32
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS MDR I. PENGERTIAN Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobakterium Tuberculosis. TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll (TB Ekstra Paru). MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya. Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB : 1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT 2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan rifampisin. 3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan rifampicin secara bersamaan. 4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin) 5. Total drug resisten ( Total DR ) : Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan kedua ) yang sudah dipakai saat ini. II. ETIOLOGI

LP TB MDR

  • Upload
    yasin

  • View
    195

  • Download
    9

Embed Size (px)

DESCRIPTION

assesment

Citation preview

Page 1: LP TB MDR

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCULOSIS MDR

I. PENGERTIAN

Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman

Mycobakterium Tuberculosis.

TB Paru merupakan penyakt infeksi yang menyerang paru-paru yang disebabkan oleh

Mycobakterium Tuberkulosis, namun tidak menutup kemungkinan penyakit ini bisa

menyerang organ tubuh lain seperti otak, ginjal, tulang, dll (TB Ekstra Paru).

MDR / Resistensi Ganda adalah: M. tucerkulosis yang resisten minimal terhadap

Rifampisin dan INH secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lainnya.

Terdapat lima jenis kategori resistensi terhadap obat TB :

1. Mono-resistance : kebal terhadap salah satu OAT

2. Poly-resistance : kebal terhadap lebih dari satu OAT, selain kombinasi isoniazid dan

rifampisin.

3. Multidrug-resistance (MDR) : kebal terhadap sekurang-kurangnya isoniazid dan

rifampicin secara bersamaan.

4. Extensive drug-resistance (XDR) : TB- MDR ditambah kekebalan terhadap salah

salah satu obat golongan fluorokuinolon, dan sedikitnya salah satu dari OAT injeksi

lini kedua (kapreomisin, kanamisin, dan amikasin)

5. Total drug resisten ( Total DR ) : Kekebalan terhadap semua OAT ( lini pertama dan

kedua ) yang sudah dipakai saat ini.

II. ETIOLOGI

Kuman Mycobacterium TB yang resisten terhadap sekurang-kurangnya Isoniasid dan

Rifampisin secara bersamaan dengan atau tanpa OAT lini pertama yang lain, misalnya

resisten HR,HRE,HRES.

Kriteria Suspek TB MDR

Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau

lebih kriteria suspek dibawah ini:

1. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang gagal (Kasus kronik)

2. Pasien TB pengobatan kategori 2 yang tidak konversi

3. Pasien TB yang pernah diobati pengobatan TB Non DOTS

Page 2: LP TB MDR

4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1

5. Pasien TB pengobatan kategori 1 yang tidak konversi setelah pemberian sisipan.

6. Pasien TB kambuh

7. Pasien TB yang kembali setelah lalai/default

8. Suspek TB yang kontak erat dengan pasien TB-MDR

9. Pasien koinfeksi TB dan HIV

III. MEKANISME TB MDR

Multidrug resistant tuberculosis (MDR Tb) adalah Tb yang disebabkan oleh

Mycobacterium Tuberculosis resisten secara in vitro terhadap isoniazid (H) dan rifampisin

(R) dengan atau tanpa resisten obat lainnya. Terdapat 2 jenis kasus resistensi obat yaitu

kasus baru dan kasus telah diobati sebelumnya. Kasus baru resisten obat Tb yaitu

terdapatnya galur M. Tb resisten pada pasien baru didiagnosis Tb dan sebelumnya tidak

pernah diobati obat antituberkulosis (OAT) atau durasi terapi kurang 1 bulan. Pasien ini

terinfeksi galur M. Tb yang telah resisten obat disebut dengan resistensi primer. Kasus

resisten OAT yang telah diobati sebelumnya yaitu terdapatnya galur M. Tb resisten pada

pasien selama mendapatkan terapi Tb sedikitnya 1 bulan. Kasus ini awalnya terinfeksi

galur M Tb yang masih sensitif obat tetapi selama perjalanan terapi timbul resistensi obat

atau disebut dengan resistensi sekunder (acquired).

Secara mikrobiologi resistensi disebabkan oleh mutasi genetik dan hal ini membuat

obat tidak efektif melawan basil mutan. Mutasi terjadi spontan dan berdiri sendiri

menghasilkan resistensi OAT. Sewaktu terapi OAT diberikan galur M. Tb wild type tidak

terpajan. Diantara populasi M. Tb wild type ditemukan sebagian kecil mutasi resisten

OAT. Resisten lebih 1 OAT jarang disebabkan genetik dan biasanya merupakan hasil

penggunaan obat yang tidak adekuat. Sebelum penggunaan OAT sebaiknya dipastikan M.

Tb sensitif terhadap OAT yang akan diberikan. Sewaktu penggunaan OAT sebelumnya

individu telah terinfeksi dalam jumlah besar populasi M. Tb berisi organisms resisten obat.

Populasi galur M. Tb resisten mutan dalam jumlah kecil dapat dengan mudah diobati.

Terapi Tb yang tidak adekuat menyebabkan proliferasi dan meningkatkan populasi galur

resisten obat. Kemoterapi jangka pendek pasien resistensi obat menyebabkan galur lebih

resisten terhadap obat yang digunakan atau sebagai efek penguat resistensi. Penularan

galur resisten obat pada populasi juga merupakan sumber kasus resistensi obat baru.

Meningkatnya koinfeksi Tb HIV menyebabkan progresi awal infeksi MDR Tb menjadi

penyakit dan peningkatan penularan MDR Tb.

Page 3: LP TB MDR

IV. MEKANISME KLINIS

Gejala Respiratorik :

1. Batuk kering yang berangsur-angsur menjadi produktif lebih dari 3 minggu, kadang-

kadang bercampur dengan dahak

2. Sesak napas dan nyeri dada

Gejala Sistemik :

1. Demam terutama dimalam hari

2. Berkeringat dingin malam hari tanpa aktivitas atau sebab yang jelas

3. Penurunan napsu makan

4. Penurunan berat badan

Page 4: LP TB MDR

V. PATOFISIOLOGI

Sumber penularan M. Tuberkulosis

Saluran Pernafasan (Droplet Nuclei, Airbone Infection)

Jaringan paru dan Alveoli Kekebalan Spesifik terhadap MTB Sintesa dan pelepasan zat pyrogen

Penyebaran Endogen (10%) Sembuh (90%) Hipotalamus

Ghon Fokus(kuman dorman) TB primer Peningkatan suhu tubuh/ demam

Keradangan endogen/ reaktivasi TB Pasca primer MK: Gangguan TermoregulasiKeradangan Eksoden/ reinfeksi

Infiltrasi sel-sel radang (PMN, MN, cell mast, limfosit T)

Inflamasi/ reaksi radang (rubor, kalor, dolor, tumor, fungsiolasia)

Penyebaran scr Bronchogen Penyebaran Limfohematogen

Proses destruktif paru Eksudasi cairan, deposit fibrin, infiltrasi leukosit PMN Pembesaran kelenjar limfe Basil TB meluas(hilus, trakea, leher)

Lesi parenkim paru Penebalan alveolar capilari membranPenekanan sal. Nafas/ bronkus Menembus vena pulmonalis

(infiltrat,fibroinfiltrat/ fibrosis, konsolidasi (restriksi/obstruksi)eksudatif, tuberculoma, kavitas) Gas tidak dapat berdifusi dgn baik Basil masuk sistem vaskuler

Batuk SesakEkskavasi+ulserasi dinding kavitas Kerusakan Parenkim paru MK: Gangguan pertukaran gas Menginfeksi organ selain paruPecahnya aneurisma rasmussen MK: Gangguan pola istirahat tidur, kelelahan

Penurunan complience paru Pleuritis dan penebalan pleura fiseralis/parietalis TB ekstra pulmonerBatuk darah Penurunan ekspansi paru

Gesekan pleura dgn dinding paru/dinding dadaMK: Potensial Sumbatan Nafas Sesak Cemas Nyeri pleuritik Syok hipovolemik MK: Pola nafas tidak efektif

MK: Gangguan rasa nyaman nyeri

Penurunan kapasitas ventilas Sembuh Pengobatan TB Paru Gagal Pengobatan Suspek TB MDR(9 kriteria suspek)

Penurunan suplai O2 tubuh Pemeriksaan DST

Positif MDRPeningkatan kebutuhan O2 jaringan

PengobatanKetidakseimbangan antara suplai O2 dgn kebutuhan

MK: Resiko terjadinya efek samping obatMK: Intoleransi aktivitas Resiko penyebaran infeksi Gangguan ADL Kecemasan Anoreksia Gangguan konsep diri

Page 5: LP TB MDR

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Radiologi :

Gambaran thorax menunjukkan adanya lesi berupa infiltrat, fibroinfiltrat/ fibrosis,

konsolidasi/ kalsivikasi, tuberkuloma, dan kavitas.

2. Bronchografi :

Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus atau kerusakan paru

karena TB.

3. Laboratorium :

Darah : leukositosis/ leukopenia, LED meningkat

Sputum : BTA S/P/S, kultur sputum gram sensitivity, sputum media LJ, DST, Gene-

Xpert

Test Tuberkulin : Mantoux test (indurasi lebih dari 10-15 mm)

Saat ini uji kepekaan M.tuberculosis secara tepat ( rapid test ) sudah direkomendasikan

oleh WHO untuk digunakan sebagai penampisan.

Metode yang tersedia adalah:

a. Line probe assey ( LPA )

Pemeriksaan molekuler yang di dasarkan pada PCA

Dikenal dengan Hain test/ Genotiype MDRTB plus

Hasil pemeriksaan dapat di peroleh dalam waktu kurang lebih 24 jam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar dari M.tuberculosiss yang

resisten terhadap rifampisi ( R ) ternyata juga resisten terhadap isoniasis ( H )

sehingga tergolong MDR

b. Gene Xpert

Hasil pemeriksaan dapat diketahui dalam waktu kurang lebih 1-2 jam

VII. PENATALAKSANAAN

Pada dasarnya strategi pengobatan pasien TB MDR mengacu kepada strategi DOTS.

1. Semua pasien yang sudah terbukti sebagai TB MDR dipastikan dapat mengakses

pengobatan TB MDR yang baku dan bermutu.

2. Paduan OAT untuk pasien TB MDR adalah paduan standar yang mengandung OAT

lini kedua. Paduan OAT tersebut dapat disesuaikan bila terjadi perubahan hasil uji

kepekaan M. tuberculosis dengan paduan baru yang ditetapkan oleh TAK.

Page 6: LP TB MDR

Bila diagnosis TB MDR telah ditegakkan, sebelum pengobatan dimulai, akan dlakukan

persiapan awal, termasuk pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk

mengetahui data awal berbagai fungsi organ (ginjal, hati, jantung) dan elekrolit. Jenis

pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah sama dengan jenis pemeriksaan untuk

pemantauan efek samping obat.

Persiapan sebelum pengobatan dimulai adalah:

1. Pemeriksaan fisik:

a. Anamnesa ulang untuk memastikan kemungkinan adanya riwayat dan kecenderungan

alergi obat tertentu, riwayat penyakit terdahulu seperti sakit kuning (hepatitis),

diabetes mellitus, gangguan ginjal, gangguan kejiwaan, kejang, kesemutan sebagai

gejala kelainan saraf tepi (neuropati perifer). dll..

b. Pemeriksaan fisik diagnostik termasuk berat badan, fungsi penglihatan, pendengaran,

tanda-tanda kehamilan. Bila perlu dibandingkan dengan pemeriksaan sebelumnya saat

pasien berstatus sebagai suspek TB MDR.

2. Pemeriksaan kejiwaan.

Pastikan kondisi kejiwaan pasien sebelum pengobatan TB MDR dimulai, hal ini berguna

untuk menetapkan strategi konseling yang harus dilaksanakan sebelum, selama dan

setelah pengobatan pasien selesai.

3. Pemeriksaan penunjang :

a. Pemeriksaan dahak mikroskopis, biakan dan uji kepekaan M.tuberculosis.

b. Pemeriksaan darah tepi lengkap, termasuk kadar hemoglobin (Hb), jumlah lekosit.

c. Pemeriksaan kimia darah:

Faal ginjal: ureum, kreatinin

Faal hati: SGOT, SGPT.

Serum kalium

Asam Urat

Gula Darah

d. Pemeriksaan hormon bila diperlukan: Tiroid stimulating hormon (TSH)

e. Tes kehamilan.

f. Foto dada/ toraks.

g. Tes pendengaran ( pemeriksanaan audiometri)

h. Pemeriksaan EKG

i. Tes HIV (bila status HIV belum diketahui)

Page 7: LP TB MDR

Pengkajian (Doegoes, 1999)

1. Aktivitas /Istirahat

- Kelemahan umum dan kelelahan.

- Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.

- Sulit tidur gn. Demam/kerungat malam.

- Mimpi buruk.

- Takikardia, takipnea/dispnea.

- Kelemahan otot, nyeri dan kaku.

2. Integritas Ego :

- Perasaan tak berdaya/putus asa.

- Faktor stress : baru/lama.

- Perasaan butuh pertolongan

- Denial.

- Cemas, iritable.

3. Makanan/Cairan :

- Kehilangan napsu makan.

- Ketidaksanggupan mencerna.

- Kehilangan BB.

- Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis.

4. Nyaman/nyeri :

- Nyeri dada saat batuk.

- Memegang area yang sakit.

- Perilaku distraksi.

5. Pernapasan :

- Batuk (produktif/non produktif)

- Napas pendek.

- Riwayat tuberkulosis

- Peningkatan jumlah pernapasan.

- Gerakan pernapasan asimetri.

- Perkusi : Dullness, penurunan fremitus pleura terisi cairan).

- Suara napas : Ronkhi

- Spuntum : hijau/purulen, kekuningan, pink.

6. Kemanan/Keselamatan :

Page 8: LP TB MDR

- Adanya kondisi imunosupresi : kanker, AIDS, HIV positip.

- Demam pada kondisi akut.

7. Interaksi Sosial :

- Perasaan terisolasi/ditolak.

Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-kapiler.

3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan primer,

penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan dengan

infornmasi kurang / tidak akurat.

Intervensi

Diagnosa Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang kental/darah.

Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.

Kriteria hasil :

Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan pertukaran udara.

Mendemontrasikan batuk efektif.

Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.

Rencana Tindakan :

1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan

sekret di sal. pernapasan.

R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien

terhadap rencana teraupetik.

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.

R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan

frustasi.

3. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.

Page 9: LP TB MDR

4. Lakukan pernapasan diafragma.

R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.

5. Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak

mungkin melalui mulut.

Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek

dan kuat.

R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.

6. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.

R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.

7. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi

yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak

kontraindikasi.

R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang

mengarah pada atelektasis.

8. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.

R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.

9. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian expectoran.

Pemberian antibiotika.

Konsul photo toraks.

R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan

kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveolar-

kapiler.

Tujuan : Pertukaran gas efektif.

Kriteria hasil :

Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif.

Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.

Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Rencana tindakan :

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke

sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.

Page 10: LP TB MDR

R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi

yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-

tanda vital.

R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat stress

fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan

hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan

kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

4. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.

R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap

rencana teraupetik.

5. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan

pernapasan lebih lambat dan dalam.

R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan

sebagai ketakutan/ansietas.

6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :

Dengan dokter, radiologi dan fisioterapi.

Pemberian antibiotika.

Pemeriksaan sputum dan kultur sputum.

Konsul photo toraks.

R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

Diagnosa Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan

produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia

Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat

Kriteria hasil :

Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori

Menu makanan yang disajikan habis

Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema

Rencana tindakan

1. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.

Page 11: LP TB MDR

R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan ansietas dan dapat

membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.

2. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.

R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.

3. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).

R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan saluran GI dan

menurunkan kapasitas.

4. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam sebelum dan sesudah

makan.

R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan masukan.

5. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu klien merasa paling

suka untuk memakannya.

R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah protein dan kalori

adekuat.

6. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen berikut

a. Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).

b. Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).

c. Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).

d. Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang segar).

R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi penurunan metabolisme

dan penyimpanan vitamin karena kerusakan jarinagn hepar.

7. Konsul dengan dokter/ahli gizi bila klien tidak mengkonsumsi nutrien yang cukup.

R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi parenteral,total, atau

makanan per sonde.

Page 12: LP TB MDR

DAFTAR PUSTAKA

Marilyn, Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. EGC:

Jakarta.

Mansjoer dkk. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. FK UI: Jakarta.

Price, Sylvia Anderson. 1999. Patofisiologis: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, alih

bahasa Peter Anugrah. EGC: Jakarta.

Alsagaff, Hood dan Mukti, Abdul. 1995. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. UNAIR press:

Surabaya.

Page 13: LP TB MDR

A. Penetapan Pasien TB MDR Yang Akan Diobati.

Penetapan pasien TB MDR yang akan diobati dilaksanakan oleh Tim Ahli Klinis di Fasyankes

Rujukan PMDT.

Tabel 2 : Kriteria untuk penetapan pasien TB MDR yang akan diobati.

Kriteria Keterangan

1. Kasus TB MDR 1. Hasil Uji kepekaan oleh laboratorium yang

tersertifikasi menunjukkan TB MDR

2. Suspek TB MDR no. 1, 3, 6 dengan hasil Rapid

Test yang direkomendasikan program terbukti

TB MDR

3. Suspek TB MDR dengan kondisi klinis buruk (di

luar kriteria suspek TB MDR 1,3,6) terbukti TB

MDR berdasarkan hasil Rapid Test yang

direkomendasikan program

2. Penduduk dengan alamat yang

jelas dan mempunyai akses

serta bersedia untuk datang

setiap hari ke fasyankes

PMDT

Dinyatakan dengan KTP atau dokumen pendukung

lain dari otoritas setempat

3. Bersedia menjalani

program pengobatan TB-

MDR dengan menandatangani

informed consent

Pasien dan keluarga menandatangani informed

consent setelah mendapat penjelasan yang cukup

dari TAK

4. Berumur lebih dari 15 tahun Diketahui dari Kartu keluarga atau KTP

Tabel 3 : Pasien TB MDR dengan kondisi khusus

1. Penyakit penyerta yang berat

(ginjal, hati, epilepsi dan

psikosis)

Kondisi berat karena penyakit utama atas dasar

riwayat dan pemeriksaan lab

Page 14: LP TB MDR

2. Kelainan fungsi hati Kenaikan SGOT/SGPT > 3 kali nilai normal atau

terbukti menderita penyakit hati kronis

3. Kelainan fungsi ginjal kadar kreatinin > 2.2 mg/dl

4. Ibu Hamil Wanita dalam keadaan hamil

Penetapan untuk mulai pengobatan pada pasien TB MDR dengan kondisi khusus diputuskan

oleh TAK. TAK dapat berkonsultasi dengan Tim PMDT Nasional.

B. Pengobatan TB MDR

1. OAT untuk pengobatan TB MDR.

Pengobatan pasien TB MDR menggunakan paduan OAT yang terdiri dari OAT lini pertama

dan lini kedua, yang dibagi dalam 5 kelompok berdasar potensi dan efikasinya, yaitu :

Tabel 4: Pengelompokan OAT

Golongan Jenis Obat

Golongan-1 Obat Lini Pertama Isoniazid (H)

Rifampisin (R)

Etambutol (E)

Pirazinamid (Z)

Streptomisin (S)

Golongan-2 Obat suntik lini kedua Kanamisin (Km)

Amikasin (Am)

Kapreomisin (Cm)

Golongan-3 Golongan

Floroquinolone

Levofloksasin (Lfx)

Moksifloksasin (Mfx)

Ofloksasin (Ofx)

Golongan-4 Obat bakteriostatik lini

kedua

Etionamid (Eto)

Protionamid (Pto)

Sikloserin (Cs)

Terizidon (Trd)

Para amino

salisilat (PAS)

Golongan-5 Obat yang belum terbukti

efikasinya dan tidak

direkomendasikan oleh

WHO

Clofazimin (Cfz)

Linezolid (Lzd)

Amoksilin/ Asam

Klavulanat (Amx/Clv)

Clarithromisin

(Clr)

Imipenem (Ipm).

Page 15: LP TB MDR

3. Paduan obat TB MDR di Indonesia

Pilihan paduan OAT TB MDR saat ini adalah paduan terstandar, yang pada permulaan

pengobatan akan diberikan sama kepada semua pasien TB MDR (standardized treatment).

Adapun paduan yang akan diberikan adalah :

a. Paduan ini diberikan pada pasien yang sudah terkonfirmasi TB MDR secara laboratoris.

b. Paduan pengobatan ini diberikan dalam dua tahap yaitu tahap awal dan tahap lanjutan.

Tahap awal adalah tahap pemberian suntikan dengan lama paling sedikit 6 bulan atau 4

bulan setelah terjadi konversi biakan. Apabila hasil pemeriksaan biakan bulan ke-8 belum

terjadi konversi maka disebut gagal pengobatan. Tahap lanjutan adalah pemberian

paduan OAT tanpa suntikan setelah menyelesaikan tahap awal.

c. Etambutol tidak diberikan jika terbukti sudah resisten.

d. Paduan OAT akan disesuaikan paduan atau dosis pada:

Pasien TB MDR yang diagnosis awal menggunakan Rapid Test, setelah ada

konfirmasi hasil uji resistensi M.tuberculosis dengan cara konvensional, paduan

OAT akan disesuaikan.

Bila ada riwayat penggunaan salah satu obat tersebut di atas sebelumnya sehingga

dicurigai telah ada resistensi, misalnya : pasien sudah pernah mendapat kuinolon

pada pengobatan TB sebelumnya, maka diberikan levofloksasin dosis tinggi. Apabila

sudah terbukti resisten terhadap levofloksasin maka paduan pengobatan ditambah

PAS dan levofloxacin diganti dengan moksifloksasin, hal tersebut dilakukan dengan

pertimbangan dan persetujuan dari tim ahli klinis atau tim ad hoc.

Terjadi efek samping yang berat akibat salah satu obat yang sudah dapat

diidentifikasi sebagai penyebabnya.

Terjadi perburukan keadaan klinis, sebelum maupun setelah konversi biakan. Hal-hal

yang harus diperhatikan adalah kondisi umum, batuk, produksi dahak, demam,

penurunan berat badan.

Km – Eto – Lfx – Cs – Z-(E) / Eto – Lfx – Cs – Z-(E)

Page 16: LP TB MDR

e. Penentuan perpindahan ke tahap lanjutan ditentukan oleh tim ahli klinis.

f. Jika terbukti resisten terhadap kanamisin, maka paduan standar disesuaikan sebagai berikut:

Cm – Lfx – Eto –Cs – Z – (E) / Lfx – Eto – Cs – Z – (E)

g. Jika terbukti resisten terhadap kuinolon, maka paduan standar disesuaikan sebagai berikut:

Km – Mfx – Eto –Cs – PAS – Z – (E) / Mfx – Eto – Cs – PAS – Z – (E)

Jika moxifloksasin tidak tersedia maka dapat digunakan levofloksasin dengan dosis

tinggi. Dilakukan pemantauan ketat keadaan jantung dan waspada terhadap kemungkinan

tendinitis/ ruptur tendon bila menggunakan levofloksasin dosis tinggi.

h. Jika terbukti resisten terhadap kanamisin dan kuinolon (TB XDR), atau pasien TB-MDR/

HIV memerlukan penatalaksanaan khusus yang akan dibahas dalam bab VII.

4. Pemberian obat

a. Pada fase awal : Obat per oral ditelan setiap hari (7 hari dalam 1 minggu), Suntikan

diberikan 5 (lima) hari dalam seminggu (senin – jumat)

b. Pada fase lanjutan : Obat per oral ditelan selama 6 (enam) hari dalam seminggu (hari

minggu pasien tidak minum obat)

c. Obat suntikan harus diberikan oleh petugas kesehatan.

d. Pemberian obat oral selama periode pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan menganut

prinsip DOT = Directly Observed Treatment, dengan PMO diutamakan adalah tenaga

kesehatan atau kader kesehatan terlatih.

e. Piridoxin (vit. B6) ditambahkan pada pasien yang mendapat sikloserin, dengan dosis 50

mg untuk setiap 250 mg sikloserin.

f. Berdasar sifat farmakokinetiknya pirazinamid, etambutol dan fluoroquinolon diberikan

sebagai dosis tunggal. Sedang etionamid, sikloserin dan PAS dapat diberikan sebagai

dosis terbagi untuk mengurangi efek samping.

Page 17: LP TB MDR

5. Dosis OAT

a. Dosis OAT ditetapkan oleh TAK dan diberikan berdasarkan berat badan pasien.

Penentuan dosis dapat dilihat tabel 5.

b. Obat TB MDR akan disediakan dalam bentuk paket (disiapkan oleh petugas farmasi

fasyankes Pusat Rujukan PMDT untuk 1 bulan mulai dari awal sampai akhir pengobatan

sesuai dosis yang telah dihitung oleh Tim Ahli Klinis. Jika pasien diobati di fasyankes

Pusat Rujukan PMDT maka paket obat yang sudah disiapkan untuk 1 bulan tersebut akan

di simpan di Poli DOTS Plus fasyankes Pusat Rujukan PMDT.

c. Jika pasien meneruskan pengobatan di fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT maka paket

obat akan diambil oleh petugas farmasi fasyankes sub rujukan/ satelit PMDT dari unit

farmasi fasyankes Pusat Rujukan PMDT setiap 3 bulan sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasien tidak diijinkan untuk menyimpan obat.

d. Perhitungan dosis OAT dapat dilihat pada tabel 5 dibawah ini.

Tabel 5: Perhitungan dosis OAT MDR

OAT Berat Badan (BB)

< 33 kg 33-50 kg 51-70 kg >70 kg

Pirazinamid 20-30 mg/kg/hari 750-1500 mg 1500-1750 mg 1750-2000 mg

Kanamisin 15-20 mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Etambutol 20-30 mg/kg/hari 800-1200 mg 1200-1600 mg 1600-2000 mg

Kapreomisin 15-20mg/kg/hari 500-750 mg 1000 mg 1000 mg

Levoflosasin 7,5-10 mg/kg/hari 750 mg 750 mg 750-1000 mg

Moksifloksasin 7,5-10 mg/kg/hari 400 mg 400 mg 400 mg

Sikloserin 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg

Etionamid 15-20 mg/kg/hari 500 mg 750 mg 750-1000 mg

PAS 150 mg/kg/hari 8 g 8 g 8 g

6. Pengobatan ajuvan pada TB MDR

Page 18: LP TB MDR

Pengobatan ajuvan akan diberikan bilamana dipandang perlu:

a. Nutrisi tambahan :

Pengobatan TB MDR pada pasien dengan status gizi kurang, keberhasilan

pengobatannya cenderung meningkat jika diberikan nutrisi tambahan berupa protein,

vitamin dan mineral (vit A, Zn, Fe, Ca, dll).

Pemberian mineral tidak boleh bersamaan dengan fluorokuinolon karena akan

mengganggu absorbsi obat, pemberian masing – masing obat dengan jarak paling

sedikit 2 jam sebelum atau sesudah pemberian fluorokuinolon.

b. Kortikosteroid.

Kortikosteroid diberikan pada pasien TB MDR dengan gangguan respirasi berat,

gangguan susunan saraf pusat atau perikarditis. Kortikosteroid yang digunakan adalah

Prednison 1 mg/kg, apabila digunakan dalam jangka waktu lama (5-6 minggu) maka

dosis diturunkan secara bertahap (tappering off). Kortikosteroid juga digunakan pada

pasien dengan penyakit obstruksi kronik eksaserbasi.

C. Tahapan Pengobatan TB MDR

a. Tahap awal

Tahap awal adalah tahap pengobatan dengan menggunakan obat suntikan (kanamisin atau

kapreomisin) yang diberikan sekurang-kurangnya selama 6 bulan atau 4 bulan setelah terjadi

konversi biakan.

1. Tahap rawat inap di Rumah Sakit

TAK menetapkan pasien perlu rawat inap atau tidak. Bila memang diperlukan, rawat inap

akan dilaksanakan maksimal 2 minggu dengan tujuan untuk mengamati efek samping

obat dan KIE yang intensif.Pada pasien yang menjalani rawat inap, TAK menenentuan

kelayakan rawat jalan berdasarkan:

Tidak ditemukan efek samping pengobatan atau efek samping yang terjadi dapat

ditangani dengan baik.

Keadaan umum pasien cukup baik.

Page 19: LP TB MDR

Pasien sudah mengetahui cara minum obat dan jadwal suntikan sesuai dengan

pedoman pengobatan TB MDR.

Penentuan tempat pengobatan

Sebelum pasien memulai rawat jalan, TAK menetapkan fasyankes untuk meneruskan

pengobatan. Bila rawat jalan akan dilaksanakan di fasyankes satelit/sub rujukan PMDT,

TAK membuat surat pengantar ke fasyankes tujuan.

Catatan:

Harus diusahakan desentralisasi pengobatan pasien TB MDR ke fasyankes satelit, karena bila

PMDT telah berjalan sebagai kegiatan rutin, fasyankes Pusat Rujukan PMDT tidak akan dapat

melayani pasien dengan optimal setiap hari dalam jumlah banyak, karena keterbatasan tempat,

waktu dan sumber daya.

2. Tahap rawat jalan

Selama tahap awal baik obat suntikan dan obat minum diberikan oleh petugas kesehatan

di hadapan PMO kepada pasien. Pada tahap rawat jalan obat oral ditelan dihadapan

petugas kesehatan/ kader kesehatan yang berfungsi sebagai PMO.

a) Pasien mendapat obat oral setiap hari, 7 hari seminggu (Senin s/d Minggu). Suntikan

diberikan 5 hari dalam seminggu (Senin sd Jum’at). Pasien menelan obat di hadapan

petugas kesehatan/PMO.

b) Seminggu sekali pasien diupayakan bertemu dokter di fasyankes untuk berkonsultasi

dan pemeriksaan fisik.

c) Pasien yang diobati di Fasyankes satelit akan berkonsultasi dengan dokter di fasilitas

rujukan minimal sekali dalam sebulan (jadwal kedatangan disesuaikan dengan jadwal

pemeriksaan dahak atau pemeriksaan laboratorium lain).

d) Dokter fasyankes satelit memastikan:

Pasien dirujuk ke rumah sakit rujukan TB MDR untuk pemeriksaan dahak follow

up sekali setiap bulan. Tim PMDT fasyankes rujukan akan mengirim sampel

Page 20: LP TB MDR

dahak ke laboratorium rujukan. Pasien mungkin juga dirujuk ke laboratorium

penunjang untuk pemeriksaan rutin lain yang diperlukan.

Upayakan agar spesimen dahak atau pemeriksaan lain diambil diambil di poli TB

MDR untuk lebih mempermudah pasien dan mengurangi risiko penularan.

Mencatat perjalanan penyakit pasien dan melaporkan kepada TAK di pusat

rujukan bila ada keadaan/kejadian khusus.

b. Tahap lanjutan

1. Tahap lanjutan adalah tahap pengobatan setelah selesai pengobatan tahap awal dan

pemberian suntikan dihentikan.

2. Konsultasi dengan dokter dilakukan minimal sekali setiap bulan.

3. Pasien yang berobat di fasyankes satelit akan mengunjungi fasyankes Pusat Rujukan

PMDT setiap 2 bulan untuk berkonsultasi dengan dokter (sesuai dengan jadwal

pemeriksaan dahak dan biakan).

4. Obat tetap disimpan fasyankes, pasien minum obat setiap hari dibawah pengawasan

petugas kesehatan yang bertindak sebagai PMO.

5. Indikasi perpanjangan pengobatan sampai dengan 24 bulan berdasar adanya kasus kronik

dengan kerusakan paru yang luas.

D. Penanganan Efek Samping

Pemantauan terjadinya efek samping sangat penting pada pengobatan pasien TB MDR, karena

dalam paduan OAT MDR terdapat OAT lini kedua yang memiliki efek samping yang lebih

banyak dibandingkan dengan OAT lini pertama.

Semua OAT yang digunakan untuk pengobatan pasien TB MDR mempunyai kemungkinan

untuk timbul efek samping baik ringan, sedang, maupun berat. Bila muncul efek samping

pengobatan, kemungkinan pasien akan menghentikan pengobatan tanpa memberitahukan

Lama pengobatan tahap awal dan tahap lanjutan paling sedikit 18 bulan setelah terjadi konversi biakan

Page 21: LP TB MDR

TAK/petugas fasyankes (default), sehingga KIE mengenai gejala efek samping pengobatan

harus dilakukan sebelum pasien memulai pengobatan TB MDR. Selain itu penanganan efek

samping yang baik dan adekuat adalah kunci keberhasilan pengobatan TB MDR.

a. Pemantauan efek samping selama

pengobatan.

1. Deteksi dini efek samping selama pengobatan sangat penting, karena semakin cepat

ditemukan dan ditangani maka prognosis akan lebih baik, untuk itu pemantauan efek

samping pengobatan harus dilakukan setiap hari.

2. Efek samping OAT berhubungan dengan dosis yang diberikan.

3. Gejala efek samping pengobatan harus diketahui petugas kesehatan yang menangani

pasien, dan juga oleh pasien dan keluarga.

4. Semua efek samping pengobatan yang dialami pasien harus tercatat dalam formulir

efek samping pengobatan.

b. Tempat penatalaksanaan efek samping

1. Fasyankes pelaksana PMDT menjadi tempat penatalaksanaan efek samping

pengobatan, tergantung pada berat atau ringannya gejala.

2. Dokter fasyankes satelit PMDT akan menangani efek samping ringan sampai

sedang; serta melaporkannya ke fasyankes rujukan.

3. Pasien dengan efek samping berat dan pasien yang tidak menunjukkan perbaikan

setelah penanganan efek samping ringan atau sedang harus segera dirujuk ke fasyankes

pusat rujukan/ sub rujukan PMDT.

Page 22: LP TB MDR