Upload
erwin-nur-cahyanto
View
116
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mineral lempung merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang berlimpah dan
belum dimanfaatkan secara optimal. Tanah lempung secara geolois adalah mineral alam dari
keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis (Karna, 2002). Bentonit
merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di beberapa wilayah Indonesia
diantaranya terdapat di sebagian besar daerah Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan, Jambi, dan Sumatera Utara (Soedjoko,
1987).
Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila bercampur dengan air
maka dapat mengembang. Prinsip mengubah permukaan dan pori – pori bentonit adalah
dengan melarutkan logam – logam yang terdapat pada pori – pori menjadi lebih luas (Supeno,
M dan Sembiring, S. B, 2007).
Lempung bentonit sangat menarik untuk diteliti karena lempung ini mempunyai
struktur berlapis dengan kemampuan mengembang (swelling) dan memiliki kation-kation
yang dapat ditukarkan. Meskipun lempung bentonit sangat berguna untuk adsorpsi, namun
kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut dapat diatasi melalui proses aktivasi
menggunakan asam (HCl, H2SO4 dan HNO3) sehingga dihasilkan lempung dengan
kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi. Asam sulfat merupakan asam yang memiliki bilangan
ekivalen H+ lebih tinggi dibanding dengan asam klorida ataupun asam nitrat. Aktivasi
lempung menggunakan asam akan menghasilkan lempung dengan situs aktif lebih besar dan
keasamaan permukan yang lebih besar, sehingga akan dihasilkan lempung dengan
kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi dibandingkan sebelum diaktivasi. (Suarya, P, 2008).
Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi lempung menggunakan
H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. Konsentrasi yang terlalu rendah
menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan situs aktif, sebaliknya rasio yang terlalu besar
akan menyebabkan rusaknya struktur lempung (Johnson and Maxwell, 1981).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Lempung
Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki partikel partikel
mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila dicampur dengna air”
(Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih kecil dari 2 mikron (=2μ), atau <5
mikron menurut sistem klasifikasi yang lain, disebut saja sebagai partikel berukuran lempung
daripada disebut lempung saja. Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran
koloid (<1μ) dan ukuran 2μ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral
lempung. Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran butirannya
saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya.
Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai berikut:
1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm
2. Permeabilitas rendah
3. Kenaikan air kapiler tinggi
4. Bersifat sangat kohesif
5. Kadar kembang susut yang tinggi
6. Proses konsolidasi lambat.
Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu macam
ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung saja, akan tetapi
dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan mungkin juga terdapat
campuran bahan organik.
2.2 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak
Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya memiliki sifat-sifat:
1. Hidrasi.
Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel lempung
hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh lapisanlapisan molekul air yang
disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada umumnya mempunyai tebal dua molekul
karena itu disebut sebagai lapisan difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda
adalah lapisan yang dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan
hilang pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan mengurangi
plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan pengeringan
udara saja.
2. Aktivitas.
Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi tanah
ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953) mendefinisikan aktivitas tanah
lempung sebagai perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang
lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam
persamaan:
Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai A 1,25<A<A<0,75
digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan tidak aktif. Aktivitas juga
berhubungan dengan kadar air potensial relatif. Nilainilai khas dari aktivitas dapat dilihat
pada Tabel 2.1.
3. Flokulasi dan Dispersi.
Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak mempunyai
bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto, ion- ion H+ dari air gaya Van
der Waals dan partikel berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau
bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk
flok (flock) yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan turun
dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas. Flokulasi adalah peristiwa
penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya
mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan
yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan
mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam.
4. Pengaruh Zat cair
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak murni secara
kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg, ASTM menentukan bahwa
air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion
dapat membuat hasil yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan
dengan air yang telah terkontaminasi.
Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu molekul air memiliki
muatan positif dan muatan negative pada ujung yang berbeda (dipolar). Fenomena hanya
terjadi pada air yang molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar
seperti karbon tetrakolrida (Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.
5. Sifat kembang susut (swelling potensial)
Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan air yang
mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam struktur tanah. Gaya tarik
yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang terdiri dari gaya elektrostatis yang
bergantung pada komposisi mineral, serta gaya van der Walls yang bergantung pada jarak
antar permukaan partikel. Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan
permukaan bermuatan likstik negatif dan ujung-ujungnya bermuatan posistif. Muatan negatif
ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat oleh suatu gaya
listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan seimbang antara gaya luar
dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah berubah sebagai akibat adanya
perubahan komposisi maupun keluar masuknya air tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak
antar partikel akan membentuk keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut
sebagai proses kembang susut.
2.3 Struktur Komposisi Mineral Lempung
Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang menghasilkan
susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran lebih kecil dari 0,002
mm. Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar dari mineral lempung terdiri dari
Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron. Satuan-satuan dasar tersebut bersatu
membentuk struktur lembaran . Jenis-jenis mineral lempung tergantung dari kombinasi
susunan satuan struktur dasar atau tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-
masing lembaran.
Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan alumunium
okthedra (Gambar 2-7). Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan kombinasi dari satuan
Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang dikelilingi pada sudutnya oleh
empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium Oktahedron merupakan kombinasi dari
satuan yang terdiri dari satu atom Alumina yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam
sisinya.
Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain dalam
kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari susunan
kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi tumpukan dari susunan
lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.
Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembaran
silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Å
(Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian rupa sehingga ujung dari
lembaran silika dan satu dari lepisan lembaran oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal.
Dalam kombinasi lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen
(Gambar 2-7b). Pada keadaan tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus
tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di
antara lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel
satuannya.
(b) Struktur atom kaolinite (Grim, 1959)
Halloysite, hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan lebih acak
ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika lapisan tunggal air
menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan berkelakuan lain. Maka, sifat
tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan berubah secara tajam jika tanah
dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah
bahwa bentuk partikelnya menyerupai silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite
yang berbentuk pelat-pelat.
Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk oleh dua
buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar2.8a). lembaran
oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan
hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b).
Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi parsial aluminium oleh magnesium. Karena
adanya gaya ikatan van der Waals yang lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat
kekurangan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-
pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil,
tapi pada waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang
mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air, yang
selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan perkerasan jalan
raya.
Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok
illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang
terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat
substitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra
terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium (Gambar 2-9). Lembaran-lembaran terikat
besamasama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara lembaranlembarannya.
Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada ikatan hidrogen yang mengikat
satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat daripada ikatan ionik yang membentuk kristal
montmorillonite. Susunan Illite tidak mengembang oleh gerakan air di antara lembaran-
lembarannya.
Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif. Sebagai contoh,
kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering maupun jenuh air. Tetapi, jika air
berada pada lapisan pasir yang tidak padat, beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran
lainnya sangat mempengaruhi kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya
tanah lempung akan banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas
permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi plastisitas
tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor yang mempengaruhi
kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg digunakan untuk keperluan identifikasi
tanah ini.
2.4 Logam yang dapat di absorbsi oleh lempung
Secara alami, lempung telah berperan dalam mengikat polutan-polutan yang dibawa
oleh air di permukaan atau di dalam tanah. Peran tersebut terjadi melalui peristiwa adsorpsi
dan/atau pertukaran ion (Bhattacharyya & Gupta, 2007) . Ini ditunjang oleh struktur berlapis
yang dapat bersifat netral atau bermuatan listrik, disamping adanya ruang-ruang di antara
lapisan yang ditempati oleh molekul air dan ion di dalam lempung. Oleh karena itu pula
lempung selalu digunakan untuk melepaskan ion-ion logam atau senyawa organik yang tidak
berguna dari dalam air. Beberapa diantaranya adalah adsorpsi kation Pb(II), Cd(II) dan Ni(II)
oleh lempung kaolinit dan montmorilonit (Gupta & Bhattacharyya, 2008), Cu(II) oleh
bentonit alam dan aktif (Eren & Afsin, 2008), menghilangkan zat warna oleh lempung
sepiolit (Eren & Afsin, 2007) dan nano-lempung (Liu & Zhang, 2007) serta menghilangkan
kontaminan biologi, organik dan anorganik dalam air minum oleh lempung alam dan
kompositnya (Srinivasan, 2011). Lempung alam Cengar dijumpai di tepi anak sungai
Kuantan di Desa Cengar Kuansing Propinsi Riau. Di anak sungai ini mengalir air yang jernih,
tidak sebagaimana biasanya air di batang sungai Kuantan, sebagai sungai induk yang keruh.
Penelitian ini mencoba mengamati kebolehan lempung alam Cengar sebagai adsorben logam
berat (khususnya kation dari logam Co) dari dalam air dengan memfokuskan kajian pada
aspek mekanisme, keseimbangan dan termodinamika proses adsorpsi.
2. Adsorpsi
Adsorpsi adalah peristiwa penyerapan suatu zat pada permukaan zat lain. Zat yang
diserap disebut adsorbat (fase terserap), sedangkan zat yang menyerap disebut adsorber.
Adsorpsi juga didefinisikan sebagai gejala yang ditimbulkan pada permukaan. Dengan
demikian, banyak sedikitnya zat yang dapat diadsorpsi tergantung pada luas permukaan zat
pengadsorpsi, dimana semakin besar luas permukaan, maka semakin banyak zat yang diserap.
Berdasarkan pada interaksi yang terjadi antara adsorber dengan adsorbat, adsorpsi
dibedakan menjadi tiga macam yaitu: adsorpsi fisika, adsorpsi kimia dan adsorpsi pertukaran.
(a) Adsorpsi Fisika; Adsorpsi fisika disebabkan oleh gaya Van der Walls yang ada pada
permukaan adsorben. Panas adsorpsi biasanya rendah dan lapisan yang terjadi pada
permukaan adsorben biasanya lebih dari satu molekul, (b) Adsorpsi Kimia; Adsorpsi kimia
disebabkan oleh adanya reaksi antara zat yang diserap dengan adsorber. Lapisan molekul
pada adsorber hanya satu lapis dan panas adsorpsi yang menyertai adsorpsi kimia relatif
tinggi. Adsorpsi ini biasanya terjadi secara irreversible, dan (c) Adsorpsi pertukaran;
Adsorpsi pertukaran adalah adsorpsi yang terjadi karena gaya tarik listrik antara adsorbat dan
permukaan adsorber. Adsorpsi pertukaran anion dan pertukaran kation termasuk dalam
kelompok ini. Adsorpsi bersifat selektif, karena yang diadsorpsi hanya zat terlarut atau
pelarut. Jumlah zat yang diadsorpsi oleh adsorber bergantung pada konsentrasi zat terlarut.
Namun demikian, bila adsorber sudah jenuh, konsentrasi tidak lagi berpengaruh.
Kebergantungan jumlah zat yang diadsorpsi pada konsentrasi kesetimbangan disebut isoterm
adsorpsi. Persamaan Freundlich dan Langmuir sering digunakan untuk menentukan isoterm
adsorpsi. Freundlich mengajukan suatu isoterm yang dapat dikembangkan secara empiris.
Isoterm adsorpsi dalam banyak larutan encer dirumuskan oleh Freundlich
2. Aktivasi Lempung
Menurut Andhika, O. (2005), lempung yang diaktivasi dengan asam kuat HCl pada
rentang 1 sampai 12 M pada temperatur kalsinasi 500 sampai 600 0C, proses aktivasi mampu
meningkatkan luas permukaan spesifik dan volume pori lempung. Peningkatan konsentrasi
HCl menambah kapasitas adsorpsi, sedangkan peningkatan temperatur kalsinasi menurunkan
kapasitas adsorpsi. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ramlawati (2006), Zeolit yang
diaktivasi pada suhu 350 0C selama 4 jam memiliki daya adsorpsi maksimum terhadap ion
Cu2+, sedangkan pada suhu aktivasi diatas 350 0C menurunkan daya adsorpsi terhadap ion
Cu2+. Aktivasi lempung bentonit dilakukan untuk menaikkan kapasitas adsorbsi dan
mendapatkan sifat bentonit yang diinginkan. Aktivasi bentonit dipengaruhi oleh konsentrasi
asam, biasanya dipakai asam sulfat. Selain itu, perlu diperhatikan sifat dasar, distribusi
ukuran pori, keasaman dan nilai SiO2, atau Al2O3 dalam bentonit (Anonim, 2005).
2. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan sampel lempung alam dari.........................berukuran 100 s/d 200
mesh. Adapun prosedur penelitiannya adalah sebagai berikut:
A. Prosedur Kerja
1. Preparasi Lempung
Tanah lempung yang diperoleh dari Kabupaten ............ memiliki komposisi kimia yang
terdiri dari SiO2 72,125%, CaO 0,17%, MgO 0,32%, Al2O3 13,15%, Fe2O3 8,45%, H2O
1,55%, LOI 3,55% (Dinas Pertambangan dan Energi SUL-SEL, 2002). Bongkahan lempung
alam digerus, kemudian diayak dengan ukuran -100 s/d +200 mesh. Lempung yang
berukuran -100 s/d +200 mesh dipanaskan dalam tanur (aktivasi fisika) pada suhu 350 oC
selama 3 jam.
2. Penentuan kapasitas adsorpsi lempung
a. Penentuan Waktu Kontak Optimum
Sebanyak 1 gram lempung aktif dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer 250 mL yang berisi
50 mL larutan fosfat dengan konsentrasi 20 ppm. Suspensi dikocok dengan rotary shaker 140
rpm dengan variasi waktu kontak 1; 3; 7; 8; 9; 10; dan 11 jam pada suhu kamar. Suspensi
disaring dengan kertas saring Whatman No.42, dicuci dan dicukupkan volumenya dalam labu
ukur 100 mL sampai tanda tera. Filtrat diukur absorbansinya dengan menggunakan
Spektrofotometer UV-Vis pada λ 890 nm.
b. Penentuan Kapasitas Adsorpsi
50 ml larutan fosfat dengan konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 ppm. Masing-masing
ditambahkan lempung aktif sebanyak 1 gram. Suspensi dikocok dengan rotary shaker 140
rpm selama waktu optimum pada suhu kamar. Suspensi disaring dengan kertas saring
whatman No. 42, dicuci dan dicukupkan volumenya dalam labu ukur 100 mL sampai tanda
tera. Filtrat diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer UV-Vis λ 890 nm.
c. Analisis Ion Fosfat dengan Spektrofotometer UV-Vis
Sebanyak 50 mL filtrat masing-masing suspensi dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 1
tetes indikator fenolftalin ditambahkan ke dalam larutan. Jika terbentuk warna merah muda,
ditambahkan tetes demi tetes H2SO4 5 N sampai warna hilang. Sebanyak 8 mL larutan
campuran ditambahkan ke dalam larutan dan dihomogenkan, kemudian didiamkan selama 30
menit. Larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer UV-Vis pada λ 890 nm
kemudian dibuat grafik antara konsentrasi dan absorbansi lalu grafik diplotkan pad kurva
larutan standar.