Upload
votuyen
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho
Provinsi Aceh
2. Nama Institusi : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Alamat : Jl. P. Nyak Makam No. 27 lampineung-Banda Aceh Telp. (0651) 7552077, Fax. (0651) 7551811
4. Sumber Dana : DIPA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh 5. Status Kegiatan : Lanjutan 6. Penanggung Jawab
a. Nama b. Pangkat/Gol. c. Jabatan
: : :
Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si. Penata Muda Tk.I (III/d) Peneliti Muda
7. Lokasi : Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh
8. Agroekosistem : Lahan kering, Iklim Basah
9. Tahun mulai : 2015
10. Tahun selesai : 2017
11. Output tahunan : Peningkatan produktivitas dan nilai tambah komoditas
padi sawah ternak sapi serta mencetak pengusaha
muda sektor pertanian di kawasan TTP Kota Jantho.
12. Output akhir : Peningkatan pendapatan petani dan ekonomi di
kawasan TTP Kota Jantho
13. Biaya Kegiatan : Rp. 2.987.500.000 (Dua milyar sembilan ratus delapan
puluh tujuh juta lima ratus ribu rupiah)
Koordinator program Penanggung Jawab Kegiatan,
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si NIP. 19740503 200003 1 001
Dr. Rachman Jaya, S.Pi., M.Si. NIP. 19740503 200003 1 001
Mengetahui : Kepala Balai Besar
Menyetujui Kepala Balai
Dr. Ir. Haris Syahbuddin, DEA NIP. 19680415 199203 1 001
Ir. Basri A. Bakar, M.Si. NIP. 19600811 198503 1 001
ii
KATA PENGANTAR
Untuk meningkatkan produktivitas, daya saing dan kemandirian ekonomi salah satu upaya yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian adalah membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP). Sampai dengan tahun 2016 sedang dibangun 24 TTP di berbagai wilayah Indonesia, dimana salah satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Pemilihan lokasi ini dilakukan oleh Tim Pembangunan TTP Aceh melalui proses seleksi berdasarkan kriteria yang dikeluarkan dari Badan Perencana Pembangunan Nasional (BAPENAS). Ditetapkannya TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh oleh Tim berdasarkan pada data dukung dari hasil observasi lapang, wawancara dengan pihak Pemerintah Daerah dan dukungan data sekunder.
Keberadaan TTP merupakan wahana yang dapat digunakan untuk mempercepat arus penyampaian teknologi dari Badan Litbang Pertanian kepada para pengguna melalui kegiatan disseminasi dan pendampingan, sekaligus sebagai wahana bernuansa bisnis yang menghasilkan pengusaha baru (UMKM) di bidang pertanian dan bidang lain yang mendukung, sehingga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dalam kawasan TTP.
Berdasarkan data potensi dan permasalahan yang ada di kawasan TTP yang diperoleh melalui kegiatan Participatory Rural Appraisal (PRA), Focus Group Discussion (FGD), serta observasi dan penelusuran data sekunder akan dilakukan intervensi beberapa teknologi pertanian berbasis komoditas tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan hortikultura. Cakupan intervensi sesuai kebutuhan baik secara vertikal hulu-hilir dan horizontal antar komoditas.
Laporan akhir ini dibuat dengan tujuan sebagai tanggung jawab tim terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan, serta sebagai informasi dan umpan balik proses yang dilakukan di TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar. Dengan demikian diharapkan pembangunan TTP dapat memberikan masukan dan berkontribusi langsung untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Banda Aceh, Desember 2016
Tim Pembangunan TTP
Kota Jantho
iii
RINGKASAN
1. Judul RDHP : Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho
2. Unit Kerja : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh
3. Lokasi : Kecamatan Kota Jantho, Kabupaten Aceh Besar
4. Agro Ekosistem : Sawah Irigasi, Lahan Kering
5. Status : Baru
6. Tujuan : A. Melakukan pembangunan fisik di pusat TTP Kota Jantho.
B. Melakukan pembangunan fisik berupa jalan usaha tani dan
saluran irigasi di kawasan TTP Kota Jantho. C. Melakukan penerapan inovasi teknologi pada komoditas
padi, hortikultura dan ternak. D. Melakukan verifikasi, validasi dan legalisasi dokumen kerja
sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar.
E. Melakukan pelatihan teknis untuk petani pada komoditas komoditas padi, hortikultura dan ternak.
F. Menginisiasi pembentukan kelembagaan Koperasi Babah Pinto di TTP Kota Jantho.
G. Melaksanakan proses bisnis di TTP Kota Jantho.
7. Keluaran : A. Tersedianya fasilitas di pusat TTP Kota Jantho.
B. Tersedianya fasilitas jalan usahatani dan saluran irigasi di
kawasan TTP Kota Jantho. C. Teradopsinya inovasi teknologi pertanian pada komoditas
padi, hortikultura dan ternak. D. Terverifikasi, tervalidasi dan terlegalisasinya dokumen kerja
sama antara Balitbangtan dengan Pem.Kab. Aceh Besar.
E. Terlaksananya pelatihan teknis untuk petani pada komoditas padi, hortikultura dan ternak.
F. Terbentuknya kelembagaan Koperasi Babah Pinto di TTP Kota Jantho.
G. Terlaksananya aktivitas bisnis di TTP Kota Jantho.
8. Hasil : Pada pusat TTP Kota Jantho telah dibangun empat fasilitas
tambahan yaitu pagar disekeliling TTP, saluran drainase,
gapura dan tempat parkir. Dari aspek legalitas hukum, proses penyerahan aset dari Kementerian Pertanian, melalui Badan
Litbang Pertanian ke Pemerintah Daerah Aceh Besar untuk aset tahun 2015 telah dilaksanakan. Dari sisi penerapan inovasi
teknologi pertanian, telah dilakukan uji performa VUB padi
Varietas Inpari 30 dan 16, dengan dengan luas lahan 10 ha. Hasil ubinan menunjukkan bahwa rata-rata sebesar 7.2 ton/ha,
meningkat dari 6.2 ton/ha. Selain itu juga dilakukan aktivitas untuk penangkaran benih padi sawah, dengan Varietas Inpari
32, dengan hasil calon benih 24 ton, 8 ton gagal mendapatkan
sertifikasi, sedangkan 14 ton menjadi benih dengan lebel biru, dan telah berhasil dijual dengan harga Rp. 8000/kg. Hal ini
menunjukkan bahwa aktivitas bisnis di kawasan TTP Kota Jantho telah berjalan.
Pada komoditas hortikultura kegiatan pembuatan demplot tanaman cabai merah dan jagung manis pada tahap
pemeliharaan (tanaman berumur 10-30 hari). Luas lahan yang
digunakan 2 ha yang tersebar pada delapan lokasi. Pada komoditas peternakan (sapi) pengembangan model kandang
komunal masih pada tahap perbaikan fasilitas fisik seperti perbaikan kandang, akses jalan ke lokasi, penanaman rumput
iv
dan leguminosa dengan luas lahan sekitar 2.5 Ha. Dari sisi peningkatan kapasitas SDM petani, telah dilakukan beberapa
pelatihan teknis seperti peningkatan kapasitas penangkar benih padi, pelatihan peningkatan kapasitas peternak sapi dan
pelatihan penggunaan agensia hayati pada komoditas hortikultura serta pelatihan teknik budidaya dan pembibitan
Jamur Merang.
9. Manfaat : A. Sebagai informasi bagi tim teknis pelaksana pembangunan TTP Kota Jantho untuk melakukan perbaikan berdasarkan
hasil evaluasi dan umpan balik pada tahun kegiatan 2016. B. Sebagai informasi bagi tim legalisasi dokumen dari
Balitbangtan dan Pem. Kab Aceh Besar untuk segera
merampungkan dokumen hukum yang belum selesai, terutama untuk penyerahan aset kegiatan yang
dilaksanakan pada tahun anggaran 2016. C. Sebagai informasi teknis bagi seluruh stakeholder yang
terlibat untuk memberikan masukan kepada tim pelaksana teknis sesuai dengan hasil evaluasi dan umpan balik.
D. Sebagai informasi dan future work untuk melaksanakan
penelitian dan pengkajian yang sesuai dengan aspek teknis pada inovasi teknologi pertanian yang dikembangkan di
pusat dan kawasan TTP Kota Jantho. 10. Perkiraan
Dampak
: A. Peningkatan ekonomi wilayah di kawasan TTP Kota Jantho
sebesar 5-10%.
B. Peningkatan pendapatan petani di kawasan TTP Kota Jantho sebesar 10-20%.
11. Prosedur : Kegiatan pembagunan fisik dilakukan melalui lelang secara terbuka sesuai dengan aturan yang berlaku yaitu penggadaan
barang dan jasa. Kegiatan yang bersifat inovasi teknologi pertanian dilakukan secara terstruktur (scientific based)
berbasis partisipatif. Kegiatan dilakukan di lahan milik petani di
kawasan TTP Kota Jantho dengan komoditas padi sawah, hortikultura dan peternakan.
12. Jangka waktu : Tiga Tahun 13. Biaya : Pada awalnya biaya pembangunan TTP Kota Jantho untuk
tahun 2016, adalah sebesar Rp. 4.000.000.000, akan tetapi
mengalami pemotongan hingga Rp. 3.022.500.000 (tiga milyar dua puluh dua juta lima ratus ribu rupiah)
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Data empiris menunjukkan adanya korelasi antara penguasaan teknologi
dengan kemajuan perekonomian suatu negara. Salah satu contoh nyata adalah
Tiongkok. Dalam kasus Indonesia, meskipun kinerja perekonomian Indonesia
relatif baik, namun kontribusi teknologi terhadap pertumbuhan ekonomi masih
belum menggembirakan. Saat ini Indonesia masih dihadapkan pada dua kendala
yang menjadi tantangan utama, yaitu: (1) keterbatasan kapasitas investasi
nasional di sektor industri hilir untuk mengolah bahan mentah atau bahan
setengah jadi menjadi produk jadi, dan (2) belum siapnya teknologi nasional untuk
menyokong tumbuh kembang industri hilir tersebut. Demikian juga yang terjadi di
Provinsi Aceh.
Pada konteks pertanian, sebenarnya inovasi yang dihasilkan secara oleh
institusi pencetak teknologi seperti Balitbang Pertanian dan perguruan tinggi sudah
cukup memadai. Balitbang Pertanian, melalui inovasi pertanian spesifik lokasi telah
menghasilkan paket teknologi spesifik lokasi yang secara teknis telah sesuai
dengan kebutuhan daerah yang dikaji. Namun fakta di lapangan menunjukkan
bahwa inovasi paket teknologi pertanian spesifik lokasi tersebut belum terlihat
nyata pada tataran industry pertanian yang berorientasi profit, sehingga diperlukan
wadah untuk menyatukan temuan inovasi tersebut dengan pengguna
(entrepreneur), sehingga dapat dirasakan dampaknya terhadap perekonomian
wilayah.
Taman Teknologi Pertanian (TTP) merupakan suatu kawasan berbasis
industri pertanian yang dikembangkan berdasarkan inovasi-inovasi pertanian
(Seonarso 2011) spesifik lokasi. TTP adalah kawasan Ipteks yang dibangun untuk
memfasilitasi percepatan alih teknologi yang dihasilkan oleh lembaga litbang
pemerintah, perguruan tinggi dan swasta, sekaligus sebagai percontohan pertanian
terpadu bersiklus biologi (Tatsuno, 1996; Bozzo et al. 2002; Vila dan Pages, 2008).
Berkaca kepada kesuksesan beberapa negara lain dalam mengembangkan agro
tekno-park, seperti Amerika Serikat dengan Sillicon Valley high-tech, Daejon di
Korea Selatan, Zongguanchun Science Park di Cina, Andalusia techno-park di
Spanyol dan Tsukaba science di Jepang serta Kampung tekno-park di Jepara
2
(Raharjo, 2002). Tentunya tidak salah jika Indonesia, dalam hal ini adalah Provinsi
Aceh melalui Badan Litbang Pertanian yang di jalankan BPTP Aceh dapat
mengembangkan (TTP) berbasis inovasi-inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi
yang telah dimiliki dengan bekerjasama dengan univeritas, pemerintah daerah dan
industriawan lokal.
Berdasarkan aspek kewilayahan, BPTP Aceh sebagai agensi Balitbang
Pertanian di Provinsi Aceh telah menghasilkan beberapa inovasi paket teknologi
pertanian spesifik lokasi, akan tetapi secara teknis dan bisnis paket teknologi
belum secara nyata dapat dirasakan oleh pelaku karena belum memberikan
manfaat ekonomi wilayah. Untuk itu diperlukan terobosan baru agar paket
teknologi tersebut dapat dikembangkan dalam skala industri, melalui
pembangunan TTP Kota Jantho. Dalam hal ini TTP Kota Jantho merupakan suatu
wahana yang didapat digunakan sebagai media transfer inovasi teknologi berbasis
bisnis (provit) dan juga dapat sebagai wahana diseminasi (show window) untuk
memperluas cakupan adopsi teknologi.
Hal yang paling mendasar dari pembangunan TTP Kota Jantho pada tahun
2015 dan 2016 adalah adanya beberapa penyesuaian terhadap beberap core bisnis
yang akan dikembangkan. Berdasarkan hasil review dari tim monitoring dan
evaluasi (monev) Balitbangtan, faktor penciri dari TTP Kota Jantho adalah sistem
bio-industri berbasis padi-ternak, karena potensi yang besar (teknis dan pasar) dari
kedua komoditi tersebut. Pada tataran operasional, wujud dari sistem tersebut
adalah pengembangan bisnis Jamur Merang, baik pada sisi budidaya maupun pada
usaha penyediaan bibit Jamur tersebut. Dengan pengembangan komoditas ini
diharapkan akan meningkatkan nilai tambah dari aktivitas budidaya padi sawah,
selain fokus kepada penyediaan benih padi bersertifikat dan beras premium
dengan segmentasi pasar.
1.2. Dasar Pertimbangan
Dua dari sembilan agenda prioritas pembangunan atau Nawa Cita
pemerintahan Joko Widodo dan Yusuf Kalla tahun 2014-2019 adalah akan
meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional (butir
keenam) dan akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan
sektor-sektor strategis ekonomi domestik (butir ketujuh). Pada tahun 2015
Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembagan Pertanian
3
(Balitbangtan) menindaklanjuti agenda tersebut dalam program membangun 5 unit
Taman Sain Pertanian (TS) dan 16 unit Taman Teknologi Pertanian (TTP). Salah
satu diantaranya adalah TTP Kota Jantho di Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh.
Berikut diuraikan hal-hal yang terkait pada TTP, khususnya TTP Kota Jantho.
Visi pembangunan Indonesia dalam periode pemerintahan 2014 – 2019
adalah “Terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong”. Penjabaran program untuk tercapainya visi
tersebut dituangkan dalam 9 Agenda Prioritas atau disebut dengan Nawa Cita,
yang salah satunya adalah “Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di
pasar internasional”, yang antara lain dijabarkan dalam program membangun
sejumlah Taman Sains (Science Park) danTaman Teknologi (Techno Park).
Pemerintah Indonesia melalui Badan Perencanaan dan Pembangunan
Nasional mengagendakan untuk membangun Taman Sains (TS) di 34 provinsi dan
Taman Teknologi (TT) di 100 kabupaten dalam waktu 5 tahun yang dituangkan
dalam program quick win. Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN), Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Badan
Litbang mendapat tugas untuk membangun 5 (lima) Taman Sains Pertanian (TSP)
di area Kebun Percobaan milik Badan Litbang dan 16 Taman Teknologi Pertanian
(TTP) di tingkat kabupaten/kota. Di samping itu, Kementan juga memiliki program
untuk mengembangkan Taman Sains dan Teknologi Pertanian Nasional (TSTPN)
yang dipusatkan di Cimanggu, Bogor.
Dari sisi kewilayahan, Pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP)
Kota Jantho merupakan wujud dari salah satu dari program kolaborasi antara BPTP
Aceh, Perguruan Tinggi di Acehm seperti Universitas Syiah Kuala, Univeristas Al-
Muslim Bireuen, Universitas Malikulsaleh Aceh Utara dan Pemerintah Kabupaten
Aceh Besar serta beberapa wirausaha bidang pertanian dalam mendukung
pencapaian target peningkatan ekonomi wilayah, dalam hal masih terbatas pada
kawasan pembangunan TTP Kota Jantho. TTP Kota Jantho telah menjadi salah
satu ikon dari pembangunan pertanian di Kabupaten Aceh Besar, sehingga
beberapa program utama pembangunan pertanian di kabupaten ini dapat
disinkronan dengan aktivitas pembangunan TTP Kota Jantho.
4
1.3. Tujuan
• Membangun Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho berbasis komoditas
padi sawah, ternak, hortikultura.
• Membangun unit bisnis di kawasan TTP Kota Jantho berbasis penyediaan benih
sumber padi, beras Premium dan jamur merang.
• Meningkatkan pendapatan petani di kawasan TTP Kota Jantho.
1.4. Keluaran yang di harapkan
• Terbangunnya Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho berbasis
komoditas padi sawah, ternak, hortikultura dan perkebunan.
• Terbangunnya bisnis di kawasan TTP Kota Jantho berbasis penyediaan benih
sumber padi.
• Menghasilkan wirausaha muda berbasis sektor pertanian di kawasan TTP Kota
Jantho.
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak
• Meningkatnya produktivitas komoditas padi sawah, hortikultura dan populasi
ternak sapi di kawasan TTP Kota Jantho.
• Tersedianya benih sumber padi bersertifkat untuk kawasan TTP Kota Jantho.
• Tersedianya beras kualitas premium.
• Dihasilkannya wirausaha muda berbasis sektor pertanian di kawasan TTP Kota
Jantho
• Meningkatnya pendapatan petani di kawasan TTP Kota Jantho.
• Meningkatnya perekonomian regional di kawasan TTP Kota Jantho.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kerangka Teoritis
Selama berkiprah lebih dari satu dasawarsa, BPTP Aceh telah menghasilkan
beberapa teknologi pertanian spesifik lokasi yang secara teknik dan bisnis layak
untuk dikembangkan. Teknologi pertanian spesifik lokasi untuk komoditi padi,
kedelai, jagung, kacang tanah, nilam, kopi, kakao, penggemukan sapi Aceh,
manajamen perkandangan untuk pemeliharaan kambing. Teknologi tersebut
tentunya akan disinkronkan dengan arah dan kebijakan pengembangan pertanian
Balitbangtan dan juga pemerintah daerah serta perguruan tinggi, sehingga pada
tahap awal akan dihasilkan model tekno-park yang merepresentasikan kewilayahan
Aceh dalam suatu kawasan pengembangan berbasis pertanian.
K8nseptual pembangunan Taman Teknologi Pertanian (Gambar 1) berbasis
pada penggunaan varietas unggul (VUB), adanya sistem mekanisasi pada jalur
(channel) produksi, pelaksana merupakan aktor terlatih, serta adanya wirausaha
baru (young entrepreneur). Wujud fisik dan agro-tekno park dibangun pada suatu
kawasan minimal 30 ha, di kabupaten. Basis dasar dari pembangunan agro tekno
park adalah kompetensi yang dimiliki oleh pelakunya, dalam hal ini adalah
kolaborasi antara peneliti, penyuluh, petani, dan wirausahawan. Berbeda dengan
agro science park yang lebih pada wujud inovasi. Sedangkan pada tataran
produksi masaal dijalankan oleh penyuluh lapangan (PPL) dengan wujud
peningkatan produksi.
Gambar 1. Model Agro Tekno-Park (adaptasi Bozzo et al. 1999; FAO 2009; Vila dan
Pages 2008).
Balitbangtan
Pemerintah Daerah
Universitas
Entrepreneur
muda Inovasi pertanian
spesifik lokasi
: mekanisme pencipataan dan adopsi : mekanisme koordinasi
6
Berdasarkan Gambar 1 dapat dikaji bahwa proses pembentukan agro
tekno-park di Provinsi Aceh berbasis kepada inovasi teknologi pertanian spesif
lokasi yang telah dihasilkan oleh Balitbangtan dan Perguruan tinggi, sedangkan
pihak pemerintah daerah hanya sebagai pendukung dalam regulasi dan insentif-
insentif bagi entrepreneur yang siap untuk mengindustrikan teknologi pertanian
spesifik lokasi tersebut, dalam bentuk inkubasi bisnis yang berorientasi profit.
Dengan demikian hasil-hasil inovasi teknologi pertanian spesifik lokasi yang
dihasilkan oleh Balitbangtan lebih berdaya guna untuk mencapai kemandirian
pangan dan perekonomian wilayah.
TSP adalah suatu wahana berbasis inovasi teknologi yang bertujuan untuk
menjembatani antara pelaku pencetak invensi, inovasi dan pengguna (Altunoğlu &
Bulgurcu Gürel, 2015), umumnya telah berbasis bisnis untuk meningkatkan
perekonomian regional dan daya saing bangsa (Soenarso et al., 2013; Zeng et al.
2011), karena telah melibatkan pengusaha dan tenan (Bank, 2015). Dari sisi
teknis pembangunan TSP mengacu (Etzkowitz et al. 2007). Dalam konteks dengan
Kementerian Pertanian, TSP diterjemahkan menjadi Taman Sains Pertanian yang
dibangun di Kebun Percobaan (KP), dan Taman Teknologi Pertanian (TTP) yang
dibangun di kabupaten dan lahan yang digunakan milik pemerintah daerah
(Kementerian Pertanian, 2015). Pembangunan TSP mengacu kepada konsep triple
helix (Gambar 1) yang pada intinya adalah pembangunan TSP berdasarkan empat
aktor utama yaitu akademisi, pemerintah, komunitas dan swasta (Kementerian
Pertanian, 2015).
Gambar 2. Konsep Triple Helix Pembangunan TSP (Kementerian Pertanian, 2015) adaptasi (M.Spolidoro, 2011; Soenarso et al., 2013)
Secara harfiah Taman Teknologi Pertanian adalah tempat untuk
pengembangan dan penerapan inovasi yang diarahkan berfungsi sebagai: a)
7
pengembangan inovasi bidang pertanian dan peternakan yang telah dikaji, untuk
diterapkan dalam skala ekonomi; b) tempat pelatihan, pemagangan, pusat
disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis ke masyarakat luas sehingga
dapat dikatakan bahwa Taman Teknologi Pertanian adalah suatu kawasan
implementasi inovasi yang telah dikembangkan pada TSP, berskala pengembangan
dan berwawasan agribisnis hulu-hilir yang bersifat spesifik lokasi dengan
kegiatannya meliputi: penerapan teknologi pra produksi, produksi, panen, pasca
panen, pengolahan hasil, dan pemasaran, serta wahana untuk pelatihan dan
pembelajaran bagi masyarakat serta pengembangan kemitraan agribisnis dengan
swasta.
Berdasarkan sisi internal Balitbangtan, pembangunan TTP bertujuan
sebagai pusat penerapan teknologi di bidang pertanian, peternakan, perikanan,
dan pengolahan hasil (pasca panen) yang telah dikaji oleh lembaga penelitian,
swasta, perguruan tinggi untuk diterapkan dalam skala ekonomi. Selain itu juga
sebagai pusat disseminasi teknologi, dan pusat advokasi bisnis bagi masyarakat
luas. Fakta ini menunjukan bahwa secara kelembagaan Balitbangtan telah secara
jelas mengintroduksi sistem pembangunan TTP berbasis model triple helix yang
secara detail (Gambar 3) diilustrasikan oleh Gibson dalam Seong (2010). Pada
ilustrasi tersebut dapat dijelaskan bahwa pembangunan TTP berbasis kepada
kreativitas yang merupakan domain dari pencetak (invensi) teknologi seperti balai
penelitian komoditas serta perguruan tinggi melalui proses pembelajaran. Proses
pembelajaran yang dibangun tentunya membutukan metode yang secara umum
mencakup proses, mekanisme dan metrik. Basis ini pada dasarnya adalah aplikasi
dari pendekatan sistem (Parnell et al. 2011) yang dalam pelaksanaannya
menggunakan metode IDEF family (Suharman, 2014).
Gambar 3. Sistem triple helix yang menjadi konsep pembangunan TTP
8
III. PROSEDUR PELAKSANAAN
3.1 Pendekatan
Tahap awal kegiatan adalah bagaimana konsep pembangunan Taman
Teknologi Pertanian (TTP) di Provinsi Aceh dapat diwujudkan. Konsep
pengembangan TTP dirumuskan melalui diskusi mendalam (FGD) yang
merepresentasikan aktor utama yang terlibat yaitu Balitbangtan melalui Pusat
Penelitian berbasis komoditas, BPTP Aceh, perguruan tinggi (Universitas Syiah
Kuala, Malikulsaleh-Lhoksumawe dan Universitas Teuku Umar, Meulaboh),
Pemerintah daerah (Tingkat I dan II) dan beberapa entrepreneur (HIPMI provinsi
Aceh) serta Gapoktan yang sesuai dengan lokasi dan komoditas yang akan
dikembangkan. Tujuan dari tahap ini adalah penyatuan persepsi tentang komoditi
yang berpotensi untuk dikembangkan dan berdaya jual tinggi serta lokasi kegiatan
akan dilaksanakan yang tentunya berbasis scientific research based.
Pendekatan yang akan digunakan dalam pembangunan TTP di Provinsi
Aceh adalah pendekatan sistem (system approach) yang berorientasi pada
pencapaian tujuan (efektivitas), holistik dan sibernatik (Wasson, 2006; Parnell et
al. 2011). Justifikasi penggunaan pendekatan ini adalah muatan dari kegiatan TTP
yang dikembangkan berbasis integrasi beberapa inovasi-inovasi pertanian
komoditas spesifik lokasi Provinsi Aceh, serta multi-peran dari aktor yang terlibat.
Sehingga dapat dikatakan bahwa pembanguan TTP ini memiliki kompleksitas yang
tinggi untuk pencapaian suatu tujuan.
Secara teknis prosesnya, pembangunan TTP berbasis pendekatan sistem.
Menurut Eriyatno (1998) dan Marimin (2009) dalam pendekatan sistem beberapa
tahap yang harus dilakukan adalah identifikasi sistem yang dikaji, analisis
kebutuhan, pemodelan sistem, uji coba (running), penyempurnaan model,
verifikasi dan validasi model. Wujud dari masing-masing tahapan ini berupa
diagram sebab-akibat (causal-loop diagram), input-output diagram, prototype
model (diagram, fisik dan matematik).
3.2 Ruang Lingkup Kegiatan
Setelah ditentukan beberapa paket teknologi spesifik lokasi yang layak
secara tekniks dan bisnis untuk dikembangkan, tahap selanjutnya adalah
melakukan penentuan dimana purwarupa tersebut akan dibangun. Agar tetap
9
fokus kepada kegiatan BPTP Aceh yang telah dikembangkan, purwarupa akan
dikembangkan di Kabupaten Aceh Selatan Laboratorium lapang (LL) pada dasarnya
adalah representasi dari TTP, walaupun belum ada kajian potensi bisnis (inkubasi
bisnis), sehingga kegiatan LL yang telah dikembangkan pada tahun 2014 lebih
berdaya guna dan lebih diperkuat potensi bisnisnya dan media pembelajaran bagi
siapa saja yang membutuhkan.
Dalam pencapaian tujuan dari kegiatan yang tentunya diperlukan justifikasi
yang kuat, mengenai dasar pelaksanaan kegiatan yang mencakup pemilihan lokasi,
aktor internal dan eksternal yang terlibat, metode yang digunakan (scientific
research based), pasar, ketersediaan air, jaringan listrik, komunikasi dan
transportasi. Pencapaian tujuan juga merujuk kepada output, outcame, benefit dan
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan yang diilustrasikan secara detail pada
Gambar 4.
Gambar 4. Struktur pencapaian pembangunan Taman Teknologi Pertanian
Output
Lokasi, aktor internal dan eksternal, KTI, sarana dan prasarana
Teknologi, opsi pasar, model (fisik dan matematik), ketersediaan air
Identifikasi system
Obervasi lapang, model konseptual Focus grup discussion (FGD)
Model agro-tekno park berbasis ...
Dampak
Perbaikan ekonomi pelaku dan komunitas
Perbaikan lingkungan, peningkatan kapasitas peneliti dan penyuluh
Outcame
Peningkatan produksi, kapasitas penyuluh
Peningkatan keuntungan, kapasitas peneliti
10
Secara teknis TTP lebih difokuskan pada pemberdayaan masyarakat
khususnya petani untuk menerapkan inovasi teknologi pertanian sehingga lebih
kompleks karena dalam sistem yang terbuka dan melibatkan banyak stakeholders
termasuk mitra. Sedangkan TSP dilaksanakan dalam sistem yang lebih tertutup
yaitu di suatu lokasi/kebun percobaan milik Kementerian dengan tetap
terhubungkan dengan stakeholders terkait. Oleh karena itu, umpan balik yang
diperoleh atau permasalahan-permasalahan dalam implementasi inovasi yang tidak
dapat diselesaikan di lokasi TTP merupakan materi yang akan dikaji lebih lanjut
atau dilaksanakan di TSP.
3.3 Bahan dan Prosedur Pelaksanaan
Bahan
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam pelaksanaan kegiatan
pembangunan TTP Kota Jantho, Provinsi Aceh adalah sarana produksi pertanian
yang mencakup untuk komoditas tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan
perikanan. Secara garis besar mencakup benih padi, pupuk urea, KCl, SP-36 dan
NPK serta obat-obatan untuk penangulangan hama dan penyakit secara terpadu.
Untuk komoditas peternakan seperti bibit sapi, pakan hijauan, vitamin dan obat-
obatan. Bahan-bahan untuk tanaman perkebunan seperti bibit unggul kakao,
pupuk urea, NPK dan KCl, obat-obatan untuk penganganan hama dan penyakit
secara terpadu. Selain yang berhubungan dengan aktivitas intervensi teknologi,
kegiatan TTP Kota Jantho juga mencakup aktivitas pembangunan fisik seperti
pembangunan pagar keliling inti TTP, pembangunan toko tani, gapura dan
drainase sekitar inti TTP. Dari sisi diseminasi inovasi teknologi pertanian
menyangkut pembangunan display media diseminasi, pembenahan lanskap inti
TTP Kota Jantho.
Prosedur Pelaksanaan
Prosedur pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho tahun 2016 mengacu
kepada teknik pelaksanaan diseminasi yang telah dilaksanakan oleh Balitbangtan.
Prosedur mencakup hasil evaluasi pelaksanaan kegiatan pembangunan TTP Kota
Jantho tahun 2015. Dalam hal ini dilakukan analisis mendalam terhadap
pelaksanaan dalam rangka pencapaian tujuan. Kemudian dilakukan diskusi
mendalam yang melibatkan seluruh tim dari Balitbangtan dan unsur teknis (dinas)
11
terkait dari Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Besar. Kemudian menyusun
rencana pelaksanaan kegiatan TTP Kota Jantho.
Mengacu kepada teori dasar manajemen (plan, do, check dan act), setelah
pembentukan purwarupa, tentunya akan dilakukan evaluasi terhadap kegiatan
yang telah dilaksanakan, untuk penyesuaian beberapa kegiatan yang tidak sejalan
dengan tujuan yang dimaksud, agar pada tahap selanjutnya kegiatan dapat lebih
fokus dalam pencapaian tujuan. Beberapa kegiatan yang bersifat ilmiah (scientific
based) dilakukan untuk mengetahui tingkat capaian tujuan kegiatan dengan
melihat pencapaian indikator keberhasilan dari kegiatan TTP itu sendiri. Kegiatan
mencakup post test terhadap capaian tujuan TTP tahun 2015. Post-test dilakukan
dengan menggunakan metode survey dengan alat bantu kuesioner.
Penentuan responden secara purposive, dengan justifikasi bahwa calon
responden merupakan aktor pengambil kebijakan yang secara teknis menguasai
lingkup kegiatan. Selain itu dilakukan juga survey terhadap responden yang telah
ikut dalam baseline survey pada TTP 2015 untuk mengetahui level pencapaian
tujuan kegiatan TTP yaitu adopsi inovasi teknologi pertanian.
Pada tataran teknis, untuk mencapai peningkatan ekonomi regional dapat
dilakukan melalui kegiatan pelatihan dan magang calon wirausaha muda pada
sektor pertanian. Pada tahun 2016, calon wirausaha muda digalakan, salah
satunya melalui kerjasama dengan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI)
Provinsi Aceh (Gambar 5) serta dengan beberapa perguruan tinggi di Provinsi
Aceh, seperti Universitas Syiah Kuala, Universitas Malikulsaleh dan Universitas Al-
Muslim. Penjajakan kerjasama telah dilakukan pada triwulan pertama tahun 2016.
Diharapkan setidaknya pada tahun 2016, akan dihasilkan 3-5 calon wirausaha
muda di kawasan TTP Kota Janto.
Gambar 5. Penjajakan kerjasama BPTP Aceh dengan KNPI Prov. Aceh
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara umum, sistematika hasil dan pembahasan pada laporan akhir
kegiatan pembangunan Taman Teknologi Pertanian (TTP) Kota Jantho mengacu
kepada instrument monev yang telah dilakukan oleh tim monev Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, yang diketuai oleh Prof (R)). Dr. Ahmad Suryana.
Instrumen berdasarkan indikator kinerja dari pembangunan TTP. Indikator kinerja
mencakup fungsi dari TTP yaitu berupa item penelitian/pengkajian inovasi
teknologi pertanian, pusat diseminasi, fungsi TTP sebagai mediasi, pemagangan,
pusat pelatihan calon wirausaha muda (capacity building), inkubasi/unit bisnis,
HAKI dan peran dari pemerintah daerah. Selain berbasis kepada indikator kinerja,
kegiatan TTP Kota Jantho berbasis/berciri pada sistem bio-industri dengan
komditas utama adalah padi-ternak.
4.1 Pembangunan Fisik
Pada tahun anggaran 2016, porsi pendanaan dari pembangunan TTP Kota
Jantho mengalami penurunan, pada tahun 2015, dana pembangunan TTP Kota
Jantho mencapai Rp.7,5 Milyar, akan tetapi pada tahun 2016 dialokasikan Rp. 4
Milyar. Dengan dinamika penggangaran, dilakukan pemotongan dan save bloking
anggaran untuk kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho, total pemotongan dan
save bloking sebesar Rp. 977.500.000. Item pemotongan dan save bloking berupa
belanja modal bangunan yaitu pembangunan toko tani, sedangkan belanja
peralatan dan mesin mencakup rice milling unit (RMU), computer jinjing (laptop)
dan meja computer.
Penurunan penggangaran ini, faktanya telah sesuai dengan road-map
pendanaan dari pembangunan TTP, yang semakin menyusut setiap tahunnya,
karena alokasi untuk pembangunan gedung, bangunan, peralatan dan mesin
semakin kecil. Selain itu, sesuai dengan instruksi Kementerian Keuangan, tentang
adanya pengurangan anggaran tahun berjalan, maka porsi pendanaan
pembangunan TTP Kota Jantho juga mengalami pengurangan secara bertahap.
Berdasarkan data pengurangan anggaran BPTP Aceh, sampai dengan pengurangan
Tahap ketiga, total pengurangan pendanaan pembangunan TTP Kota Jantho
mencapai Rp. 1.012.500.000, sehingga pagu akhir pembangunan TTP Kota Jantho
adalah Rp. 2.987.500.000 atau 74.68% dari pagu awal.
13
Pada perencanaan awal pembangunan fisik untuk tahun anggran 2016, di
TTP Kota Jantho, mencakup pembangunan saluran drainase, gapura, tempat parkir
dan bundaran yang dilengkapi dengan ikon TTP Kota Jantho, juga sebagai foto
corner (Gambar 6 dan lampiran 1), pagar sekeliling TTP dan toko tani. Akan tetapi
karena adanya pengurangan anggaran untuk TTP Kota Jantho, maka
pembangunan toko tani dibatalkan (Save bloking), walaupun stakeholder yang
terlibat sangat mengharapkan agar pembangunan toko tani dapat dilanjutkan pada
tahun anggaran 2017, mengingat pentingnya bangunan ini untuk menunjang
aktivitas bisnis koperasi Babah Pinto dalam usaha bisnis penyediaan saran produksi
pertanian.
(1)
(2)
(3)
Gambar 6. Pengerasan jalan, pembangunan pagar dan Gapuran TTP Kota Jantho
Selain pada pembangunan fisik, pengurangan anggaran juga terjadi
penggadaan saran peralatan (mesin). Beberapa peralatan yang dibatalkan proses
pengadaannya antara lain mobil operasional, sarana angkut (viar-tiga roda), dan
rice milling unit (RMU). Pengadaan perlatan dan mesin yang masih bisa didanai
adalah pengadaan traktor, dengan total anggaran Rp. 360.000.00, AC standing
dan split untuk ruang diseminasi dan 1 unit computer PC. Secara teknis
pembatalan penggadaan RMU sangat disayangkan oleh stakeholder yang terlibat,
karena peran penting dari RMU untuk menghasilkan beras premium dan beras
14
merah yang merupakan salah satu aktivitas bisnis yang sangat prospektif untuk
dikembangkan di kawasan TTP Kota Jantho. Dalam hal ini stakeholder yang
terlibat sangat berharap agar penggadaan peralatan RMU dapat dilanjutkan pada
tahun anggaran 2017.
4.2 Aktivitas Kelembagaan
Berdasarkan arahan dari tim monitoring dan evaluasi Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian serta buku panduan pelaksanaan pembangunan TSP dan
TTP, salah satu faktor kunci dari keberhasilan pembangunan TTP adalah aspek
kelembagaan. Pengertian kelembagaan di sini adalah suatu lembaga yang secara
teknis melaksanakan penggelolaan lembaga TTP itu sendiri. Aspek teknis
mendeskripsikan bahwa, aset-aset TTP yang telah diserahkan kepada pemerintah
daerah harus dikelola secara mandiri oleh suatu lembaga berbadan hukum, dalam
hal ini adalah koperasi.
Pada konteks dengan TTP Kota Jantho, inisiasi pembentukan lembaga yang
menggelola aset-aset TTP Kota Jantho berbasis bisnis (provit) telah dilakukan pada
saat awal pembangunan TTP Kota Jantho dimulai (Juli 2015). Pada tataran
operasioan konseptual pembentukan kelembagaan dilaksanakan pada kegiatan
Rapid Rural Apraisal (RRA) dan Baseline Survei. Kelembagaan tani yang ada di
kawasan TTP Kota Jantho adalah terdapat 1 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)
dengan nama “Babah Pinto”, sedangan kelompok tani (Poktan) terdapat 7. Total
anggota Gapoktan mencapai 140 petani yang sebagian besar berasal dari Desa
Teureubeh.
Pada tahun 2016, aspek kelembagaan menjadi salah satu prioritas dalam
pembangunan TTP Kota Jantho. Kelembagaan yang dimaksud adalah penggelola
dari aset-aset TTP Kota Jantho dan dilaksanakan berbasis bisnis. Berdasarkan
hasil diskusi mendalam dengan beberapa tim ahli dari Balitbangtan serta dengan
para stakeholder, disepakati bahwa lembaga penggelola di TTP Kota Jantho adalah
koperasi, karena sesuai dengan dinamika dan tujuan dari pembangunan TTP itu
sendiri. Secara teknis, pembentukan kelembagaan koperasi juga didampingi oleh
salah satu konsultan yang berafiliasi dengan Dinas Koperasi, Usaha kecil dan
Menengah, Kabupaten Aceh Besar yaitu Pusat layanan Terpadu (PLUT) Kabupaten
Aceh Besar.
15
Proses pembentukan koperasi dimulai dengan diskusi (Gambar 7) antara
anggota Gapoktan dan perangkat desa mengenai bentuk koperasi, jenis dan
lingkup usaha serta waktu pemilihan pengurus koperasi. Diskusi dilaksanakan di
ruang pertemuan BPP Kota Jantho, dipimpin oleh Kepala BBP Kota Jantho, M.
Amin, SP. Secara teknis pelaku sepakat bahwa cikal bakal pengurus koperasi
berasal dari anggota Gapoktan, akan tetapi yang membedakan ketua Gapokta dan
Poktan tidak boleh menjadi pengurus inti koperasi. Berdasarkan kesepakatan
bahwa pemilihan calon pengurus koperasi dilaksanakan pada pertengahan Bulan
April 2016, bertempat di Ruangan manajemen Taman Teknologi Pertanian Kota
Jantho.
Gambar 7. Diskusi awal pembentukan koperasi di TTP Kota Jantho
Proses pemilihan pengurus koperasi dilaksanakan pada pada tanggal 20
Agustus 2016, di ruang manajemen TTP Kota Jantho. Kegiatan di pimpin oleh Dr.
Rachman Jaya sebagai lokal koordinator pembangunan TTP Kota Jantho (BPTP
Aceh) dan sekretaris M. Amin, SP kepala BPP Kota Jantho, serta pengurus PLUT
Kabupaten Aceh Besar. Kegiatan juga dihadiri oleh perangkat Desa Teureubeh,
Ketua Gapoktan dan Ketua Poktan. Tahap awal pemilihan adalah penyampian
maksud dan tujuan pembentukan koperasi sebagai lembaga berbadan hukum yang
akan menggelola aset-aset TTP Kota Jantho berbasis bisnis.
Tahap selanjutnya adalah proses pemilihan yang dilakukan secara
demokratis. Secara aklamasi terpilih saudara Fahlupi sebagai ketua koperasi dan
Aji sebagai sekretaris. Tahap selanjutnya korum memberikan waktu selama dua
minggu kepada ketua dan sekretaris terpilih untuk membentuk kepengurusan
koperasi. Selain memilih pengurus koperasi, juga dibahas nama dari koperasi yang
dibentuk. Disepakati juga bahwa nama dari koperasi adalah Babah Pinto, yang
16
merupakan ekspresi dari insane tani yang ada di kawasan TTP Kota Janto untuk
memasuki era pertanian modern, melalui program pembangunan TTP yang telah di
inisiasi oleh Kementerian Pertanian.
Sesuai dengan berjalannya waktu, proses pembentukan kelembagaan di
TTP Kota Jantho, yaitu Koperasi Babah Pinto memasuki pendaftaran di
Kementerian Koperasi dan Usaha kecil, dan Menengah, serta pembuatan akta
pembentukan koperasi yang dimaksud. Seluruh kegiatan pembentukan koperasi
difasilitasi oleh PLUT Kabupaten Aceh Besar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Koperasi dan Usaha kecil, dan Menengah Nomor: 001541/BH/M.KUKM.2/VI/2016,
tentang Pengesahan Akta Pendirian Koperasi Pertanian Babah Pinto, tanggal 24
Juni 2016. Selain berdasarkan SK dari Men. KUKM, legalitas pembantukan
koperasi juga berdasarkan akta notaris Ika Susilawati, SH., M.Kn, yang beralamat
di Jalan Soekarno Hatta, Ruko Solong No. 7, Lampeneurut, Darul Imarah, Aceh
Besar, Telp. (0651) 46380, tentang akta pendirian Koperasi Pertanian Babah Pinto,
tanggal 16 Juni 2016 (Gambar 8 dan 9).
Gambar 8. Proses pimilihan pengurus koperasi TTP Kota Jantho
Gambar 9. Surat Keputusan Menteri Koperasi dan Usaha kecil, dan Menengah
Nomor: 001541/BH/M.KUKM.2/VI/2016, tentang Pengesahan Akta
Pendirian Koperasi Pertanian Babah Pinto, tanggal 24 Juni 2016
17
Gambar 10. Akta Notaris tentang pendirian Koperasi Pertanian Babah Pinto
Tahap selanjutnya dan yang terpenting dari pasca pemilihan pengurus
Koperasi Babah Pinto adalah melakukan bimbingan teknis kepada pengurus
koperasi tersebut. Sesuai dengan konsep awal pembangunan TTP Kota Jantho,
bahwa untuk meningkatkan kapasitas pengurus koperasi, diperlukan bimbing
teknis dan berkala dari tim pelaksana TTP Kota Jantho, dalam hal ini adalah oleh
PLUT Aceh Besar. Hasil kesepakatan dengan tim monev Badan Litbang Pertanian
bahwa bimbingan teknis (Gambar 10) dilaksanakan oleh Pusat Layanan Usaha
Terpadu (PLUT) Kabupaten Aceh Besar. Pemilihan ini berkaitan erat dengan Tugas
dan Fungsi (Tupoksi) dari PLUT sebagai lembaga khusus yang menginduk kepada
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM), untuk memperbaiki
dan meningkatkan kinerja koperasi di seluruh Indonesia.
Gambar 11. Bimbingan Teknis oleh PLUT untuk pengurus Koperasi Babah Pinto
Bimbingan teknis dilaksanakan setiap minggu sesuai dengan materi yang
telah disiapkan oleh tim pendamping PLUT. Sampai dengan Bulan Agustus 2016,
telah dilaksanakan bimbingan teknis sebanyak 8 kali, dengan materi (Tabel 1)
18
pertemuan yang dimulai dengan dinamika kelompok, perencanaan usaha/bisnis,
pembukuan teknis dan manajemen sumberdaya manusia, masing-masing materi
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan. Tahap selanjutnya adalah penggunaan
perangkat teknologi informasi dan exercise pengelolaan keuangan (cach-flow)
pada bidang penyediaan benih sumber padi bersertifikat dan penyediaan jasa
alsintan, yaitu pada peralatan traktor. Untuk tahun 2017, materi pelatihan akan
ditingkatkan pada penyusunan rencana bisnis untuk masing-masing sektor sesuai
dengan struktur organisasi yang telah disepakati oleh seluruh anggota Koperasi
Babah Pinto.
Tabel 1. Proses Bimbingan Teknis Bagi Pengurus Koperasi Babah Pinto
No. Materi Pelatihan Trainer/fasilitator Keterangan
1. Pembentukan koperasi Rachman Jaya+ Peserta anggota Gapoktan
Babah Pinto
2. Dinamika kelompok* Azhari** Peserta pengurus Koperasi
Babah Pinto
3. Perencanaan Usaha* Nonong** Peserta pengurus Koperasi
Babah Pinto
4. Penyusunan Buku Kas* Fiza** Peserta pengurus Koperasi
Babah Pinto
5. Manajemen Sumberdaya*
Manusia
Fiza/Nonong** Peserta pengurus Koperasi
Babah Pinto
Ket:+ (BPTP Aceh), ** (PLUT Aceh Besar), * Materi pelatihan dilaksanakan 2 kali pertemuan
4.3 Inovasi Teknologi Pertanian
4.3.1 Bidang Tanaman Pangan
Berdasarkan hasil diskusi mendalam dan FGD saat penyusunan komoditas
unggulan di kawasan TTP, ditetapkan bahwa komoditas unggulan untuk sub
tanaman pangan adalah padi sawah. Secara umum kegiatan dibagi menjadi dua
komponen yaitu berdasarkan pengembangan berbasis introduksi beberapa varietas
unggul baru (VUB) yang telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian melalui
Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2016,
fokus kegiatan bidang tanaman pangan adalah pada penyediaan benih padi
bersertifikat, budidaya Jamur Merang dan produksi beras premium. Akibat adanya
19
pengurangan anggaran kegiatan produksi beras premium agak sedikit terhambat,
karena penggadaan rice milling unit (RMU) dibatalkan.
Secara umum, kegiatan utama pada bidang tanaman pangan adalah
kegiatan penangkaran yang pada dasarnya untuk mendukung usaha bisnis
penyediaan benih sumber padi. Kegiatan on-farm (Gambar 11) mencakup kegiatan
pra-produksi yaitu pembersihan saluran bersama dengan seluruh anggota
kelompok tani Babah Pinto (Gambar 12). Selanjutnya pada kegiatan produksi
berupa persemaian, penanaman, pemupukan, pemeliharaan, regouing, panen,
pasca panen dan pemasaran. Beberapa tahapan penting dan menjadi kunci
keberhasilan perbenihan padi yang harus dilakukan adalah regouing dan aktivitas
teknis lainnya berupa pemupukan dasar dan lanjutan tetap dilakukan.
Sertifikasi dilakukan oleh UPTD. Balai Sertifikasi Benih Daerah (BPSB). Luas
lahan yang digunakan untuk penyediaan benih sumber bersertifikat sekitar 8 Ha,
dengan melibatkan petani kooperator sebanyak 9 orang dengan target benih yang
dihasilkan berkisar 20 ton, varietas yang digunakan adalah Inpari 32, karena
berdasarkan hasil baseline survei dan kegiatan 2015, varietas inilah yang paling
banyak disukai oleh konsumen. Hasil kegiatan penangkaran benih padi secara
keseluruhan menghasilkan calon benih sumber sebanyak 24.887 ton, akan tetapi
yang mendapatkan sertifikasi hanya sebanyak 14.60 ton (Gambar 13), dengan
label unggu (label FS). Sisanya sebanyak 8 ton digunakan sebagai produk
konsumsi. Kegagalan menjadi benih sumber disebabkan oleh keterbatasan alat
pengering dan belum tersedianya lantai jemur, sedangkan musim panen terjadi
pada musim pengujan. Dalam hal ini, pihak koperasi menyarankan agar tahun
2017, dilakukan pembuatan lantai jemur. Sedangkan pembahasan cash-flow benih
sumber disajikan pada bagian inkubasi bisnis.
Gambar 12. Pasca pembersihan saluran bersama dengan anggota kelompok tani
20
Gambar 13. Kondisi pertanaman padi untuk penyediaan benih bersertifikat
Gambar 14. Benih sumber padi produksi Koperasi Babah Pinto TTP Kota Jantho
Kegiatan pengkajian inovasi teknologi pertanian pada komoditas padi
sawah juga mencakup unsur non bisnis/diseminasi. Kegiatan non bisnis bertumpu
pada usaha penyebarluasan inovasi teknologi yang telah dihasilkan oleh Badan
Litbang Pertanian. Varietas yang didiseminasi adalah Inpari 16 dan 30. Tujuan
utama dari kegiatan ini adalah menurunkan penggunaan Varietas Ciherang yang
telah lama digunakan, diduga varietas ini telah rentan terhadap serangan Blast dan
Hawar Daun Bakteri (HDB) sehingga sangat rentan untuk digunakan secara massal
saat ini. Secara produksi, juga telah terjadi peningkatan produktivitas (Gambar 14)
dari tahun ke tahun (sebelum dan sesudah kegiatan TTP), demikian juga dengan
implemantasi sistem jajar logowo, walaupun belum sepenuhnya sesuai dengan
petunjuk teknis.
Selain pada komoditas padi sawah, kegiatan inovasi teknologi pertanian
juga dilakukan pada budidaya Jamur Merang. Aktivitas ini dilakukan atas dasar
sistem bio-industri padi-ternak, dimana komoditas jamur merang dikembangkan
dari hasil samping (by-product) padi yaitu jerami. Inovasi teknologi tidak saja
dapat dilihat dari usaha budidaya, tetapi juga dapat dilihiat dari konstruksi
bangunan (kumbung) jamur yang telah dibuat di TTP Kota Jantho (Gambar 15).
Demikian juga dengan usaha penyediaan benih dari bibit jamur merang tersebut,
21
yang sampai dengan saat ini masih harus didatangkan dari Pulau Jawa. Untuk
proses transfer teknologi produksi bibit jamur merang dibahas secara mendalam
pada sub-bab peningkatan sumberdaya manusia, melalui kegiatan pelatihan teknis
dan magang.
Gambar 15. Grafis perkembangan produktivitas dan aplikasi jajar legowo di
kawasan TTP Kota Jantho
Pemilihan komoditas ini dikarenakan potensi di kawasan TTP Kota Jantho
dari sisi bahan baku yang sangat besar, demikian juga dari sisi harga (demand).
Saat ini harga jual komoditas ini di Kota Banda Aceh berkisar antara Rp.50.000-
60.000/kg, umumnya konsumen produk ini adalah hotel-hotel dan swalayan utama
di Banda Aceh. Pada tahap awal dibangun kumbung atau tempat budidaya jamur
merang di inti TTP Kota Jantho. Sampai dengan saat ini proses pembangunan
kumbung. Konstruksi terbuat dari kayu dan bambu, sesuai dengan potensi lokal
yang ada. Pelatihan teknis budidaya jamur merang telah dilaksanakan (Gambar
16), dengan peserta dari petani, penyuluh, TNI AD yang ada di sekitar kawasan
TTP Kota Jantho.
Gambar 16. Konstruksi Pembangunan Kumbung Jamur Merang
22
Gambar 17. Pelatihan Budidaya Jamur Merang
4.3.2 Bidang Hortikultura
Salah satu komoditas penting yang dikembangkan di kawasan TTP Kota
Jantho adalah hortikultura. Komoditas ini mengacu kepada pemenuhan kebutuhan
sayuran di kawasan. Beberapa komoditas tanaman sayuran antara lain: jagung
manis dan cabai (Gambar 17 dan 18). Pada tahun 2016, fokus utama dari bidang
hortikultura adalah kegiatan diseminasi (show window) inovasi teknologi pertanian,
terutama pada komoditas cabai merah dan jagung manis. Berdasarkan hasil review
dari tim monev Balitbangtan, untuk komoditas hortikultura pada TTP Kota Jantho
masih pada tahap diseminasi inovasi teknologi pertanian (kategori II), sehingga
kegiatan hanya difokuskan kepada kegiatan yang bersifat diseminasi, seperti
pembuatan demplot, denfarm, pelatihan teknis dan manajemen, bukan sebagai
usaha bisnis dari penggelola TTP Kota Jantho.
Secara teknis demplot yang dikembangkan mencakup budidaya tanaman
cabai merah, dengan introduksi teknologi berbasis good agriculture practices (GAP)
yang mengacu kepada usaha budidaya cabai yang sesuai dengan prinsip-prinsip
budidaya yang efektiv dan efisien serta ramah lingkungan. Introduksi teknologi
yang juga dilakukan adalah integrasi tanaman cabai dengan jagung manis, secara
teknis dengan jagung manis sebagai tanaman barrier yaitu sebagai penghambat
serangan hama dan penyakit. Diharapkan pada tahun 2017, inovasi teknologi cabai
merah di kawasan TTP Kota Jantho telah berbasis pada teknologi budidaya cabai
off-season. Selain itu komoditas ini juga merupakan salah satu komoditas strategis
pertanian, sehingga sangat penting untuk menjamin produksi, terutama untuk
konsomsi Banda Aceh.
23
Dari sisi ekonomi, integrasi cabai merah dengan jagung manis tentunya
juga memberikan manfaat (nilai tambah) bagi petani, karena nilai jual jagung
manis di kawasan juga relatif tinggi, yakni berkisar antara Rp. 15.000-
20.000/bounch. Secara teknis kegiatan diseminasi budidaya cabai sesuai dengan
GAP di kawasan TTP Kota Jantho rata-rata menghasilkan 4.6 ton/ha. Nilai ini
tentunya masih jauh dari produktivitas rata-rata nasional yang mencapai 9 ton/ha.
Hal ini disebabkan oleh kekeringan yang melanda Provinsi Aceh. Hal ini
menyebabkan pasokan komoditas cabai menjadi terbatas, harga komoditas ini di
Banda Aceh bahkan telah mencapai Rp. 120.000/kg (September-November 2016).
Jika dikaji dari sisi ekonomi, hasil tersebut pada dasarnya petani tidak mengalami
kerugian, karena nilai jual yang tinggi. Hasil analisis R/C rasio kegiatan ini adalah
2.1 (Lampiran 2), yang menunjukkan bahwa secara ekonomis kegiatan ini masih
memberikan keuntungan bagi petani atau dengan kata lain layak untuk
dilaksanakan.
Berdasarkan hal ini, sangat disarankan pada tahun 2017, tim pelaksana
sebaiknya mengintroduksi tata kelola air untuk mengatasi masalah kekurangan air
di kawasan TTP, khususnya untuk komoditas hortikultura. Hal ini didukung oleh
tingkat ketersediaan air/sumber air yang tersedia sepanjang tahun di kawasan,
yang bersumber dari sungai Krueng Neng. Secara teknis komoditas cabai sangat
rentan terhadap masalah air, di mana hal ini akan menyebabkan tanaman menjadi
keriting, dan sangat sulit untuk diatasi. Demikian juga dengan serangan hama dan
penyakit, dalam hal ini juga sangat penting untuk introduksi pola manajemen
hama terpadu (integrated pest management) di kawasan TTP Kota Jantho.
Gambar 18. Salah satu lokasi pengembangan komoditas cabai merah
24
Gambar 19. Tanaman jagung sebagai barrier bagi cabai merah
4.3.3 Bidang Peternakan
Selain tanaman pangan dan hortikultura, komoditas utama yang akan
dikembangkan pada kawasan TTP Kota Jantho adalah peternakan, dalam hal ini
fokus kepada ternak ruminansia (sapi). Sejak pertengahan tahun 2015, sampai
dengan saat ini kegiatan masih fokus kepada penyediaan hijauan. Introduksi
hijauan dilakukan di lahan seluas 2.5 ha, yang merupakan milik pemerintah daerah
Kabupaten Aceh Besar. Secara prinsip, lahan dapat dikembangkan untuk model
penyediaan pakan (hijauan) kegiatan peternakan di kawasan TTP Kota Jantho.
Fokus kegiatan ini telah sesuai dengan rekomendasi tim Monev Badan
Litbang Pertanian, bahwa untuk bidang peternakan fokus utama pada tahun
pertama dan kedua adalah pemenuhan pakan hijauan (Gambar 19), melalui
introduksi beberapa leguminosa. Salah satu lokasi yang menjadi sentra introduksi
adalah kandang komunal (Gambar 20) miliki Bapak Jailani yang terletak di Dusun
Paya Sukun. Pada kandang ini telah dikandangkan beberapa jenis sapi seperti
Aceh, Bali dan Brahman dengan jumlahk mencapai 88 ekor. Sedangkan untuk
penggemukan dilakukan pada kandang khusus dengan jumlah sapi di inti TTP Kota
Jantho dengan kapasitas mencapai 16 ekor/kandang. Untuk pemenuhan pakan,
peternak melakukan penanaman disekitar kandang komunal berupa rumput gajah.
Secara teknis, pengembangan model kandang komunal yang telah di
inisiasi oleh tim peternakan TTP Kota Jantho, bekerjasama dengan beberapa
institusi peternakan lingkup Badan Litbang Pertanian dan Dinas Peternakan
Kabupaten Aceh Besar telah berjalan dengan baik, beberapa kendala di lapangan
yang saat ini dihadapi adalah klaim beberapa masyarakat terhadap lahan milik
pem.kab Aceh Besar yang digunakan, dalam hal terdapat perbedaan terhadap
25
status tanah tersebut. Akan tetapi, permasalah tersebut telah mampu ditangani
melalui musyawarah antara dinas penggelolaan aset dan kekayaan Kabupaten
Aceh Besar, dengan pemilik serta warga Desa Teureubeh. Hal terpenting dari
kegiatan yang telah dilaksanakan pada tahun 2016, adalah beberapa hijauan yang
telah ditanam mampu tumbuh dengan baik, tinggal bagaimana replikasi dari
pertanaman tersebut, tentunya dengan melibatkan peternak di kawasan TTP Kota
Jantho serta Dinas Peternakan Kabupaten Aceh Besar.
Pada tahun 2017, kegiatan peternakan akan fokus kepada replikasi hijauan
dilahan milik peternak, optimalisasi kandang yang berada di inti TTP, melalui
beberapa kegiatan hilir, misalnya diseminasi biogas, biourine, mineral block serta
beberapa produk olahan seperti sosis dan bakso. Model kandang komunal akan
mengggunakan ternak milik peternak di kawasan, karena sampai dengan saat ini
ternak dilepas bebas, sehingga banyak yang masuk ke pemukiman warga, yang
secara estetika sangat menggangu warga. Sistem yang akan digunakan adalah
ternak yang akan dikandangkan tetap dikelola oleh pemiliknya, dengan
memanfaatkan pakan yang tersedia di sekitar model kandang komunal. Hal
penting lainya adalah, manajemen perkawinan ternak yaitu diberlakukannya sistem
carry-over terhadap pejantan, sehingga kasus-kasus inbreeding dapat dikurangi
untuk meningkatkan kualitas sapi bakalan.
Gambar 20. Kondisi leguminosa untuk pakan ternak
Gambar 21. Model Kandang Penggemukan
26
4.3.4 Kegiatan Bisnis
4.3.4.1 Penyediaan Benih Sumber Padi
Berdasarkan hasil diskusi mendalam dengan seluruh tim TTP Kota Jantho
dan masukan dari stakeholder pada FGD, ditetapkan bahwa bisnis inti dari
kegiatan TTP Kota Jantho adalah usaha penyediaan benih padi sawah bersertifikat,
gogo bersertifikat, padi beras premium dan penyediaan bibit jamur merang. Akan
tetapi yang telah berjalan secara bisnis faktual adalah penyediaan benih sumber
untuk padi sawah. Pada dasarnya kegiatan berbasis penangkaran benih padi.
Petani koperator yang terlibat telah dilatih pada akhir tahun 2015, kegiatan
pelatihan mencakup perbaikan teknis perbenihan dan teknis penangkaran benih
padi. Teknis pelaksanaan bisnis penyediaan benih sumber secara penuh dikelola
oleh Koperasi Babah Pinto, yang secara kelambagaan telah terbentuk, sedangkan
proses sertifikasi dilakukan oleh Balai Pengawas Sertifikasi Benih (BPSB) Provinsi
Aceh.
Petani kooperator yang terlibat dalam pelaksanaan bisnis penyediaan benih
sumber padi di kawasan TTP Kota Jantho berjumlah 9 orang, dengan luas lahan
yang digunakan mencapai 8 Ha, Varietas yang digunakan adalah Inpari 32 dengan
sistem tanam Jajar Legowo, label benih yang dihasilkan adalah unggu (FS). Total
produksi yang dihasilkan dari kegiatan penangkaran untuk kegiatan bisnis
penyediaan benih sumber padi adalah 24.887 ton, sedangkan yang lolos sertifikasi
sebesar 14.60 ton (Gambar 21), dilain pihak calon benih yang gagal sertifikasi
sebesar 8 ton. Proses bisnis terjadi ketika benih yang telah dilakukan laku dijual
dengan harga Rp.8.000/kg, sehingga didapatkan pendapatan kotor sebesar
Rp.116.800.000, calon benih yang gagal menjadi benih dijual untuk konsumsi
dengan harga Rp. 4.700/kg, sehingga didapatkan pendapatan kotor sebesar Rp.
37.600.000, Total pendapatan penyediaan benih sumber adalah Rp. 154. 400.000.
Dengan biaya produksi sebesar Rp. 44.000.000. Total pendapatan bagi koperasi
Babah Pinto adalah Rp. 110.000.000, yang sepenuhnya menjadi modal usaha
koperasi tersebut. Secara lengkap perhitungan bisnis (cash-flow) kegiatan bisnis
penyediaan benih dapat dilihat pada Lampiran 3.
Berdasarkan hasil monev tim dari Badan Litbang Pertanian dirumuskan
bahwa fokus utama dari kegiatan bisnis TTP Kota Jantho adalah komoditas padi,
27
akan tetapi berdasarkan perencanaan bisnis yang telah disusun dan disarankan
oleh tim, bahwa yang paling mungkin dilaksanakan saat ini adalah penyediaan
benih sumber padi sawah dan diharapkan pada tahun selanjutnya dilakukan juga
penyediaan benih sumber untuk padi gogo, karena besarnya potensi Provinsi Aceh
terhadap pengembangan padi gogo, di lain pihak ketersediaan benih padi ini yang
memenuhi kriteria sebagai benih sangat terbatas. Berdasarkan hal tersebut, sangat
dimungkinkan untuk menjadi kawasan TTP Kota Jantho menjadi sentra produksi
benih sumber padi untuk Provinsi Aceh.
Gambar 22. Contoh pra produksi benih padi
Secara teknis, hal paling mendasar dari pengembangan bisnis penyediaan
benih padi bersertifikat adalah aspek pemasaran. Untuk itu peran dari
pendamping koperasi Babah Pinto menjadi sangat penting, agar produksi benih
sumber yang dihasilkan oleh TTP Kota Jantho dapat diserap oleh pasar dengan
harga yang bersaing, dengan pihak kompetitor. Pelatihan dan magang bagi
pengurus koperasi untuk aspek ini sangat dibutuhkan agar mereka mampu secara
mandiri menjalankan bisnis penyediaan benih sumber secara berkelanjutan.
Berdasarkan hasil diskusi mendalam dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan
Kabupaten Aceh Besar, bahwa pada tahun anggaran 2016, tersedia dana untuk
penyediaan benih padi bersertifikat yang nilainya mencapai Rp. 20 milyar,
sehingga dana tersebut dapat digunakan untuk penyerapan benih padi yang telah
dihasilkan oleh TTP Kota Jantho dan Koperasi Babah Pinto. Hal inilah yang harus
ditindaklanjuti oleh penggelola dalam aspek pemasaran benih yang telah
dihasilkan.
28
4.3.4.2 Penyediaan Jasa Alsintan
Selain berbasis kepada penyediaan benih sumber padi, aktivitas bisnis di
TTP Kota Jantho juga pada penyediaan jasa alsintan, dalam hal ini penyediaan alat
dan mesin pertanian traktor. Traktor (Gambar 22) yang digunakan dalam jasa
alsintan adalah milik TTP Kota Jantho yang diadakan melalui mekanisme
pendanaan APBN, yaitu pada tahun 2015 dan 2016. Dengan luasan mencapai
lahan produktif mencapai 400 ha, tentunya sangat dibutuhkan pengolahan tanah
dengan menggunakan alsintan, selain itu ketersediaan alat ini untuk di kawasan
TTP Kota Jantho juga sangat terbatas, sehingga untuk aplikasi teknoloogi sistem
tanam serempak sangat sulit untuk dilakukan. Dengan adanya traktor sebanyak 2
unit dari penggadaan TTP Kota Jantho, setidaknya kebutuhan jasa alsintan untuk
pengolahan lahan di kawasan TTP dapat dipenuhi.
Gambar 23. Unit bisnis TTP Kota Jantho berupa penyediaan jasa alsintan
Dari aspek bisnis, penyediaan jasa alsintan berupa traktor untuk kawasan
TTP Kota Jantho dilakukan dengan sistem sewa. Seluruh aktivitas bisnis
dilaksanakan oleh Koperasi Babah Pinto, mekanisme sewa yang ditempuh terdiri
dari tunai (cash) dan non-tunai, dimana pembayaran dilakukan setelah kegiatan
panen selesai (sistem yarnen). Untuk tunai, biaya sewa ditentukan sebesar Rp.
125/meter, sedangkan sistem yarnen petani dikenakan sewa sebesar Rp.
150/meter. Nilai ini sebenarnya masih dibawah harga rata-rata sewa traktor di
Kecamatan Aceh Besar yang mencapai Rp. 200-250/meter. Sistem pembagian hasil
yang dilaksanakan oleh Koperasi Babah Pinto adalah setiap penerimaan jasa
alsintan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu untuk operator, operasional dan sisanya
untuk koperasi.
29
Pada musim tanam Oktober – Maret (2016/2017), kegiatan penyediaan
jasa alsintan telah dilaksanakan secara bisnis. Total lahan yang dapat diusahakan
dengan menggunakan 2 traktor sebesar 18 Ha, sistem sewa sepenuhnya dengan
menggunakan sistem yarnen. Berdasarkan hal ini dapat diprediksi pendapatan
kotor koperasi sebesar Rp. 27.000.000, dengan kata lain pendapatan bersih
koperasi sebesar Rp. 9.000.000. Jika dilihat dari nilai utilisasi dari traktor yang
digunakan, tentunya masih sangat rendah dibandingkan dengan nilai kapasitas
utilisasi traktor, sehingga sangat diperlukan untuk meningkatkan utilitas kedua
traktor tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, pada tahun selanjutnya sangat diperlukan
peningkatan sumberdaya manusia pengurus koperasi, terutama dalam utilitas
traktor, sehingga nilai ekonomis dari alat tersebut dapat dipertahankan. Dalam hal
ini peran PLUT sebagai tenaga pendamping untuk meningkatkan pengurus
koperasi terutama pada divisi jasa alsintan. Peningkatan utilitas traktor sangat
diperlukan karena jika asumsi tanam serentak dapat dilaksanakan di Kabupaten
Aceh Besar, maka utilitas traktor harus ditingkatkan, dalam hal ini dapat
ditingkatkan sampai 2 kali lipat di utilitas sekarang.
4.3.5 Pengembangan Sumberdaya Manusia
Selain fokus kepada pembangunan fasilitas fisik, kajian inovasi teknologi
pertanian, diseminasi, inkubasi bisnis dan kelembagaan, pada kegiatan TTP Kota
Jantho juga dilakukan peningkatan kapasitas pelaku TTP, dalam hal ini adalah
petani, penyuluh, pengurus koperasi, calon wirausaha muda, TNI AD. Fokus
peningkatan kapasitas yaitu pada penguasaan teknologi budidaya, pasca panen,
pemasaran, pemanfaatan nilai sisa (by product) dan kelembagaan pada masing-
masing bidang (komoditas).
Jika dikaji dari indikator utama pembangunan TTP, maka inisiasi wirausaha
muda bidang pertanian menjadi yang utama, sedangkan jika diperdalam dengan
mengkaji salah satu tujuan pembangunan TTP yaitu meningkatkan ekonomi
wilayah, maka indikator inisiasi wirausaha muda menjadi yang utama. Pada tahun
anggaran 2016, fokus utama pembangunan TTP Kota Jantho adalah pembentukan
kelembagaan yang akan menjadi penggerak utama aktivitas bisnis yang ada di
kawasan TTP Kota Jantho. Basis utama pembentukan kelembagaan adalah
30
berdasarkan sumberdaya manusia yang ada di kawasan yaitu Desa Teureubeh dan
sekitarnya, selain itu juga berbasis kalangan anak muda (21-35 tahun).
Secara teknis, pembentukan kelembagaan melalui proses yang panjang,
yaitu diskusi mendalam dengan tokoh masyarakat (tuha-peut), kepala desa
(geuchik), Tengku Imeum Meunasah (Langgar), Kepala Balai Penyuluh Pertanian,
Kepala BPTP Aceh serta Dinas Koperasi, Usaha kecil dan Menengah Aceh Besar.
Berdasarkan hal tersebut disepakati kelembagaan di TTP Kota Jantho adalah
Koperasi Pertanian. Tahap selanjutnya adalah melakukan pemilihan pengurus
koperasi tersebut (lihat bab kelembagaan).
Pada bagian ini dibahas aspek pengembangan sumberdaya manusia, dalam
hal ini mengacu kepada kapasitas pengurus koperasi Babah Pinto. Tim teknis
kelembagaan TTP Kota Jantho, terdiri dari tim pelaksana pembangunan dan
didampingi oleh konsultan dari lingkup Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah
Aceh Besar yaitu Pusat Layanan Usaha Terpadu (PLUT). Konsultan ini khusus
menjadi pendamping beberapa koperasi yang ada di Aceh Besar. Kemampuan
teknis konsultan sangat baik untuk membantu pengurus koperasi menjalankan
sistem perkoperasian. Materi pelatihan yang dilaksanakan oleh konsultan
mencakup pengembangan sumberdaya manusia (Gambar 23) yang dikaji dari
berbagai aspek (lihat Tabel 1).
Gambar 24. Pelatihan peningkatan kapasitas pengurus koperasi
Selain pada peningkatan kapasitas pengurus koperasi, peningkatan
sumberdaya manusia melalui pelatihan berbasis komoditas. Berdasarkan hasil dan
masukan tim Monev Badan Litbang Pertanian, faktor penciri TTP Kota Jantho
adalah model bioindustri berbasis integrasi komoditas padi sawah dan ternak
(sapi). Salah satu komoditas yang sangat prospektif untuk dikembangan adalah
jamur merang, karena tingginya permintaan di Banda Aceh, serta secara langsung
31
merupakan bagian dari sistem bioindustri berbasis padi-ternak di kawasan TTP
Kota Jantho.
Untuk meningkatkan kapasitas petani dan penyuluh di kawasan TTP, telah
dilakukan beberapa pelatihan budidaya jamur merang (Gambar 24) termasuk juga
materi konstruksi pembuatan kumbung jamur merang. Selain pada budidaya jamur
merang, pada dasarnya hal terpenting dari komoditas ini adalah penyediaan bibit
jamur tersebut. Sampai dengan saat ini para petani jamur merang di seluruh
Provinsi Aceh mendatangkan bibit jamur merang dari beberapa wilayah di Provinsi
Jawa Barat. Untuk itu juga telah dilakukan pelatihan pembuatan bibit jamur
merang (Gambar 25) dengan instruktur Dr. Iwan Saskiawan dari Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).
Gambar 25. Dokumentasi pelatihan budidaya Jamur Merang
Gambar 26. Pemateri Dr. Iwan Saskiawan pelatihan pembibitan jamur merang
Selain berbasis pada tanaman pangan, kegiatan peningkatan sumberdaya
manusia melalui beberapa pelatihan teknis di kawasan TTP Kota Jantho juga
menyangkut komoditas lainnya, seperti hortikultura, peternakan dan perikanan,
walaupun hasil penilaian tim monev Balitbangtan bahwa untuk komoditas
hortikultura berupa cabai merah, jagung manis dan beberapa tanaman sayuran
lainnya masih pada kategori diseminasi. Dalam hal ini bermakna untuk aktivitas
bisnis dari komoditas ini belum dapat dilaksanakan, karena keterbatasan aspek
32
teknis dan pasar. Diseminasi yang dimaksud adalah penyebarluasan inovasi
teknologi Badan Litbang Pertanian.
Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh petani hortikultura, terutama
cabai merah adalah tingginya serangan hama dan penyakit. Berdasarkan laporan
dari pengamat hama dan penyakit Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Aceh Besar, bahwa di kawasan TTP Kota Jantho, tingkat kegagalan
produksi cabai merah mencapai 60% akibat serangan hama dan penyakit, untuk
itu dilakukan pelatihan teknis penggunaan agensia hayati pada tanaman
hortikultura (Gambar 26). Fasilitator dalam pelatihan adalah penyuluh bidang
hama dan penyakit, Firdaus, SP, MP., sedangkan peserta umumnya berasal dari
para petani, penyuluh dan praktisi di kawasan TTP Kota Jantho.
Gambar 27. Dokumentasi pelatihan penggunaan agensia hayati pada komoditas
hortikultura
Secara teknis, pasca pelatihan didapatkan masukan bahwa umumnya
petani masih belum menggunakan agensia hayati dalam pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman cabai merah mereka, selama ini masih menggunakan
insektisida, fungisida berbahan dasar kimia. Pasca pelatihan juga diketahui
pengetahuan petani dan penyuluh tentang penggunaan agensia hayati meningkat
30%, dan harapan mereka nantinya dapat menurunkan tingkat serangan hama
dan penyakit serta biaya produksi.
Pelatihan lainnya yang sangat mendukung aktivitas pertanian di kawasan
TTP Kota Jantho adalah, pelatihan pembuatan pupuk organik dan pengolahan
pangan (Gambar 27). Pelatihan pembuatan pupuk organik sangat penting untuk
33
dilaksanakan, karena hasil dari kajian dari Balai Penelitian Tanah, menunjukkan
bahwa telah terjadi kejenuhan lahan sawah yang ada di kawasan akibat tingginya
penggunaan pupuk anorganik dalam waktu yang lama. Di lain pihak di kawasan
TTP Kota Jantho banyak terdapat ternak sapi, yang kotoranya dapat dijadikan
pupuk organik melalui teknologi fermentasi sederhana. Diharapkan dengan
pelatihan ini tingkat penggunaan pupuk organik pada lahan di kawasan dapat
ditingkatkan dan penurunan daya dukung lahan dapat ditingkatkan.
Gambar 28. Pelatihan Pembuatan Pupuk Organik di TTP Kota Jantho
Berdasarkan hasil monev dari tim Balitbangtan, dihasilkan dan disarankan
bahwa otomisasi kegiatan bioindustri berbasis padi-ternak di TTP Kota Jantho
adalah peningkatan sumberdaya manusia terutama adalah pada aspek perbenihan
padi, karena secara teknis petani penangkar sudah mampu melaksanakan kegiatan
penangkaran, diharapkan TTP Kota Jantho nantinya akan menjadi sentra produksi
dan penyediaan benih sumber. Pada tahun 2017, pada kegiatan penangkaran juga
menyangkut aspek benih padi gogo. Fakta ini didasarkan pada besarnya potensi
lahan kering dan tadah hujan di Kabupaten Aceh Besar dan Provinsi Aceh dan
secara teknis petani penangkaran telah mampu melaksanakan kegiatan
penangkaran, walaupun mereka belum pernah melaksanakan, sehingga sangat
dibutuhkan pelatihan penangkaran benih padi gogo untuk ekspansi bisnis benih
padi di kawasan TTP Kota Jantho.
4.4 Kondisi Sosial Ekonomi
Desa Teurebeh terdiri dari lima dusun yaitu Dusun Gampong, Blang Daroh,
Paya Sukun, Iom dan Care dengan jumlah KK masing-masing 26, 27, 32, 150, dan
120 KK. Mata pencaharian utama penduduk adalah dari usahatani padi, menjadi
buruh tani dan non tani, berdagang, dan lainnya. Pada umumnya petani yang
34
memiliki lahan sawah adalah penduduk yang bermukim di tiga desa pertama.
Penduduk di dua desa terakhir yaitu Desa Iom dan Care, kalaupun mereka
memiliki lahan hanya berupa lahan pekarangan dan perkebunan di pinggiran
hutan. Oleh karena itu, penduduk yang bermukim di Desa Iom dan Care bekerja di
sawah sebagai penggarap dengan sistem bagi hasil. Pemilik lahan sawah garapan
berasal dari dalam dan luar desa.
Kegiatan usahatani padi tidak hanya menggunakan tenaga kerja dalam
keluarga, tetapi juga dari luar keluarga khususnya pada kegiatan menanam,
menyiang, panen dan pasca panen. Dengan demikian, tenaga kerja dari luar desa
harus didatangkan khusus untuk kegiatan tanam, panen dan pasca panen karena
musim tanam yang sama. Keterlibatan tenaga kerja wanita pada usahatani padi
mencapai 50 persen, sedangkan pada kegiatan jasa, perdagangan dan buruh non-
tani masing-masing 33 persen, 25 persen dan nol persen.
Keterbatasan tenaga kerja, kelangkaan pupuk saat dibutuhkan,
ketidaktepatan penyediaan benih dan banyaknya saluran irigasi yang rusak
menyebabkan jadwal musim tanam rendeng menjadi lebih lama, yaitu dari bulan
Oktober sampai Maret. Kondisi ini menyebabkan waktu bera saat musim tanam
ketiga hanya tersisa dua bulan. Pada saat itu sawah digunakan untuk
menggembala sapi dan kerbau yang dikenal dengan istilah lokal sebagai saat “luah
blang”. Pada kondisi ini, jika ada penduduk yang bercocok tanam di lahan sawah,
harus melakukan pemagaran.
Di Desa Teureubeh tidak tersedia kelembagaan pasar input. Untuk
memperoleh input usaha pertanian, masyarakat membeli di Ibukota Kabupaten
yang berjarak 2- 4 Km dan di Kecamatan Seulimum yang berjarak sekitar 14 Km.
Produk pertanian padi umumnya dijual dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP).
Penjualan dilakukan di luar kecamatan (Seulimum) karena ada keterikatan hutang
saat pengadaan sarana dan biaya produksi usahatani padi. Umumnya sumber
modal usahatani padi petani berasal dari pedagang input-output yang ada di luar
kecamatan dengan sistem pembayaran saat panen (yarnen).
Sampai dengan pertengahan tahun kedua pelaksanaan pembangunan TTP
Kota Jantho, dari sisi sosial ekonomi beberapa hal mendasar yang dapat
disampaikan adalah adanya peningkatan hasil (take home pay) petani, karena
meningkatkanya produktivitas tanaman padi sawah dari 6 ton/ha menjadi 6.5-7
ton/ha. Peningkatan ini salah satunya adalah akibat dari pembangunan beberapa
35
infrastruktur penunjang, seperti perbaikan saluran irigasi dan pembanguan jalan
usaha tani.
Gambar 29. Perbaikan saluran drainase di kawasan TTP Kota Jantho
Selain pada aspek teknis, perkembangan sosial ekonomi di kawasan TTP
Kota Jantho adalah penggunaan 2 traktor dalam pengolahan lahan persawahan di
kawasan. Traktor tersebut merupakan penggadaan dari pembangunan TTP Kota
Jantho, dengan adanya 2 traktor tersebut membuat sistem pengolahan lahan di
kawasan menjadi lebih cepat, yang berujung pada adanya penghematan waktu
(saved time) bagi petani, serta penggunaan buruh tani dalam hal ini adalah petani
setempat dapat menggunakan waktu tersebut dengan kegiatan positif pertanian
lainya, misalnya mencari tambahan penghasilan dengan usaha hortikultura,
memilihara unggas sehingga meningkatkan pendapatan keluarga. Selain itu
dengan penggunaan traktor biaya pengolahan lahan dapat diturunkan sampai
30%, dibandingkan dengan sewa traktor milik Pemerintah Daerah Aceh Besar yang
harus didatangkan dari luar kecamatan.
4.5 TTP Kota Jantho sebagai Site Pekan Pertanian Daerah
Selain sebagai pusat transfer teknologi dan wahana bagi calon wirausaha
muda, pada Bulan Juli TTP Kota Jantho juga menjadi salah satu site kunjungan
bagi peserta Pekan Pertanian Daerah (Gambar 29 dan 30). Pekan Pertanian
Daerah merupakan ajang pertemuan bagi seluruh insan pertanian yang ada di
Provinsi Aceh untuk membahas dan sarana pertukaran informasi inovasi teknologi
pertanian terkini. Pekan Pertanian Daerah melibatkan lebih dari 2000 insan
pertanian se-Provinsi Aceh. Khusus untuk site kunjungan ke TTP Kota Jantho,
jumlah peserta mencapai 50 orang, dengan aktivitas melihat dan berdiskusi
tentang deskripsi program TTP, tujuan dan misinya. Hal yang sangat penting dari
kegiatan ini adalah antusiasi peserta mengenai program TTP yang berorientasi
36
kepada usaha bisnis pertanian dan sebagai wahana pelatihan, magang dan
inkubasi bisnis dengan target wirausaha muda.
Gambar 30. Kepala BPTP, Ir. Basri AB, M.Si memberikan sambutan pada kegiatan
PEDA di TTP Kota Jantho
Gambar 31. Peserta PEDA di TTP Kota Jantho
Selain itu pada tahun tanggal 5-11 Mei 2017, akan dilaksanakan kegiatan
Pekan Pertanian Nasional (PENAS) yang berpusat di kawawan Stadion Harapan
Bangsa, Kota Banda Aceh dan Aceh Besar. Pada kegiatan ini akan dihadiri oleh
seluruh insan pertanian Indonesia. Dalam hal ini, Taman Teknologi Pertanian (TTP)
Kota Jantho juga akan menjadi salah satu site kunjungan bagi peserta kegiatan
tersebut. Fokus kunjungan mencakup Gelar Teknologi (Geltek) tanaman padi
dengan sistem Jarwo Super, luas kawasan sekitar 5 Ha penanggung jawab
kegiatan kegiatan ini adalah Pusat Penelitian Tanaman Pangan, Badan Litbang
Pertanian. Pada inti TTP akan menjadi pusat kunjungan peserta widyawisata Penas
bersama dengan Kebun Percobaan Gayo.
37
V. ORGANISASI PELAKSANAAN TTP KOTA JANTHO
5.1. Organisasi Pelaksana
Strategi yang digunakan dalam pengembangan program TTP adalah
pengembangan komunitas secara terintegrasi (integrated community
development) dengan mensinergikan antara alam, masyarakat, dan inovasi, serta
mengimplementasikan sistem pertanian terpadu (integrated farming system).
Dalam percepatan proses penerapan, adopsi, dan masalisasi serta peningkatan
nilai tambah inovasi, melibatkan empat komponen pelaku pembangunan pertanian
yaitu kelompok akademisi (Academician), swasta (Bussiness), pemerintah
(Government), dan komunitas (Community).
Untuk TTP Kota Jantho Kabupaten Aceh Besar, pada tahun 2016
penanggung jawab pembangunan adalah Kepala Balai Besar Penelitian Padi
Sukamandi dan Pelaksana di lapangan dilakukan oleh Kepala Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh serta dibantu oleh para peneliti dari pusat dan
balai penelitian (Gambar 31dan Tabel 2) antara lain: Pusat Sosial Ekonomi dan
Kebijakan Pertanian Bogor, BB Pasca Panen Bogor, BB Sumberdaya Lahan
Pertanian Bogor, BB Padi Sukamandi, Balit Klimat Bogor, Balitri Pakuwon, Balitkabi
Malang, Balitbu Solok, Balitsa Brastagi, Sub Balitnak Sei Putih Deli Serdang.
Kegiatan ini didukung oleh Pemerintah daerah Kabupaten Aceh Besar, Universitas
Syiah Kuala, Universitas Al Muslim-Bireuen, Universitas Malikulsaleh-Lhoksumawe
dan unsur pemerintahan lain baik pusat maupun provinsi.
Pihak swasta diharapkan terlibat untuk dapat melakukan kerjasama
kemitraan usaha dengan masyarakat di TTP dengan asas saling menguntungkan
dan target untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Unsur swasta tidak
harus dari luar desa, tetapi bisa juga menciptakan dari SDM lokal yang dilatih dan
didampingi agar jiwa kewirausahawannya menjadi meningkat. Perlu diketahui
bahwa secara sosiologis umumnya masyarakat Aceh memiliki jiwa wirausaha yang
tinggi.
Kegiatan pengembangan TTP yang pembangunannya diinisiasi Badan
Litbang Pertanian (Balitbangtan)-Kementerian Pertanian dengan pola pendanaan
yang makin menurun, selanjutnya setelah berjalan tiga tahun akan menjadi
tanggungjawab Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Aceh
38
Besar. Namun demikian kegiatan pendampingan akan tetap dilakukan oleh
Balitbangtan melalui BPTP Aceh.
Secara teknis, pelaksanaan pembangunan TTP pada tahun 2017 harus
mengacu kepada struktur organisasi pelaksana TTP Kota Jantho, dimana sampai
dengan laporan akhir ini disusun draft struktur organisasi masih ditelaah oleh tim
dari biro hukum pemerintah daerah Aceh Besar, sedangakn struktur seperti pada
Gambar 31 masih bersifat draft yang sangat mungkin untuk dilakukan penyesuaian
oleh Bupati Aceh Besar, sebagai pihak yang menandatangani (mensahkan) struktur
organisasi TTP Kota Jantho.
Keterlibatan Bupati Aceh Besar dalam penyusunan dan pensahan struktur
organisasi pelaksana TTP Kota Jantho, erat kaitanya dengan penyerahan aset dan
pelaksanaan TTP Kota Jantho pada tahun 2018, hal ini telah sesuai dengan
kesepakatan antara Kementerian Pertanian dengan Pemerintah Daerah Aceh Besar
(MOU TTP). Secara legalitas keterlibatan pihak pemerintah daerah tidak saja pada
aspek teknologi dan operasional, tetapi juga menyangkut aspek pendanaan dan
pendampingan teknis kepada penggelola TTP, yaitu Koperasi Babah Pinto. Selain
itu salah satu indikator kinerja dari pembangunan TTP adalah bagaimana peran
pemerintah daerah dalam pelaksanaan atau kegiatan operasional pasca
penyerahan (exit startegy) dari Kementerian Pertanian ke Pemerintah Daerah Aceh
Besae.
Gambar 32. Struktur organisasi TTP Kota Jantho
Balitbangtan Pem. Kab Aceh Besar
BPTP ACEH • Balit Komoditas
• Universitas
• LSM
• Dinas Teknis
• PLUT
• KNPI
• Perangkat Desa
• Gapoktan
Koperasi Babah Pinto
Jasa Alsintan Benih padi dan Beras premium
Peternakan
39
Tabel 2. Tenaga pelaksana internal BPTP Aceh TTP Kota Jantho
No. NAMA/NIP JABATAN DALAM
KEGIATAN URAIAN TUGAS
ALOKASI
WAKTU (Jam/
minggu)
1. Dr. Rachman Jaya, S.Pi, M.Si.
Penanggung Jawab - Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai pelaporan
35
2. Ir. M. Ferizal, M.Sc* Ramlan, SP
Anggota - Membantu perencanaan, pelaksanaan, dan monitoring serta pelaporan
30
3. Dr. drh. Iskandar Mirza* Zuardi, SP
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan (field- supervisor)
30
4. Fenti Ferayanti, SP* Ahmad Adriani, SP
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan dan pelaporan devisi hama dan penyakit tanaman
25
5. Ir. Nurbaiti, M.Si* Ir. Elviwirda M. Yusuf Ali
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan devisi tanaman
25
6. Irhas* Husaini, SP
Anggota - Melaksanakan kegiatan lapangan dan pelaporan penyiapan lahan
25
7. Ir. Nasir Umar, M.Si* Ahmad
Anggota - Melaksanakan tata kelola aset 25
8. Eka Fitria, SP* Rini Andriani, SP
Anggota - Melakukan kegiatan lapangan dan pelaporan devisi pemasaran hasil
25
10. Cut Maysura, SP* Cut Hielda Rahmi, SP
Anggota - Melakukan kegiatan lapangan dan pelaporan devisi penanganan dan pengolahan hasil
25
11. Cut Nina Herlina, S.Pi* Abdul Azis, S.Pi.M.Si Irvanda Fatmal, SP
Anggota - Melakukan kegiatan peliputan, dokumentasi
25
12. Setia Budi* Suryani Novita
Anggota - Melaksanakan tata kelola keuangan
30
13. Ir. Basri A. Bakar, M.Si Ir. T. Iskandar, M.Si
Anggota - Melakukan bimbingan teknis dan advokasi
15
ket: *koordinator
5.2 Pagu dan Realisasi Anggaran
Pada tahun anggaran 2016, kegiatan TTP Kota Jantho awalnya mendapat
pagu anggaran Rp. 4.000.000.000, akan tetapi beberapa kali mengalami
pengurangan, yaitu melalui mekanisme pemotongan anggaran, sampai dengan
revisi terakhir pagu kegiatan TTP Kota Jantho adalah Rp. 2.980.500.000.
Sementara itu realisasi akhir anggaran kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho
mencapai 99%.
40
VI. RENCANA TINDAK LANJUT TAHUN 2017
6.1 Komoditas Tanaman Pangan
Untuk komoditas padi sawah kegiatan selanjutnya fokus kepada
peningkatan kapasitas penangkaran benih padi sawah, dimana kapasitas produksi
benih padi harus ditingkatkan sampai 60 ton, hal ini sesuai dengan efektivitas
usaha bisnis. Berdasarkan hasil kegiatan pembangunan TTP Kota Jantho, tahun
2016, dimana produksi benih padi baru mencapai 14.887 ton, dengan tingkat
kegagalan sertifikasi mencapai 30%. Fakta ini menunjukan masih tingginya
kegagalan sertifikasi. Berdasarkan amatan, faktor utama kegagalan produksi benih
adalah pada asepek pasca panen, hal ini disebabkan oleh musim panen pada
periode basah terjadi pada musim penghujan, sehingga gagal produksi akibat
calon benih terlalu lama basah (fisik benih menjadi hitam). Untuk itu pada tahun
selanjutnya sangat diperlukan untuk pembangunan lantai jemur yang
representative untuk kegiatan perbenihan.
Selain itu, dengan peningkatan produksi sampai 2 kali lipat tentunya sangat
dibutuhkan juga manajemen penggelolaan bisnis benih padi, terutama bagi
pelaksana bisnis TTP Kota Jantho, yaitu Koperasi Babah Pintoe. Mekanisme yang
dapat ditempuh adalah melalui pelatihan teknis, karena jumlah petani penagkar
yang terlibat tentunya lebih banyak, dan belum semua petani tersebut memiliki
kapasitas sebagai penangkar, demikian juga lahan yang digunakan juga meningkat
sampai 3 kali lipat dari sekarang. Selain aspek teknis, hal yang sangat penting
untuk aktivitas bisnis benih padi adalah ekspansi pemasaran, perlu juga
pengembangan diseminasi/promosi ke cakupan yang lebih luas.
Ekspansi bisnis di TTP Kota Jantho, juga dilakukan melalui penyediaan
benih sumber padi gogo. Hal ini didukung dengan besarnya potensi/ceruk pasar
yang masih sangat luas bagi komoditas ini. Selain itu potensi pasar benih padi
gogo juga dapat dilihat dari besarnya wilayah lahan lahan kering yang dapat
dimanfaat untuk pengembangan padi gogo di Kabupaten Aceh Besar, termasuk
juga di Provinsi Aceh. Untuk pelaksanaan kegiatan ini, diperlukan juga
peningkatan kapasitas petani dan penyuluh dalam hal produksi benih padi gogo
melalui pelatihan serta penyediaan benih dasar (label putih) dari dari Balai Besar
41
Penelitian Padi sebagai penyedia benih dasar. Demikian juga pada aspek pasca
panen dan pemasaran.
6.2 Komoditas Hortikultura
Berdasarkan hasil dari Tim Monitoring dan Evaluasi, Badan Litbang
Pertanian, khusus untuk pembangunan TTP, dalam hal ini TTP Kota Jantho
dihasilkan bahwa untuk komoditas hortikultura lebih difokuskan kepada kegiatan
diseminasi, bukan pada aspek bisnis. Hal ini disebabkan oleh secara teknis, petani
yang ada dikawasan belum menguasai sistem budidaya hortikultura berupa
tanama sayuran, seperti cabai merah, mentimun kacang panjang. Selain itu
pangsa pasar yang ada di kawasan juga sangat terbatas sehingga sangat sulit
untuk meningkatkan aspek kegiatan menuju bisnis.
Akan tetapi, dengan perkembangan Kota Banda Aceh, tentunya permintaan
akan komoditas tanaman sayuran juga akan meningkat, di lain pihak dengan
harapan kemampuan teknis pelaku (petani) hortikultura meningkat seiring dengan
pendampingan teknis serta introduksi teknologi dan varietas baru Badan Litbang
Pertanian, dapat dicanangkan bahwa komoditas ini dapat ditingkatkan levelnya
menjadi bisnis pada tahun 2018. Fokus bisnis diarahkan kepada tanaman cabai
sebagai salah satu komoditas utama Kementerian Pertanian yang harus di kuasai
baik aspek teknis dan pasar. Komoditas ini memegang peranan penting dalam
menjaga inflasi regional maupun nasional, sehingga dengan kemampuan
penguasaan aspek teknis dan pasar harapanya kondisi inflasi yang disebabkan oleh
komoditas ini dapat terjaga. Tahap selanjutnya untuk komoditas hortikultura
adalah pengembangan beberapa tanaman sayuran seperti kacang panjang, cabai
merah, cabai rawit, mentimun dan gambas. Luas lahan yang digunakan sekitar 3
ha dengan melibatkan 4 petani kooperator. Secara teknis kegiatan akan dimulai
awal Bulan Januari 2017, yaitu dengan kegiatan pembersihan lahan dan
pengolahan tanah, serta persiapan persemaian. Pola tanam yang digunakan adalah
sistem budidaya tanaman sayuran berbasis Good Agriculture Practices (GAP) dan
Good Handling Practices (GHP).
42
6.3 Komoditas Peternakan
Pada tahap selanjutnya untuk kegiatan peternakan adalah model
penyediaan hijauan yang telah dikembangan dapat direplikasi di beberapa tempat
di kawasan TTP Kota Jantho. Selaint itu di inti TTP juga akan diintroduksi teknologi
biogas, bio urine, mineral blok dan beberapa produk olahan berbasis daging sapi.
Pada inti TTP sudah terdapat fasilitas infrastuktur kandang sapi dengan kapasitas
14 ekor, akan tetapi tim pembangunan TTP Kota Jantho tidak mengadakan ternak
sapi. Untuk mengatasi hal tersebut, mekanisme yang dapat ditempuh adalah
dengan melakukan kerjasama dengan petani setempat melalui Koperasi Babah
Pinto, sebagai penggelola inti TTP Kota Jantho. Model yang dikembangkan di inti
TTP adalah penggemukan (fattening) berbasis hijauan yang telah dikembangkan
pada tahun sebelumnya.
Berdasarkan hasil tim Monitoring dan Evaluasi Badan Litbang Pertanian,
khusus pembangunan TTP dihasilkan bahwa untuk kegiatan peternakan di
kawasan TTP Kota Jantho harus mencakup aspek penggemukan dan penyediaan
sapi bakalan berbasis pengembangan model penyediaan pakan ternak berbasis
hijauan (leguminosa). Hal lain yang menjadi sangat penting adalah aspek legalitas
lahan milik Pemerintah Aceh Besar seluas 2.5 Ha yang dapat digunakan sebagai
model kandang komunal sampai dengan saat ini masih proses penyelesaian
administrasi antara pemerintah Aceh Besar dengan klim kepemilikan oleh warga.
6.4 Aktivitas Fisik
Untuk tahun anggaran 2017, pembangunan fisik yang akan dilaksanakan di
TTP Kota Jantho hanya fokus kepada pembangunan fasilitas penunjang untuk
kegiatan bisnis yang dilakukan. Aspek bisnis yang akan dikembangkan menyangkut
penyediaan benih sumber padi sawah, penyediaan benih sumber untuk padi gogo,
jasa alsintan dan penyediaan jamur merang serta bibit jamur merang. Untuk itu
akan dibangun lantai jemur untuk prosesing benih padi, baik padi sawah maupun
padi gogo. Selain itu juga akan dibangun pos jaga untuk aspek keamanan dan
saung tani sebagai media pertemuan antar petani/kelompok tani dalam skala
terbatas.
43
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Sesuai dengan arahan dari tim monitoring dan evaluasi Badan Litbang
Pertanian, bahwa faktor penciri utama dari TTP Kota Jantho adalah sistem bio-
industri berbasis padi-ternak. Implementasi dari sistem tersebut salah satunya
adalah budidaya dan pembibitan jamur merang, disisi lain tidak semua kegiatan
ditujukan untuk kegiatan bisnis, terutama pada komoditas hortikultura yang fokus
kepada aspek diseminasi inovasi (show window) teknologi pertanian. Pembinaan
calon wirausaha muda ditekankan kepada peningkatan kapasitas penggelola
koperasi Babah Pinto dan magang bagi mahasiswa tingkat akhir dari universitas
Syiah Kuala, Al-Muslim, Malikulsaleh dan Universitas Teuku Umar. Secara
kelembagaan TTP Kota Jantho telah membentuk koperasi penggelola dengan
nama Babah Pinto serta sebagai site kunjungan peserta Pekan Pertanian Daerah.
Dari sisi pengembangan (inkubasi) bisnis, TTP Kota Jantho telah mampu
membangkitkan sisi bisnis usaha penyediaan benih sumber padi sawah yang
dilaksanakan oleh Koperasi Babah Pinto, dengan dukungan teknis dari BPTP Aceh
dan BPSB Aceh, sedangkan dari sisi adiminstrasi penyerahan aset, untuk
pengadaan tahun 2015, semua aset TTP Kota Jantho telah diserahkan kepada
Pemerintah Daerah Aceh Besar. Dukungan Pemerintah Daerah juga diarahkan
kepada perbaikan infrastruktur di kawasan TTP Kota Jantho, juga sharing
penggangaran penggelolaan inti TTP pada tahun 2017.
7.2 Saran
Fokus untuk tahun 2017 adalah pada penguatan sistem kelembagaan
Babah Pinto melalui peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan ekspansi
jenis usaha, demikian juga dengan kemitraan dengan Kementerian Koperasi,
Usaha Kecil dan Menengah serta Kementerian Desa Tertinggal, peningkatan
kapasitas inovasi teknologi dengan perguruan tinggi serta beberapa organisasi
kepemudaan sebagai media penyedia calon wirausaha muda.
44
DAFTAR PUSTAKA
Bozzo U, Gibson DV, Sabatelli R, Smilor RW. 1999. Sosioeconomic Development Through Technology Transfer: Technopolis Novus Ortus.
Biswas RR. 2004. Making a Technopolis in Hyderabad, India: The Role Of Government IT Policy. Technological Forecasting and Social Change, 71:823-835.
Carayannis EG, Rogers EM, Kurihara EM dan Allbritton MM. 1998. High-Technology Spin-Off from Government R&D Laboratories and Research Universities. Technovation in Press.
Eriyatno. 1998. Ilmu Sistem: meningkatkan mutu dan efektifitas manajemen.
Bogor: UIPB-Press.
FAO. 2009. Technology Parks, Incubation Centres, Centres of Excellence: Best
Practices and Business Model Development in North and Southern Africa.
Jaya, R., Machfud, Raharja, P., Marimin. 2014. Analisis dan Mitigasi Risiko Rantai Pasok Kopi Gayo Berkelanjutan dengan Pendekatan Fuzzy. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 24 (1) : 61-71.
Jaya, R. 2015. Grand Design Pembangunan Taman Teknologi Pertanian Kota Jantho. Belum dipublikasi.
Widodo, J., Kalla J. 2014. Visi, Misi dan Program Aksi. Jalan Perubahan Untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkpribadian. www.KPU.go.id. diakses 23 Juli 2015.
Leydesdorff, L., Etzkowitz, H. 1998. The Triple Helix as a Model for Innovation Study, Science & Public Policy, 25 (3): 195-203.
Lee, S., Yoon, B., Lee, C., Park, J. 2009. Business Planning Based on Technological Capabilities: Patent Analysis for Technology-Driven Roadmapping. Technological Forecasting & Social Change, 76 : 769–786.
Narasimhalu, AD. 2013. CUGAR: A Model for Open Innovation in Science and Technology Parks. World Technopolis Review (WTR) 2 (1): 1-11. Research Collection School of Information Systems.
Soenarso WH. 2011. Pengembangan Science and Technology Park Di Indonesia.
Disampaikan pada Seminar Nasional Kebijakan Iptek dan Inovasi Tanggal
26 Juli 2011, PAPPIPTEK-LIPI.
Parnell GS, Driscoll PJ, Henderson DL. 2011. Decision Making in System Engineering and Management. John Wiley and Son, Inc. New Jersey.
Wasson CS. 2006. System analysis, design, and development concepts, principles, and practices. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken, New Jersey
Oh DS. 1995. High-Technology and Regional Development Policy: An Evaluation of Korea’s Technopolis Programme. Habitat Int, 19 (3): 253-267.
45
Raharjo B. 2002. Kerangka Technopark di Perguruan Tinggi: Sebuah Pemikiran dan Rangkuman. Pusat Penelitian Antar Universitas Bidang Mikroelektrika (PPAUME). Instutut Teknologi Bandung, Bandung.
Raymond W, Smilor G, Kozmetsky dan Gibson G (eds). 1988a. Creating The Technopolis : Linking Technology Commercialization and Economic Development. Cambridge, Mass. Ballinger Publishing.
Roberts EB, Malone DE. 1996. Policies and Structure for Spinning Off New Companies From Research and Development Organization. R and D, 26 (1): 17-48.
Sheridan T. 1986. The Technopolis Strategy. Reading Mass. : Addison-Wesley Publishing.
Simatupang, P. 2014. Perspektif Sistem Pertanian Biondustri Berkelanjutan. Dalam Haryono, dkk (penyunting). Reformasi Kebijakan Menuju Transformasi Pembangunan Pertanian. IAARD Press.
Smilor RW, Gibson DV, Kozmetsky G. 1988. Creating The Technopolis: High-Technology Development in Austin Texas. Journal of Business Venturing, 4: 49-67.
Spolidoro, RM., Cortes, P., Galian, CE. Cerione A., Inta, Zorzi, I. et al. 2011. Innovation Habitats and Regional Development driven by the Triple Helix: Perspectives from a South American School of Thought and Action
Stankovic, I., Gosic, M., Trajkovic, S., 2009. Forming of Science and Technology Park as an Aspect of Civil Engineering. Architecture and Civil Engineering, 7 (1) 57-64.
Steffensen M, Rogers EM, Speakmen K. 1999. Spin-Off from Research Centers at A Research University. Journal of Business Venturing, 15:93-111.
Tahir, R.Sintaningrum, Maulina, E., Rizal, M., Nurasa, H., Heryadi, RD., Bekti, H. 2015. Harmonization Of Global Governance Oriented Policies Through The Development Plan Science and Technology Park In Jatinangor of Education Strategic Area. Proceeding, International Conference on Democracy and Accountability (ICoDA). Surabaya, 10 November 2015.
Tatsuno S. 1986. The Technopolis Strategy. Reading, MA: Addison-Wesley Publishing Company.
Vila PG, Pages PL. 2008. Science and technology parks. Creating new environments favourable to innovation. Paradigames, 0:141-149.
46
LAMPIRAN
47
Lampiran 1. Bangunan Fisik di TTP Kota Jantho
Salah satu item penggadaan untuk
fasilitas fisik di TTP Kota jantho,
Pembangunan Pagar sekeliling TTP.
Pembangunan Gapuran TTP Kota
Jantho
Pengecatan ulang bangunan-bangunan
di TTP Kota Jantho, sesuai dengan
arahan Irjen Kementan.
Kolam di model kandang komunal di
kawasan TTP Kota Jantho.
48
Salah satu site penangkaran benih padi
untuk bisnis usaha penyediaan benih
sumber padi sawah (Inpari 32).
Pembangunan aspek sosial, lokal
koordinator bersama dengan kepala BPP
Kota Jantho, saat pembersihan saluran
di kawasan TTP Kota Jantho.
Kunjungan tim Kementerian Koordinator
Bidang Pengembangan Manusia dan
Kebudayaan, untuk melihat progress
pemmbangunan TTP Kota Jantho.
Kepala Balai bersama dengan
Komandan Batalyon Kavaleri 112
sedang memanen jamur merang, wujud
kolaborasi dengan pihak TNI-AD.
49
Kunjungan Sekretaris Daerah dan
Kepala Dinas Penggelola Aset dan
Kekayaan Aceh Besar pada proses
penyerahan aset TTP Kota Jantho ke
Pemerintah Daerah Aceh Besar, tim
BPTP Aceh didampingi Irjen Kementan.
Dr. Iwan Saskiawan dari Pusat
Penelitian Biologi LIPI, sedang
memberikan materi pembibitan jamur
merang.
Kondisi pertanaman cabai di kawasan
TTP Kota Jantho.
50
Lampiran 2. Perhitungan R/C rasio bagian hortikultura
51
Lampiran 3. Cash-Flow Benih sumber dan jasa alsintan
52
Lampiran 4. Roadmap
Intervensi Teknologi di TTP Kota Jantho
Bidang 2015 Outcome
Tanaman Pangan
• Uji performa VUB Padi • Penguatan Penangkar Pengusaha
• Penguatan GAP-PTT Padi
• Teradopsinya VUB padi pengganti ciherang 60% di Kawasan TTP
• Peningkatan produktivitas padi
rata-rata dari 6 menjadi 6.5 ton/ha
• Tersedianya benih padi dan kelembagaan produsen benih
kabupaten
• Memperpendek masa tanam I dan memanfaatkan MT III
• Penguatan budidaya jagung (feed dan food).
• Penggunaan VUB jagung komposit
• Perluasan areal tanam di lahan tegalan dan MT III
Peternakan • Introduksi pembuatan pupuk organik di kandang komunal sapi bibit kawasan
• Introduksi teknologi usaha penggemukan
sapi potong di TTP dengan pakan jerami olahan, rumput dan legume budidaya serta
pengolahan pupuk organik • Penyediaan pejantan unggul
• Kaderisasi vaksinator
• Tersedianya pupuk organik di kawasan TTP
• Teradopsinya usaha
penggemukan sapi potong menggunakan bahan pakan lokal
di kawasan TTP • Menurunnya derajat inbreeding • Tersedianya tenaga vaksinator di
kawasan TTP
Perkebunan • Introduksi bibit unggul kopi dan kakao • Tersedianya bibit unggul kopi dan
kakao
Hortikultura • Introduksi VUB mentimun, gambas, kacang
panjang dan sayuran lain. • Introduksi teknologi budidaya jamur merang
di TTP.
• Introduksi buah naga dan pengembangan sirsak
• Display vertikultur sayuran di TTP
• Meningkatnya luas tanam dan
produksi di tegalan dan MT III • Teradopsinya teknologi budidaya
jamur merang di kawasan
• Teradopsinya teknologi buah naga dan berkembangnya usaha
tanaman sirsak. • Teradopsinya teknologi vertikultur
di kawasan TTP
Perikanan • Introduksi budidaya lele di TTP
• Pemanfaatan lahan pekarangan untuk
budidaya lele • Introduksi sistem mina padi (nila dan
mujair)
• Teradopsinya teknologi budidaya
lele di kawasan TTP
• Meningkatnya pemenuhan gizi keluarga
• Teradopsinya teknologi mina padi di kawasan TTP
Kelembagaan • Asosiasi penangkar benih • Penguatan sistem pemasaran
53
Intervensi Teknologi di TTP Kota Jantho
Bidang 2016 Outcome
Tanaman
Pangan
• Perluasan areal penangkaran benih padi
• Penguatan Penangkar Pengusaha yang
didukung gudang benih (L) • Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Peningkatan areal penangkaran
untuk penyediaan benih padi di
kawasan Kota Jantho
• Introduksi Alsintan jagung (mesin
perontok) • Tersedianya jagung pipilan
• Introduksi Teknologi Pasca Panen Jagung (oven, pressure cooker, sealer)
• Terbangunnya industri rumah
tangga untuk jagung pop corn
Peternakan • Penyediaan pejantan unggul di kawasan
TTP (pemda) • Peningkatan mutu padang penggembalaan
melalui introduksi rumput dan legume asal BPTU
• Pengadaan dan penjualan sapi bakalan dan
siap potong untuk unit bisnis TTP
• Menurunnya derajat inbreeding
• Tersedianya padang penggembalaan bermutu melalui
introduksi rumput dan legume
asal BPTU
• Pendapatan unit bisnis TTP
Perkebunan • Penangkaran bibit unggul kopi dan kakao
di TTP (L)
• Pendapatan unit bisnis TTP
Hortikultura • Pembangunan kebun bibit desa (KBD) • Tersedianya benih/bibit sayuran
Perikanan • Introduksi teknologi pakan lele di TTP • Teradopsinya teknologi pakan
lele di kawasan TTP
Kelembagaan • Pembentukan pengusaha beras premium: aromatik (varietas), rendah Indeks Glikemik
(pasca panen), dan/atau beras kepala (varietas)
• Adanya pengusaha beras premium didukung oleh fasilitas
penyediaan benih, teknologi pasca panen, pengepakan,
pelabelan dan pemasaran
(Agrimart)
Ket: (L) adalah kegiatan lanjutan
Intervensi Teknologi di TTP Kota Jantho
Bidang 2017 Outcome
Tanaman Pangan
• Usaha penangkaran benih padi (L) • Penguatan GAP-PTT Padi (L)
• Penyediaan benih padi untuk kawasan Kota Jantho (L)
Peternakan • Peningkatan mutu dan perluasan padang
penggembalaan melalui introduksi rumput dan legume asal BPTU (L)
• Pengadaan dan penjualan sapi bakalan
dan siap potong untuk unit bisnis TTP (L)
• Menurunnya derajat inbreeding
• Tersedianya padang penggembalaan bermutu melalui
introduksi rumput dan legume
asal BPTU • Pendapatan unit bisnis TTP
Perkebunan • Penangkaran bibit unggul kopi dan kakao
di TTP (L)
• Pendapatan unit bisnis TTP
Hortikultura • Pembangunan kebun bibit desa (KBD) (L) • Tersedianya benih/bibit sayuran
54
Perikanan • Introduksi teknologi pembuatan bakso lele di TTP
• Teradopsinya teknologi pembuatan bakso lele di
kawasan TTP
Kelembagaan • Pembentukan pengusaha beras premium • Adanya pengusaha beras
premium didukung oleh fasilitas penyediaan benih, pasca panen,
pengepakan, pelabelan dan pemasaran (Agrimart)
Ket: (L) adalah kegiatan lanjutan
Potensi Unit Bisnis TTP Kota Jantho dari Kegiatan Intervensi Teknologi
Unit Bisnis 2015 2016 2017
1. Penyediaan benih
padi (UPBS): Label
ungu (ss)
2. Penyediaan beras
premium
• Kebutuhan
kawasan desa
• Satker Pemkab
dan Agrimart
• Kawasan Kota Jantho
• Supermarket Banda
Aceh dan Agrimart
• Kawasan Kota Jantho
(L)
• Supermarket Banda Aceh dan Agrimart
(L)
3. Ternak (sapi) • Unit bisnis Sapi
kurban di TTP
▪ Unit bisnis Sapi
kurban di TTP (L)
4. Bibit kopi dan kakao • Unit bisnis kopi,
kakao
▪ Usaha bibit kopi,
kakao (L)
5. Pupuk organik • Unit bisnis pupuk
organik
▪ Unit bisnis pupuk
organik (L)
Ket: (L) lanjutan
Ket:CU=Ci Usaha;SPK=Seupakat;BA=Bungong Asan;BP=Bungong Pade;ST= Seumangat; JB=Jroh Beut; MJ= Mau
Maju