42
Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat 11470 e-mail: [email protected] Pendahuluan Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi), sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah). Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah 1 Mangara Wahyu Charros

LLA MAKALAH

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Leukimia Limfositik akut

Citation preview

Page 1: LLA MAKALAH

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No 6 – Jakarta Barat 11470

e-mail: [email protected]

Pendahuluan

Leukemia (kanker darah) adalah jenis penyakit kanker yang menyerang sel-sel

darah putih yang diproduksi oleh sumsum tulang (bone marrow). Sumsum tulang

atau bone marrow ini dalam tubuh manusia memproduksi tiga type sel darah

diantaranya sel darah putih (berfungsi sebagai daya tahan tubuh melawan infeksi),

sel darah merah (berfungsi membawa oxygen kedalam tubuh) dan platelet (bagian

kecil sel darah yang membantu proses pembekuan darah).

Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya, Sumsum

tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah memproduksi sel darah

putih yang berkembang tidak normal atau abnormal. Normalnya, sel darah putih

me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya atau ada tempat bagi sel darah itu

sendiri. Tubuh manusia akan memberikan tanda/signal secara teratur kapankah sel

darah diharapkan be-reproduksi kembali.

Pada kasus Leukemia (kanker darah), sel darah putih tidak merespon kepada

tanda/signal yang diberikan. Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol

(abnormal) akan keluar dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah

perifer atau darah tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan

dapat mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti ini

(Leukemia) akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit

infeksi, anemia dan perdarahan.1

Definisi

Leukemia atau kanker darah adalah sekelompok penyakit neoplastik yang

1

Mangara Wahyu

Charros

Page 2: LLA MAKALAH

beragam, ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau transformasi maligna

dari sel-sel pembentuk darah di sumsum tulang dan jaringan limfoid. Sel-sel

normal di dalam sumsum tulang digantikan oleh sel tak normal atau abnormal. Sel

abnormal ini keluar dari sumsum dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau

darah tepi. Sel leukemia mempengaruhi hematopoiesis atau proses pembentukan

sel darah normal dan imunitas tubuh penderita.

Kata leukemia berarti darah putih, karena pada penderita ditemukan

banyak sel darah putih sebelum diberi terapi. Sel darah putih yang tampak banyak

merupakan sel yang muda, misalnya promielosit. Jumlah yang semakin meninggi

ini dapat mengganggu fungsi normal dari sel lainnya.

Klasifikasi

Leukemia dapat diklasifikasikan atas dasar :

1. Perjalanan alamiah penyakit : akut dan kronis

Leukemia akut ditandai dengan suatu perjalanan penyakit yang sangat cepat,

mematikan, dan memburuk. Apabila tidak diobati segera, maka penderita

dapat meninggal dalam hitungan minggu hingga hari. Sedangkan leukemia

kronis memiliki perjalanan penyakit yang tidak begitu cepat sehingga

memiliki harapan hidup yang lebih lama, hingga lebih dari 1 tahun bahkan ada

yang mencapai 5 tahun.

2. Tipe sel predominan yang terlibat: limfoid dan mieloid

Kemudian, penyakit diklasifikasikan dengan jenis sel yang ditemukan pada

sediaan darah tepi.

• Ketika leukemia mempengaruhi limfosit atau sel limfoid, maka disebut

leukemia limfositik.

• Ketika leukemia mempengaruhi sel mieloid seperti neutrofil, basofil dan

eusinofil, maka disebut leukemia mielositik.

Jumlah leukosit dalam darah

• Leukemia leukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah lebih dari normal,

terdapat sel-sel abnormal

• Leukemia subleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari

2

Page 3: LLA MAKALAH

normal, terdapat sel-sel abnormal

• Leukemia aleukemik, bila jumlah leukosit di dalam darah kurang dari

normal, tidak terdapat sel-sel abnormal

Klasifikasi imunologi

Precursor B-Acute Lymphoblastic Leukemia (ALL)-70% common ALL(50%),null

ALL,pre-B ALL

T-ALL(25%)

B-ALL(5%)

Definisi subtipe imunologi ini berdasarkan atas ada atau tidak adanya berbagai

antigen permukaan sel. Subtipe imunologi yang paling sering ditemukan adalah common

ALL, Null cell ALL berasal dari sel yang sangat primitif dan lebih banyak pada dewasa. B-

ALL merupakan penyakit yang jarang, dengan morfologi L3 yang sering berperilaku sebagai

limfoma agresif(varian Burrkit).

Klasifikasi Morfologi the French-American British (FAB):

L1 : sel blas berukuran kecil seragam dengan sedikit sitoplasma dan nucleoli yang tidak

jelas

L2: sel blas berukuran besar heterogen dengan nucleoli yang jelas dan ratio inti-

sitoplasma yang rendah

L3: sel blas dengan sitoplasma bervakuola basofilik.

Kebanyakan LLA pada dewasa mempunyai morfologi L2, sedangkan tipe L1 paling

sering ditemukan pada anak. Sekitar 95% dari semua tipe LLA kecuali sel B mempunyai

ekspresi yang meningkat dari terminal deoxynucleotidyl transferase (TdT), suatu enzim

nuklear yang terlibat dalam pengaturan kembali gen reseptor sel T dan immunoglobulin.

Peningkatan ini sangat berguna dalam diagnosis. Jika konsentrasi enzim ini tidak meningkat,

diagnosis LLA dicurigai.2

Anamnesis

Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal

berikut:

1.Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinan diagnosis)

3

Page 4: LLA MAKALAH

2.Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien

(diagnosis banding)

3.Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi

dan faktor risiko)

4.Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)

5.Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor

prognostik,termasuk upaya pengobatan)

6.Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan

diagnosisnya

Pertanyaan yang ditanyakan kepada pasien diantaranya adalah:

Keluhan Utama

Keluhan utama adalah alasan utama yang menyebabkan pasien memeriksakan diri atau

dibawa keluarganya ke dokter atau rumah sakit. Keluhan utama merupakan titik tolak

penelusuran informasi mengenai penyakit yang diderita pasien. 

Riwayat Penyakit Sekarang 

Perjalanan penyakit sangat penting diketahui. Ditentukan kapan dimulainya perjalanan

penyakit yang dimulai dari kapan saat terakhir pasien merasa sehat. Pernyataan terakhir penting,

karena sering kali yang disampaikan pasien dalam keluhan utamanya tidak menggambarkan

dimulainya penyakitnya, tetapi lebih berhubungan dengan munculnya kondisi yang dirasakan

mengganggunya. Demam, misalnya, akan dikeluhkan setelah dirasakan meninggi, karenanya

untuk keluhan demam seorang dokter harus menggali informasi kapan saat pertama pasien

merasa suhu tubuhnya meningkat, walaupun belum dirasakan cukup mengganggu. Khusus untuk

demam kurang dari satu minggu, bahkan dokter harus mampu menentukan pernyataan yang

meyakinkan dan tajam dengan menyebut “demam hari ke berapa” dan bukannya “demam sekian

hari”.

Faktor Risiko dan Faktor Prognostik

            Faktor risiko adalah faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya suatu

penyakit, sedangkan faktor prognostik adalah faktor-faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu

penyakit atau hasil pengobatan penyakit. Faktor risiko dan faktor prognostik dapat berasal dari

pasien, keluarganya maupun lingkungan.

4

Page 5: LLA MAKALAH

Faktor risiko pada pasien anak ditentukan dengan melakukan anamnesis riwayat pribadi

seperti riwayat perinatal, riwayat nutrisi, riwayat pertumbuhan dan perkembangan serta riwayat

penyakit yang pernah diderita. Riwayat imunisasi juga perlu dieksplorasi, untuk menduga

imunitas pasien. Riwayat penyakit keluarga juga diperlukan untuk mengetahui ada tidaknya

penyakit yang diturunkan atau ditularkan.3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan KGB

Kelenjar getah bening adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh kita. Tubuh kita

memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening, namun hanya didaerah submandibular,

ketiak atau lipat paha yang teraba normal pada orang sehat.

Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel pembentuk pertahanan tubuh dan

merupakan tempat penyaringan antigen (protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening

yang melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari lokasi KGB

akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya.

Oleh karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa antigen

(mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila ada antigen yang

menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan sel-sel pertahanan tubuh yang lebih

banyak untuk mengatasi antigen tersebut sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran

kelenjar getah bening dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari

KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit,atau karena datangnya sel-sel

peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar getah bening (limfadenitis), infiltrasi

(masuknya) sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit makrofag (gaucher disease).

Dengan mengetahui lokasi pembesaran KGB maka kita dapat mengerahkan kepada lokasi

kemungkinan terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB.

Saluran limfe 

Terdapat dua batang saluran limfe utama, ductus thoracicus dan batang saluran kanan. Ductus

thoracicus bermula sebagai reseptakulum khili atau sisterna khili di depan vertebra lumbalis.

Kemudian berjalan ke atas melalui abdomen dan thorax menyimpang ke sebelah kiri kolumna

vertebralis, kemudian bersatu dengan vena-vena besar di sebelah bawah kiri leher dan

menuangkan isinya ke dalam vena-vena itu. 

5

Page 6: LLA MAKALAH

Ductus thoracicus mengumpulkan limfe dari semua bagian tubuh, kecuali dari bagian yang

menyalurkan limfenya ke ductus limfe kanan (batang saluran kanan). 

Ductus limfe kanan ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari sebelah

kanan kepala dan leher, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam

vena yang berada di sebelah bawah kanan leher.

Sewaktu suatu infeksi pembuluh limfe dan kelenjar dapat meradang, yang tampak pada

pembengkakan kelenjar yang sakit atau lipat paha dalam hal sebuah jari tangan atau jari kaki

terkena infeksi.

Fungsi

1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.

2. Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.

3. Untuk membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah. Saluran limfe

yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal.

4. Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan

penyebaran organism itu dari tempat masuknya ke dalam jaringan, ke bagian lain tubuh.

5. Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat anti (antibodi) untuk melindungi tubuh

terhadap kelanjutan infeksi.

Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening:

KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah bening harus diukur untuk

perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan, kemerahan, hangat pada

perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi

apakah keras atau kenyal.

Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm dikatakan

abnormal)

Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan

Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet mengarahkan

kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah

terjadinya abses/pernanahan

Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan bergerak bersamaan bila

digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis, keganasan.

6

Page 7: LLA MAKALAH

Pemeriksaan system pemubuluh limfe

1.      Inspeksi

·         Leher, ruang supraklavikuler dan aksila

2.      Palpasi

·         Submandibula

·         Rantai kelenjar servikal anterior dan posterior

·         Kelenjar limfe inguinal dan lien

Perhatikan : fiksasi, tekstur, tanda-tanda tumor, perdarahan atau infeksi.

Pembuluh limfe dapat terserang penyakit di mana saja. Seluruh kulit mengandung pembuluh

limfe. Jika meradang, terlihat sebagai garis merah terang, biasa berjalan memanjang. Jika

tersumbat secara akut akan terasa nyeri. Bila kronis, tidak nyeri.

Infeksi, leukemia dan limfoma merangsang dan melibatkan system ini. Bila menemukan

limfadenopati difus, carilah adanya splenomegali. Kemudian carilah tanda-tanda perdarahan atau

rendahnya jumlah trombosit, petekia dan ekimosis.

Pemeriksaan Hepar

Palpasi Hepar:

Letakkan tangan kiri di belakang pinggang menyangga kosta ke 11 & 12 dengan posisi sejajar

dengan kosta, ajurkan pasien untuk rileks, tangan kanan mendorong hepar ke atas dan kedalam

dengan lembut.

Anjurkan pasien inspirasi dalam  & rasakan sentuhan hepar saat inspirasi, jika teraba sedikit

kendorkan jari & raba permukaan anterior hepar

Normal hepar : lunak tegas, tidak berbenjol-benjol

Perkusi hepar

Digunakan patokan 2 garis, yaitu:

1) Garis yang menghubungkan pusar dengan titik potong garis mid calvicula kanan dengan arcus

aorta

            2) Garis yang menghubungkan pusar dengan processus kifoideus

7

Page 8: LLA MAKALAH

Pembesaran hati diproyeksikan pada kedua garis ini dinyatakan dengan beberapa bagian dari

kedua garis tersebut. ( 1/3 – ½ ). Harus pula dicatat  :  Konsistensi, tepi, permukaan dan

terdapatnya nyeri tekan

Pemeriksaan Limpa

Pada neonates, normal masih teraba sampai 1 – 2 cm. Dibedakan dengan hati yaitu dengan:

            1) Limpa seperti lidah menggantung ke bawah

            2) Ikut bergeerak pada pernapasan

Mempunyai insura lienalis, serta dapat didorong kearah medial, lateral dan atas. Besarnya limpa

diukur menurut SCHUFFNER, yaitu : garis yang menghubungkan titik pada arkus kosta kiri

dengan umbilikus (dibagi 4) dan garis ini diteruskan sampai SIAS kanan yang merupakan titik

VIII. Garis ini digunakan untuk menyatakan pembesaran limpa. Garis ini diteruskan kebawah

sehingga memotong lipat paha. Garis dari pusat kelipat paha pun dibagi 4 bagian yang sama.

Limpa yang membesar sampai pusar dinyatakan sebagai S.IV sampai lipat paha S.VIII.4

Pemeriksaan Tanda Vital

Nilai standar untuk mengetahui batas normal suhu tubuh manusia dibagi menjadi empat yaitu :

Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C

Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C

Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

Rata-rata pernapasan normal pada anak :

1.      <2 bulan : < 60/mnt

2.      2-12 bulan : < 50/mnt

3.      1-5 tahun : < 40/mnt

4.      6-8 tahun : < 30

Tekanan nadi normal pada anak :

1.      2-12 bulan: <160/mnt

2.      1-2 tahun : < 120/ mnt

3.      2-8 tahun : <110 / mnt

8

Page 9: LLA MAKALAH

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan sumsum tulang (BMP / Bone Marrow Punction):

a. Ditemukan sel blast yang berlebihan

b. Peningkatan protein

2. Pemeriksaan darah tepi

a. Pansitopenia (anemia, lekopenia, trombositopneia)

b. Peningkatan asam urat serum

c. Peningkatan tembaga (Cu) serum

d. Penurunan kadar Zink (Zn)

e. Peningkatan leukosit dapat terjadi (20.000 – 200.000 / µl) tetapi dalam

bentuk sel blast / sel primitif

3. Biopsi hati, limpa, ginjal, tulang untuk mengkaji keterlibatan / infiltrasi sel kanker

ke organ tersebut

4. Fotothorax untuk mengkaji keterlibatan mediastinum

5. Sitogenik:50-60% dari pasien ALL dan AML mempunyai kelainan berupa:

a. Kelainan jumlah kromosom, seperti diploid (2n), haploid (2n-a),

hiperploid (2n+a)

b. Bertambah atau hilangnya bagian kromosom (partial delection)

c. Terdapat marker kromosom, yaitu elemen yang secara morfologis bukan

komponen kromosom normal dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat

kecil

Diagnosis Banding

Limfoma non Hodgkin

Umur median pasien limfoma non Hodgkin adalah 5o tahun. Klasifikasinya berada

dalamkeadaan transisi, didasarkan pada sitologi dan susunan arsitektur limfosit maligna

9

Page 10: LLA MAKALAH

dalamkelenjar limfe. Klasifikasi ini membagi limfoma menurut jenis nodular dan jenis difus,dimana pada

jenis difur tidak terjadi agregasi. Kemajuan ilmu pengetahuan dalam bidangimunologi dan

fisiologi limfosit, seperti membedakan limfosit sebagai sel B atau sel T,memberikan klasifikasi

yang lebih pasti dari limfoma non Hodgkin seperti yang tercermindalam klasifikasi oleh Lukes dan

Collins.

Pasien mungkin tidak memerlukan pengobatan kecuali jika mereka simtomatik.

Pengobatandan hasil bergantung pada usia, status perfoma mereka, ada atau tidak adanya

gejala, penenvan stadium, dan histologi. Seseorang dengan limfoma derajat rendah, jaringah

limfoidterkait mukosa MALT, yang berbatasan dengan lambung, dianggap terkait dengan

infeksiHelicobacteq pylori dan memberi respons pada aktibiotik. Bila pengobatan diindikasikanuntuk limf6a

derajat rendah gunakan agan pengalkil seperti klorambulsil sebagai agentunggal,atau kombinasi

kemoterapi dengan siklofosfamid, vinkristin, dan prednisom.Limf6a Burkit dan imunoblastik merupakan

limfoma derajat tinggi dan mempunyaikecenderungan mengenai SSP. Ini jug meruakan daerah yang sering

terkena pada pashenrelaps dengan penyakit stadium IV Bersama daerah lain yang sebelumnya

terkena. Pasien inimemerlukan kemoterapi multiobat yang agresif, mencakup kemoterapi

intratekal.Meskipun limfoma derajat sedang dan tinggi sangat agresif dan fatal tanpa

pengobatan,liofoma ini berespons terhadap kemoterapi dan berpotensi untuk sembuh. Pengobatan

standar yang membandingkan kombinasi

adalahCHOP, cyclophosphamif, Andriamycin, vincristine,dan prednison. Antibodi mooklonal

juga dipelajari untuk penggunaan potensialnya padalimfoma. Agen kemoterapi yang umum digunakan

pada keganasan hematologi.Sering didapatkan menyerang lambung dan usus halus, keadbn ini

ditandai dengan gejalayang mirip dengan gejala ulkus peptikum, anore.5

Idiopatik Trombositopenia Purpura

ITP adalah suatu gangguan autoimun yang ditandai dengan trombositopenia yang

menetap (angka trombosit daraf perifer kurang dari 150.000/ µL) akibat autoantibodi yang

mengikat antigen trombosit menyebabkan dekstruksi prematur trombosit dalam sistem

retikuloendotelial terutama di limpa.

Ada dua bentuk ITP : ITP akut , sering terjadi pada anak-anak ( 2-8 thn), sembuh dalam 6

bulan; ITP kronik, sering pada orang dewasa, trombositopenik menetap lebih dari 6 bulan,

sebagian besar dapat hidup dengan perdarahan ringan pada kulit.

10

Page 11: LLA MAKALAH

Patogenesis ITP kronik adalah sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya IgG)

menyebabkan disingkirkannya trombosit secara prematur dari sirkulasi oleh makrofag sistem

retikuloendotelial, khususnya limpa. Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan terhadap

tempat-tempat antigen pada glikoprotein IIb-IIIa atau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk

trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa hidup ini memendek menjadi beberapa jam.

Massa megakariosit total dan perputaran (turnover) trombosit meningkat secara sejajar menjadi

sekitar lima kali normal. ITP akut paling sering terjadi anak. Pada sekitar 75% pasien, episode

tersebut terjadi setelah vaksinasi atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis infeksiosa.

Sebagian besar kasus terjadi akibat perlekatan respon imun non spesisfik. Remisi spontan lazim

terjadi tetapi 5-10% kasus tersebut menjadi kronis (berlangsung > 6 bulan).Untungnya, angka

morbiditas dan mortalitas pada ITP akut sangat rendah.

Pada kasus ditemukan riwayat penyakit sebelumnya, yaitu panas disertai pilek dan

diberikan penatalakasanaan amoxyllin. Dari daftar obat yang sering menyebabkan ITP

sebagaimana telah penulis lampirkan pada tinjauan pustaka ditemukan penicilin dan turunannya.

Hal ini mengindikasikan bahwa anak tersebut kemungkinan menderita ITP yang diinduksi obat.

Untuk penegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan lab antara lain Hitung trombosit

( <100000/mm3), sediaan hapus darah tepi ( megatrombosit sering ditemukan ), waktu

perdarahan (memanjang), waktu pembekuan (normal), aspirasi sumsum tulang ( peningkatan

megakaryosit dan agranuler / tidak mengandung trombosit ), pemeriksaan Imunoglobulin

( PAIgG ).

Penatalaksanaan ITP akut adalah tanpa pengobatan, jadi sembuh spontan; keadaan berat

kortikosteroid ( prednison ) peroral dengan atau tanpa transfusi darah keadaan sangat gawat

( perdarahan otak) transfusi suspensi trombosit; Ig secara IV biasa dalam dosis tinggi : 0,4gr /

kgBB / hr selama 5 hr. Menyebabkan blokade pd RES. Pada ITP kronik adalah pemberian

kortikosteroid selama 6 bulan ( azatioprin, siklofosfamid), splenektomi jika resisten thd

prednison dan obat imunosupresif.6

11

Page 12: LLA MAKALAH

Diagnosis Kerja

12

Gambaran LLA (L1): infiltrasi sumsum

tulang oleh limfoblas immatur

Gambaran LLA sel T(L2) : infiltrasi sumsum tulang

oleh limfoblas dengan berbagai ukuran. Tidak ditemui

adanya prekursor mmyeloid atae erytroid. Tidak

ditemui megakariosit.

Page 13: LLA MAKALAH

Pembagian LLA menurut sistem klasifikasi Frenc-American-British (FAB) berdasarkan atas

morfologi:

L1 : Limfoblast kecil, sitoplasma sedikit, dan nucleolus yang mencolok. L1 merupakan

kasus LLA terbesar pada anak, mencakup 85%.

L2 : Sel limfoblas lebih besar daripada L1. Gambaran sel menunjukkan adanya

heterogenitas ukuran dengan nukleolus yang menonjol serta sitoplasma yang banyak. L2

merupakan 14% kasus LLA pada anak

L3: Limfoblas besar, sitoplasma basofilik. Terdapat vakuola pada sitoplasma dan

menyerupai gambaran limfoma Burkitt. L3 mencakup 1% kasus LLA pada anak.

ALL dapat didiagnosa pada pemeriksaan:

a. Anamnesis

Anemia, kelemahan tubuh, berat badan menurun, anoreksia mudah sakit, sering demam,

perdarahan, nyeri tulang, nyeri sendi.

b. Hitung darah lengkap (CBC) anak dengan

CBC kurang dari 10.000/mm3 saat didiagnosa

memiliki prognosis paling baik ; jumlah lethosit lebih dari 50.000/mm3 adalah tanda prognosis

kurang baik pada anak sembarang umur.

c. Pungsi lumbal – untuk mengkaji keterlibatan SSP

d. Foto toraks – mendeteksi keterlibatan mediastinum

e. Aspirasi sumsum tulang – ditemukannya 25% sel blas memperkuat diagnosis

f. Pemindahan tulang atau survei kerangka – mengkaji keterlibatan tulang

g. Pemindahan ginjal, hati dan limpa – mengkaji infiltrasi leukemik

13

Gambaran LLA sel B (L3): limfoblast yang

besar, sitoplasma basofilik dan terdapat

vakuol

Page 14: LLA MAKALAH

h. Jumlah trombosit – menunjukkan kapasitas pembekuan6

Epidemiologi.

Insidensi LLA adalah 1/60.000 orang per tahun, dengan 75% pasien berusia kurang dari 15

tahun. Insidensi puncaknya usia 3-5 tahun. LLA lebih banyak ditemukan pada pria daripada

perempuan. Saudara kandung dari pasien LLA mempunyai resiko empat kali lebih besar untuk

berkembang menjadi LLA, sedangkan kembar monozigot dari pasien LLA mempunyai resiko

20% untuk berkembang menjadi LLA.7

Etiologi

Penyebab LLA pada dewasa sebagian besar tidak diketahui. Faktor keturunan dan

sindroma predisposisi genetic lebih berhubungan dengan LLA yang terjadi pada anak-anak.

Faktor lingkungan dan kondisi klinis yang berhubungan dengan LLA adalah :

1). Radiasi ionik

Orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki mempunyai resiko

relatif keseluruhan 9,1 untuk berkembang menjadi LLA.

2). Paparan dengan benzene kadar tinggi dapat menyebabkan aplasia sumsum tulang, kerusakan

kromosom dan leukemia.

3). Merokok sedikit meningkatkan resiko LLA pada usia diatas 60 tahun.

4). Obat kemoterapi.

5). Infeksi pada virus Epstein Barr berhubungan kuat dengan LLA L3.

6). Pasien dengan sindrom Down dan Wiskott-Aldrich mempunyai resiko yang meningkat untuk

menjadi LLA

Patogenesis

14

Page 15: LLA MAKALAH

Kelainan sitogenik yang sering ditemukan pada LLA adalah t(9;22)/BCR-ABL (20-30%)

dan t(4;11)/ALL1-AF4 (6%). kedua kelainan sitogenik ini berhubungan dengan prognosis yang

buruk. Fusi gen BCR-ABL merupakan hasil translokasi kromosom 9 dan 22 [t(9,22)(q34;q11)]

yang dapat dideteksi hanya dengan pulse-field gel electrophoresis atau reverse-transcriptase

polymerase chain reaction. ABL adalah nonreceptor tyrosine protein kinase yang secara

enzimatik mentransfer molekul fosfat ke substrat protein, sehingga terjadi aktivasi jalur

transduksi sinyal yang penting dalam regulasi proliferasi dan pertumbuhan sel.

Kelainan yang lain yaitu -7,+8, dan karotipe hipodiploid berhubungan dengan prognosis

yang buruk; sedangkan t(10;11) dan karotipe hiperdiploid tinggi berhubungan dengan prognosis

baik. Mekanisme umum lain dari pembentukan kanker adalah hilangnya atau inaktivasi gen

supresor tumor yang mempunyai peranan penting dalam mengontrol progesi siklus sel, misalnya

p16(INKA4) dan p15(INK4B). Kejadian yang sering adalah delesi, mikrodelesi, dan penyusunan

kembali gen (gene rearrangement) yang melibatkan p16(INK4A) dan p16(INK4B). Kelainan

15

Page 16: LLA MAKALAH

ekspresi dari gen supresor tumor Rb dan p53 ternyata lebih sering terjadi.Kelainan yang

melibatkan dua atau lebih gen-gen ini ditemukan pada sepertiga pasien LLA dewasa.

  Kerusakan genetic nonletal merupakan hal sentral dalam karsinogenesis. Kerusakan(atau

mutasi) genetic semacam ini mungkin didapat akibat pengaruh lingkungan, seperti zat kimia,

radiasi, atau virus, atau diwariskan dalam sel germinativum. Hipotesis genetic pada kanmker

mengisyaratkan bahwa massa tumor terjadi akibat ekspansi klonal satu sel progenitor yang telah

mengalami kerusakan genetic(yaitu tumor bersifat monoclonal). Pendapat ini telah terbukti pada

sebagian besar tumor yang dianalisis. Klonalitas tumor mudah dinilai pada perempuan yang

bersifat heterozigot untuk berbagai penanda terkait-X polimorfik, sperti enzim glukosa-6-fosfat

dehidrogenase atau restriction fragment length polymorphism terkait-X.

·      Tiga kelas gen regulatorik normal-protoonkogen yang mendorong pertumubuhan gen

penekan kanker (tumor suppressor gene) yang menghambat pertumbuhan; dan gen yang

mengatur kematian sel terencana (programmed cell death) atau apoptosis—mutan protoonkogen

disebut onkogen. Alel ini dianggap dominan karena menyebabkan trasnoformasi sel walaupun

pasangan/padanan normalnya ada. Sebaliknya, kedua alel normal pada gen penekan tumor harus

mengalami kerusakan sebelum transformasi dapat berlangsung sehingga kelompok gen ini

kadang-kadang disebut sebagai onkogen resesif. Gen yang mengendalikan apoptosis mungkin

dominan,seperti potoonlogen, atau berpreilaku sebagai gen penekan tumor.

·       Selain ketiga kelas gen yang disebutkan di atas, katehori gen keempat, yaitu gen yang

mengatur perbaikan DNA yang rusak, berkaitan dengan karsinogenesis. Gen yang memperbaiki

DNA memengaruhi proliferasi atau kelangsungan hidup sel secara tidak langsung dengan

memengaruhi kemampuan organism memperbaiki kerusakan nonletal di gen lain, termasuk

protoonkogen, gen penekan tumor, dan gen yang mengendalikan apoptosis. Kerusakan pada gen

yang memperbaiki DNA dapat memudahkan terjadinya mutasi luas di genom dan transformasi

neoplastik,.

·       Karsinogenesis adalah suatu proses banyak tahap, baik pada tingkat fenotipe maupun

genotype. Suatu neoplasma ganas memiliki beberapa sifat fenotipik, misalnya pertumbahan

berlebihan, sifat invasive local, dan kemampuan metastasis jauh, sifat ini diperoleh secara

bertahap, suatu fenomena yang disebut tumor progression. Pada tingkat molecular progreso ini

terjadi akibat akumulasi kelainan genetic yang apda sebagian kasus dipermudah oleh adanya

16

Page 17: LLA MAKALAH

gangguan pada perbaikan DNA. Perubahan genetic yang mempermudah tumor progression

melibatkan tidak saja gen pengendali pertumbuhan, tetapi juga gen yang mengendalikan

angiogenesis, invasi, dan metastasis. Sel kanker juga harus melewatkan proses penuaan normal

yang membatasi pembelahan sel

Teori umum tentang patofisiologi leukemia adalah bahwa satu sel induk mutan, mampu

memperbaharui diri secara tidak terhingga, menimbulkan prekusor hematopoietic berdiferensiasi

buruk maligna yang membelah diri pada kecepatan yang sama atau lebih lambat daripada

pasangannya yang normal. Pada studi glukosa 6-fosfat dehidrogenase, perkembangan uniseluler

dari neoplasma telah diperlihatkan dengan menumakan satu jenis G6PD dalam sel ganas dari

pasien heterozigot yang memiliki pola enzim ganda dalam jaringan normal mereka. Penentuan

pola metilasi dari polimorfisme panjang-fragmen-restriksi yang terkait-X  pada perempuan

heterozigot merupakan metode sensitive lain dalam prinsip analisis yang sama. Akumulasi sel

blas menghambat produksi normal granulosit, eritrosit, dan trombosit, sehingga mengakibatkan

infeksi, anemia, dan perdarahan. Sel leukemia dapat menginfiltrasi setiap organ dan

menyebabkan pembesaran dan gangguan fungsi organ tersebut.

Genetika molecular mengenal beberapa mekanisme genetic pada leukemogenesis, seperti:

1.      Disregulasi proto-onkogen seluler oleh jukstaposisinya terhadap elemen pengatur pada gen

jaringan(missal, diseregulasi c-myc oleh gen Ig pada ALL sel-B dengan t[8;14], t[8;22], atau

t[2;8].

2.      Fusi gen pada taut translokasi yang membangkitkan protein chimeric dengan mengubah

isis(missal, fusi protein E2A-PBX1 pada kromosom Philadelphia-leukemia positif).

3.      Aktivasi gen yang mencegah kematian sel yang terprogram(apoptosis; ekspresi BCL-2).

4.      Hilangnya fungsi gen supresor pada tumor(missal, retinoblastoma dan gen p53)t6gy6g.

Kasus LLA disubklasifikasikan menurut gambaran morfologik, imunologi, dan genetic

sel induk leukemia. Diagnosis psati biasanya didasarkan atas pemeriksaan aspirasi sumsum

tulang. Gambaran sitologik sel induk amat bervariasi walaupun dalam satu cuplikan tunggal,

sehingga tidak ada klasifikasi morfologik yang memuaskan. Sistem FAB, membedakan tiga

subtype morfologik L1, L2, dan L3. Pada lomfoblas L1 umum nya kecil dengan sedikit

sitoplasma; pada sel L2 lebih besar dan pleomorfik dengan sitplasma lebih banyak, bentuk inti

irregular, dan nucleoli nyata; dan sel L3 mempunyai kromatin inti homogeny dan berbintik halis,

17

Page 18: LLA MAKALAH

nucleoli jelas, dan sitoplasma biru tua dengan vakuolisasi nyata. Karena perbedaan yang

subjektif antara blas L1 dan L2 dan korelasi dengan penanda imunologik dan genetic yang

sedikit, hanya subtype L3 yang mempunyai arti klinis.

Klasifikasi LLA bergantung kepada kombinasigambaran sitologik, imunologik, dan

kariotip. Dengan antibody monoclonal yang mengenali antigen permukaan sel yang terkait

dengan galur sel dan antigen sitoplasma, maka imunotipe dapat ditntukan pada kebanyakan

kasus. Umumnya berasal dari sel progenitor-B; lebih kurang 15% berasal dari sel progenitor-T;

dan 1% dari sel B yang relative matang. Imunotipe ini mempunyai implikasi prognostic maupun

terapeutik.8

Gambaran klinis

Presentasi klinis LLA sangat bervariasi. Pada umumnya gejala klinis menggambarkan

kegagalan sumsum tulang atau keterlibatan ekstramedular oleh sel leukemia. Akumulasi sel-sel

limfoblas ganas di sumsum tulang menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan

gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi, perdarahan. Demam atau infeksi yang

jelas dapat ditemukan pada separuh pasien LLA, sedangkan gejala perdarahan pada sepertiga

pasien yang baru didiagnosis LLA. Perdarahan yang berat jarang terjadi.

Gejala-gejala dan tanda-tanda klinis yang dapat ditemukan :

Anemia : mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada

Anoreksia

Nyeri tulang dan sendi (karena infiltrasi sumsum tulang oleh sel-sel leukemia)

Demam, banyak keringat (gejala hipermetabolisme)

Infeksi mulut, saluran nafas atas dan bawah, selulitis, atau sepsis. Penyebab yang paling

sering adalah stafilokokus, streptokosus dan bakteri gram negatif usus, serta berbagai

spesies jamur.

Perdarahan kulit (petechiae, atraumatic ecchymosis), perdarahan gusi, hematuria,

perdarahan saluran cerna, perdarahan otak.

Hepatomegali

Splenomegali

Limfadenopati

Massa dimediastinum (sering pada LLA sel T)

18

Page 19: LLA MAKALAH

Leukemia system syaraf pusat : nyeri kepala, muntah (gejala tekanan tinggi intracranial),

perubahan dalam status mental, kelumpuhan syaraf otak terutama saraf VI dan VII,

kelainan neurologik fokal

Keterlibatan organ lain : testis, retina, kulit, pleura, perikardium, tonsil

Gambaran laboratorium

Leukemia limfoblastik akut prekurisr sel-B.

Beberapa pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk konfirmasi diagnosis LLA,

klasifikasi prognosis dan perencanaan terapi yang tepat,yaitu :

Hitung darah lengkap (Complete Blood Count) dan hapus darah tepi

Jumlah leukosit dapat normal, meningkat atau rendah pada saat diagnosis.

Hiperleukositosis(>100.000/mm3) terjadi pada kira-kira 15% pasien dan dapat melebihi

200.000/mm3. Pada umumnya terjadi anemia dan trombositopenia. Proporsi sel blas pada

hitung leukosit bervariasi dari 0 sampai 100%. Kira-kira sepertiga pasien mempunyai hitung

trombosit kurang dari 25.000/mm3.

Aspirasi dan biopsi sumsum tulang

Pemeriksaan ini sangat penting untuk konfirmasi diagnosis dan klasifikasi, sehingga

semua pasien LLA harus menjalani prosedur ini. Spesimen yang didapat harus diperiksa

untuk analisi histologik, sitogenetik, dan immunophenotyping. Hapus sumsum tulang

tampak hiperseluler dengan limfoblas yang sangat banyak, lebih dari 90% sel berinti pada

LLA dewasa. Jika sumsum tulang seluruhnya digantikan oleh sel-sel leukemia, maka

19

Page 20: LLA MAKALAH

supresi sumsum tulang dapat tidak berhasil, sehingga touch imprint dari jaringan biopsi

penting untuk evaluasi gambaran etiologi.

Sitokimia

Gambaran morfologi sel blas pada hapus darah tepi atau sumsum tulang kadang-kadang

tidak dapat membedakan LLA dari leukemia mieloblastik akut (LMA). Pada LLA,

pewarnan sudan black dan mieloperoksidase akan memberikan hasil yang negatif.

Mieloperoksidase adalah enzim sitoplasmik yang ditemukan pada granula primer dari

precursor granuolostik, yang dapat dideteksi pada sel blas LMA. Sitokimia juga berguna

untuk membedakan precursor B dan B-ALL dari T-ALL. Perwarnaan fosfatase asam

akan positif pada limfosit T yang ganas, sedangkan sel B dapat memberikan hasil yang

positif pada pewarnaan periodic acid Schiff (PAS). TdT yang diekspresikan oleh

limfoblas dapat dideteksi dengan pewarnaan immunoperoksidase atau flow cytometry.

Imunofenotipe

Pemeriksaan ini berguna dalam diagnosis dan kalsifikasi LLA. Reagen yang dipakai

untuk diagnosis dan identifikasi subtipe imunologi adalah antibodi terhadap:

1. Untuk sel prekursor B:CD10(common ALL antigen), CD19, CD79A, CD22,

cytoplasmic m-heavy chain, dan TdT.

2. Untuk sel T: CD1a, CD2, CD3, CD4, CD5, CD7, CD8 dan TdT.

3. Untuk sel B:kappa atau lambda, CD19, CD20, dan CD22.

Pada sekitar 15-54% LLA dewasa didapatkan ekspresi antigen mieloid. Antigen mieloid

yang biasa dideteksi adalah CD13, CD15, dan CD33. Ekspresi yang bersamaan dari

antigen limfoid dan mieloid dapat ditemukan pada leukemia bifenotip akut. Kasus ini

jarang dan perjalanan penyakitnya buruk.

Sitogenetik

Analisis sitogenetik sangat berguna karena beberapa kelainan sitogenetik berhubungan

dengan subtipe LLA tertentu, dan dapat memberikan informasi prognostik. Translokasi

t(8;14), t(2 ;8), dan t(8 ;22) hanya ditemukan pada LLA sel B dan kelainan kromosom ini

menyebabkan disregulasi dan ekspresi yang berlebihan dari gen c-myc pada kromosom 8.

Beberapa kelainan sitogenik dapat ditemukan pada LLA atau LMA, misalnya kromosom

20

Page 21: LLA MAKALAH

Philadelphia, t(9;22)(q34;q11) yang khas untuk leukemia mielositik kronis dapat juga

ditemukan <5% LMA dewasa dan 20-30% LLA dewasa.

Biologi molekular

Tehnik molekular dikerjakan bila analisis sitogenetik rutin gagal, dan untuk mendeteksi

t(12;22) yang tidak terdeteksi dengan sitogenetik standar. Tehnik ini juga harus dilakukan

untuk mendeteksi gen BCR-ABL yang mempunyai prognosis buruk.

Pemeriksaan lainnya

Parameter koagulasi biasanya normal dan koagulasi intravascular diseminata jarang

terjadi. Kelainan metabolik seperti hiperurikemia dapat terjadi terutama pada pasien

dengan sel-sel leukemia yang cepat membelah dan tumor burden yang tinggi. Pungsi

lumbal dilakukan pada saat diagnosis untuk memeriksa cairan serebrospinal. Perlu atau

tidaknya tindakan ini dilakukan pada pasien dengan banyaknya sel blas yang bersirkulasi

masih kontroversi. Definisi keterlibatan susuna saraf pusat (SSP) adalah ditemukan lebih

dari 5 leukosit/mL cairan serebrospinal dengan morfologi sel blas pada spesimen sel yang

disentrifugasi.9

Komplikasi

Kematian mungkin terjadi karena infeksi (sepsis) atau perdarahan yang tidak terkontrol

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kegagalan leukemia untuk berrespon

terhadap kemoterapi.

tumor lysis syndrome

gagal ginjal

sepsis (adanya mikroorganisme dalam darah atau jaringan lain)

perdarahan

thrombosis

typhilitis

neurophaty (gangguan fungsional pada sistem saraf tepi)

21

Page 22: LLA MAKALAH

encephalophaty (penyakit degeneratif pada otak)

seizure (kejang)

keganasan sekunder

short stature

kekurangan hormon pertumbuhan

Kematian juga dapat terjadi. Biasanya akibat dari infeksi yang tak terkontrol lagi ataupun

perdarahan yang luar biasa. Bahkan bisa juga terjadi sekalipun telah diterapi dengan

produk darah yang benar dan kemoterapi yang tepat.

Penatalaksanaan

1. Tranfusi darah, biasanya diberikan jika kadar HB kurang dari 6 g%. Pada trombositopenia

yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan tranfusi trombosit dan bila terdapat  tanda-

tanda DIC dapat diberikan Heparin.

2. Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya). Setelah sicapai remisi

dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya dihentikan.

3. Sistostatika. Selain sitostatika yang lama  (6-markaptopurin atau 6-mp, metotreksat atau

MTX) pada waktu ini dipakai juga yang baru dan lebih poten seperti vinkristin (Oncovin),

rubidomisin (daunorubycine) dan berbagai nama obat lainnya. Umumnya sitaostatika

diberikan dalam kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada penberian obat-obatan ini

sering terdapat akibat samping berupa alopesia (botak), stomatitis, leukopenia, infeksi

skunder atau kandidiasis. Bila jumlah leukosit kurang dari 2000/mm pemberian harus hati-

hati.

4. Infeksi sekunder dihindarkan (lebih baik pasien dirawat yang suci hama)

5. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai remisi dan jumlah

sel leukemia cukup rendah, imunoterapi mulai diberikan (mengenai cara pengobatan yang

terbaru masih dalam pengembangan).

6. Transplantasi sumsum tulang sebagai terapi.

22

Page 23: LLA MAKALAH

Penanganan kasus penyakit Leukemia biasanya dimulai dari gejala yang muncul, seperti

anemia, perdarahan dan infeksi. Secara garis besar penanganan dan pengobatan Leukemia bisa

dilakukan dengan cara single ataupun gabungan dari beberapa metode dibawah ini:

1. Chemotherapy/intrathecal medications

2. Therapy Radiasi. Metode ini sangat jarang sekali digunakan

3. Transplantasi bone marrow (sumsum tulang)

4. Pemberian obat-obatan tablet dan suntik

5. Transfusi sel darah merah atau platelet.

Sistem Therapi yang sering digunakan dalam menangani penderita leukemia adalah

kombinasi antara Chemotherapy (kemoterapi) dan pemberian obat-obatan yang berfokus pada

pemberhentian produksi sel darah putih yang abnormal dalam bone marrow. Selanjutnya adalah

penanganan terhadap beberapa gejala dan tanda yang telah ditampakkan oleh tubuh penderita

dengan monitor yang komprehensive.

Modalitas yang digunakan dalam penanganan kanker ada 3 jenis, yaitu kemoterapi,

radiasi, dan operasi. Pada leukemia, modalitas yang digunakan adalah kemoterapi yang

memakan waktu lebih kurang 2-3 tahun. Diawali dengan fase induksi, suatu fase yang sangat

intensif, guna menggempur atau menghancurkan sel-sel blast yang ada. Sukses atau tidaknya

penggempuran dapat diketahui melalui pemeriksaan aspirasi sumsum tulang yang kedua, yang

dilakukan pada akhir fase induksi. Penggempuran dinyatakan sukses bila jumlah sel blast

dinyatakan berkurang sampai batas normal yang ditentukan. Keadaan ini disebut juga sebagai

remisi.

Setelah remisi tercapai, baru masuk ke fase berikutnya, yaitu fase profilaksis susunan

saraf pusat. Fase ini bertujuan untuk mengejar sel-sel blast yang mungkin lari ke otak.

Pengejaran dapat dilakukan melalui pemberian obat kemoterapi atau radiasi. Setelah semua

prosedur pada fase ini selesai, baru masuk ke fase berikutnya, yaitu fase pemeliharaan. Berbeda

dengan 2 fase sebelumnya, fase ini pasien tidak diharuskan untuk menginap di rumah sakit lagi.

Obat kemoterapi masih tetap diberikan sebagai pemeliharaan jangka panjang yakni dengan 6-

merkaptopurin tiap hari atau metotreksat seminggu sekali. Terapi ini bertujuan untuk

23

Page 24: LLA MAKALAH

memperpanjang disease-free survival terutama pada anak, sedangkan pada dewasa angka relaps

tetap tinggi. Untuk obat-obat yang diberikan secara infus atau melalui ruang yang terletak di

antara 2 ruas tulang belakang bagian bawah (intratekal), pasien cukup masuk ke ruang rawat

sehari atau singkat. Lagi pula, selain obat-obat tersebut di atas, obat-obat lainnya adalah obat

yang pemberiannya cukup diminum saja. Fase ini berlangsung hingga masa 2-3 tahun itu

tercapai.

Sebelum diberikan kemoterapi ada beberapa hal-hal yang harus diperhatikan pada pasien.

Pasien harus bebas infeksi dengan melakukan pencegahan. Pasien yang hiperleukositosis harus

dilakukan leukoferesis atau pemberian prednison selama 7 hari atau vinkristin sebelum terapi

remisi induksi dimulai. Asam urat, fosfat dan kalsium juga harus dalam kisaran normal guna

mencegah akumulasi asam urat. Obat-obat kemoterapi tidak bisa diprogram hanya menyerang

sel-sel kanker saja. Semua sel yang baik dan aktif pun juga diserangnya. Hal ini bisa terlihat dari

hasil pemeriksaan darah tepi yang dilakukan setelah pelaksanaan kemoterapi. Kadar leukosit

yang tadinya normal, setelah kemoterapi bisa berubah menjadi rendah bahkan sampai mencapai

jumlah yang tidak memungkinkan untuk melakukan penyerangan bila musuh datang. Keadaan

ini dapat menyebabkan proses kemoterapi ditunda sampai jumlah leukosit mencapai kadar yang

aman untuk kemoterapi dapat dilanjutkan kembali. Bila kemoterapi tetap dilakukan, ada

kemungkinan besar pasien akan mengalami infeksi yang berat mengingat tingkat infeksi di

negara kita yang masih tinggi. Untuk mengantisipasinya, dokter biasanya akan melakukan

pemantauan melalui pemeriksaan darah tepi. Rambut yang rontok setelah pemberian obat

kemoterapi tertentu juga merupakan hasil dari "kebodohan" obat kemoterapi tersebut. Kebotakan

ini bersifat reversibel, maksudnya jika obat kemoterapi bersangkutan dihentikan rambut akan

tumbuh kembali. Obat-obat kemoterapi juga mempunyai efek samping terhadap organ-organ,

seperti hati dan ginjal. Jika suatu saat terjadi gangguan pada fungsi organ-organ tersebut, dokter

akan mengurangi dosis atau bahkan menunda pemberian kemoterapi. Oleh karena itu, pasien dan

keluarga harus siap secara fisik dan mental sebelum menerima kemoterapi agar kemoterapi dapat

diberikan sesuai dengan jadwal. Biasakan untuk memperhatikan kebersihan, apakah itu

kebersihan tubuh si kecil, makanannya, lingkungan di sekitarnya, dan lain-lain. Minta bantuan

kepada keluarga yang hendak menjenguk agar tidak datang secara beramai-ramai dalam waktu

yang bersamaan, kemudian masuk ke dalam ruangan dimana si kecil di rawat.

24

Page 25: LLA MAKALAH

Sel-sel leukemia dapat menyebar hingga ke meninges, walaupun mereka tidak bisa

diidentifikasi di cairan cerebrospinal. Definisi keterlibatan Susunan Saraf Pusat (SSP) adalah bila

ditemukan lebih dari 5 leukosit/mL cairan cerebrospinal dengan morfologi sel blas pada

soesimen sel yang disentrifugasi. Sel ini selamat dari kemotherapi sistemik oleh karena penetrasi

obat yang lemah ke blood-brain barrier. Radiasi kranial 2400 rad dalam dosis terbagi (200

rad/kali) dapat mencegah leukemia SSP tetapi menghasilkan efek samping neuropsychologic.

Oleh karena itu, pasien dengan resiko rendah-sedang biasanya menerima kemotherapi

metotreksat intratekal atau radiasi kranial saja untuk mencegah keterlibatan SSP. Metode lain

yakni dengan pemberian sistemik obat yang mempunyai bioavaliabilitas SSP yang tinggi seperti

metotreksat dosis tinggi dan sitarabin dosis tinggi.

Kebanyakan pasien dengan T-Cell ALL mengalami relaps dalam 3-4 tahun jika

diperlakukan dengan suatu rejimen standard. Oleh karena itu perlu pengobatan yang lebih

intensif, 50% atau lebih banyak pasien ini mencapai remisi jangka panjang. Target terapi adalah

untuk mengembangkan ilmu pengobatan yang memanfaatkan karakteristik yang unik dari

leukemia sel T. Sebagai suatu contoh dari pendekatan ini, antibodi monoclonal terhadap

permukaan T-cell-associated antigens dapat dikonjukasikan ke immunotoxins. Kompleks

Antibody-Immunotoxin kemudian akan diikat oleh limfoblast T, lalu akan menyebabkan

endositosis, dan membunuh sel itu. Pilihan lainnya adalah dengan melakukan transplantasi

sumsum tulang alogenik apabila terjadi kasus relaps, hiperleukositosis atau gagal mencapai

remisi komplit dalam waktu 4 minggu.10

Prognosis

Kebanyakan pasien LLA dewasa mencapai remisi tapi tidak sembuh dengan kemoterapi

saja, dan hanya 30% yang bertahan hidup lama.

Kebanyakan pasien yang sembuh dengan kemoterapi adalah usia 15 – 20 tahun dengan

faktor prognostik baik lainnya.

Overall disease-free survival rate untuk LLA dewasa kira-kira 30%

Faktor prognostik untuk lamanya remisi LLA dewasa

25

Page 26: LLA MAKALAH

Pencegahan

Penting melakukan deteksi dini pada leukimia akut yaitu dengan mewaspadai adanya

pendarahan, demam berkepanjangan tanpa diketahui sebabnya, adanya benjolan tanpa nyeri.

Pengobatan leukimia berlangsung lama, menyakitkan, menimbulkan berbagai efek

samping, dan mahal. Pasien dan keluarga hendaknya diberikan penjelasan yang komprehensif

terhadap penyakit dan perlu dimotivasi agar berobat dengan teratur sesuai dengan petunjuk

medis.

Kesimpulan

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah putih yang berasal dari

sumsumtulang ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manisfestasi

adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia ada gangguan dalam pengaturan sel

leukosit.Leukos i t  da lam darah  berp lor i fe ras i   secara   t idak   te ra tur  dan   t idak   te r

kenda l i  danfungsinyapun menjadi tidak normal. Oleh karena proses tersebut fungsi-fungsi

lain dari se l darah  normal

juga   te rganggu  h ingga  menimbulkan  ge ja la   l eukemia  yang  d ikena ldalam klinik.

26

Page 27: LLA MAKALAH

Klasifikasi besar leukemia terbagi menjadi leukemia akut dan kronis. Apabila populasisel

abnormal tidak matang, maka dinamakan bentuk akut. Sedangkan leukemia

yang bersel matang dinamakan leukemia kronis. Leukemia akut dapat dibagi menjadi

leukemiamyelositik akut (AML) dan leukemia limfoblastik akut(LLA). Pada leukemia

kronis mencakup dua tipe utama yaitu  Leukemia granulositik (myelositik) kronik 

(CML ) dan leukemia limfositik kronik ( CLL ). Akut Leukemia Limfoblastik ( ALL )

merupakan kanker paling umum yang terjadi padaanak-anak. Tetapi LLA dapat berefek

pada semua umur. Insidennya paling sering usia 2-10 tahun. Insiden tertinggi umur 3-5 tahun.

Insiden turun bersamaan dengan peningkatanumur. Lebih sering mengenai laki – laki daripada

perempuan.

Faktor  penyebab   te r jad inya  ALL sebagian  besar   t idak  d ike tahui ,   t e tap i  

d icur iga idisebabkan oleh faktor genetik, radioaktif, virus dan senyawa kimia.

Diagnosa  d i tegakkan  berdasarkan  anamnesa ,  pemer iksaan   f i s ik  dan  pe

mer iksaan  penunjamg. Pemeriksaan penunjang umumnya berupa apusan darah tepi dan

pemeriksaan sumsum tulang.

Daftar Pustaka

1. S a t e , K a r e n . 2 0 0 7 .  Acute Lymphoblastic Leukemia.Available

from :www.emedicine.comdiakses 4 Februari 2008

2. Anonymous. 2007. Acute Lymphoblastic Leukemia-Sign and Symptoms.

Availblefrom :  www.uscfhealth.org diakses 4 Februari 2008

3. Anonymous. 2007.Childhood  Acute Lymphoblastic Leukemia : Treatment.

Available from :www.cancer.govdiakses 4 Februari 2008

4. Eder, Michelle L, Amy D. Y, Peter W. Wittmann dan Eric D. Kodish.

2007. Improving Informed Consent: Suggestions From Parents of Children

With Leukemia. J Am Ped.Vol. 119

5. Ribera JM, Oriol A. Acute lymphoblastic leukemia in adolescents and young

adults. Hematol Oncol Clin North Am. Oct 2009;23(5):1033-42.

27

Page 28: LLA MAKALAH

6. le Viseur C, Hotfilder M, Bomken S, Wilson K, Röttgers S, Schrauder A, et al.

In childhood acute lymphoblastic leukemia, blasts at different stages of

immunophenotypic maturation have stem cell properties. Cancer Cell. Jul 8

2008;14(1):47-58.

7. Hong D, Gupta R, Ancliff P, Atzberger A, Brown J, Soneji S, et al. Initiating and

cancer-propagating cells in TEL-AML1-associated childhood leukemia. Science.

Jan 18 2008;319(5861):336-9.

8. [Best Evidence] Pui CH, Campana D, Pei D, Bowman WP, Sandlund JT, Kaste

SC, et al. Treating childhood acute lymphoblastic leukemia without cranial

irradiation. N Engl J Med. Jun 25 2009;360(26):2730-41

9. de Labarthe A, Rousselot P, Huguet-Rigal F, Delabesse E, Witz F, Maury S, et al.

Imatinib combined with induction or consolidation chemotherapy in patients with

de novo Philadelphia chromosome-positive acute lymphoblastic leukemia: results

of the GRAAPH-2003 study. Blood. Feb 15 2007;109(4):1408-13.

10. Pui CH, Robison LL, Look AT. Acute lymphoblastic leukaemia. Lancet. Mar 22

2008;371(9617):1030-43.

.

28