28
PENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL PEMBELAJARAN SISWA SMP SATU ATAP SEBAGAI PROGRAM WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI DAERAH TERPENCIL Prof. Dr. Nurul Ulfatin, M.Pd. Administrasi Pendidikan Universitas Negeri malang Jalan Terusan Sigura-gura D 172 Prof. Dr. Amat Mukhadis, M.Pd Teknik Mesin Universitas Negeri malang Jalan Terusan Sigura-gura D 172 Satu alternatif pemecahan untuk penuntasan program wajib belajar sembilan tahun di daerah terpencil yang dipilih pemerintah adalah sekolah (SMP) satu atap, yaitu SMP yang didirikan dalam satu gedung dengan SD. Dalam pelaksanaannya, SMP satu atap masih memerlukan kajian terutama yang terkait dengan kurikulum. Kurikulum yang dianggap cocok untuk SMP Satu Atap adalah kurikulum yang menggabungkan antara kurikulum pendidikan pra- kejuruan, kurikulum SMP, dan kurikulum pendidikan luar sekolah. Kurikulum ini dinamai kurikulum “Jalakar” (Belajar dan Berkarya). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kurikulum “Jalakar” untuk SMP Satu Atap di daerah terpencil. Penelitian dirancang tiga tahap dan dilaksakanan selama tiga tahun. Tahun pertama (2013), telah dihasilkan luaran: (1) deskripsi: (a) SMP satu atap memiliki kekhususan yang cenderung di bawah standar SMP reguler terutama dari segi ekonomi, akses pembangunan, dan sumber daya; (b) kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa adalah kurikulum yang memberikan pengalaman tentang keterampilan untuk bekerja, yang disebut kurikulum “Jalakar”; (c) kerangka dasar kurikulum “Jalakar” terdiri atas: landasan filosofis, teoretis, yuridis, dan geografis; makna “Jalakar” berarti memberikan pengalaman pembelajaran dalam mata Peneliti Ringkasan Eksekutif

lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

PENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL PEMBELAJARAN SISWA SMP SATU ATAP SEBAGAI PROGRAM

WAJIB BELAJAR 9 TAHUN DI DAERAH TERPENCIL

Prof. Dr. Nurul Ulfatin, M.Pd.

Administrasi PendidikanUniversitas Negeri malangJalan Terusan Sigura-gura D 172

Prof. Dr. Amat Mukhadis, M.Pd

Teknik MesinUniversitas Negeri malangJalan Terusan Sigura-gura D 172

Satu alternatif pemecahan untuk penuntasan program wajib belajar sembilan tahun di daerah terpencil yang dipilih pemerintah adalah sekolah (SMP) satu atap, yaitu SMP yang didirikan dalam satu gedung dengan SD. Dalam pelaksanaannya, SMP satu atap masih memerlukan kajian terutama yang terkait dengan kurikulum. Kurikulum yang dianggap cocok untuk SMP Satu Atap adalah kurikulum yang menggabungkan antara kurikulum pendidikan pra-kejuruan, kurikulum SMP, dan kurikulum pendidikan luar sekolah. Kurikulum ini dinamai kurikulum “Jalakar” (Belajar dan Berkarya).

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan kurikulum “Jalakar” untuk SMP Satu Atap di daerah terpencil. Penelitian dirancang tiga tahap dan dilaksakanan selama tiga tahun. Tahun pertama (2013), telah dihasilkan luaran: (1) deskripsi: (a) SMP satu atap memiliki kekhususan yang cenderung di bawah standar SMP reguler terutama dari segi ekonomi, akses pembangunan, dan sumber daya; (b) kurikulum yang dibutuhkan oleh siswa adalah kurikulum yang memberikan pengalaman tentang keterampilan untuk bekerja, yang disebut kurikulum “Jalakar”; (c) kerangka dasar kurikulum “Jalakar” terdiri atas: landasan filosofis, teoretis, yuridis, dan geografis; makna “Jalakar” berarti memberikan pengalaman pembelajaran dalam mata pelajaran inti dan pengalaman berlatih keterampilan dalam matapelajaran Prakarya; standar kompetensi lulusan mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan; dan gambaran pembelajaran adalah mempertimbangkan potensi dan keterbatasan lingkungan sekolah; (d) struktur kurikulum “Jalakar” mencakup kompetensi inti, kompetensi dasar, susunan matapelajaran, beban belajar, dan muatan pembelajaran; (e) perangkat kurikulum yang diperlukan adalah silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, dan buku/sumber belajar; dan (f) keefektifan kurikulum “Jalakar” yang mencakup kerangka dasar, struktur, dan perangkat dikategorikan baik menurut uji ahli; (2) dua tesis dan satu disertasi terkait tema penelitian, serta kelulusan 2 orang mahasiswa S2 dan 1 orang mahasiswa S3; (3) dua artikel: (a) dimuat pada Jurnal Peradaban: Jurnal Rasmi Pusat

Peneliti Ringkasan Eksekutif

Page 2: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

Dialog Peradaban Universiti Malaya, diterbitkan oleh Pusat Dialog Peradaban Universiti Malaya, Jilid 6, 2013, ISSN 1985-6296 dengan judul “Manajemen Layanan Khusus pada Kurikulum Muatan Lokal di Sekolah Satu Atap untuk Penguatan Program Wajib Belajar Sembilan Tahun di Saerah Pedesaan dan Terpencil”, dan (b) dimuat pada Ilmu Pendidikan: Jurnal Kajian Teori dan Praktik Kependidikan yang diterbitkan oleh FIP Universitas Negeri Malang, Volume 40, Nomor 2, 2013, ISSN 0854-8307 dengan judul “Kurikulum ‘Jalakar’ untuk SMP Satu Atap: Alternatif Pemenuhan Kebutuhan Peserta Didik di Daerah Pedesaan dan Terpencil”.

Tahun kedua (2014) telah dihasilkan luaran: (1) produk kurikulum “Jalakar” yang sudah teruji lapangan, terdiri atas: (a) kerangka das ar kurikulum (landasan, inti kegiatan belajar dan berkarya, standar kompetensi lulusan, dan gambaran proses pembelajaran); (b) struktur kurikulum (susunan matapelajaran, beban belajar, kompetensi inti, kompetensi dasar, dan muatan pembelajaran); (2) perangkat pembelajaran (contoh silabus, RPP, dan draft buku ajar penunjang kurikulum); (3) tiga tesis dan satu disertasi terkait tema penelitian serta kelulusan tiga orang mahasiswa S2 dan 1 orang mahasiswa S3; dan (4) satu makalah disajikan pada National Research Symposium di Universitas Negeri Malang 8-9 Oktober 2014 dengan judul “Pengembangan Kurikulum SMP di Daerah Pedesaan dan Terpencil”.

Tahun ketiga (2015) telah dihasilkan luaran: (1) video model pembelajaran tematik karya sebagai contoh implementasi kurikulum “Jalakar”; (2) buku panduan kurikulum “Jalakar” yang sudah disosialisaikan ke sejumlah SMP Satu Atap di Indonesia; (3) buku teks dengan judul “Pengembangan Kurikulum Belajar dan Berkarya” (UM Press); (4) buku ajar matapelajaran Prakarya kelas VII SMP (sedang proses terbit di percetakan); (5) satu makalah dengan judul “Roadmap Manajemen Pendidikan dalam upaya Memecahkan Masalah Pendidikan di Daerah Pedesaan/Terpencil Menghadapi Era MEA”, disajikan pada Scientific Forum Faculty of Education Department of Science Education (FIP-JIP) 9-11 Sepetember 2015 di UNG Gorontalo, [email protected] ; (6) makalah dengan judul “Junior High School Students in Remote Area: Learn and Help Parent Dilemma” disajikan pada The 1st International Confernce in Education and Training (ICET) , 6-8 November 2015 di FIP UM Malang, [email protected] ; (7) artikel jurnal internasional dengan judul “Matching curriculum for junior high school students in rural and remote

Page 3: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

areas in Indonesia: towards the needs of learning and working” terbit 5(12),71-79, 2015 pada Journal of Basic and Applied Scientific Research (JBASR), www.textroad.com, dan (8) tesis dan disertasi mahasiswa secara komplementer (2 orang lulus dan lainnya sedang proses analisis data).

Pendidikan merupakan usaha sadar

untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatan pembimbingan, pengajaran

dan/atau pelatihan untuk menjadikan

peranannya di masyarakat pada masa yang

akan datang. Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional

mengamanatkan bahwa salah satu arah

kebijakan pembangunan pendidikan adalah

mengupayakan perluasan dan pemerataan

kesempatan memperoleh pendidikan yang

bermutu tinggi bagi seluruh rakyat

Indonesia. Amanat undang-undang itu

dijabarkan melalui program pendidikan

dasar yang bertujuan untuk: (1) memperluas

jangkauan dan daya tampung SD dan MI,

SMP dan MTs sehingga menjangkau anak-

anak dari seluruh lapisan masyarakat; (2)

meningkatkan kesamaan kesempatan untuk

memperoleh pendidikan bagi kelompok

yang kurang beruntung, termasuk mereka

yang tinggal di daerah terpencil dan kumuh

perkotaan, daerah bermasalah, masyarakat

miskin, dan anak yang berkebutuhan

1. Penyebarluasan kurikulum “Jalakar”

Sebagaimana yang telah dikemukakan

pada rancangan penelitian, penyebarluasan

kurikulum hasil pengembangan kepada pihak-

pihak terkait dilakukan dalam bentuk tertulis,

tatap muka, dan praktik pembelajaran

Penelitian Mahasiswa Pascasarjana

yang KomplementerPenelitian mahasiswa yang

komplementer dengan penelitian ini dilakukan

oleh mahasiswa pascasarjana program studi

Manajemen Pendidikan S2 dan S3 di bawah

pembimbingan peneliti yang sedang menempuh

matakuliah tesis dan disertasi dengan tema

pendidikan di daerah pedesaan atau terpencil.

Penelitian ini sangat urgen dan penting

karena hasilnya bermanfaat untuk melihat

keunggulan dan kelemahan kurikulum “Jalakar”

yang dirancang dan dikembangkan secara khusus

bagi siswa SMP satu atap. Keunggulan kurikulum

“Jalakar” terletak pada relevansi dan

kebermaknaan hasil pembelajarannya untuk

siswa SMP satu atap di daerah pedesaan atau

daerah terpencil sebagai program penuntasan

wajib belajar 9 tahun. Produk akhir penelitian ini

Latar Belakang Hasil dan Manfaat

Page 4: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

khusus; (3) meningkatkan kualitas

pendidikan dasar dan prasekolah dengan

kualitas yang memadai; dan (4)

meningkatkan pelaksanaan manajemen

pendidikan dasar dan prasekolah berbasis

pada sekolah dan masyarakat.

Kebijakan strategis oleh pemerintah

untuk mewujudkan perluasan dan pemerataan

pendidikan dilakukan melalui program wajib

belajar pendidikan dasar (tingkat SD/MI dan

SMP/MTs) atau dikenal dengan wajib belajar 9

(sembilan) tahun. Dalam Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional Ayat 2

ditegaskan bahwa “pemerintah dan pemerintah

daerah menjamin terselenggaranya wajib

belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar

tanpa memungut biaya”. Selanjutnya, pada

Ayat 3 juga ditegaskan bahwa “wajib belajar

tersebut merupakan tanggung jawab negara

yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan

pemerintah, pemerintah daerah, dan

masyarakat”. Wajib belajar 9 tahun yang

dimaksud juga dijelaskan dalam Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47

Tahun 2008 Pasal 1, yaitu bahwa program

pendidikan minimal yang harus diikuti Warga

Negara Indonesia (WNI) atas tanggung jawab

pemerintah dan pemerintah daerah adalah

jenjang pendidikan yang melandasi jenjang

pendidikan menengah. Pendidikan yang

dimaksud berbentuk sekolah dasar (SD),

madrasah ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang

berupa seperangkat kurikulum “Jalakar” yang

teruji dan siap disosialisasikan kepada pembuat

kebijakan di daerah, para praktisi di lapangan,

dan didesiminasikan kepada akademisi sebagai

pengembang ilmu melalui jurnal terakreditasi

nasional dan atau internasional. Perangkat

kurikulum hasil penelitian ini dinamai Kurikulum

“Jalakar” (Belajar dan Berkarya) untuk SMP Satu

Atap.

Secara teori, penelitian ini sangat penting

karena selama ini pengembangan kurikulum

dilakukan secara terpusat dan menghasilkan

kurikulum yang sama untuk semua sekolah

dengan kondisi peserta didik dan lingkungan yang

berbeda. Berdasarkan temuan penelitian

sebelumnya, peserta didik dan lingkungan

sekolah pedesaan, terutama daerah pedesaan

dan terpencil (termasuk SMP satu atap yang

secara khusus didirikan di daerah terpencil)

memiliki keunikan yang sangat khusus. Oleh

karenanya, sekolah tidak bisa maksimal jika

menggunakan kurikulum SMP reguler. Dengan

kata lain, mereka membutuhkan kurikulum yang

dirancang secara khusus sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi karakteristik sekolah.

Karakteristik yang sangat menonjol dan perlu

diakomodasi dalam pengembangan kurikulum

SMP satu atap adalah kebutuhan peserta didik

yang segera ingin dan bisa bekerja/berkarya

karena mereka dari keluarga tingkat ekonomi

rendah yang tidak akan melanjutkan pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi.

Penelitian ini penting untuk

Page 5: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

sederajat, serta sekolah menengah pertama

(SMP), dan madrasah tsanawiyah (MTs) atau

bentuk lain yang sederajat. Pada Pasal 2 juga

dijelaskan bahwa pemerintah mengupayakan

perluasan dan pemerataan kesempatan

memperoleh pendidikan yang bermutu bagi

setiap WNI untuk dapat mengembangkan

potensi dirinya agar dapat hidup mandiri di

dalam masyarakat atau melanjutkan pendidikan

ke jenjang yang lebih tinggi.

Secara lebih rinci, tujuan program wajib

belajar 9 tahun adalah (1) mendorong anak usia

13-15 tahun agar masuk sekolah, baik SMP,

MTs, maupun pendidikan lainnya yang

sederajat; (2) meningkatkan angka partisipasi

anak untuk masuk SMP/MTs terutama di

daerah yang jumlah anak tidak bersekolah

SMP/MTs masih tinggi; (3) menurunnya angka

putus sekolah (drop out) SD/MI sampai

SMP/MTs; (4) meningkatkan peran serta

masyarakat untuk mensukseskan gerakan

nasional wajib belajar; (5) meningkatkan peran,

fungsi, dan kapasitas pemerintah (pusat,

propinsi, kabupaten/kota, dan kecamatan)

dalam penuntasan wajib belajar di daerah

masing-masing; dan (6) mewujudkan

komitmen internasional mengenai Education for

All (EFA) yang dideklarasikan di Dakar tahun

2000.

Dari data Susenas tahun 2003 terungkap

bahwa sekitar 75% anak usia 7-18 tahun yang

putus sekolah disebabkan oleh alasan ekonomi.

Selain itu, angka mengulang yang cukup tinggi

pengembangan teori manajemen pendidikan,

khususnya manajemen kurikulum dan

pembelajaran. Dengan penelitian ini, dihasilkan

inovasi pendidikan berupa pengembangan

kurikulum yang dilakukan dengan strategi

empirical-rational (Owens, 2005), artinya

perubahan dilakukan dengan metodologi yang

sistematis untuk memecahkan permasalahan

pendidikan secara lebih baik. Sistematika

pemecahan masalah diawali dengan penelitian

pendahuluan, mengembangkan prototipe, dan

diakhiri dengan finalisasi produk untuk

menghasilkan kurikulum (produk jadi) yang

sudah teruji dan hasilnya diharapkan memberi

dampak bagi perubahan kehidupan sekolah dan

masyarakat.

Secara praktis, kurikulum “Jalakar” yang

sudah teruji keefektifannya sangat penting bagi

guru di SMP satu atap karena kurikulum SMP

reguler yang selama ini digunakan dinilai tidak

efektif dan efisien. Ketidakefektifan terlihat dari

hasil belajar peserta didik yang selalu berada

pada tingkat rendah dari batas ketuntasan yang

dicapai oleh SMP reguler. Sedangkan

ketidakefisien dapat terlihat dari ketersediaan

sumberdaya guru dan sarana-prasarana yang

kurang memadai di sekolah. Di samping itu,

kondisi dan karakteristik peserta didik dan latar

belakang orang tua, serta kondisi geografis

menuntut adanya kurikulum khusus untuk SMP

satu atap.

Sebagai akibat digunakannya kurikulum

SMP reguler untuk SMP satu atap adalah

Page 6: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

menyebabkan berkurangnya kapasitas sekolah/

madrasah untuk menambah jumlah siswa baru

(Susenas, 2003). Data menurut Direktorat

Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan

Nasional (Kemendiknas) tahun 2011

(JPNN.Com, 18 Juli 2011) menunjukkan bahwa

angka putus sekolah jenjang SD mencapai 1,5

persen dari total siswa 22,7 juta anak,

sedangkan putus SMP mencapai 1,7 persen dari

total siswa 9,7 juta anak. Dikatakan lebih lanjut

bahwa angka putus sekolah tersebut setiap

tahunnya relatif stabil. Media massa tersebut

juga melansir berita bahwa secara umun ada

tiga penyebab utama putus sekolah di

Indonesia. Pertama, faktor ekonomi. Tingginya

angka kemiskinan membuat orang tua sulit

menyekolahkan anaknya. Kedua, faktor

geografis. Kondisi geografis, terutama di daerah

Indonesia Timur dan Kepulauan, jarak dari

rumah tempat tinggal anak untuk masuk ke

SMP sangat jauh, sehingga mereka kesulitan

mendatanginya. Ketiga, faktor budaya. Banyak

orang tua, terutama kalangan ekonomi rendah

yang belum menganggap pendidikan sebagai

kebutuhan dasar. Para orang tua enggan

kehilangan pendapatan dari anaknya yang

disuruh bekerja. Bagi para orang tua seperti itu,

anak harus/lebih baik bekerja daripada

bersekolah.

Ada banyak masalah yang timbul dalam

pelaksanaan wajib belajar 9 tahun, terutama di

daerah pedesaan dan daerah

pegunungan/terpencil. Penyebab

pembelajaran tidak maksimal, dan hasilnyapun

kurang bermakna bagi peserta didik. Hal ini

diperparah dengan kondisi lingkungan (guru dan

fasilitas) yang kurang mendukung jika harus

menerapkan kurikulum SMP reguler. Untuk itu,

diperlukan kurikulum yang dirancang khusus,

yaitu kurikulum yang lebih akomodatif, namun

memiliki kebermaknaan yang tinggi sesuai

dengan kebutuhan peserta didik SMP satu atap.

Secara khusus, penelitian ini dilakukan

melalui skema hibah pascasarjana di Universitas

Negeri Malang. Dengan demikian, penelitian ini

sangat penting karena dapat mempercepat

proses penyusunan tesis S2 dan disertasi S3

program studi Manajemen Pendidikan

Pascasarjana Universitas Negeri Malang yang

terlibat secara kolaboratif dalam penlitian ini.

Secara praktis, penelitian ini membantu untuk

mempercepat kelulusan mahasiswa S2 dan

mahasiswa S3 program studi Manajemen

Pendidikan di Pascasarjana Universitas Negeri

Malang yang mengambil tema penelitian tentang

pendidikan di daerah pedesaan atau terpencil

Secara teori, keterlibatan mahasiswa dalam

penelitian ini akan memperkaya pengembangan

ilmu manajemen pendidikan secara

komplementer, terutama dalam hal manajemen

kurikulum dan pembelajaran.

Page 7: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

ketidaktuntasan wajib belajar dapat

diidentifikasi sesuai dengan kondisi wilayah dan

masyarakatnya. Menurut hasil penelitian yang

sudah dilakukan oleh beberapa peneliti yang

kemudian dirangkum dan disimpulkan, yaitu:

(1) masyarakat/orang tua memiliki ekonomi

lemah, (2) sosial budaya masyarakat kurang

mendukung, (3) kurangnya sarana pendidikan,

(4) rendahnya kualitas dan dedikasi guru, (5)

letak geografis sulit dijangkau, (6) keterbatasan

informasi, dan (7) persepsi masyarakat

menganggap pendidikan kurang penting

(Ulfatin, Mukhadis, dan Imron, 2009).

Sebagian besar daerah yang mengalami

masalah ketidaktuntasan wajib belajar adalah

daerah-daerah kabupaten yang jauh dari

perkotaan. Kasus di Jawa Timur misalnya,

menurut catatan Mile Stones Pendidikan Jawa

Timur tahun 2007 menunjukkan bahwa di

setiap kabupaten terdapat kantong

penyumbang drop out SMP, lulusan SD tidak

melanjutkan ke SMP, dan buta huruf terbesar.

Sebagai contoh adalah kabupaten Kediri.

Menurut data statistik (Dinas Kabupaten Kediri,

2009) yang dikuatkan dengan hasil penelitian

(Ulfatin, Mukhadis, dan Imron, 2010), dari 24

kecamatan yang ada, hanya lima kecamatan

yang dinyatakan telah tuntas wajib belajar 9

tahun (SMP). Kondisi yang sama telah dialami

oleh banyak daerah di Indonesia. Bahkan

sebagian daerah ada yang lebih parah dari itu,

terutama daerah di wilayah Indonesia Timur.

Berdasarkan pengamatan langsung peneliti

Page 8: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

ketika melaksanakan tugas ke sejumlah daerah

di Indonesia, dua daerah (propinsi) yang

tergolong sangat rendah angka partisipasi wajib

belajarnya 9 tahunnya adalah Nusa Tenggara

Barat dan Papua Barat.

Penuntasan wajib belajar 9 tahun perlu

upaya strategis. Hal ini diperkuat dengan

Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5

tahun 2006 tentang Gerakan Nasional

Percepatan Penuntasan Wajib Belajar

Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan

Pemberantasan Buta Aksara. Beberapa

alternatif penuntasan wajib belajar 9 tahun

telah ditemukan, direkomendasikan, dan

bahkan sebagian ada yang sedang diadopsi

(Taruh, 2008; Ulfatin, 2010). Satu alternatif

yang dipilih sebagai program pemerintah adalah

sekolah (SMP) satu atap. Yang disebut SMP satu

atap adalah sekolah yang menggabungkan

antara SD dan SMP dalam satu atap (lokasi dan

gedung). Penggabungan dilakukan dengan

memanfaatkan gedung SD yang sudah ada

beserta fasilitasnya untuk dimanfaatkan dengan

mendirikan SMP di tempat yang sama. SMP

Satu atap ini dianggap efisien karena dengan

adanya SMP satu atap, anak-anak tidak perlu

pergi jauh untuk melanjutkan sekolah dari SD ke

SMP. Berdasarkan kasus yang dilansir oleh

JPNN.com (18 Juli 2011), di Papua misalnya,

anak harus berjalan tiga hari tiga malam baru

sampai di sekolahnya. Oleh karena itu,

pemerintah kemudian membuat kebijakan

mendirikan SMP satu atap (di mana ada SD di

Page 9: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

situlah didirikan SMP). SMP ini diperuntukkan

bagi anak yang sudah lulus SD tersebut,

kemudian masuk kembali di sekolah yang sama

dengan nama SMP.

Sejak dikeluarkannya Intruksi Presiden

Nomor 5 Tahun 2006 sampai dengan tahun

2011, sudah lebih dari 500 sekolah (SMP) satu

atap yang telah didirikan oleh pemerintah

(JPNN, Com, 18 Juli 2011). Dengan jumlah ini,

penutasan wajib belajar 9 tahun akan cepat

tercapai, setidaknya ditunjukkan oleh

meningkatnya persentase angka partisipasi

kasar (APK) peserta didik usia 13 -15 tahun yang

mencapai sekurang-kurangnya 95 % pada akhir

2008. Jumlah SMP satu atap ini terus

ditingkatkan seiring dengan meningkatnya

jumlah lulusan SD yang belum bisa dilayani

dengan jumlah SMP yang sudah ada.

Dalam sejarah pendiriannya, SMP satu

atap adalah SMP yang diselenggarakan pada

siang sampai sore hari dengan memanfaatkan

ruang kelas yang ada di SD. Di tempat lain, SMP

satu atap didirikan dengan membangun ruang

tambahan di SD yang digunakan untuk

menyelenggarakan pendidikan SMP. Dengan

kata lain, apabila tidak tersedia dana untuk

membangun ruang kelas baru, maka sekolah

satu atap dapat menggunakan gedung SD pada

siang hari untuk menyelenggarakan pendidikan

SMP. Dalam kenyataan, di samping

memanfaatkan gedung SD untuk

menyelenggarakan SMP, banyak sekolah satu

atap yang juga memberdayakan guru-guru SD

Page 10: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

untuk mengajar tambahan di SMP. Oleh karena

itu, maka pengelolaan SD dan SMP yang

menjadi sekolah satu atap dapat dikelola oleh

satu manajemen satuan pendidikan dengan

dipimpin oleh seorang kepala sekolah.

Kriteria pengembangan SD-SMP satu

atap, dimulai tahun 2012 dengan mengikuti

kebijakan pemerintah yang mengeluarkan

panduan program Blockgrant khusus

pengembangan SD-SMP satu atap

(Kemendikbud, 2012). Dalam panduan ini

ditentukan bahwa kriteria seleksi

pengembangan SD-SMP satu atap adalah: (1)

lokasi sekolah calon SD-SMP satu atap

diprioritaskan pada SD di daerah pedesaan dan

daerah terpencil; (2) jumlah potensi calon siswa

di daerah tersebut lebih dari 48 anak; (3) jarak

lokasi SMP/MTs terdekat baik negeri maupun

swasta paling tidak 8 km sepanjang melalui

lintasan yang tidak sulit atau tidak

membahayakan; dan (4) pada lokasi SD yang

akan dikembangkan menjadi SMP satu atap,

tersedia lahan minimum 2.500 m persegi

termasuk lahan yang sudah dipakai SD. Jika SD

dikembangkan menjadi SD-SMP satu atap, maka

konsekuensi bagi pemerintah adalah (1)

menetapkan kelembagaan SD-SMP satu atap;

(2) membentuk pengurus manajemen sekolah

dan mengangkat kepala sekolahnya; (3)

menempatkan tenaga pendidik dalam jumlah

dan kualifikasi yang memadai; dan (4)

menyediakan anggaran biaya operasional SMP

(termasuk jika program blockgrant sudah

Page 11: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

selesai).

Berdasarkan analisis dan dampak yang

ditimbulkan akibat dirikan SMP satu atap di

berbagai daerah, ternyata telah berhasil

meningkatkan jumlah lulusan SMP-MTs per

tahun secara signifikan. Hal ini terbukti dengan

capaian APK secara nasional yang melebihi 95%

(JPNN com, 18 Juli 2011). Peningkatan yang

cukup signifikan ini perlu juga disertai upaya

meningkatkan layanan pendidikannya, sehingga

capaian APK akan berkorelasi positif dengan

capaian Angka Partisipasi Murni (APM) untuk

pendidikan setingkat lanjutan pertama (SMP).

Hadirnya SMP satu atap juga disambut

baik oleh banyak pihak terutama masyarakat di

pedesaan yang belum terjangkau SMP reguler.

Untuk itu, keberadaannya harus diperjuangkan,

dikembangkan, dan ditingkatkan kualitasnya,

terutama di wilayah pedesaan, wilayah

pegunungan, dan wilayah perbatasan yang sulit

dijangkau. Salah satu perjuangan dan

pengembangan SMP satu atap adalah dengan

mengkaji, mengembangkan, dan berupaya

menemukan sosok kurikulum yang tepat untuk

SMP satu atap sesuai dengan karakteristik dan

keunikannya.

Selama ini, walaupun SMP satu atap

memiliki karakteristik yang unik, namun

penyelenggaraan dan pembelajarannya masih

menggunakan kurikulum yang sama dengan

kurikulum SMP reguler. Sebagai akibatnya,

standar ketuntasan belajar tidak dapat tercapai

Page 12: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

secara maksimal, sejumlah matapelajaran tidak

dapat terlaksana, bahkan ada matapelajaran

yang tampak “mubadzir”. Berdasarkan hasil

penelitian awal dapat disimpulkan bahwa bagi

anak-anak SMP satu atap yang dibutuhkan

adalah kurikulum yang bisa mengantarkan

mereka untuk bisa cepat bekerja dan

menghasilkan uang. Mereka memilih dan

“dipaksa” harus bekerja daripada belajar untuk

melanjutkan sekolah yang lebih tinggi.

Sementara dalam kenyataan, kurikulum dan

orientasi pembelajaran di SMP satu atap tidak

berbeda dengan SMP reguler, yaitu menyiapkan

siswa agar lulus ujian akhir, tanpa

memperhatikan apakah pembelajarannya

bermakna atau tidak bagi mereka.

Bertolak dari latar belakang di atas,

kurikulum yang sekarang berlaku untuk SMP

satu atap perlu ditinjau kembali relevansinya

dengan kebutuhan peserta didik dan kondisi

sekolah. Untuk itu, peneliti bermaksud

mengembangkan kurikulum yang secara khusus

diperuntukkan bagi peserta didik di SMP satu

atap. Kurikulum itu pada prinsipnya

berorientasi pada kegiatan belajar dan berkarya

(“Jalakar”). Kurikulum “Jalakar” secara khusus

dirancang hanya untuk SMP satu atap.

Kurikulum itu harus menggambarkan struktur

kurikulum yang ramping dengan standar

kompetensi dan kompetensi dasar yang realistis

sesuai kebutuhan peserta didik dan orang tua.

Pengembangan kurikulum ini dilakukan

melalui skema penelitian tim pascasarjana di

Page 13: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

Universitas Negeri Malang, program studi

Manajemen Pendidikan. Merujuk penjelasan

dari BAN-PT (Depdiknas, 2001), lulusan

pascasarjana magister (S2) dan doktor (S3)

terutama program studi Manajemen

Pendidikan, diharapkan menjadi pendidik,

pengelola, dosen, peneliti, dan pejabat

pembuat kebijakan di lembaga pendidikan.

Lulusan yang demikian ini akan menentukan

arah pembangunan sumberdaya manusia di

masa yang akan datang. Dengan demikian,

posisi mereka sangat strategis dalam rangka

membentuk negara, bangsa, dan masyarakat

yang lebih beradab dan bermartabat dalam

kompetisi kehidupan dunia. Hal ini juga

diperkuat oleh Peraturan Presiden Republik

Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 tentang

Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI),

bahwa lulusan pascasarjana magister (S2) dan

doktor (S3) berada pada level KKNI ke delapan

dan sembilan (dua level tertinggi dari

keseluruhan level yang dirancang). Oleh karena

itu, perguruan tinggi yang menyelenggarakan

program pascasarjana senantiasa terus

meningkatkan kualitas lulusannya agar mereka

dapat berfungsi secara maksimal di masyarakat

dunia.

Mengingat masukan mahasiswa

pascasarjana khususnya program studi

Manajemen Pendidikan Universitas Negeri

Malang, sebagian besar sudah bekerja dan

sudah memiliki kompetensi sebagaimana yang

telah diperoleh pada jenjang program sarjana,

Page 14: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

maka perlu diciptakan suasana akademik yang

mengandung kesejawatan dosen dan

mahasiswa. Satu dari beberapa suasana

akademik yang bisa ditempuh penyelenggara

pascasarjana adalah melibatkan mahasiswa

dalam kegiatan akademik dosen, antara lain

dengan penelitian kolaborasi dosen dan

mahasiswa. Dengan cara ini, akan terjadi proses

tukar pikir dan tukar pengalaman secara

intensif antara dosen dan mahasiswa untuk

menemukan ilmu pengetahuan baru atau

mengembangkan pengetahuan yang sudah ada.

Keterlibatan mahasiswa dalam suasana

akademik-kesejawatan antara dosen dan

mahasiswa tercermin pada minat kajian dengan

tema yang sama untuk melakukan penelitian

ini. Dalam proses komunikasi formal dan

informal perkuliahan, mahasiswa (terutama

yang berasal dari Indonesia bagian Timur di

mana di daerahnya terdapat banyak

permasalahan terkait wajib belajar 9 tahun)

menunjukkan minat dan keinginan untuk

meneliti tema wajib belajar 9 tahun. Minat

penelitian itu tertuang dalam proposal tesis

atau disertasinya. Dengan demikian, tema

penelitian mereka memiliki kesamaan dengan

tema penelitian yang telah dilakukan oleh

dosen (peneliti) selama ini. Untuk itu, dalam

rangka mewujudkan adanya komunitas

kesejawatan akademik, maka mahasiswa yang

memiliki minat dan keinginan meneliti tentang

penuntasan wajib balajar 9 tahun tersebut

dilibatkan secara kolaboratif dalam penelitian

Page 15: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

ini. Dengan demikian, hasil penelitian ini

merupakan karya yang komplementer dari hasil

penelitian dosen (peneliti) dan penelitian (tesis

dan disertasi) mahasiswa.

A.Rancangan Penelitian Secara

KeseluruhanPenelitian ini dilakukan melalui tiga

tahapan penelitian dengan waktu tiga tahun,

mulai 2013 sampai dengan 2015. Pada tahun

pertama (2013), telah dilakukan empat

kegiatan, yaitu (1) penelitian pendahuluan,

(2) mengembangkan produk, (3) pengujian

produk oleh ahli, dan (4) keterlibatan

penelitian mahasiswa pascasarjana secara

komplementer. Empat kegiatan tersebut

telah selesai dilakukan dan hasilnya telah

dilaporkan pada tahun 2013. Pada tahun

kedua (2014) telah dilakukan dua kegiatan,

yaitu: (1) penelitian untuk uji lapangan

dengan FGD dan action research, dan (2)

penelitian oleh mahasiswa pascasarjana

yang komplementer dengan penelitian ini.

Dua kegiatan tersebut telah selesai

dilakukan dan hasilnya telah dilaporkan

pada tahun 2014. Pada tahun ketiga (2015)

dilakukan dua kegiatan, yaitu (1) kegiatan

desiminasi kurikulum hasil pengembangan,

dan (2) kegiatan penelitian tesis dan

disertasi mahasiswa secara komplementer.

Metode

Page 16: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

B. Rancangan Penelitian Tahun

Ketiga (2015) Kegiatan penelitian pada tahapan

ketiga (2015) diilustrasikan pada Gambar

4.1.

Berdasarkan Gambar 4.1, setelah kegiatan

penelitian tahap pertama (tahun 2013) dan

tahap kedua (2014) yang telah menghasilkan

Kurikulum “Jalakar” untuk SMP Satu Atap

beserta perangkatnya yang telah diuji/dinilai

oleh ahli dan uji lapangan, maka langkah

berikutnya adalah melakukan penelitian

tahap ketiga. Pada tahap ketiga (tahun 2015)

dilakukan dua kegiatan, yaitu (1) kegiatan

desiminasi kurikulum “Jalakar”, dan (2)

kegiatan penelitian tesis dan disertasi

mahasiswa secara komplementer.

1. Rancangan Desiminasi

Kurikulum “Jalakar”Kegiatan desiminasi kurikulum

“Jalakar” dilakukan kepada empat kelompok

sasaran, yaitu (1) pembuat kebijakan di

daerah, yang dalam hal ini adalah Dinas

Pendidikan Kabupaten, (2) praktisi di

lapangan, yang dalam hal ini adalah guru,

kepala, dan pengawas sekolah, (3) pihak

terkait, yang dalam hal ini masyarakat

terutama orang tua di daerah

pedesaan/terpencil, dan (4) akademisi, yang

dalam hal ini masyarakat ilmiah di

Page 17: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

perguruan tinggi.

Kegiatan desiminasi dilakukan

dalam tiga bentuk, yaitu tulis, tatap muka,

dan praktik. Desiminasi tertulis dilakukan

dalam bentuk buku teks, buku pelajaran,

pedoman kurikulum, dan video

pembelajaran. Desiminasi tatap muka

dilakukan dalam bentuk workshop dan

pelatihan penyusunan perangkat

pembelajaran oleh guru, kepala, dan

pengawas sekolah. Desiminasi praktik

dilakukan dalam bentuk kegiatan belajar-

mengajar di kelas. Perangkat kurikulum

berisi pedoman kurikulum, silabus, RPP,

contoh model pembelajaran, dan dukungan

pejabat dinas pendidikan. Contoh model

pembelajaran dibuat dalam bentuk video

pembelajaran.

Kegiatan desiminasi dilakukan di

dua propinsi di Jawa dan luar Jawa.

Desiminasi di Jawa akan dilakukan di

Malang, Jawa Timur. Sedangkan di luar

Jawa akan dilakukan di propinsi

Gorontalo. Pemilihan lokasi desiminasi di

tingkat kabupaten dilakukan dengan

pemenuhan salah satu tiga kriteria, yaitu: (1)

daerah dengan APK dan APM pendidikan

dasar terendah di kabupaten yang

bersangkutan, (2) daerah yang banyak

memiliki sekolah satu atap, dan atau (3)

daerah pedesaan yang sarat masyarakat

miskin (daerah tertinggal).

Page 18: lp2m.um.ac.idlp2m.um.ac.id/.../uploads/2015/02/NURUL-ULFATIN_profil.docx · Web viewPENGEMBANGAN KURIKULUM “JALAKAR” (BELAJAR DAN BERKARYA) UNTUK MENINGKATKAN KEBERMAKNAAN HASIL

2. Penelitian Mahasiswa

Pascasarjana yang

KomplementerPenelitian mahasiswa yang komplementer dengan penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa pascasarjana program studi Manajemen Pendidikan S2 dan S3 di bawah pembimbingan peneliti yang sedang menempuh matakuliah tesis dan disertasi dengan tema pendidikan di daerah pedesaan atau terpencil.