16

Click here to load reader

LD 50

Embed Size (px)

DESCRIPTION

farmakologi

Citation preview

Page 1: LD 50

  Latar belakang

Obat bekerja dalam beberapa mekanisme. Sebagian kecil obat bekerja dengan

menggunakan sifat fisikokimianya yang disebut dengan kerja obat nonspesifik. Sedangkan

sebagian lagi bekerja secara spesifik melalui sistem transpor, enzim, atau bekerja pada

reseptor. Hampir semua obat dengan dosis yang cukup besar dapat menimbulkan efek toksis

(dosis toksis=TD) dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian (dosis letal= LD). Dosis

terapeutis adalah takaran pada mana obat menghasilkan efek yang diinginkan. Untuk menilai

keamanan dan efek suatu obat, di laboratorium farmakologi dilakukan penelitian dengan

binatang percobaan. Yang ditentukan adalah khusus ED50 dan LD50 yaitu dosis yang

masing-masing memberikan efek atau dosis yang mematikan pada 50% pada jumlah

binatang.

Indeks terapi (LD50:ED50) merupakan perbandingan antara kedua dosis itu, yang

merupakan suatu ukuran keamanan obat. Semakin besar indeks terapi, semakin aman

penggunaan obat tersebut. Tetapi, hendaknya diperhatikan bahwa indeks terapi ini tidak

dengan begitu saja dapat dikorelasikan terhadap manusia, seperti semua hasil percobaan

dengan binatang, karena adanya perbedaan metabolisme.

Luas terapi (ED50-LD50) adalah jarak antara ED50 dan LD50, juga dinamakan jarak

keamanan (safety margins). Seperti indeks terapi, luas terapi berguna juga sebagai indikasi

untuk keamanan obat yang digunakan untuk jangka waktu panjang. Obat dengan luas terapi

kecil, yaitu dengan selisih kesil antara dosis terapi dan dosis toksisnya, mudah sekali

menimbulkan keracunan bila dosis normalnya dilampaui, misalnya anti koagulansia kumarin,

fenitoin, teofilin, litiumkarbonat dan tolbutamida.

Dosis obat harus diberikan pada pasien untuk menghasilkan efek yang diharapkan

tergantung dari banyak faktor, antara lain usia, bobot badan, beratnya penyakit dan keadaan

data penderita. Dosis Efektif menengah suatu obat adalah jumlah yang akan menghasilkan

intensitas efek yang diharapkan 50% dari jumlah populasi percobaan. Dosis Toksik median

ialah jumlah yang akan menghasilkan efek keracunan tertentu yang diharapkan pada 50%

dari populasi percobaan. Hubungan antara efek obat yang diharapkan dan yang tidak

biasanya dinyatakan dalam indeks terapeutik dan dinyatakan sebagai rasio (perbandingan)

antara dosis toksik median dan dosis efektif median suatu obat, TD50/ED50. Jadi suatu obat

dengan indeks terapeutik dapat diharapkan akan memberikan batas keselamatan yang lebih

besar dalam penggunaannya.

Page 2: LD 50

Indeks terapeutik harus dipandang sebagai petunjuk umum batas keamanan dan untuk

setiap pasien dipertimbangkan secara terpisah. Indeks terapeutik tidak diperhitungkan pada

pasien idiosinkrasi perseorangan. Lebih lanjut, selama criteria penentuan indeks terapeutik

melibatkan pemakaian figure median dan defenisi sempit yang dimaksudkan dengan

kemanjuran dari toksisitas, sedangkan indeks tidak sepenuhnya mencerminkan populasi

contoh dan tergantung pada defenisi kemanjuran dan “toksisitas”, maka sejumlah indeks

terapeutik mungkin menetapkan sebuah obat saja.

Penggunaan pestisida mengakibatkan keracunan akut, kronik, dampak jangka panjang

seperti kanker, gangguan urat syaraf, kebutaan, dan kematian. Setiap tahun, sekitar satu juta

orang keracunan pestisida dan yang meninggal sekitar 20.000 orang (Oka, 1995). Keracunan

pestisida pada manusia mencapai tiga juta kasus per tahun. Hal ini disebabkan kurangnya

kesadaran, keterampilan, dan pengetahuan petani, serta lemahnya perundang-undangan

pestisida (Darmono, 2002).

Pestisida golongan organofosfat banyak digunakan karena sifat-sifatnya yang

menguntungkan. Cara kerja golongan ini selektif, tidak persisten dalam tanah, dan tidak

menyebabkan resistensi pada serangga. Bekerja sebagai racun kontak, racun perut, dan juga

racun pernafasan. Dengan takaran yang rendah sudah memberikan efek yang memuaskan,

selain kerjanya cepat dan mudah terurai. Kemudahan dalam penggunaannya di lahan, juga

menjadi alasan mendasar bagi para petani. Selain sebagai pengendali hama, juga digunakan

sebagai alternatif pengendali vektor penyakit malaria.

Meluasnya penggunaan insektisida dari golongan organofosfat dan karbamat, menjadi

masalah yang serius terutama kaitanya dengan kesehatan manusia. Penggunaan yang tidak

tepat dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan yang dapat bersifat sistemik,

mengingat yang menjadi sasaran kerusakan adalah enzim asetil cholin esterase. Gangguan

akibat insektisida ini sering dialami oleh para petani, terutama yang dalam penyemprotan

insektisida tidak menggunakan masker atau penutup hidung. Akan tetapi, tidak menutup

kemungkinan selain petani juga dapat mengalami gangguan kesehatan yang sama. Hal ini

dapat disebabkan oleh tingkat keracunan yang tinggi.

Gangguan kesehatan yang mungkin terjadi akibat keracunan insektisida dapat

dideteksi lebih awal, untuk menghindari keracunan lebih lanjut. Salah satunya adalah melalui

pemeriksaan enzim asetil cholin esterase (AChE). Gejala keracunan insektisida ditunjukan

dengan penurunan jumlah enzim AChE.

Page 3: LD 50

Tinjauan Pustaka

Lethal dose 50 (LD50) adalah dosis yang dapat menimbulkan kematian pada

50%hewan percobaan. Selain LD50, ada pula ED50 yaitu dosis yang efektif pada 50%

hewan percobaan. Sedangkan TD50 ialah dosis toksik 50 %. LD50 dipengaruhi oleh

beberapa faktor yaitu spesies hewan, diet, rute pemberian, temperatur, musim, serta faktor

endogen (umur, berat badan, jenis kelamin, sertakesehatan, hewan). Margin of safety (batas

aman) adalah jarak antara ED50 dan LD50, serta perbandingan keduanya disebut indeks

terapi.

Indek terapi = TD50/ED50 atau LD50/ED50

Indeks terapi, perbandingan antara dosis toleransi maksimum dengan dosis

penyembuhan minimum sekarang didefenisikan perbandingan antara dosis letal medium (LD

50) dengan dosis efektif medium (ED 50). Digunakan untuk memperkirakan keamanan suatu

obat.

Dosis letal adalah sebuah indikasi tingkat kematian dai suatu zat yang diberikan atau

adalah tipe dari radiasi. Karena daya tahan yang berubah-ubah dari individu yang satu dengan

yang lain, dosis letal mewakili sebuah dosis (biasanya dicatat sebagai dosis per kilogram

berat badan) yang diberikan pada subjek yang akan mengakibatkan kematian.

Yang biasa sering digunakan indicator tingkat kematian adalah LD 50, sebuah dosis dimana

50% dari subjeknya akan mengalami kematian Hewan-dasar pengukuran dosis letal biasanya

digunakan dalam teknik penemuan suatu obat, walaupun telah banyak peneliti meninggalkan

cara ini dalam metodenya.

Tolak ukur kuantitatif yang paling sering digunakan untuk menyatakan kisaran dosis

letal atau toksik adalah dosis letal tengah (LD50). Terdapat 3 metode yang paling sering

digunakan untuk menghitung harga LD50 yaitu metode grafik Lithfield & Wilcoxon, metode

kertas grafik probit logaritma Miller dan Tainter, dan metode rata – rata bergerak Thompson-

Weil yang didasarkan pada kekerabatan antara peringkat dosis dan % hewan yang

menunjukan respon. Sedangkan data kualitatif yang diperoleh meliputi penampakan klinis,

morfologis, reaksi fisiologis, dan mekanisme efek toksik (Utomo, 2008).

Striknin merupakan senyawa yang sangat toksik dengan LD50 10 mg pada manusia.

Merupakan alkaloid yang tidak berwarna yang biasa digunakan sebagai pestisida. Striknin

bekerja dengan cara mengadakan antagonisme kompetitif terhadap transmitor penghambatan

Page 4: LD 50

yaitu glisin di daerah penghambatan pasca sinaps. Striknin menyebabkan perangsangan pada

semua bagian SSP. Obat ini merupakan konvulsan kuatdengan sifat kejang yang khas. Sifat

khas yang lainnya dari kejang striknin ialahkontraksi ekstensor yang simetris yang diperkuat

oleh rangsangan sensorik yaitu pendengaran, penglihatan dan perabaan. Dosis striknin untuk

keperluan medis ialah 1,1 mg sampai 6,4 mg. biasanya, dosismaksimum yang digunakan

pada manusia ialah 3,2 mg. Full lethal dose striknin yaitu 32mg, namun pada manusia

dilaporkan bahwa 5 mg striknin telah dapat menyebabkan kematian.

Pembasmi hama atau pestisida adalah bahan yang digunakan untuk mengendalikan,

menolak, atau membasmi organisme pengganggu. Nama ini berasal dari pest ("hama") yang

diberi akhiran -cide ("pembasmi"). Sasarannya bermacam-macam, seperti serangga, tikus,

gulma, burung, mamalia, ikan, atau mikrobia yang dianggap mengganggu. Pestisida juga bisa

diklasifikasikan berdasarkan kemampuan terurainya (biodegradable dan persisten) yang

dapat berlangsung selama beberapa detik hingga tahunan.

Organofosfat

Pestisida organofosfat mempengaruhi sistem syaraf dengan mengganggu enzim yang

mengatur asetilkolin, zat penghantar sinyal syaraf. Ditemukan pada awal abad ke 19,

namun efeknya pada serangga dan manusia baru diketahui pada tahun 1932:

organofosfat sama berbahayanya bagi serangga dan manusia. Beberapa sangat

beracun dan digunakan di Perang Dunia II sebagai senjata. Namun biasanya tidak

bersifat persisten di alam.

Karbamat

Sama seperti organofosfat, namun efeknya bersifat reversible dan dapat disembuhkan.

Organoklorin

Organoklorin bekerja dengan mengganggu keseimbangan ion kalium-natrium di

dalam jaringan syaraf. Organoklorin telah dilarang penggunaannya di berbagai negara

karena membahayakan lingkungan dan kesehatan serta bersifat sangat persisten.

Piretroid

Dikembangkan sebagai versi sintetik dari senyawa alami piretrin yang ditemukan di

bunga krisan. Namun senyawa piretroid sintetik berbahaya bagi kesehatan sistem

syaraf.

Sulfonilurea

Pestisida ini membunuh tanaman dengan menghambat enzim asetolaktat sintase.[16]

Biopestisida

Page 5: LD 50

Biopestisida dikembangkan dari bahan alami, dari hewan, tumbuhan, bakteri, dan

bahan tambang mineral. Contohnya adalah minyak kanola dan baking soda memiliki

kemampuan sebagai pestisida.

Organofosfat dan karbamat merupakan insektisida yang banyak digunakan dan

memiliki kemampuan untuk menggantikan organoklorin seperti DDT, aldrin dan lindane.

Insektisida ini memiliki persistensi lingkungan yang rendah dibanding organoklorin, tetapi

memiliki tingkat keracunan yang lebih tinggi (Sudarko et al., 2007).

Penggunaan insektisida secara terus menerus dalam jangka waktu yang cukup lama

dan frekuensi tinggi dapat menyebabkan penurunan kerentanan serangga sasaran. Dua

mekanisme resistensi serangga terhadap golongan insektisida organofosfat dan karbamat

yaitu peningkatan aktivitas enzim esterase dan insensitivitas asetilkolinesterase.

Asetilkolinesterase merupakan tempat sasaran golongan insektisida organofosfat dan

karbamat, sehingga perubahan asetilkolinesterase (insensitivitas AChE) menimbulkan

resistensi atau toleransi terhadap kedua golongan insektisida tersebut, yaitu organofosfat dan

karbamat.

Enzim AChE merupakan enzim yang mendegradasi asetil cholin menjadi cholin dan

asetat. Asetil cholin merupakan neurotransmitter pada sistem saraf pusat yang berfungsi

dalam transmisi sinaps. AChE memiliki aktivitas katalitik yang tinggi, dimana satu molekul

AChE mampu mendegradasi 25.000 molekul asetil cholin tiap detik. AChE dapat ditemukan

pada membran sel darah merah dengan membentuk konstitusi bersama antigen (Buncharoen,

2010).

Data Pengamatan

Pengamatan Normal (Tikus)

BobotBadan (g) 109,6 gr

FrekuensiJantung (x/menit) 152 /menit

LajuNafas (x/menit) 136 /menit

Refleks +++

Tonus Otot +++

Kesadaran +++

Rasa Nyeri +++

Salivasi +++

Urinasi +++

Page 6: LD 50

Defekasi +++

Konvulsi -

Pengamatan penentuan LD50

Kelompok Katak mati (ekor)

1 2

2 4

3 4

4 4

5 4

6 4

7 4

8 4

9 4

Perhitungan

Diketahui:

Dosis (Prokain HCl) : 400 mg/Kg BB 400 mg1000gr

C (konsentrasi) : 2% 2 gr

100 ml 2000 gr100ml

Berat Badan Katak I : 114,5gr

Katak II : 31,0 gr

Katak III : 29,4 gr

Katak IV : 24,1 gr

Perhitungan dosis:

a. Dosis katak I

xBobot hewanDosis zat aktif

x gr19,3 gr

400 mg1000 gr

Page 7: LD 50

x = 19,3gr x 400mg1000 gr

= 7,72mg

Zat aktif yang disuntikan:

2000 mg100 ml

7,72mgy . ml

y = 100 ml x7,72mg2000mg

= 0,386ml

b. Dosis katak II

xBobot hewanDosis zat aktif

x gr31 gr

400 mg1000 gr

x = 31gr x400 mg1000 gr

= 12,4mg

Zat aktif yang disuntikan:

2000 mg100 ml

12,4 mgy. ml

y = 100 ml x12,4 mg2000 mg

= 0,62 ml

c. Dosis katak III

xBobot hewanDosis zat aktif

x gr29,4 gr

400 mg1000 gr

x = 29,4 gr x 400 mg1000 gr

= 11,76 mg

Zat aktif yang disuntikan:

Page 8: LD 50

2000 mg100 ml

11,76mgy . ml

y = 100 ml x11,76mg2000mg

= 0,588 ml

d. Dosis katak IV

xBobot hewanDosis zat aktif

x gr24,1 gr

400 mg1000gr

x = 24,1 gr x400 mg1000 gr

= 9,64 mg

Zat aktif yang disuntikan:

2000 mg100 ml

7,72mgy . ml

y = 100 ml x9,64 mg2000 mg

= 0,42ml

Log LD50 = Log D + d (f+1)

D α = 400 mg/kg

d = Log 600400 = Log

900600 = Log

1350900 = Log 1

12 = 0,176

f = 0,00000

δf = 0,28868

Log LD50 = Log 400 + Log 1 12 (0,00000+1)

= 2,602 +0,176

= 2,778

LD50 = 599,791 mg/Kg

Log LD50 + 2 d. df

2,778 + 2 log 1 12 x 0,28868

Page 9: LD 50

2,778 + 2 . 0,176 x 0,28868

2,778 + 0.1016

2,6764 ---- 2,8896

474,679mg/Kg sampai 775,532 mg/Kg

Diketahui:

Dosis (Atropin sulfat) : 1mg/Kg BB ip 1mg

1000 gr

C (konsentrasi) : 0,25mg/ml 0,25 mg

1 ml

Berat Badan Tikus : 109,6gr

Perhitungan dosis:

xBobot hewanDosis zat aktif

x gr109,6 gr

1mg1000 gr

x = 109,6gr x1 mg1000 gr

= 0,1096mg

Zat aktif yang disuntikan:

0,25 mg1ml

0,1096 mgy .ml

y = 1ml x 0,1096 mg0,25 mg

= 0,4384ml

Pembahasan

Striknin merupakan sediaan yang bersifat stimulan kuat dan sangat toksik. Sediaan ini

menggertak SSP, sehingga menimbulkan konvulsi dan refleks yang berlebihan. Percobaan

dilakukan untuk mengetahui nilai LD50 sediaan serta pengaruh pemberiannya pada hewan

coba, yakni katak. Dalam satu kelas praktikum striknin disuntikan pada katak secara SC

Page 10: LD 50

dengan dosis bertingkat. Hal tersebut dilakukan karena rumus yang akan digunakan

berdasarkan dosis kelipatan biometrik, sehingga mempermudah penghitungan dan

pengamatannya. Tetapi kelompok percobaan kami mendapat dosis pada kelompok pertama

yaitu 400mg/kg bb. Penyuntikan SC ke saccus limphatikus dilakukan karena menjadi salah

satu teknik untuk melihat gejala sediaan secara cepat. Hasilnya menunjukan kematian katak

meningkat tajam pada dosis yaitu 600 mg/kgBB, sampai 1350 mg/kgBB yaitu 4 ekor.

Padahal pada dosis sebelumnya dosis 400 mg/kg BB hanya mati 2 ekor. Seharusnya kematian

katak terjadi secara bertingkat seperti dosisnya. Hal itu dikarenakan waktu pengamatan yang

terbatas. Sehingga data yang kami peroleh belum maksimal, seharusnya untuk pengamatan

minimal 12 jam, hingga terlihat gejala yang diharapkan. Kematian pada katak dapat ditandai

dengan tidak adanya denyut pada rongga dada dan pupil yang mengecil. Pada penentuan nilai

LD50 dilakukan dengan rumus. Setelah dilakukan penghitungan ditemukan nilai LD50

599,791 mg/kgB, dengan nilai kisaran 474,679 mg/kg – 775,532 mg/kgBB. Hal itu

menunjukan sediaan tersebut bersifat super toksik, karena nilai LD50 striknin dibawah 5

mg/kgBB . Semakin kecil nilai LD50 menunjukkan sediaan tersebut semakin beracun, atau

makin rendah ‘margin of safety’-nya. Dengan kata lain sediaan tersebut sangat perlu

perhatian dalam penggunaannya.

Keracunan pestisida

Percobaan yang dilakukan dengan mencukur bulu tikus dengan ukuran 3x3 cm. Pencukuran

bulu ini bertujuan agar nantinya pestisida yang diuji akan diusapkan langsung melalui kulit.

Percobaan ini dilkukan dengan dua tipe kerja. Tipe yang pertama tikus yang diberi pestisida

tanpa atripin sulfat, tipe yang kedua tikus yang diberi pestisida dengan pemberian atropin

sulfat terlebih dahulu dengan selang waktu 10 menit. Perbedaan tipe kerja ini memberikan

efek yang berbeda pula. Pada tikus dengan tanpa atropin sulfat mengalami keracunan yang

cepat yaitu dengan pengolesan 2 kali pestisida pada kulit mencit yang ditandai dengan

salivasi yang terus menerus. Sedangkan tikus dengan atropin sulfat tidak mengalami

keracunan selama pemeberian pestisida, tetapi mengalami keracunan pada menit ke-40. Hal

ini menunjukan bahwa atropin sulfat dapat bertindak sebagai pencegahan kerucunan yang

disebabkan oleh atropin sulfat.

Penanganan keracunan pestisida ada 2 macam:

1. Antagonis asetilkolin pada reseptornya : misalnya diberi atropin sehingga efek

asetilkolin mengalami penurunan

Page 11: LD 50

2. Hidrolisis kompleks AchE-organofosfat : bisa dilakukan dan akhirnya AchE bisa

bekerja normal kembali misalnya dengan pralidoksim.

Kesimpulan1. Berdasarkan hasil percobaan pemberian dosis obat terhadap hewan percobaan yaitu

katak, diperoleh nilai LD50 599,791 mg/kgB, dengan nilai kisaran 474,679 mg/kg –

775,532 mg/kgBB.

2. Indeks terapi adalah rasio antara dosis yang menimbulkan kematian pada 50% dari

hewan percobaan yang digunakan (LD50) .

3. Semakin besar indeks terapi obat maka semakin besar efek terapeutiknya

4. Pencegahan kercunan pestisida dapat dilakukan dengan pemberian atropin sulfat.

Daftar pustaka

Schmitz, Gary Hans Lepper dan Michael Heidrich. 2003. Farmakologi dan Toksikologi.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC

Koeman, J.H. 1987. Pengantar Umum Toksikologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pearce, Evelyn C. 2002. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.

Staf pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. 2009. Kumpulan

Kuliah Farmakologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Prof.Mr.A.G Pringgodigdo.1977. Ensiklopedi Umum. Yogyakarata : Penerbit Kanisius