Upload
luthfi-raditya
View
111
Download
12
Embed Size (px)
Citation preview
SEDIMENTOLOGI LAUT
“ LINGKUNGAN PENGENDAPAN ”
Oleh :
MOCHAMAD LUTHFI RADITYA
K2D 009 090
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2013
I. Konsep Lingkungan Pengendapan
Lingkungan pengendapan adalah tempat mengendapnya material sedimen beserta kondisi
fisik, kimia, dan biologi yang mencirikan terjadinya mekanisme pengendapan tertentu (Gould,
1972). Interpretasi lingkungan pengendapan dapat ditentukan dari struktur sedimen yang
terbentuk. Struktur sedimen tersebut digunakan secara meluas dalam memecahkan beberapa
macam masalah geologi, karena struktur ini terbentuk pada tempat dan waktu pengendapan,
sehingga struktur ini merupakan kriteria yang sangat berguna untuk interpretasi lingkungan
pengendapan. Terjadinya struktur-struktur sedimen tersebut disebabkan oleh mekanisme
pengendapan dan kondisi serta lingkungan pengendapan tertentu.
Beberapa aspek lingkungan sedimentasi purba yang dapat dievaluasi dari data struktur
sedimen di antaranya adalah mekanisme transportasi sedimen, arah aliran arus purba, kedalaman
air relatif, dan kecepatan arus relatif. Selain itu beberapa struktur sedimen dapat juga digunakan
untuk menentukan atas dan bawah suatu lapisan.
Didalam sedimen umumnya turut terendapkan sisa-sisa organisme atau tumbuhan, yang
karena tertimbun,terawetkan. Dan selama proses Diagenesis tidak rusak dan turut menjadi bagian
dari batuan sedimen atau membentuk lapisan batuan sedimen. Sisa-sia organisme atau tumbuhan
yang terawetkan ini dinamakan fossil. Jadi fosill adalah bukti atau sisa-sisa kehidupan zaman
lampau. Dapat berupa sisa organisme atau tumbuhan, seperti cangkang kerang, tulang atau gigi
maupun jejak ataupun cetakan. Dari studi lingkungan pengendapan dapat digambarkan atau
direkontruksi geografi purba dimana pengendapan terjadi.
Lingkungan pengendapan merupakan keseluruhan dari kondisi fisik, kimia dan biologi
pada tempat dimana material sedimen terakumulasi. (Krumbein dan Sloss, 1963) Jadi,
lingkungan pengendapan merupakan suatu lingkungan tempat terkumpulnya material sedimen
yang dipengaruhi oleh aspek fisik, kimia dan biologi yang dapat mempengaruhi karakteristik
sedimen yang dihasilkannya.
Secara umum dikenal 3 lingkungan pengendapan, lingkungan darat transisi, dan laut.
Beberapa contoh lingkungan darat misalnya endapan sungai dan endapan danau, ditransport oleh
air, juga dikenal dengan endapan gurun dan glestsyer yang diendapkan oleh angin yang
dinamakan eolian. Endapan transisi merupakan endapan yang terdapat di daerah antara darat dan
laut seperti delta,lagoon, dan litorial. Sedangkan yang termasuk endapan laut adalah endapan-
endapan neritik, batial, dan abisal. Contoh Lingkungan Pengendapan Pantai : Proses Fisik :
ombak dan akifitas gelombang laut, Proses Kimia : pelarutan dan pengendapan dan Proses
Biologi : Burrowing. Ketiga proses tersebut berasosiasi dan membentuk karakteristik pasir
pantai, sebagai material sedimen yang meliputi geometri, tekstur sedimen, struktur dan
mineralogy.
II. Parameter Lingkungan Pengendapan
1. Parameter fisik meliputi elemen static dan dinamik dari lingkungan pengendapan.
Elemen fisik.
Elemen fisik statis meliputi geometri cekungan (Basin); material yang diendapkan
seperti kerakal silisiklastik, pasir, dan lumpur; kedalaman air; suhu; dan
kelembapan.
Elemen fisik dinamik adalah faktor seperti energy dan arah aliran dari angin, air
dan es; air hujan; dan hujan salju.
2. Parameter kimia termasuk salinitas, pH, Eh, dan karbondioksida dan oksigen yang
merupakan bagian dari air yang terdapat pada lingkungan pengendapan.
3. Parameter biologi dari lingkungan pengendapan dapat dipertimbangkan untuk meliputi
kedua-duanya dari aktifitas organism, seperti pertumbuhan tanaman, penggalian,
pengeboran, sedimen hasil pencernaan, dan pengambilan dari silica dan kalsium karbonat
yang berbentuk material rangka. Dan kehadiran dari sisa organism disebut sebagai
material pengendapan.
III. Proses Sedimentasi dan Produknya
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur
khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies
sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan
karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan. Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan
yang memperlihatkan suatu pengendapan pada lingkungan.
Proses Pengendapan Di Air Dan Darat
Proses pengendapan di air, terbentuknya berupa timbunan di laut dan akan berakhir di air
hangat. Namun pada kenyataan yang sering dijumpai, beberapa dikarenakan oleh aliran sungai.
Ini juga termasuk timbunan di danau dan delta. Keseluruhan proses pengendapan hingga saat ini
dapat diamati dalam berbagai bentuk walaupun ada beberapa aspek pengendapan yang tidak
sempurna. Kemungkinan ini digunakan untuk mengklasifikasikan cara utama dimana material
mengendap karena perpindahan air.
Proses pengendapan di daratan, sebagai tempat awal, tertransportasikan oleh arus sungai
yang deras. Batuan yang terpisah / tanah yang tererosi akan dibawa oleh aliran sungai, mulai dari
dasar hingga menuju puncaknya. Selama arus bergerak membelok dan memasuki area,
kecepatannya akan menurun dan semakin banyaknya muatan yang dibawa akan terendap pada
kerucut aluvial atau kipas aluvial. Endapan akan dapat dibedakan disekitar pegunungan dan
sering dijumpai pada derah yang luas dan dalam. Banyak material sedimen ditemukan di daratan
pesisir di Amerika dan kemungkinan terbentuk di daerah tersebut. Timbunan menunjukkan
stratigrafi yang berasal dari formasi alaminya, dan karena perubahan volume aliran sungai yang
deras, lapisan yang ada di dekatnya akan menjadi sangat berubah. Timbunan kerucut aluvial
selalu menunjukkan perbedaan utama dari endapan kasar [termasuk bongkahan] di puncak
dengan lempung di luarnya. Jika proses erosi terus berlanjut tanpa adanya pergerakan bumi,
material yang ada di kerucut alivisl akan tererosi sendirinya.
Tingkat akhir dalam proses pertumbuhan sungai juga menjadi faktor proses pengendapan.
Setelah sungai mencapai tingkat dewasa, akan bertambah volume pengangkatan material
sedimennya. Natural leeves akan terbentuk pada saluran sungai dan pada saat itu juga air meluap,
mengisi area lain disetiap sampingnya dimana proses pengendapannya lambat. Area ini lebih
dikenal sebagai alluvial / plain. Timbunan material di area tersebut juga akan terstratigrafikan.
Didaerah padang pasir, sungai mengalir menuju ke cekungan dalam yang kering / terisi air yang
dangkal. Pengendapannya terjadi di bebrapa daerah dimana ketika air meluap membawa banyak
material. Jika pergerakan bumi mendukung proses pengendapan, dalamnya timbunan akan
menjadi seimbang dan kejadian ini ternyata sudah berlangsung dari waktu yang cukup lama.
Material akan terstratigrafikan, namun banyak juga yang hilang. Material tersebut bervariasi,
biasanya mencakup lapisan garam dan gypsum. Sungai mengalir menuju danau dan membawa
timbunan kemudian menuju delta dan laut.
Pengendapan di laut biasanya terbentuk dalam 3 daerah, yaitu :
1. Zona pantai
2. Zona dangkalan
3. Zona laut dalam
Material pada zona pantai memiliki keadaan alami secara sementara, sejak timbul di garis pantai
dan akan berubah secara tetap. Material ini didominasi oleh materioal kasar [pasir dan kerikil].
Transportasi
Proses transprtasi adalah proses perpindahan / pengangkutan material yang diakibatkan
oleh tenaga kinetis yang ada pada sungai sebagai efek dari gaya gravitasi. Sungai mengangkut
material hasil erosinya dengan berbagai cara, yaitu
a). Traksi, yaitu material yang diangkut akan terseret pada dasar sungai.
b). Rolling, yaitu material akan terangkut dengan cara menggelinding pada dasar sungai.
c). Saltasi, yaitu material akan terangkut dengan cara meloncat pada dasar sungai.
d). Suspensi, yaitu proses pengangkutan material secara mengambang dan bercampur dengan
air sehingga menyebabkan air sungai menjadi keruh.
e). Solution, yaitu pengangkutan material larut dalam air dan membentuk larutan kimia.
Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses pengendapan material karena aliran sungai tidak
mampu lagi mengangkut material yang dibawanya. Apabila tenaga angkut semakin berkurang,
maka material yang berukuran besar dan lebih berat akan terendapkan terlebih dahulu, baru
kemudian material yang lebih halus dan ringan. Bagian sungai yang paling efektif untuk proses
pengendapan ini adalah bagian hilir atau pada bagian slip of slope pada kelokan sungai, karena
biasanya pada bagian kelokan ini terjadi pengurangan energi yang cukup besar. Ukuran material
yang diendapkan berbanding lurus dengan besarnya energi pengangkut, sehingga semakin ke
arah hilir, energi semakin kecil, material yang diendapkanpun semakin halus.
Sedimentasi adalah terbawanya material hasil dari pengikisan dan pelapukan oleh air, angin atau
gletser ke suatu wilayah yang kemudian diendapkan. Semua batuan hasil pelapukan dan
pengikisan yang diendapkan lama kelamaan akan menjadi batuan sedimen. Hasil proses
sedimentasi di suatu tempat dengan tempat lain akan berbeda.
Pengendapan oleh air laut
Batuan hasil pengendapan oleh air laut disebut sedimen marine. Pengendapan oleh air
laut dikarenakan adanya gelombang. Bentang alam hasil pengendapan oleh air laut, antara lain
pesisir, spit, tombolo, dan penghalang pantai. Pesisir merupakan wilayah pengendapan di
sepanjang pantai. Biasanya terdiri dari material pasir. Ukuran dan komposisi material di pantai
sangat bervariasi tergantung pada perubahan kondisi cuaca, arah angin, dan arus laut. Arus pantai
mengangkut material yang ada di sepanjang pantai. Jika terjadi perubahan arah, maka arus pantai
akan tetap mengangkut material material ke laut yang dalam. Ketika material masuk ke laut yang
dalam, terjadi pengendapan material. Setelah sekian lama, terdapat akumulasi material yang ada
di atas permukaan laut. Akumulasi material itu disebut spit. Jika arus pantai terus berlanjut, spit
akan semakin panjang. Kadang kadang spit terbentuk melewati teluk dan membetuk penghalang
pantai (barrier beach).
Pengendapan oleh angin
Sedimen hasil pengendapan oleh angin disebut sedimen aeolis. Bentang alam hasil
pengendapan oleh angin dapat berupa gumuk pasir (sand dune). Gumuk pantai dapat terjadi di
daerah pantai maupun gurun. Gumuk pasir terjadi bila terjadi akumulasi pasir yang cukup
banyak dan tiupan angin yang kuat. Angin mengangkut dan mengedapkan pasir di suatu tempat
secara bertahap sehingga terbentuk timbunan pasir yang disebut gumuk pasir.
Pengendapan oleh gletser
Sedimen hasil pengendapan oleh gletser disebut sedimen glacial. Bentang alam hasil
pengendapan oleh gletser adalah bentuk lembah yang semula berbentuk V menjadi U. Pada saat
musim semi tiba, terjadi pengikisan oleh gletser yang meluncur menuruni lembah. Batuan atau
tanah hasil pengikisan juga menuruni lereng dan mengendap di lembah. Akibatnya, lembah yang
semula berbentuk V menjadi berbentuk U.
1. Deposisi
Pengendapan – Terjadi saat pengangkutan partikel yang membutuhkan energi dan terjadi
pada waktu yang relatif singkat. Endapan tersusun atas butiran – butiran mineral. Dapat
juga menghasilkan endapan kimia pada kondisi yang berbeda.
2. Litifikasi
Terjadi dalam beberapa tahap, All taken together are termed Diagenesis.
a). Kompaksi - Squeezing out of water.
b). Sementasi - Precipitation of chemical cement from trapped water and circulating
water.
c). Rekristalisasi-Growth of grains in response to new equilibrium conditions
IV. Hubungan Lingkungan Sedimentasi dan Fasies Sedimentasi
Walaupun para ahli geologi setuju pada hasil pengertian dari lingkungan pengendapan,
mereka ternyata menemukan kesulitan dalam penyusunan pengertian yang tepat dari lingkungan
pengendapan ini. Sebagai ilustrasinya, lingkungan sedimen telah digambarkan dalam beberapa
variasi yaitu :
1. Tempat pengendapan dan kondisi fisika, kimia, dan biologi yang menunjukkan sifat khas
dari setting pengendapan [Gould, 1972].
2. Kompleks dari kondisi fisika, kimia, dan biologi yang tertimbun [Krumbein dan Sloss,
1963].
3. Bagian dari permukaan bumi dimana menerangkan kondisi fisika, kimia, dan biologi dari
daerah yang berdekatan [Selley, 1978].
4. Unit spasial pada kondisi fisika, kimia, dan biologi scara eksternal dan mempengaruhi
pertumbuhan sedimen secara konstan untuk membentuk pengendapan yang khas [Shepard
dan Moore, 1955].
Definisi tersebut memang berbeda, tetapi pada umumnya memberikan tekanan pada
kondisi fisika, kimia, dan biologi. Pada konteks ini, lingkungan pengendapan mengarah pada unit
geomorfik dimana terjadi pengendapan. Lingkungan ini dibentuk dari parameter khusus fisika,
kimia, dan biologi yang sesuai terhadap unit geomorfik dari geometri dan ukuran partikular.
Proses ini akan mengoperasikan tingkat dan ntensitas yang menghasilkan tekstur khas, struktur,
dan sifat lainnya, sehingga pengendapan yang khusus akhirnya terbentuk. Sebagai contohnya,
pantai akan mempertimbangkan unit geomorfik dari ukuran dan bentuk tertentu, proses fisika
tertentu [gelombang dan aktivitas arus], proses kimia [solusi dan presipitasi], dan proses biologi
[penggalian, sedimen ingestion, dan aktivitas serupa] yang terjadi untuk menghasilkan badan
pasir pantai yang khas oleh partikular geometri, tekstur dan struktur sedimen, dan mineralogi.
Fasies menunjukkan unit stratigrafi yang mengacu pada aspek litologi, struktural, dan karakter
organisme yang dapat dikenali di lapangan.
Tiap lingkungan sedimen memiliki karakteristik akibat parameter fisika, kimia, dan
biologi dalam fungsinya untuk menghasilkan suatu badan karakteristik sedimen oleh tekstur
khusus, struktur, dan sifat komposisi. Hal tersebut biasa disebut sebagai fasies. Istilah fasies
sendiri akan mengarah kepada perbedaan unit stratigrafi akibat pengaruh litologi, struktur, dan
karakteristik organik yang terdeteksi di lapangan.
Fasies sedimen merupakan suatu unit batuan yang memperlihatkan suatu pengendapan
pada lingkungan Interpretasi lingkungan umumnya menghambat karena adanya suatu kenyataan
mengenai kecenderungan fasies yang sama yang dihasilkan pada setting lingkungan yang
berbeda. Hal tersebut sering terjadi sehingga akan membuat suatu penyajian lingkungan yang
khas pada suatu dasar fasies pengendapan tunggal. Sebagai contohnya, perlapisan silang siur dari
batupasir dapat dibentuk karena transportasi angin dan air. Jika terendap pada air, mereka akan
terbentuk pada suatu pantai, sungai, pada saluran pasang surut, pada dangkalan samudera, atau
pada lingkungan yang lain dimana proses traksi dapat berlangsung. Interpretasi lingkungan akan
dapat kita kuasai jika kita mampu mempelajari hubungan fasies dengan urutan yang benar
dibandingkan dengan fasies tunggal. Hubungan suatu fasies dapat digagaskan dalam pembagian
grup fasies yang terjadi secara bersama – sama yang selanjutnya akan berkaitan dengan
lingkungan. Sebagai contohnya, jika pada perlapisan silang siur batupasir asosiasi terdekatnya
adalah dengan terkandungnya tanah, batubara, atau serpih lanauan yang mengandung akar, daun,
dan batang, kita bisa membuat interpretasi pengendapannya pada sistem sungai. Dalam
mempelajari hubungan fasies dan urutannya, kita harus benar – benar memperhatikan keadaan
alami dari kontak hubungan antara fasies dan derajat urutan baik acak maupun tidak. Dengan
adanya aplikasi dari prinsip stratigrafi, kita dapat menduga hubungan dari dua fasies karena
kontak derajat atau penggambaran batas dari pendekatan lateral. Sementara itu, hubungan fasies
karena kenaikan atau akibat erosi perbatasan yang mungkin dapat menggambarkan
lingkungannya ataupun tidak, pada pendekatan lateral. Pada kenyataannya, fasies karena kontak
erosi umumnya menandakan perubahan dari kondisi pengendapan dan menjadi permulaan siklus
sedimentasi yang baru. Fasies di dalam hubungan partikular akan tersebar vertikal pada suatu
cara pengacakan yang nyata atau mungkin menunjukkan pola tertentu dari perubahan vertikal.
Dua tipe umum dari perubahan fasies vertikal yaitu Coarsening Upward Sequence dan Fining
Upward Sequence.
Coarsening-upward sequences menunjukkan adanya penambahan kenaikan ukuran butir
dari dasar erosi atau kenaikannya. Hal ini menunjukkan peningkatan energi arus
pengendapan.
Fining-upward sequences sendiri merupakan kebalikannya, yaitu ukuran butir akan
semakin halus dari puncak erosinya. Menunjukkan penurunan energi arus pengendapan
V. Dasar-dasar Analisis Lingkungan
Pengenalan lingkungan sedimen didasarkan pada dua kriteria pokok:
1. Kriteria berdasarkan komponen pengendapan primer
a). Kriteria fisik
Geometri unit fasies, menunjukkan bentuk 3 dimensi dari tubuh sedimen, antara
lain:
bentuk equidimensional, seperti lembaran atau selimut, prisma
bentuk elongate, seperti pods, rebbon atau shoestring, dendroids (Potter, 1962).
Litologi, unit sedimen gross litologi merupakan indicator lingkungan pengendapan
yang sangat umum. Contohnya, tend batugamping menjadi deposit karena suhu
hangat. shelves laut dangkal.
Asosiasi fasies menyamping dan vertikal, hubungannya dengan pengamatan
outcrop atau penentuan data bagian permukaan, sangat penting untuk membedakan
lingkungan
Struktur sedimen, penting untuk indikator lingkungan karena dibentuk oleh proses
pengendapan, terutama yang terbentuk di lingkungan pengendapan.
b). Kriteria geokimia
Komposisi unsur utama batuan sedimen silisiklastik berfungsi sebagai komposisi kimia
partikel silisiklastik yang membentuk batuan.
c). Kriteria biologi
Digunakan untuk rekonstruksi paleoenvironmental, fosil adalah salah satu yang sangat
berguna
2. Kriteria berdasarkan kenampakan sedimen
a). Kenampakan ukuran dari log sumur mekanik, meliputi resistivity, sonic velocity, dan
radioaktivity.
b). Kenampakan interpretasi dari pengukuran sumur log meliputi density/porosity, ukuran
butir, litologi, dip perlapisan.
3. Karakteristik dari interpretasi darai reakaman refleksi seismic, antara lain hubungan
kontak utama (uniformity, comformity), strata kontinuitas, dip strata, identifikasi unit
fasies seismik.
VI. Klasifikasi Lingkungan Pengendapan
Klasifikasi lingkungan pengendapan dapat dibedakan menjadi:
a). kontinetal, antara lain gurun atau eolian, fluvial termasuk braided river dan point bar
river, dan limnic.
b). peralihan, termasuk delta. lobate, esturine, litoral (pantai, laguna, dan barrier islands,
offshore bar, tidal flat.
c). marine, meliputi neritis atau laut dangkal, deep neiritis, batial, abisal.
VII. Fasies Model
Model fasies adalah miniatur umum dari sedimen yang spesifik. Model fasies dapat
diiterpretasikan sebagai urutan ideal dari fasies dengan diagram blok atau grafik dan kesamaan.
Ringkasan model ini menunjukkan sebagaio ukuran yang bertujuan untuk membandingkan
framework dan sebagai penunjuk observasi masa depan. model fasies memberikan prediksi dari
situasi geologi yang baru dan bentuk dasar dari interpretasi lingkungan. pada kondisi akhir
hidrodinamik. Model fasies merupakan suatu cara untuk menyederhanakan, menyajikan,
mengelompokkan, dan menginterpretasikan data yang diperoleh secara acak.
Ada bermacam-macam tipe fasies model, diantaranya adalah :
a). Model Geometrik berupa peta topografi, cross section, diagram blok tiga dimensi, dan
bentuk lain ilustrasi grafik dasar pengendapan framework Model Geometrik empat
dimensi adalah perubahan portray dalam erosi dan deposisi oleh waktu.
b). Model statistik digunakan oleh pekerja teknik, seperti regresi linear multiple, analisis
trend permukaaan dan analisis faktor. Statistika model berfungsi untuk mengetahui
beberapa parameter lingkungan pengendapan atau memprediksi respon dari suatu elemen
dengan elemen lain dalam sebuah proses-respon model.
Provenance, Proses, dan Diagenesis Sedimen
Batuan sedimen berasal dari pelapukan dan erosi batuan yang telah ada sebelumnya.
Sedimen tertransportasi oleh bermacam-macam agen termasuk gravitasi, air yang mengalir,
angin dan es yang bergerak (gletser). Sediment tersebut akan berpindah dari asalnya ke tempat-
tempat pengendapan yang beragam. Di tempat tersebut sedimen diendapkan dalam berbagai
macam litofasies yang karakternya tergantung pada lingkungan pengendapannya. Setelah
pengendapan dan terjadinya timbunan sedimen, akumulasi sedimen itu mengalami diagenesis.
Proses-peroses fisika, kimia dan biologi mengakibatkan: (1) perubahan dari sediment menjadi
batuan sediment, (2) terjadinya modifikasi pada tekstur dan mineralogi pada batuan. Diagenesis
berlawanan dengan pelapukan karena proses pelapukan merupakan perubahan dari batuan
menjadi tanah. Arah reaksi keduanya berlawanan. Pada pelapukan terjadi degradasi dan proses
yang mengakibatkan batuan menjadi lepas, terdiri dari mineral yang stabil pada permukaan
bumi, sedangkan pada diagenesis material sedimen berubah menjadi lebih padu.
Pelapukan dan Provenance
Sifat endapan sediment pada berbagai lingkungan tergantung pada beberapa faktor yaitu :
1. Sumber atau tempat sediment itu berasal, yang mengontrol jenis material yang terdapat
sebagai sedimen.
2. Pelapukan dan transportasi, yang mengontrol perubahan-perubahan yang terjadi pada
material sedimen.
3. Keadaan lingkungan pengendapan sedimen.
Pelapukan
Pelapukan secara umum terbagi menjadi proses yaitu:
1. Proses fisika yang disebut sebagai disintegrasi
2. Proses kimia yang disebut dekomposisi.
Prinsip disintegrasi pada pembentukan tanah atau sedimen yaitu berkurangnya ukuran butir tanpa
perubahan pada komposisi kimianya. Hal ini terjadi akibat penghancuran secara fisika melalui:
Abrasi, yaitu proses penggerusan batuan oleh agen transport seperti air dan es.
Frost Action, yaitu proses pembekuan air dalam batuan. Hal ini mengakibatkan batuan
terpecah akibat bertambahnya volume air ketika membeku.
Aktivitas biologi, di antaranya rekahan pada batuan karena pertumbuhan akar.
Berkurangnya ukuran butir mengakibatkan bertambahnya luas permukaan partikel, hal ini
tentunya akan meningkatkan laju reaksi kimia yang terjadi selama proses dekomposisi.
Proses dekomposisi diantaranya oksidasi, reduksi, solusi (larut), hidrasi, dan hidrolisis.
Oksidasi adalah proses dimana bilangan oksidasi (valensi) suatu ion meningkat sedangkan
reduksi adalah kebalikannya. Salah satu proses oksidasi yang umum pada pelapukan yaitu
oksidasi pada besi. Contohnya adalah magnetit, suatu mineral yang umum ditemukan pada
batuan beku, sedimen dan metamorf yang berubah menjadi mineral hasil pelapukan yang umum
yaitu hematite.
4Fe2O3.FeO + O2 ---> 6 Fe2O3
Magnetit + Oksigen hematite
(Contoh proses reduksi yaitu pembentukan pirit pada kondisi anaerobik.)
Air berperan sangat penting dalam proses dekomposisi sebagai pelarut atau reaktan.
Contohnya air dan asam pada larutan merupakan dua agen pelarut utama. Pelarutan adalah
proses yang mana material yang dapat larut terlarut, atau pecah menjadi ion. Contohnya yaitu
dekomposisi pada piroksen:
(Mg, Fe, Ca)SiO3 + 2 H+ + H2O ---> Mg2+ + Fe2+ + Ca2+ + H4SiO4
Piroksen + Ion Hidrogen + air Ion Mg, Fe, Ca + molekul silicic acid
Reaksi yang sama terjadi pada mineral ferromagnesian silicates yang lain. Ion Ca, Mg
dan silicic acid yang dihasilkan pada reaksi ini tertransportasikan jauh melalui larutan,
sedangkan ion Fe mungkin mengalami oksidasi atau hidrasi atau keduanya dan terpresipitasi
sebagai hematite atau geotit. Hal yang sama, mineral karbonat terlarutkan menghasilkan ion Ca,
Mg dan molekul bikarbonat, yang semuanya tertransportasi sebagai larutan.
Air juga penting dalam hidrasi dan hidroslisis. Hidrasi adalah reaksi air dan komponen
yang lain yang menghasilkan fase lain. Contohnya, goetit yang dihasilkan dari hematite melalui
reaksi hidrasi:
Fe2O3 + H2O ---> 2 FeOOH
Hidrolisis adalah reaksi kelebihan H+ atau OH- yang dihasilkan reaksi yang
bersangkutan. Reaksi hidrolisis terlihat sebagai reaksi penggantian kation suatu struktur mineral
oleh hydrogen. Contohnya, pelapukan olivine menjadi silicic acid, ion Fe dan Mg, dimana
hydrogen menggantikan Mg dan Fe.
(Mg, Fe)2SiO4 + 4 H2O ---> xMg2+ + 2-xFe2+ + H4SiO4 + 4 (OH)-
Hal yang sama terjadi pada hidrolisis feldspar dan segera setelah itu membentuk mineral
lempung kaolinit :
KAlSi3O8 +H2O ---> HAlSi3O8 + K+ + OH-
2 HAlSi3O8 + 9 H2O ---> Al2Si2O5(OH)4 + 4 H4SiO4
Setiap proses dekomposisi adalah perubahan mineral yang tidak stabil pada permukaan
bumi berubah menjadi mineral, molekul, atau ion yang lebih stabil dibawah kondisi permukaan.
Produk utama pada proses ini yaitu kuarsa, mineral lempung, oksida besi, dan ion seperti Ca2+
dan Mg2+. Tiga produk hasil pelapukan karbonat berupa ion Ca dan Mg-, Mineral lempung, dan
kuarsa serta opal dihasilkan dari proses yang kira-kira sama dengan umur bumi yaitu 4,5 miliar
tahun.
Kestabilan relatif dari mineral selama proses pelapukan dikemukakan oleh Goldich
(1938) yang merupakan kebalikan dari Deret Bowen. Dia menemukan bahwa Olivine, Augite
(klinopiroksen), dan Ca-plagioklas lebih mudah terlapukan dibandingkan dengan kuarsa dan
muskovit. Walaupun secara umum hal ini benar, proses pelapukan lebih rumit dari perkiraan. Hal
lain yang mempengaruhi adalah iklim, mikroba dan tanaman dan asam yang dihasilkannya.
Olivine, augite, dan plagioklas mengandung unsur Mg, Na, K, Ca, yang mudah telepas melalui
pemecahan ikatan ion dengan oksigen. Si, Al, dan Ti membentuk ikatan kovalen dengan oksigen
yang lebih sulit untuk pecah, yang mencegah pemecahan mineral seperti kuarsa.
Provenance
Provenance adalah sumber material sedimen, yang merupakan faktor utama yang
menentukan komposisi sedimen. Faktor provenance mengontrol proses pelapukan dan sifat
sedimen yang dapat disuplai oleh berbagai macam agen. Faktor ini diantaranya relief dan elevasi
yang merupakan fungsi dari setting tektonik, iklim dan vegetasi yang bersangkutan, serta
komposisi dari batuan asal. Pada komposisi batuan asal kita bisa mengambil contoh yang
sederhana, bila batuan asalnya banyak mengandung kuarsa maka sedimen yang dihasilkan akan
banyak mengandung kuarsa juga. Bila batuan sumbernya kaya akan feldsfar maka sedimen yang
dihasilkan akan banyak mengandung feldsfar dan mineral lempung tergantung dari tingkat
pelapukan batuannya.
Relief dan elevasi dari provenance akan berpengaruh pada dekomposisi dan disintegrasi,
dan transportasinya. Relief adalah perbedaan ketinggian didalam cekungan erosional, yang
mengontrol laju erosi. Secara umum, daerah yang memiliki relief yang tinggi, yang merupakan
daerah uplift yang aktif, akan mengalami laju erosi yang tinggi. Sebaliknya pada daerah yang
berelief rendah yang umumnya datar memiliki laju erosi yang rendah. Daerah yang datar
merupakan daerah metastabil dimana energi potensial minimum. Konsekuensinya material tidak
bisa turun dan mengakibatkan laju disintegrasi rendah, hal ini akan mengakibatkan proses
dekomposisi berlangsung cukuip lama.
Elevasi provenance juga penting, karena elevasi akan mempengaruhi iklim, dimana pada
gilirannya akan mempengaruhi proses disintegrasi dan dekomposisi. Pada elevasi yang tinggi air
akan membeku, hal ini tentunya akan menyebabkan proses disintegrasi terutama frost action
berperan cukup dominan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada elevasi yang tinggi
proses disintegrasi cukup dominan sedangkan pada elevasi yang rendah terutama daerah tropis
proses dekomposisi cukup dominan.
Iklim dan vegetasi juga memiliki peran yang penting. Pada iklim dingin laju proses
dekomposisi akan rendah sedangkan laju proses disintegrasi akan tinggi. Sebaliknya pada iklim
hangat proses dekomposisi akan lebih dominan daripada proses disintegrasi dan pada iklim panas
proses yang dominan adalah disintegrasi sama seperti pada iklim dingin. Vegetasi akan banyak
pada iklim hangat, basah dari pada iklim dingin dan panas. Vegetasi dapat menghasilkan asam
organik dan senyawa lain yang dapat menyebabkan proses dekomposisi. Contohnya lava muda
di Hawaii yang ditutupi oleh tumbuhan (lichens, yang banyak mengandung besi, terlapukan lebih
tinggi daripada batuan yang sama dan seumur. Hal ini dapat menjawab pertanyaan mengenai
proses disintegrasi dan dekomposisi pada pre-Devonian yang vegetasinya kurang, dimana pada
pre-Devonian proses disintegrasi lebih penting dari pada dekomposisinya sehingga sedimennya
sedikit mengandung lempung.
Produk hasil pelapukan
Fenomena yang terpampang pada gambar ini adalah bagian dari proses
hancurnya/lapuknya batuan beku pada sebuah tebing yang berkemiringan hampir 90 derajat di
kaki gunung Semeru, di perbatasan Kabupaten Lumajang dengan Kabupaten Malang, Jawa
Timur.
Produk yang dihasilkan dari pelapukan yaitu kuarsa, mineral lempung dan oksida besi
dan hidrat yang merupakan material residu yang tertinggal di tanah yang dihasilkan dari batuan
yang terdekomposisi tinggi. Silicic acid dan kation berbagai logam (termasuk Ca, Mg, Fe, Mn,
Na, dan K) dan P akan tertransportasikan jauh dari sumbernya.
Transportasi sediment
Transportasi sedimen dimulai ketika material terlapukan dan ion terlarut. Transportasi
material yang terlarut disebut transportasi larutan, sedangkan material padat tertransportasi
melalui transportasi mekanik. Transportasi mekanik di antaranya falling, sliding, rolling,
bouncing(saltation), flowing dan transportasi supensi.
Transportasi sedimen tergantung pada sifat fisik dari agen transportasi, sifat material,
sifat fisik dari campuran agen transportasi dan material, dan gaya yang menyebabkan
transportasi. Agen transportasi diantaranya gravitasi, air mengalir, angin dan es yang bergerak.
Gravitasi tidak hanya menyebabkan pergerakan material tetapi juga menggerakan arus air dan es
untuk bergerak turun.
Transportasi mekanik, di antaranya:
Transportasi gravitasi
Gravitasi merupakan agen utama yang mengakibatkan transportasi pada landslides
dan massflow. Pada pergerakan masa subaeria (falls, slides, slumps, avalanches, mudflowa,
dan subaerial debris flows) dan submarine debris flow transportasi terjadi ketika gaya yang
menahan (resisting force) terlampaui.
Pada falls, slides, slumps dan avalanches, retakan dihasilkan ketika batuan kehilangan
gaya kohesi antara partikelnya yang kemudian bergerak dan berhenti ketika energinya habis.
Sedimen yang dihasilkan berupa breksi atau diamicite yang terpilah buruk, tidak berlapis.
Pada debris flows, mudflows dan olisostrom seluruh masa diendapkan sekali.
Pergerakannya biasanya berlangsung ketika terdapat air yang mengakibatkan gaya gesek
antar partikel mengecil dan mengakibatkan masa meluncur dan terendapkan dengan kacau.
Produk yang dihasilkan terpilah buruk, banyak material Lumpur dan lapisan biasanya tebal
dan massive.
Grain flow adalah aliran dari butiran sediment yang inkohesif yang terdapat pada lereng yang
curam. Aliran terjadi ketika akumulasi sedimen melebih gaya gesek antar partikel dan ketika
gempa bumi. Endapan yang dihasilkan berupa pasir yang terpilah baik, tak berstruktur sampai
berlaminasi secara lokal.
Transportasi glacial
Transportasi ini dihasilkan oleh gaya gravitasi terhadap aliran fluida, tetapi laju
alirannya sangat lambat. Glacier membawa partikel melalui penggusuran sepanjang dasar
dan sisinya. Partikel yang besar biasanya tertinggal dan yang lebih kecil akan terbawa lebih
jauh. Sedimen yang terpilah baik, berukuran halus diendapkan sebagai outwash dan yang
terpilah buruk dan kasar diendapkan sebagai till.
Transportasi air dan udara
Ketika air dan udara bergerak terjadi gesekan antara fluida dengan sekitarnya. Turbulensi
dimulai dekat batas dengan sekitarnya, seperti dekat dasar sungai sebagai hasil dari interaksi
gaya di tempat tersebut. Faktor yang menentukan bergeraknya partikel adalah ukuran, densitas
dan bentuk partikel, kecepatan aliran, viskositas fluida dan batas gaya gesek.
Sedimentasi akan terjadi ketika fluida melambat. Masing-masing ukuran partikel jatuh
keluar dari suspensi dan menjadi bagian dari pergerakan bed load. Pada unit pengendapan dari
suspensi biasanya berupa laminasi tabular, ketebalan bervariasi tetapi biasanya tipis saja. Lapisan
dari bed load yang terendapkan melalui traksi mungkin tipis tetapi cenderung sedang sampai
tebal dan membentuk cross bedding, imbrikasi butir dan ripple marks.
Transportasi kimia
Ion dan molekul yang dihasilkan dari dekomposisi akan menjadi bagian dari larutan
dalam air tanah dan air permukaan. Selama perpindahan larutan mungkin mengalami
pengenceran, pengkonsentrasian dan perubahan dalam kimianya karena reaksi dengan batuan
yang dilaluinya. Jika bereaksi dengan batuan atau sediment, batuan dan sediment mengalami
perubahan diagenesis. Presipitasi kimia yang terjadi selama diagenesis merupakan salah satu
bentuk pengendapan kimia.
Diagenesis
Setelah sedimen terendapkan, diagenesis adalah proses yang bekerja pada sedimen
tersebut. Diagenesis merupakan proses fisika, kimia dan biologi yang secara umum mengubah
sedimen menjadi batuan sedimen. Diagenesis kemungkinan berlanjut bekerja setelah sedimen
menjadi batuan, mengubah tekstur dan mineraloginya.
Tujuh proses diagenesis yang terjadi yaitu :
1. Kompaksi
2. Rekristalisasi
3. Pelarutan
4. Sementasi
5. Autigenisasi
6. Replacement
7. Bioturbasi
Kompaksi adalah proses yang menyebabkan volume sedimen berkurang. Ini dihasilkan
oleh tekanan penutup (overburden), yang diakibatkan oleh berat dari sedimen dan batuan di
atasnya. Tekanan ini mengakibatkan penyusunan kembali butiran dan pengeluaran fluida, hal ini
menghasilkan pengurangan porositas batuan sedimen. Kemungkinan tingkat kompaksi
merupakan fungsi dari ukuran butir, bentuk butir, pemilahan, porositas awal dan jumlah fluida
yang terdapat dalam sedimen. Sedimen dengan pemilahan yang baik, membundar akan kurang
kompak bila dibandingkan dengan sedimen yang terpilah buruk dan menyudut. Pada sedimen
yang terpilah buruk ukuran butir yang kecil akan mengisi rongga antar butiran yang besar dan
pada sedimen yang menyudut, ikatan antar butirnya akan sangat kuat karena bersifat saling
mengunci. Pada pasir porositas awalnya sekitar 25% - 50%, pada sedimen karbonat
kemungkinan cukup tinggi yaitu sekitar 50% - 75% dan pada lumpur lempung lebih dari 85%.
Pada batuan sedimen porositas kecil yaitu 0% - 2% hal ini dikarenakan kompaksi dan proses
diagnesis lain terutama sementasi.
Rekristalisasi adalah proses di mana kondisi fisika dan kima menyebabkan
pengorientasian kembali kristal lattice pada butir mineral. Rekristalisasi bekerja melalui
pelarutan dan presipitasi dari fase mineral yang terdapat pada batuan. Ketika fluida melewati
batuan atau sedimen, komponen pada sedimen yang tidak stabil karena tekanan, pH, temperature
akan mengalami pelarutan. Kemudian material yang terlarut itu akan mengalami transportasi dan
akan terpresipitasi pada pori-pori sediment yang memiliki kondisi yang berbeda. Hal yang
penting yaitu tekanan pelarutan, yaitu suatu proses di mana tekanan terkonsentrasi pada satu titik
antara dua butir yang menyebabkan pelarutan dan migrasi ion atau molekul yang menjauhi titik
itu. Lewat proses ini massa tertransportasi dari titik kontak menuju tempat dengan tekanan yang
lebih rendah yang memungkinkan presipitasi dari larutan itu. Tentunya rekristalisasi ini akan
menyebabkan pengurangan porositas sedimen dan memfasilitasi rekristalisasi tekstur.
Sementasi adalah proses di mana terjadi presipitasi kimia pada pembentukan kristal baru,
terbentuk didalam pori-pori sedimen atau batuan yang mengikat satu butir dengan butir lainnya.
Semen yang umum yaitu kuarsa, kalsit dan hematite, tetapi jenis semen secara luas di antaranya
aragonite, Mg kalsit, dolomite, gypsum celesite, goethite, dan todorit. Tekanan pelarutan secara
local dapat menghasilkan semen, tetapi banyak semen merupakan material baru (allochemical
material) yang masuk melalui larutan. Jelas bahwa proses sementasi akan mengakibatkan
berkurangnya porositas dan menghasilkan tekstur baru seperti spherulitic, comb texture, dan
poikilotopic texture.
Autigenesis (neocrystalitation) adalah proses yang mana fase mineral baru mengalami
kristalisasi didalam sediment atau batuan selama proses diagenesis ataupun setelahnya. Mineral
baru mungkin terbentuk melalui reaksi di dalam fase yang terdapat dalam sedimen atau batuan,
mungkin juga muncul karena presipitasi dari material yang masuk melalui fase fluida, atau
dihasilkan dari kombinasi sedimen primer dan material yang masuk. Autigenesis operlap dengan
pelapukan, sementasi dan biasanya rekristalisasi, dan kemungkinan menghasilkan replacement.
Jenis dari fasa autigenesis jauh lebih beragam dibandingkan dengan mineral semen. Fase
autigenesis termasuk silikat seperti kuarsa, K-feldspar, lempung,dan zeolite; carbonat seperti
kalsit, dolomite dan carbonat besi; evaporate mineral seperti halit, sylvite, gypsum dan
anhidrit;oksida seperti hematite, goetit, todorokit; dan mineral samping lainnyatermasuk sulfat,
sulfide dan fosfat.
Replacement yaitu proses yang mana mieral baru menggantikan (secara kimia dan fisika)
in situ pada endapan mineral. Replacement mungkin bersifat neomorphic, yang mana butiran
yang baru memiliki fase yang sama dengan asalnya atau polimorpisme dari fase asalnya.
Pseudomorfic yang mana fase baru merupakan tiruan dari bentuk eksternal dari fase yang
digantikan tetapi fasenya berbeda, allomorphic yaitu replacement dalam bentuk fase baru yang
biasanya berbeda bentuk kristalnya dan menggantikan sepenuhnya fase sediment asal. Fase
replacement sama beragamnya dengan fase autigenesis, tetapi fase replacement yang penting
yaitu dolomite, opal, kuarsa dan ilite.
Bioturbasi adalah aktifitas biologis yang terjadi dekat permukaan, termasuk burrowing,
boring dan pencampuran sedimen oleh organisme. Pada beberapa kasus proses ini dapat
meningkatkan kompaksi, menghancurkan laminasi dan perlapisan. Selama proses bioturbasi
beberapa organisme mempresipitasikan material yang berfungsi sebagai semen.
Daigenesis biasanya dibagi menjadi tiga tahap, yaitu:
1. Eogenesis, proses awal diagenesis yang terdapat di antara endapan dan timbunan, atau
dekat permukaan,
2. Mesogenesis, tahap tengah dari proses diagenesis yang terjadi setelah penimbunan,
3. Telogenesis, tahap akhir dari proses diagenesis.
Mekanisme Transportasi Sedimen
Batuan sedimen memiliki banyak hal menarik untuk dibahas. Selain bentuknya yang unik
dan beragam serta jumlahnya yang melimpah di muka bumi (hampir 75% kulit bumi terdiri atas
batuan sedimen), proses-proses yang terjadi juga sangatlah menarik untuk dibahas. Salah satu
proses yang menarik adalah bagaimana sedimen sebagai penyusun batuan sedimen dapat
terangkut dan diendapkan menjadi batuan sedimen.
Sebelum mengetahui bagaimana sedimen terangkut dan terendapkan dalam suatu
cekungan mungkin ada baiknya kita dapat memahami prinsip apa saja yang bisa kita temukan
dalam batuan sedimen. Prinsip-prinsip tersebut sangatlah beragam diantaranya prinsip
uniformitarianism. Prinsip penting dari uniformitarianism adalah proses-proses geologi yang
terjadi sekarang juga terjadi di masa lampau. Prinsip ini diajukan oleh Charles Lyell di tahun
1830. Dengan menggunakan prinsip tersebut dalam mempelajari proses-proses geologi yang
terjadi sekarang, kita bisa memperkirakan beberapa hal seperti kecepatan sedimentasi, kecepatan
kompaksi dari sediment, dan juga bisa memperkirakan bagaimana bentuk geologi yang terjadi
dengan proses-proses geologi tertentu.
Lapisan horizontal yang ada di batuan sedimen disebut bedding. Bedding terbentuk
akibat pengendapan dari partikel-partikel yang terangkut oleh air atau angin. Kata sedimen
sebenanrya berasal dari bahas latin ”sedimentum” yang artinya endapan. Batas-batas lapisan
yang ada di batuan sedimen adalah bidang lemah yang ada pada batuan dimana batu bisa pecah
dan fluida bisa mengalir. Selama susunan lapisan belum berubah ataupun terbalik maka lapisan
termuda berada di atas dan lapisan tertua berada di bawah. Prinsip tersebut dikenal sebagai
prinsip superposition. Susunan lapisan tersebut adalah dasar dari skala waktu stratigrafi atau
skala waktu pengendapan. Pengamatan pertama atas fenomena ini dilakukan oleh Nicolaus
Steno di tahun 1669. Beliau mengajukan beberapa prinsip berkaitan dengan fenomena tersebut.
Prinsip-prinsip itu adalah prinsip horizontality, superposition, dan original continuity. Prinsip
horizontality menjelaskan bahwa semula batuan sedimen diendapkan dalam posisi horizontal.
Pembentuk batuan sedimen adalah partikel-partikel atau sering disebut sedimen yang terbentuk
akibat hancuran batuan yang telah ada sebelumnya seperti batuan beku, batuan metamorf, dan
juga batuan sedimen sendiri. Berdasarkan ukuran partikel dari sedimen klastik, sedimen-sedimen
dapat dibedakan sebagai berikut:
Klasifikasi- Berdasarkan ukuran partikel dari sedimen klastik
Nama Partikel Ukuran Sedimen Nama batu
Boulder/Bongkah >256 mm GravelKonglomerat dan Breksi (tergantung
kebundaran partikel) Cobble/Kerakal 64 – 256 mm Gravel
Pebble/Kerikil 2 – 64 mm Gravel
Sand/Pasir 1/16 – 2mm Sand Sandstone
Silt/Lanau 1/256 –1/16 mm Silt Batu lanau
Clay/Lempung <1mm="mm"
nbsp="nbsp"
span="span">
Clay Batu lempung
Faktor-faktor yang mengontrol terbentuknya sedimen adalah iklim, topografi, vegetasi
dan juga susunan yang ada dari batuan. Sedangkan faktor yang mengontrol pengangkutan
sedimen adalah air, angin, dan juga gaya grafitasi. Sedimen dapat terangkut baik oleh air, angin,
dan bahkan salju. Mekanisme pengangkutan sedimen oleh air dan angin sangatlah berbeda.
Pertama, karena berat jenis angin relatif lebih kecil dari air maka angin sangat susah mengangkut
sedimen yang ukurannya sangat besar. Besar maksimum dari ukuran sedimen yang mampu
terangkut oleh angin umumnya sebesar ukuran pasir. Kedua, karena sistem yang ada pada angin
bukanlah sistem yang terbatasi (confined) seperti layaknya channel atau sungai maka sedimen
cenderung tersebar di daerah yang sangat luas bahkan sampai menuju atmosfer.
Sedimen-sedimen yang ada terangkut sampai di suatu tempat yang disebut cekungan. Di
tempat tersebut sedimen sangat besar kemungkinan terendapkan karena daerah tersebut relatif
lebih rendah dari daerah sekitarnya dan karena bentuknya yang cekung ditambah akibat gaya
grafitasi dari sedimen tersebut maka susah sekali sedimen tersebut akan bergerak melewati
cekungan tersebut. Dengan semakin banyaknya sedimen yang diendapkan, maka cekungan akan
mengalami penurunan dan membuat cekungan tersebut semakin dalam sehingga semakin banyak
sedimen yang terendapkan. Penurunan cekungan sendiri banyak disebabkan oleh penambahan
berat dari sedimen yang ada dan kadang dipengaruhi juga struktur yang terjadi di sekitar
cekungan seperti adanya patahan.
Sedimen dapat diangkut dengan tiga cara:
a. Suspensi
Dalam teori segala ukuran butir sedimen dapat dibawa dalam suspensi, jika arus cukup
kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya material halus saja yang dapat diangkut suspensi.
Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini adalah mengandung prosentase masa dasar yang
tinggi sehingga butiran tampak mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai
memilahan butir yang buruk. Cirilain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak
pernah menyentuh dasar aliran.
b. Bedload transport
Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi menjadi:
endapan arus traksi
endapan arus pekat (density current) dan
endapan suspensi.
Arus traksi adalah arus suatu media yang membawa sedimen didasarnya. Pada umumnya
gravitasi lebih berpengaruh dari pada yang lainya seperti angin atau pasang-surut air laut.
Sedimen yang dihasilkan oleh arus traksi ini umumnya berupa pasir yang berstruktur silang siur,
dengan sifat-sifat:
pemilahan baik
tidak mengandung masa dasar
ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah (coarsening
upward) tetapi bukan perlapisan bersusun (graded bedding).
Di lain pihak, sistem arus pekat dihasilkan dari kombinasi antara arus traksi dan suspensi.
Sistem arus ini biasanya menghasilkan suatu endapan campuran antara pasir, lanau, dan lempung
dengan jarang-jarang berstruktur silang-siur dan perlapisan bersusun. Arus pekat (density)
disebabkan karena perbedaan kepekatan (density) media. Ini bisa disebabkan karena perlapisan
panas, turbiditi dan perbedaan kadar garam. Karena gravitasi, media yang lebih pekat akan
bergerak mengalir di bawah media yang lebih encer. Dalam geologi, aliran arus pekat di dalam
cairan dikenal dengan nama turbiditi. Sedangkan arus yang sama di dalam udara dikenal dengan
nuees ardentes atau wedus gembel, suatu endapan gas yang keluar dari gunungapi. Endapan dari
suspensi pada umumnya berbutir halus seperti lanau dan lempung yang dihembuskan angin atau
endapan lempung pelagik pada laut dalam.
c. Saltation
Dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi pada sedimen berukuran pasir
dimana aliran fluida yang ada mampu menghisap dan mengangkut sedimen pasir sampai
akhirnya karena gaya grafitasi yang ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke
dasar.
Pada saat kekuatan untuk mengangkut sedimen tidak cukup besar dalam membawa
sedimen-sedimen yang ada maka sedimen tersebut akan jatuh atau mungkin tertahan akibat gaya
grafitasi yang ada. Setelah itu proses sedimentasi dapat berlangsung sehingga mampu mengubah
sedimen-sedimen tersebut menjadi suatu batuan sedimen.
DAFTAR PUSTAKA
Gould, S. J. (2007) Punctuated equilibrium. Cambridge MA: Harvard University Press, p. 26.
Krumbein, W.C. and Sloss, L.L. (1963), Stratigraphy and Sedimentation, Second Edition, W.H.
Freeman and Company, San Francisco, p. 660.
Nichols, G.2009. Sedimentology and Stratigraphy 2nd edition : Wiley-Blackwell,. Oxford.
Sam Boggs, Jr. 2006, Principles of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition : Pearson
Education, Inc,. New Jersey