Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR
PENGARUH ANTIOKSIDAN BISAKON TERHADAP EFEK
TRANSFLUTHRIN SEBAGAI BAHAN AKTIF OBAT
NYAMUK ONE PUSH AEROSOL PADA KERUSAKAN SEL
DARAH MERAH MENCIT (Mus musculus)
Oleh:
NURHANIFA TRI BUDIARTI
135090301111022
Setelah dipertahankan di depan Majelis Penguji Skripsi Jurusan
Fisika Universitas Brawijaya
Pada tanggal ………………………………..
Dinyatakan memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
dalam bidang fisika
Dosen Pembimbing I
Drs. Unggul P. Juswono, M.Sc
NIP. 196501111990021002
Dosen Pembimbing II
Gancang Saroja, S.Si., M.T
NIP. 197711182005011001
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika FMIPA UB
Prof. Dr. rer.nat Muhammad Nurhuda
NIP. 19640910199021001
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama : Nurhanifa Tri Budiarti
NIM : 135090301111022
Jurusan : Fisika
Penulis tugas akhir dengan judul :
PENGARUH ANTIOKSIDAN BISAKON TERHADAP EFEK
TRANSFLUTHRIN SEBAGAI BAHAN AKTIF OBAT NYAMUK
ONE PUSH AEROSOL PADA KERUSAKAN SEL DARAH
MERAH MENCIT (Mus musculus)
Dengan ini menyatakan bahwa :
1. Isi dari tugas akhir yang saya buat merupakan karya sendiri
dan tidak menjiplak karya orang lain. Nama – nama dan karya
– karya yang terdapat pada daftar pustaka digunakan semata
– mata hanya untuk acuan.
2. Apabila dikemudian hari tugas akhir ini terbukti menjiplak
karya orang lain, maka saya akan menanggung segala resiko
yang akan saya terima.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan keadaan sadar dan tidak
dalam tekanan.
Malang, April 2017
Yang menyatakan,
Nurhanifa Tri Budiarti
NIM. 135090301111022
v
PENGARUH ANTIOKSIDAN BISAKON TERHADAP EFEK
TRANSFLUTHRIN SEBAGAI BAHAN AKTIF OBAT
NYAMUK ONE PUSH AEROSOL PADA KERUSAKAN SEL
DARAH MERAH MENCIT (Mus musculus)
ABSTRAK
Obat nyamuk one push aerosol yang banyak digunakan oleh
masyarakat mengandung salah satu zat aktif yang disebut
transfluthrin. Zat aktif transfluthrin bersifat radikal bebas di dalam
tubuh karena senyawa transfluthrin memiliki satu elektron bebas yang
membuatnya bersifat reaktif. Sifat reaktif dari tansfluthrin cenderung
merebut elektron dari hemoglobin yang seharusnya digunakan untuk
berikatan dengan oksigen. Oleh sebab itu, hemoglobin yang tidak
dapat berikatan dengan oksigen dapat memicu kerusakan sel darah
merah. Tujuan penelitian ini untuk menganalisa pengaruh antioksidan
BISAKON terhadap kerusakan sel darah merah akibat paparan
transfluthrin dan untuk mengetahui dosis BISAKON yang tepat untuk
mengurangi kerusakan sel darah merah. Dalam penelitian ini hewan
coba (mencit) dipapari obat nyamuk one push aerosol tipe X
(kandungan transfluthrin 25%) dan tipe Y (kandungan transfluthrin
21,3%). Mencit juga diberi antioksidan BISAKON dengan lima
variasi dosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian
antioksidan BISAKON dapat mengurangi persentase kerusakan sel
darah merah yang diakibatkan oleh paparan zat aktif transfluthrin.
Dosis antioksidan BISAKON yang efektif untuk mengurangi tingkat
kerusakan sel darah merah adalah 33,05 mg.
Kata Kunci: One push aerosol, Transfluthrin, Antioksidan,
BISAKON, Sel darah merah (eritrosit)
vii
INFLUENCE OF THE BISAKON ANTIOXIDANT AGAINTS
THE EFFECTS OF TRANSFLUTHRIN AS THE ACTIVE
SUBSTANCE OF ONE PUSH AEROSOL REPELLENT ON
ERITROCYTES DAMAGE OF MICE (Mus musculus)
ABSTRACT
One push aerosol repellent used by the public contains an active
substance called transfluthrin. Transfluthrin are free radicals in the
body due the compound which has one free electron that makes it
reactive. Transfluthrin snatch electrons from hemoglobin that should
be used to bind the oxygen. Therefore, the hemoglobin that can not
bind to oxygen can cause damage to red blood cells. In this study, the
experimental animals (mice) are exposed by one push aerosol
repellent type-X (transfluthrin content 25%) and type-Y (transfluthrin
content 21,3%). Mice were also given BISAKON antioxidants with
five variations. The results show that the administration of BISAKON
antioxidants can reduce the percentage of red blood cell damage
caused by exposure to the active substance transfluthrin. BISAKON
effective dose of antioxidants to reduce the level of red blood cell
destruction was 33,05 mg.
Keyword: One push aerosol, Transfluthrin, BISAKON antioxidant,
red blood cells (eritrocyte)
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, atas segala
limpahan rahmat, kuasa serta hidayah-Nya lah sehingga penulis dapat
menyelesaikan Laporan Penelitian Tugas Akhir di Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya dengan lancar.
Penelitian tugas akhir ini dilaksanakan sebagai salah satu
syarat menempuh jenjang kuliah S-1 di jurusan fisika FMIPA
Universitas Brawijaya. Pembuatan karya tulis ini tidak lepas dari
bantuan dan bimbingan dari orang-orang yang telah mendukung
pelaksanaan penelitian ini. Oleh karena itu kami mengucapkan terima
kasih atas bimbingan dan bantuan yang telah diberikan oleh:
1. Kedua orang tua penulis yang tak terhitung jasa serta kasih dan
sayangnya terhadap penulis, saudara – saudara penulis yang
selalu memberi semangat, serta keponakan penulis yang menjadi
penghibur di saat lelah.
2. Prof. Dr. rer.nat Muhammad Nurhuda selaku Ketua Jurusan
Fisika.
3. Drs. Unggul Pundjung Juswono, M.Sc dan Gancang Saroja, M.Sc
selaku Dosen Pembimbing tugas akhir.
4. Dra. Lailatin Nuriyah, M.Si selaku dosen pembimbing akademik
yang selalu sabar dan sangat membantu selama penulis kuliah di
jurusan fisika UB.
5. Dinta Taruna N., S.Si serta saudara seperjuangan Anis, Anik,
Fahim, Lega, Atika, Isna, Eni, Johan, dan teman – teman
bimbingan lain yang banyak membantu dan telah memberi
inspirasi, semangat dan mendukung pelaksanaan penelitian.
6. Saudara Rumah Kost Semut (Bu Bidan Ayusa, Afiati, Nova,
Kurnia, Lintang, Okta, Rifka, Nungky, Pinkan, Eci, Tika, dkk),
muda – mudi Sudimoro dan DAKOTA, dan sahabat-sahabat
tersayang (Wafie, Ardian, Almo, Achay, Dessy, Dwita, Arek –
arek himawarkop, dkk) yang selalu memberikan semangat dan
do’a untuk keberhasilan penelitian ini.
x
7. Teman – teman Fisika Angkatan 2013, adhek – adhek angkatan
2014, teman – teman HIMAFIS, dan semua pihak yang tidak
disebutkan disini serta telah ikut membantu menyukseskan
pelaksanaan penelitian tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa naskah tugas akhir ini masih jauh
dari sempurna. Adapun saran dan kritik yang membangun sangat
penulis harapkan demi perbaikan naskah laporan penelitian ini dan
semoga naskah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan
pembaca pada umumnya.
Malang, 2 Agustus 2016
Penulis
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN TUGAS AKHIR ..................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................. iii
ABSTRAK ......................................................................................... v
ABSTRACT ..................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................... ix
DAFTAR ISI ..................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................. 3
1.3 Batasan Masalah ................................................................. 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................ 3
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................ 5
2.1 Darah ........................................................................................ 5
2.2 Sel Darah Merah (Eritrosit) ...................................................... 7
2.3 Transfluthrin ........................................................................... 13
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan ............................................. 15
2.4.1 Mekanisme Radikal Bebas .............................................. 15
2.4.2 Antioksidan Alami .......................................................... 16
2.5 Mencit ..................................................................................... 23
BAB III METODOLOGI ................................................................. 25
3.1 Tempat dan waktu penelitian ................................................. 25
3.2 Variabel penelitian ................................................................. 25
3.3 Alat dan Bahan ....................................................................... 25
3.4 Tahapan Penelitian ................................................................. 25
3.6 Persiapan Sampel Hewan Coba .............................................. 27
3.7 Penentuan Dosis Antioksidan ................................................. 27
3.8 Perlakuan Pengambilan Darah ............................................... 28
3.9 Pembuatan Apusan Darah ...................................................... 28
3.10 Perhitungan Kerusakan Darah .............................................. 29
3.11 Analisa Data ......................................................................... 29
xii
BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................... 31
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 31
4.1.1 Hasil Persiapan Sampel ................................................... 31
4.1.2 Hasil Perlakuan pada Sampel .......................................... 31
4.1.3 Gambaran Mikroskopis Sel Darah Merah Mencit ........... 32
4.2 Analisa Data ........................................................................... 36
4.2.1 Hubungan Antara Dosis Antioksidan dan Persentase
Kerusakan Sel Darah Merah ..................................................... 36
4.2.2 Toksisitas Transfluthrin Terhadap Sel Darah Merah ....... 48
4.2.3 Mekanisme Kerja Antioksidan ........................................ 49
BAB V PENUTUP ........................................................................... 53
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 53
5.2 Saran ....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 545
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbandingan komponen darah ..................................... 5
Gambar 2.2 Sel darah merah ............................................................ 7
Gambar 2.3 Morfologi berbagai kelainan sel darah merah ............... 9
Gambar 2.4 Variasi bentuk eritrosit: (a) Mikrositik; (b) makrositik
..................................................................................... 10
Gambar 2.5 Berbagai kelainan bentuk eritrosit .............................. 11
Gambar 2.6 Reaksi antara radikal bebas dengan antioksidan ......... 16
Gambar 2.7 Bawang Lanang .......................................................... 17
Gambar 2.8 Ginseng ....................................................................... 18
Gambar 2.9 Buah dan daun sirsak .................................................. 20
Gambar 2.10 Cengkeh .................................................................... 21
Gambar 2.11 Daun binahong .......................................................... 22
Gambar 2.12 Mencit (Mus musculus) ............................................ 24
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian................................................ 26
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan preparat ................................ 28
Gambar 4.1 Sel darah merah mencit kelompok kontrol ................. 32
Gambar 4.2 Sel darah merah mencit kelompok antioksidan .......... 33
Gambar 4.3 Sel darahs merah mencit kelompok semprot obat
nyamuk tipe X .............................................................. 33
Gambar 4.4 Sel darah merah mencit kelompok semprott obat
nyamuk tipe Y .............................................................. 34
Gambar 4.5 Sel darah merah kelompok perlakuan tipe X dan
antioksidan ................................................................... 34
Gambar 4.6 Sel darah merah kelompok perlakuan tipe Y dan
antioksidan ................................................................... 35
Gambar 4.7 Jenis-jenis kerusakan sel darah merah yang teramati
(a)terdapat 4 jenis kerusakanteramati; (b) 2 jenis
kerusakan teramati; (c) 3 jenis kerusakan teramati ...... 36
Gambar 4.8 Grafik persentase kerusakan total masing – masing
kelompok perlakuan ..................................................... 37
Gambar 4.9 Grafik persentase kerusakan sferosit ........................... 39
Gambar 4.10 Grafik persentase kerusakan stomatosit .................... 40
Gambar 4.11 Grafik persentase kerusakan Sel Sabit ...................... 41
xiv
Gambar 4.12 Grafik persentase kerusakan keratosit ....................... 42
Gambar 4.13 Grafik kerusakan Sel Helm ....................................... 43
Gambar 4.14 Grafik persentase kerusakan skistosit........................ 44
Gambar 4.15 Grafik persentase kerusakan elliptosit ....................... 45
Gambar 4.16 Grafik persentase kerusakan sel Burr ........................ 46
Gambar 4.17 Grafik persentase kerusakan teardrop ....................... 47
Gambar 4.18 Struktur Transfluthrin ................................................ 49
Gambar 4.19 Struktur flavonoid ..................................................... 49
Gambar 4.20 Senyawa antioksidan di dalam BISAKON: (a)
eugenol; (b) polifenol; dan (c) Tanin ......................... 50
Gambar 4.21 Mekanisme pendonoran atom H antioksidan pada
transfluthrin ............................................................... 51
Gambar 4.22 Mekanisme perpindahan elektron pada delokalisasi
resonansi senyawa fenolik ......................................... 51
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kelas Toksisitas Bahan Aktif .......................................... 14
Tabel 2.2 Tabulasi Kandungan Antioksidan .................................... 17
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 0 ........................ 59
Lampiran 2 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 1 ........................ 60
Lampiran 3 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 2 ........................ 61
Lampiran 4 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 3 ........................ 62
Lampiran 5 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 4 ........................ 63
Lampiran 6 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 5 ........................ 64
Lampiran 7 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 0 ........................ 65
Lampiran 8 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 1 ........................ 66
Lampiran 9 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 2 ........................ 67
Lampiran 10 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 3 ...................... 68
Lampiran 11 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 4 ...................... 69
Lampiran 12 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 5 ...................... 70
Lampiran 13 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 0 ..................... 71
Lampiran 14 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 1 ..................... 72
Lampiran 15 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 2 ..................... 73
Lampiran 16 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 3 ..................... 74
Lampiran 17 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 4 ..................... 75
Lampiran 18 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 5 ..................... 76
Lampiran 19 Tabel Konversi Dosis ................................................. 77
Lampiran 20 Gambar Percobaan ...................................................... 78
Lampiran 21 Sertifikat Laik Etik ...................................................... 80
Lampiran 22 Sertifikat Bebas Plagiasi ............................................. 81
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Insektisida dalam skala kecil banyak digunakan di dalam rumah
tangga untuk mengusir serangga. Penggunaan insektisida ini
seharusnya tidak menimbulkan dampak yang serius terhadap
kesehatan manusia. Produk – produk insektisida untuk rumah tangga
saat ini telah tersedia dalam berbagai bentuk dan cara penggunaannya
seperti repellent, bakar, semprot, mat, dan aerosol. Masyarakat yang
tidak mengetahui dampak dari bahan aktif insektisida, khususnya obat
nyamuk, menggunakannya tanpa mematuhi petunjuk penggunaan.
Masyarakat juga banyak yang tidak mengetahui bahwa obat nyamuk
yang digunakan tidak hanya mengusir nyamuk tetapi juga
membahayakan kesehatannya (Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2012).
Obat nyamuk berbentuk aerosol merupakan terobosan baru
untuk mengusir nyamuk di dalam rumah dan menjadi tren saat ini. Hal
tersebut disebabkan oleh kefektifan obat nyamuk aerosol yang hanya
dalam sekali semprot dapat mengusir nyamuk dari suatu ruangan
(Wigati & Susanti, 2012). Menurut Raini (2009), penggunaan obat
nyamuk jenis aerosol pada masyarakat sebanyak 36,6%, obat nyamuk
bakar/coil sebesar 14,8%, lotion 15,6%, mat/elektrik 12%, dan sisanya
menggunakan kombinasi semua jenis obat nyamuk yang ada di pasar.
Pada proses penyemprotan, wangi yang ditimbulkan oleh obat
nyamuk one push aerosol mengindikasikan residu atau partikel dari
obat nyamuk yang terdapat di dalam ruangan tersebut dan dapat
menyebabkan gangguan pernapasan serta pencemaran lingkungan.
Bahan aktif obat nyamuk one push aerosol dapat mengikat protein
yang terdapat pada sistem saraf nyamuk (Quraisyiyah dkk, 2013).
Bahan aktif yang terkandung di dalam obat nyamuk berasal dari
pyrethroid yang menurut WHO (2005) dikelompokkan pada racun
insektisida kelas menengah. Pada obat nyamuk pyrethroid yang
digunakan berupa d-allethrin, transfluthrin, bioallethrin, pralethrin,
d-phenothrin, cyphenothrin, atau esbiothrin.
Menurut Badan POM (2015) Indonesia, transfluthrin yang
terkandung di dalam insektisida dapat berbahaya terhadap kesehatan
2
manusia. Organ yang menjadi sasaran dari transfluthrin adalah kulit,
mata, pernafasan, pencernaan, sistem saraf dan kardiovaskular.
Sedangkan paparannya karena terhirup, kontak dengan kulit, kontak
dengan mata, dan tertelan. Transfluthrin sebagai salah satu jenis
Pyrethroid yang terhirup dan masuk ke dalam tubuh untuk waktu yang
lama dapat menyebabkan gangguan pada paru-paru, menurunnya
jumlah eritrosit serta menyebabkan hati tidak mampu melakukan
detoksifikasi secara sempurna (Kurniati et all, 2012). Pyrethroid yang
terhirup dapat mengakibatkan munculnya metabolit sekunder yang
dapat bertindak sebagai radikal bebas, selanjutnya radikal bebas ini
mengikuti peredaran darah menuju ke seluruh tubuh (Christijanti et
all, 2010). Melalui peredaran darah dapat dimungkinkan akan
mengenai jaringan atau organ lainnya. Kerusakan jaringan atau organ
semakin meluas akibat darah yang mengandung transfluthrin.
Transfluthrin berperan sebagai radikal bebas di dalam tubuh.
Oleh sebab itu, efek kerusakan yang ditimbulkan oleh transfluthrin
terhadap organ dalam manusia dapat diminimalisir dengan
memberikan zat antioksidan. Kandungan antioksidan pada bahan –
bahan alami lebih mudah didapatkan oleh masyarakat. Salah satu
contoh bahan alami yang banyak mengandung antioksidan adalah
rimpang kunyit. Penelitian Alamsyah (2009), rimpang kunyit dapat
menjadi sumber antioksidan alami yang baik bagi tubuh. Kandungan
flavonoid rimpang kunyit dapat menurunkan permeabilitas pembuluh
kapiler (Wardhana et al, 2001). Selain flavonoid, rimpang kunyit
junga mengandung polifenol, tanin, saponin, dan alkaloid (Alamsyah,
2009).
Bahan alami lain yang mengandung antioksidan tinggi
diantaranya bawang tunggal atau bawang lanang, ginseng, sirsak,
cengkeh, dan binahong (BISAKON). Kandungan minyak atsiri pada
bawang lanang merupakan antibakteri dan antiseptik yang kuat.
Minyak atsiri juga ditemukan dalam kandungan binahong dan
ginseng. Selain itu, kandungan allin dan alisin dalam bawang lanang
yang merupakan zat aktif dapat merusak protein kuman penyakit
sehingga disebut sebagai antibiotik yang ampuh (Syamsiah & Tajudin,
2003). Saponin yang terkandung dalam ginseng, binahong dan sirsak
juga memiliki fungsi sebagai antioksidan, antiinflamasi, dan
meningkatkan sistem imun (Wijayakusuma, 2008). Flavonoid dan
polifenol yang terkandung di dalam bawang lanang, binahong,
3
cengkeh, dan sirsak merupakan antioksidan yang membantu
melindungi sel dari kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal
bebas dan melawan virus yang terdapat di dalam darah. Kombinasi
dari bawang lanang, gingseng, sirsak, cengkeh, dan binahong yang
disingkat sebagai BISAKON ini dapat menjadi sumber antioksidan
yang sangat baik untuk melawan transfluthrin yang bersifat radikal
bebas di dalam tubuh.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efek
pemberian antioksidan BISAKON terhadap kerusakan sel darah
merah mencit yang terkena bahan aktif obat nyamuk one push aerosol
tipe X dan tipe Y serta bagaimana dosis antioksidan BISAKON yang
tepat untuk mengurangi kerusakan sel darah merah pada mencit (Mus
musculus) akibat adanya bahan aktif transfluthrin tersebut.
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian yang akan dilakukan adalah
jenis obat nyamuk one push aerosol yang digunakan ada 2 yakni, tipe
X yang mengandung bahan aktif transfluthrin 21,3% dan tipe Y yang
mengadung bahan aktif transfluthrin 25%. Kondisi psikologis serta
daya regenerasi sel darah dan immunitas mencit yang berbeda-beda
diabaikan, dan analisa kerusakan sel darah pada penelitian ini hanya
berdasarkan kelainan bentuk sel darah merah mencit.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh
antioksidan BISAKON terhadap kerusakan sel darah merah mencit
(Mus musculus) akibat terkena transfluthrin sebagai bahan aktif obat
nyamuk one push aerosol berdasarkan gambaran mikroskopisnya.
Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk menghitung dosis
antioksidan BISAKON yang tepat untuk mengurangi kerusakan sel
darah merah mencit akibat terpapar transfluthrin.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi
mengenai pengaruh antioksidan BISAKON terhadap gambaran
mikroskopis kerusakan sel darah merah akibat terkena transfluthrin
sebagai bahan aktif obat nyamuk one push aerosol agar dapat
digunakan sebagai rujukan masyarakat. Masyarakat dapat mengetahui
4
cara menanggulangi dampak yang ditimbulkan oleh bahan aktif obat
nyamuk one push aerosol terhadap kesehatan, terutama sel darah
merah.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Darah
Darah merupakan organ khusus di dalam tubuh manusia karena
berbentuk cairan (Handayani & Hariwobowo, 2012). Dalam tubuh
manusia mengalir darah sekitar 70 mL setiap kilogram berat badan.
Secara garis besar darah dibagi menjadi dua komponen utama, yakni
plasma darah dan butir-butir darah dengan perbandingan seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 2.1. Sebanyak 50-60% darah merupakan
plasma darah yang berupa cairan dan sisanya berupa butir-butir darah
yang terdiri dari leukosit, trombosit, dan eritrosit (Kiswari, 2014).
Gambar 1 Gambar 2.1 Perbandingan komponen darah
(Sumber: Kiswari, 2014)
Plasma darah merupakan cairan berwarna kekuningaan yang
terdiri dari air dan campuran kompleks antara zat organik dan
anorganik. Kandungan protein mencapai 7% di dalam plasma darah.
Protein yang terkandung di dalam pasma ini tidak dapat menembus
membran kapilar untuk mencapai sel. Protein itu sendiri tersusun atas
tiga protein utama yakni albumin yang bertanggung jawab pada
tekanan osmotik koloid darah, globulin yang berfungsi sebagai
antibodi dan molekul pembawa lipid, hormon, dan zat penting lain
dalam tubuh, dan fibrinogen yang berperan dalam proses pembekuan
darah. Plasma juga mengandung nutrien dan elektrolit plasma. Nutrien
yang terkandung dalam plasma meliputi asam amino, gula, dan lipid
6
yang diabsorpsi dari sistem pencernaan, sedangkan elektrolit plasma
meliputi ion natrium, kalium, magnesium, klorida, kalsium,
bikarbonat, fosfat, dan ion sulfat (Sloane, 2003).
Leukosit merupakan salah satu komponen darah yang berfungsi
untuk melindungi tubuh dari infeksi. Leukosit atau juga disebut
dengan sel darah putih ini bekerja sama dengan sistem imun,
immunoglobulin, dan komplemen untuk membentuk pasukan
pertahanan tubuh terhadap zat-zat asing yang tidak dikehendaki
keberadaannya, seperti bakteri atau mikroba lainnya (Mehta &
Hoffbrand, 2006). Bentuk leukosit dapat berubah-ubah, memiliki kaki
palsu sebagai perantara gerak (pseudopodia), memiliki bermacam-
macam initi sel, dan berwarna bening (tidak berwarna). Selain sebagai
bentuk pertahanan tubuh, leukosit juga berfungsi untuk mengangkut
zat lemak dari dinding usus melalui limpa lalu ke pembuluh darah
(Handayani & Hariwibowo, 2008).
Leukosit terbagi menjadi dua jenis sel darah berdasarkan
keberadaan granulanya. Leukosit yang memiliki granula kecil di
dalam protoplasmanya disebut dengan granulosit. Berdasarkan
pewarnaan granulanya, granulosit dibagi menjadi tiga yaitu
neutrophil, eosinofil, dan basophil. Neutrofil granulanya tidak
berwarna dan berbentuk bintik-bintik halus, dan inti selnya terangkai.
Eosinofil ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil,
granulanya berwarna merah dengan pewarnaan asam dan lebih besar
dari granula yang dimiliki neutrofil. Basofil memiliki granula besar
berwarna biru, memiliki ukuran yang lebih kecil dari eosinofil, dan
bentuk intinya beraturan. Ketiganya berperan sebagai fagosit untuk
mencerna dan menghancurkan mikroorganisme dan sisa-sisa sel. Jenis
leukosit lainnya yakni agranulosit yang tidak memiliki granula di
dalam protoplasmanya. Agranulosit terbagi menjadi dua jenis, yakni
limfosit dan monosit. Limfosit terbagi lagi menjadi limfosit T dan
limfosit B, keduanya berfungsi untuk membunuh dan memakan
bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Monosit yang memiliki
ukuran lebih besar dari limfosit bemiliki fungsi sebagai fagosit
(Handayani & Hariwibowo, 2008).
Trombosit yang disebut juga sebagai keping darah memiliki
peran penting dalam hemostasis (pembentukan bekuan darah) dan
perbaikan pembuluh darah yang robek. Trombosit yang memiliki
ukuran hampir setengah ukuran sel darah merah ini sitoplasmanya
7
terbungkus oleh membran plasma dan mengandung beberapa jenis
granula yang mempengaruhi proses koagulasi darah (Sloane, 2003).
Granula ini mengandung faktor pembekuan darah, adenosine difosfat
(ADP) dan adenosine trifosfat (ATP), kalsium, serotonin, dan
katekolamin yang berperan dalam merangsang permulaan proses
pembekuan darah (Kiswari, 2014).
2.2 Sel Darah Merah (Eritrosit)
Eritrosit merupakan sel darah yang paling banyak jumlahnya
jika dibandingkan dengan sel-sel darah yang lain (leukosit dan
trombosit). Terdapat sekitar 4.5 – 6 juta eritrosit dalam satu milliliter
darah. Ditunjukkan pada Gambar 2.2 bahwa eritrosit memiliki bentuk
bikonkaf (bulat dengan lekukan pada sentralnya) dengan diameter
sekitar 7 – 8 𝜇m. Bentuk bikonkaf tersebut yang membuat eritrosit
dapat melewati lumen pembuluh darah yang sangat kecil karena
bersifat fleksibel. Jika diamati melalui mikroskop, eritrosit tampak
bulat dengan bagian tengah yang cekung, berwarna merah , dan di
bagian tengahnya (central pallor) yang memiliki diameter sepertiga
dari diameter eritrosit tampak lebih pucat (Kiswari, 2014).
Gambar 2Gambar 2.2 Sel darah merah
(Sumber : belajar.kemdikbud.go.id diakses 10 Juni 2016)
Eritrosit tidak memiliki inti sel karena pada tingkatan eritroblas
asidosis produksi sel darah merah (eritropoesis) inti sel mengecil dan
memadat kemudian dikeluarkan dari sel. Eritrosit juga tidak memiliki
mitokondria dan ribosom, serta tidak dapat bergerak seperti leukosit
yang memiliki kaki semu. Sel darah merah dewasa normal tidak dapat
melakukan mitosis, fosforilasi oksidatif, dan pembentukan protein.
Dalam setiap sel darah merah terdapat sekitar 300 molekul
8
hemoglobin yang membuatnya menjadi berwarna merah. Hemoglobin
yang terkandung di dalam eritrosit ini berfungsi untuk menyerap
karbondioksida dan ion hidrogen yang merupakan hasil akhir respirasi
sel untuk dibawa menuju paru – paru kemudian zat – zat tersebut
dilepaskan dan hemoglobin berikatan dengan oksigen dan
mengedarkannya ke seluruh tubuh bersama dengan sirkulasi darah
(Handayani & Hariwibowo, 2008).
Selain hemoglobin, eritrosit juga tersusun atas komponen lain
yakni membran plasma yang membungkus sel dan enzim G6PD
(Glucose 6 – Phosphatedehydrogenase) dan piruvat kinase yang
berperan dalam menentukan umur eritrosit. Hemoglobin sendiri
tersusun atas dua komponen utama yakni ‘heme’ yang merupakan
gabungan protoporfirin dengan besi dan ‘globin’ yang merupakan
bagian protein yang terdiri dari 2 rantai alfa dan 2 rantai beta
(Handayani & Hariwibowo, 2008).
Eritropoiesis atau produksi sel darah merah merupakan proses
diferensiasi dari sel induk hematopoietik menjadi eritrosit matang
(Kiswari 2014). Eritropoiesis dirangsang oleh eritropoietin, suatu
hormon glikoprotein yang diproduksi terutama oleh ginjal. Sebelum
menjadi eritrosit, sel induk hematopoietic akan berdiferensiasi hingga
membentuk sel pronormoblas. Sel pronomorblas selanjutnya
membentuk DNA untuk melakukan mitosis. Setelah melalui empat
kali mitosis, tiap sel pronomorblas menghasilkan empat sel eritrosit,
dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang diikuti dengan
menghilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel (Handayani &
Hariwibowo, 2008). Beberapa zat penting yang dibutuhkan untuk
pembentukan hemoglobin dalam sel darah merah adalah asam amino
(protein), vitamin B12, besi, vitamin B6, asam folat (kelompok vitamin
kompleks B2), mineral cobalt, dan nikel (Kiswari, 2014). Setelah
dibentuk melalui proses eritropoiesis, eritrosit normalnya memiliki
usia sekitar 120 hari untuk berada dalam sirkulasi darah. Setelah 120
hari eritrosit menjadi rapuh dan mudah pecah. Fragmen sel darah
merah yang terdisintegrasi akan mengalami fagositosis oleh makrofag
dalam limpa, hati, sumsum tulang, dan jaringan tubuh lain yang
disebut dengan hemolisis (Sloane, 2003).
Selama masa hidup eritrosit dapat terjadi kondisi patologis yang
membuatnya mengalami kelainan morfologi. Eritrosit matang yang
normal umumnya berbentuk cakram, cekung ganda (bikonkaf), dan
9
tidak memiliki inti sel. Namun, morfologi dari eritrosit ini dapat
mengalami kelainan yang bervariasi akibat kondisi patologis
(Kiswari, 2014).
Gambar 3 Gambar 2.3 Morfologi berbagai kelainan sel darah merah
(Sumber: Jones et al, 2015)
Kelainan morfologi tersebut dikelompokkan menjadi tiga variasi
yakni:
1. Variasi ukuran eritrosit
Ukuran eritrosit normal (6,8 – 7,5 𝜇m) disebut normositik.
Batas ekstrem ukuran eritrosit adalah 6,2 – 8,2 𝜇m. Eritrosit yang
berukuran kurang dari 6,2 𝜇m disebut dengan mirositik dan eritrosit
yang berukuran lebih dari 8,2 𝜇m disebut dengan makrositik.
10
(a) (b)
Gambar 4 Gambar 2.4 Variasi bentuk eritrosit: (a) Mikrositik; (b) makrositik
(Sumber: Afriyansah, 2016)
Makrositik dapat dihasilkan oleh proser eritropoiesis yang
kekurangan vitamin B12 atau folat, sehingga terjadi gangguan
pembelahan mitosis di sumsum tulang. Penyebab lain yang
menyebabkan dihasilkan makrositik ini adalah karena peningkatan
rangsangan oleh eritropoietin. Gangguan yang menyebabkan
dihasilkan mikrositik antara lain sindrom malabsorpsi, anemia
defisiensi besi, dan varian jenis hemoglobin (Kiswari, 2014).
2. Variasi bentuk eritrosit
Kelainan bentuk eritrosit disebut dengan poikilositosis. Hal ini
dapat merupakan suatu perubahan kimia atau fisik baik pada membran
sel ataupun sitoplasma. Ada beberapa kelainan bentuk eritrosit yang
memiliki istilah umum yang berbeda-beda (Kiswari, 2014), beberapa
jenis kelainan tersebut yakni:
a. Acanthocyte
Terdapat seperti duri-duri yang tidak beraturan di sekitar membran sel
dan ukurannya tidak seragam ditunjukkan pada Gambar 2.5 C.
Kelainan ini memiliki sedikit spikula, terdapat pada
abetalipoproteinemia (kondisi tidak seimbangan antara lipid eritrosit
dan plasma) dan bersifat menurun (herediter). Acanthocyte ditemukan
pada sirosis hati yang terkait dengan anemia hemoliti, pasca
pemberian heparin, dan pasca splenektomi.
11
Keterangan: A. Normal B. Sel Blister C. Acanthocyte D. Sferosit
E. Sel target F. Stomatosit G. Sel Burr H. Sel Sabit
I. Keratosit J. Sel Helm K. Skistosit L. Drepanosit
M. Makrosit Oval N. Eliptosit O. Sel Krenasi P. Poikilositosis
Gambar 5 Gambar 2.5 Berbagai kelainan bentuk eritrosit
(Sumber: Kiswari, 2014)
b. Sel Blister
Eritrosit memiliki satu atau lebih vakuola seperti yang ditujukkan oleh
Gambar 2.5 B. Vakuola ini dapat pecah dan terdistorsi menjadi sel
keratosit, sel fragmen, dan skistosit. Kelainan ini dapat ditemukan
kekita terjadi kerusakan pada membrane dan mengakibatkan trauma
pada sirkulasi darah.
12
c. Sel Burr
Terdapat satu atau lebih duri pada membrane sel dan sering kali
memanjang tidak teratur (lihat Gambar 2.5 G). Kelainan ini ditemukan
pada berbagai jenis anemia, perdarahan ulkus lambung, karsinoma
lambung, insufiensi ginjal, kekurangan enzim piruvat kinase, dan
uremia.
d. Echinocyte
Kelainan ini juga disebut dengan crenated erythrocyte (Gambar 2.5
O), yakni bentuk eritrosit yang bergerigi pendek atau seperti duri
berderet pada seluruh membran sel. Hal ini dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intrakorpuskular karena ketidakseimbangan osmotik.
e. Elliptocyte (Ovalocyte)
Eritrosit berbentuk memanjang atau lonjong menyerupai bentuk
cerutu seperti ditunjukkan pada Gambar 2.5 N. Kelainan ini
disebabkan oleh kecacatan membran. Gangguan klinis terkait dengan
kelainan ini diantaranya beberapa jenis anemia, talasemia, penyakit
hemoglobin C (HbC), dan karena faktor keturunan.
f. Sel Helm (Schizocyte)
Sel darah berbentuk menyerupai helm (Gambar 2.5 J). Kelainan ini
disebabkan oleh proses fragmentasi yang mana fragmen sel dapat
terbentuk di limpa dan gumpalan fibrin intravascular.
g. Keratocyte
Eritrosit berbentuk seperti dua tanduk sebagai hasil dari vakuola yang
pecah (Gambar 2.5 I). Sel dengan bentuk demikian dapat dijumpai
pada kondisi koagulasi intravaskular diseminata.
h. Knizocyte
Eritrosit berbentuk seperti botol. Kelainan ini berhubungan dengan
anemia hemolitik.
i. Leptocyte
Eritrosit menyerupai sel target karena dibagian tengah eritrosit yang
pucat terdapat lingkaran berwarna merah dipusat eritrosit seperti
Gambar 2.5 E. Kelainan ini secara klinis berkaitan dengan gangguan
pada liver, anemia defisiensi besi, dan talasemia.
j. Oval Macrocyte
Kelainan ini disebut juga dengan megalocyte. Eritrosit berbentuk oval
menyerupai telur (Gambar 2.5 M). Kelainan ini hampir sama dengan
elliptocyte, tetapi ukurannya makrositik dan lebih bulat. Kelainan ini
ditemukan pada kekurangan B12 dan folat.
13
k. Pyknocyte
Kelainan ini membuat eritrosit berbentuk seperti sel duri. Ditemukan
pada anemia hemolitik parah dan defisiensi enzim G6PD.
3. Perubahan warna eritrosit
Ketika diberi pewarnaan secara konvensional, eritrosit normal
berwarna merah dengan bagian tengah yang lebih cerah (pucat).
Warna merah pada eritrosit merupakan efek dari keberadaan
hemoglobin, sedangkan bagian pucat di tengah sel merupakan bagian
tipis dari sel yang diameternya sama dengan sepertiga diameter
keseluruhan eritrosit. Eritrosit dengan ciri-ciri normal tersebut
dinamakan normokromik. Adanya variasi warna yang ditampilkan
oleh sel darah merah ketika diberi pewarnaan menunjukkan
kandungan dari sitoplasmanya. Kondisi variasi warna tersebut
dinamakan anisokromia. Salah satu kelainan perubahan warna
eritrosit adalah hipokromia yang ditandai dengan warna eritrosit pucat
akibat kekurangan kandungan hemoglobin. Perubahan warna pada
eritrosit juga menunjukkan keadaan ketidakmatangan sel.
2.3 Transfluthrin
Transfluthrin merupakan salah satu turunan pyrethroid
golongan pertama. Sama seperti turunan pyrethroid golongan pertama
yang lainnya, transfluthrin sensitif terhadap cahaya (light sensitive
piretroid). Pyrethroid dan senyawa-senyawa turunanya merupakan
insektisida organik sintetis dan sering digunakan untuk bahan aktif
insektisida rumah tangga (Djojosumarto, 2008).
Penggunaan bahan aktif insektisida dalam skala rumah tangga
dibatasi sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian No.
401/Kpts/Sr.140/6/ 2004 telah diijinkan penggunaan insektisida
dengan kadar kandungan bahan aktif transfluthrin sebesar 0.04%.
WHO (2006) mengklasifikasikan transfluthrin sebagai berikut:
nama umum ISO : transfluthrin
sinonim : benflutrin
nama kimia :
IUPAC : 2,3,5,6–tetrafluorobenzyl (1R, 3S)–3–
(2,2dichlorovinyl)-2, 2
dimethylcyclopropanecarboxylat
14
CA : (1R–trans)–(2, s3, 5, 6 – tetrafluorophenyl) methyl
3 – (2, 2 dichloroethenyl) – 2, 2 –
dimethylcyclopropanecarboxylate
Struktur formula :
Rumus Empiris : C15H12Cl2F4O2
Massa Molekul Relatif: 371.16
Nomor Indentifikasi :
Nomor CAS : 118712-89-3
Nomor EC : 405-060-5
Nomor RTECS : tidak tersedia
Nomor UN : 3077
Tabel 1 Tabel 2.1 Kelas Toksisitas Bahan Aktif
Kelas Contoh Bahan Aktif
Ia Parathion, Tebupirimfos, Terbufos
Ib Carbofuran, Cyfluthrin, Beta-cyfluthrin, Zeta-
cypermethrin, Dichlorvos, Methiocarb, Nicotine,
Tefluthrin
II Allethrin, Bendiocarb, Bifenthrin, Bioallethrin, Carbaryl,
Carbosulfan, Chlorpyrifos, Cyhalothrin, Cypermethrin,
Alpha-cypermethrin, Cyphenothrin, DDT, Deltamethrin,
Diazinon, Esbiothrin, Paraquat, Permethrin, Prallethrin,
Profenofos, Propoxur, Pyrethrin, Tetraconazole
III Bacillus Thuringiensis, Buprozin, Diflubenzuran,
Malathion, Resmethrin, Temephos, DEET, d-allethrin
IV Benfluralin, Benomyl, Bioresmethrin, Transfluthrin
(Sumber: Kementrian RI, 2012)
Berdasarkan Tabel 2.1 transfluthrin termasuk ke dalam bahan
aktif pestisida kelas IV yang oleh Kementrian Kesehatan RI (2012)
diklasifikasikan sebagai bahan aktif yang relatif aman jika digunakan
15
sesuai dengan aturan. Namun, jika penggunaannya secara berlebihan
transfluthrin dapat menjadi berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahan
aktif yang terkandung di dalam obat nyamuk ini dapat masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernapasan dan terakumulasi. Bahan aktif ini
sangat reaktif sehingga dapat berinteraksi dengan hemoglobin pada
darah yang seharusnya mengikat oksigen di dalam sistem pernapasan
kemudian ia ikut bersikulasi di dalam darah menuju ke seluruh tubuh
(Dahniar, 2011).
Transfluthrin dapat berbahaya bagi kesehatan dengan
mengenai organ sasarannya yakni kulit, mata, pernafasan, pencernaan,
sistem saraf, dan kardiovaskular. Paparan jangka pendek transfluthrin
yang terhidup atau tertelan dan masuk ke dalam saluran pernafasan
dapat atau pencernaan menyebabkan mual, muntah, pusing, sakit
kepala, kelelahan, anoreksia, gejala pernafasan (batuk, bersin, sesak
nafas), hingga menyebabkan palpitasi dan penglihatan kabur. Rasa
terbakar, gatal, dan mati rasa juga dapat terjadi ketika transfluthrin
berkontak langsung dengan kulit, gejala tersebut dapat menjadi lebih
buruk apabila kulit berkeringat atau dibasuh dengan air hangat.
Kontak dengan mata dalam jangka pendek dapat menyebabkan nyeri
langsung, mata memerah, keluar air mata, dan mata menjadi sangat
sensitif terhadap cahaya. Paparan jangka panjang transfluthrin
terhadap tubuh manusia dapat menyebabkan edema paru, kejang,
detak jantung yang tidak beraturan, disfungsi ginjal dan hati serta
asidosis metabolic (BPOM, 2015).
Transfluthrin sebagai salah satu turunan dari pyrethroid dapat
menginduksi terjadinya stres oksidatif. Kondisi ini merupakan
gangguan keseimbangan antara oksidan dan antioksidan yang dapat
menimbulkan kerusakan. Terjadinya stres oksidatif di dalam tubuh
akan membentuk radikal bebas berikutnya, sehingga jumlah radikal
bebas di dalam tubuh meningkat hingga melebihi kapasitas tubuh
untuk menetralisirnya (Abdollahi et all. 2004).
2.4 Radikal Bebas dan Antioksidan
2.4.1 Mekanisme Radikal Bebas
Radikal bebas (free radical) merupakan suatu senyawa atau
molekul yang memiliki satu atau lebih gugus elektron yang tidak
berpasangan pada orbital luarnya. Adanya elektron yang tidak
berpasangan tersebut menyebabkan senyawa tersebut bersifat reaktif
16
untuk mencari pasangan elektron dengan cara menyerang dan
mengikat elektron dari molekul yang ada di sekitarnya. Ada tiga
kemungkinan yang terjadi ketika radikal bebas bertemu dengan
senyawa yang bukan radikal bebas, yakni:
1. Radikal bebas akan memberikan elektronnya yang tidak
memiliki pasangan (reduktor) kepada senyawa bukan radikal
bebas.
2. Radikal bebas bertindak sebagai oksidator (penerima
elektron) dari senyawa bukan radikal bebas.
3. Radikal bebas bergabung dengan senyawa bukan radikal
bebas.
Reaktivitas dari radikal bebas ini dapat dihambat oleh sistem
antioksidan yang melengkapi sistem kekebalan tubuh (Musarofah,
2015).
Gambar 2.6 Reaksi antara radikal bebas dengan antioksidan Gambar 6
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menangkal atau
memperlambat proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas.
Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan elektronnya kepada
senyawa yang bersifat oksidan (radikal bebas), yaitu dengan cara
pengikatan oksigen dan pelepasan hidrogen. Berdasarkan sumbernya,
antioksidan dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu antioksidan
sintetis yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia dan antioksidan
alami yang merupakan ektraksi dari bahan alami (Musarofah, 2015).
2.4.2 Antioksidan Alami
Antioksidan alami lebih banyak digunakan oleh masyarakat
dalam kehidupan sehari-hari karena selain mudah ditemukan dalam
bahan makanan pokok seperti sayuran, buah-buahan, dan tumbuhan
berkayu, antioksidan alami juga dianggap memiliki tingkat keamanan
yang lebih jika dibandingkan dengan antioksidan sintetik. Metabolit
17
sekunder yang tedapat pada tumbuhan umumnya berupa senyawa
fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid,
turunan asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam-asam organic
polifungsionak. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas
antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, kateksin, dan kalkon
(Musarofah, 2015).
Tabel 2.2 Tabulasi Kandungan AntioksidanTabel 2
Kandungan
Antioksidan
Jenis Bahan
Sirsak Cengkeh Binahong Bawang
Lanang Gingseng
Flavonoid √ √ √ √ √
Minyak
atsiri
√ √ √ √
Triterpenoid √ √
Saponin √ √ √
Polifenol √ √ √
2.4.2.1 Bawang Putih Lanang
Gambar 2.7 Bawang Lanang Gambar 7
(Sumber: mulaisehat.com)
Bawang putih sudah dikenal sejak lama sebagai bumbu
penyedap dan penguat rasa pada berbaai jenis makanan. Namun,
setelah diteliti lebih jauh ternyata bawang putih juga merupakan
antioksidan yang sangat ampuh untuk menangkal kanker dan sebagai
antibiotik alami (Sudewo, 2012). Berikut klasifikasi bawang putih:
kingdom : Plantae
18
divisi : Spermatophyta
sub-divisi : Angiospermae
kelas : Monocotyledonae
ordo : Liliales (Liliflorae)
family (suku) : Liliales
genus (marga) : Allium
spesies (jenis) : Allium sativum L.
Bawang putih lanang atau yang biasa disebut dengan bawang
lanang merupakan jenis bawang yang terbentuk karena lingkungan
penanaman yang tidak cocok. Umumnya bawang putih berbentuk
bonggol umbi yang terdiri dari beberapa suing, namun bawang lanang
hanya memilikisatu umbi utuh yang kecil. Hal ini disebabkan karena
tanaman bawang hanya mampu membentuk tunas utama di tajuk dan
menekan pembentukan tunas-tunas bakal suing. Kulit pembungkus
umbi utuh pada bawang tunggal lebih tebal daripada bawang putih
pada umumnya karena daun-daun yang biasanya membungkus suing-
siung hanya membungkus satu umbi yang utuh tersebut (Syamsiah &
Tajudin, 2003).
Bawang putih mengandung karbohidrat (fruktan), minyat atsiri,
saponin, flavonoida palitenol, vitamin A, vitamin B, vitamin C,
kalsium, potasium, besi, karoten, selenium, dan senyawa organik yang
mempunyai atom sulfur. Kandungan utama bawang putih adalah allyl
yang berkhasiat sebagai antikolesterol, antimikroba, antijamur,
antidiabetes, antitumor, antihipertensi, dan antiinflamasi (Sudewo,
2012).
2.4.2.2 Ginseng
Gambar 2.8 Ginseng Gambar 8
(Sumber: www.spesialisobatherbal.com)
19
Ginseng memiliki banyak manfaat bagi kesehatan manusia,
diantaranya untuk melindungi fungsi hati, pencegahan dan
pengobatan penyakit jantung, mengatasi hipotensi, memperlancar
peredaran darah, dan meningkatkan daya tahan tubuh secara
keseluruhan (Suparni & Wulandari 2012). Berikut klasifikasi ginseng:
kingdom : Plantae
subkingdom : Tracheobionta
divisi : Spermatophyta
sub-divisi : Magnoliophyta
kelas : Magnoliopsida
ordo : Apiales
family (suku) : Araliaceace
genus (marga) : Panax
spesies (jenis) : Panax ginseng C.A. Meyer
Ginseng mengandung panaksosida (sejenis glikosida saponin),
minyak atsiri, panasena, resih, musilago, asam panax, fitosterol,
hormone, vitamin B, karbohidrat, dan selulosa (Suparni & Wulandari,
2012). Mekanisme kerja antioksidan yang terkandung dalam ginseng
dimungkinkan oleh NO (nitrogenoksida) yang ditingkatkan di bagian
endotel paru-paru, jantung, ginjal, dan corpus cavernosum (Tjay &
Rahardja, 2007).
Bagian dari ginseng yang banyak dimanfaatkan yakni daun.
Daun ginseng memiliki permukaan yang lembut dan licin, sedikit
berdaging, bagian atas daun berwarna hijau terang, sedangkan bagian
bawah berwarna hijau muda. Daun ginseng ini banyak mengandung
saponin, flavonoid, tannin, dan steroid. Bagian lain yang biasa
digunakan dari tanaman ini adalah akar. Akar ginseng bermanfaat
untuk menguatkan paru-paru, tonikum, dan afrodisiak. Untuk dapat
memanfaatkan akar ginseng diperlukan waktu lebih dari 7 bulan,
sedangkan untuk mendapatkan daun segarnya cukup pada umur 3 – 6
bulan (Hidayat & Napitupulu, 2015).
20
2.4.2.3 Sirsak
Gambar 2.9 Buah dan daun sirsak Gambar 9
(Sumber: www.trikhidupsehat.com)
Pada mulanya tanaman sirsak hanya dimanfaatkan untuk
diambil buahnya saja. Namun, seluruh bagian dari tanaman yang
memiliki nama lain nangka belanda ini ternyata dapat dimanfaatkan
sebagai obat, mulai dari akar hingga daunnya (Mardiana & Ratnasari,
2013). Berikut klasifikasi tanaman sirsak:
kingdom : Plantae
divisi : Spermatophyta
sub-divisi : Angiospermae
kelas : Dicotiledonae
ordo : Magnoliales
family (suku) : Annonaceae
genus (marga) : Annona
spesies (jenis) : Annona muricata L.
Tumbuhan sirsak mengandung kalori, protein, lemak, hidrat
arang, kalsium, fosfor, besi, vitamin (A, B, dan C), tannin, fitosterol,
kalsium oksalat, dan alkaloid murisine (Utami, 2008). Sirsak dapat
dimanfaatkan untuk mencegah dan menyembuhkan kanker, sebagai
antibakteri alami, menurunkan hipertensi, mengatasi depresi, dan
menormalkan sistem saraf yang kurang baik ( Suparni & Wulandari,
2015).
Daging buah sirsak mengandung senyawa sitotoksik yang
cukup kuat, yakni senyawa acetogenins. Selain buahnya, daun sirsak
yang memiliki tekstur kasar dan berbentuk bulat telur terbalik bentuk
eliptik tersebut juga dapat dimanfaatkan untuk mengobati penyakt
hati, anti-inflamasi, antipasme, dan mengatasi neuralgia. Daun yang
terlalu muda mengandung sedikt acetogenins, sedangkan yang terlalu
tua kandungan acetogeninsnya sudah mulai rusak, sehingga
21
dibutuhkan daus sirsak yang sesuai umurnya untuk memperoleh
manfaat yang maksimal. Di dalam biji buah sirsak terkandung
senyawa bioaktif yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati.
Senyawa bioaktif tersebut adalah senyawa alkaloid yang terdiri dari
acetogenins dan annonaine. Minyak yang diekstrak dari biji sirsak
dapat digunakan sebagai anticacing dan antimikroba. Akar sirsak
memiliki kandungan dan khasiat seperti daunnya. Namun,
penggunaan akar sirsak tidak banyak dilakukan karena dapat
menimbulkan kematian pada tumbuhan. Kulit batang sirsak juga
atidak kalah berkhasiat dalam mengatasi masalah kesehatan. Namun,
penggunaannya yang tidak efektif membuat kulit batang sirsak tidak
banyak dilakukan (Zuhud, 2011).
2.4.2.4 Cengkeh
Gambar 2.10 Cengkeh Gambar 10
(Sumber: www.cintamela.com)
Cengkeh merupakan tumbuhan yang mampu bertahan hidup
puluhan bahkan hingga ratusan tahun. Tumbuhan yang memiliki
tinggi mencapai 20 – 30 meter ini memiliki batang pohon besar dan
berkayu keras. Pohon cengkeh memiliki ranting-ranting kecil yang
mudah patah, namun pada unjung ranting itulah bunga dan buah
cengkeh yang sering dimanfaatkan oleh manusia (Thomas, 1992).
Berikut klasifikasi tanaman cengkeh:
kingdom : Plantae
subkingdom : Tracheobionta
divisi : Spermatophyta
sub-divisi : Magnoliophyta
kelas : Magnoliopsidae
sub kelas : Rosidae
22
ordo : Myrtales
family (suku) : Myrtaceace
genus (marga) : Syzygium
spesies (jenis) : Syzygium aromaticum L.
Cengkeh megandung minyak atsiri, eugin, asam oleanolat,
asam galatanat, dan vanillin (Suparni & Wulandari, 2012). Minyak
cengkeh yang dihasilkan dari bunga cengkeh dapat mengandung
eugenol sebanyak 78 – 98 %. Cengkeh dapat membantu mengatasi
masalah pernapasan, sehingga banyak digunakan dalam skala besar
untuk produksi rokok. Kandungan eugenol dan vanillinnya banyak
digunakan untuk menyusun berbagai macam persenyawaan yang
dapat digunakan sebagai kosmetik, obat-obatan, sabun, dan pernis
(Aak, 1981).
2.4.2.5 Binahong
Gambar 2.11 Daun binahong Gambar 11
(Sumber: binahong.org)
Binahong merupakan tumbuhan menjalar yang panjangnya
dapat mencapai lima meter. Batang binahong bersifat lunak, berbentuk
silindris, saling membelit, pemukaan halus, dan berwarna merah.
Binahong banyak dimanfaatkan dalam terapi herbal baik bagian umbi,
batang hingga batangnya. Binahong dipercaya memiliki kandungan
antioksidan dan antivirus yang cukup tinggi (Mangan, 2009). Berikut
klasifikasi tanaman binahong:
kingdom : Plantae
subkingdom : Tracheobionta
divisi : Spermatophyta
sub-divisi : Magnoliophyta
23
kelas : Magnoliopsidae
sub kelas : Hamamelidae
ordo : Caryophyllales
family (suku) : Basellaceae
genus (marga) : Anredera
spesies (jenis) : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Kandungan senyawa aktif di dalam binahong atau daun jantung
ini adalah terpenoid, saponin, fenol, asam oleanolik, minyak atsiri, dan
flavoniod. Binahong banyak dimanfaatkan untuk pengobatan luka,
tipus, maag, radang usus, pembengkakan, pembekuan darah. Asam
urat, stroke, dan diabetes mellitus. Kandungan tripenoid saponin
dalam binahong dapat menurunkan kadar gula darah dan kolesterol.
Kandungan flavonoid yang memiliki cincin benzene dan gugus gula
bersifat reaktif terhadap radikal bebas. Gugus gula inilah yang
menangkap radikal bebas. Selain berperan sebagai antioksidan,
senyawa flavonoid, saponin, dan minyak atsiri yang terkandung di
dalam binahong juga berperan sebagai antimikroba. Flavonoid juga
berperan sebagai antiperadangan, sehingga binahong juga
dimanfaatkan untuk mengurangi peradangan sel dan mempercepat
penyembuhan luka. Selain beberapa manfaat yang telah disebutkan,
ekstrak binahong juga berperan sebagai hepatoprotektor dan
antioksidan yang baik untuk menangkap radikal bebas perusak sel hati
(Utami & Puspaningtyas, 2013).
2.5 Mencit
Mencit yang memiliki nama latin Mus musculus ini
merupakan hewan yang paling banyak digunakan sebagai obyek
percobaan di dalam laboratorium (Moriwaki, 1994). Hewan kecil ini
merupakan omnivora yang mudah didapatkan dengan harga yang
relatif murah dan biaya ransum yang rendah (Peter, 1979).
Mencit banyak digunakan sebagai hewan percobaan karena
memiliki beberapa keunggulan, yakni siklus hidup yang relatif
pendek, tiap kelahiran menghasilkan anak yang banyak, variasi
sifatnya tinggi, dan mudah dalam penanangannya (Moriwaki, 1994).
Dalam perawatannya, seekor mencit dewasa mengkonsumsi pakan 3
– 5 gram setiap hari (Smith, 1988). Sedangkan kebutuhan air minum
24
setiap ekor mencit per hari sebanyak 4 – 8 ml (Malole & Pramono,
1989).
Gambar 2.12 Mencit (Mus musculus) Gambar 12
(Sumber: fjb.kaskus.co.id)
Mencit putih (gambar 2.9) seperti namanya memiliki rambut
pendek berwarna putih dan ekor panjang berwarna kemerahan (Nafiu,
1996). Berikut klasifiasi mencit menurut Arrington (1972):
kingdom : Animalia
filum : Chordata
kelas : Mamalia
ordo : Rotentia
famili : Muridae
genus : Mus
spesies : Mus musculus
Mencit jantan dan mencit betina yang masih muda sekilas
sukar untuk dibedakan. Hal ini dikarenakan testin mencit jantan muda
masih kecil dan hamper tidak terlihat. Mencit betina muda dikenali
dengan jarak lubang genital dan lubang anusnya yang lebih dekat.
Pada saat dewasa, testis mencit jantan terlihat jelas dan berukuran
relatif besar, sehingga dapat dibedakan dengan mudah antara mencit
jantan dan mencit betina (Muliani, 2011). Mencit dapat hidup selama
1 – 3 tahun. Masa aktivitas reproduksinya sekitar 2 – 14 bulan dan
masa kehamilan sekitar 21 hari. Mencit jantan dewasa berukuran lebih
besar daripada mencit dewasa betina dengan massa sekitar 20 – 40
gram, sedangkan mencit betina dewasa sekitar 18 – 35 gram (Smith,
1988).
25
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Fisiologi Jurusan
Biologi Fakultas SAINTEK Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang dan Laboratorium Biofisika Jurusan Fisika FMIPA
Universitas Brawijaya dengan rentang waktu bulan Agustus hingga
November 2016.
3.2 Variabel penelitian
Penelitian yang akan dilaksanakan untuk mengetahui
pengaruh antioksidan BISAKON menggunakan variabel bebas yaitu
dosis antioksidan BISAKON. Sedangkan untuk variabel terikat yaitu
jumlah semprotan, waktu pemaparan, dan jumlah kerusakan darah.
3.3 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan terdiri dari micropipet, neraca digital,
gelas ukur, botol kaca, sonde, chamber atau wadah kecil dengan
ukuran 40 cm x 30 cm, seperangkat alat bedah, masker, sarung tangan
lateks, pipet tetes, slide glass, mikroskop binokuler, kamera, dan
laptop. Sedangkan bahan yang digunakan yakni alumunium foil, tisu,
kertas label, aquades, ekstrak bawang lanang, ginseng, sirsak,
cengkeh, dan binahong, obat nyamuk one push aerosol tipe X dengan
kandungan transfluthrin 21,3% dan tipe Y dengan kadungan
transfluthrin 25%, alkohol 70%, methanol, dan pewarna giemsa.
3.4 Tahapan Penelitian
Mencit yang diuji coba diberikan perlakuan diadaptasikan
terlebih dahulu dengan lingkungan chamber. Jumlah mencit yang
digunakan ada 90 ekor berusia 2-3 bulan. Perlakuan yang diberikan
terbagi menjadi 3 kelompok. Kelompok kontrol terdiri dari mencit
yang tidak diberi perlakuan (KK). Kelompok kontrol antioksidan
(KB) yang diberi antioksidan BISAKON dosis satu hingga 5 (KB1,
KB2, KB3, KB4, dan KB). Kelompok perlakuan yang dibedakan
berdasarkan jenis obat anti nyamuk semprot (one push aerosol) yaitu
obat anti nyamuk semprot (one push aerosol) tipe-X dan tipe-Y.
26
Alur Penelitian
Gambar 3.1 Diagram alir penelitian Gambar 13
Masing-masing obat anti nyamuk semprot (one push aerosol)
sebanyak 3 kali semprotan, terbagi menjadi 6 kelompok perlakuan
(BX0, BX1, BX2, BX3, BX4 dan BX5) dan (BY0, BY1, BY2, BY3,
Mencit Jantan
Aklimatisasi selama 7 hari
5 Mencit
Kontrol
(KK)
25 Mencit Kontrol
Antioksidan (KB0,
KB1, KB2, KB3,
KB4, & KB5)
60 Mencit Perlakuan
disemprot Tipe X (BX0,
BX1, BX2, BX3, BX4 &
BX5) dan Tipe Y (BY0,
BY1, BY2, BY3, BY4 &
BY5)
Diambil sampel darah
Preparasi
Diamati
Analisa Data
27
BY4 dan BY5). Pembagian tersebut berdasarkan banyaknya dosis
antioksidan yang diberian kepada mencit, untuk BX0 dan BY0 tidak
diberi antioksidan, BX1 dan BY 2 diberi antioksidan dosis 1, BX2 dan
BY2 diberi antioksidan dosis 2, BX3 dan BY 3 diberi antioksidan
dosis 3, BX4 dan BY4 diberi antioksidan dosis 4, sedangkan BX5 dan
BY5 diberi antioksidan dosis 5. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari
5 ekor mencit.
3.6 Persiapan Sampel Hewan Coba
Mencit diaklimatisasi selama 7 hari pada kondisi laboratorium
sebelum diberikan perlakuan. Selama aklimatisasi tikus diberi makan
pellet dan minum air PDAM, kemudian tikus dibagi menjadi 3
kelompok perlakuan. Kelompok pertama sebagai kontrol yang diberi
label KK dan 5 kelompok kontrol antioksidan (KB1, KB2, KB3, KB4,
dan KB5), 6 kelompok perlakuan semprot obat nyamuk tipe X (BX0,
BX1, BX2, BX3, BX4, dan BX5), dan 6 kelompok obat nyamuk tipe
Y (BY0, BY1, BY2, BY3, BY4, dan BY5) .
Kelompok kontrol KK tidak diberi perlakuan sedangkan
kelompok kontrol KKB diberi antioksidan BISAKON dengan dosis 1
– 5 pada masing – masing sampel mencit. Kelompok perlakuan diberi
perlakuan semprotan obat nyamuk one push aerosol tipe X untuk
kelompok perlakuan BX0, BX1, BX2, BX3, BX4, dan BX5 dan obat
nyamuk one push aerosol tipe Y untuk BY0, BY1, BY2, BY3, BY4,
dan BY5 setiap hari selama 20 menit di dalam chamber yang tertutup.
Setelah 3 minggu diberi perlakuan, sampel darah diambil dari mencit,
kemudian dibuat apusan dan diamati menggunakan mikroskop dengan
perbesaran 400 kali.
3.7 Penentuan Dosis Antioksidan
Dosis antioksidan yang diberikan kepada hewan coba mencit
dikonversikan dari dosis yang seharusnya diterima oleh manusia
berdasarkan persamaan sebagai berikut:
Dosis Mencit = 0,0026 x dosis manusia
Dosis antioksidan yang diberikan kepada mencit divariasikan menjadi
lima variasi yang besarnya berkisar di antara dosis mencit hasil
perhitungan. Dosis 1 dan dosis 2 lebih rendah daripada dosis
perhitungan (dosis 3), sedangkan dosis 4 dan dosis 5 lebih tinggi
28
daripada dosis perhitungan (dosis 3). Sehingga, dosis yang diperoleh
berturut – turut sebesar 25,55 mg; 28,05 mg; 30,55 mg; 33,05 mg; dan
35,55 mg.
3.8 Perlakuan Pengambilan Darah
Pengambilan sampel darah tikus, yaitu dengan cara sebagai
berikut. Pertama, tikus dikeluarkan dari kandang dengan cara setengah
bagian dari ekornya diangkat, kemudian mencit dimasukkan ke
sungkup rangkap. Pada bagian ujung dari ekor mencit diolesi dengan
alkohol 70%. Pada ekor ditusuk dengan alat Syringe 3 mL. Darah dari
ekor mencit kemudian dikeluarkan secara bertahap dan perlahan
dengan cara menekan pangkal ekor, kemudian diurut hingga ke
pangkal ekor. Darah yang keluar pertama harus dibuang, kemudian
darah ditampung sesuai kebutuhan. Terakhir, ekor tikus diolesi dengan
betadin agar tidak terinfeksi.
3.9 Pembuatan Apusan Darah
Setelah diberi perlakuan selama 21 hari dan diambil sampel darah.
Dilakukan pembuatan apusan darah mencit sebagai berikut:
Gambar 3.2 Diagram alir pembuatan preparat Gambar 14
MulaiSampel darah
Diteteskan di atas obyek
glass
Diratakan dengan sudut
45o
Dikeringkanselama 10
menit
Difiksasi dengan
methanol
Dikeringkanselama 30
menit
Pewarnaan dengan Giemsa
Dikeringkan selama 30
menit
Dibasuh dengan
aquadest
Dikeringkan selama 1 jam
Preparat siap diamati
29
3.10 Perhitungan Kerusakan Darah
Apusan darah dari masing – masing mencit diamati sebanyak
lima luas lapang pandang. Digunakan aplikasi Image Raster untuk
menandai dan menghitung jumlah sel darah yang teramati pada
gambaran mikroskopis yang menunjukkan kondisi sel darah merah
hewan coba tersebut. Jumalh eritrosit yang teramati kemudian
dimasukkaan ke dalam persamaan berikut untuk memperoleh
persentase kerusakan sel:
%𝑘𝑒𝑟𝑢𝑠𝑎𝑘𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ =Jumlah kerusakan eritrosit
Total jumlah darahx100%
3.11 Analisa Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini dianalisis dengan
menggunakan korelasi antara pemberian antioksidan BISAKON
dengan obat nyamuk yang mengandung transfluthrin 25% dan 21,3 %
terhadap eritrosit mencit serta korelasi antara jumlah dosis antioksidan
BISAKON terhadap persentase kerusakan sel darah merah.
30
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
31
BAB IV
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Persiapan Sampel
Pada penelitian ini perlakuan pertama kali yang dapat dilakukan
adalah aklimatisasi hewan coba mencit di dalam kandang
laboratorium Fisiologi Hewan Fakultas SAINTEK UIN Malang
selama 7 hari. Aklimatisasi ini dilakukan agar mencit sudah terbiasa
dengan ligkungan kandang yang baru ketika diberi perlakuan,
sehingga tingkat stress hewan coba tersebut tidak terlalu tinggi.
Hari pertama aklimatisasi kondisi mencit lebih banyak diam
atau tidur di dalam kandang. Pakan yang disediakan di dalam wadah
tidak habis hingga tiga hari kemudian, sedangkan air yang disediakan
hampir habis setiap hari. Hal ini menandakan bahwa mencit hanya
memakan sedikit pakan, namun lebih banyak minum.
Pada hari kelima dimulai pemberian antioksidan kepada mencit
kelompok kontrol antioksidan dan kelompok perlakuan. Kondisi
mencit sehat setelah diberi antioksidan. Namun, baru diketahui pada
hari keenam bahwa mencit lebih banyak minum karena air yang
disediakan habis hingga mereka berebut ketika diberi sediaan air baru.
Hal ini disebabkan mencit merasakan pahit setelah diberi antioksidan
BISAKON, sehingga meminum air lebih banyak untuk
menghilangkan rasa pahitnya
Pada hari ketujuh kondisi mencit sehat dan tetap aktif bergerak
di dalam kandang. Pakan dan air yang disediakan hamper habis setiap
hari. Air yang diminum tidak terlalu banyak karena sediaan air tidak
habis. Hal ini menandakan bahwa mencit sudah mulai terbiasa dengan
rasa pahit antioksidan yang diberikan.
4.1.2 Hasil Perlakuan pada Sampel
Hasil perlakuan terhadap hewan coba mencit pada hari pertama
ketika diberi perlakuan semprot, mencit bergerak sangat aktif di dalam
chamber dan meloncat – loncat seperti hendak keluar dari chamber
yang telah disemprot obat nyamuk one push aerosol dan ditutup rapat
ventilasi udaranya. Hal ini disebabkan adanya udara yang terhirup
oleh mencit mengandung konsentrasi bahan aktif obat nyamuk yang
tinggi, sedangkan kadar oksigen di dalam chamber terus berkurang
seiring dengan berjalannya waktu.
32
Pada hari kesepuluh hasil perlakuan terhadap mencit tampak
berbedadiantara mencit dalam satu kandang yang sama. Terdapat
mencit yang tampak lebih gemuk dan ada mencit yang kurus serta
lebih pendiam dibandingkan mencit yang lain. Kondisi mencit juga
mulai agresif terhadap mencit yang lain dalam satu kandang. Bahkan
beberapa mencit bertengkar sehingga harus dipisahkan kandang
sementara saat pemberian perlakuan.
Pada hari ketujuhbelas satu mencit pada kelompok perlakuan
semprot obat nyamuk tipe X dan antioksidan dosis 4 ditemukan mati.
Kondisi mencit yang lain juga mulai pasif. Hal ini ditunjukkan oleh
sikap mencit yang hanya diam dan berkumpul di salah satu sudut
chamber saat diberi perlakuan semprotan. Pakan dan air yang
diberikan tidak habis dalam satu hari. Kondisi ini tetap sama hingga
hari terakhir pemberian perlakuan.
4.1.3 Gambaran Mikroskopis Sel Darah Merah Mencit
Proses perlakuan hewan coba setelah 7 hari aklimatisasi dan 21
hari perlakuan pada mencit dilakukan pengambilan sampel darah
melalui ujung ekor mencit. Sampel darah yang diambil dibuat apusan
darah dan diamati menggunakan mikroskop dengan perbesaran 400x.
Gambar 4.1 menunjukkan gambaran mikroskopis dari sel darah merah
yang diamati dengan perbesaran 400 kali.
Gambar 4.1 Sel darah mencit kelompok kontrol sehat 15
33
Gambar 4.2 Sel darah merah mencit kelompok kontrol antioksidan
Gambar 16
Gambar 4.3 Sel darah merah mencit hanya disemprot obat nyamuk
tipe XGambar 17
34
Gambar 4.4 Sel darah merah mencit hanya disemprot obat nyamuk
tipe YGambar 18
Gambar 4.5 Sel darah merah kelompok perlakuan tipe X dan
antioksidanGambar 19
35
Gambar 4.6 Sel darah merah kelompok perlakuan tipe Y dan
antioksidanGambar 20
Ada beberapa jenis kerusakan sel darah merah yang teramati
pada gambaran mikroskopis sel darah merah. Kerusakan sel darah
merah tersebut diamati berdasarkan kelainan bentuk sel. Penampakan
dari jenis – jenis kerusakan tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.7
berikut:
(a) (b)
36
(c)
Gambar 4.7 Jenis – jenis kerusakan yang teramati di dalam
gambaran mikroskopis sel darah merah (a) terdapat 4 jenis kerusakan
yang teramati; (b) 2 jenis kerusakan teramati; (c) 3 jenis kerusakan
teramati Gambar 21
Keterangan:
Sel Normal Sel Helm
Sferosit Keratosit
Stomatosit Skistosit
Sel Sabit Tear Drop
Elliptosit Sel Burr
4.2 Analisa Data
4.2.1 Hubungan Antara Dosis Antioksidan dan Persentase
Kerusakan Sel Darah Merah
Hasil dari pemberian antioksidan BISAKON pada hewan
coba mencit yang terpapar zat aktif transfluthrin memberikan
pengaruh terhadap persentase kerusakan sel darah yang teramati.
Pengaruh dosis antioksidan BISAKON yang diberikan tampak pada
Gambar 4.8 yang membandingkan persentase kerusakan dari ketiga
kelompok perlakuan.
37
Gambar 4.8 Grafik persentase kerusakan total masing – masing
kelompok perlakuanGambar 22
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0226x2 + 0.2046x + 46.034 R2 = 0.9987
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0194x2 + 0.166x + 37.823 R2 = 0.9951
Sel Rusak Kontrol y = -0.017x2 + 0.145x + 24.127 R2 = 0.9771
Berdasarkan Gambar 4.8 dapat diketahui bahwa pemberian
antioksidan BISAKON memberikan pengaruh tehadap kerusakan sel.
Semakin besar dosis antioksidan yang diberikan semakin turun
persentase kerusakan sel darah merah yang teramati.
Persentase kerusakan sel darah yang dialami mencit dengan
perlakuan semprot obat nyamuk tipe X lebih besar daripada persentase
kerusakan sel darah pada perlakuan semprot obat nyamuk tipe Y. Hal
ini disebabkan oleh kandungan bahan aktif transfluthrin di dalam obat
nyamuk tipe X (25%) lebih besar daripada obat nyamuk tipe Y
(21,3%). Pemberian antioksidan BISAKON memberikan pengaruh
pada penurunan persentase kerusakan sel darah merah kelompok
kontrol yang tidak disemprot dengan obat nyamuk. Hal ini
menandakan bahwa antioksidan BISAKON juga dapat membantu
daya tahan dan menjaga kesehatan tubuh dalam kehidupan sehari –
hari.
0
10
20
30
40
50
60
0 10 20 30 40
Per
sen
tase
(%
)
Dosis (mg)
38
Pada perlakuan semprot obat nyamuk one push aerosol tipe X
dengan kandungan transfluthrin sebanyak 25% menimbulkan
kerusakan sel yang cukup parah hingga mencapai 46.463% pada
hewan coba yang tidak diberi antioksidan (dosis antioksidan 0).
Persentase kerusakan sel darah merah mengalami penurunan drastis
setelah diberi antioksidan dengan dosis 1. Persentase tersebut terus
mengalami penurunan seiring bertambahnya dosis antioksidan yang
diberikan hingga mencapai 20,478 % pada pemberian dosis 5. Selisih
persentase kerusakan juga semakin kecil saat dosis antioksidan yang
diberikan semakin besar. Terjadi perubahan nilai persentase
kerusakan 3,096% dari pemberian dosis 4 menjadi dosis 5.
Hasil kelompok perlakuan semprot obat nyamuk one push
aerosol tipe Y dan antioksidan. Kandungan transfluthrin pada obat
nyamuk tipe Y sebesar 21,3% dan menimbulkan persentase kerusakan
yang lebih rendah daripada obat nyamuk tipe X yakni sebesar 38.197
% pada dosis 0. Persentase kerusakan sel darah merah pada kelompok
perlakuan ini juga mengalami penurunan seiring bertambahnya
jumlah dosis antioksidan yang diberikan kepada hewan coba mencit.
Sedikit berbeda dengan kelompok perlakuan yang lain, selisih
persentase kerusakan antardosis mengalami fluktuasi. Selisih
persentase kerusakan sel darah merah paling kecil dari dosis 3 ke
dosis 4 yakni sebesar 1,229% kemudian selisih tersebut bertambah
besar dari dosis 4 ke dosis 5 yakni sebesar 3,562%.
Pada kelompok kontrol sehat, persentase kerusakan sel darah
merah tertinggi sebesar 24.717% pada mencit yang tidak diberi
perlakuan apapun (dosis antioksidan 0). Persentase kerusakan ini juga
mengalami penurunan seiring bertambahnya dosis antioksidan yang
diberikan. Jumlah dosis yang diberikan mulai memasuki kondisi jenuh
pada dosis 4 yakni sebesar 33,05mg karena persentase kerusakan sel
darah tidak mengalami penurunan yang berarti ketika diberi dosis 5
sebesar 35,55mg dengan selisih 0,898%.
Persentase kerusakan sel darah merah total yang ditampilkan
pada Gambar 4.8 merupakan kombinasi dari persentase beberapa jenis
kerusakan yang teramati. Berikut ini grafik perbandingan antara dosis
antioksidan BISAKON dengan persentase masing – masing jenis
kerusakan:
39
Gambar 4.9 Grafik persentase kerusakan sferositGambar 23
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0094x2 + 0.0851x + 14.577 R2 = 0.9982
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0048x2 + 0.0364x + 10.721 R2 = 0.9982
Sel Rusak Kontrol y = -0.0046x2 + 0.0434x + 7.1768 R2 = 0.8726
Kerusakan sferosit ditandai dengan permukaan sel darah yang
rata dan tanpa lengkungan pucat di bagian tengah. (Lewis et al, 2006).
Kelainan sferosit dapat diperoleh secara genetik dan pada kondisi
anemia hemolitik serta septicamea (keracunan darah) oleh zat toksik
di dalam tubuh (Gaspard, 2010). Kerusakan sferosit yang tertinggi
ditunjukkan pada Gambar 4.9 yakni sebesar 14.573% pada kelompok
perlakuan semprot tipe X tanpa diberi antioksidan. Pemberian dosis 5
pada perlakuan ini kerusakan menurun menjadi 5,810%. Kelompok
perlakuan semprot tipe Y persentase tertinggi pada dosis 0 (tidak
diberi antioksidan) sebesar 10.723%. Persentase kerusakan sferosit
pada dosis 5 mengalami penurunan sebesar 5,784%. Kelompok
kontrol memiliki persentase kerusakan yang terendah dibandingkan
dengan kelompok perlakuan. Persentase tertinggi yang tidak diberi
antioksidan BISAKON adalah sebesar 7.153% dan persentase terendah
sebesar 3.260% pada pemberian dosis 5.
40
Gambar 4.10 Grafik persentase kerusakan stomatositGambar 24
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.001x2 + 0.0037x + 1.9476 R² = 0.9986
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0007x2 + 0.0029x + 1.6585 R² = 0.9998
Sel Rusak Kontrol y = -0.0008x2 + 0.006x + 1.1517 R² = 0.9981
Pada stomatosit ditandai dengan bagian tengah sel darah yang
melengkung memanjang seperti celah kancing di tengah – tengah sel
(Kiswari, 2002). Kelainan ini disebabkan oleh disfungsi membran,
alkoholisme, gangguan metabolisme, dan penyakit hati (Gaspard,
2010). Gambar 4.10 menunjukkan persentase kerusakan stomatosit
tertinggi sebesar 1,947% pada kelompok perlakuan semprot tipe X
yang tidak diberi antioksidan. Persentase kerusakan stomatosit pada
saat diberi dosis 5 kelompok perlakuan tipe X mengalami penurunan
hingga mencapai 0,823%. Persentase kerusakan stomatosit kelompok
perlakuan tipe Y lebih rendah dibandingkan persentase kerusakan tipe
X, yakni sebesar 1,658%. Persentase kerusakan terendah tipe Y sedikit
lebih besar daripada persentase terendah tipe X, yakni sebesar 0,851%.
Kelompok kontrol memiliki persentase kerusakan yang terendah
dibandingkan dengan kelompok perlakuan tipe X dan tipe Y.
Persentase kerusakan stomatosit tertinggi kelompok kontrol sebesar
1,151% dan terendah sebesar 0,420%.
41
Gambar 4.11 Grafik persentase kerusakan Sel Sabit Gambar 25
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0006x2 - 0.0007x + 1.0746 R² = 0.9977
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0002x2 - 0.0068x + 0.8341 R² = 0.9896
Sel Rusak Kontrol y = -0.0003x2 + 0.0004x + 0.6086 R² = 0.9847
Kelainan pada sel sabit ditandai dengan bentuk sel darah
merah yang menyerupai sabit (Kiswari, 2002). Kelainan ini sering
dikaitkan dengan anemia sel sabit karena keberadaannya yang
menandakan kurangnya jumlah eritrosit normal yang mampu
mendistribusikan nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh (Hakim, 2010).
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya persentase kerusakan tertinggi
tampak pada Gambar 4.11 terdapat pada kelompok perlakuan semprot
tipe X yang tidak diberi antioksidan sebesar 1,075% dan mengalami
penurunan hingga mencapai 0,353% pada pemberian dosis 5.
Persentase tertinggi pada kelompok perlakuan semprot tipe Y sebesar
0,833% tanpa diberi antioksidan BISAKON dan pemberian dosis 5
pada hewan coba menghasilkan penurunan persentase kerusakan sel
sabit sebesar 0,369%. Persentase kerusakan tertinggi pada kelompok
kontrol sebesar 0,609% dan persentase kerusakan terendah sebesar
0,206% pada dosis 5. Selisih persentase kerusakan antara dosis 4 dan
dosis 5 pada kelompok kontrol sangat kecil, yakni sebesar 0,036%.
42
Gambar 4.12 Grafik persentase kerusakan keratosit Gambar 26
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0003x2 - 0.0052x + 0.8546 R² = 0.9993
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0002x2 - 0.0064x + 0.7916 R² = 0.9822
Sel Rusak Kontrol y = -0.0002x2 - 5E-05x + 0.3374 R² = 0.8648
Keratosit merupakan kelainan darah yang disebabkan oleh sel
darah merah yang terperangkap pada jaring – jaring fibrin pada
sirkulasi darah. Sel darah tersebut menggantung di atas fibrin dan
mengering pada kedua sisinya serta terbentuk sebuah vakuola. Sel
darah yang telah mengering tersebut jika terlepas dari fibrin dan
kembali pada sirkulasi darah akan menjadi keratosit (Jones et al,
2015). Persentase kerusakan keratosit ditunjukkan pada Gambar 4.12
yaitu kelompok perlakuan semprot tipe X dengan persentase
kerusakan tertinggi sebesar 0,855% tanpa diberi antioksidan dan
mengalami penurunan hingga mencapai 0,326% pada dosis 5
antioksidan. Persentase kerusakan tertinggi pada perlakuan semprot
tipe Y sebesar 0,790% dan persentase kerusakan mengalami
penurunan hingga mencapai 0,350% pada pemberian dosis sebesar
35,55 mg. Persentase kelompok kontrol yang tidak diberi antioksidan
tertinggi sebesar 0,337% dan persentase kerusakan yang diberi
antioksidan dosis tertinggi sebesar 0,121%, hanya selisih 0,003% dari
pemberian dosis 4 antioksidan BISAKON.
43
Gambar 4.13 Grafik kerusakan Sel Helm Gambar 27
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0012x2 - 0.0021x + 2.6166 R² = 0.9998
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0011x2 + 0.0057x + 2.1126 R² = 0.9912
Sel Rusak Kontrol y = -0.0007x2 + 0.0058x + 0.9922 R² = 0.9965
Sel Helm merupakan pecahan dari sel darah merah yang tidak
merata dan menyerupai helm (Jones et al, 2015). Sel helm di dalam
aliran darah dapat disebabkan oleh gangguan metabolisme dan
penyakit hati (Gaspard, 2010). Persentase tertinggi kerusakan sel helm
ditunjukkan pada Gambar 4.13 dimiliki oleh kelompok perlakuan
semprot tipe X tanpa pemberian antioksidan sebesar 2,617% dan
mengalami penurunan saat diberi dosis 5 antioksidan menjadi 1,074%.
Persentase tertinggi kelompok perlakuan semprot tipe Y tanpa diberi
antioksidan sebesar 2,11% dan mengalami penurunan hingga
mencapai 0,955% pada pemberian dosis 5 antioksidan. Kelompok
kontrol memiliki persentase kerusakan tertinggi yang paling rendah
daripada kelompok perlakuan yang lain, yakni sebesar 0,992% dan
mengalami penurunan pada pemberian dosis 35,55 mg hingga
mencapai persentase terendah sebesar 0,313%.
44
Gambar 4.14 Grafik persentase kerusakan skistosit Gambar 28
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -7E-05x2 - 0.0069x + 0.705 R² = 0.9995
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0001x2 - 0.0023x + 0.5928 R² = 0.9998
Sel Rusak Kontrol y = -0.0002x2 - 0.0017x + 0.4972 R² = 0.8486
Skistosit merupakan pecahan sel darah merah yang berukuran
lebih kecil dari sel helm dan berbentuk tidak beraturan (Kiswari,
2002). Jenis kelainan skistosit disebabkan oleh trauma pada membran
sel atau kondisi tertentu yang memicu terjadinya fragmentasi.
Skistosit dapat terjadi pada pasien dengan anemia hemolitik
mikroangiopati, koagulasi intravascular diseminata (DIC), operasi
katup jantung, dan sindrom uremik hemolitik (Jones et al, 2015).
Kerusakan skistosit ditunjukkan pada Gambar 4.14 yaitu kelompok
perlakuan semprot tipe X tanpa pemberian antioksidan tertinggi
sebesar 0,705% dan mengalami penurunan menjadi 0,368% saat diberi
antioksidan dosis 5. Persentase kerusakan tertinggi kelompok
perlakuan tipe Y sebesar 0,593% mengalami penurunan hingga
mencapai 0,378% pada pemberian dosis 5 antioksidan. Kelompok
kontrol memiliki persentase kerusakan terendah daripada kelompok
perlakuan yang lain. Persentase tertinggi kelompok perlakuan sebesar
0,496% dan terendah 0,206% pada antioksidan dosis 5. Nilai
persentase kerusakan pada dosis 5 ini tidak mengalami penurunan
yang berarti dari dosis 3 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4.14.
45
Gambar 4.15 Grafik persentase kerusakan elliptosit Gambar 29
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0069x2 + 0.0913x + 11.821 R² = 0.999
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0064x2 + 0.0869x + 11.365 R² = 0.9826
Sel Rusak Kontrol y = -0.0056x2 + 0.0517x + 7.8536 R² = 0.9836
Elliptosit merupakan sel darah merah berbentuk ellips atau
seperti pensil, batang, dan cerutu. Hemoglobin pada kelainan ini
terkonsentrasi pada ujung – ujung sel. Kelainan elliptosit ini dapat
bersifat menurun dan disebabkan oleh mutasi pada membran protein
sel (Jones et al, 2015). Persentase kerusakan elliptosit berdasarkan
garis hubung pada grafik yang ditunjukkan Gambar 4.15 mencapai
titik tertinggi pada kelompok perlakuan semprot tipe X tanpa
pemberian antioksidan sebesar 11,824%. Persentase keruskaan
elliptosit pad kelompok perlakuan tipe X mengalami penurunan
hingga mencapai 6,270% pada pemberian antioksidan dengan dosis 5.
Persentase tertinggi kerusakan kelompok perlakuan Y tanpa
antioksidan sebesar 11,386% turun saat diberi antioksidan dan
persentase kerusakan terendah pada pemberian dosis 5 antioksidan,
yakni 6,26%. Kelompok kontrol memilik persentase kerusakan
tertinggi sebesar 7,840% tanpa diberi antioksidan dan turun menjadi
2,825% saat diberi dosis 5 antioksidan.
46
Gambar 4.16 Grafik persentase kerusakan sel Burr Gambar 30
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0017x2 + 0.0134x + 3.4171 R² = 0.993
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0012x2 + 0.0097x + 1.9927 R² = 0.9988
Sel Rusak Kontrol y = -0.0007x2 + 0.0092x + 0.7567 R² = 0.9185
Sel burr merupakan sel darah merah dengan beberapa spikula
yang berada di permukaan sel. Sel burr umumnya berukuran normal
dan tampak seperti artefak pada suatu citra mikroskopis. Spikula –
spikula ini berukuran kecil, halus, dan tersebar merata di seluruh
permukaan sel, maka sel tersebut mengalami krenasi (Jones et al,
2015). Gambar 4.16 menunjukkan persentase kerusakan yang terjadi
pada kelompok perlakuan semprot tipe X tanpa pemberian antioksidan
sebesar 3,418% dan saat diberi antioksidan sebesar 35.55 mg
mengalami penurunan hingga mencapai 1,748%. Kelompok
perlakuan semprot tipe Y persentase kerusakan tertinggi sebesar
1,994% tanpa pemberian antioksidan dan persentase kerusakan
menurun menjadi 0,870% pada pemberian dosis 5. Kelompok kontrol
memiliki persentase kerusakan terendah daripada kelompok perlakuan
lain. Persentase kerusakan tertingginya sebesar 0,754% mengalami
penurunan hingga 0,234% pada pemberian dosis 5 antioksidan
BISAKON.
47
Gambar 4.17 Grafik persentase kerusakan teardrop Gambar 31
Ket:
Sel Rusak Tipe X y = -0.0055x2 + 0.0259x + 9.0211 R² = 0.9904
Sel Rusak Tipe Y y = -0.0041x2 + 0.0135x + 7.7564 R² = 0.9893
Sel Rusak Kontrol y = -0.0034x2 + 0.0179x + 4.7511 R² = 0.9873
Kerusakan sel darah merah yang berbentuk teardrop
menyerupai bentuk tetesan air atau buah pir. Ketika sel dengan inklusi
yang besar melewati sirkulasi mikro tidak dapat lewat sepenuhnya
sehingga bagian inklusi sel tertarik dan menjadi seperti ekor (Jones et
al, 2015). Kelainan teardrop ditemukan pada penderita hematopoiesis
extramedullari dan myelofibrosis (Gaspard, 2010). Gambar 4.17
menunjukkan persentase kerusakan kelompok perlakuan semprot tipe
X memiliki persentase tertinggi di antara semua kelompok perlakuan.
Persentase kerusakan tertinggi saat tidak diberi antioksidan sebesar
9,013% dan mengalami penurunan hingga mencapai 3,286% saat
diberi dosis 5 antioksidan BISAKON. Kelompok perlakuan semprot
tipe Y memiliki persentase kerusakan tertinggi sebesar 7,759% saat
tidak diberi antioksidan dan persentase kerusakan terendah sebesar
3,159% saat diberi antioksidan dengan dosis 5. Persentase kerusakan
saat tidak diberi antioksidan yakni sebesar 4,744% dan persentase
48
kerusakan terendah sebesar 1,238% saat diberi dosis 5 antioksidan
merupakan persentase kerusakan dari kelompok kontrol.
4.2.2 Toksisitas Transfluthrin Terhadap Sel Darah Merah
Penelitian yang dilakukan selama 28 hari terhadap hewan coba
mencit (Mus musculus) memperoleh hasil gambaran mikroskopis sel
darah merah mencit yang menunjukkan beberapa jenis kerusakan sel
darah merah. Kerusakan tersebut dapat diidentifikasi melalui bentuk
sel darah normal dan tidak normal. Jumlah sel darah yang teramati di
dalam masing – masing luas lapang pandang apusan darah dan
dihitung persentase kerusakan sel darah yang teridentifikasi.
Pada proses Pemberian semprotan obat nyamuk one push
aerosol tipe X dan tipe Y menunjukkan hasil kerusakan sel darah
merah mencit. Konsentrasi kandungan bahan aktif yang efektif
merupakan peyebab terjadinya kerusakan sel darah merah sebesar 3
semprotan di dalam chamber berukuran 31,5cm x 21,5cm x 19,5cm.
Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa persentase kerusakan
sel darah merah pada 4 semprotan dan 5 semprotan tidak jauh berbeda
dengan kerusakan sel darah merah pada 3 semprotan, sehingga
pemberian pemberian 3 semprotan obat nyamuk kerusakan sel darah
merah telah mencapai titik jenuh. Menurut Negara (2016), tingkat
kerusakan tidak mengalami banyak perubahan ketika diberi semprotan
yang lebih banyak.
Kerusakan sel darah merah yang dialami oleh hewan coba
mencit disebabkan oleh reaksi antara transfluthrin, bahan aktif obat
nyamuk one push aerosol, dengan sel darah merah selama proses
pengikatan oksigen oleh darah di dalam paru – paru. Hemoglobin yang
seharusnya mengikat oksigen terhalangi oleh adanya transfluthrin
yang bertindak sebagai radikal bebas di dalam tubuh. Hal ini
menyebabkan terbentuknya methemoglobin.
Methemoglobin merupakan suatu kondisi saat hemoglobin
tidak dapat mengikat oksigen di dalam paru – paru (Baron, 1984). Hal
ini disebabkan oleh adanya elektron hemoglobin yang seharusnya
digunakan untuk menangkap oksigen justru direbut oleh transfluthrin
yang bersifat reaktif. Haemoglobin yang kehilangan satu elektronnya
menjadi abnormal. Hemoglobin abnormal yang terkandung pada sel
darah merah dapat menyebabkan berbagai jenis kerusakan sel darah
selama masa hidupnya (Shagana, 2014).
49
4.2.3 Mekanisme Kerja Antioksidan
Transfluthrin memiliki satu elektron bebas dari atom C yang
berada dalam senyawa. Atom C yang ditunjuk oleh panah pada
Gambar 4.18 memiliki 4 elektron valensi, 3 di antaranya digunakan
untuk berikatan dengan atom C lain di sebelahnya sehingga masih ada
satu elektron bebas yang membuat transfluthrin bersifat reaktif.
Gambar 4.18 Struktur Transfluthrin Gambar 32
Pada antioksidan BISAKON terkandung senyawa flavonoid
yang tinggi. Flavonoid merupakan senyawa yang mampu
menghambat reaktivitas radikal bebas di dalam darah (Sayuti &
Yenrina, 2015). Flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan karena
memiliki gugus hidroksil (-OH) yang mana proton H didonorkan
kepada radikal bebas agar bersifat stabil (Kaur & Mondal, 2014).
Gambar 4.19 menunjukkan struktur senyawa antioksidan flavonoid
yang mengandung banyak gugus fungsi OH.
Gambar 4.19 Struktur flavonoid Gambar 33
Flavonoid tersusun atas satu cintin aromatik A, satu cincin
aromatik B, dan cincin berupa heterosiklik di tengah yang
mengandung oksigen (Redha, 2010). Peran flavonoid sebagai
antioksidan dilakukan dengan cara mendonorkan atom hidrogennya
kepada senyawa radikal bebas atau melalui kemampuannya dalam
50
mengkelat logam (Cuppett et al, 1954). Atom hidrogen dapat dengan
mudah didonorkan oleh flavonoid karena ikatan O dan H pada gugus
fungsi OH memiliki energi disosiasi paling kecil, sehingga atom H
mudah terlepas (Ningsih dkk, 2011).
Selain flavonoid, BISAKON juga mengandung polifenol, tanin,
dan eugenol yang mana ketiganya merupakan senyawa – senyawa
fenolik. Senyawa fenol memiliki gugus –OH yang terikat pada karbon
cincin aromatik, sehingga dapat berfungsi sebagai antioksidan yang
efektif (Fessenden & Fessenden, 1986).
(a)
(b) (c)
Gambar 4.20 Senyawa antioksidan yang terkandung di dalam
BISAKON: (a) eugenol; (b) polifenol; dan (c) Tanin Gambar 34
Atom C pada senyawa transfluthrin memiliki elektronegatifitas
yang lebih tinggi daripada atom H yang ada pada gugus fungsi
antioksidan. Atom C yang memiliki satu elektron bebas pada
transfluthrin kemudian menarik paksa atom H pada gugus fungsi
antioksidan.
51
Gambar 4.21 Mekanisme pendonoran atom H oleh
antioksidan pada transfluthrin Gambar 35
Elektronegatifitas atom C pada transflutrin menyebabkan
pemaksapisahan homolitik terhadap atom H pada rangkaian gugus
fungsi antioksidan (Fessenden & Fessenden, 1986). Pemaksapisahan
ini memiliki energi yang sama dengan energi disosiasi OH sebesar 100
Kkal/mol (Dewan, 2010).
Antioksidan yang kehilangan satu atom H memiliki satu
elektron bebas, namun tidak bersifat reaktif. Senyawa ini disebut
radikal fenoksi karena adanya delokalisasi resonansi terhadap electron
yang tidak berpasangan, sehingga tetap dalam keadaan stabil
(Fessenden & Fessenden, 1986). Mekanisme delokalisasi resonansi
dapat dilihat pada Gambar 4.22 berikut.
Gambar 4.22 Mekanisme perpindahan elektron pada delokalisasi
resonansi senyawa fenolik Gambar 36
Elektron di dalam rantai siklik benzene terus mengalami penyebaran
(delokalisasi). Semakin panjang jalur delokalisasi, semakin stabil
anion yang terbentuk dan semakin asam senyawa tersebut. Pada
dasarnya senyawa fenolik merupakan asam lemah. Ketika senyawa
fenolik mengandung banyak substituent yang mampu
mendelokalisasikan electron, maka senyawa tersebut dapat menjadi
asam yang kuat (Andarwulan & Faradila, 2012).
52
(halaman ini sengaja dikosongkan)
53
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa terjadi
peningkatan kerusakan sel darah merah pada mencit yang terpapar
bahan aktif obat nyamuk one push aerosol, transfluthrin, dan
pemberian antioksidan BISAKON dapat menurunkan tingkat
kerusakan tersebut. Pemberian antioksidan BISAKON dapat
mengurangi kerusakaan total sel darah merah hingga 26% pada obat
nyamuk one push aerosol tipe X dan sebesar 18,77% pada tipe Y.
Dosis antioksidan BISAKON yang sesuai untuk mengurangi
kerusakan sel darah merah adalah dosis 4 sebesar 33,05 mg karena
pada pemberian dosis 5 sebesar 35,55 mg penurunan persentase
kerusakan sangat kecil.
5.2 Saran
Penelitian selanjutnya sebaiknya digunakan jenis pembuatan
apusan darah yang lain, sehingga kerusakan sel darah merah yang
teramati tidak hanya berdasarkan bentuk, tetapi juga ukuran serta
inklusi warna sel darah merah.
54
(halaman ini sengaja dikosongkan)
55
DAFTAR PUSTAKA
Abdollahi M, Ranjbar A, Shadnia S, Nikfar S, Rezaiee A. Pesticides
and oxidative stress: a review. Med Sci Monit 2004; 10:141-
147.
Afriansyah, Ardi, M. 2016. Pengaruh Variasi Suhu Pengeringan
Preparat Apusan Darah Tepi Terhadap Hasil Makroskopis
dan Morfologi Sel Darah Merah (Erythrocyte).
http://lib.unimus.ac.id diakses 27 Maret 2017.
Aksi Agraris Kanisius. 1981. Petunjuk Bercocok Tanam Cengkeh.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Alamsyah, A., F. 2009. Gambaran Darah Mencit (Mus
musculusalbinus) Pada Proses Persembuhan Luka Yang
Diberi Salep Fraksi Etil Asetat dan Fraksi Air Rimpang
Kunyit (Curcuma longa Linn.). Skripsi. Fakultas Kedokteran
Hewan. Bogor: IPB.
Andarwulan, Nuri., & Faradilla, Fitri, RH. 2012. Senyawa Fenolik
Pada Beberapa Sayuran Indigenous Dari Indonesia. Bogor:
SEAFAST Center.
Badan Pengawas Obat dan Makanan Indonesia. 2015. Transfluthrin.
(ik.pom.go.id/v2015/katalog/TRANSFLUTHRIN.pdf . diakses 5
Juni 2016)
Christijanti W, Utami NR, Iswara A. Efek pemberian antioksidan
vitamin C dan E terhadap kualitas spermatozoa tikus putih
terpapar allethrin. Biosaintika. 2010;2(1):18-26.
Dahniar, AR. 2011. Pengaruh Asap Obat Nyamuk Terhadap
Kesehatan dan Struktur Histologi Sistem Pernapasan.
JURNAL KEDOKTERAN SYIAH KUALA Vol. 11 No. 1: hal
52-59.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2012. Pedoman Penggunaa Insektisida
(Pestisida) dalam Pengen Dalian Vektor. Jakarta: Katalog
Dalam Terbitan (KDT) Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Djojosumarto, Panut. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta
Selatan: AgroMedia Pustaka.
Fessenden, J. & JS., Fessenden. 1989. Fundamentals of Organic
Chemistry. New York: Harper and Row.
56
Gaspard, J., Kathryn. 2010. Red Blood Cell Disorder.
www.uphsl.edu.ph/library/.../Ch16_RBC%20Disorders.pdf
diakses pada 15 Februari 2017.
Handayani, W. Hariwibowo, A, S. 2008. Buku Ajar Asuhan
Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan System
Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Hidayat, Syamsul dan Napitupulu, Rodame, M. 2015. Kitab
Tumbuhan Obat. Jakarta: AgriFlo (Penebar Swadaya Grup).
Jones, Kathy, W. et all. 2015. Evaluation of Cell Morphology and
Introduction to Platelet and White Blood Cell Morphology.
www.cytothesis.us/3.0/Oil_Cell-Morphology_Blood-
Cell.pdf diakses pada 28 Maret 2017.
Kiswari, Rukman. 2014. Hematologi & Transfusi. Jakarta: Erlangga.
Kurniati R, Aryani R, Wati L. Pengaruh pemaparan pralahir obat
nyamuk elektrik yang berbahan aktif d-allethrin terhadap fetus
mencit (Mus musculus L). Mulawarman Scientifie.
2012;11(2):175.
Mangan, Yellia. 2009. Solusi Sehat Mencegah dan Mengatasi Kanker.
Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
Mardiana, Lina dan Ratnasari, Juwita. 2013. Ramuan & Khasiat
Sirsak: Terbukti secara Ilmiah Tumpas Kanker & Penyakit
Lainnya. Jakarta: Penebar Swadaya.
Musarofah. 2015. Tumbuhan Antioksidan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Quraisyiyah, Sukainah, dkk. 2013. Pengukuran Konsentrasi Partikel
Dan Uji Bioefikasi Beberapa Isayutinsektisida One Push
Aerosol Terhadap Nyamuk Aedes Aegypti Betina.
(physics.studentjournal.ub.ac.id/index.php/psj/article/view/190
/104. Diakses 5 Juni 2016).
Raini, Mariana. 2009. Toksikologi Insektisida Rumah Tangga dan
Pencegahan Keracunan. Puslitbang Biomedis dan Farmasi:
Media Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Volume XIX
Tahun 2009, Suplemen II.
57
Redha, Abdi. Flavonoid: Struktur, Sifat Antioksidatif Dan Peranannya
Dalam Sistem Biologis. Jurnal Belian Vol. 9 No. 2 Sep. 2010:
hal 196 – 202.
Sayuti, Kesuma. & Yenrina, Rina. 2015. Antioksidan, Alami dan
Sintetik. Padang: Andalas University Press.
Shagana, J., A. 2014. Diagnostic Cells in the Peripheral Blood Smear.
Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol 6(4).
Pages 213 – 216.
Sloane, Ethel. Alih bahasa: Brahm U. Pendit. 2003. Anatomi dan
Fisiologi Terapan bagi Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Sudewo, Bambang. 2012. Basmi Kanker dengan Herbal. Jakarta:
Visimedia
Suparni dan Wulandari, Ari. 2012. Herbal Nusantara: 1001 Ramuan
Tradisional Asli Indonesia. Yogyakarta: Rapha Publishing.
Syamsiah, Iyam Siti dan Tajudin. 2003. Khasiat Dan Manfaat Bawang
Putih. Jakarta: Agromedia Pustaka
Syamsiah, Siti, Iyam, & Tajudin. 2003. Khasiat & Manfaat Bawang
Putih: Raja Antibiotik Alam. Jakarta Selatan: AgroMedia
Pustaka
Thomas, A., N., S. 1992. Tanaman Obat Tradisional Volume 2.
Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Tjay, Tan Hoan dan Rahardja, Kirana. 2007. Kasiat, Penggunaan, dan
Efek-efek Sampingnya. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
WHO. 2006. Specifications for Public Health Pesticides.
(http://www.who.int/whopes/quality/Transfluthrin_eval_only_
Nov2006.pdf diakses 10 Juni 2016).
WHO. Safety of Pyrethroids of Public Health Use. WHOPES 2005.
Wigati, R., A., & Susanti, Lulus. 2012. Hubungan Karakteristik,
Pengetahuan, dan Sikap, dengan Perilaku Masyarakat dalam
Penggunaan Anti Nyamuk di Kelurahan Kutowinangun.
Buletin Penelitian Kesehatan, vol. 40. No. 3: 130-141.
Wijayakusuma, Hembing. 2008. Atasi Kanker dengan Tanaman Obat.
Depok: Puspa Swara.
58
Zuhud, Ervizal, A., M. 2011. Bukti Kedahsyatan Sirsak Menumpas
Kanker. Jakarta: PT AgroMedia Pustaka.
59
Lampiran 1 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 0
Dosis Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Rusak Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit Sel Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr Tear Drop
BY0 1 321 91 12 8 7 17 4 65 7 43 575 44.174
BY0 2 298 64 8 4 6 17 2 61 5 37 502 40.637
BY0 3 306 52 7 5 12 19 1 64 6 42 514 40.467
BY0 4 379 71 9 4 4 11 3 69 8 40 598 36.622
BY0 5 311 70 13 6 10 14 3 70 10 41 548 43.248
BY0 6 362 52 12 4 2 8 4 59 11 21 535 32.336
BY0 7 228 53 10 1 2 9 8 65 12 29 417 45.324
BY0 8 331 55 9 0 3 10 3 63 11 45 530 37.547
BY0 9 303 59 12 1 1 8 3 62 12 43 504 39.881
BY0 10 301 69 11 0 2 7 2 75 17 66 550 45.273
BY0 11 276 54 7 7 2 9 4 59 16 56 490 43.673
BY0 12 431 52 10 9 3 10 2 77 14 73 681 36.711
BY0 13 404 54 8 7 4 13 5 63 12 42 612 33.987
BY0 14 431 60 11 6 5 15 2 64 10 58 662 34.894
BY0 15 393 56 9 4 5 10 6 62 13 48 606 35.149
BY0 16 431 64 8 8 7 14 4 67 15 20 638 32.445
BY0 17 446 66 6 5 4 14 3 72 13 42 671 33.532
BY0 18 446 72 12 7 5 13 2 68 12 48 685 34.891
BY0 19 411 74 12 4 3 15 3 74 16 68 680 39.559
BY0 20 425 60 7 7 5 13 5 65 12 41 640 33.594
Ʃ Rsk 7234 1248 193 97 92 246 69 1324 232 903 11638 763.94
% Rsk 62.16 10.72 1.66 0.83 0.79 2.11 0.59 11.38 1.99 7.76
% Total 38.19718681
60
Lampiran 2 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 1
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
BY1 1 313 35 17 0 4 6 0 11 0 27 413 24.21308
BY1 2 287 46 5 0 10 7 0 24 0 38 417 31.17506
BY1 3 256 74 1 2 0 17 5 65 5 18 443 42.21219
BY1 4 134 32 0 8 1 17 4 36 4 5 241 44.39834
BY1 5 450 23 2 1 0 2 0 32 4 38 552 18.47826
BY1 6 497 37 4 0 1 3 0 49 2 31 624 20.35256
BY1 7 170 43 0 6 0 15 4 47 22 26 333 48.94895
BY1 8 196 38 2 2 1 13 0 60 9 32 353 44.47592
BY1 9 203 29 1 4 2 4 0 45 3 21 312 34.9359
BY1 10 192 48 1 4 0 17 7 59 19 23 370 48.10811
BY1 11 194 19 0 7 0 0 5 44 13 12 294 34.01361
BY1 12 247 23 1 2 0 5 0 54 0 32 364 32.14286
BY1 13 282 21 0 0 0 3 0 19 3 0 328 14.02439
BY1 14 476 47 1 3 0 3 0 46 11 0 587 18.90971
BY1 15 303 50 0 5 0 4 9 42 12 5 430 29.53488
BY1 16 497 70 0 0 1 8 3 56 13 6 654 24.00612
BY1 17 481 45 23 3 7 3 1 35 4 36 638 24.60815
BY1 18 377 10 19 2 5 1 0 24 0 35 473 20.29598
BY1 19 353 24 21 1 5 1 1 22 4 37 469 24.73348
BY1 20 390 36 14 0 11 4 2 33 2 50 542 28.04428
Ʃ Rsk 6298 750 112 50 48 133 41 803 130 472 8837 607.6118
% Rsk 71.2685 8.487043 1.2673984 0.56580 0.543171 1.505036 0.46396 9.086794 1.47109 5.341179
% Kerusakan Total 30.38059088
61
Lampiran 3 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 2
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr Tear Drop
BY2 1 545 54 6 5 0 1 14 35 12 17 689 20.899855
BY2 2 456 31 7 1 4 5 3 25 3 11 546 16.483516
BY2 3 388 65 4 0 3 6 1 41 11 16 535 27.476636
BY2 4 432 69 12 5 6 18 1 86 4 40 673 35.809807
BY2 5 455 44 8 6 2 11 2 54 9 36 627 27.432217
BY2 6 454 39 9 0 4 8 2 49 7 35 607 25.205931
BY2 7 276 12 2 1 1 3 1 28 1 11 336 17.857143
BY2 8 258 21 8 2 1 6 1 27 3 15 342 24.561404
BY2 9 318 45 3 5 2 10 2 62 2 21 470 32.340426
BY2 10 312 50 4 0 0 9 0 37 11 27 450 30.666667
BY2 11 179 21 1 3 1 7 0 35 10 38 295 39.322034
BY2 12 143 24 2 2 0 2 0 28 2 8 211 32.227488
BY2 13 117 9 3 1 1 2 0 34 1 10 178 34.269663
BY2 14 188 18 5 2 2 6 2 29 6 22 280 32.857143
BY2 15 189 20 2 0 1 6 0 32 11 15 276 31.521739
BY2 16 261 26 4 0 1 2 0 13 0 8 315 17.142857
BY2 17 252 26 6 1 4 6 1 35 5 14 350 28
BY2 18 147 13 3 1 1 7 1 21 4 22 220 33.181818
BY2 19 251 34 3 2 0 5 0 28 5 21 349 28.080229
BY2 20 195 19 2 1 2 0 5 26 3 15 268 27.238806
Ʃ Rsk 5816 640 94 38 36 120 36 725 110 402 8017 562.57538
% Rsk 72.123 7.93651 1.1656746 0.4712302 0.4464286 1.4881 0.446429 8.99058 1.3641 4.98511905
% Kerusakan Total 28.12876887
62
Lampiran 4 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 3
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Norma
l Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr Tear Drop
BY3 1 330 47 11 2 4 8 2 58 6 28 496 33.467742
BY3 2 295 23 3 3 1 7 1 26 4 19 382 22.774869
BY3 3 250 26 3 2 0 6 1 34 5 18 345 27.536232
BY3 4 553 43 6 4 3 15 2 43 4 24 697 20.659971
BY3 5 472 46 2 3 1 3 1 33 2 17 580 18.62069
BY3 6 222 17 4 1 1 3 0 38 4 16 306 27.45098
BY3 7 342 19 6 1 0 2 3 29 7 11 420 18.571429
BY3 8 431 37 3 0 2 7 1 40 11 16 548 21.350365
BY3 9 364 41 5 4 2 10 4 34 15 24 503 27.634195
BY3 10 357 39 6 0 3 11 4 34 8 28 490 27.142857
BY3 11 290 37 8 0 2 3 2 42 6 12 402 27.860697
BY3 12 304 28 5 1 1 3 1 40 9 31 423 28.132388
BY3 13 267 25 5 1 0 1 1 45 3 21 369 27.642276
BY3 14 345 31 8 4 3 8 2 36 2 22 461 25.16269
BY3 15 202 37 5 1 2 5 1 32 4 15 304 33.552632
BY3 16 239 31 3 2 1 4 1 41 3 22 347 31.123919
BY3 17 386 33 4 2 2 7 1 36 6 23 500 22.8
BY3 18 414 41 4 5 4 8 7 56 4 22 565 26.725664
BY3 19 517 41 4 3 3 5 2 33 4 21 633 18.325434
BY3 20 269 37 3 3 2 3 2 36 6 33 394 31.725888
Ʃ Rsk 6849 679 98 42 37 119 39 766 113 423 9165 518.26092
% Rsk 74.8852 7.42401 1.0715067 0.459217 0.404548 1.301115 0.42642 8.37525 1.235513 4.6249726
% Kerusakan Total 25.91304588
63
Lampiran 5 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 4
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr Tear Drop
BY4 1 273 30 4 1 0 3 2 12 5 5 335 18.507463
BY4 2 524 44 8 6 2 7 3 10 9 12 625 16.16
BY4 3 461 37 8 4 2 4 5 35 5 20 581 20.654045
BY4 4 584 34 4 2 2 8 2 50 5 24 715 18.321678
BY4 5 438 31 5 3 5 4 2 47 7 22 564 22.340426
BY4 6 583 54 10 4 4 8 4 52 10 34 763 23.591088
BY4 7 163 26 2 0 3 5 2 46 2 21 270 39.62963
BY4 8 93 21 2 1 1 3 1 35 1 11 169 44.970414
BY4 9 108 23 1 2 0 4 2 38 4 16 198 45.454545
BY4 10 662 50 8 1 1 8 1 41 5 21 798 17.042607
BY4 11 586 47 11 4 4 7 3 51 8 15 736 20.380435
BY4 12 422 49 6 5 7 10 4 45 6 23 577 26.863085
BY4 13 471 36 4 2 1 6 1 37 13 17 588 19.897959
BY4 14 498 40 8 3 2 8 2 48 10 13 632 21.202532
BY4 15 579 32 9 2 1 9 2 35 8 20 697 16.929699
BY4 16 553 31 2 3 0 4 2 45 3 21 664 16.716867
BY4 17 412 35 3 0 1 6 1 37 6 17 518 20.46332
BY4 18 341 40 2 1 3 4 2 33 4 17 447 23.713647
BY4 19 160 25 3 0 0 3 1 46 2 25 265 39.622642
BY4 20 650 60 6 1 3 10 2 59 3 31 825 21.212121
Ʃ Rsk 8561 745 106 45 42 121 44 802 116 385 10967 493.6742
% Rsk 78.0615 6.79311 0.966536 0.41032 0.382967 1.10331 0.401204 7.312848 1.05772 3.51053159 100
% Kerusakan Total 24.68371007
64
Lampiran 6 Kerusakan Tipe Y Antioksidan Dosis 5
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit Sel Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
BY5 1 671 31 6 5 2 6 2 61 8 13 805 16.645963
BY5 2 632 12 11 4 0 3 1 54 4 16 737 14.246947
BY5 3 608 40 8 2 3 5 2 36 4 27 735 17.278912
BY5 4 657 22 9 2 2 6 2 37 5 14 756 13.095238
BY5 5 661 28 4 1 2 8 3 26 6 14 753 12.217795
BY5 6 613 33 8 5 3 6 2 43 6 31 750 18.266667
BY5 7 483 24 4 3 1 4 1 36 7 24 587 17.717206
BY5 8 275 26 1 0 1 8 2 17 6 3 339 18.879056
BY5 9 288 28 1 1 0 5 1 18 3 1 346 16.763006
BY5 10 560 48 10 3 3 6 2 36 3 38 709 21.015515
BY5 11 491 53 9 4 2 4 3 47 2 37 652 24.693252
BY5 12 190 27 0 0 1 6 1 16 5 1 247 23.076923
BY5 13 176 22 1 0 1 1 2 31 2 3 239 26.359833
BY5 14 176 24 3 1 2 2 1 32 4 1 246 28.455285
BY5 15 171 25 2 0 4 1 1 23 5 1 233 26.609442
BY5 16 131 24 2 0 1 5 2 22 4 2 193 32.124352
BY5 17 119 27 1 1 1 4 1 21 3 2 180 33.888889
BY5 18 197 26 2 0 3 3 2 13 5 1 252 21.825397
BY5 19 737 48 3 6 2 6 2 46 4 58 912 19.188596
BY5 20 720 53 5 1 3 12 7 47 6 47 901 20.08879
Ʃ Rsk 8556 621 90 39 37 101 40 662 92 334 10572 422.43706
% Rsk 80.93076 5.8740 0.85130 0.368899 0.34998 0.95535 0.37835 6.26182 0.87022 3.15928
% Kerusakan Total 21.12185315
65
Lampiran 7 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 0
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr
Tear
Drop
BX0 1 306 92 13 3 4 12 3 72 24 47 576 46.875
BX0 2 389 76 17 5 3 14 6 68 22 41 641 39.313573
BX0 3 374 90 4 2 2 13 8 74 26 50 643 41.835148
BX0 4 377 76 12 10 2 15 4 55 10 46 607 37.891269
BX0 5 376 80 10 6 5 18 3 54 10 58 620 39.354839
BX0 6 382 80 12 2 3 16 5 56 24 38 618 38.187702
BX0 7 341 76 14 19 4 13 3 52 19 51 592 42.398649
BX0 8 287 77 15 2 5 9 6 57 21 56 535 46.35514
BX0 9 340 78 8 3 4 15 2 77 22 48 597 43.048576
BX0 10 347 79 12 22 6 14 4 70 26 67 647 46.367852
BX0 11 292 86 7 18 4 16 8 81 24 65 601 51.414309
BX0 12 183 77 5 2 7 14 2 73 14 53 430 57.44186
BX0 13 242 81 11 5 2 19 3 57 19 69 508 52.362205
BX0 14 264 84 21 4 9 14 4 78 13 65 556 52.517986
BX0 15 242 85 12 1 4 13 3 75 22 38 495 51.111111
BX0 16 272 88 6 8 6 15 5 71 23 36 530 48.679245
BX0 17 232 92 4 0 5 16 4 73 14 38 478 51.464435
BX0 18 289 94 8 5 4 14 2 67 23 44 550 47.454545
BX0 19 318 76 11 4 6 19 3 72 17 60 586 45.733788
BX0 20 273 87 19 1 12 18 2 60 15 53 540 49.444444
Ʃ Rsk 6126 1654 221 122 97 297 80 1342 388 1023 11350 929.25168
% Rsk 53.9736 14.5727 1.9471366 1.07489 0.854626 2.61674 0.704846 11.82379 3.418502 9.013216
% Total 46.46258383
66
Lampiran 8 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 1
Dosis Jenis Kerusakan Ʃ
Sel
% Dosis
Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit Sel Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr Tear Drop
BX1 1 325 142 0 0 1 17 2 119 4 24 634 48.73817
BX1 2 407 45 0 0 0 0 1 35 0 22 510 20.196078
BX1 3 361 12 0 0 0 0 1 50 3 25 452 20.132743
BX1 4 308 24 10 0 1 2 1 31 0 28 405 23.950617
BX1 5 211 60 12 0 1 9 1 101 6 25 426 50.469484
BX1 6 307 30 13 0 0 6 1 39 7 39 442 30.542986
BX1 7 299 42 0 5 0 10 3 55 0 36 450 33.555556
BX1 8 496 40 0 2 1 2 1 31 0 36 609 18.555008
BX1 9 537 55 16 4 0 1 0 18 8 27 666 19.369369
BX1 10 375 61 0 0 0 1 0 24 14 32 507 26.035503
BX1 11 257 51 11 7 7 20 5 53 12 31 454 43.39207
BX1 12 213 62 17 6 9 23 6 58 14 24 432 50.694444
BX1 13 211 54 9 3 3 15 2 58 23 34 412 48.786408
BX1 14 205 39 8 0 3 22 1 56 5 23 362 43.370166
BX1 15 265 39 5 4 2 5 1 49 13 34 417 36.450839
BX1 16 252 30 14 5 3 25 3 30 13 33 408 38.235294
BX1 17 390 54 3 10 2 2 7 6 38 26 538 27.509294
BX1 18 308 55 3 7 10 0 3 25 39 13 463 33.477322
BX1 19 166 38 2 5 2 2 2 16 18 23 274 39.416058
BX1 20 123 41 4 5 5 3 3 17 19 43 263 53.231939
Ʃ Rsk 6016 974 127 63 50 165 44 871 236 578 9124 706.10935
% Rsk 65.936 10.675 1.39193 0.69049 0.548005 1.80842 0.48224 9.54625 2.5866 6.33494
% Kerusakan Total 35.30546752
67
Lampiran 9 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 2
Dosis
Jenis Kerusakan Ʃ
Sel % Dosis
Normal Sferosit Stomatosit Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr Tear Drop
BX2 1 275 15 8 0 1 0 2 13 0 0 314 12.420382
BX2 2 449 53 10 0 1 4 1 22 7 0 547 17.915905
BX2 3 300 53 8 0 1 5 1 43 16 10 437 31.350114
BX2 4 277 45 6 0 0 6 2 31 4 12 383 27.67624
BX2 5 407 46 4 0 4 4 2 78 5 3 553 26.401447
BX2 6 424 43 5 0 0 3 2 67 2 18 564 24.822695
BX2 7 607 64 4 0 1 16 0 74 60 15 841 27.824019
BX2 8 627 80 4 0 0 9 1 96 40 20 877 28.506271
BX2 9 601 55 6 0 1 7 0 72 59 18 819 26.617827
BX2 10 389 25 3 0 0 2 5 23 28 29 504 22.81746
BX2 11 93 13 3 0 0 0 7 8 0 21 145 35.862069
BX2 12 197 70 8 0 1 3 5 45 1 23 353 44.192635
BX2 13 175 29 2 0 0 0 6 18 6 24 260 32.692308
BX2 14 190 51 8 14 3 5 1 23 0 37 332 42.771084
BX2 15 265 82 5 21 19 15 1 36 1 42 487 45.585216
BX2 16 196 59 6 9 9 7 1 45 1 41 374 47.593583
BX2 17 187 44 8 6 0 5 1 36 2 42 331 43.504532
BX2 18 370 21 11 7 1 35 1 36 1 36 519 28.709056
BX2 19 190 15 4 0 1 21 2 42 0 43 318 40.251572
BX2 20 186 11 3 0 2 4 1 21 0 44 272 31.617647
Ʃ Rsk 6405 874 116 57 45 151 42 829 233 478 9230 639.13206
% Rsk 69.393 9.46912 1.2567714 0.617551 0.487541 1.63597 0.455038 8.981582 2.524377 5.1787648
% Kerusakan Total 31.95660309
68
Lampiran 10 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 3
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
BX3 1 176 55 3 0 1 4 7 52 21 29 348 49.425287
BX3 2 423 43 2 0 2 0 0 62 21 36 589 28.183362
BX3 3 432 104 8 0 1 0 5 94 18 34 696 37.931034
BX3 4 529 56 5 0 1 4 2 88 22 33 740 28.513514
BX3 5 598 63 7 0 1 4 1 76 41 28 819 26.984127
BX3 6 515 59 4 0 9 8 0 99 36 47 777 33.719434
BX3 7 606 48 7 0 2 24 4 40 45 27 803 24.533001
BX3 8 599 64 3 0 3 8 8 85 16 39 825 27.393939
BX3 9 464 25 4 0 4 5 3 78 18 14 615 24.552846
BX3 10 506 35 2 0 2 0 5 55 23 19 647 21.79289
BX3 11 661 77 6 0 1 5 0 38 14 36 838 21.121718
BX3 12 661 65 6 0 2 5 4 89 30 39 901 26.63707
BX3 13 544 47 14 14 9 26 7 19 3 33 716 24.022346
BX3 14 514 88 13 13 10 20 2 23 0 31 714 28.011204
BX3 15 501 64 13 17 1 10 1 20 0 26 653 23.277182
BX3 16 421 58 11 8 2 11 2 26 0 35 574 26.655052
BX3 17 431 43 14 16 3 10 1 25 0 31 574 24.912892
BX3 18 395 42 5 2 2 12 2 41 0 26 527 25.047438
BX3 19 339 61 9 5 2 17 1 52 0 52 538 36.988848
BX3 20 490 46 17 1 3 28 2 54 0 32 673 27.191679
Ʃ Rsk 9805 1143 153 76 61 201 57 1116 308 647 13567 566.89486
% Rsk 72.271 8.42485 1.1277364 0.560183 0.44962 1.481536 0.420137 8.22584 2.27021 4.768925
% Kerusakan Total 28.34474324
69
Lampiran 11 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 4
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
BX4 1 723 96 6 0 1 11 2 81 11 45 976 25.922131
BX4 2 756 54 10 0 2 12 1 58 16 43 952 20.588235
BX4 3 937 53 8 0 1 12 2 62 76 42 1193 21.458508
BX4 4 1183 82 7 0 6 10 6 80 12 39 1425 16.982456
BX4 5 1170 51 6 0 4 17 4 98 14 39 1403 16.60727
BX4 6 670 56 9 10 3 18 2 79 8 37 892 24.887892
BX4 7 771 99 17 11 9 13 6 54 31 20 1031 25.218235
BX4 8 551 32 12 9 5 26 1 69 10 54 769 28.348505
BX4 9 867 88 15 16 9 24 10 88 10 68 1195 27.447699
BX4 10 737 59 12 1 2 5 2 77 13 31 939 21.512247
BX4 11 855 71 11 4 3 5 5 89 47 34 1124 23.932384
BX4 12 795 81 15 11 2 23 3 77 16 76 1099 27.66151
BX4 13 683 85 10 0 2 4 1 62 8 30 885 22.824859
BX4 14 767 83 7 2 6 5 3 63 64 35 1035 25.89372
BX4 15 719 74 10 4 4 20 6 92 23 30 982 26.782077
BX4 16 779 102 7 9 6 3 5 67 14 21 1013 23.099704
BX4 17 849 86 14 6 2 24 9 98 12 48 1148 26.045296
BX4 18 1176 86 9 3 8 7 10 80 12 24 1415 16.890459
BX4 19 634 62 9 4 3 27 3 89 10 34 875 27.542857
BX4 20 848 68 8 3 5 9 4 97 12 31 1085 21.843318
Ʃ Rsk 16470 1468 202 93 83 275 85 1560 419 781 21436 471.48936
% Rsk 76.8334 6.84829 0.94234 0.43385 0.3872 1.28289 0.39653 7.277477 1.95466 3.6434
% Kerusakan Total 23.57446817
70
Lampiran 12 Kerusakan Tipe X Antioksidan Dosis 5
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
BX5 1 983 69 9 12 3 20 2 45 18 13 1174 16.269165
BX5 2 778 85 10 23 2 11 5 74 24 44 1056 26.325758
BX5 3 698 64 4 8 2 13 3 75 26 22 915 23.715847
BX5 4 825 41 11 17 1 10 1 40 23 31 1000 17.5
BX5 5 770 48 5 0 4 34 3 50 26 35 975 21.025641
BX5 6 374 56 6 0 1 17 5 62 14 26 561 33.333333
BX5 7 553 46 7 1 3 10 1 44 16 25 706 21.671388
BX5 8 762 55 8 0 4 7 5 70 16 35 962 20.790021
BX5 9 715 15 7 0 4 9 2 39 19 17 827 13.542926
BX5 10 827 34 8 0 3 4 6 58 29 38 1007 17.874876
BX5 11 942 76 6 4 5 8 2 67 8 11 1129 16.56333
BX5 12 804 58 8 0 2 4 2 68 18 21 985 18.375635
BX5 13 587 54 13 0 4 13 4 61 10 28 774 24.160207
BX5 14 943 56 8 0 2 5 5 59 28 31 1137 17.062445
BX5 15 645 59 6 1 3 4 1 68 6 36 829 22.195416
BX5 16 613 51 8 0 5 7 3 59 9 18 773 20.698577
BX5 17 922 52 5 0 2 8 5 69 10 32 1105 16.561086
BX5 18 885 58 6 0 4 4 6 56 7 36 1062 16.666667
BX5 19 782 54 8 0 3 4 5 55 8 32 951 17.770768
BX5 20 565 56 11 0 4 9 3 54 12 65 779 27.471117
Ʃ Rsk 14973 1087 154 66 61 201 69 1173 327 596 18707 409.5742
% Rsk 80.0396 5.81066 0.8232213 0.35281 0.32608 1.07446 0.368846 6.27038 1.74801 3.18597317
% Kerusakan Total 20.4787101
71
Lampiran 13 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 0
Dosis
Jenis Kerusakan Ʃ Sel % Dosis
Normal Sferosit Stomatosit Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
KK 1 499 67 12 10 4 8 4 65 2 38 709 29.619182
KK 2 622 56 15 6 3 7 4 75 4 32 824 24.514563
KK 3 677 53 8 5 2 9 4 62 7 34 861 21.370499
KK 4 699 55 11 6 3 5 5 64 4 46 898 22.160356
KK 5 581 79 14 4 2 12 6 66 5 38 807 28.004957
KK 6 580 54 9 5 2 14 5 78 6 35 788 26.395939
KK 7 403 63 8 3 4 8 4 56 4 36 589 31.578947
KK 8 492 45 6 7 3 8 3 54 9 28 655 24.885496
KK 9 287 49 6 3 1 7 4 64 7 36 464 38.146552
KK 10 517 52 8 5 2 6 3 83 6 38 720 28.194444
KK 11 623 58 7 3 4 12 2 43 5 34 791 21.238938
KK 12 650 46 9 4 3 9 3 42 4 45 815 20.245399
KK 13 734 52 5 4 2 10 5 61 8 41 922 20.390456
KK 14 721 48 6 5 3 7 2 60 4 35 891 19.079686
KK 15 632 53 10 4 2 8 7 49 5 34 804 21.393035
KK 16 666 52 11 5 3 5 3 43 6 39 833 20.048019
KK 17 500 54 8 4 2 6 4 54 8 37 677 26.144756
KK 18 599 44 7 2 3 3 3 59 6 23 749 20.026702
KK 19 383 57 6 3 2 4 2 56 8 31 552 30.615942
KK 20 609 44 8 4 1 2 2 51 6 37 764 20.287958
Ʃ Rsk 11474 1081 174 92 51 150 75 1185 114 717 15113 494.34183
% Rsk 75.9214 7.1528 1.1513 0.6087 0.33746 0.9925 0.49626 7.84093 0.75432 4.74426
% Total kerusakan 24.71709135
72
Lampiran 14 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 1
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr
Tear
Drop
KB1 1 510 62 14 8 5 6 3 64 4 37 713 28.471248
KB1 2 730 50 11 6 1 6 5 34 3 12 858 14.918415
KB1 3 778 33 4 8 1 5 3 40 8 23 903 13.842746
KB1 4 783 45 12 3 1 6 2 40 3 22 917 14.612868
KB1 5 604 82 15 7 1 11 4 36 5 27 792 23.737374
KB1 6 595 44 7 5 0 9 1 82 3 36 782 23.913043
KB1 7 375 64 5 0 2 4 3 51 3 26 533 29.643527
KB1 8 487 42 4 2 3 4 2 56 3 36 639 23.787167
KB1 9 171 38 1 0 0 3 3 29 6 16 267 35.955056
KB1 10 612 54 2 1 4 6 4 84 5 27 820 22.804878
KB1 11 611 43 4 4 3 5 2 34 5 26 737 17.096336
KB1 12 737 40 6 1 1 4 3 23 4 13 832 11.418269
KB1 13 819 23 3 3 1 5 1 30 2 22 909 9.9009901
KB1 14 835 35 2 4 0 4 1 29 3 14 927 9.9244876
KB1 15 658 51 6 3 1 7 5 31 2 16 780 15.641026
KB1 16 667 32 5 2 1 6 1 42 5 26 787 15.247776
KB1 17 493 46 4 0 3 2 2 34 2 21 607 18.78089
KB1 18 593 24 4 1 2 3 2 36 4 24 693 14.430014
KB1 19 378 27 3 0 0 1 1 22 7 12 451 16.186253
KB1 20 685 34 8 1 2 2 1 48 4 17 802 14.588529
Ʃ Rsk 12121 869 120 59 32 99 49 845 81 453 14749 374.90089
% Rsk 82.1818 5.892 0.8136 0.4000271 0.2169 0.6712 0.33223 5.729202 0.5491898 3.0713947
% Kerusakan Total 18.74504473
73
Lampiran 15 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 2
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit Sel Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr
Tear
Drop
KB2 1 757 52 13 5 2 8 5 43 7 21 913 17.086528
KB2 2 606 26 13 3 2 6 1 36 4 14 711 14.767932
KB2 3 516 42 7 4 1 10 1 54 2 25 662 22.054381
KB2 4 698 23 3 2 0 4 1 37 5 7 780 10.512821
KB2 5 678 21 2 1 2 1 1 31 1 8 746 9.1152815
KB2 6 499 17 4 3 1 1 3 28 1 13 570 12.45614
KB2 7 757 38 3 4 1 5 3 34 2 23 870 12.988506
KB2 8 617 25 8 3 2 5 2 34 3 19 718 14.066852
KB2 9 605 34 4 2 2 9 2 52 2 18 730 17.123288
KB2 10 716 32 2 2 1 3 2 33 4 27 822 12.895377
KB2 11 690 34 1 2 2 0 2 34 2 19 786 12.21374
KB2 12 565 27 2 3 2 2 4 30 2 32 669 15.54559
KB2 13 751 56 6 2 3 6 4 42 6 21 897 16.276477
KB2 14 639 46 11 4 3 5 2 40 7 24 781 18.181818
KB2 15 534 45 8 3 0 9 2 52 5 20 678 21.238938
KB2 16 712 32 6 3 1 7 2 36 3 26 828 14.009662
KB2 17 731 31 3 2 1 6 3 38 4 19 838 12.768496
KB2 18 607 29 6 3 2 3 3 27 8 23 711 14.627286
KB2 19 735 32 6 1 0 4 4 34 6 17 839 12.395709
KB2 20 728 29 5 2 3 3 2 39 4 29 844 13.744076
Ʃ Rsk 13141 671 113 54 31 97 49 754 78 405 15393 294.0689
% Rsk 85.369 4.359 0.73409 0.3508 0.2013902 0.6301566 0.3183265 4.89833 0.50673 2.6310
% Kerusakan Total 14.70344497
74
Lampiran 16 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 3
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr
Tear
Drop
KB3 1 849 31 10 6 1 5 1 33 1 18 955 11.099476
KB3 2 796 27 6 5 3 7 2 34 1 10 891 10.662177
KB3 3 765 35 4 2 2 3 1 34 1 16 863 11.355736
KB3 4 791 29 4 5 2 3 2 23 0 19 878 9.9088838
KB3 5 575 24 5 0 0 2 1 38 1 18 664 13.403614
KB3 6 560 41 1 0 0 3 2 28 7 11 653 14.24196
KB3 7 823 30 9 4 2 6 1 32 2 17 926 11.12311
KB3 8 785 25 7 3 2 6 1 37 4 12 882 10.997732
KB3 9 799 38 3 3 3 5 2 35 2 16 906 11.810155
KB3 10 825 28 4 4 1 4 3 32 2 14 917 10.032715
KB3 11 585 25 3 0 1 2 2 33 0 12 663 11.764706
KB3 12 656 39 4 4 3 3 3 38 3 13 766 14.360313
KB3 13 724 33 6 0 2 4 2 34 2 14 821 11.81486
KB3 14 741 28 11 2 2 5 1 35 1 12 838 11.575179
KB3 15 822 31 3 5 3 6 2 23 4 19 918 10.457516
KB3 16 783 26 6 0 0 4 3 28 2 18 870 10
KB3 17 684 28 4 1 1 3 2 23 2 20 768 10.9375
KB3 18 669 33 4 5 0 4 3 28 6 19 771 13.229572
KB3 19 776 37 5 2 2 6 1 34 2 21 886 12.41535
KB3 20 787 39 4 5 1 4 1 36 2 24 903 12.846069
Ʃ Rsk 14795 627 103 56 31 85 36 638 45 323 16739 234.03663
% Rsk 88.3864 3.74574 0.61533 0.33455 0.18519 0.5078 0.21506 3.81146 0.2688 1.92963
% Kerusakan Total 11.70183128
75
Lampiran 17 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 4
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel %
Dosis Normal Sferosit Stomatosit Sel Sabit Keratosit Sel
Helm Skistosit Elliptosit Sel Burr
Tear
Drop
KB4 1 796 21 1 1 1 3 2 32 3 13 873 8.8201604
KB4 2 739 32 2 1 2 2 3 23 3 12 819 9.7680098
KB4 3 762 26 5 2 1 4 1 27 2 18 848 10.141509
KB4 4 744 35 5 3 1 5 2 32 1 14 842 11.638955
KB4 5 706 25 6 1 0 4 1 35 1 10 789 10.519645
KB4 6 797 31 4 2 2 2 1 32 2 11 884 9.841629
KB4 7 740 22 6 1 1 4 3 23 1 18 819 9.6459096
KB4 8 754 25 4 4 2 3 2 27 3 12 836 9.8086124
KB4 9 752 36 6 2 0 4 1 32 3 15 851 11.633373
KB4 10 806 26 5 1 0 5 2 35 2 12 894 9.8434004
KB4 11 765 22 4 2 2 2 2 32 1 9 841 9.0368609
KB4 12 781 36 3 1 2 3 2 23 3 10 864 9.6064815
KB4 13 764 22 5 3 1 5 3 27 2 12 844 9.478673
KB4 14 746 31 4 3 2 4 1 32 2 16 841 11.296076
KB4 15 775 25 5 2 0 5 2 15 1 12 842 7.9572447
KB4 16 814 26 3 1 1 2 2 32 2 8 891 8.6419753
KB4 17 813 33 3 3 2 2 1 23 3 10 893 8.9585666
KB4 18 747 24 4 2 0 5 2 27 3 11 825 9.4545455
KB4 19 751 38 5 3 1 4 2 22 2 9 837 10.274791
KB4 20 744 27 6 3 0 5 1 15 1 10 812 8.3743842
Ʃ Rsk 15296 563 86 41 21 73 36 546 41 242 16945 194.7408
% Rsk 90.268516 3.322514 0.5075243 0.2419593 0.1239304 0.43080 0.21245 3.2223 0.24196 1.42815
% Kerusakan Total 9.73704011
76
Lampiran 18 Kerusakan Kontrol Antioksidan Dosis 5
Dosis
Jenis Kerusakan
Ʃ Sel % Dosis Normal Sferosit Stomatosit
Sel
Sabit Keratosit
Sel
Helm Skistosit Elliptosit
Sel
Burr Tear Drop
KB5 1 551 21 2 1 1 1 3 11 4 5 600 8.1666667
KB5 2 656 30 4 2 1 2 0 15 6 9 725 9.5172414
KB5 3 690 24 3 1 1 4 1 20 2 8 754 8.4880637
KB5 4 686 23 2 0 0 0 0 9 1 7 728 5.7692308
KB5 5 584 20 4 1 2 2 2 31 1 6 653 10.566616
KB5 6 649 26 3 1 0 2 1 24 2 10 718 9.6100279
KB5 7 643 23 3 2 1 3 1 21 2 9 708 9.180791
KB5 8 653 22 1 2 1 1 2 10 1 8 701 6.8473609
KB5 9 646 20 3 2 2 2 3 22 1 6 707 8.6280057
KB5 10 649 25 2 1 1 3 1 23 3 11 719 9.7357441
KB5 11 644 23 2 2 0 4 2 22 0 12 711 9.4233474
KB5 12 630 24 4 1 1 2 0 22 1 9 694 9.221902
KB5 13 593 22 3 2 2 3 2 24 1 8 660 10.151515
KB5 14 623 21 2 2 1 2 1 25 2 10 689 9.5791001
KB5 15 641 19 3 1 1 3 2 23 2 7 702 8.6894587
KB5 16 626 18 3 2 0 1 1 23 1 6 681 8.0763583
KB5 17 609 22 4 1 1 1 4 21 0 10 673 9.5096582
KB5 18 658 29 3 1 1 4 2 10 1 13 722 8.8642659
KB5 19 688 22 4 3 0 3 1 22 1 9 753 8.6321381
KB5 20 690 24 4 1 0 1 0 19 1 11 751 8.1225033
Ʃ Rsk 12809 458 59 29 17 44 29 397 33 174 14049 176.77999
% Rsk 91.1737 3.260019 0.41996 0.2064 0.1210 0.31319 0.20642 2.82582 0.23489 1.2385223
% Kerusakan Total 8.838999744
77
Lampiran 19 Tabel Konversi Dosis
Mencit
(20 g)
Tikus
(200 g)
Marmot
(400 g)
Kelinci
(1,5 kg)
Kucing
(1 kg)
Kera
(4 kg)
Anjing
(12 kg)
Manusia
(70 kg)
Mencit
(20 g) 1,00 7,00 12,29 27,80 23,70 64,10 124,20 287,90
Tikus
(200 g) 0,14 1,00 1,74 3,30 4,20 9,20 17,80 56,00
Marmot
(400 g) 0,08 0,57 1,00 2,25 2,00 5,20 10,20 31,50
Kelinci
(1,5 kg) 0,04 0,25 1,44 1,00 1,08 2,40 4,50 14,20
Kucing
(1 kg) 0,03 0.23 0,41 0,29 1,00 2,20 4,10 13,00
Kera
(4 kg) 0,016 0,11 0,19 0,42 0,5 1,00 1,90 6,10
Anjing
(12 kg) 0,008 0,06 0,10 0,22 0,2 0,52 1,00 3,10
Manusia
(70 kg) 0,0026 0,018 0,31 0,07 0,13 0,16 0,32 1,00
(Sumber: Wang and Fischer 2009)
Binahong, Bawang Lanang dan Cengkeh
Kebutuhan manusia/hari : 3000 mg/70 kg
Konversi ke mencit adalah : 3000 mg x 0,0026 = 7,8 mg/20 gr
Sirsak
Kebutuhan manusia/hari : 750 mg/70 kg
Konversi ke mencit adalah : 750 mg x 0,0026 = 1,95 mg/20 gr
Ginseng
Kebutuhan manusia/hari : 10 ml/70 kg
Konversi ke mencit adalah : 10 ml x 0,0026 = 0,026 ml/20 gr
Dalam 10 ml ginseng mengandung 2000mg ekstrak ginseng,
sehingga diperoleh massa ginseng sebesar 5,2 mg/20 gr
10 ml
2000 mg=
0,026 ml
a mg
a =0,026 ml
10 mlx 2000 mg = 5,2 mg
78
Lampiran 20 Gambar Percobaan
Mencit & kandang Proses Penyemprotan
Ekstrak antioksidan Pengambilan sampel darah
Sampel darah Perataan sampel darah
79
Proses Fiksasi Proses pewarnaan
Proses pengeringan preparat Pengamatan
Perhitungan sel darah merah dengan aplikasi “Image Raster”
80
Lampiran 21 Sertifikat Laik Etik
81
Lampiran 22 Sertifikat Bebas Plagiasi