26
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli. Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP 

 

 

 

 

 

Hak cipta dan penggunaan kembali:

Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse:

This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Page 2: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN A

FOTO-FOTO RISET

Gambar 1. Proses pencarian narasumber melalui media sosial.

Gambar 2. Bang Komarudin Ibnu Mikam (Budayawan Bekasi).

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 3: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Gambar 3. Diskusi dengan budayawan-budayawan Bekasi.

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 4: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN B

PROFIL BAPAK H. NAINAWA, TOKOH ADAT BAJAWA

Gambar 4. Bapak H. Nainawa (Tokoh dan pemuka adat dari Bajawa)

(Dokumentasi: Maria Ingrid Nabubhoga)

Beliau merupakan salah satu tokoh adat yang dihormati di Bajawa, dialah Bapak

H. Nainawa. Bapak H. Nainawa dilahirkan di Bajawa, pada tanggal 5 agustus

1927. Beliau adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Ayahnya merupakan

seorang tokoh adat yang juga sangat dihormati. Kini beliau menggantikan

ayahnya sebagai tokoh adat, yang memimpin ritual-ritual adat yang sudah

dilaksanakan secara turun-temurun di dalam masyarakat Bajawa. Menurut Beliau

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 5: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

bentuk ritual-ritual ini berkaitan langsung dengan siklus hidup manusia yang

terdiri dari tahapan-tahapan yang harUs dilalui dari proses kelahiran sampai

kematian. Selain menjadi tokoh adat, beliau juga merupakan saksi hidup dari

sejarah berdirinya kampung Bajawa, oleh karena itu beliau juga sering menjadi

narasumber dari orang-orang yang ingin mengetahui atau mempelajari kampung

Bajawa.

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 6: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN C

PROSES PRODUKSI

Gambar 5. Diskusi mengenai Skenario

Gambar 6. Reading dengan talent

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 7: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN D

SKENARIO FILM BA’U

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 8: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 9: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 10: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 11: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 12: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 13: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 14: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 15: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 16: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 17: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN E

TRANSKRIP WAWANCARA DARI BAPAK KOMARUDIN IBNU

MIKAM

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 18: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Wawancara mengenai budaya Betawi yang ada di Bekasi

Pewawancara : Sebenarnya apakah Bekasi memiliki budaya asli, ataupun

budaya dominan ?

Bekasi adalah model entitas akulturatif dan heterogen jadi sulit kita menentukan

satu budaya yang dominan di Bekasi. Memang mayoritas Betawi yang menguasai

wacana kebudayaan tapi pada sejatinya budaya di Bekasi itu penuh dengan

akulturasi-alkuturasi,misalnya tampilan dari dodol, dodol itu akulturasi dari China

dengan kue keranjangnya, kemudian petasan itu juga akulturasi dari China.

Kemudian dalam konteks fashion dengan pakaian pangsinya kalau dikasih kesini

jadi pakaiannya Jet Li, tanpa kerah agak leluasa agak lebar dan warnanya agak

ngejreng-ngejreng, merah, kuning, hitam, putih. Dari segi kesenian juga sama, ada

Tanjidor itu akulturasi dari China, Marawis akulturasi dari Arab. Begitu juga

dengan bahasa, ada banyak bahasa serapan di Bekasi itu yang memang berasal

dari Jawa “nderep” – nglajo, nderep itu kosa kata khas Bekasi artinya kalau kita

nyawah nyari padi di suatu daerah lain kita nginep disana itu namanya nderep.

Kalau nglajo itu tidak nginep tapi pulang hari. Ternyata nderep dan nglajo itu

berasal dari bahasa Jawa. Ada ora, ada bagen itu semua serapan. Jadi Bekasi ini

adalah masyarakat yang multi kultural, heterogen, semangat pluraritasnya juga

kuat di Bekasi. Saya tidak bias membuat kesimpulan bahwa Bekasi itu asli ini lho,

makanya saya menghindari kata-kata asli yang seringkali saya pakai adalah khas,

karena ada asli ada yang palsu ini kan tidak bagus dalam konteks sosiologi

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 19: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

sehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di

Bekasi, menghirup udara di Bekasi, makan, minum di Bekasi dia adalah orang

Bekasi terlepas dari darahnya itu Sunda, Padang, Jawa atau dari manapun. Dari

nama jalan-jalannya juga sangat akulturatif, ada jalan Raden Inten, Hasibuan,

jalan Insinyur Haji Juanda, Kyai Haji Nur Ali, dari nama jalannya sudah kentara

sekali akulturasi dan heterogenitas di Bekasi.

Ada istilah pribumi dan tempatan itu tidak dikenal dalam ruang budaya. Istilah

pribumi dan pendatang itu dikenal di ruang-ruang politik demi kepentingan tahta,

demi kepentingan posisi-posisi politik sehingga putra daerah didefinisikan sendiri.

Dalam konteks budaya kita tidak mengenal pribumi di Bekasi, bahkan orang-

orang yang sekarang dianggap pribumi jangan-jangan bukan orang pribumi sini

buktinya apa? kalau mereka disuruh mengangkat keturunannya, kalau Batak itu

kan jelas keatasnya itu, tak tek toknya itu panjang, tapi kalau orang Bekasi yang

tanda kutip di ruang politik itu ngakunya pribumi itu nggak lebih dari sepuluh

keturunan itu bisa dicek beberapa orang yang diduga sebagai pribumi, Tanya deh

keturunannya. Nah kalaupun ada nanti nyambungnya ke Banten, nyambungnya ke

Cirebon, ke Sumedang Larang begitu. Jadi saya melihat Indonesia itu kecilnya

ada di Bekasi, Bekasi itu adalah miniature Indonesia. Itu bisa terlihat dari

tampilan-tampilan budaya, dari tampilan pakaian, dari tampilan tutup kepala khas

Bekasi, ini khas Bekasi namanya blarak semplak, ini adalah akulturasi dari Sunda.

Di Sunda disebut barambang semplak, barambang itu artinya pelepah kelapa yang

sudah kering. Di Bekasi disebut blarak, semplaknya sama. Filosofi ini tidak pada

pakaiannya tapi ini awal dari pemakaiannya,lawon segi empat itu filosinya dari

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 20: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

empat unsur yang membangun kehidupan manusia, udara, air, api, ada tanah. Dari

empat ini kemudian bahan ini kita lipat jadi tiga, tiga itu punya makna filosofis

tiga , yaitu niat, ucapan dan perilaku. Jadi dalam hati apa yang diucapkan dan

dilakukan harus sinkron. Dari tiga itu kemudian bisa menjadi dua, iikat itu dalam

arti habinawloh, habinakum, hubungan pada manusia, hubungan pada Tuhannya,

artinya sesudah diikat dua akhirnya dikunci dibelakang. Jadi empat, tiga, dua, satu

yang makna filosofis itulah yang sekarang agak sepi dikalangan masyarakat

modern di Bekasi karena sejak tahun delapan puluhan Bekasi ditandai dengan

dibangunnya jalan tol Jakarta-Cikampek, diikuti kemudian oleh industry, diikuti

dengan perumahan, terjadilah sebuah gegar budaya sejak tahun delapan puluhan.

Sehingga kemudian terjadi pergesekan, mengapa? Karena ketika tol masuk,

kemudian muncul perumahan, perumahan ini dia kasih nama itu seenak wudelnya

dari developer, ini ada di kampong Medan Satria, Harapan Indah, itu nama aslinya

Medan Satria. Karena developer punya duit dan dia bisa bayar perijinan lalu

membangun perumahan yang namanya Harapan Indah. Di kampong Martan, jadi

Kemang Pratama, di Lippo ada pasir Gombong, Pasir Konci, di Pasar Festival ada

Kandang Roda. Orang nggak kenal lagi Rawa Bebek, orang lebih kenal Harapan

Baru. Di Wisma Asri di Bekasi Utara dulunya namanya Kampong Kompak.

Pewawancara : seperti yang telah bapak katakan tadi bahwa budaya

mayoritas di Bekasi adalah budaya Betawi, apakah budaya Betawi di bekasi

sama dengan budaya betawi yang ada di Jakarta?

Jadi komunitas Betawi Ora ini terletak di pinggiran kota Jakarta, komunitas

betawi ini tidak masuk dalam betawi kota. Komunitas non struktural betawi ini,

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 21: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

kerap disebut betawi “norak”, kampungan. Karena berkait dengan kata “ora” itu

sendiri dan dalam berdialog mereka memiliki logat yang khas. Sepengetahuan

penulis kata “ora” itu sendiri bukan bahasa asli Betawi mungkin berasal bahasa

Jawa artinya tidak, ora ono, tidak ada. Komunitas betawi pinggiran ini kemudian

banyak membentuk organisasi yang “terkenal” seperti Forum Betawi Rempug

(FBR), Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi). Betawi kota lebih terstruktur

dan bersentuhan dengan budaya dan luar (asing, barat, belanda, china, Arab, india

dan melayu), sedangkan komunitas Betawi Ora bersentuhan dengan budaya dan

bahasa lokal, Jawa Barat, Jawa, Banten, Cirebon dan Melayu. Kebanyakan

masyarakat Betawi Ora memeluk agama Islam

Pewawancara: Bagaimana konteks budaya mempengaruhi pola hidup

masyarakat di Bekasi?

Disadari tidak disadari ini berpengaruh dalam konteks kepercayaan diri

masyararakat Bekasi karena orang-orang kampong itu merasa minder kemudian

hilang kepercayaan dirinya, ini ditandai dengan apa? Ditandai dengan berubahnya

nama-nama dia itu dengan nama-nama yang rada-rada kebarat-baratan, asli nama

bapaknya Sapii jadi Pay, nama aslinya dari Ibrahim menjadi Bram. Jadi anak-anak

Bekasi di era delapan puluhan itu dia mengubah nama-namanya dengan

panggilan, namanya Sadilah mengubah namanya jadi Epoy. Ini indicator juga

betapa kemudian terjadi sebuah gegar budaya. Orang Bekasi itu malu mengaku

dirinya “gue orang Bekasi lho, gue orang kampong Guek, kampong Siluman, gua

kampong Jejalel,jadi orang kampong itu mengalami subordinasi, perendahan,

sudah tidak pede lagi, dan ini besar pengaruhnya dalam konteks psikologis

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 22: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

dimana seorang yang sudah tidak punya kepercayaan diri sendiri tidak mampu

berkarya, berbeda misalnya dengan Solo, Bali, Jogja, Bandung itu kan mereka

mampu meneguhkan jati dirinya sebagai orang setempat, orang Bandung, orang

Bali, Jogja sehingga karya-karya hasil budaya juga gitu lahir dengan sendirinya.

Di Bekasi tidak ada itu, jadi resiko wilayah yang berdekatan dengan ibu kota

demikian adanya, akhirnya terjadi beberapa limpasan-limpasan kotoran ibu kota

itu larinya ke Bekasi. Illustrasi seperti sampah di Bantar Gebang, kemudian

limpahan-limpahan orang-orang yang produktif yang bekerja di Jakarta, ketika

jam produktifnya dia ada di Jakarta, dia bekerja di Jakarta, ada Pph 21, pph 23

kemudian lari ke Jakarta atau lari ke Pusat, tapi kemudian di luar itu dia pulang di

rumah, rumahnya itu di Bekasi jadi kot and kot dia buang kotoran, penat, capek

pasti semua ke Bekasi.

Jadi ini sebuah fenomena wilayah yang dekat dengan ibu kota, jadi kita menjadi

limpahan-limpahan, tong sampah ibu kota dalam tanda kutip. Ini kejadian yang

sudah menjadi takdir, saya tidak menyatakan ini kutukan dan ini sudah menjadi

takdir. Dan alhamdulilahnya terjadi sebuah titik balik dimana tahun delapan

puluhan terjadi penggusuran, ini kan pemiskinan secara structural, orang Bekasi

punya sawah, swahnya dibeli oleh industry dapat gusuran, orang… maaf orang

kampong yang punya duit banyak dia tidak pernah berpikir bagaimana

mengembangkan duit nya itu menjadi lebih berlipat-lipat lagi yang ada di

kepalanya adalah apa yang bisa gua beli, apa mimpi kemarin yang tidak bisa

dibeli? Beli Kijang, mobil, motor, bangun rumah yang bagus, rumah gedong

sampai mungkin ada yang kawin lagi, semua hanya dipakaia untuk hal-hal yang

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 23: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

tidak produktif. Ujung-ujungnya ketika tahun bergelindang akhirnya habis.

Disitulah ketika duit hasil gusurannya habis, dia terkaget-kaget, nyawah? Gimana

mau nyawah? Sawahnya sudah habis jadi pabrik. Mau ke pabrik gimana ijasah

tidak punya, pendidikan tidak ada? Saya tidak menyalahkan pemerintah karena ini

fenomena umum. Yah ini memang terjadi kegagalan transformasi masyarakat.

Wilayahnya bisa ditransformasi dari agraris ke industry tapi masyarakatnya, itu

yang tidak mampu dilakukan. Transformasi dari masyarakat agraris ke masyarakat

industry tidak dilakukan oleh pemerintah daerah. Sementara di dunia industry itu

adalah logika yang eklusif sekali dengan dunia professional, lu mau bapak lu

preman, bapak lu jawara, bapak lu pernah jadi lurah disini nggak penting, yang

penting adalah kwalifikasi personal, yang penting ijasah lu apa, lu bisa apa mau

kerja disini? Nah disatu sisi orang Bekasi memang tidak punya kwalifikasi

personal, pendidikan tidak ada, ketrampilan tidak ada, masuk di ruang industry

mereka kan tidak punya pengalaman. Kemudian terjadi gesekan-gesekan. Di

wilayah industry ini dia mengubah konversi lahan dari pertanian yang notabene

lahan pertanian itu adalahmenyimpan air, memproduksi oksigen, kemudian

berubah menjadi beton, berubah jadi pabrik, berubah jadi gedung, berubah jadi

bangunan. Nah ini bencana ekologis terjadi. Kalau tadi saya bicara tentang

bencana sosiologis, ketika masyarakat kehilangan matapencahariannya ditambah

lagi bencana ekologis, misalnya banjir, ya memang sawah makanya dikampung-

kampung itu banyak nama rawa, rawa semut, ya itu indikasi bahwa memang di

Bekasi itu sejak jaman dahulu kala itu daerah banjir gitu. Banyak daerah-daerah

rendah yang memang harus dimanage sedemikian rupa sehingga banyak sawah.

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 24: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

Ketika pemerintah daerahnya tidak mengakomodir sawah dalam tata ruangnya ya

akan jadi bencana. Di kota Bekasi sudah hamper habis saya kira, kita butuh

sawah terakhir di Bekasi. Kan aneh ketika anak saya menyatakan sapi itu kambing

yang besar, karena dia nggak kenal lagi. Belum lagi kalau pohon-pohonan masa

lalu disini, perumahan yang hadir itu luar biasa menghantam budaya-budaya local

dan kearifan local, pertama dari nama saja, nama-namanya sesuai dengan

keinginan developer, padahal nama kampong disitu adalah penuh dengan pertama

misteri, dua sejarah, tiga pesan. Tidak sembarangan orang memakai nama Rawa

Semut, Rawa Bebek, tidak sembarangan dengan sendirinya muncul nama-nama

seperti itu, pasti ada pesan, ada hal-hal tertentu yang memang belum digali.

Pesan-pesan leluhur itu kadang memang sesuatu yang disamarkan ditutupi dengan

sesuatu yang mudah dipahami orang. Ketika ada pohon yang besar, “lu jangan ke

situ, jangan ganggu, disitu ada hantunya, ada gendruwonya, ada kuntilanaknya,

padahal intinya adalah kecerdasan ekologis, karena orang tua kita tidak mampu

menjelaskan, “ini adalah pohon yang bisa menghasilkan O2 sekian kubik yang

kita butuhkan. Satu pohon itu untuk enam orang, pohon itu menhgasilkan oksigen

yang menyerap karbon dioksida dan kalau hujan dia menyimpan cadangan air.

Sebetulnya pesannya itu kesana, nasehat leluhur itu ada di pohon bukan ada

hantunya sehingga serem, sehingga nanti kesambet, segala macem, bukan itu

sebenarnya. Jaga ini pohon jangan sampai ditebang. Ada sungai larangan, ada

hutan larangan, ada pohon keramat, semangatnya intinya bukan untuk

melestarikan mistik, bukan yang meta fisik begitu, tetapi semangatnya adalah

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 25: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

ekologi. Pesan-pesan ini yang tidak sampai ke kitalah, saya tidak menyebut

pemerintah daerah karena bagaimanapun ini adalah tanggungjawab kita bersama.

Orang dengar cerita tentang Lutung Kasarung, itu sebenarnya semangat untuk

menyelamatkan hewan, Lutung dalam hal ini adalah menjadi bagian dari manusia,

mungkin saja bahwa dia sesungguhnya adalah jelmaan dari dewa, ya memori-

memori yang agak imajinatif ini sebenarnya bagus buat mendekatkan diri kepada

hewan bahwa hewan adalah bagian dari kita, hewan, tumbuhan, alam ini adalah

bagian dari kehidupan kita. Salah satu saja tidak kita indahkan itu akan

mengalami ketidak seimbangan alam. Ini yang kemudian terjadi, orang-orang

kampong Bekasi tidak lagi dikenal sebagai orang kampong Bekasi, kalau ke luar

negeri ngakunya dari Timur Jakarta atau BSD Bekasi Sonoan Dikit. Saya

mengalami betul proses-proses bagaimana perjalanan orang-orang Bekasi

mengalami gegar budaya seperti itu dengan akselerasi pembangunannya.

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015

Page 26: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah ...kc.umn.ac.id/2324/8/LAMPIRAN.pdfsehingga ada disparitas antar suku. Maka setiap orang, setiap suku yang tinggal di Bekasi, menghirup

LAMPIRAN F

CATATAN WAWANCARA MELALUI TELEPON DENGAN

BAPAK H. NAINAWA

Gambar 7. Catatan wawancara dengan Bapak H. Nainawa.

Benturan Budaya..., Angelia Mawar, FSD UMN, 2015