Upload
hoangtruc
View
219
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP
Hak cipta dan penggunaan kembali:
Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.
Copyright and reuse:
This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.
1
Lokasi: Meeting Room iNews TV, MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta.
Tanggal: 21 Juni 2016.
Informan: Umar Bahanan, Koordinator Liputan.
A: Motif Mas Umar untuk jadi jurnalis itu sebetulnya apa? Apa yang membuat Mas
Umar pindah haluan, gimana past life sebelum masuk jadi jurnalis?
U: Jadi itu, saya justru nggak pernah tau apakah saya akan jadi jurnalis. Jadi waktu
itu saya emang suka—jaman kecil itu suka spiderman, dan Peter Parker itu kan
seorang fotografer ya. Terus saya juga suka nonton superman, dan Clark Kent itu
juga seorang jurnalis, dia itu wartawan di Daily Planet. Itu yang membuat saya
jaman kecil itu tertarik pada dunia jurnalistik. Terus menjelang dewasa itu, saya
berubah haluan jadi tertarik pada dunia komputer. Saya berencana kuliah ambil
sistem informasi. Namun, hasil psikotes waktu kelas 2 SMA itu, saya cocoknya di
drama, nomer satu itu. Di broadcasting (kedua), lalu (ketiga) sistem informasi. Nah
lulus SMA saya rencananya mau ngikutin itu, ngambil sastra Inggris biar fokus di
drama karena tertarik dengan naskah-naskahnya William Shakespeare, Romeo and
Juliet, terus Oedipus, terus Hamlet, dan lain-lain.
A: Kearah drama-drama philosophical gitu ya?
U: Iya… Saya tertarik itu, sampe sekarang masih menggeluti itu. Terus nggak
diijinkan sama orang tua ambil sastra Inggris, akhirnya saya masuk komunikasi di
Moestopo. Saya ambil jurusan journalism, nah disitu saya juga ternyata nggak tahu
kalo udah mulai kuliah itu, saya mulai aktif di berbagai kegiatan. Dan saya sempat
(dianggap) aneh keluarga saya ya, karena keluarga saya keturunan arab yah, dan
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
2
keturunan arab itu nggak ada yang jadi wartawan. Nggak ada juga yang jadi
pengacara. Jadi rata-rata mereka itu pedagang. Dan ketika saya memutuskan suka
drama itu juga sering—jadi sepupu-sepupu itu selalu bilang, “Ente mau ngapain
ente main teater? Udah gile apa? Udah gila apa antum?” Tapi saya merasa aneh
sendiri memang. Karena kan nggak semua merasa begitu, karena saya doang main
teater, apa, aneh begitu. Terus kuliah juga maunya—kerja juga maunya jadi
wartawan. Gitu kan jadi aneh gitu. Wah itu lumayan pergulatan itu. Lalu akhirnya
tetep saya jalanin, karena kan orang tua juga kan masih dagang… semua rata-rata
dagang. Sepupu-sepupu saya dagang, saya aja yang jadi wartawan. Dan akhirnya…
ya sudah, karena fun dengan dunia itu ya, menarik dengan dunia itu ya sudah terus
saya jalanin.
Terus jaman kuliah itu juga saya aktif di organisasi politik, justru saya kira saya
bakalan terus di politik gitu. Gerakan-gerakan kiri malah, saya aktif di gerakan kiri.
Itu proses indoktrinasi-nya itu rame-rame jadi setiap orang itu memainkan peran
lain-lain. Gerakan kiri tuh… ya itu, partai komunis Indonesia tapi ya nggak jadi
karena di doktrinin balik lah sama temen-temen, “jangan main disitu.” Terus ada
lagi di Negara Islam Indonesia, DI/TII kalo dulu tuh… nah itu lumayan tuh, kita
rencana bikin bom, apalah—
A: Seriusan?
U: Iya…
A: Itu tahun berapa, Mas?
U: Tahun 2000-an lah, 2001.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
3
A: Oh…
U: (Nada melambat dan menurun) Itu sempet rencana bikin bom. Adek saya juga…
adek saya malah meninggal.
A: Itu karena buat (bom)?
U: Iya, karena buat (bom). Dan itu yang bikin saya terpukul, karena saya nggak tega
lihat ibu saya.
A: Iya… iya…
U: Itu yang bikin saya berhenti. Lumayan tuh, indoktrinasinya tuh. Waktu saya
digiring tuh indoktrinasinya bahwa kita itu begini—cerita dulu nggak apa-apa ya?
A: Iya, nggak apa-apa.
U: Jadi doktrinnya tuh, ada yang memerankan sebagai orang bijak. Ada yang
memerankan sebagai protagonis, itu sebutannya. Ada yang memerankan sebagai
provokator. Itu mereka berdebat, berdebat soal komunisme. Nah, saat orang bijak
itu ngomong, kita semua diem. Yang provokator tuh diem, yang provokator tuh
cuma bilang… apa yang nggak jelas gitu. Apasih kayak…
A: Sebetulnya tidak ada hubungannya, gitu?
U: Iya, tapi kayak perdebatan antara protagonis dan antagonis gitu. Terus abis itu
entar orang bijak ngomong, setiap orang bijak ngomong, semuanya diem. Sehingga
saya cenderung sepakat dengan orang bijak itu. Itu didoktrin.
A: Hmm…
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
4
U: Besok orang lain, yang memerankan orang bijak, lain lagi. Tapi banyak gitu.
Cuman memang akhirnya saya keluar. Itu proses indoktrinasi di PKI ya. Proses
indoktrinasi DI/TII lebih menarik. Jadi masuk ke suatu ruangan, di ruangan itu
ada… ada tutornya. Pake papan tulis kita disuruh buka Al-Qur’an. Nah, mereka
hafal ayat-ayat tertentu. Jadi saat kita ditanya mau… uh… apanya namanya…
“apakah kita kafir?” kan kita nggak mungkin menuduh kita kafir, yak an? Nah, dia
bilang, “buka ayat sekian.” (saya) buka ayat sekian. Terus kita baca kan. (membaca
ayat Al-Qur’an) barang siapa yang tidak menegakkan hukum, maka dia kafir nah
kita merasa kafir dong. Terus, yang tutor kita itu keluar ruangan. Nah, yang ngajak
kita ini ternyata udah masuk (ke DI/TII). Udah masuk duluan…
A: Hmm…
U: Kita kan nggak tau, mereka kan kesannya baru ketemu. Waktu itu saya
diajaknya, “ketemu temen kuliah yuk, nemenin gue (ketemu) sama temen gue ya,
udah lama nggak ketemu, dia baru pulang dari Malaysia. Dia ambil S3 disana.”
Terus saya, “oh, ya sudah.” Saya pikir orang pinter kan, bisa baca Al-Qur’an, keren
kan keliatannya kan?
A: Iya, iya…
U: Ternyata gitu. Nah, yang bawa saya ini, punya nama baptis atau nama bai’at
sebenernya. Misalnya nama bai’at-nya dia… ‘Halimah’ misalnya. Nanti dari luar,
kan saya taunya namanya dia ‘Rini’, dari luar ada yang manggil, “Halimah!
Halimah! Eh, Halimah dimana ya?” Entar dia (Halimah/Rini) pura-pura tuh, “Eh,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
5
gue ke kamar mandi dulu ya, Mar.” “Eh yaudah oke”. Terus saya sendiri kan di
ruangan itu. Nah waktu dia keluar, dia diskusi sama yang tutor tadi.
A: Oh…
U: Dia diskusi, “Ngomong apa aja si Umar?” kata dia, “Ini aliran sesat.” “Oh, iya
gue masuk dulu.” Nah, yang tutor masuk, “Si Rini kemana Mar?” gitu dia pura-
puranya. “Di kamar mandi.” “Oh… gimana Mar, tertarik nggak tentang pemikiran
ini?” “Ya biasa aja sih.” “Coba Mar, buka surat (Al-Qur’an) ini.” Pas dibuka,
janganlah kamu berburuk sangka pada ayat ayat Allah. Pas saya baca saya pikir, iya
bener juga.
A: Waduh…
U: Gitu dia doktrinnya. Terus, (dia minta) buka ayat ini lagi, gitu semua ayat-ayat
tentang terusannya. Terus, wah siap (masuk) nggak nih? Pindah haluan nih, kita
berhijrah. Bahasa mereka berhijrah, menjalankan hukum Allah, menegakkan
hukum Allah apapun yang terjadi. Kita jadi siap tempur. Terus dia keluar lagi, si
Rini dateng. Dia bilang,”Eh, (bicara) apaan tadi ya? Gue ketinggalan dong!” Itu dia
pura-pura ketinggalan padahal dia juga udah hafal juga. Terus dia (Rini) nanya,
“Gimana Mar?” “Gatau deh, kalo hijrah gue nggak mau lah. Di kira kemana…”
Nggak lama, [si tutor] masuk lagi… si Rini keluar… gitu deh, terus.
A: Berputar terus…Jadi semacam diulang terus-terusan, didoktrin—
U: Iya, sampe yakin.
A: Hmmm….
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
6
U: Sampe yakin saya hijrah. Dua tahun. Belajar tentang Al-Qur’an, belajar tentang
hukum Islam. Saya udah mikir bahwa itu jalan hidup saya.
A: Dua tahun ya?
U: Dua tahun saya di dalem, dua tahun saya berusaha keluar. Keluar susah.
Keluarnya juga susah. Jadi pas adek saya meninggal kan saya jalan kaki ya, galau
gitu. Jalan kaki dari markas—jadi kita tuh nomaden. Jadi kita tinggal di sana itu…
kita tinggal tiga bulan di rumah itu. Jadi yang --- yang cowok, yang cewek boleh
pulang. Nah itu markas kan bawa orang tiap hari. Bawa orang, doktrin. Bawa orang,
doktrin. Kan tetangga aneh, kenapa setiap hari bawa orang. Nah disitu kadang
dipasangin stiker CNI…
A: Oh… MLM?
U: MLM-lah atau Oriflame. Jadi orang tanya, ‘Itu kegiatannya apaan sih?’
‘Oriflame, MLM’ ‘Oh yasudah.’ Nah, dalam waktu satu bulan kita tinggal disitu,
jadi waktu itu tugas saya, karena saya susah bawa orang untuk hijrah, mungkin
karena saya ngak yakin secara penuh, sehingga—kitanya aja belum kuat, apalagi
bawa orang? Sehingga hijrah kan jadi sulit, sehingga ditugaskan lah saya mencari
markas. Dalam sebulan, saya harus udah hafal seluruh tetangga. Semua RT, warga
dalam sebulan. Bulan kedua, saya harus cari markas tiap hari. Bulan ketiga saya
sudah persiapan pindah. Jadi kalo udah ada yang hijrah, terus tiba-tiba mau putus
tidak mau lagi ikut aliran itu, dia bisa lapor polisi kesini. Jadi nomaden itu. Jadi
markas sekarang sama markas dulu itu juga saya nggak tau. Dulu di Pejaten, nah
pasca adek saya meninggal, itu saya jalan dari kaki sampe Blok M plaza.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
7
A: Saking galaunya…
U: Saking galaunya. Terus dari Blok M Plaza saya naik ke Gunung Agung. Lagi
naik ke Gunung Agung, dari sederetan buku yang saya lihat—DI/TII itukan negara
Islam Indonesia, dari sekian buku yang saya baca… bukunya warna putih-hijau,
ada yang cokelat, putih, hitam, ada yang hijau. Tulisannya ‘Negara Islam’. Kan
menarik tuh, halamannya saya buka tulisannya Muhammad Natsir. Ternyata itu
sekumpulan tulisan, ada Agus Salim ada Muhammad Natsir.
A: Saya pernah denger nama Muhammad Natsir.
U: Iya, itu tokoh founding father. Iya itu bareng-bareng Soekarno, bareng Hatta…
Muhammad Natsir bilang gini: ‘Sesungguhnya Negara Islam itu...’ bahasa dia ya,
‘Sesungguhnya Islam itu menembus batas negara’. Islam itu sifatnya universal, dan
Islam itu tidak bisa dibatasi oleh batas negara, karena Islam itu menembus batas-
batas negara. Itu bahasa yang menarik menurut saya. Jadi NII itu kan Negara Islam
Indonesia, Daarul Islam/Tentara Islam Indonesia. Ketika islam talah dijadikan
sebuah negara, maka Islam dibatasi oleh batas negara.
A: Itu kontradiktif banget…
U: Asyik itu. Nah, saya nggak punya uang uangnya buat bayar Infaq. Sementara
infaq sebulan itu delapan juta.
A: Dapet uang darimana?
U: Oh, udah banyak yang saya jual. Kan ini demi kepentingan pergerakan.
Televisi… Bahkan emas punya orang tua saya. Jadi setiap saya sudah nutupin target
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
8
infaq, saya udah boleh pulang. Nah saya pulang kan, lagipula saya mahasiswa.
Taunya orang tua kan, taunya kegiatan kampus. Kalo setiap denger suara telpon…
karena dulu jamannya belum smartphone, saya ketakutan. Takutnya atasan saya di
markas telpon. Nah bener tuh. Orang tua saya, ‘Umar! Telpon!’ ‘Halo?’ ‘Halim’
nama bai’at saya Halim, ’Lim, antum dimana?’ ‘Dirumah’ ‘Setoran udah sampe
mana?’ ‘Belum Abi’ Saya manggil atasan saya Abi, ’Antum gimana mau ngejar
setoran?’
(Umar sempat di fase di mana ia mengambil perhiasan ibunya demi membayar
Infaq 300 ribu rupiah agar bisa pulang ke rumah. Setelah itu, untuk ijin ujian ketika
masih di bangku perkuliahan juga sulit sebab alira tersebut sangat ketat. Umar
mengejar IP kelulusan 3.0, namun dengan IP awal semester yang hanya sekitar 1.7
dan terancam DO karena waktunya pendek, ia kesulitan. Akhirnya, ia lulus
Moestopo dengan IP 2.94 dan merasa kurang puas. Kemudian ia ikuti pendidikan
S2 jurusan politik dan lulus dengan IP 3.26. Lalu, sekarang mengambil S3 di UIN
Syarif Hidayatullah jurusan Pemikiran Politik Islam. Ia tertarik dengan dunia
tersebut, karena ia bekerja sebagai wartawan)
A: Sebelum RCTI, di mana dulu Mas kerjanya?
U: Sama atasan kita langsung. Habis interview sama user, terus dipanggil lagi 150
untuk psikotes. Alhamdulillah [Saya] itu masuk terus gitu. Habis itu dipanggil lagi
800 orang untuk interview sama direktur Antara. Ada lima orang, itu ditanya… ada
yang interview bahasa Arab, ada yang bahasa Inggris, macem-macem... [Saya] lolos
juga. Terus kita tiga bulan digaji, nah di situ hasil psikotes saya cocok di fotografer
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
9
sama kameramen. Nah disitu mulai saya jadi wartawan lagi. Tadinya gak tau. Ya
sudah saya jadi kameramen, satu tahun saya jadi kameramen—eh ikatan dinasnya
dua tahun—dua tahun saya jadi kameramen… ikatan dinas habis—saya pindah ke
MNC grup, bangun SunTV yang sekarang jadi iNews TV. Selesai SunTV setahun,
direkturnya pindah ke Indovision… ikut gerbong lah gitu, bikin MNC sport
channel, MNC komedi channel. Terus, dua tahun disana, terus disini di RCTI
kehabisan kameramen karena Exodus ke KompasTV semua… Semua kameramen
diajak sama (..) kesini. Sekarang Korlip sudah, begitu perjalanan-perjalanan.
Sebenarnya gak tahu sih ini—rencana… rencana Tuhan ya, kita jalanin aja, jalanin
aja semua, tapi saya tertarik sama politik, apalagi politik Islam, semenjak itu sampai
hari makanya saya ambil gelar Doktor itu, Doktoral mau September ini kuliah. Saya
ambil itu, pemikiran politik Islam, di UIN.
A: Deket rumah…
U: Disitu tinggalnya? Iya disitu ceritanya, kuliah S3. Ya…prinsipnya sih bukan
mau kita kok, jadi wartawan, jadi ini. Ada namanya Michael Tjandra, itu dia
sekarang di RCTI, sekarang juga bisa wawancara Michael. Michael itu kan
arsitektur, gambarnya bagus, tapi jadi penyiar. Rata-rata bukan mau dia, rata-rata
memang ditakdirkan begitu. Ditakdirkan dengan jalan hidup.
A: Nggak pernah rencanain?
U: Gak tahu. Saya percaya begini. Ini pandangan saya ya. Jadi saya pernah
melakukan riset tentang waktu pas galau-galaunya. Jadi saya tuh sampe punya
perpustakaan itu gara-garanya ini, gak tau jumlah buku banyak di rumah itu kan...
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
10
jadi bahwa… Islam kan ya? Bahwa Isa itu atau Yesus itu diangkat ke langit ya kan,
sebelum dia disalib,nah… nih tapi gpp cerita-cerita begini?
A: Nggak apa-apa, lanjut aja.
U: Oke, diangkat ke langit, lalu akan diturunkan lagi. Nah hasil hitungannya itu
berdasarkan surat Arum (gak tau tulisannya) ayat 1-7, itu kurang lebih di tahun
2100 hijriah atau 2800 masehi, dia akan turun, nabi isa itu atau yesus itu.
Sebenarnya proses turunnya dia itu membutuhkan waktu satu detik, karena yang
jemput itu cucu-cucunya.
A: Disini?
U: Di tahun 2800.
A: Itu di duniawi kan?
U: Iya. Dijemput dia, sedetik sebelum disalib, gitu. Jadi proses pindahnya dia itu
satu detik. Jadi ibarat kertas gitu, kalo ini kertas ya, perjalanan hidup kita nih dilipet
begini. Ini teori relativitas Einstein. Kita kan ada dua orang kembar..
A: Iya saya pernah baca, kembar kan—
U: Jadi akhirnya… kan bunyi teorinya gitu kan, ketika ada dua orang kembar, salah
satu ditembak kan sama dia dengan kecepatan cahaya, waktu dia balik itu dia jauh
lebih muda daripada sama saudara kembarnya dia tadi. Saudara kembarnya udah
jadi kakek-kakek karena dia udah melewati perjalanan hidup ini, sebenarnya
lompatan dia cuma satu detik. Jadi kalo orang bilang “nanti akan lahir imam mahdi
sebagai titisan nabi isa” itu salah. Karena dia memang dijemput sekali itu toh,gitu.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
11
Karena tahun 2800 itu berdasarkan surat Arum dan beberapa surat-surat yang lain
bahwa itu adalah puncak kacaunya dunia. Disitu tiga agama samawi, yahudi,
nasrani dan islam itu akan bentrok besar-besaran. Dan saat bentrok besar-besaran
yang akan menjadi saksi atas perdamaian ini, nabi isa.
A: HMMMM
U: Maka dijemput dia detik itu sebelum dia di salib. Nah, kita kan melalui
perjalanan ini. Iya, kita melalui perjalanan ini. Taunya kita dia dijemput. Sudah.
Nah, kita jalan disini, pokoknya Allah bilang dijemput, sudah kita percaya aja
begitu. Terus ada yang menafsir-nafsirkan nanti lahir..itu kan kan mengada-ada.
Mengada-ada, sebenernya dia (gak jelas, menit 24:17) nah dia yang menjadi saksi.
Nah perjalanan ini kan sudah jadi ceritanya..skenarionya ini kan sudah jadi, saya
kamu semua sudah jadi ceritanya. Jadi, hidup itu jadi menarik ceritanya waktu saya
habis baca buku itu. Jadi hidup itu ibarat buka laptop, buka laptop. Iya, jadi, siapa
namanya?
A: Fia
U: Fia buka microsoft word, terus tulis huruf F, lahir-lah Fia di microsoft word.
Gitu. Apa namanya microsoft word? Kita ganti misalnya jadi bumi, kita buka
photoshop, photoshop itu ternyata di galaxy..ini kan galaxy bima sakti kita, jadi
galaxy di..apa nama istilahnya tuh… galaksi itu yang paling deket sama kita itu apa
namanya?
A: Antromeda? Kalo gak salah.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
12
U: Antromeda masih ada… Alpha Centauri, paling dekat. Ada juga andromeda, ada
juga andromeda. Di Alpha Centauri itu kan ada satu bintang dia juga punya planet-
planet yang ngiterin, kita juga punya satu bintang namanya matahari dan planet-
planet yang ngiterin, kalo di Al-Qur’an itu disebutnya sesungguhnya matahari itu
beredar pada peredarannya, bahwa sebenarnya semua matahari termasuk bintang-
bintang yang lain karena benda-benda yang melayang di angkasa itu yang
mengeluarkan cahaya adalah bintang, termasuk matahari yang paling dekat dengan
kita, itu semua bergerak pada peredarannya. Dia juga muter. Dan setiap bintang itu
punya satelit. Kalo kita matahari itu Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter,
Uranus, Neptunus, Pluto. Nah kalo Bumi juga punya satelit, Bulan. Jupiter punya
satelit, nah gitu. Jadi setiap, bulan punya satelit, semua punya satelit, gitu. Nah
semua bergerak dan siapa yang menggerakkan bintang ini, disitulah posisi Tuhan.
Nah, waktu dia memerintahkan rejeki, maka dia cari bintang yang namanya
matahari dari jutaan bintang yang ada, dicari dia planet bumi, dan dicari pulau jawa,
dicari… Ciputat, Ciputat apa Bintaro?
A: Ciputat
U: Dicari Ciputat, dicari dia. Baru dikasih rejekinya. Saking jauhnya perjalanan itu
kan. Bahkan semut-pun dikasih rejeki. Kan gitu. Nah, perjalanan ini sudah masuk
dalam skenarionya. Sama halnya dengan kita buka laptop. Nah kalo kita bongkar
itu CPU, kita bongkar itu… hard disc—processor, iya.. artinya itu semua berhenti
pada ilusi yang kita anggap realitas. Semuanya ini perjalanan ilusi. Dan udah
ditentukan oleh dia. Kalo dia mau shut down, tinggal shut down. Tinggal
ctrl+alt+del selesai. Kan gitu. Muncullah Fia dari microsoft word dia buka aplikasi
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
13
lain, photoshop, dia tulis u di photoshop, muncul rumah. Kalo dia pindahkan scroll
a, eh dia blok a, eh f, di word, dia ctrl+x atau dia drag itu ke photoshop, pindah
makanya fia ke photoshop. Artinya fia bisa pindah ke dimensi lain. Gitu. Yang
tadinya ada di dimensi ini. Apakah ada satu fia? Belum tentu, bisa jadi ada 7 fia
karena bahasannya ada 7. Iya. Nah gitu, jadi dari situ, semua ini, hidup ini adalah
ilusi. Kita berada pada ilusi monitor laptop. Apakah pernah ada huruf f kalau kita
bongkar itu CPU, kita bongkar itu harddisk external? Gak ada. Adanya pada ilusi—
ilusi monitor. Ilusi LCD. Jadi, ya termasuk ini. Termasuk saya yang jadi wartawan.
Termasuk saya test di turki gak lolos-lolos.
A: Serius?
U: Iya. Ampe ludah banyak negara gak lolos. Termasuk akhirnya saya begini,
termasuk hidup saya sederhana, termasuk saya masuk NII. Termasuk saya punya
perpustakaan, termasuk semuanya itu. O itu udah begitu. Termasuk, Isra’ Miraj-nya
rasul dari masjid A ke B yang jaraknya sama Jakarta – Singapur, waktu itu aneh
melakukan itu, gak mungkin ada orang satu malam disitu, sementara jakarta-
singapur butuh waktu 2 jam. Lalu dia ke langit ketujuh, dia jalan sampe akhirat, dia
liat semua bangsa-bangsa, apakah itu gak mungkin? Mungkin saja. Toh bisa bisa
dijemput. Kan gitu. Bisa jadi, rosul juga dijemput, sama cucunya.
A: inaudible
U: Iya. Bisa jadi yang lain, karena socrates juga bilang. Socrates di Yunani, dia
bilang… ini di bukunya Plato, judul bukunya PHAEDO, Pedo, gak tau ya bacanya
gimana ya PE-HA-E-D-O gitu, nah, dibilang bahwa, sesungguhnya, ni tulisannya
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
14
Plato, sesungguhnya Socrates dipaksa minum racun karena telah menghina dewa-
dewa Yunani dan merusak pemikiran pemuda Athena. Itu bahasanya Plato. Sama
hal-nya dengan Ibrahim, Ibrahim..dia bilang gini..atau rosul biasanya, rosul, jika
matahari di tangan kananku, bulan di tangan kiriku, gak pernah berhenti berdakwah.
Sama dengan Socrates, walau dipaksa minum racun, gpp, tapi jangan pernah
melarang gua untuk menghina dewa-dewa Yunani dan merusak pemikiran pemuda
Athena. Merusak bagi bahasa dia, sama dengan Muhammad merusak pemikiran
pemuda Quraisy kan gitu, bagi bangsa Quraisy. Kan gitu, nah saya yakin kalo di
dalam al..di dalam islam ya, diakui bahwa ada 25 nabi—banyak nabi cumang yang
diakui hanya 25 nabi, itu gayanya agama samawi, agama keturunan abraham,
keturunan ibrahim. Beda sama agama yang diturunkan dari Zen, Konghucu,
Budhha, Sidharta Gautama, termasuk Socrates. Karena Sidharta Gautama gak
pernah bilang bahwa dirinya adalah Dewa. Kan ditanya, di buku itu apakah kamu
seorang dewa? Bukan. Apakah kamu seorang Tuhan? Bukan. Dia selalu bilang
bukan. Akulah sang Buddha. Dimana dia dapat wahyunya? Di bawah pohon boti.
Apa yang dia sebutkan? Akulah yang menjadi saksi. Sama dengan ‘Ashadu
Allailaahailallah’—akulah yang menjadi saksi. Bisa jadi Buddha adalah nabi, juga
Socrates. Cuma tidak diakui dalam islam. Nah mereka adalah tokoh-tokoh. Dari
mana? Itu, dari perjalanan ini.
A: Jadi semuanya sudah dituliskan?
U: Iya, perjalanan ini. Termasuk kita. Jadi jangan pernah memilih, karena memang
sudah dipilihkan. bukan berarti kita jadi gak bersemangat, tapi ini bisa membuat
kita jadi lebih lega dalam menjalankan sesuatu, lebih ikhlas jalan aja. kalo gak dapet
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
15
apakah kita harus murung? siapa yang bila kalo fia itu harus..saya S1 itu di
Moestopo. Siapa yang bilang Fia itu harus di Unpad? Terlalu bersedih Fia gak lolos
ujian masuk Simak UI. gak lolos, saya juga gak lolos. saya gak lolos, waktu itu
namanya UMPTN, saya gak lolos UMPTN fikom, eh, fisip UI, UMPTN unpad, gak
lolos.
A: Beneran?
U: Gak lolos dua-duanya. kan ada dua pilihan kan waktu itu. Sekarang masih dua
ya? Terus gak lolos dua itu, saya pilih di Moestopo. Waktu saya test di Antara itu,
itu ada anak UI, ada anak UGM, ada anak Unpad. saya masih ketemu mereka, sama-
sama 500 orang test tulis, pada saat 300 orang saya udah gak liat anak UI, eh anak
Unpad. waktu itu saya psikotest, saya udah gak liat itu anak UGM. kan gitu. berarti
kan kualitas itu bukan di tangan dia, bukan di tangan kita. dia masuk UI, bukan
karena maunya dia. tapi karena Tuhan kehendakkan dia masuk UI, termasuk Fia.
Kenapa harus berakhir di UMN, kenapa gua harus berakhir di Moestopo? Kenapa
sekarang ada di RCTI? Gitu.
A: Nah kan di RCTI nih sekarang, ada pengalaman liputan yang gimana gitu?
U: Ini pertanyaan kedua ya? pertanyaan satu panjang banget tadi ya. pengalaman,
macem-macem. Mau mati pernah, macem-macem. jadi saya pernah liputan itu
macem-macem. jadi saya mulai cerita itu dari mana ya. pernah browsing ini gak
“pembantaian di Sodong”. Sodong itu perbatasan antara Lampung dan Palembang.
jadi di Sodong itu, mereka itu dipenggal kepalanya. Memang gaya Sodong
masyarakat Sodong itu memang begitu. Jadi, misalnya nih Fia punya ayam jago,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
16
saya punya ayam jago nih kita ngadu ayam, terus ayamnya saya mati karena
ayamnya Fia. Saya minta ayamnya Fia buat ganti ayamnya saya mati. Fia gak
ngasih dong. Mau ngasih gak? nggak mau ngasih. Terus akhirnya Fia pulang, naik
motor. saya naik motor juga, waktu kita berpapasan di motor itu, saya berdua kan,
saya keluarkan pedang saya, apa, samurai saya, saya tebas kepalanya Fia. jadi itu
motor jalan, dengan pengendara tapi gak berkepala terus tiba-tiba jatuh., lalu saya
ambil ayamnya. dan itu biasa di Sodong. itu tahun 2011.
A: OMG aku kira kayak tahun 2007-2008 gitu loh.
U: Enggak, 2011. Nah, disitu ada dua kampung. Kampung Suji di bagian atas ada
kampung Sodong. Kalo bisa berantem ini kampung, dia suka mengalirkan mayat
anak Sodong atau masyarakat Sodong, di sungai Sodong. jadi itu kampungnya di
deket sungai. lalu perang tuh. biasa begitu. Cuma ini gak ke coverage sama… coba
aja browsing. YouTube sambil browsing. Pembantaian Sodong/
[Informan dan Peneliti browsing peliputan Sodong di YouTube]
U: Sambil cerita ya, sambil browsing ya. nah, terus mereka biasa begitu. dan ini gak
ke cover media, karena memang..disana juga gak ada listrik. gak ada listrik, gak
ada apa-apa.
[Informan dan Peneliti melihat hasil gambar peliputan Sodong buatan Metro TV,
karena hasil RCTI tidak ditemukan di YouTube]
U: Jadi, ceritanya kenapa ada itu? sebenarnya itu..Sodong itu nempel sama kebon
kelapa sawit. nah, ini panjang loh ceritanya. gpp ya? iya, dia nempel sama kebon
kelapa sawit, terus ini yang paling mengerikan dari perjalanan..ada beberapa yang
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
17
mengerikan sebenarnya sih, cumang ini lumayan. Nah, di itu tadi, itu orang-orang
di pabrik sawit. Jadi ini misalnya kali Sodong, ya, ini kampung Sodong, terus ada
pabrik. Jauh emang, jauh sekali, ada pabrik sawit di situ. Dan setiap malam di sini
itu ada musik, ada dangdut, ada musik, di sini enggak. Dan ini masuk di kawasan
Sodong. Masyarakat sini gak pernah menikmati apa-apa. Sementara ini pohon-
pohon sawit semua, di situ ada pabrik sawitnya. Nah, mereka yang tinggal di pabrik
sawit ini, makan dari sawit dari tanah Sodong. Nah, terus waktu itu ada anak
Sodong ngambil sawit, ketemu sama orang pabrik ini, yang jawaranya orang
Banten. Berantem lah mereka. Digorok kepalanya setengah tapi gak mati. Eh, oh
iya digorok, mati, tapi gak putus. Pagi-pagi masyarakat Sodong jalan-jalan gitu, dua
orang, dia liat sodaranya. Dibawa, ternyata istrinya nangis-nangis apa segala
macem. Dan di sana masyarakat Sodong gak ada cerita dia itu generasi terakhirnya
Duta Palembang. Duta Palembang itu pemberontak dari jaman Sriwijaya, jaman
penjajahan Islam Demak, jaman penjajahan Belanda, jaman penjajahn Jepang, eh
Portugis. Belanda, Jepang, ada. mereka, masyarakat duta Palembang ini, karena
keluarga perompak, kadang misalnya kalo ada anak laki-laki sudah dewasa, itu
harus merompak ke Perancis, Jepang, Inggris, naik kapal, kalo dia kembali maka
dia jawara di situ. Kalo gak kembali, ya sudah. Itu masyarakat duta Palembang dan
gaya mereka begitu. Ini waduh kalo saya cerita masuk Sodong tuh, ntar habis ini.
A: Iyayayaya.
U: Terus, itu kerjaannya masyarakat Sodong. Nah, hari itu begitu sodaranya mati
mereka adakan upacara waktu pas kaum ibu dan anak-anak udah pada tidur, lima
puluh laki-laki Sodong masuk ke pabrik itu. Semua yang di mess itu suruh keluar,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
18
yang perempuan ama anak-anak tetep di dalem, yang laki-lakinya suruh keluar,
dibarisin disitu. Ditanya siapa yang bacok, siapa yang bunuh, gak ada yang ngaku,
ada yang lari, yang lari itu dibacok belakangnya. ini berdasarkan kesaksian supir
ya, supir itu saksi mata. Dia bawa kabur bos manajernya pabrik itu. Dibacok
belakangnya. Lalu suruh ngaku, akhirnya main tunjuk setelah melihat sodaranya
mati yang dibacok belakangnya, pada main tunjuk. Yang ditunjuk ini langsung
ditarik, terus ditebas kepalanya, ada lima orang yang kayak begitu. Ada yang
dilempar ke atas truk. Mereka itu satpam pabrik, pegawai pabrik. Nah, ini pabrik,
CSW nama pabriknya, punya Malaysia, melaporkan kondisi pembantaian itu ke
polisi. Begitu masuk ke BAPnya polisi, kita respon wartawan. Artinya kalo gak ada
laporan, gak ada yang respon, masyarakat Sodong begitu.
A: Hmm, jadi gitu mainannya.
U: Iya, nggak akan ada respon, biasa aja. Masyarakat Sodong memang begitu.
Memang karena dia masuk ke pabrik, pabrik ini punya perusahaan, dia punya
cashflow, punya aturan, punya apa, sehingga kalo ada masalah dia lapor ke polisi,
jadi BAP. Baru kita wartawan tau, datenglah saya ke sana. Itu dia tempat bikin
pusing.
A: Oh, jadi kayak gini nih [inaudible]
U: Saya berangkat akhirnya. Begitu diblow-up di TV, disuruh berangkat saya sama
redaksi. Berangkat saya sama mas syaiful anwar, karena dia jago investigasi.
Berangkat saya sama syaiful anwar kesana. Dengkul kan rasanya gak enak ini, jalan
ke sana. Sampailah kita di Lampung, naik mobil sampe ke kawasan Sodong.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
19
Ketemu sama biro Lampung, koordinasi sampai di Sodong. Sampai di sana, kita
kan belum tau dimana kampung Sodong, cari warga di situ. “Pak, saya mau ke
Sodong.” “Aduh, jangan! Jangan kesono dulu” pake bahasa Lampung. Kan males
dengernya. Terus, ketemu orang lain lagi “mau ke Sodong” “e gak usah.” terus ada
yang ngusulin ijin dulu sama itu, orang. Kita telpon dia, habis dikasih nomor, kita
telpon. Dia gak mau, kita nemuin dia, dia yang mau nemuin kita. Dimana ada,
dimana gitu ada tempat rumah makan. namanya ma..namanya siapa lupa. Dateng
itu orang setelah kita tunggu sejam, dua jam, dateng itu orang bertiga, eh, berdua.
Begitu sampe di meja makan itu, dia keluarin pistol, semua. Kan kita tambah pusing
kan, ini apa gitu kan. Sudah, akhirnya dia bilang mau berangkat jam berapa, mau
sampai sana jam berapa. Kata dia gitu. Kita pikir sampe sana siang, jadi kita
berangkat jam 3, berarti kan jauh. Jam 3 subuh kalo mau sampe sana siang. Sudah,
kita masuk ke hotel dulu. Saya mikir ini perlu gak kita masuk sebenernya ke
kampung Sodong ini.
A: Ini kok kok agak-agak, agak-agak ini—
U: Iya, jam 3 kita keluar dari hotel, packing alat. Masuklah kita naik mobil Avanza.
itu jalannya selip-selip, karena bukan 4WD, kan ban belakang doing yang jalan.
Kita dorong itu mobil, kena muka itu tanah semua waktu saya dorong mobil itu.
subuh-subuh kita jalan. Sekitar jam 6 pagi, jam 7 pagi ada ibu-ibu bawa sawit di
kepalanya, di keranjang besar itu. Dia kalo liat mobil seneng, masyarakat sana.
Karena mungkin jarang masyarakat sana. Dia gak pake bahasa Palembang juga
enggak, bahasa Lampung juga enggak. Nah, yang megang senjata itu kan duduk di
depan, karena dia penunjuk jalan kan. Dia nanya, mau kearah Sodong nih, di
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
20
perempatan ini belok mana? Dari senyumnya ibu itu, sampai berhenti senyum. Dari
dia ramah melihat kita, sampe mengerutkan dahi. “Mau ngapain kesana? Di sana
lagi gak nyaman, lagi gak sehat, lagi panas. Jangan kesana.” kita yang tadi lihat ibu
itu tersenyum terus lihat begini begitu kata Sodong diucapkan, saya pikir ini tak
perlu untuk diteruskan. Tapi Mas Syaiful bilang terus, harus dapet. Jalanlah kita.
Sampai sekitar jam 4, belom sampai Sodong. Dari pagi, dari subuh, sampai jam 4
sore, 12 jam lebih belom sampai Sodong. Terus kita putuskan kemana, akhirnya
kita ke pabrik CSW. Tanya orang pabrik CSW dimana, gak ada orang disono.
Katanya gitu. Ada bapak-bapak tuh lagi motongin sawit, pake bahasanya, ditanya
dimana pabriknya. Gak orang disono. Dimana pabriknya. Gak ada orang disono.
Ya tapi kita mau kesono. Ya udah tuh disitu, deket lagi tempatnya. Kita mampir,
begitu sampai pabrik, mess itu, kayak gimana ya, kayak rumah film-film koboi, ada
jerami bulet gitu yang lewat. Mati. Jadi ini ada pabriknya, ada mess nya, ada
lapangan bulu tangkis, ada messnya lagi, ada kantor, lapangan gitu. Outdoor,
cumang ada mess gitu kayak apa ya. Kayak kontrakan gitu.
A: Bener-bener kayak—bener-bener ditinggalin ya. Satpam aja gak ada?
U: Nggak ada. pabriknya juga gak ada. Saya liat truk itu. Saya liat tiang itu,
belakangnya dari kayu gitu ya. Saya liat tembok itu. terus tempat orang tengkurep
itu, saya liat itu disitu ya, sama massa saya disuruh syuting, sesuai dengan video
yang ada di handphone. dia ngapain, dia puterin itu mayat, saya ikutin. terus ini
tiang ya, yang mayat gak ada kepalanya itu, saya ikutin itu syuting dari bawah ke
atas, saya ikutin. terus yang ada kepala di atas truck, saya syuting tuh. jadi pertama
kali kita flip window tayangannya, yang ini kita blur kan, yang ini engga. tapi blur
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
21
kan keliatan samar-samar dikit kan, jadi ketauan benar wartawan kita sampai ke
lokasi buat nunjukkin itu. setelah itu bikin on cam, disitu saya blank. sering
bengong sering apa. kondisinya bau anyir, bau darah gitu kan. bercakan darah masih
ada disitu. terus kita pulang ke hotel, karena udah mulai maghrib. kita mengejar
jangan sampai gelap, ntar malah nyasar kita di hutan itu. ternyata udah gelap juga,
jam 7 udah gelap banget..haaa..untungnya kita bisa keluar. keluar itu jam 10 jam
11an lah. sampe hotel, saya ngedit. ngedit ngeliat gambar itu, sama gambar itu pake
laptop. saya mikir kita perlu gak ke Sodong kalo begini. jangan-jangan ntar kita…
ya sudah.
A: Itu posisinya mas Umar, pas sampe Sodong ya, pas sampe Sodong itu udah ada
reporter lain kayak MetroTV atau..?
U: Iya kita bareng, kita bareng ketemu di hotel. nah cumang si Desi (cek lagi, menit
51:59) gak sampe ke Sodong. dia cumang sampe pabrik CSW, pulang. itu
besoknya, lanjut berangkat kita jam 12. begitu saya… jam 10 ngedit, jam 11 saya
sudah bisa kirim gambar ke jakarta, jam 12 kita jalan ke Sodong. jam 12 malam
masuk hutan. sampai sodong jam 12. Jadi ada hutan-hutan, terus tiba-tiba turunan,
terus kali.
A: Di turunan yang di video MetroTV tadi, itu turunannya atau beda lagi?
U: Lain lagi. terus saya turun tuh disitu, ini ada rumah-rumah. kayak rumah-rumah
panggung gitu. begitu sampe situ, sepi. lima detik. setelah lima detik, itu warga
dateng. bruuh..bawa parang, bawa apa. itu saya nangis disitu, saya kencing. saya
pikir saya mati udah. bawa parang, bawa samurai. bak disuruh turun. dia gak ragu
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
22
untuk nebas pala orang terus ditaroh di truk. gak ragu juga untuk bantai kita hari
itu. gitu. itu saya gak tau, saya pikir udah selesai. nah, yang di mobil ini yang bawa
pistol ini mau turun. nah saya bilang jangan turun. lu turun habis lu di luar situ. dia
bilang, kalo kita gak turun, ini mobiil di bakar. kita mau mundur, itu hutan sawit.
susah kita lari sambil mundur, diserang sama dia. kita mau maju itu masuk ke dalam
kali. kita tabrak, itu masuk dalam kali. setelah begitu, digedor-gedor, kaca mau
dipecahin, terus sama bapak ini turun.
A: Terus akhirnya?
U: Ya saya masih disini.
A: Iyaiya, maksudnya habis turun?
U: Dia turun ngotot-ngotot. debat disitu. mereka tersinggung sama pemberitaannya
Tv One. menurut Tv One, pembantaian itu dilakukan oleh masyarakat Sodong. tapi
menurut masyarakat Sodong, mereka cari makan di Sodong, tapi gak pernah kasih
ruang buat kita jadi satpam kek di situ. dia ambil satpam dari banten. gak ngasih
kita apa kek di situ, biar kita ikut sejahtera. masa kita cumang ambil dua sawit aja
langsung dibunuh, menurut masyakarat Sodong. tapi menurut pabrik, mereka
pernah diajak kerja tapi kerjanya gak beres. gitulah. turun tuh. ngotot ngotot ngotot,
ketemu sama pemuka adatnya namanya macan. Terus masnya bilang “mar, kamera
tinggal. pake candid.” saya bawa candid dua, eh tiga. kacamata, pulpen sama remote
mobil. semua tinggal. kamera saya tinggal. saya bilang sama yang bawa pistol,
“apapun yang terjadi sama kita, kita ini tolong diselamatkan ya.” kan dia itu
gampang. begitu kita diserang, dia tinggal tembak itu ke langit, agak mundur kan,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
23
dia selamatkan kacamata lengah, dia tembak ke langit sambil jalan mundur bisa.
karena dia sering kalo lagi naik motor tuh, di kampung di hutan sawit itu kalo ada
pohon bergerak, dia suka tembak ke langit, TAR, lari gitu buat ambil motor dia. dia
cerita begitu. dia bisa kendalikan itu. ya sudah. kalo kita tewas, itu yang harus dia
selamatkan. ini nyawa itu jadi gak begitu berharga jadi jurnalis.
A: OMG. hahaha
U: Iya. karena kemarin itu saya baru liat videonya..di..di..di Isis. ada fotografer,
jadi..
A: Yang ditebas itu kepalanya?
U: Kalo ini lain. dia lagi motret, gak tau itu di isis atau di afganistan atau di suriah,
dia lagi motret, jadi dia motret, motretnya dia itu bluetooth ke handphone, jadi sama
kayak..sama kayak..apa namanya?
A: Kayak drone gitu.
U: Kayak drone gitu. dia motret langsung ke handphone, handphonenya itu
langsung ke cloud. gitu. nah cloud itu langsung ditarik. jadi waktu dia ditebas itu,
dia sambil motret. tetep motret. trererereret. gitu. jadi gambar jatuhnya..apa
namanya..pedang itu, ke lensa itu, ada. trerereret, dianya udah tewas. tapi gambar
nyampe ke kantor. nah, itu prinsip di wartawan. gitu. prinsip.
U: Nah, terus udah. saya bilang sama dia gitu. tolong selamatkan ini. kitanya gak
penting udah. sudah, kita jalan nih. saya juga udah gak tau, saya udah bau pesing,
bau apa kan. ya sudahlah kita jalan. dikawal nih. perempuannya malu-malu disana.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
24
jadi saya, cantik-cantik yak. cantik-cantik..jadi mata ini kan bawaannya pengen
ngeliat. saya ngeliat gitu terus dia malu-malu, dia lari gitu. perempuannya malu-
malu. tapi yang laki kan tatto semua. yang nongkrong disitu kan tatto semua. saya
nengok kesitu, duh, ngeri banget ini orang-orang gitu kan. duh. masuk kita ke rumah
pak macan itu. pak macan itu omongnya gitu. dia kecewa sama pemberitaan.
akhirnya saya ngomong, bahwa kita berpihak pada Sodong. kita mau denger
suaranya Sodong, kita mau beritakan bahasanya Sodong, suaranya masyarakat
Sodong. ini ada ketidak-adilan. perusahaan Malaysia itu, cari makan di negara kita.
cari makan di tanah Sodong. sementara masyarakat Sodong gak dapet apa-apa. kita
ada di pihak Sodong. akhirnya dia seneng. akhirnya dia ngomong banyak. dia
ngomong banyak, tapi tayangannya jangan diubah nanti, tayangannya ntar diubah.
nggak. kita berpihak pada..tapi itu udah mulai maghrib, udah mulai gak ada cahaya.
terus kita pulang. saya gak jadi mati.
A: Alhamdulilah ya allahuakbar
U: Besoknya balik lagi.
A: Tapi dengan sambutan yang beda?
U: Iya. saya dapet pisang satu tandan. rambutan. wah, banyak bos. pas dateng, ada
musik-musik apa… saya gak ngerti bahasanya. musik-musik apa, woah. mulai
syuting, taroh tripod di tengah-tengah kampung. syuting. yang perempuan malu-
malu, yang lakinya gitu tetep gayanya, jagoan-jagoan gitu. terus wawancara pak
macan ya. pemuka adat. sereret. pulang itu saya duduk itu di angkot sambil
bersyu..di mobil itu ke airport sambil bersyukur sini saya semut semua gara-gara
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
25
rambutan itu. saking banyaknya makanan kita bawa pulang, dari masyarakat
Sodong. mereka terus tayang, terus abis diselesaikan bahwa sekarang dibatasi untuk
apa… pengeksploitasikan tanah untuk kebutuhan sawit sama karet di daerah
sumatra itu di batasi oleh negara. jadi bikin perubahan. banyak sih, ada penjualan
yang perempuan juga pernah. terus ada juga pemerasan tkw juga pernah, itu juga
yang berurusan dengan nyawa-nyawa ya juga pernah. terus macem-macem.
cumang ini yang paling males..iya, paling males. tapi ada cerita lain, nanti saja kita
cerita. nah itu..itu salah satu. ya, yang bagi saya..saya punya cerita. saya kan juga
dosen di BSI, saya punya cerita ini. jadi kalo udah materi kuliah itu habis..
A: Tentang apa itu..
U: Saya ngajar penyutradaraan, terus..videografi, terus macem-macem. rata-rata
teknis sih. jadi, cerita ini buat ngisi jam kuliah aja. untuk hikmat rasanya, paling
gitu. ada lagi gak pertanyaannya? ada yaa? apa-apa?
A: Ada sih, kayak apa ya..mungkin..kan tadi bilang keluarga tidak..tidak..tidak ikut
andil dalam mas Umar jadi jurnalis kan. nah, prospektif dulu dan sekarang nih, dulu
jadi jurnalis, dulu tuh gak mikir, terus ikut-ikutan jadi jurnalis dan tau kerjaannya
akan seperti ini, pernah gak sih tiba-tiba kayak aduh gua gak disini.
U: Pernah waktu di Antara gini, dia itu pro interegasi, pro indonesia. tahun 2006,
dia ditahan di LP Cipinang. nah, yang dateng di LP Cipinang itu CNN, CNN
internasional ya, CNN internasional, aljazirah, BBC, press tv, macem-macem tuh.
belom kita, RCTI, SCTV, belom..gak punya ruang. begitu (nama orangnya, menit
1:01:01) turun dari mobil, fotografer langsung ambil gambar. difoto2in, dia
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
26
fotografenya kan juga (gak jelas, menit 1:01:08), reuters, terus media asing yak.
street time (koreksi, menit 1:01:14) daily new york, new york apa? new york today.
macem-macem. dikerubutin ya ama kameramen, sampe masuk ke LP. saya gak bisa
masuk. dan saya cek gambarnya, dan saya gak dapet itu mukanya ketutupan sama
kepala-kepala yang ngerubutin. saya ngomong sama pengikut mereka, eh kaka kita
sama-sama orang timur kaka kita harus ketemua sama bang Yuriko ini, ayo. “oh
yaa, iyaa kita ketemu bung. ayo bung kita pake ini.” dikasih ikatan merah putih.
“ayo bung kita ke dalam.” begitu keluarganya boleh nemuin, saya ikut rombongan
keluarga bawa kamera. nyala, saya nyalain kamera. ternyata sampe di dalem saya
liat kamarnya Tommy Soeharto, Abdulah Putin. jadi sebelum Ayin, Ayin itu yang
punya hotel di Cipinang, saya punya fotonya..
A: Soeharto ada (penjaranya)?
U: Lebih keren— dia punya helipad juga. Kan ini kan sterile by-press, nggak boleh
ada pers. Saya naik ke atas, saya ketemu sama Rico. Dia punya beberapa kembaran.
Jadi pas waktu integrasi Indonesia sama Timor Leste itu, dia punya beberapa
kembaran biar dia kalo mati tuh bukan dia yang mati, tapi kembarannya. Saya
shooting tuh kembarannya, sama gitu rambutnya. Jadi sininya cepak, rambutnya
panjang terus diiket. Ini keriting-keriting gitu. Selesai shooting saya wawancara dia
[Rico], karena kebutuhan berita. saya gantung kamera, mereka kan masih pikir saya
pengikutnya dia termasuk sipir-sipir itu. Waktu salaman saya bilang, ‘Gimana Bung
perjuangan kita nih?’ heran dia ada pengikut yang nanya begitu. Itu kesalahan saya.
Terus tiba-tiba itu pengacara, ‘kamu wartawan ya?’ terus semua sipir yang pegang
saya diambil ID. Jadi saya ditaro di suatu ruangan. Kepala ditaruh di meja,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
27
didudukkin kepala saya. Otak nih, didudukkin saya. Terus dia minta kamera, saya
bilang nggak. ‘Kalo lu mau minta kamera, mending lu matiin gua.’ Yang tadinya
dua orang yang nyiksa saya, masuk 19 [orang]. Bener saya bilang, ‘Mati juga gua
hari ini.’ Sudah, semakin disiksa. Nggak lama mereka yang tadi bareng saya masuk,
itu turun ngeliat di kaca waktu saya lagi disiksa. Pengacaranya masuk, ‘Eh, jangan
dudukkin kepala dia dong! Dia kan orang juga! Saya kan sebagai pengacara
tersentuh! Jiwa pembelaan saya muncul.’ Dalam hati saya, ‘Dari tadi kek lu….’
Keluar itu orang, ngomong sama reporter [satu kantor]. Kan ditanya kan, ‘Eh, mana
kameramen saya?’ ‘Kameramennya lagi di dalem tuh, lagi diduduk-dudukkin
kepalanya.’ Kata pengikut Rico Gutierrez yang masuk bareng saya. Reporter telpon
ke kantor, ke redaksi, produser, deket sama Kalapas. Karena dulu jaman kalapas
dulu masih di humas, produser saya masih di lapangan gitu, sering ngobrol. Tapi
ini dia (produser) udah di dalem, dia juga jadi kalapas. Ditelpon ke kalapas, yang
nyiksa saya HT-nya bunyi. Kemudian dari Kalapas, ada HT masuk ke yang nyiksa
saya, ‘Disitu ada wartawan Antara namanya ini ini ini?’ Terus semuanya diem,
keluar tuh satu-satu. Saya digandeng sama dia, ‘Bang kita sama-sama Palembang,’
dia ngakunya dari Palembang, ‘Kita sama-sama merantau, tolonglah. Hargai kan
kita merantau jauh-jauh cari makan.’ Gini gini gini. Baik-baikinlah. Begitu nggak
lama, produser masuk ke ruangan ini, baru saya bisa lepas itu kamera. Jadi nggak
mungkin saya lepas kamera dalam kondisi apapun. Terus baru kasetnya diambil,
diancurin, apa, yasudahlah, nggak apa-apa. Besoknya Pak Benny mau perkarakan
itu… Ini nggak bisa, karena saya disiksa kan. Saya jawab sama Pak Benny, ‘Kalau
ini diperkarakan [kasus penyiksaan jurnalis], jadi konsumsi publik. Jadi masuk ke
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
28
televisi kita, kan wartawan kan jadi konsumsi publik jadi diliput sama temen-temen
media lain. Nah, kalau itu diliput, orang tua saya pasti nonton. Saya orang tua saya
nonton, dia nggak akan tenang setiap saya salim berangkat ke kantor. Dia pasti
pikir, ‘Nanti ada apa-apa ini sama anak-anak.’ Kan gitu. Saya minta nggak usah
diliput. Nggak apa-apa, daripada jadi beban kan orang tua kita. Besoknya saya
diangkat sama Pak Rajab jadi karyawan tetap.
A: Itu belum jadi karyawan tetap?
U: Belum…
A: Astaga…
U: Tanya Pak Rajab, Pak Rajab tau saya disiksa. Dia mudah-mudahan masih inget
ya. Dia waktu itu sekretaris lembaga ya. Direktur Lembaga dan HRD. Jadi kalau
ditanya orang tua, ya (mereka) nggak usah tau. Mau kita berapa kali mati, mau kita
ditembakkin saat (liputan) illegal logging di Kalimantan, atau di (tiru suara
tembakan) sama tentara. Gara-gara lensa saa kena matahari terus mantul. Jadi ini
skenarionya, jatuh di Situ Gintung, hampir tenggelem nggak jadi, terus di Gunung
Halimun terus kepeleset, itu yang illegal logging. Jadi disitu rumputnya tinggi, saya
nebas daun, jadi trek-nya begini nih, terus rumputnya tinggi. Waktu saya nebas gitu,
kakinya masuk gitu. Ini jurang, terus disini ada pohon. Ini pohon, terus disini tas
gitu keril. Nyangkut antara kepala dan tas keril. Artinya kalo saya maju dikit, udah
tuh… terus ada Tim SAR-nya turun dua orang, mereka pake apa itu namanya,
dicantolin di tas saya, satunya cantolin di gesper. Terus mereka berdua tarik, terus
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
29
kita jadi selamet disitu. Gimana ya? Emang itu mau saya? Nggak. Memang belum
saatnya mati aja. Dan ini scenario, kalo pun mati ya sudah.
A: Ikhlas gitu…
U: Iya, jadi pas Sukhoi itu… mau berangkat itu kan berat (perasaannya). ‘Aku harus
jalan.’ ‘Kemana?’ ‘Kesono. (liputan Sukhoi)’ Istri saya sih yaudah, yasudah.
Pamitnya itu berat, setiap ke Papua… Kemaren baru pulang dari Papua. Bukan
masalah Papua, masalah nyamuk malaria… masalah macem-macem. Tapi harus
jalan, jalan. Jadi gitu. Jadi apakah ini menyenangkan buat cerita? Iya. Berangkat
mah, mikir dulu. ‘Duh, Papua lagi.’ Naik apaan? Naik Hercules. Naik Hercules,
jatuh lagi nanti. Kita kan gamau cerita yang negatif-negatif disana nanti kejadian,
‘Udah ah jangan ngomongin!’ jangan ngomongin jangan, biar same
Halim dulu.
A: Pokoknya sampe tanah Halim…
U: Ini mah bukan masalah berangkat, pulangnya? Apa ini mau kita? Belum tahu.
Itu takdirnya. Kapan saya mati? Saya nggak tahu. Makanya saya diasuransikan.
(WAWANCARA LANJUTAN 17 AGUSTUS 2016)
A: Bang Umar kan kerja dibawah pemilik yang punya partai politik, gimana
perasaannya? Apa itu mempengaruhi cara kerja di lapangan atau newsroom?
U: Pastinya berpengaruh… sebab sedikit banyak kebijakan redaksi jadi sejalan
beriringan dengan kebijakan partai sehingga dipastikan seluruh isi berita senada ke
program dan kebijakan partai. Jika partai mendukung Sandiaga Uno misalnya,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
30
maka berita yang diturunkan janganlah berita yang meninkatkan elektabilitas Ahok
tapi dicari berita yang dapat meningkatkan elektabilitas Sandiaga Uno. Maka, berita
tentang Ahok disesuaikan dengan bakal calon yang kita usung.
A: Gimana perasaan Bang Umar terhadap pemberitaan yang modelnya gitu?
U: Tidak masalah asalkan tidak mengada-ada. Jika fakta yang diolah atau digoreng
biar sedap beritanya nggak masalah.
A: Walaupun medianya keliatannya partisan kalau kayak begitu?
U: Kita tidak berdaya melawan penilaian partisan sebab kita mencari makan disitu.
Kecuali dewan pers bersama organisasi profesi di bawahnya seperti PWI dan AJI
bisa memperjuangkan hak kita. Banyak teman saya mati terbunuh, diikat pohon di
gunung sampai mati, dsiram air keras saat naik motor dari mobil yang dikendarai
orang yang nggak dikenal dan dewan pers nggak bisa berbuat apa-apa. Beda sama
IDI, dokter malpraktek juga dibelain. Kalo sudah begini ya nggak apa-apa dinilai
partisan, daripada pada kehilangan pekerjaan lalu keluarga jadi korban. Lain cerita
jika dewan pers siap advokasi 100%.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
31
Lokasi: Café Vanilla, MNC Tower, Kebon Sirih, Jakarta.
Tanggal: 22 Juni 2016.
Informan 2: Rembulan Randu.
A: Motif ketika liputan?
R: Aku sih selalu memotivasi diriku setiap hari ketika mau liputan adalah
menjadikan diriku penonton berpikir tentang apa yang penonton TV Indonesia
perlu tahu. Ketika aku [meliput] kebakaran misalnya ada [korban] mayat yang tidak
hanya terpanggang tetapi juga jarinya terpotong. Nggak mungkin aku sedetil itu
kasih tahu karena pada saat mereka nonton, kebetulan [kantor] TV-ku adalah
[perusahaan] TV-TV yang kelas-kelas tertentu yang masih dengan pemikirannya
yang... mereka nonton sambil makan ketika nonton, nggak mungkin sedetil gitu
ngasih tahunya. Jadi aku harus berpikirlah ketika memberitakan kira-kira apa yang
penonton mau dengar atau kira-kira penonton perlu tahu.
A: Hambatan ketika liputan apa?
R: Ketika berada di liputan politik atau liputan hukum dan media saat ini nggak
boleh munafik, punya kepentingan2 sendiri dimana disitu hitam-putih bener2 nggak
ada, semuanya mulai abu-abu dan sebagai pribadi yg dewasa dan sbg jurnalis yang
masih belajar saya harus mulai menelaah dan membedah mana yang kiranya perlu
dan mana yang kiranya harus tetap independen dengan tidak mengikuti kemauan
kantor karena toh berita saya akan melewati beberapa tangan yang akan nantinya
jadi satu paket berita liputan.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
32
A: Sudah berapa lama jadi jurnalis?
R: Baru setahun.
A: Apakah setelah lulus langsung berpindah jadi jurnalis?
R: Sama seperti mahasiswa lainnya, mungkin awal lulus saya bekerja dulu selama
enam bulan sesuai dengan jurusan saya, sastra cina di Universitas Indonesia.
Kemudian baru ada dorongan yang sangat kuat menjadi jurnalis, terutama
jurnalistik televisi karena ada visualnya. Disitu enam bulan setelah saya lulus
barulah saya bergabung di RCTI.
A: Nggak aneh tuh melenceng jauh dari jurusan yang ditempuh?
R: Awalnya melenceng tapi lama-lama aku percaya gitu, ada toh ilmu pada
dasarnya modal awal, semuanya juga belajar sesuai pengalaman untuk jurnalistik.
Tapi ada tiga atau empat liputan yang menyadarkan aku, maunya tuhan apasih garis
kehidupan buat gue? Salah satunya adalah live pertamaku, itu tentang kejahatan
yang dilakukan oleh 14 WNA tiongkok selama bertahun-tahun di suatu rumah di
Jakarta Selatan. Salah satu pelajaran yang ku dapetin disitu, kami belum bisa
wawancara langsung tersangka tapi aku janji karena terkait protokoler, aku janji
kalo ada chance aku mau wawancara langsung mereka. Waktu itu juga ada
kesempatan untuk ngikutin penggerebekkan narkoba yang dilakukan oleh dua
warga negara tiongkok dan aku bisa langsung chat sama mereka dan itu nggak
langsung. Tapi aku disadarkan bahwa aku perlu belajar sastra cina. Belum lagi ada
belakangan kapal-kapal kita yang ditembak cina dan kemudian… kayak makin
banyak kasus dengan cina kemudian kerjasama KCC untuk kereta cepat juga
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
33
dengan cina, makin banyak saham cina disini jadi menurut aku dengan modal itu
justru aku bisa menggunakannya di dunia jurnalistik.
A: Orangtua ngedukung?
R: Orang tua aku justru nggak ngedukung aku jadi jurnalis.
A: Seriously?
R: Seriously.
A: Sampai sekarang?
R: Sekarang sih literally ngomong untuk ngedukung, nggak sih nggak pernah
bilang. Mereka akan, “ngapain jurnalis?” kayak gitu.
A: Apa yang mereka harapkan?
R: Mereka lebih berharap aku lebih kearah kedutaan cina, lebih ke internasional.
A: Pernah berada pada posisi bahwa lebih baik menjalani permintaan orang tua dari
pada menjadi jurnalis?
R: Aku pernah melakukan saran orang tuaku, setelah aku lulus. Tapi aku merasa
nggak happy. Disini aku merasa happy karena aku belajar hal-hal baru, terus
berbagi dengan caraku dan berjumpa dengan banyak orang.
A: Produk jurnalistik yang dibuat itu terkadang tidak memiliki unsur kebenaran
yang murni, dengan faktor pengaruh banyak. People can’t handle too much truth.
Mengapa mbak tetap berada di tempat yang sama, padahal banyak profesi lain yang
lebih worthwhile dan truthful untuk masyarakat?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
34
R: Karena aku nggak tahu lagi modal apa yang harus aku bagi. Modal materi, aku
belum banyak. Tapi aku suka ngomong, makanya milihnya pun jurnalis televisi
bukan di [media] tulis. Kemudian, ya… ini caraku berbagi menurut aku gitu… dan
berbaginya langsung. Kan tadi kamu bilang karena nggak nyatanya semua hal yang
kita anggap penting, penting juga buat orang lain. Disitu aku belajar me-manage
egois, mau kita padahal kayak… kamu tahu berapa persen tapi kamu harus
menyaring itu karena kebutuhan-kebutuhan berapa pihak dan belajar lebih mem-
filter mana yang paling penting karena televisi terbatas dengan durasi dan itu
mengakibatkan share dan rating. Kemudian kamu akan lebih belajar lebih banyak
lagi, lebih jauh lagi. Tetapi bersyukurnya adalah setelah dipikir-pikir, “iya ya, nanti
kalo misalkan saya kasih tahu detil [ke masyarakat] tentang mayat atau mutilasi,
orang kan jadi nggak nafsu makan, saya jadi dosa dong ngasih tahunya. Padahal
cukup dengan berapa korban yang tewas, atau bagaimana dengan aparat pemadam
kebakaran, atau dengan menganalisis apa yang dilakukan dengan presiden
kemudian dengan kementerian-kementerian tanpa harus menceritakan perdebatan
yang terjadi mungkin secara detil. Itukan mungkin lebih membuat orang justru
nyaman, tenang, jangan terlalu panik. Jangan selalu merasa, “aduh negara gue gini
banget, aduh.” Malah bikin pesimis kayak gitu, jadi aku mikir justru saat-saat tadi
kamu bilang, “kok nggak ngasih tahu unsur yang benernya?” padahal kan jurnalis
harus kasih tahu yang benernya. Saya justru malah berpikir… ya justru saya…
dengan tidak memberitahukan semuanya, justru malah merasa membuat orang
lebih nyaman, damai dan itu cara berbagi sih menurut aku.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
35
A: Kan banyak nih dalam waktu setahun untuk pengalaman di lapangan buat Mbak
Randu, ada pengalaman liputan lain yang intens semacam 14 WNA yang Mbak
sebutkan tadi?
R: [liputan 14 WNA] sih yang paling memorable buat aku. For the very first time,
I have to do live reporting. Ya, jadi aku nggak pernah lupa liputan itu.
A: Bisa diperjelas, kenapa memorable?
R: Ketika kamu diminta menerbangkan pesawat padahal kamu belum pernah
belajar menerbangkan pesawat at all. Apa yang kamu rasain saat itu? Jadi aku tidak
di-plotting untuk live, aku tidak tahu live itu gimana [caranya] waktu itu. Tiba-tiba
aku ditelpon dan diminta, “Randu, stand-by 10 menit lagi live.” Dan saat itu ada
produser yang juga kesana, jadi aku nggak pernah lupa.
A: Bukannya Mbak Randu akan dapet kesempatan live selama training?
R: No… no, no, no. Aku ralat ya memang ada kelasnya tapi tidak sampai enam
bulan. Tapi, nggak artinya kelas-kelas itu tanpa praktek dadakan dan teks. Dan aku
dikasih kesempatan itu, jadi ketika pertama kali aku lihat [hasil liputan], aku geli,
aku jijik sama diriku sendiri karena aku lihat itu lebih membekas dan lebih
[mendorong] aku menjadi pengen belajar lagi ketimbang di kelas atau apa gitu, gitu
sih.
A: Apakah Mbak Randu akan menjalankan profesi ini dalam waktu lama?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
36
R: Iya. Aku daftar di Metro TV dan RCTI saat itu… memang… lebaynya ya,
mungkin bahasa yang sedikit berlebihan ialah mau menasbihkan diri untuk menjadi
jurnalis.
A: Pekerjaan ini yang ingin dijalani, karena senang kah?
R: Aku happy. Kamu bayangin aja, paling aku minimal bangun tuh paling telat jam
lima pagi karena harus naik kereta. Tapi ada pamanku pernah bilang, salah satu
parameter kamu cukup bahagia saat kerja adalah ketika kamu bangun tidur, kamu
tuh nggak ngerasa kayak, “ah, shit. Gue harus ke kantor.” Dan thanks god, sampai
setahun lebih berjalan, aku nggak pernah ngerasa kayak gitu. Padahal, dulu ada
beberapa pekerjaan yang… nggak pernah sih bulan-bulanan tapi kayak yang… ya
gitu, simple kayak bangun tidur kayak, “yah elah… harus kesini lagi.” [Sementara]
Tiap hari tuh kayak, “Wah, hari ini gue mau liputan kemana ya? Apa yang bisa
dibagi hari ini?”
A: Ada harapan nggak dalam menjalani profesi ini?
R: Ada banget. Tadi kan kamu bilang, ada [liputan] investigasi. Justru aku harus
belajar banyak investigasi mungkin, karena itu mengungkap kasus ya… menggali
lebih dalam. Menemukan fakta baru, nggak beda jauh sama tugasnya penyidik,
polisi bahkan. Jadi kalo pertanyaan mengenai harapan, masih banyak harapannya.
Disini aku baru, masih banyak yang aku harapkan dari profesi ini.
A: Selain investigasi?
R: Selain investigasi, aku pengen bisa wawancara dengan baik. Menurutku [teknik]
wawancaraku belum terlalu baik, dengan durasi yang lama… kayak 30 menit chit-
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
37
chat. Karena menurutku itu parameter yang keren, ketika orang bisa lama chit-chat
sama orang… ngomong yang benar… gitu.
A: Apa perasaan Mbak ketika liputan hal-hal yang berbau human interest?
R: Ketika saya liputan di Palangkaraya, ada kabut asap. Kemudian disitu saya lihat
anak-anak usia kelas satu SD, mereka sekolahnya diliburkan udah beberapa bulan
tetapi justru mereka menghabiskan liburan mereka dengan main diluar tanpa
menggunakan masker. Itukan nggak sehat, itu dianggap sudah biasa mungkin
karena warga situ cuman kan ini… waktu itu saya langsung bersentuh, turun
langsung ke hutan, langsung buat personifikasi… saya deketin satu anak,
bagaimana dia mengerjakan PR di udara terbuka, di rumah-rumah yang terbuat dari
tembikar-tembikar dindingnya itu. Otomatis udara kotor akan tetap masuk, di mana
ini sudah berbulan-bulan, mereka pendidikan tidak ada [dan] justru kesehatan
mereka menurun terus pemerintah apa yang mereka lakukan? Jadi karena tersentuh,
aku buat liputan itu. Alhamdulillah, pernah ada [news] anchor yang bilang, “kamu
bagus bikin kayak gitu.” Jadi itu nggak disuruh [produser], aku hanya pengen
menyingkap peristiwa itu dari sisi anak-anak. Kayak aku ingin meneriakkan bahwa
memperpanjang waktu dan meliburkan mereka itu bukan sesuatu hal yang solutif
ternyata, untuk pendidikan di area bencana alam. Toh udah dimana-mana mungkin
sama parahnya.
A: Mbak Ratih udah bertemu banyak orang, melihat banyak peristiwa dan itu bukan
sesuatu yang kasual kadang-kadang juga tidak layak untuk publik. Why are you
doing this?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
38
R: I love it. It’s enough for me, I’m just happy when I’m doing this. In any way, in
any situation. Jadi kalaupun ketika aku harus sedih-sedihan, di kala aku harus
berhadapan sama pemerintah, di kala aku harus berhadapan dengan orang bawah,
I’m happy. Ngobrol, chit-chat, cerita-cerita. Kalo dari kalangan bawah aku ditegur,
dalam tanda kutip kayak… kadang kita merasa nggak bersyukur, banyak jauh yang
lebih susah dari kita. Ketika di kalangan atas aku diajarkan seolah-olah hidup
sehitam-putih itu, hidup itu harus penuh strategi, yang A itu punya ini dan B itu
punya itu. Kantor juga mengajarkan, “Inget loh, kita itu begini ya [pekerjaannya].”
Tapi aku seneng. Saya nggak bisa ngebayangin kalau saya berprofesi lain selain
jurnalis, akankah semudah itu mendapatkan pelajaran seperti setiap hari.
A: Apakah Mbak Ratih akan merasa semangat jurnalis Mbak sendiri menurun
seiring bertambahnya umur?
R: Ini yang menarik dalam kehidupan ya, dari beberapa buku yang saya baca juga.
Jadi kalo kamu ada statement jurnalis yang bebal karena terlalu lama di dunia
jurnalistik, ya mungkin karena itu perkara umur, juga perkara pengalaman dan
keputusan menimbang segala hal. Mungkin juga karena masih muda, ya aku tidak
bisa menjanjikan bahwa in the end akan tetap seperti ini. Tapi kita juga nggak bisa
menutup mata, banyak bukti orang yang jurnalis hebat. Mungkin banyak jurnalis
hebat, tapi yang setia dan bertahan mungkin sedikit. Karni Ilyas salah satu
contohnya, Najwa Shihab, di depan aku ada yang namanya Nina [dari] RTV, dia
umurnya 53 tahun. Dia sudah… tetap terus di profesinya. Kalau ada kiranya mereka
hanya sekedar meliput tanpa berapi-api… sekarang kalo perbandingannya seperti
itu, emang profesi yang lainnya nggak [seperti itu juga]? Polisi juga makin tua
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
39
makin bosen? PNS juga bukannya seperti itu? Dokter juga seperti itu? Jadi
pertanyaannya, apakah ini masalah profesi yang salah atau masalah pribadinya yang
salah? Karni Ilyas bisa jadi pemred, yang jelas-jelas deh yang terkenal. Yang dia
mendobrak segala stigma pertelevisian bahwa yang namanya [news] anchor harus
cakep, suaranya serek, seperti itu berarti jujur yang lebih dari itu sehingga dia
muncul menjadi sesuatu. Itusih yang aku bawa, biar aku selalu bisa berpikir positif
ya sampai sekarang aku ngomong, tapi aku juga nggak bisa menjanjikan apa yang
terjadi di depan.
A: Jadi menurut Mbak sendiri, apa itu jurnalis?
R: Jurnalis itu… media komunikasi. Ya… maksud aku, dengan masyarakat. Untuk
jurnalis TV ya, [komunikasi dengan] visual dan audio. Itu gampangnya sih. Banyak
media komunikasi sekarang, twitter, online, masyarakat disajikan banyak pilihan
untuk dapat berita. Kalo TV jurnalis [tugasnya] ada memberitakan atau mencari
berita, itukan definisi KBBI ya pokoknya segala teori-teori itu. Tapi aku pribadi
pada akhirnya, [jurnalis itu] ya memberitakan setelah menganalisa setelah mencari
berita intinya kayak gitu… berbagi tapi yang gue bagi adalah informasi.
A: Pengalaman liputan Mbak Randu dalam bentuk timeline atau rundown?
R: Pertama seputar liputan DKI Jakarta, metropolitan dari mulai harga bawang,
awal-awal banget. Trus wawancara dinas pemakaman, pokoknya pindah-pindah.
Dari pernak-pernik di tanah abang, gelang-gelang, sampe yang kabut asap di
Palangkaraya. Kemudian aku ke… ada festival budaya di Jailolo. Kemudian aku
ikut arus mudik di Cileunyi, tahun ini kayaknya di Pantura. Terus aku belakangan
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
40
ini kebanyakan di umum, tapi terutama di Mabes Polri. Keliling juga sih, ke
Tipikor, Polda.
A: Hari ini katanya liputan ke Mabes ya?
R: Iya, hari ini liputan tentang Komisi III DPR. Ke rumah dinas Tito Karnafian
karena dia satu-satunya calon tunggal Kapolri. Karena dia calon tunggal, kan dia
mendekati mungkin kali ya, karena dia juga udah lolos uji dari KPK dan PPATK
itu… Hari ini kunjungan, besok mungkin proper and fit tes di depan komisi hukum
itu… jadi kemungkinan besar dia ya. Karena hak priogatif presiden juga ya, gitu.
(WAWANCARA LANJUTAN 17 AGUSTUS 2016)
A: Mbak kan kerja di bawah perusahaan media yang pemiliknya punya partai
politik, bagaimana perasaan Mbak? Apa itu berpengaruh di pekerjaan baik di
lapangan ataupun newsroom?
R: Untuk pribadi sih nggak, tapi kadang ada kalanya kami harus mengikuti
permintaan karena kami masih kerja di bisnis media yang tidak independen pastinya
dan emang kalo mau ditelisik lebih dalem lagi emang nggak ada media yang bener-
bener independen kecuali bangun sendiri, media sendiri diatas tangan sendiri, gitu.
Tapi gimana antisipasinya? Waktu itu aku pernah cerita ke kamu, mungkin korlip
atau produser minta, “tolong nanti angle-nya gini.” Atau apa, aku nggak akan
pernah nulis itu di naskah. Aku akan nulis apa yang seadanya aja. Karena itu bagian
dari prinsip keindependenan seorang wartawan. Jadi ngaruhnya nggak banyak sih,
selama jurnalisnya bisa memilah mana yang fakta, mana yang kebenaran, mana
yang nggak, gitu.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
41
A: Jadi kerja di media yang partisan oke-oke aja buat Mbak secara pribadi?
R: Oke, tapi media mana yang nggak partisan? Indonesia khususnya. Cuma ada
yang “main cantic” sama nggak aja. Bahasa kasarnya, “Selama kerja di orang, ya
terima sistemnya. Kalau nggak suka, jangan kerja sama orang. Mau independen
banget? Akan lebih baik bikin semuanya sendiri.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
42
Lokasi: RS Budi Kemuliaan, Kebon Sirih, Jakarta.
Tanggal: 24 Juni 2016.
Informan 3: Adinda Ratih.
A: Kenapa pengen jadi jurnalis?
R: Jadi sebenarnya kalo aku tuh agak bingung, ya. Pertama kali masuk MNC tuh
aku sebagai sekretaris direktur news lalu diarahkan oleh si bapak (Arya Sinulingga)
jadi presenter awalnya. Tapi karena aku belum lulus S1, jadi sambil nunggu aku
kuliah sekarang jadi reporter dulu sambil belajar di lapangan.
A: Dalam 9 bulan sebagai jurnalis, pengalaman liputannnya kemana aja?
R: Ngapain aja ya? Yah… dari banjir, kebakaran, sampah, dari nggak makan
sampai makan enak, dari basah ke kering terus basah lagi.
A: Yang paling berkesan?
R: Oh, baru-baru ini aku ke Bali… untuk interview cucunya Pablo Picasso. Cucu
kandungnya Pablo Picasso itu, kan dia seorang pelukis. Cucunya ini ada pameran
lah, menurutku salah satu legenda dunia.
A: Asik nggak sih, secara keseluruhan?
R: Asik sih, seru. Tapi… capek.
A: Kenapa?
R: Karena turun ke lapangan… capek. Menguras tenaga banget. Karena kita harus
mengejar narsum… kadang dianya ada yang mau diwawancarain, ada yang nggak.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
43
Terus kita berhadapan sama orang-orang. Kan ada orang-orang yang beda-beda,
ada yang kooperatif ada yang nggak.
A: Bapak saya cerita, Mbak Ratih tuh drummer ya?
R: Drummer, iya.
A: Drummer dalam sebuah band?
R: Iya.
A: Band apa?
R: Aku berempat sama kakak-adekku, perempuan semua… ada band-nya
(namanya) Sisters. Kami nge-band.
A: Bisa diseimbangkan antara band dan jurnalistik?
R: Jadi aku selain band, juga kuliah tadi aku sebutin terus kerja juga. Jadi tiga-
tiganya (dikerjakan)… insya allah bisa inilah, sama-sama dilakukan.
A: Keluarga setuju nggak sih dengan Mbak Ratih jadi jurnalis?
R: Setuju-setuju aja, asalkan itu positif pasti didukung.
A: Tantangan lain selain narsum, ada lagi? Yang intens mungkin?
R: Under pressure ada kalo misalnya harus tarik card. Harus… liputannya harus
siang itu, atau liputannya mau tayang kapan. Kan harus ditarik (hasil liputannya)
sama messenger. Jadi kita harus cepat-cepat kerjanya.
A: Apakah ini pekerjaan yang Mbak Ratih rasa akan jalani dalam waktu lama?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
44
R: Jujur, nggak. Karena kayaknya kalo… ini kan… tadi yang aku bilang, kerja di
lapangan itu tenaganya harus banyak, harus capek, harus mau capek. Sedangkan
kalo didalami dalam waktu lama, sampe tua gitu jadi reporter, jadi jurnalis
kayaknya… nggak mungkin. Karena semakin kita tua, kan semakin lambat juga
pergerakkannya. Jadi kalo aku palingan maksimal… dua tahun lah jadi reporter.
A: Abis itu rencananya mau kemana?
R: Rencananya mau, ya itu jenjang karir. Orang kan pasti mau yang pasti-pasti, jadi
ya kalo nggak ke dalem, jadi produksi atau produser gitu… atau yang lain.
A: Jadi jatohnya kayak passion gitu?
R: Passion sih… Seneng, seneng ketemu hal baru, iya. Kan setiap hari kita reporter
selalu ketemu sama berita-berita baru, baik itu dari sisi… berbagai bidang gitu kan
yang ada. Itu seru, itu serunya. Dan emang aku suka hal-baru, hal-hal menantang
aku suka. Tapi untuk dijalanin sampai tua, ya nggak lah.
A: Jadi kayak tempat—
R: Jadi jatohnya kayak tempat belajar, iya. Kita jadi makin luas wawasannya. Kita
semua jadi tahu… current issues tuh sekarang kita jadi tahu. Iya, seru deh.
A: Apa yang membuat Mbak Ratih ingin tetap menjalankan profesi jurnalis
walaupun juga menjadi drummer?
R: Karena itu dia, aku seneng melakuin banyak hal dalam satu waktu, dan
alhamdulillah juga nggak pernah jadi masalah ngelakuin beberapa hal itu. Jadi…
enak aja, apalagi masih muda penuh dengan energi.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
45
A: Pernah nggak sih merasa stuck dengan pekerjaan ini, saking stuck sampai merasa
bahwa “ini bukan pekerjaan gue”?
R: Nggak sih, aku seneng karena setiap hari beneran ketemu hal baru dan seneng
pengen tau misalnya hari ini (liputan) kriminal atau pembunuhan, kok bisa sih ada
bapak ngebunuh anak kandungnya? Kan kita juga jadi ngerasain (empati).
Besoknya ada (liputan) banjir, kasian banget yang kena banjir… jadi ada rasa yang
kita pelajari tiap hari, beneran deh seru.
A: Motivasinya jatohnya jadi kearah mempelajari hal baru…
R: He-eh, mau tahu segala hal yang baru, pengen belajar.
A: Itu Mbak mulai merasa bahwa Mbak ingin mendalami profesi ini mulai kapan?
R: Awalnya tuh… dari kecil aku kepingin jadi news anchor. Beneran, dari kecil
beneran pengen jadi news anchor tapi ternyata selama ini kerja itu selalu di dalem,
di meja (office work). Eh, akhirnya ditawarin kerja sama bosku mau jadi reporter
atau nggak, ya aku mau karena ternyata mulai searah dari mimpiku dari kecil gitu…
A: Dari kecil?
R: Pengen jadi news anchor, iya. Karena tiap hari, itu dia… ngebawain banyak hal.
Kok dia (news anchor) bisa tahu, kok pinter banget? Gitu. Ternyata sebelum jadi
news anchor harus jadi reporter dulu. Meskipun ada juga orang yang nggak, ya
semacam presenter gitu kan cuma bawain acara doang kan beda.
A: Nah, menurut Mbak Ratih, jurnalis itu apasih?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
46
R: Jurnalis itu… kerjaan yang… seru, jadi kita tuh… meng… apa ya? Membawa…
kenyataan. Uhm… menginformasikan kenyataan yang ada ke layar televisi. Kayak
gitu… tanpa ditambah atau dikurangi apapun. Dikurangin mungkin sih, karena
nggak mungkin dalam tiga menit—kan satu paket berita itu tiga menit—itu
semuanya ada.
A: Kalo soal hambatan, hanya tentang narasumber aja alias teknis gitu? Nggak
secara mental?
R: Itu dia mental, karena sifat orang beda-beda. Ada yang nggak kooperatif sama
sekali sampe mau berantem, sering. Ada yang merendahkan, sering.
A: Pas kapan, Mbak?
R: Yang paling standar itu… orang yang sering merendah orang (lain) itu pasti
orang rendah, itu (hal yang) pertama. Satpam, resepsionis, itu nggak pentingnya
minta ampun. Mereka pikir mereka hebat, padahal nggak sama sekali.
A: Pejabat kayak gitu juga?
R: Pejabat… nggak bahkan. Itu dia, orang hebat itu… Hebat. Kenapa dia jadi hebat?
Karena dia hebat. Dia menghargai orang. Urusan sama orang-orang hebat pasti
santai-santai aja, biasa aja. Yang bikin susah bawahannya, karena apa? Karena
mereka nggak hebat, gitu. Tapikan ngadepinnya harus sabar juga… Itu logikannya
bener. Kenapa orang bisa jadi hebat? Karena mereka hebat. Tau cara ngehargain
orang (lain).
A: Nah, ke sisi drummer. Apakah orangtua pemusik juga?
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
47
R: Papaku bukan pemusik. Tapi dia bisa main musik, jadi diajarin ke anak-
anaknya… anak-anaknya seneng… jadi dari kecil kita suka nge-band.
A: Sampai sekarang?
R: Sampai sekarang. Tapi, sekarang yang (kakakku yang) nomer satu lagi hamil
jadi break dulu.
A: Kakaknya Mbak Ratih yang hamil, bagian apa?
R: Kakakku itu bagian vokalis.
A: Cewek-cewek semua?
R: Cewek-cewek semua, “Sisters”.
A: Bagaimana perasaan anda ketika meliput hal-hal yang berhubungan dengan
human interest?
R: Pas banget, desk-ku bidangku tuh sosmas, sosial masyarakat. Dulu Randu
kayaknya sosmas juga deh, dia sekarang di mana sih? Hukum ya?
A: Dia… kemaren ke Mabes Polri.
R: Hukum berarti, mhm. Yang paling menyentuh… kemaren… aku nyampe nangis,
beneran. Ada rumah Al-Qur’an khusus para tuna netra, jadi kita disuruh liputan
untuk ngambil… biasanya tuna netra menghabiskan ramadannya gimana nih, gitu
kan? Standar angle liputannya, biasa. Tapi disitu aku ngeliat, ya kit aka disitu setiap
hari ngeliat, bahkan nggak peduli kalo misalnya di tengah jalan, yang ada tuna netra
lagi lewat, ya udah mereka masih bisa jaga diri mereka. As long as mereka aman,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
48
ya kita ya udah lah lewat-lewat aja. Tapi ternyata, betapa… perjuangannya mereka
untuk belajar Al-Qur’an—maaf, kamu (agamanya) Islam?
A: Iya, aku muslim.
R: Lagi puasa?
A: Lagi puasa.
R: He-ehm. (nada meninggi) Iya, itu lagi puasa-puasa liputan gitu jadi aduuuh Ya
Allaaaah ini banget, nampar aku banget gitu. Mereka segitunya mau belajar Al-
Qur’an jauh-jauh dari manapun, dari seluruh Jakarta ke Jakarta Barat, ke Kebon
Jeruk untuk belajar Al-Qur’an. Braile, itukan susahnya minta ampun.
A: Itu mereka gimana cara kesananya—
R: Dan itu ternyata mereka banyak. Hebat banget nggak sih?
A: Jadi mereka itu kayak ada perkumpulan—
R: Perkumpulan khusus tuna netra, ada komunitas baca Al-Qur’an-nya gitulah.
Mereka kesana, baca Al-Qur’an. Ada yang biasa tukang pijet, ada yang jual
kerupuk, ada yang nggak kerja, gitudeh sedih. Mhm. Tapi segitunya mereka untuk
belajar Al-Qur’an, itu kan menyentuh sekali. Gitu sih.
A: Jadi mereka ngumpul disana aja, atau ada sanctuary buat mereka disana?
R: Nggak, cuma ngumpul disana untuk belajar Al-Qur’an doang. Bukan tempat
tinggal, bukan bisa nginep disana, nggak. Cuma baca Al-Qur’an, tadarusan, selesai,
mereka balik lagi ke habitat mereka masing-masing. Setiap hari apa mereka kesitu
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
49
lagi, dan katanya ongkos mereka itu aja bisa 100ribu pulang pergi. Kan… mereka
uangnya dari mana? Hebat banget itu. Hebat banget.
A: Itu liputan kapan Mbak? Waktu bulan puasa ini?
R: Baru. Baru dua minggu yang lalu.
A: Puasa lagi. Mereka lagi puasa?
R: Mereka lagi puasa.
A: Terus pas Mbak tanya alesan mereka ngelakuin itu, mereka responnya apa?
R: Awalnya mereka bilang, mereka nggak ada kerjaan di rumah, nggak ngapa-
ngapain. Terus dia inget, tujuan hidup ini kan sebenernya buat ibadah pada Allah,
untuk menyembah Allah. Dan kekurangannya mereka itu bukan sebuah hambatan
seharusnya, gitu. Sedih deh. Tapi aku langsung “mmhh! Bener juga nih, gue yang
Alhamdulillah masih bisa jalan bener, masih bisa liat bener, kok kayakya susah
bener buat belajar Al-Qur’an.” Gitu sih.
A: Human interest model nangis-nangis gitu narasumbernya?
R: Ibu-ibu nangis…
A: Iya itu gimana sih (wawancaranya)?
R: (nada meninggi lagi) Nah itu dia. Bikin dilema tuh, kita reporter tuh bikin dilema.
Mau kita tanya tapi lagi sedih, kan kasian juga gitu kan. Tapi ya, itu gambar yang
dibutuhin gitu. Jadi, kita lagi sedih ngomong, “roll, roll, roll” (ketawa) Jadi gitu kan
nggak enak. Tapi ya emang harus begitu.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
50
A: Kesannya kita tuh kayak—
R: Kayak menggunakan emosi mereka, nah—
A: Iya…
R: Nah, mau gimana lagi? Emang itu dia kerjaan—Nah itu dia emang dilema sih…
A: Abis itu kayak, produsernya encouraging gitu?
R: Malah korlip atau produser malah, “Bikin nangis.” Kan untuk tayangan televisi
harus yang menyentuh. Jadi kadang kita kan ngomong—Oh pernah, tabrakan bus
sama kereta kamu inget nggak?
A: Iya.
R: Yang anak se-bus pada meninggal semua, 20 sekian orang. Oh, oh ada yang
koma. Nah, anaknya koma, bapaknya… ada bapaknya tuh dari daerah dateng,
(produser) “Iya Tih, kalo bisa bikin nangis ya.” (Saya) nanya, “Gimana pak, kabar
anaknya sekarang?” (Ratih mimik suara menangis menderu) Langsung…
A: (Shock)…
R: Kan sedih… he-eh…
A: Aku nggak enak loh—
R: Betul! Mau gimana lagi? Apalagi itu, desk kita kan sosial masyarakat. Ya harus
yang human interest, segala sesuatu tentang kemanusiaan harus lebih ditonjolin
kan… jadi ya agak bingung, ini bikin orang nangis, dosa. Tapi emang begini
kerjaannya. (ketawa) Ada-ada aja dah…
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
51
A: Iya, tapi gitu garis moral agak dipatahkan. Nggak enak, tapi kerjaan kayak gitu—
R: He-eh, emang tayangan bagus seperti itu. Kita butuh gambar kayak gitu.
A: Ada lagi nggak, selain korban kebakaran atau lainnya gitu?
R: Korban… oh mungkin tayangannya, gambarnya. Misalnya, kantor bilang, “Iya
Tih, kalo bisa ambil gambar di rumah sakitnya.” Pas kita liat, bentuknya juga nggak
enak. Masukkin ke tayangan juga pasti di blur dan nggak bagus. Jadi itu pinter-
pinternya kita aja, “Nggak, nggak bisa.” Gitu. Karena itu kan memang… apa yang
bahasanya, melanggar hak asasi manusia kan. Yang bentuknya udah kayak
gimana… emang serem gitu, nggak mungkin untuk direkam. Jadi ya kita, “Udah,
udah nggak bisa.”
A: Aku juga kemaren diceritain Mas Umar yang liputan dia di Sodong. Rekamin
mayat yang kepalanya udah diatas truk lah. Serem sih katanya, tapi ya mau gimana
lagi kan itu kerjaan—
R: Ya aku mah nggak te—kita kan perempuan. Aku mah nggak tega kayak gitu,
udah nggak usah, nggak usah direkam. Bilang aja nggak bisa.
A: Nggak harus tau?
R: Kan kita di lapangan. Semuanya di tangan kita. Kita mau ambil, ambil. Kita mau
tega, tega. Nggak mah, nggak. Ya udah mau diapain lagi.
A: Level “nggak tega”-nya Mbak Ratih pernah dites nggak sih?
R: Mmm… nggak. Karena aku orangnya… ya nanti kalo kamu udah lihat sering
juga kamu tau lah mana yang kira-kira bagus di tayangan, atau sebenarnya, “Ah,
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
52
nggak butuh-butuh banget kok, bukan yang parah-parah.” “Berita ini nggak penting
banget gitu, nggak terlalu besar impact-nya.” Jadi aku bisa nilai sendiri sih.
(WAWANCARA LANJUTAN 17 AGUSTUS 2016)
A: Mbak kan kerja di bawah pemilik yang punya partai politik, apa itu
mempengaruhi cara kerja di newsroom atau lapangan?
R: Kerja di bawah perusahaan yang pemiliknya punya partai politik itu…
sebenarnya kalo menurut aku kan, aku kerjanya di lapangan, itu nggak terlalu
berpengaruh… Cuma ke angle beritanya aja. Sedangkan angle berita itu ditentuin
di newsroom sama temen-temen yang ada di newsroom. Jadi kalo yang di lapangan,
ngerjain sesuai angle arahannya newsroom. Jadi nggak ada pengaruh apa-apa, aku
Cuma ngikutin angle-nya aja. Kalo di newsroom itu yang menurutku ada
pengaruhnya tapi aku juga nggak begitu ngerti.
A: Gimana perasaan Mbak?
R: Perasaanku di bawah pemilik yang punya parpol… biasa aja, tapi agak kesel aja
kalo ada pemberitaan yang pencitraan bener kayak misalnya partai ini lagi ngasih
bantuan kemana gitu diliput. Cuma gemes aja sih emang… mau gimana lagi, nggak
cuma di MNC, semua perusahaan yang punya parpol pasti ada angle berita yang
menguntungkan di parpolnya. Jadi perasaannya biasa aja, gitu.
A: Walaupun medianya partisan gitu?
R: Iya biasa aja meskipun kadang agak gemes aja ngeliput hal yang kesannya
dibesar-besarkan… misalnya saat partai tersebut lagi memberikan bantuan apalah
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
53
atau pengukuhan ketua apalah di partai tersebut…. Tapi aku memaklumi karena
memang pasti ada pemanfaatan media kayak gitu, jadi aku biasa aja.
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
Master Table of Themes for the Group
Informan pertama – Umar Fauzi Bahanan
No Tema dan Invariant Constituent
Transkrip Wawancara Halaman Baris
MAKNA MENJADI JURNALIS DI PT MEDIA NUSANTARA CITRA TBK 1 Profesi yang menantang
a Meliput di daerah konflik
“Jam 12 malem masuk hutan, sampe Sodong jam 12 siang. Jadi ada hutan nih, terus tiba-tiba turunan lalu kali. Lalu saya turun tuh. Ini ada rumah-rumah panggung. Begitu sampe situ, sepi [selama] lima detik. Setelah lima detik baru [orang-orang Sodong] dateng bawa parang, bawa apa. Itu saya nangis disitu, saya kencing. Saya pikir saya mati udah. Bawa parang, bawa samurai, [saya] disuruh turun. Dia [orang Sodong] nggak ragu untuk nebas kepala orang terus ditaro di tangan. Nggak ragu juga untuk bantai kita. Saya gatau, saya pikir udah selesai. Nah, yang di mobil ini yang bawa pistol ini turun. Saya bilang, ’Lu jangan turun lu abis entar disitu.’ Dia bilang, ’Kalo kita nggak turun, ini mobil dibakar.’ Kalo mundur, itu hutan sawit. Kalo maju, tabrak. Digedor-gedor, kaca mobil dipecahin. Terus bapaknya turun, berdebat mereka disitu. Mereka tersinggung sama pemberitaannya TVONE yang menyudutkan anak Sodong. Menurut TVONE, pembantaian itu dilakukan oleh masyarakat Sodong. Tapi menurut orang Sodong, mereka [karyawan CSW] makan di tempat Sodong tapi nggak pernah kasih tempat kerja disana…”
21-22 19
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
b Situasi liputan yang membahayakan diri
“Saya bilang sama yang [Orang lokal] bawa pistol,’Apapun yang terjadi sama kita, tiga [kamera candid] tolong diselamatkan ya.’ Karena dia kan gampang, begitu diserang dia tinggal tembak ke langit terus bisa agak mundur kan. Jadi nyawa itu udah jadi nggak begitu berharga kalau jadi jurnalis.”
22 20
c Narasumber yang sudah berperasaan bermusuhan
“Masuk kita ke rumah Pak Macan [pemuka adat] itu. Pak Macan itu ngomong gitu, ’kita kecewa sama pemberitaan [TVONE]. Akhirnya Mas Syai ngomong bahwa kita berpihak sama Sodong, kita mau denger suara Sodong, kita akan beritakan bahasanya Sodong, suaranya masyarakat Sodong. Ini adalah ketidakadilan. Perusahaan Malaysia itu cari makan di negara kita, di tanah Sodong sementara masyarakat Sodong tidak dapat apa-apa. Kita ada di pihak Sodong.’ Akhirnya, dia [Pak Macan] ngomong banyak, ’Tapi jangan diubah nanti tayangannya.’ ‘Nggak, kita berpihak pada anda.’ Itu kan posisi udah malem, jadi saya pulang [ke hotel]. Saya nggak jadi mati.”
24 4
Tekanan dari perusahaan
d Media yang partisan
“Pastinya berpengaruh sebab sedikit banyak kebijakan redaksi jadi sejalan beriringan dengan kebijakan partai, sehingga dipastikan seluruh isi berita senada ke program dan kebijakan partai.”
29 19
“Tidak masalah asalkan tidak mengada-ada. Jika fakta yang diolah atau digoreng biar sedap beritanya nggak masalah.”
30 5
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
MOTIF MENJADI JURNALIS 1 Pengaruh luar
a Menonton karya non-fiksi
“Jadi itu, saya justru nggak pernah tahu apakah saya akan menjadi jurnalis. Waktu itu saya emang saya suka—jaman kecil itu suka spiderman dan Peter Parker itu [profesinya] seorang fotografer ya. Terus saya juga suka nonton Superman, dan Clark Kent itu juga seorang jurnalis, dia itu wartawan di Daily Planet. Itu membuat saya [saat] jaman kecil tertarik pada dunia jurnalistik.”
1 8
b Pindah kantor
“Saya pindah ke MNC grup, bangun SunTV yang sekarang jadi iNews TV. Selesai SunTV setahun, direkturnya pindah ke Indovision… ikut gerbong lah gitu, bikin MNC sport channel, MNC komedi channel. Terus, dua tahun disana, terus disini di RCTI kehabisan kameramen karena Exodus ke KompasTV semua… Semua kameramen diajak sama (..) kesini. Sekarang Korlip sudah, begitu perjalanan-perjalanan.”
9 3
c Hasil analisis ketika di SMA
dan ANTARA
“Namun, hasil psikotes waktu kelas 2 SMA itu, saya cocoknya di drama, nomer satu itu. Di broadcasting (kedua), lalu (ketiga) sistem informasi.”
1 12
“[Saya] lolos juga. Terus kita tiga bulan digaji, nah di situ hasil psikotes saya cocok di fotografer sama kameramen. Nah disitu mulai saya jadi wartawan lagi. Tadinya gak tau.”
8 22
d Alasan ekonomi “Kita tidak bisa berdaya untuk melawan penilaian ‘partisan’ sebab kita cari makan di situ. Kecuali dewan pers bersama
30 8
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
organsasi profesi di bawahnya bisa memperjuangkan hak kita. Banyak teman saya mati terbunuh, diikat di pohon sampai mati, disiram air keras saat naik motor dari mobil yang dikendarai oleh orang tak di kenal dan dewan pers nggak nisa berbuat apa-apa. Kalau sudah begini ya nggak apa-apa dinilai partisan daripada kehilangan pekerjaan lalu keluarga jadi korban… lain cerita jika dewan pers siap advokasi 100%.”
2 Dari diri sendiri
a Merasa profesi ini
merupakan rencana Tuhan
“Semua kameramen diajak sama (..) kesini. Sekarang Korlip sudah, begitu perjalanan-perjalanan. Sebenarnya gak tahu sih ini—rencana… rencana Tuhan ya, kita jalanin aja, jalanin aja semua.”
9 7
“Ya…prinsipnya sih bukan mau kita kok, jadi wartawan, jadi ini. Ada namanya Michael Tjandra, itu dia sekarang di RCTI, sekarang juga bisa wawancara Michael. Michael itu kan arsitektur, gambarnya bagus, tapi jadi penyiar. Rata-rata bukan mau dia, rata-rata memang ditakdirkan begitu. Ditakdirkan dengan jalan hidup.”
9 14
“Jadi jangan memilih, karena memang sudah dipilihkan. Bukan berarti kita jadi nggak semangat, tapi ini bisa bikin kita jadi lega menjalankan sesuatu. Lebih ikhlas, jalanin aja. Kalau nggak dapet [pekerjaan] apakah kita harus murung?”
14 21
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
Master Table of Themes for the Group
Informan kedua – Rembulan Randu Dahlia
No Tema dan Invariant Constituent
Transkrip Wawancara Halaman Baris
MAKNA MENJADI JURNALIS DI PT MEDIA NUSANTARA CITRA TBK 1 Profesi yang menantang
A Lokasi liputan yang dinamis
“Pertama seputar liputan DKI Jakarta, metropolitan dari mulai harga bawang, awal-awal banget. Trus wawancara dinas pemakaman, pokoknya pindah-pindah. Dari pernak-pernik di tanah abang, gelang-gelang, sampe yang kabut asap di Palangkaraya. Kemudian aku ke… ada festival budaya di Jailolo. Kemudian aku ikut arus mudik di Cileunyi, tahun ini kayaknya di Pantura. Terus aku belakangan ini kebanyakan di umum, tapi terutama di Mabes Polri. Keliling juga sih, ke Tipikor, Polda.”
39 18
B Melakukan pekerjaan yang
belum pernah dilakukan sebelumnya
“Ketika kamu diminta menerbangkan pesawat padahal kamu belum pernah belajar menerbangkan pesawat at all. Apa yang kamu rasain saat itu? Jadi aku tidak di-plotting untuk live, aku tidak tahu live itu gimana [caranya] waktu itu. Tiba-tiba aku ditelpon dan diminta, “Randu, stand-by 10 menit lagi live.” Dan saat itu ada produser yang juga kesana, jadi aku nggak pernah lupa.”
35 7
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
C Bertemu dengan berbagai
macam narasumber
“I’m happy. Ngobrol, chit-chat, cerita-cerita. Kalo dari kalangan bawah aku ditegur, dalam tanda kutip kayak… kadang kita merasa nggak bersyukur, banyak jauh yang lebih susah dari kita. Ketika di kalangan atas aku diajarkan seolah-olah hidup sehitam-putih itu, hidup itu harus penuh strategi, yang A itu punya ini dan B itu punya itu.”
38 4
2 Mendapat tekanan dari perusahaan
A Terdorong untuk menjadi
netral
“Ketika berada di liputan politik atau liputan hukum dan media saat ini nggak boleh munafik, punya kepentingan-kepentingan sendiri dimana disitu hitam-putih bener-bener nggak ada, semuanya mulai abu-abu dan sebagai pribadi yg dewasa dan sbg jurnalis yang masih belajar saya harus mulai menelaah dan membedah mana yang kiranya perlu dan mana yang kiranya harus tetap independen dengan tidak mengikuti kemauan kantor karena toh berita saya akan melewati beberapa tangan yang akan nantinya jadi satu paket berita liputan.“
31 15
“Karena nggak nyatanya semua hal yang kita anggap penting, penting juga buat orang lain. Disitu aku belajar me-manage egois, mau kita padahal kayak… kamu tahu berapa persen tapi kamu harus menyaring itu karena kebutuhan-kebutuhan berapa pihak dan belajar lebih mem-filter mana yang paling penting karena televisi terbatas dengan durasi dan itu mengakibatkan share dan rating. Kemudian kamu akan lebih belajar lebih banyak lagi, lebih jauh lagi”
34 4
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
B Memosisikan diri menjadi
penonton
“Aku sih selalu memotivasi diriku setiap hari ketika mau liputan adalah menjadikan diriku penonton berpikir tentang apa yang penonton TV Indonesia perlu tahu. Ketika aku [meliput] kebakaran misalnya ada [korban] mayat yang tidak hanya terpanggang tetapi juga jarinya terpotong. Nggak mungkin aku sedetil itu kasih tahu karena pada saat mereka nonton, kebetulan [kantor] TV-ku adalah [perusahaan] TV-TV yang kelas-kelas tertentu yang masih dengan pemikirannya yang... mereka nonton sambil makan ketika nonton, nggak mungkin sedetil gitu ngasih tahunya. Jadi aku harus berpikirlah ketika memberitakan kira-kira apa yang penonton mau dengar atau kira-kira penonton perlu tahu.”
31 5
“Tetapi bersyukurnya adalah setelah dipikir-pikir, “iya ya, nanti kalo misalkan saya kasih tahu detil [ke masyarakat] tentang mayat atau mutilasi, orang kan jadi nggak nafsu makan, saya jadi dosa dong ngasih tahunya. Padahal cukup dengan berapa korban yang tewas, atau bagaimana dengan aparat pemadam kebakaran, atau dengan menganalisis apa yang dilakukan dengan presiden kemudian dengan kementerian-kementerian tanpa harus menceritakan perdebatan yang terjadi mungkin secara detil.”
34 10
MOTIF MENJADI JURNALIS 1 Pengaruh luar
a Pindah kantor
“Sama seperti mahasiswa lainnya, mungkin awal lulus saya bekerja dulu selama enam bulan sesuai dengan jurusan saya, sastra Cina di Universitas Indonesia. Kemudian baru ada dorongan yang sangat kuat menjadi jurnalis, terutama jurnalistik
32 4
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
televisi karena ada visualnya. Disitu enam bulan setelah saya lulus barulah saya bergabung di RCTI.”
2 Dari diri sendiri
a Sarana menyalurkan hobi
“Karena aku nggak tahu lagi modal apa yang harus aku bagi. Modal materi, aku belum [punya] banyak. Tapi aku suka ngomong, makanya milihnya pun jurnalis televisi bukan di [media] tulis. Kemudian, ya… ini caraku berbagi menurut aku gitu… dan berbaginya langsung.” .
34 1
b Tidak senang dengan pekerjaan sebelumnya
“Aku pernah melakukan saran orang tuaku setelah aku lulus. Tapi aku merasa nggak happy.”
33 14
“Tapi ada pamanku pernah bilang, salah satu parameter kamu cukup bahagia saat kerja adalah ketika kamu bangun tidur, kamu tuh nggak ngerasa kayak, ‘ah, shit. Gue harus ke kantor.’ Dan thanks god, sampai setahun lebih berjalan, aku nggak pernah ngerasa kayak gitu. Padahal, dulu ada beberapa pekerjaan yang… nggak pernah sih bulan-bulanan tapi kayak yang… ya gitu, simple kayak bangun tidur kayak, ‘yah elah… harus kesini lagi.’”
36 6
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
Master Table of Themes for the Group
Informan ketiga – Adinda Ratih
No Tema dan Invariant Constituent
Transkrip Wawancara Halaman Baris
MAKNA MENJADI JURNALIS DI PT MEDIA NUSANTARA CITRA TBK 1 Profesi yang menantang
a Melakukan hal baru setiap
kali bekerja
“Kan setiap hari kita reporter selalu ketemu sama berita-berita baru, baik itu dari sisi… berbagai bidang gitu kan yang ada. Itu seru, itu serunya. Dan emang aku suka hal baru, hal-hal menantang aku suka.”
44 10
b Bertemu berbagai macam
narasumber
“Karena kita harus mengejar narsum… kadang dia-nya ada yang mau diwawancarain, ada yang nggak. Terus kita berhadapan sama orang-orang. Kan ada orang-orang yang beda-beda, ada yang kooperatif ada yang nggak.”
42 19
“Yang paling standar itu… orang yang sering merendah orang (lain) itu pasti orang rendah, itu (hal yang) pertama. Satpam, resepsionis, itu nggak pentingnya minta ampun. Mereka pikir mereka hebat, padahal nggak sama sekali.(…) Pejabat… nggak bahkan. Itu dia, orang hebat itu… Hebat. Kenapa dia jadi hebat? Karena dia hebat. Dia menghargai orang. Urusan sama orang-orang hebat pasti santai-santai aja, biasa aja. Yang bikin susah bawahannya, karena apa? Karena mereka nggak hebat, gitu. Tapikan ngadepinnya harus sabar juga… Itu logikannya bener.”
46 11 / 15
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
2 Mendapat tekanan dari perusahaan
a Atasan meminta untuk
mendramatisir suatu liputan
“Nah itu dia. Bikin dilema tuh, kita reporter tuh bikin dilema. Mau kita tanya tapi lagi sedih, kan kasian juga gitu kan. Tapi ya, itu gambar yang dibutuhin gitu. Jadi, kita lagi sedih ngomong, “roll, roll, roll” (ketawa) Jadi gitu kan nggak enak. Tapi ya emang harus begitu. Malah korlip atau produser malah, ‘Bikin [narasumber] nangis.’ Kan untuk tayangan televisi harus yang menyentuh.”
49 17
“Yang anak se-bus pada meninggal semua, 20 sekian orang. Oh, oh ada yang koma. Nah, anaknya koma, bapaknya… ada bapaknya tuh dari daerah dateng, (produser) ‘Iya Tih, kalo bisa bikin nangis ya.’ (Saya) nanya, ‘Gimana pak, kabar anaknya sekarang?’ (Ratih tiru suara si Bapak menangis yang menderu) Langsung… Mau gimana lagi? Apalagi itu, desk kita kan sosial masyarakat. Ya harus yang human interest, segala sesuatu tentang kemanusiaan harus lebih ditonjolin kan… jadi ya agak bingung, ini bikin orang nangis, dosa. Tapi emang begini kerjaannya.”
50 10
b Bergerak cepat sesuai
deadline
“Under pressure ada kalo misalnya harus tarik card. Harus… liputannya harus siang itu, atau liputannya mau tayang kapan. Kan harus ditarik [hasil liputannya] sama messenger. Jadi kita harus cepat-cepat kerjanya.”
43 16
c Media yang partisan
“Agak kesel aja kalo ada pemberitaan yang pencitraan bener kayak misalnya partai ini lagi ngasih bantuan kemana gitu diliput. Cuma gemes aja sih emang… mau gimana lagi, nggak cuma di MNC, semua perusahaan yang punya parpol pasti ada angle berita yang menguntungkan di parpolnya.”
53 15
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
MOTIF MENJADI JURNALIS 1 Pengaruh luar
a Dorongan atasan
“Jadi sebenarnya kalo aku tuh agak bingung, ya. Pertama kali masuk MNC tuh aku sebagai sekretaris direktur news lalu diarahkan oleh si bapak (Arya Sinulingga) jadi presenter awalnya. Tapi karena aku belum lulus S1, jadi sambil nunggu aku kuliah sekarang jadi reporter dulu sambil belajar di lapangan (…) Eh, akhirnya ditawarin kerja sama bosku mau jadi reporter atau nggak, ya diterima karena ternyata mulai searah dari mimpiku dari kecil gitu…”
42 / 45 5 / 13
b Menonton produk
jurnalistik
“Karena tiap hari, itu dia… ngebawain banyak hal. Kok dia [news anchor] bisa tahu, kok pinter banget? Gitu. Ternyata sebelum jadi news anchor harus jadi reporter dulu.”
45 16
Dari diri sendiri
a Ingin mempelajari hal baru
“Setiap hari beneran ketemu hal baru dan seneng pengen tau misalnya hari ini [liputan] kriminal atau pembunuhan, kok bisa sih ada bapak ngebunuh anak kandungnya? Kan kita juga jadi ngerasain [empati]. Besoknya ada [liputan] banjir, kasian banget yang kena banjir… jadi ada rasa yang kita pelajari tiap hari, beneran deh seru.”
45 3
b Ingin menjadi pembaca
berita
“Awalnya tuh… dari kecil aku kepingin jadi news anchor. Beneran, dari kecil beneran pengen jadi news anchor tapi ternyata selama ini kerja itu selalu di dalem, di meja [office work].”
45 11
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016
100
Tabel 4.1 Konstruksi Makna Jurnalis di Media Televisi free-to-air PT Media Nusantara Citra Tbk
No Nama
Informan
Jabatan dalam PT MNC Tbk
Motif Makna Profesi
Jurnalis Masa Lalu Masa Kini Masa Depan
Dari diri sendiri Pengaruh
luar
1 Informan
1
Koordinator Liputan
untuk RCTI
- Takdir - Pengembangan
diri - Ekspresi diri
- Menonton karya jurnalistik
- Jenjang profesi
- Pengaruh keluarga dekat
- Pengaruh atasan
- Profesi yang menantang
- Mendapat tekanan dari atasan/perusahaan
- Menonton karya non-fiksi
- Jenjang profesi
Alasan ekonomi
Fokus pada pekerjaan saat ini.
2 Informan
2
Reporter MNC Media untuk RCTI, iNEWSTV, GlobalTV, MNCTV
- Jenjang profesi
Alasan pengembangan dan ekspresi diri
Melanjutkan profesi jurnalis hingga masa yang akan datang
3 Informan
3
Reporter MNC Media untuk Global
TV, iNEWSTV,
RCTI, MNCTV
- Menonton produk jurnalistik, tertarik
- Pengaruh atasan
Dua tahun di lapangan, berpindah ke bagian produksi
Makna profesi jurnalis... Aliefia Nada Malik, FIKOM UMN, 2016