Pengobatan umumnya dalam jangka waktu 2-6 minggu.

b. Tolnaftat 1% Merupakan suatu tiokarbamat yang efektif untuk sebagian besar dermatofitosis

tapi tidak efektif terhadap kandida. Digunakan secara lokal 2-3 kali sehari. Rasa gatal akan hilang dalam 24-72 jam. Lesi interdigital oleh jamur yang rentan dapat sembuh antara 7-21 hari. Pada lesi dengan hiperkeratosis, tolnaftat sebaiknya diberikan bergantian dengan salep asam salisilat 10 %.(11,18)

Page 21: Lapsus Tinea

c. Piridones Topikal Merupakan antifungal yang bersifat spektrum luas dengan antidermatofit,

antibakteri dan antijamur sehingga dapat digunakan dalam berbagai jenis jamur.(11,18)

SikolopiroksolaminPengunaan kliniknya untuk dermatofitosis, kandidiasis dan tinea versikolor.

Sikolopiroksolamin tersedia dalam bentuk krim 1 % yang dioleskan pada lesi 2 kali sehari. Reaksi iritatif dapat terjadi walaupun jarang terjadi.

d. Alilamin TopikalEfektif terhadap berbagai jenis jamur. Obat ini juga berguna pada tinea pedis

yang sifatnya berulang (seperi hiperkeratotik kronik). (11)

Terbinafine (Lamisil®)Menurunkan sintesis ergosterol, yang mengakibatkan kematian sel jamur.

Jangka waktu pengobatan 1 sampai 4 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa terbinafine 1% memiliki keefektifan yang sama dengan terbinafine 10% dalam mengobati tine pedis namun dalam dosis yang lebih kecil dan lebih aman.(17)

e. Antijamur Topikal Lainnya. (11,18)

Asam benzoat dan asam salisilatKombinasi asam benzoat dan asam salisilat dalam perbandingan 2 : 1

(biasanya 6 % dan 3 %) ini dikenal sebagai salep Whitfield. Asam benzoat memberikan efek fungistatik sedangkan asam salisilat memberikan efek keratolitik. Asam benzoat hanya bersifat fungistatik maka penyembuhan baru tercapai setelah lapisan tanduk yang menderita infeksi terkelupas seluruhnya. Dapat terjadi iritasi ringan pada tempat pemakaian, juga ada keluhan yang kurang menyenangkan dari para pemakainya karena salep ini berlemak.

Asam UndesilenatDosis dari asam ini hanya menimbulkan efek fungistatik tetapi dalam dosis

tinggi dan pemakaian yang lama dapat memberikan efek fungisidal. Obat  ini tersedia dalam bentuk salep campuran  yang mengangung 5 % undesilenat dan 20% seng undesilenat.

Haloprogin. Haloprogin merupakan suatu antijamur sintetik, berbentuk kristal kekuningan,

sukar larut dalam air tetapi larut dalam alkohol. Haloprogin tersedia dalam bentuk krim dan larutan dengan kadar 1 %.

B. ANTIFUNGAL SISTEMIK

Page 22: Lapsus Tinea

Pemberian antifungal oral dilakukan setelah pengobatan topikal gagal dilakukan. Secara umum, dermatofitosis pada umumnya dapat diatasi dengan pemberian beberapa obat antifungal di bawah ini antara lain :

1. Griseofulvin merupakan obat yang bersifat fungistatik. Griseofulvin dalam bentuk partikel utuh dapat diberikan dengan dosis 0,5 – 1 g untuk

orang dewasa dan 0,25 - 0,5 g untuk anak-anak sehari atau 10-25 mg/kg BB. Lama pengobatan bergantung pada lokasi penyakit, penyebab penyakit, dan imunitas penderita. Setelah sembuh klinis dilanjutkan 2 minggu agar tidak residif. Dosis harian yang dianjurkan dibagi menjadi 4 kali sehari. Di dalam klinik cara pemberian dengan dosis tunggal harian memberi hasil yang cukup baik pada sebagian besar penderita.

Griseofulvin diteruskan selama 2 minggu setelah penyembuhan klinis. Efek samping dari griseofulvin jarang dijumpai, yang merupakan keluhan utama ialah sefalgia yang didapati pada 15 % penderita. Efek samping yang lain dapat berupa gangguan traktus digestivus yaitunausea, vomitus dan diare. Obat tersebut juga dapat bersifat fotosensitif dan dapat mengganggu fungsi hepar.(1)

2. KetokonazoleObat per oral, yang juga efektif untuk dermatofitosis yaitu ketokonazole yang bersifat

fungistatik. Kasus-kasus yang resisten terhadap griseofulvin dapat diberikan obat tersebut sebanyak 200 mg per hari selama 10 hari – 2 minggu pada pagi hari setelah makan. Ketokonazole merupakan kontraindikasi untuk penderita kelainan hepar.(1)

3. ItrakonazoleItrakonazole merupakan suatu antifungal yangdapat digunakan sebagai pengganti

ketokonazole yang bersifat hepatotoksik terutama bila diberikan lebih dari sepuluh hari. Itrakonazole berfungsi dalam menghambat pertumbuhan jamur dengan mengahambat sitokorm P-45 yang dibutuhkan dalam sintesis ergosterol yang merupakan komponen penting dalam sela membran jamur.

Pemberian obat tersebut untuk penyakit kulit dan selaput lendir oleh penyakit jamur biasanya cukup 2 x 100-200 mg sehari dalam selaput kapsul selama 3 hari. Interaksi dengan obat lain seperti antasida (dapat memperlambat reabsorpsi di usus), amilodipin, nifedipin (dapat menimbulkan terjadinya edema), sulfonilurea (dapat meningkatkan resiko hipoglikemia). Itrakonazole diindikasikan pada tinea pedis tipe moccasion.(1,11,12)

4. TerbinafinTerbinafin berfungsi sebagai fungisidal juga dapat diberikan sebagai pengganti

griseofulvin selama 2-3 minggu, dosisnya 62,5 mg – 250 mg sehari bergantung berat badan. Mekanisme sebagai antifungal yaitu menghambat epoksidase sehingga sintesis ergosterol menurun.

Efek samping terbinafin ditemukan pada kira-kira 10 % penderita, yang tersering gangguan gastrointestinal di antaranya nausea, vomitus, nyeri lambung, diare dan konstipasi yang umumnya ringan.Efek samping lainnya dapat berupa gangguan

Page 23: Lapsus Tinea

pengecapan dengan presentasinya yang kecil. Rasa pengecapan hilang sebagian atau seluruhnya setelah beberapa minggu makan obat dan bersifat sementara. Sefalgia ringan dapat pula terjadi.

Gangguan fungsi hepar dilaporkan pada 3,3 % - 7 % kasus.(1) Terbinafin baik digunakan pada pasien tinea pedis tipe moccasion yang sifatnya kronik. Pada suatu penelitian ternyata ditemukan bahwa pengobatan tinea pedis dengan terbinafine lebih efektif dibandingkan dengan pengobatan griseofulvin. (15,19)

PENCEGAHAN

Salah satu pencegahan terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga kaki tetap dalam

keadaan kering dan bersih, menghindari lingkungan yang lembab, menghindari pemakaian

sepatu yang terlalu lama, tidak berjalan dengan kaki telanjang di tempat-tempat umum seperti

kolam renang serta menghindari hindari kontak dengan pasien yang sama. Penularan jamur

ini biasanya asimptomatik, sehingga umumnya tidak terlihat. Eradikasi jamur merupakan

suatu hal yang sulit dan membutuhkan proses yang panjang.  Setelah mandi sebaiknya kaki

dicuci dengan benzoil peroksidase. (4,12)

10. KOMPLIKASI

a) Selulitis

Infeksi tinea pedis, terutama tipe interdigital dapat mengakibatkan selulitis. Selulitis

dapat terjadi pada daerah ektermitas bawah. Selulitis merupakan infeksi bakteri pada daerah

subkutaneus pada kulit sebagai akibat dari infeksi sekunder pada luka. Faktor predisposisi

selulitis adalah trauma, ulserasi dan penyakit pembuluh darah perifer. Dalam keadaan

lembab, kulit akan mudah terjadi maserasi dan fissura, akibatnya pertahanan kulit menjadi

menurun dan menjadi tempat masuknya bakteri pathogen seperti β-hemolytic streptococci

(group A, B C, F, and G), Staphylcoccus aureus, Streptococcus pneumoniae, dan basil gram

negatif.(4,12) 

Apabila telah terjadi selulitis maka diindikasikan pemberian antibiotik. Jika terjadi

gejala yang sifatnya sistemik seperti demam dan menggigil, maka digunakan antibiotik secara

intravena. Antibiotik yang dapat digunakan berupa ampisillin, golongan beta laktam ataupun

golongan kuinolon. (14)

b) Tinea Ungium

Tinea ungium merupakan infeksi jamur yang menyerang kuku dan biasanya

dihubungkan dengan tinea pedis. Seperti infeksi pada tinea pedis, T. rubrum merupakan

Page 24: Lapsus Tinea

jamur penyebab tinea ungium. Kuku biasanya tampak menebal, pecah-pecah, dan tidak

berwarna yang merupakan dampak dari infeksi jamur tersebut. (12)

c) Dermatofid

Dermatofid juga dikenal sebagai reaksi “id”, merupakan suatu penyakit imunologik

sekunder tinea pedis dan juga penyakit tinea lainnya. Hal ini dapat menyebabkan vesikel atau

erupsi pustular di daerah infeksi sekitar palmaris dan jari-jari tangan. Reaksi dermatofid bisa

saja timbul asimptomatis dari infeksi tinea pedis. Reaksi ini akan berkurang setelah

penggunaan terapi antifungal. (12,13) Komplikasi ini biasanya terkena pada pasien dengan

edema kronik, imunosupresi, hemiplegia dan paraplegia, dan juga diabetes. Tanpa perawatan

profilaksis penyakit ini dapat kambuh kembali.(4,12)

11. PROGNOSISTinea pedis pada umumnya memiliki prognosis yang baik. Beberapa minggu setelah

pengobatan dapat menyembuhkan tinea pedis, baik akut maupun kronik. Kasus yang lebih berat dapat diobati dengan pengobatan oral. Walaupun dengan pengobatan yang baik, tetapi bila tidak dilakukan pencegahan maka pasien dapat terkena reinfeksi.(3,8)

12. KESIMPULANTinea pedis merupakan infeksi dermatofita pada kaki terutama mengenai sela jari dan

telapak kaki. Penyakit ini lebih sering dijumpai pada laki-laki usia dewasa dan jarang pada

perempuan dan anak-anak. Keadaan lembab dan hangat pada sela jari kaki karena bersepatu

dan berkaos kaki disertai berada di daerah tropis yang lembab mengakibatkan pertumbuhan

jamur makin subur. Jamur penyebab tinea pedis yang paling umum ialah Trichophyton

rubrum (paling sering), T. interdigitale, T. tonsurans (sering pada anak) dan Epidermophyton

floccosum.

Gambaran klinis dapat dibedakan berdasarkan tipe interdigitalis, moccasion foot, lesi

vesikobulosa, dan tipe ulseratif. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah

pemeriksaan KOH dan pemeriksaan lampu Wood dan ditemukan adanya hifa double

counture, dikotomi dan bersepta. Diagnosis banding dapat berupa dermatitis kontak,

pemfolix, psoriasis, dan hiperhidrosis pada kaki. Penatalaksanaan disesuaikan berdasarkan

tipe tinea pedis. Pengobatan dapat berupa antifungal topikal maupun oral dan apabila

ditemukan infeksi sekunder maka indikasi penggunaan antibiotik.Salah satu pencegahan

terhadap reinfeksi tinea pedis yaitu menjaga agar kaki tetap dalam keadaan kering dan bersih,

hindari lingkungan yang lembab dan pemakaian sepatu yang terlalu lama

Page 25: Lapsus Tinea

DAFTAR PUSTAKA

1. Unandar B. Mikosis. In. Djuanda A, Hamzah M, Aisah S, editors. Ilmu penyakit kulit dan

kelamin. 5th ed. Jakarta: Balai penerbitan FKUI; 2007. p.89- 104.

2. Perea S, Ramos MJ, Garau M, Gonzalez A, Noriega AR, Palacio AD. Prevalence

and risk factors of tinea ungium and tinea pedis in the general population in Spain. J Clin

Microbiol 2000;38:3226-30.

3. Sobera JO, Elewski BE. Fungal diseases. In. Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP,

editors. Dermatology volume 1. 2nd ed. US: Mosby Elsevier; 2003.

4. Nelson MM, Martin AG, Heffernan MP. Superficial fungal infections: dermatophytosis,

onychomicosis, tinea nigra, piedra. In. Freedberg IM, Elsen AZ, Wolf K, Austen KF,

Goldsmith LA, Katz SI. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 6th ed. New york:

McGraw-Hill; 2003.

5. Hapcioglu B, Yegenoglu Y, Disci R, Erturan Z, Kaymakcalan H. Epidemiology of superficial

mycosis (tinea pedis, onychomycosis) in elementary school children in Istanbul, Turkey. Coll

Antropol 2006;1:119-24.

6. Habif TP. Clinical dermatology: a color guide to diagnosis and therapy. 4th ed. London:

Mosby; 2004. p. 409-456.

7. Falco OB, Plewig G, Wolff HH, Winkelmann RK. Dermatology. 3rd ed. Berlin: Springer

Verlag; 1991. p. 227-8.

8. Verma S, Heffernan MP. In. Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS,

Leffel DJ, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general medicine. 7th ed. New York:

McGraw-Hill; 2008. p.1807-21.

9. Hall JC. Dermatology Mycology. In. Hall JC, editor. Sauser’ manual of the skin. 8th ed. US:

Mosby; 2000. p. 244-47.

10. Dawber R, Bristow I, Turner W. Text atlas of podiatric dermatology. UK: Oxford; 2005. p.

65-6.

11. Bahry B, Setiabudy R. Obat jamur. In. Ganiswarna SG, Setiabudi R, Suyatna FD,

Purwantyastuti, Nafrialdi. Farmakologi dan terapi. 4th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

UI; 2004. p. 560-70.

Page 26: Lapsus Tinea

12. Hasan MA, Fitzgerald SM, Saoudian M, Krishnaswamy G. Dermatology for the practicing

allergist: tinea pedis and its complications. Clin Mol Allergy 2004;2:5.

13. Noble SL,Pharm D,Forbes RC.Diagnosisand management

of common tinea infections. [Online]. 2000 July [cited 2010 June 2]; Available

from: URL: http://www.aafp.org/afp/980700ap/noble.html

14. Swartz MN. Cellulitis. Clin Practise 2004; 350:904-12.

15. Savin RC, Zaias N. Treatment of chronic moccasin-type tinea pedis with terbinafine: a 

double-blind, placebo-controlled trial.J Am Acad Dermatol 1990;23:804-7

16.  Burns T, Breathnec S, Cox N, Griffiths C. Rook’s textbook of dermatology volume 1-

4. 7th ed. UK: Blackweel; 2004. p. 31.32-34.

17. Chauvin MFd, Vallanette VC, Kienzler JL, Larnier C. Novel, single-dose, topical treatment

of tinea pedis using terbinafine:result of a dose-finding clinical trial. Orig Article 2007 ;

51:1-6.

18. Weinstein A, Berman B.  Topical treatment of common superficial tinea infections. Am Fam

Physic 2002;65:2095-102.

19. Bell-Syer SEM, Hart R, Crawford F, Torgerson DJ, Tyrrell W, Russell I. Oral treatments for

fungal infections of the skin of the foot. [Online]. 2002 Apr 22 [cited 2010 May 28];

Available from: URL:http://www2.cochrane.org/reviews/en/ab003584.html 

20. Hainer BL. Dermatophyte infections. Am Fam Physic 2003;67:101-8.

21. Rippon JW. Medical Mycology: the pathogenicfungi and the pathogenic actinomycetes. 

3rd ed. WB Saunders Company: Filadelphia; 1988. p. 218-24.

22. Viklund A, Burley C. Dermatology glossary: define your skin. [Online]. 2005 Nov 28 [cited

2010 June 8]; Available from: URL: http://www.chrisburley.com/