29
RENCANA KEGIATAN MINGGUAN PASIEN DENGAN HEPATOBLASTOMA LAPORAN INDIVIDU Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Anak di Ruang 7B RS Saiful Anwar Malang Oleh: YEPY HESTI RIANI NIM. 140070300011203

Lp Hepatoblastoma

Embed Size (px)

DESCRIPTION

limfangioma

Citation preview

RENCANA KEGIATAN MINGGUANPASIEN DENGAN HEPATOBLASTOMA

LAPORAN INDIVIDUUntuk Memenuhi Tugas Pendidikan Profesi Ners Departemen Anak

di Ruang 7B RS Saiful Anwar Malang

Oleh:YEPY HESTI RIANI

NIM. 140070300011203

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

Rencana Kegiatan Mingguan(RKM)

Departemen : Anakn Persepti : Yepy Hesti Riani

Periode : 21 Mar – 26 Mar 2015 Preseptor : Ruang : R.7B

A. Target yang ingin dicapai

Dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien ca sigmoid, selama 1 minggu (21

Maret – 27 Maret 2016):

1. Dapat melakukan pengkajian pada pasien

2. Mampu menganalisis data yang didapat

3. Mampu membuat prioritas masalah pada pasien

4. Mampu menentukan tujuan dan kriteria hasil dari prioritas masalah

5. Mampu membuat rencana intervensi

6. Mampu mengimplementasikan renpra, yaitu:

Membantu mempersiapkan pemeriksaan laboratorium

Melakukan injeksi obat sesuai indikasi

Memberikan pendidikan kesehatan/penyuluhan kepada pasien dan keluarga.

7. Mampu melakukan evaluasi dari tindakan keperawatan

B. Rencana kegiatan

TIK Jenis Kegiatan Waktu Kriteria hasil

1 Melakukan pengkajian pada klien

sesuai dengan kasus, meliputi:

- Komunikasi terapeutik

Pengkajian Fisik

Data Penunjang

Hari ke 1 BHSP dan data yang

diperoleh dapat mewakili

kondisi klien.

2 Menganalisis data dari hasil

pengkajian

Hari ke 1 Data dianalisis menjadi

diagnosa keperawatan

3 Menetapkan diagnosa dan prioritas

masalah keperawatan

Hari ke 1 Diagnosa sesuai dengan

kondisi actual klien.

4 Menetapkan tujuan sesuai kriteria

hasil

Memantau kebutuhan cairan

pasien

Melakukan perawatan sesuai

Hari ke 1-5 Tujuan dan kriteria hasil

yang sesuai dengan

kondisi klien

diagnosa pasien

Memberikan obat via IM/IV/SC

Pendidikan kesehatan bagi pasien

dan keluarga

5 Mencari literature untuk membuat

intervensi keperawatan

Hari ke 1-5 Literatur memberikan

informasi intervensi

keperawatan yang tepat

sesuai kondisi klien

6 Melakukan implementasi Hari ke 1-5 Dapat melakukan

prosedur tindakan sesuai

dengan SOP

7 Mengevaluasi setiap tindakan yang

dilakukan dan evaluasi proses

keperawatan secara keseluruhan

Hari ke 1-5 Evaluasi berdasarakan

tujuan dan kriteria hasil

yang telah ditetapkan

8 Melakukan skill/keterampilan sebagai

berikut:

A. Mengambil darah vena dan arteri

B. Melakukan tes kulit (tes alergi)

C. Melakukan injeksi IV, IM, SC, IC

D. Menghitung balance cairan

E. Melakukan monitoring nutrisi

F. Melakukan monitoring nutrisi

G. Menghitung bising usus

H. Melakukan personal hygiene

I. Mengukur GCS

J. Menghitung MAP,CTR

K. Memberikan cairan makanan per

sonde

L. Melakukan pengisapan lendir

(suctioning)

M. Melakukan nebulizer

Hari ke 1-5 Melakukan tindakan

sesuai dengan SOP

C. Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan

D. Evaluasi Diri Praktikan

E. Rencana Tindak Lanjut

Mengetahui,

Preceptor Klinik R.7B

(.........................................)

Malang, 21 Maret 2016

Mahasiswa

(............................................)

LAPORAN PENDAHULUANDEPARTEMEN ANAKHEPATOBLASTOMA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen AnakRuang 7B RSUD Dr. Saiful Anwar Malang

Oleh:YEPY HESTI RIANI

NIM. 140070300011203

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG2016

LEMBAR PENGESAHANLAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

HEPATOBLASTOMA

Oleh :YEPY HESTI RIANI

NIM. 140070300011203

Telah diperiksa dan disetujui pada :

Hari :

Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

______________________ _______________________

1. Definisi Hepatoblastoma adalah kondisi medis yang ditandai dengan pertumbuhan sel-sel

keganasan (kanker) di dalam hati, yang bereplikasi secara tidak terkendali sehingga

membentuk tumor.

Hepatoblastoma adalah karsinoma hati yang sering dialami anak usia dibawah

dua tahun dan biasanya datang dengan perut membesar. Hepatoblastoma berbentuk

massa tunggal dan biasanya lebih sering terdapat pada lobus kanan dan dapat juga

terjadi pada lobus kiri atau pada kedua lobus dengan bentuk lesi tunggal yang luas atau

lesi multiple dengan warna coklat sampai hijau dan terdapat daerah hemoragik dan

nekrosis. Pada pemeriksaan patologi ditemukan sel – sel embrional dan jaringan

mesenkim seperti osteoid, kartilago dan fibrosa. Tumor biasanya berukuran 15 cm atau

lebih dengan berat mencapai 1 kg pada anak. hepatoblastoma lebih sering ditemukan

bermetastase ke paru dan lebih jarang ke tulang, otak, mata dan ovarium. Metastase ke

pembuluh darah hati dan vena cava inferior dapat juga terjadi.

2. Etiologi Faktor predisposisi terjadinya carcinoma:

a. Faktor geografik dan lingkungan

Karsinogen lingkungan banyak ditemukan di lingkungan sekitar. Contohnya

seperti sinar matahari, dapat ditemukan terutama di perkotaan, atau terbatas pada

pekerjaan tertentu. Hal tertentu dalam makanan dilaporkan mungkin merupakan faktor

predisposisi. Termasuk diantaranya merokok dan konsumsi alkohol kronik.

b. Usia

Secara umum, frekuensi kanker meningkat seiring pertambahan usia. Hal ini

terjadi akibat akumulasi mutasi somatik yang disebabkan oleh berkembangnya

neoplasma ganas. Menurunnya kompetensi imunitas yang menyertai penuaan juga

mungkin berperan.

c. Hereditas

Saat ini terbukti bahwa pada banyak jenis kanker, terdapat tidak saja pengaruh

lingkungan, tetapi juga predisposisi herediter. Bentuk herediter kanker dapat dibagi

menjadi tiga kategori. Sindrom kanker herediter, pewarisan satu gen mutannya akan

sangat meningkatkan risiko terjangkitnya kanker yang bersangkutan. Predisposisinya

memperlihatkan pola pewarisan dominan autosomal. Kanker familial, kanker ini tidak

disertai fenotipe penanda tertentu. Contohnya mencakup karsinoma kolon, payudara,

ovarium, dan otak. Kanker familial tertentu dapat dikaitkan dengan pewarisan gen mutan.

Contohnya keterkaitan gen BRCA1 dan BRCA2 dengan kanker payudara dan ovarium

familial.

Sindrom resesif autosomal gangguan perbaikan DNA. Selain kelainan prakanker

yang diwariskan secara dominan, sekelompok kecil gangguan resesif autosomal secara

kolektif memperlihatkan ciri instabilitas kromosom atau DNA (Kumar et al., 2007).

3. Patofisiologi (terlampir)

4. Manifestasi klinis 1. Nyeri perut kanan atau kembung

2. Penurunan berat badan

3. Muntah

4. Demam

5. Gejala anemia

6. Nyeri punggung akibat penekanan tumor

Dalam persentasi kecil hepatoblastoma didiagnosis sebagai lesi asimptomatik.

Gejala klinik yang tampak dapat berupa massa abdomen yang dapat dipalpasi ditemukan

pada 14 % pasien, ikterus pada 24 % pasien dan hepatomegali pada 50 %. Gejala klinis lain

berupa bising hepar pada 15-20 % pasien, serta tanda-tanda abdomen akut dan syok akibat

ruptura tumor. Kakeksia, atrofi dan ascites merupakan tanda obstruksi vena hepatika.3,4,5,6

Pemeriksaan fisik yang seksama perlu dilakukan terhadap pasien-pasien yang

dicurigai menderita tumor hati. Biasanya akan didapatkan spider nevi, hepatomegali karena

tumor, bising nadi di hati (akibat kompresi aorta atau arteri atau bising nadi pada tumor itu

sendiri), rangsangan peritonium (nyeri napas dalam dan suara gesekan), asites,

splenomegali, hipertropi otot, demam karena infeksi atau nekrosis tumor, dan adanya

pelebaran vena dinding perut karena hipertensi portal.4

Tumor ganas hepar dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

A. Tipe sel yang terlibat :

1. Karsinoma hepatoseluler : kanker hepar primer (hepatoma malignan)

2. Kanker hepar sekunder : akibat metastase banyak organ diluar hepar

B. Stadium

1. Kanker hepar resektabel terlokalisir : kanker lokal yang dapat ditangani dengan pembedahan

parsial hepar

2. Kanker hepar unresektabel terlokalisir : tidak dapat ditangani dengan pembedahan lokal, tapi

sel kanker belum menyebar ke kelenjar limfe

C. Karsinoma hepatoseluler pada anak (hepatoblastoma)

5. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium

Evaluasi laboratorium memperlihatkan peningkatan tes fungsi hati dengan

peningkatan alkali fosfatase pada 7- 80 % pasien. Terdapat pula peningkatan bilirubin

pada 43 % pasien, serta peningkatan serum transaminase pada 83 % pasien.

Alfafetoprotein (AFP) merupakan tumor marker yang digunakan untuk

mendiagnosis hepatoblastoma dan untuk monitor respon terapi. AFP berupa globulin

alfa normal yang dihasilkan oleh hepatosit embrionik, meningkat pada pasien-pasien

hepatoma. Antigen ini bermanfaat dalam diagnosis prabedah hepatoma. Nilai

normalnya kurang dari 20 ng/ml, tapi angka ini dapat meningkat sampai di atas 7,7 x

106 ng/ml. Kadar AFP biasanya lebih tinggi pada pasien dengan tumor diferensiasi

buruk. Pemeriksaan AFP pasca bedah menjadi kontrol tentang adanya rekurensi.

Level rata-rata AFP untuk kasus hepatoblastoma 3 x 106 ng/ml dibandingkan dengan

nilai AFP yang mendekati 200.000 ng/ml pada kasus hepatoselular pada anak. Nilai

subfraksi AFP ini dapat membedakan kasus hepatoblastoma, karsinoma

hepatoselular, tumor sinus endodermal dan penyakit hati jinak. Turunnya angka AFP

menuju normal juga tampak secara klinis dan radiologis, dan ini dapat memberi tanda

prediksi survivalnya pasien tersebut. Namun hal ini tidak membuktikan bahwa level

AFP yang rendah berhubungan dengan angka survival. Hepatoblastoma anaplastik

ternyata mempunyai nilai AFP yang rendah.Pemeriksaan radiologi (Foto polos

abdomen)

Pada penderita yang diduga menderita penyakit hati, perlu dilakukan

pemeriksaan foto polos abdomen. Jika didapati karsinoma hepatoseluler jarang terlihat

klasifikasi. Sedangkan pada hepatoblastoma sering terlihat

Pemeriksaan ultrasonografi (USG)

Ultrasonografi terutama berguna untuk menentukan adanya masa dan pembesaran

hati serta perbedaan antara tumor padat atau kista. Gambaran USG karsinoma hati

primer fase dini memperlihatkan nodul gema berdensitas rendah dan homogen atau

heterogen. Hal ini terjadi karena dalam jaringan tumor hati primer hanya ditemukan sel

karsinoma yang mengandung pembuluh darah kapiler dan tidak mengandung stroma

intraseluler. Bentuk soliter sering memperlihatkan suatu nodul besar berdensitas

tinggi. bentuk campuran adalah campuran bentuk noduler dan difusi, noduler dengan

soliter, soliter dengan difus.

Pemeriksaan Computed Tomography (CT)

Pemeriksaan CT merupakan salah satu pemeriksaan yang sering dilakukan. Dengan

pemeriksaan CT akan didapatkan bermacam – macam densitas jaringan lunak dan

susunan potongan melintang yang beruntun sehingga diperoleh gambaran berbagai

organ sekaligus. Pada kanker hati primer, akan tampak vaskularisasi yang meningkat,

yaitu peninggian densitas tumor.

Pemeriksaan Skintigrafi (Scaning)

Skintigrafi hati sering dipakai untuk mendeteksi kelainan hati. Teknk ini merupakan

pemeriksaan hati yang sederhana, mudah dan noninvasif. Visualisasi hati melalui

pemeriksaan ini bergantung pada proses fisiologi dimana sel – sel poligonal (60%)

yang mampu menangkap secara selektif dan mengeluarkan kembali radiofarmaka ke

dalam darah umumnya kelainan lokal. Baik yang jinak ataupun yang ganas akan

tampak sebagai suatu daerah kosong (Space Occupyng Lesion = SOL) karena elainan

tersebut tidak menyerap radiofarmmaka dan disebut daerah dingin.

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Dari laporan yang dipublikasikan menunjukkan kegunaan MRI untuk meneliti tumor

hati primer pada anak – anak. penelitian menunjukkan bahwa pemeriksaan MRI lebih

baik jika dibandingkan dengan teknik pemeriksaan lain. MRI dapat menjelaskan

secara akurat keterlibatan parenkim dan batas – batas tumor. Struktur vaskuler,

terutama vena hepatik dan vena kava inferior, lebih jelas bahkan pada pasien terkecil

sekalipun. MRI lebih dapat menentukan secara lebih akurat stadium tumor sebelum

pengobatan dibanding CT Scan.

Biopsi Hati

Biopsi hati merupakan diagnosa (gold standart) dalam menegakkan diagnosis tumor

ganas hati. Pada karsinoma hepatoblastoma ditandai dengan dilatasi saluran sinusoid,

potongan melintang berwarna hijau, kuning atau putih. Tumor menyebar kejaringan

penunjang dan kelenjar limfe, susunan saraf pusat, tulang dan jaringan lainnya.

Secara mikroskopis, tumor ditandai dengan sel – sel epitel yang menyerupai sel hati,

tetapi kadang-kadang dijumpai epitel fetal, embrional atau anaplastik. Biasanya

tergabing dalam bentuk cord, tetapi terkadang dalam bentuk tubuli atau menentu.

Staging

Cara penentuan staging hepatoblastoma bermacam-macam, namun yang paling

sering digunakan adalah menurut Intergroup Hepatoma Studies dan International

Society of Pediatric Oncology (SIOP). Kebanyakan penelitian menggunakan

pengelompokan menurut Children Cancer Group dan Pediatric Oncology Group, namun

ada pula yang menggunakan klasifikasi TNM Clinical Group for Pediatric Ephithelial

Hepatic Malignancies.

Intergroup Liver Tumor Clinical

Group CriteriaRelative Risk of Death

from Disease

I Complete resection as initial treatment 0,16

II A

Complete resection after chemotherapy or

irradiation

II B Residual disease confine to 1 lobe 0,57

III A Disease involving both lobes

III B Regional nodes involved 2,87*

IV

Distant parenchymal metastases (extent of

primary tumor is irrelevant) 3,51

* Relative risk was assessed for stage II and III patients collectively. The relatively is

compared to other stages. Relative risk refer to hepatoblastoma patients.

TNM Staging for Hepatic Malignancies 2

Stage Grouping TNM Status

Stage I T1, N0, M0

Stage II T2, N0, M0

Stage III

T1, N1,M0

T2, N1, M0

T3, N0, M0

Stage IV A T4, any N, M0

Stage IV B Any T, any N, M1

Diagnosis Banding

Massa yang besar di daerah perut kanan atas tidak selalu merupakan tumor primer hati,

mungkin juga metastasis. Keadaan lain yang serupa tumor hati adalah abses, hematoma

dan kista hati.

6. Penatalaksanaan Penatalaksanaan tumor hati pada anak bergantung pada jenis dan stadium tumor serta

usia dan konsisi fisik penderita. Pada tumor jinak biasanya dilakukan pembedahan

untuk mengangkat tumor tanpa disertai pengobatan yang lainnya. Pada tumor ganas

diperlukan kerjasama dengan dokter bedah anak dan ahli onkologi anak. Pilihan terapi

ditetapkan berdasarkan atas ada tidaknya sirosis, jumlah dan ukuran tumor, serta

derajat pemburukan hepatic.

Reseksi hepatik

Untuk pasien dalam kelompok non-sirosis yang biasanya mempunyai fungsi hati

normal, pilihan utama terapi adalah reseksi hepatic. Namun untuk pasien sirosis

diperlukan seleksi karena operasi dapat memicu timbulnya gagal hati yang dapat

menurunkan angka harapan hidup. Kontraindikasi tindakan ini adalah adanya

metastasis ekstra hepatic, karsinoma hepatoseluler difus atau multifokal, sirosis

stadium lanjut dan penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi ketahan pasien

menjalani profesi.

Transplantasi hati

Bagi pasien karsinoma hepatoseluler dan sirosis hati, transplantasi hati

memberikan kemungkinan untuk menyingkirkan tumor dan menggantikan parenkim

hati hati yang mengalami disfungsi. Tumor yang berdiameter kurang dari 3 cm lebih

jarang kambuh dibandingkan dengan tumor yang berdiamter lebih dari 5 cm

Ablasi Tumor Perkutan

Destruksi dari sel neoplastik dapat dicapai dengan bahan kimia (alcohol, asam

asetat) atau dengan memodifikasi suhuny. Injeksi etanol perkutan (PEI) merupakan

teknik terpilih untuk tumor kecil karena efek sampingnya rendah serta relatif murah.

Dasar kerjanya adalah menimbulkan dehidrasi, nekrosis, oklusi vaskular dan

fibrosis. Radiofrekuency Ablastin (RFA) menunjukkan angka keberhasilan yang

lebih tinggi daripada injeksi etanol perkutan terutama untuk tumor yang lebih besar

dari 3 cm, namun tetap tidak berpengaruh terhadap harapan hidup pasien. Selain

itu RFA lebih mahal dan efek sampingnya lebih banyak dibandingkan dengan PEI.

Terapi Paliatif

Sebagian besar pasien karsinoma hepatoseluler didiagnosis pada stadium

menengah-lanjut yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan analisi, pada

stadium ini hanya TAE/TAC (transarterial embolization/chemo embolization) saja

yang menunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta dapat meningkatkan

harapan hidup pasien. TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkan

pada pasien yang fungsi hatinya cukup baik serta tumor multinodular asimtomatik

tanpa invasive vaskular atau penyebaran ekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi

secara radikal. Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati, serangan

iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yang berat.

Pengobatan biasanya merupakan kombinasi antara :

Pembedahan

Kemoterapi

Radioterapi

Transplantasi hati

Selain menentukan diagnosa tumor hati perlu juga dilakukan penentuan

stadium dari tumor tersebut terutama pada tipe ganas. Penentuan stadium sangat

berguna dalam pengobatan dan mengetahui prognoisinya. Ada beberapa metode

penentuan stadium tumor hati pada anak, salah satunya sebagai berikut :

Stadium I : tumor dapat diangkat lengkap dengan pembedahan

Stadium II : tumor dapat diangkat dengan pembedahan tapi masih

meninggalkan sedikit sisa

Stadium III : tumor tidak dapat diangkat secara lengkap dengan pembedahan

dan didapatkan penyebaran pada kelenjar getah bening disekitarnya

Stadium IV : tumor telah menyebarkan ke organ tubuh lain

Kambuhan : tumor muncul lagi setelah pengobatan baik dihati maupun organ

lain

Pengobatan berdasarkan jenis dan stadium tumor :

Hepatoblastoma stadium I dan II : Pengangkatan tumor dan diikuti kemoterapi 4 seri

menggunakan cisplatin, vincristine, dan fluorouracil.

Karsinoma hepatoseluler stadium I dan II : Pengangkatan tumor diikuti kemoterapi

cisplatin dan atau doxorubicin

Hepatoblastoma stadium III dan IV : Pengurangan ukuran tumor dengan

menggunakan kemoterapi cisplastin dengan vincristine/fluorouracil atau doxorubicin

dilanjutkan pengangkatan tumor sebanyak mungkin

Kambuhan dilakukan pengobatan ulang berdasarkan pengobatan sebelumnya

Selain pengobatan terhadap tumornya perlu juga dilakukan pengobatan suportif

dengan mencegah dan mengobati infeksi, efek samping pengobatan dan

komplikasinya, serta memberikan rasa nyaman pada penderita selama pengobatan.

perlu dilakukan pengamatan secara berkala untuk memonitor respon terhadap

pengobatan dan mewaspadai efek samping jangka panjang dari pengobatan.

Tumor hati merupakan sebab terlazim ke-8 dari mortalitas kanker pada anak.

Terdapat 2 jenis tindakan untuk kasus-kasus hepatoma, yaitu : pembedahan dan

kemoterapi.

Reseksi dengan membuang sebanyak 85 % hati pada anak dimungkinkan dan

regenerasi diharapkan terjadi dalam 3 – 4 bulan. Reseksi hati merupakan satu-satunya

terapi kuratif pada anak dan serupa dengan tindakan yang dilakukan pada orang dewasa.

Sekitar 46 % kasus malignansi hati dapat direseksi pada saat didiagnosis. Tumor tidak

dapat direseksi bila tumor sanga besar atau ada keterlibatan lobus bilateral atau kelenjar

limfe regional. Gangguan struktur hilum hepatis dan vena cava merupakan kontraindikasi

relatif. Invasi diafragma bisa diterapi dengan reseksi secara keseluruhan.

Kemoterapi preoperatif (neoadjuvan) dapat mengecilkan massa tumor dan dapat

memberi kesempatan untuk reseksi. Untuk kasus yang tidak dapat direseksi, hasil biopsi

memberikan informasi untuk kemoterapinya. Laparotomi kedua dilaksanakan bila hasil

radiologi memperlihatkan gambaran respons yang baik terhadap kemoterapi. Reseksi

komplit tumor primer penting untung ketahanan hidup, bahkan mungkin diperlukan reseksi

hati luas dan rekonstruksi bilier. Kemoterapi dilanjutkan setelah reseksi. Banyak strategi

pengobatan untuk hepatoblastoma dipergunakan di senter-senter bekerjasama dengan grup

studi, misalnya penggunaan doxorubicin, vinkristine, 5-fluorouracil, cisplatin, ifosfamide

sebagai regimen yang saling dikombinasi pada pre dan postoperasi. Ada banyak

komplikasi yang dapat timbul pada pemakaian dengan kombinasi doxorubisin. Regimen

yang direkomendasikan untuk trapi awal heptoblastoma adalah cisplatin, 5-Fluorouracyl, dan

vinkritin. Anak yang sudah menjalani reseksi komplit dapat diberikan dosis tunggal

doxorubicin. Reseksi komplit hepatoblastoma dengan histologi fetal tidak perlu diberi

kemoterapi adjuvan. Kebanyakan ahli bedah menggunakan insisi subkosta kanan untuk

memaparkan lesi dan menilai resektabilitas. Jika reseksi diindikasikan maka insisi dapat

diperluas ke dalam thorax kanan atau garis tengah atas melalui os xyphoideus. Kontrol

hilum dan diikuti diseksi intraparenkim direkomendasikan untuk meminimumkan komplikasi

pasca bedah.6 Transplantasi hepar dilakukan pada kasus-kasus stadium II dan III. Angka

ketahanan hidup pada hampir semua subtipe tergantung pada berhasil tidaknya tumor hati

primer direseksi dan kemoterapi adjuvannya

Upaya preventive untuk Ca. Hepatoceluler Terjadinya tumor hati dapat dicegah dengan pemberian imunisasi hepatitis B saja

atau disertai dengan pemberian hepatitis B immune globin (HBIG) kepada semua bayi yang

baru lahir. Pemberian imunisasi segera setelah lahir akan memutus rantai penularan dari ibu

ke bayi. WHO menganjurkan agar semua negara mengintegrasikan imunisasi hepatitis B ke

dalam program imunisasi rutin mereka.

Saat ini banyak negara termasuk indonesia sudah mengintegrasikan imunisasi

hepatitis B kedalam program imunisasi dasar mereka. Program imunisasi hepatitis B ini

dalam jangka panjang bertujuan untuk mengeliminasi infeksi virus hepatitis B ini dalam

jangka panjang bertujuan untuk mengeliminasi infeksi virus hepatitis B dan sekaligus

mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yang disebabkan oleh infeksi virus

hepatitis B dan sekaligus mencegah terjadinya karsinoma hepatoseluler primer yang

disebabkan oleh infeksi virus hepatitis B. Saat ini vaksin untuk virus hepatitis C belum ada,

untuk mencegah terjadinya infeksi melalui tranfusi darah, maka skrining darah donor harus

dilakukan.

ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS 

1. A.     PENGKAJIAN1. Identitas

1. Usia : Biasanya menyerang dewasa dan orang tua

2. Jenis kelamin : Kanker hati sering terjadi pada laki – laki dari pada perumpuan.3. Pekerjaan : Dapat ditemukan pada orang dengan aktivitas yang berlebihan

2. Riwayat kesehatan

1. Keluhan utama : Keluhan pasien pada waktu dikaji.2. Riwayat penyakit dahulu : Pasien dahulu pernah menderita penyakit apa dan

bagaimana pengobatanya.3. Riwayat penyakit sekarang

 

1. Data fokus terkait perubahan pola fungsiA. Aktivitas : Klien akan mengalami kelelahan , kelemahan, malaiseB. Sirkulasi : Bradikardi akibat hiperbilirubin berat, akterik pada sclera, kulit dan

membran mukosa.C. Eliminasi: Warna urin gelap ( seperti teh ), diare feses warna tanah liat.D. Makanan dan cairan : Anoreksia, berat badan menurun, perasaan mual dan

muntah, terjadi peningkatan edema, asites.E. Neurosensori : Peka terhadap rangsangan, cenderung tidur, asteriksisF. Nyeri / Kenyamanan : Kram abdomen, nyeri tekan pada abdomen kuadran

kanan atas, mialgia, sakit kepala, gatal – gatal.G. Keamanan : Urtikaria, demam, eritema, splenomegali, pembesaran nodus

servikal posteriorH. Seksualitas : Perilaku homoseksual aktif atau biseksual pada wanita dapat

meningkatkan faktor resiko. 

1. Pemeriksaan fisikA. Tanda – tanda vitalB. MataC. MulutD. AbdomenE. KulitF. Ekstremitas : Mengalami kelemahan atau peningkatan edema.

 

1.  Pemeriksaan penunjangHASIL :

Laboratorium:

1. 500 mg/dl, HbsAg positf dalam serum, Kalium, Kalsium.≥ Darah lengkap ; SGOT, SGPT,

LDH, CPK, Alkali Fostatase.

1. AST / SGOT meningkat Nn ( 10 – 40 unit (4,8 -19 U/L)2. ALT / SGPT meningkat Nn ( 5 – 35 unit (2,4 – 17 U/L)3. LDH meningkat Nn (165 – 400 unit (80 – 192 U/L)4. Alkali Fostatase meningkat Nn ( 2 -5 unit (20 – 90 IU/L)5. Albumin menurun Nn ( 3,5 – 5,5 g/dl (35-55 g/L)Globulin meningkat Nn ( 1,5 – 3,0 g/dl

(15-30g/L)Pemeriksaan radiologi

1. Pemeriksaan barium esofagus : Menunjukkan peningkatan tekanan portal.2. Foto rongent abdomen : Pada penderita kanker hati akan terlihat perubahan ukuran

hati.3. Arteriografi pembuluh darah seliaka : Untuk melihat hati dan pankreas.4. Laparoskopi : Melihat perbedaan permukaan hati antara lobus kanan dengan kiri

sehingga jika ada kelainan akan terlihat jelas.5. Biobsi hati : Menentukan perubahan anatomis pada jaringan hati6. Ultrasonografi : Memperlihatkan ukuran – ukuran organ abdomen.

 

II.   DIAGNOSA KEPERAWATAN1. Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi,

metabolisme vitamin di hati.2. Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites ).3. Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2 dengan kebutuhan4. Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan

asites 

III.  INTERVENSI 

A. Diagnosa 1 : Tidak seimbangan nutrisi berhubungan dengan anoreksia, mual, gangguan absorbsi, metabolisme vitamin di hati.Tujuan :1. Mendemontrasikan BB stabil, penembahan BB progresif kearah tujuan dgn normalisasi nilai laboratorium dan batas tanda-tanda malnutrisi

2. Penanggulangan pemahaman pengaruh individual pd masukan adekuat .

Intervensi :1. Pantau masukan makanan setiap hari, beri pasein buku harian tentang makanan

sesuai Indika2. Dorong pasien utk makan deit tinggi kalori kaya protein dg masukan cairan adekuat.

3. Dorong penggunaan suplemen dan makanan sering / lebih sedikit yg dibagi bagi selama sehari.

4. Berikan antiemetik pada jadwal reguler sebelum / selama dan setelah pemberian agent antineoplastik yang sesuai .

 B. Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan tegangnya dinding perut ( asites )Tujuan :1. Mendemontrasikan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan sesuai indikasi nyeri.

2. Melaporkan penghilangan nyeri maksimal / kontrol dengan pengaruh minimal pada AKS

Intervensi :1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi , frekwensi, durasi dan intensitas ( 0-10 ) dan tindakan penghilang rasa nyeri misalkan berikan posisi yang duduk tengkurap dengan dialas bantal pada daerah antara perut dan dada.

2. Berikan tindakan kenyamanan dasar misalnya reposisi, gosok punggung.

3. kaji tingkat nyeri / kontrol nilai

                          1. C.     Diagnosa 3 : Intoleransi aktivitas b.d ketidak seimbangan antara suplai O2

dengan kebutuhanTujuan :1. Dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh.

Intervensi :1.  Dorong pasein untuk melakukan apa saja bila mungkin, misalnya mandi, bangun dari kursi/ tempat tidur, berjalan. Tingkatkan aktivitas sesuai kemampuan.

2. Pantau respon fisiologi terhadap aktivitas misalnya; perubahan pada TD/ frekuensi jantung / pernapasan.

3.  Beri oksigen sesuai indikasi

Rasional :1. Meningkatkan kekuatan / stamina dan memampukan pasein menjadi lebih aktif tanpa kelelahan yang berarti.

2. Teloransi sangat tergantung pada tahap proses penyakit, status nutrisi, keseimbnagan cairan dan reaksi terhadap aturan terapeutik.

3. Adanya hifoksia menurunkan kesediaan O2 untuk ambilan seluler dan memperberat keletihan.

 

D. Diagosa 4 :Resiko terjadinya gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus,edema dan asitesTujuan :1. Mengedentifikasi fiksi intervensi yang tepat untuk kondisi kusus.

2.  Berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi / meningkatkan penyembuhan

Intervensi :1. Kaji kulit terhadap efek samping terapi kanker. Perhatikan kerusakan atau

perlambatan penyembuhan2. Mandikan dengan air hangat dan sabun3. Dorong pasien untuk menghindari menggaruk dan menepuk kulit yang kering dari

pada menggaruk.4. Balikkan / ubah posisi dengan sering5. Anjurkan pasein untuk menghindari krim kulit apapun ,salep dan bedak kecuali seijin

dokterRasional :

1. Efek kemerahan atau reaksi radiasi dapat terjadi dalam area radiasi dapat terjadi dalam area radiasi. Deskuamasi kering dan deskuamasi kering,ulserasi.

2. Mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit.3. Membantu mencegah friksi atau trauma fisik.4. Untuk meningkatkan sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit/ jaringan yang tidak

perlu.5. Dapat meningkatkan iritasi atau reaksi secara nyata.

 

IV. EVALUASI1. Kebutuhan akan nutrisi dapat terpenuhi2. Nyeri yang dirasakan klien dapat berkurang3. Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan tubuh4. Klien dapat turut berpartisipasi dalam tehnik untuk mencegah komplikasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Ringoringo HP, Windiastuti E, Gatot D. Hepatoblastoma di Rumah Sakit Dr.

Ciptomangunkusumo Jakarta: peran kemoterapi preoperative. Sari Pediatri,

Vol. 7, No. 4, Maret 2006: 207 – 213

2. Cancer of the Liver. In : Surgery NMS, Jarrel BE, Philadelphia : Williams and

Wilkins,1996;

3. La Quaglia MP. Lesion of the Liver. In : Pediatric Surgery. Ashcraft KW. 3rd Ed.

Philadelphia :WB Saunders Company, 2000; 891 – 900

4. Syukur A, Karnadihardja W, Sjamsuhidajat R. Saluran Empedu dan Hati. Dalam :

Sjamsuhidajat R, de Jong W, Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC. 2005;

560 – 593

5. Reintgen DS, Sabiston DC. Hati. Dalam : Sabiston, Buku Ajar Bedah bagian 2.

Jakarta : EGC,1994; 67-114

6. Hemming A, Gallinger S. Liver. Dalam : Norton JA, et all, Surgery Basic Science

and Clinical Evidence. New York : Springer-Verlag, 2000; 585 – 616

7. Raftery AT, Alimentary System. Dalam Raftery AT, Applied Basic Science for

Basic Surgical Training,Edinburg : Churchill Livingstone, 2000; 477 – 534

8. Types of Liver Cancer. From : http://www.What You Need To Know About Liver

Cancer

9. Hepatocellular Carcinoma (Hepatoma) : Childhood Liver Cancer, From :

http://www.hepatoma in Children : Cincinnati Children’s Hospital Medical

Center

10. Wegner OH. The Liver. In : Whole Body Computed Tomography, Wegener OH, et

all. 2nd Edition, Boston : Blackwell Scientific Publications, 1992 ; 245 – 52

q