Upload
hermeneutika-hukum
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 1/89
EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENEKAN ANGKA
PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA DEPOK
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)
Oleh:
LUKMANUL HAKIM
NIM: 106044101415
K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A
PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H./2010 M.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 2/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 3/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 4/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 5/89
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan Syukur bagi Allah swt atas berkat rahmat, nikmat, hidayah
serta ridha-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
Shalawat serta salam dihaturkan pada Nabiyullah Muhammad saw, beserta
keluarga dan sahabatnya yang setia mengorbankan jiwa dan raga demi tegaknya
syari’at Islam, yang pengaruh dan manfaatnya dapat kita rasakan sampai saat ini.
Tanpa penulis lupakan bahwa keberhasilan penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini adalah atas berkat bimbingan, bantuan, dorongan, dan saran-saran dari
berbagai pihak. Tanpa partisipasi mereka, upaya penulis dalam menyelesaikan studi
di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta terutama dalam
menyelesaikan skripsi ini tentu akan terasa lebih sulit terwujud. Oleh karena itu
tidaklah berlebihan jika dalam kesempatan ini penulis mengucapakan banyak-banyak
terima kasih yang kepada yang terhormat Bapak:
1. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH. MA. MM, Selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum.
3. Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA, Selaku Ketua Program Studi Ahwal Al-
Syakhshiyah dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag, MH, Selaku Sekretaris Program
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 6/89
ii
Studi Ahwal Al-Syakhshiyah yang telah banyak membatu penulis selama penulis
studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pembimbing Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH. MA., yang begitu peduli dan
senantiasa meluangkan waktu serta telah banyak memberikan berbagai saran,
nasehat, semangat dan bimbingan kepada penulis serta memberikan sumbangan
besar dengan kejernihan pemikiran keagamaannya dalam penyusunan skripsi ini.
5. Seluruh staf pengajar Bapak dan Ibu dosen di lingkungan Fakultas Syariah dan
Hukum yang telah mentransfer sebagian ilmu pengetahuannya kepada penulis
sebagai landasan dasar dalam penyusunan skripsi ini.
6. Segenap pengelola perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
fasilitas kepada penulis dalam mencari data-data yang penulis butuhkan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Para Hakim dan Para Pegawai di Pengadilan Agama Depok sebagai nara sumber
yang telah meluangkan waktu dan memberi informasi kepada penulis seputar
permasalahan yang penulis angkat.
8. Teristimewa ucapan terima kasih penulis yang sedalam-dalamnya kepada
Ayahanda Moh. Idris dan Ibunda Siti Rodiah tercinta yang telah memberikan
banyak bantuan terutama dari segi keuangan dan dukungan, terima kasih juga atas
do’a dan pengorbanan kalian yang tak terhingga serta senantiasa memberi
semangat tanpa jemu hingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 7/89
iii
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dengan baik, terutama motivasi untuk
menyelesaikan skripsi ini. “hanya Allah yang Mampu membalas jasa kalian,
semoga kalian berada dalam rahmat Allah swt.” Amin
9. Kakak-kakak dan adik-adikku tercinta yang juga ikut andil memberikan motivasi
kepada penulis, sehingga penulis lebih semangat lagi dalam menyelesaikan
skripsi ini.
10. Hamba Allah yang telah banyak mewarnai kehidupan penulis, terima kasih
banyak atas motivasi dan dukungannya sehingga penulis bersemangat dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman seperjuanganku keluarga besar mahasiswa Peradilan Agama B
Angkatan 2006 yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
banyak teman-teman atas bantuan dan inspirasinya. Kalian banyak membantu
penulis selama penulis studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Semoga persaudaraan kita tidak akan pernah terputus.
12. Teman-teman seperjuanganku keluarga besar alumni Pon-Pes Darul Salam
Parung-Bogor Angkatan 2000 yang tidak mungkin juga penulis sebutkan satu
persatu, terima kasih banyak teman-teman atas segala-galanya. Kalian banyak
membantu penulis dalam kehidupan ini, terutama dalam menyelesaikan studi dan
menyelesaikan skripsi ini. Semoga persaudaraan kita tidak akan pernah terputus.
13.
Seluruh pihak/instansi terkait, yang tidak penulis sebutkan yang ikut andil dalam
penyelesaian skripsi ini.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 8/89
iv
Semoga segala kebaikan dan sumbangsih kalian semua dicatat oleh Allah
SWT sebagai amal untuk bekal di akhirat nanti. Amin Ya Rabbal Alamin.
Wassalamu’alaikum Wr Wb
Jakarta, 30 Juni 2010
Lukmanul Hakim
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 9/89
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI iv
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah 1
B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 4
C.
Tujuan dan Manfaat Penelitian 5
D. Metode penelitian 6
E.
Tinjauan Kajian Terdahulu 8
F.
Sistematika Penulisan 10
BAB II PROSEDUR MEDIASI
A.
Pengertian Mediasi 12
B.
Sejarah Singkat dan Legalitas Mediasi 14
C.
Prosedur Mediasi di Pengadilan 21
D.
Tahap Pelaksanaan Mediasi 28
BAB III MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A.
Dasar Hukum Mediasi 32
B.
Konsep Perdamaian (as-shulhu) Dalam Penyelesaian Perselisihan
Suami Istri 34
C. Konsep Perdamaian (as-shulhu) Dalam Sistem Perjanjian Hukum
Islam 44
BAB IV IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN
PERCERAIAN A. Profil Pengadilan Agama Depok 50
B.
Praktek Mediasi di Pengadilan Agama Depok 55
C.
Faktor-faktor Yang Menghambat Mediasi 57
D. Analisa Penulis 58
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 10/89
vi
BAB V PENUTUP
A.
Kesimpulan 65
B.
Saran-saran 65
DAFTAR PUSTAKA 66
LAMPIRAN
A.
Surat Keterangan Penelitian
B.
Surat Pernyataan wawancara Hakim
C.
Wawancara pribadi
D.
Rekap Mediasi Bulan Mei 2010
E. Rekap Mediasi Bulan Juni 2010
F.
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Depok
G.
Laporan Keadaan Perkara Diterima dan Diputus Bulan Mei 2010
H.
Laporan Keadaan Perkara Yang Diputus Pada Pengadilan
Agama Depok Bulan Mei 2010
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 11/89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut hukum Islam pernikahan merupakan suatu perjanjian suci antara
seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang bahagia. Pernikahan
dalam islam tidaklah hanya semata-mata sebagai hubungan atau kontrak keperdataan
biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah. Maka, amat tepat jika kompilasi
menegaskan sebagai akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah, dan
melaksanakannya merupakan nilai ibadah.
Perkawinan merupakan salah satu ketentuan dari berbagai macam ketentuan
Allah SWT. Dalam menjadikan dan menciptakan alam ini. perkawinan bersifat umum,
menyeluruh berlaku tanpa terkecuali baik bagi manusia, hewan, dan tumbuh-
tumbuhan. Sedangkan arti perkawinan itu sendiri adalah ikatan lahir batin antara
seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.
Salah satu asas perkawinan yang disyariatkan ialah perkawinan untuk selama-
lamanya yang diliputi oleh rasa kasih sayang dan saling mencintai. Karena itu islam
mengharamkan perkawianan yang tujuannya untuk sementara, dalam waktu yang
tertentu sekedar untuk melepas hawa nafsu saja, seperti nikah mut’ah, nikah muhallil,
dan sebagainya.
Pernikahan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk
segera melaksanakannya. Karena dengan pernikahan, dapat mengurangi maksiat
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 12/89
2
penglihatan, memelihara diri dari perbuatan zina. Oleh karena itu, bagi mereka yang
berkeinginan untuk menikah, sementara pembekalan untuk memasuki pernikahan
belum siap, dianjurkan berpuasa. Dengan berpuasa diharapkan dapat membentengi diri
dari perbuatan keji, yaitu perzinahan.
Melakukan perkawinan bukan pula semata-mata untuk kesenangan lahiriah
melainkan juga membentuk suatu lembaga yang denganya kaum pria dan wanita dapat
memelihara diri dari kesesatan dan perbuatan yang tidak senonoh, melahirkan dan
merawat anak untuk melanjutkan keturunan manusia serta memenuhi kebutuhan
seksual yang wajar dan diperlukan untuk menciptakan kenyamanan dan kebahagiaan.
Corak dan perkembangan Peradilan Islam sejalan dengan struktur, pola
budaya, dan perkembangan masyarakat Islam di Negara-negara yang bersangkutan.
Demikian halnya di Indonesia, peradilan mengalami perkembangan sejalan dengan
perkembangan umat Islam, komunitas terbesar dalam dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Hal ini didasarkan atas aspek variasi dari berbagai unsure Peradilan Islam.
Tetapi di balik itu, terdapat persamaan yang esensial yakni teralokasinya hukum Islam
untuk ditegakkan dalam proses penerimaan sampai penyelesaian perkara di
pengadilan. Khususnya di kalangan umat Islam terutama dalam bidang Ahwalus
Syakhsiyyah.1
Salah satu cara penyelesaian perkara perselisihan atau persengketaan dalam
perkawinan adalah proses mediasi sebagai upaya perdamaian antara pihak yang
berselisih agar mendapat kesepakatan bersama tanpa ada pihak yang merasa
1 Cik Hasan Bisri, Peradilan Islam dalam Tatanan Masyarakat Indonesia, PT.
RemajaRosdakarya, Bandung, 1997, hlm. 97.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 13/89
3
“terkalahkan” (win-win solution). Keuntungan ini tidak hanya diperoleh para pihak
yang menyelesaikan sengketa melalui mediasi saja, namun juga bagi dunia peradilan
yakni dapat mengatasi masalah penumpukan perkara yang ada guna meningkatkan
mutu putusan.
Hal ini bertujuan agar manusia selalu menghadapi permasalahan dengan kepala
dingin dan bukan dengan kekerasan sehingga akan terciptanya ketentraman dalam
kehidupan manusia, khususnya permasalahanyang terjadi dalam rumah tangga2.
Pemerintah menyediakan lembaga khusus menyelesaikan permasalahan dalam rumah
tangga, yakni dengan konseling BP4 dan Pengadilan Agama sebagai alternatif
terakhir.
Namun sayangnya, tidak seperti Negara-negara yang sukses menerapkan
mediasi di pengadilan, seperti Hongkong3, USA, Thailand, Jepang, Singapura, dll.
Upaya yang dikehendaki Perma di Indonesia tidak efektif. Hal ini disebabkan oleh
kurangnya fasilitas dan distribusi yang sangat minim.
Seorang advokat yang juga aktif di pusat Mediasi Nasional, David Tobing
menyatakan bahwa faktor penyebab ketidakefektifan mediasi di Indonesia juga
disebabkan oleh minimnya tenaga mediator yang disediakan oleh Mahkamah Agung
hingga berpengruh pada ketidakefektifan pelaksanaan mediasi, khususnya di dunia
peradilan. Hal ini tidak hanya terjadi di Pengadilan Negeri saja, tetapi juga di
Pengadilan Agama. Keberhasilan mediasi dalam menekan perkara yang masuk hanya
2 (Q.S.An-Nissa (4):35) : “Artinya : “Dan jika kamu khwatirkan ada persengketaan antara
keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakim dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allahmemberi
taufik kepada suami istri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
3 Peter d’Ambrumenil, Mediation And Arbitration, (London: Cavendish Publishing,)1988),
hal.86
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 14/89
4
mencapai 10%. Fakta ini ketinggalan jauh dengan peradilan keluarga (family court)
yang berada di California dan Sidney yang telah berhasil menyelesaikan perkara
melalui mediasi hingga 80%. Padahal mediasi itu sendiri sangat sejalan dengan budaya
masyarakat Indonesia yang selalu menyelsaikan masalah dengan bermusyawarah.
Pengadilan Agama Depok adalah tercatat sebagai salah satu pengadilan yang
menerima kasus terbanyak dibanding kota lainya. Untuk itu penyusun merasa perlu
mengkaji dan meneliti sejauhmana upaya mediasi di pengadilan agama Depok,
bagaimana pula efektifiasnya dalam menekan angka perceraian, bagaimana
mekanisme hakim dalam mendamaikan pasangan yang ingin bercerai dipengadilan
agama.
Berdasarkan alasan-alasan tersebut, penyusun merasa perlu meneliti dan
membahasnya dalam suatu karya ilmiah yang dituangkan dalam skripsi yang berjudul
“EFEKTIFITAS MEDIASI DALAM MENEKAN ANGKA PERCERAIAN DI
PENGADILAN AGAMA DEPOK”.
B.
Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini, penulis hanya membatasi masalah yang berkisar
pada Mediasi di Pengadilan Agama Depok dalam menerapkan PERMA NO.1
TAHUN 2008 pada putusannya. Pengadilan Agama depok sebagai salah satu
pelaksana mediasi yang merupakan alternatif penyelesaian sengketa (alternative
dispute resolution) dan pelaksana kekuasaan kehakiman tingkat pertama yang
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 15/89
5
mewajibkan para pihak yang berperkara agar terlebih dahulu menempuh jalur mediasi
sebelum melanjutkan proses pemeriksaan perkara.4
2. Rumusan Masalah
Masalah dalam skripsi ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
“Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 yakni adalah untuk
memperkecil angka perceraian, akan tetapi kenyataannya di lapangan dengan adanya
Peraturan Mahkamah Agung tersebut angka perceraian tidak menurun sebagaimana
yang diinginkan. Hal ini yang ingin penulis telusuri dalam penulisan skripsi ini”.
Dari rumusan di atas penulis merinci dalam bentuk beberapa pertanyaan
sebagai berikut:
1. Apakah mediasi berpengaruh signifikan terhadap angka perceraian di Pengadilan
Agama Depok?
2. Apakah Peradilan Agama Depok telah melaksanakan mediasi sesuai dengan prosedur
Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008?
3.
Faktor apa saja yang menyebabkan Peraturan Mahkamah Agung No.01 Tahun 2008
tidak berjalan efektif?
C. Tujuan dan Manfaat
Tujuan utama yang ingin dicapai dalam pelaksanaan penelitian adalah
diharapkan dapat digunakan sebagai barometer oleh hakim khususnya hakim
Pengadilan Agama Depok dalam menegakan keadilan.
Adapun tujuan ilmiah adalah:
4 Bab I Pasal (2) ayat (1) Perma No.2 tahun 2003, dinyatakan bahwa semua perkara perdata
yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib untuk terlebih dahulu diselesaikan melalui
perdamaian dengan bantuan mediator. Dan pada bab V Pasal 16 dinyatakan bahwa ketentuan-ketentuandalam Peraturan Mahkamah Agung ini, selain di pergunakan dalam lingkungan peradilan umum dapat
juga diterapkan untuk lingkungan badan peradilan lainnya.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 16/89
6
1. Mengembangkan dan menguji kebenaran ilmu pengetahuan tentang konsep
perdamaian di muka persidangan yang diperoleh selama kuliah.
2. Untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan mediasi Pengadilan Agama Depok
dengan prosedur Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2008
3. Mengetahui berhasil atau tidaknya peran mediasi dalam menekan angka
perceraian
4. Mengetahui faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pelaksanaan
mediasi di Pengadilan Agama Depok.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Penelitian ini selain bermanfaat sebagai sumbangan informasi terhadap
perbendaharaan ilmu pengetahuan, juga diharafkan bermanfaat untuk memberikan
informasi kepada masyarakat bahwasanya penyelesaian sengketa tidak harus ditempuh
lewat jalur litigasi (Pengadilan) semata tetapi melalui mediasi dengan tujuan
perdamain.
2.
Agar dapat dijadikan bahan kajian bagi mahasiswa akademisi dalam
mengembangkan teori-teori mediasi sebagai alternative penyelesaian sengketa.
D. Metode penelitian
Dalam pengumpulan bahan/data penyusunan skripsi ini agar mengandung
suatu kebenaran yang objektif, penyusunan menggunakan metode ilmiah sebagai
berikut:
1. Jenis penelitian dan pendekatanya.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berlokasi pada kantor
Pengadilan Agama Depok. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 17/89
7
undangan (statute approach) yang mana dikaji dalam interpresentasi menurut kata-kata
yang tertuang didalam undang-undang tersebut. Undang-undang yang dimaksud disini
adalah peraturan mengenai mediasi yaitu Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun
2003, Surat Edaran Mahkamah Agung No.1 tahun 2002,dan Peraturan Mahkamah
Agung No.1 tahun 2008 serta Undang-undang lainnya yang terkait dengan upaya
damai di dalam maupun diluar persidangan.
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data primer
dan data sekunder, yakni :
a. Data Primer
Data primer adalah data-data yang didapat langsung dari lapangan yakni
berupa laporan buku tahunan Pengadilan Agama Depok, surat putusan hakim, maupun
informasi-informasi yang di dapat dari hasil wawancara penyusun dengan penelitian
yang dituju.
b.
Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang didapat secara langsung dari bahan-bahan
pustaka. Data sekunder dapat di kelompokan pada tiga bahan hukum yakin;
1. Bahan Hukum Primer
Dalam penelitian hukum, bahan hukum primer adalah yang bersifat autoritatif
yang bersifat otoritas. Sebagai suber hukum primer diantaranya adalah Undang-
undang Perkawinan No.1 tahun 1974 tentang perkawinan, Undang-undang No.7 tahun
1989 tentang Peradilan Agama, Peraturan Mahakamah Agung No.1 tahun 2008
tentang prosedur mediasi di Pengadilan selain perundang-undangan yang terkait
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 18/89
8
dengan subjek yang akan di bahas, bahan hukum primer lainya adalah Al-Qur’an dan
Hadits yang dapat dijadikan penguat bahwa upaya perdamaian adalah wajib dilakukan.
2. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer, yakni berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan
dokumen-dokumen resmi. Publikasi tentang hukum meliputi buku-buku teks, artikel-
artikel, jurnal-jurnal hukum,dll.
3. Bahan Hukum Tertier
Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum
primer dan sekunder. Bahan hukum primer dapat berupa kamus-kamus, ensiklopedia,
dsb. Sumber bahan hukum tertier sementara adalah berupa kamus politik dan kamus
bahasa Indonesia, dan kamus bahasa Arab.
E. Kajian Tinjauan Terdahulu
Penulis menemukan beberapa judul skripsi yang pernah ditulis oleh
mahasiswa-mahasiswa sebelumnya yang berkaitan erat dengan judul skripsi yang akan
diteliti oleh penulis. Akan tetapi, setelah penulis membaca beberapa skripsi tersebut
ada perbedaan pembahasan yang cukup signifikan, sehingga dalam penulisan skripsi
ini nantinya tidak ada timbul kecurigaan plagiasi. Untuk itu di bawah ini akan penulis
kemukakan 3 buah skripsi yang pernah ditulis oleh mereka, diantaranya sebagai
berikut :
O JADWAL DAN
ENULIS
FOKUS PERSAMAAN PERBEDAAN
1. “Orang Yang berhak Hanya ●Mengangkat Tidak ada kajian
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 19/89
9
Menjadi Hakim
Dalam Perselisihan
Suami Istri Menurut
Hukum Islam” tahun
2002 oleh Syarif
Rahman Hakim. Di
bawah bimbingan Ibu
Hj. Halimah Ismail
membahas
tentang siapa
saja yang
berhak untuk
diajukan
menjadi juru
damai dalam
perselisihan
suami istri
masalah juru
damai
tentang data
perceraian
Tidak membahas
teori mediasi
Judul yang penulis
angkat membahas
tentang mediasi
berdasrkan Perma
No.1 Tahun 2008
Tentang Prosedur
Mediasi di
Pengadilan
2. “kedudukan Hakim
dan Hakamain Dalam
Perkara Syiqaq Di
Penagdilan Jakarta
Timur” tahun 2004
oleh Sofi
Rahmawat,di bawah
bimbingan Ibu Hj.
Halimah Ismail
Membahas
bagaimana
seharusnya
hakim dan
hakamain
hanya dalam
masalah
percekcokan
suami istri
●peran juru
damai dalam
proses
perdamaian
tidak membahas
teori mediasi
tidak menganalisa
faktor penghambat
mediasi.
Judul yang penulis
angkat menganalisa
faktor-faktor
penghambat mediasi
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 20/89
10
3. “ Upaya Hakim
Dalam Mendamaikan
Perceraian (cerai
Gugat di Pengadilan
Agama Bogor), tahun
2004. Oleh Ahmad
fauzan. Pembimbing
Bapak H. Odjo
Kusnara N.
Upaya
mendamaikan
perselisihan
suami istri
(khusus kasus-
kasus cerai
gugat)
●pembahasan
proses tentang
pendamaian
tidak membahas
teori mediasi
tidak menganalisa
faktor penghambat
mediasi
Judul yang penulis
angkat membahas
prosedur mediasi
dan faktor-faktor
penghambat mediasi
Karena dapat ditarik kesimpulan tentang perbedaan pembahasan skripsi ini
dengan skripsi-skripsi diatas yakni, selain dari lokasi penelitiannya itu sendiri, penulis
juga mencoba mengkaji secara mendalam mengenai sejarah legalisasi mediasi di
Indonesia di Pengadilan Agama Depok, dan meneliti kefektifan mediasi –
sebagaimana seharusnya – dalam menekan angka perceraian, serta faktor yang
mendukung dan menghambat pelaksanaan mediasi.
F. Sistematika penulisan
Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:
Bab pertama berisikan latar belakang masalah, Pembatasan dan Perumusan
Masalah, Metode Penelitian, Tujuan dan Kegunaan serta Sistematika Penulisan.
Bab kedua berisikan pengertian mediasi, sejarah singkat dan legalitas mediasi,
dan prosedur mediasi di pengadilan.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 21/89
11
Bab ketiga berisikan mediasi dalam perspektif hukum islam, bab ini mengulas
konsep perdamaian (as-shulhu) dalam penyelesaian perselisihan suami istri serta
konsep perdamaian (as-shulhu) dalam perjanjian hukum Islam.
Bab keempat berisikan tentang profil Pengadilan Agama Depok, faktor-faktor
yang menghambat perkembangan mediasi, serta analisa penulis tentang hasil
penelitian skripsi ini.
Bab kelima, penutup. Bab ini merupakan bab terakhir yang berisi kesimpulan
dan saran-saran.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 22/89
12
BAB II
PROSEDUR MEDIASI
A. Pengertian Mediasi
Secara etimologi, istilah mediasi berasal dari bahasa latin, mediare yang berarti
berada di tengah. Makna ini menunjuk pada peran yang ditampilkan pihak ketiga
sebagai mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan
sengketa antara para pihak.5
Dalam kamus besar Indonesia mediasi diartikan sebagai suatu proses pengikut
sertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Sedang
kata mediator itu sendiri adalah berarti penengah, perantara (penghubung atau
penengah).6
Mediasi dalam bahasa Inggris di sebut “mediation”, yang berarti penyelesaian
sengketa dengan menengahi permasalahan untuk di damaikan, dan mediator adalah
orang yang jadi penengah.
Mediasi dalam literature hukum Islam bisa disamakan dengan konsep
“Tahkim”. Kata Tahkim berasal dari bahasa Arab yang artinya ialah menyerahkan
putusan pada seseorang dan menerima putusan itu, yang secara etimologis berarti
menjadikan seseorang atau pihak ketiga atau yang disebut “ Hakam” sebagai penengah
suatu sengketa.
Tahkim digunakan sebagai istilah bagi orang atau kelompok yang ditunjuk
untuk mendamaikan sengketa yang terjadi diantara kedua belah pihak tahkim
5 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, (Jakarta: kencana Prenada Media Group, 2009, h. 1-2.
6 Jhon Echol dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, cet. XXV Pustaka Utama, 2003), h.
377
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 23/89
13
dimaksud sebagai upaya untuk menyelesaikan sengketa dimana para pihak yang
terlibat dalam sengketa diberi kebebasan untuk memilih seorang Hakam (mediator)
sebagai penengah atau orang yang dianggap netral yang mampu mendamaikan kedua
belah pihak yang bersengketa.7
Banyak pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk menyelesaikan
sengketa dengan bantuan pihak ketiga. peranan pihak ketiga tersebut adalah dengan
mengedintifikasi masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan sebuah
proposal. Proposal tersebut diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk
menyelesaikan sengketa tersebut.
Dalam Perma No. 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 7, yaitu: “Mediasi adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
para pihak dengan dibantu oleh mediator.”8 Disini disebutkan kata mediator, yang
harus mencari “berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa” yang di terima para
pihak, sedang pengertian mediator disebutkan dalam pasal 1 butir 6, yaitu: mediator
adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna
mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara
memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian”.
Dalam praktik, sebagai bagian dati proses mediasi, mediator berbicara secara
rahasia dengan masing-masing pihak di sini mediator perlu membangun kepercayaan
para pihak yang bersengketa lebih dahulu. Banyak cara yang dapat dilakukan mediator
7 Siti Juwairiyah, “Potret Mediasi Dalam Islam”, artikel di akses pada 26 juli 2010 dari
http://badilag.net/2009/02/ Potret-mediasi-dalam-islam.html.
8 Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2008 Tentang pelaksanaa Mediasi di Pengadilan
pada Pasal 1 ayat (7).
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 24/89
14
untuk menanamkan kepercayaan, misalnya dengan memperkenalkan diri dan
melakukan penelusuran kesamaan dengan para pihak. Kesamaan tersebut mungkin
dari segi hubungan kekeluargaan, pendidikan, agama, propesi, hobi, dan apasaja yang
dirasa dapat memperdekat jarak dengan para pihak yang bersangkutan.
Cara praktik itu tampaknya kemudian dituangkan dalam Perma No. 01 Tahun
2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pasal 15 ayat (3): Apabila di anggap
perlu, mediator dapat melakukan kaukus.” Pengertian kaukus di sebutkan dalam pasal
1 ayat 4: “…pertemuan antara mediator dengan dengan salah satu pihak tanpa dihadiri
pihak lainnya.” Pembicaraan atau diskusi-diskusi tersebut dilakukan tanpa adanya
prasangka. Berdasarkan uraian di atas, mediasi merupakan suatu proses informal yang
ditujukan untuk memungkinkan para pihak yang bersengketa mendiskusikan
perbedaan-perbedaan mereka secara pribadi dengan bantuan pihak ketiga yang netral.
Pihak netral tersebut tugas pertamanya adalah menolong para pihak memahami
pandangan pihak lainnya sehubungan dengan masalah-masalah yang disengketakan,
dan selanjutnya membantu mereka melakukan penilaian yang objektif dari
keseluruhan situasi.
B. Sejarah Singkat dan Legalitas Mediasi
Penyelesaian konflik (sengketa) telah di praktikan dalam kehidupan
masyarakat Indonesia berabad-abad yang lalu. Masyarakat Indonesia merasakan
penyelesaian sengketa secara damai telah mengantarkan mereka pada kehidupan yang
harmonis, adil, seimbang, dan terpeliharanya nilai-nilai kebersamaan (komunikasi)
dalam masyarakat.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 25/89
15
Penyelesaian konflik atau sengketa dalam masyarakat mengacu pada prinsip
kebebasan yang menguntungkan kedua belah pihak. Para pihak dapat menawarkan
opsi penyelesaian sengketa dengan perantara tokoh masyarakat. Penyelesaian yang
dapat memuaskan para pihak (walaupun tidak 100%) dapat ditempuh melalui
mekanisme musyawarah dan mufakat.
Musyawarah mufakat merupakan falsafah masyarakat Indonesia dalam setiap
pengambilan keputusan, termasuk penyelesaian sengketa. Musyawarah mufakat
sebagai nilai filosofi bangsa dijelmakan dalam dasar Negara, yaitu Pancasila. Dalam
sila keempat Pancasila disebutkan, kerakyatan yang yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan. Nilai tertinggi ini, kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam UUD 1945 dalam sejumlah peraturan perundang-
undangan dibawahnya.9
Dalam sejarah perundang-undangan Indonesia prinsip musayawarah mufakat
yang berujung damai juga di gunakan di lingkungan peradilan, terutama dalam
penyelesaian sengketa perdata. Hal ini terlihat dari sejumlah peraturan perundang-
undangan sejak masa Kolonial Belanda sampai sekarang masih memuat asas
musyawarah damai sebagai salah satu asas peradilan di Indonesia bahkan akhir-akhir
ini muncul dorongan kuat dari berbagai pihak untuk memperteguh prinsip damai
melalui mediasi dan arbitrase dalam penyelesaian sengketa.10 Dorongan-dorongan ini
didasarkan pada sejumlah pertimbangan antara lain; penyelesaian sengketa melalui
pengadilan memerlukan waktu yang cukup lama, melahirkan pihak menag kalah,
9 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hal284
10 Stephen B. Green, Arbitration: A viable Alternative for Solving Commercial Dispute in
Indonesia, dalam Timothy Lindsey (ed.), hal 291.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 26/89
16
cenderung mempersulit hubungan para pihak pasca lahirnya putusan hakim, dan para
pihak tidak leluasa mengupayaka opsi penyelesaian sengketa mereka.
Berikut akan dikemukakan sejumlah peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar yuridis bagi penerapan mediasi dipengadilan maupun diluar pengadilan.
Mediasi dengan landasan musyawarah menuju kesepakatan damai, mendapat
pengaturan tersendiri dalam sejumlah produk hukum Hindia-Belanda maupun dalam
produk hukum setelah Indonesia merdeka sampai hari ini.
a. Masa Kolonial Belanda
Pada masa kolonial Belanda pengaturan penyelesaian sengketa melalui upaya
damai lebih banyak ditujukan pada proses damai dilingkungan peradilan, sedangkan
penyelesaian sengketa di luar pengadilan, kolonial Belanda cenderung memberikan
kesempatan pada hukum adat. Belanda meyakini bahwa hokum adat mampu
menyelesaikan sengketa kaum pribumi secara damai, tanpa memerlukan intervensi
pihak kolonial Belanda. Hukum adat adalah hukum yang hidup (living law) dan
keberadaannya menyatu dengan masyarakat pribumi. Masyarakat Indonesia (pribumi)
tidak dapat dilepaskan dari kehidupan adat mereka termasuk dalam penyelesaian kasus
hukum.11
Pada masa kolonial Belanda lembaga pengadilan diberikan kesempatan untuk
mendamaikan para pihak yang bersengketa. Kewenangan mendamaikan kasus-kasus
keluarga dan perdata pada umumnya seperti perjanjian, jual beli, sewa menyewa, dan
berbagai aktivitas bisnis lainnya.12
11 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hlm, 286.
12 R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita,1979), hlm.298
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 27/89
17
Dalam pasal 130 HIR (Het Herziene Indonesich Reglement, Staatsblad
1941:44), atau pasal 154 R.Bg (Rechts reglement Buitingwesten, Staatsblad, 1927:
227), atau Pasal 31 Rv (Reglement op de Rechtsvonrdering, Staatsblad 1874: 52),
disebutkan bahwa hakim atau majlis hakim akan mengusahakan perdamaian sebelum
perkara mereka diputuskan. Secara lebiih lengkap ketentuan pasal ini adalah: (1) Jika
pada hari yang ditentukan, kedua pihak datang, maka pengadilan negeri dengan
pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka; (2) Jika perdamaian yang
demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu bersidang, diperbuat surat akta tentang
itu, dalam mana kedua belah pihak dihukum akan menempati perjanjian yang perbuat
itu, surat mana akan berkekuatan dan akan dijalankan sebagai keputusan biasa; (3)
Keputusan yang demikian itu tidak dapat diijinkan banding; dan (4) Jika pada waktu
mencoba akan mendamaikan kedua belah pihak, perlu dipakai juru bahasa, maka
peraturan pasal yang berikut dituruti untuk itu.13
Ketentuan dalam Pasal 30 HIR/154 R.Bg/31 Rv menggambarkan bahwa
penyelesaian sengketa melalui damai merupakan bagian dari proses penyelesaian
sengketa sengketa di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak
boleh memutuskan perkara sebelum upaya mediasi dilakukan terlebih dahulu. Bila
kedua belah pihak bersetuju menempuh jalur damai, maka hakim harus segera
melakukan mediasi terhadap kedua belah pihak, sehingga mereka sendiri menemukan
bentuk-bentuk kesepakatan yang dapat menyelesaikan sengketa mereka. Kesepakatan
tersebut harus dituangkan dalam sebuah akta perdamaian, sehingga memudahkan para
pihak melaksanakan isi kesepakatan itu. Akta damai memiliki kekuatan hukum sama
13 Reno Soeharjo, Reglement Indonesia yang Dibaharui s. 1941 No. 44 HIR, (Bogor:
Politeia,1955), hlm.43
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 28/89
18
dengan vonnis hakim, sehingga ia dapat dipaksakan kepada para pihak jika salah satu
dari mereka enggan melaksanakan isi kesepakatan tersebut. Para pihak tidak
dibenarkan melakukan banding terhadap akta perdamaian yang dibuat dari hasil
mediasi. Dalam sejarah hukum, penyelesaian sengketa melalui proses damai dikenal
dengan “dading”.14
Menurut ketentuan HIR penyelesaian sengketa melalui arbitrase hanya dapat
dilakukan bila memenuhi persyaratan;
1. Para pihak ketika membuat perjanjian menyebutkan bahwa bila terjadi
perselisihan di kemudian hari, maka penyelesaian diserahkan kepada arbitrase
(compromisioir beding);
2. Para pihak bersepakat ketika terjadi perselisihan untuk menyerahkan
perkaranya kepada wasit (arbiter), dan tidak mengajukan perkara tersebut kepada
hakim pengadilan.15
b. Masa Kemerdekaan Sampai Sekarang
Dalam pasal 24 UUD 1945 ditegaskan bahwa kekuatan kehakiman dilakukan
oleh sebuah Mahkamah Agung dan peradilan yang berada di bawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan
militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah
Konstitusi. Ketentuan Pasal 24 mengisyaratkan bahwa penyelesaian sengketa yang
terjadi di kalangan masyarakat dilakukan melalui jalur pengadilan (litigasi). Badan
peradilan adalah pemegang kekuasaan kehakiman yang mewujudkan hukum dan
14 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum
Nasional, Jakarta: kencana, 2009, hlm. 288.
15 R. Tresna, Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita,1979), hlm.297.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 29/89
19
keadilan. Meskipun demikian, sistem hukum Indonesia juga membuka peluang
menyelesaikan sengketa di luar jalur pengadilan (nonlitigasi).
Penerapan asas sederhana, cepat dan biaya ringan mengalami kendala dalam
praktik peradilan, karena banyaknya perkara yang masuk, terbatasnya tenaga hakim,
dan minimnya dukungan fasilitas bagi lembaga peradilan terutama peradilan tingkat
pertama yang wilayah hukumnya meliputi kabupaten/kota. Penumpukan perkara tidak
hanya terjadi pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung. Hal ini disebabkan sistem
hukum Indonesia memberikan peluang setiap perkara dapat dimintakan upaya
hukumnya, baik upaya hukum banding, kasasi dan bahkan peninjauan kembali. Akibat
tersendatnya perwujudan asas ini telah mengakibatkan pencari keadilan kesulitan
mengakses (acces to justice) guna mendapatkan hak-hak secara cepat. Keadaan ini
tentu tidak dapat dibiarkan, karena berdampak buruk pada penegakan hukum di
Indonesia.
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa membawa perubahan penting bagi pola penyelesaian sengketa
(perkara) dalam kehidupan masyarakat Indonesia. ketentuan mediasi baru di temukan
dalam pasal ini yaitu tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa, yang juga
di atur oleh Peraturan Agung No. 02 tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di
pengadilan. Masyarakat cenderung berpikir bahwa ketika terjadi konflik atau sengketa,
maka yang terbayangkan adalah pengadilan. Pandangan ini tidak salah, karena
pengadilan memang memberi otoritas oleh Negara untuk menyelesaikan sengketa.
Namun, ketika berhadapan dengan pengadilan, para pihak yang bersengketa
menghadapi persoalan waktu, biaya dan mungkin persoalan mereka diketahui publik.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 30/89
20
Dalam kontek ini, masyarakat berada dalam kondisi ambivalen. Pada satu sisi,
masyarakat ingin perkaranya selesai, namun pada sisi lain mereka tidak bersedia
berhadapan dengan pengadilan.
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa membawa angin baru bagi para pihak yang ingin
menyelesaikan sengketa diluar pengadilan. Prinsip win-win solution dan penyelesaian
secara cepat telah menjadi pilihan dan memberikan dorongan kepada para pihak
bersengketa agar menunjukan itikad baik, karena tanpa itikad baik apa pun yang
diputuskan diluar pengadilan tidak dapat dilaksanakan. Penyelesaian sengketa diluar
pengadilan menganut prinsip sama-sama menguntungkan, berbeda dengan
penyelesaian sengketa di pengadilan di mana prinsip yang dianut adalah menang atau
kalah.
Peraturan Mahkamah Agung RI NO. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan adalah penyempurnaan terhadap Peraturan Mahkamah Agung RI No. 2
Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Penyempurnaan tersebut
dilakukan Mahkamah Agung karena dalam Perma No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan ditemukan beberapa masalah, sehingga tidak efektif
penerapannya di pengadilan. Mahkamah Agung mengeluarkan Perma No. 1 Tahun
2008 sebagai upaya mempercepat, mempermurah, dan mempermudah penyelesaian
sengketa serta memberikan akses yang lebih besar kepada pencari keadilan.
Kehadiran Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
dimaksudkan untuk memberikan kepastian, ketertiban, kelancaran dalam proses
mendamaika para pihak untuk menyelesaikan suatu sengketa perdata. Dalam Perma
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 31/89
21
No. 1 Tahun 2008 mendapat kedudukan penting, karena proses mediasi merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari proses berperkara di pengadilan. Hakim wajib
mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi. Bila hakim melanggar
atau enggan menerapkan prosedur mediasi, maka putusan hakim tersebut batal demi
hukum (pasal 2 ayat (3) Perma). Oleh karenanya, hakim dalam pertimbangan
putusannya wajib menyebutkan bahwa perkara yang bersangkutan telah diupayakan
perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediator untuk perkara yang
bersangkutan.
C.
Dasar Hukum Mediasi dalam Litigasi
Yang menjadi dasar hukum diberlakunya mediasi dalam proses litigasi:
1. Pancasila.
Dasar hukum dari mediasi yang merupakan salah satu sistem ADR di
Indonesia adalah dasar Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya
tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah mufakat, hal tersebut
juga dalam Undang-undang Dasar 1945. Hukum tertulis lainnya yang mengatur
tentang mediasi adalah Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan
Kehakiman. Pasal 3 ayat 2 menyatakan “ Peradilan Negara menerapkan dan
menegakkan hukum dan keadilan beradasarkan Pancasila”. Penjelasan Pasal 3 ayat (1)
menyatakan: ketentuan ini tidak menutup kemungkinan untuk menyelesaikan perkara
dilakukan diluar pengadilan Negara melalui perdamaian atau Arbitrase.16
Kini telah jelas diakui secara hukum tentang adanya suatu lembaga alternatif di
dalam pengadilan yang dapat membantu para pihak yang bersengketa untuk
16 Susanti Adi Nugroho, Naskah Akademis: MEDIASI (Jakarta: Peslitbang Hukum Dan
Peradilan MA-RI, 2007), h.36.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 32/89
22
menyelesaikan sengketanya. Karena selama ini yang dikenal dan diatur dengan
peraturan perundang-undangan adalah Arbitrase saja. Yang tertuang dalam Undang-
undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
2. Pasal 130 HIR/154 Rbg
Sebenarnya sejak semula Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg mengenal dan
menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat (1) HIR
berbunyi:
Jika pada hari sidang yang di tentukan itu kedua belah pihak datang, maka
pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan mendamaikan mereka.17
Selanjutnya ayat (2) menyatakan:
Jika perdamaian yang demikian itu dapat dicapai, maka pada waktu
bersidang, diperbuat suatu surat (akta) tentang itu, dalam mana kedua belah pihak
dihukum akan menanti perjanjian yang diperbuat itu, surat mana akan berkekuatan
dan akan dijalankan sebagai putusan yang biasa.
Tidak dapat dipungkiri bahwa hukum acara yang berlaku baik pasal 130
Heirzein Indonesis Reglement (HIR) maupun pasal 154 Rechtsreglement
Buitengewesten (Rbg), mendorong para pihak untuk menempuh proses perdamaian
yang dapat di intensifkan dengan cara mengintegrasikan proses ini.
3.
Pasal 82 UU No.7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama jo UU No.3 Tahun
2006 Tentang Peradilan Agama
Pasal 82 berbunyi:
17 R. Soesilo, RIB/HIR Dengan Penjelasan (Bogor: Politea, 1985), h.88.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 33/89
23
(1) Pada sidang pertama pemeriksaan gugatan perceraian, Hakim
berusaha mendamaikan kedua belah pihak.
(2)
Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara
pribadi kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman di luar
negeri, dan tidak ada yang mengahadap secara pribadi dapat
diwakilkan oleh kuasanya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
(3)
Apabila kedua belah pihak bertempat kediaman di luar negeri, maka
pengugat pada sidang perdamaian tersebut menghadap secara pribadi.
(4)
Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat
dilakukan pada setiap sidang pemeriksaan.
Karena perceraian adalah suatu perbuatan yang dibenci Allah, walaupun
perbuatan itu halal. Maka, peraturan ini menetapkan bahwa seorang hakim dalam
menangani kasus (pasal ini menyebutkan gugat cerai) berkewajiban untuk berusaha
mendamaikan kedua belah pihak.
Usaha mendamaikan (mediasi tidak hanya dilakukan pada peradilan tingkat
pertama saja tapi juga pada tingkat banding maupun tingkat kasasi. Oleh karena itu,
hakim berusaha semaksimal mungkin untuk mendamaikan pihak yang berperkara.
4.
Penjelasan pasal 31 ayat (2) PP No,9 Tahun 1975
Pasal 31 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975 berbunyi:
(2) Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan
pada setiap sidang pemeriksaan.
Dimana penjelasan pasal tersebut adalah:
“Usaha untuk mendamaikan suami-istri yang sedang dalam pemeriksaan
perkara gugatan untuk mengadakan perceraian tidak terbatas pada siding pertama
sebagaimana lazimnya dalam perkara perdata, melainkan pada setiap saat sepanjang
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 34/89
24
perkara itu belum diputus oleh hakim. Dalam mendamaikan kedua belah pihak dapat
meminta bantuan kepada orang atau badan lain yang dianggap perlu.18
5. PERMA No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
Sebagaimana dalam Pasal 4 PERMA No.1 Tahun 2008 yang menyatakan
bahwa semua perkara yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih
dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Maka, pada sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak, sebelum
pembacaan gugatan dari penggugat. Hakim wajib memerintahkan para pihak untuk
lebih dahulu menempuh mediasi yang dibarengi dengan penundaan pemeriksaan
perkara.
6. Al Qur’an: Al Nisa’ (4) ayat: 128 “ wal shulhu khair”
Dalam hukum Islam secara terminologis perdamaian disebut dengan istilah
Islah yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu persengketaan. Dan menurut
Syara’ adalah suatu akad dengan untuk maksud mengakhiri suatu persengketaan antara
dua pihak yang saling bersengketa.19
Dasar hukum dalam Al-qur’an, termaktub dalam surat An-Nisa’ ayat 128:
ا سن ل ل )٢٨(
Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh darisuaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang
18 Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama Islam, Himpunan Perundang-undangan
Dalam Lingkungan Peradilan Agama (Jakarta: Depag RI, 2001), h. 178.
19 As Sayyid Sabiq, fiqh As Sunnah, juz III (Beirut: Dar AL Fikr, 1977, h.305.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 35/89
25
sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itumenurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik dan
memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allahadalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S. An-Nisa : 128)
Makna “wal shulhu khair” yakni “dan perdamaian itu lebih baik”. Ali bin Abi
Thalhah meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas ra, ia berkata: “yaitu memeberikan pilihan”.
Maksudnya apabila suami memberikan pilihan kepada istri antara bertahan atau
bercerai, itu lebih baik daripada si suami terus menerus mengutamakan istri yang lain
dari pada dirinya.20
Dzahir ayat ini bahwa perdamaian di antara keduanya dengan cara istri
merelakan sebagian haknya bagi suami dan suami menerima hal tersebut, lebih baik
daripada terjadi perceraian secara total.
Sebagaimana mana yang di lakukan Nabi Muhammad SAW, beliau tetap
mempertahankan Saudah binti Zam’ah dengan memberikan memberikan malam
gilirannya kepada ‘Aisyah RA. Beliau tidak menceraikannya dan tetap[
menjadikannya sebagai istri.21
Beliau melakukan itu agar diteladani oleh umatnya, bahwasanya hal tersebut
disyariatkan dan di bolehkan. Hal itu lebih utama pada hak Nabi Muhammad SAW.
Kesepakatan itu lebih dicintai oleh Allah daripada perceraian. Firman Allah “wal
shulhu khair” dan perdamaian itu lebih baik’, bahkan perceraian sangat dibenci oleh
Allah SWT.22
Ayat ini berkaitan dengan perdamaian masalah perkawinan.
20 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka Ibnu
Katsir,2008). H.683
21 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir , jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka Ibnu
Katsir,2008). H.684
22 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir , jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir,2008). H.470
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 36/89
26
Selain ayat tersebut, ada ayat lain yang secara langsung menganjurkan agar
diadakan perdamaian yakni surat Al-Hujurat ayat 9:
: اث ر ج ح ل ا )(
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampaisurut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara
keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil. (Q.S. Al-Hujurat: 9)
Allah berfirman seraya memerintahkan untuk mendamaikan dua kubu kaum
mukmin yang saling bertikai. Mereka tetap disebut sebagai orang-orang beriman
meski saling menyerang satu sama lain.23
Bila Al-Qur’an membolehkan perdamaian dalam masalah-masalah seperti
diatas, maka perdamaian dalam masalah keperdataan yang menyangkut dengan harta
bendapun dibolehkan pula. Bahkan bila di telaah dengan seksama kajian sulh dalam
kitab-kitab fiqh klasik, objek kajiannya tertuju pada bidang perjanjian atau perikatan
yang menyangkut harta benda.
7.
Al Sunnah
Dalam penelesaian sengketa, langkah pertama yang Rasulullah tempuh adalah
jalan damai. Seperti sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Dari Abu
Hurairah berkata: bahwa Rasulullah SAW bersabda: “ Perdamaian antara orang-orang
23 Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 2,cet.2 (Bogor: Pustaka
Ibnu Katsir,2008). H.470.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 37/89
27
muslim itu dibolehkan, kecuali perdamaian yang menghalalkanyang haram dan
mengharamkan yang halal’ (HR. Abu Daud)24
Tirmidzi menambahkan:
Artinya: dan orang-orang islam itu menurut perjanjian mereka, kecuali
perjanjianyang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram” (Tirmidzi
berkata, hadits ini Hasan Shohih).25
Perdamaian yang dikandung oleh Sabda ini bersifat umum, baik mengenai
hubungan istri, transaksi maupun politik. Selama tidak melanggar hak-hak Allah dan
Rasul-Nya, perdamaian hukumnya boleh.
26
8. Doktrin Umar ibn Khattab
Umar dalam suatu peristiwa pernah berkata:
“Tolaklah permusuhan hingga mereka berdamai, karena pemutusan perkara
melalui pengadilan akan mengembangkan kedengkian diantara mereka”.27
D. Tahap Pelaksanaan Mediasi
Sama halnya dengan penyelesaian konflik yang lain mediasi juga mempunyai
beberapa tahapan yang harus dilalui agar dapat menempuh tujuan yang di tuju dapat
tercapai. Secara global tahapan mediasi bisa dibagi kedalam 3 (tiga) tahap, yaitu:
1. Tahap persiapan
24 Abu Daud, Kitab sunan Abu Daud (Beirut: karoban Hazm, 1974), h.553. dapat juga di lihat
Li ‘Ala Addin Samarqandi, Tuhfah al-fuqaha Juz 3 (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1993), h.249.
25 Muhammad ibn ‘Ali ibn Muhammad al-Syaukani, Nailul al-Authar Juz5 (Kairo: Al-Babi al-
Holbi, t.th), h.378.
26 “Sulh”, dalam Abdul Azis Dahlan, dkk, ed., Ensiklopedi HUkum Islam, jilid 5 (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), h.1653.
27 Sayyid Sabiq, Terjemahan Fiqh Sunnah, jilid 13 (Bandung: Al-Ma’arif, 2000), h.212.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 38/89
28
Dalam sebuah proses mediasi dibutuhkan bagi seorang mediator untuk terlebih
dahulu mendalami terhadap apa yang menjadi pokok sengketa para pihak yang
dibicarakan dalam mediasi tersebut. Dan tahap ini juga biasanya mengkonsultasikan
dengan para pihak tentang tempat dan waktu mediasi, identitas pihak yang akan hadir,
durasi waktu dan sebagainya.
2. Tahapan Pelaksanaan
Dalam tahap pelaksanaan yang pertama dilakukan adalah pembentukan forum
yaitu dimana sebelum dimulai antara mediator dan para pihak menciptakan atau
membentuk forum. Setelah forum terbentuk diadakan rapat bersama dan mediator
mengeluarkan pernyataan pendahuluan.28
Yang harus dilakukan mediator pada tahap
ini adalah:
a. Melakukan perkenalan diri dan dilanjutkan perkenalan para pihak.
b. Menjelaskan kedudukan peran dan wewenangnya sbagai mediator.
c.
Menjelaskan aturan dasr tentang proses aturan kerahasiaan
(confidentiality) dan ketentuan rapat.
d. Menjawab pertanyaan-pertanyaan para pihak.
e. Bila pihak sepakat untuk melanjutkan mediator harus meminta
komitmen para pihak untuk mengikuti semua aturan yang berlaku.29
Setelah itu tahap kedua dilanjutkan dengan pengumpulan dan pembagian
imformasi, dimana mediator memberikan kesempatan kepada pihak untuk berbicara
28 Yasardin. Mediasi di Pengadilan Agama. Upaya Pelaksaan SEMA no. 1 Tahun 2002. Mimbar
Hukum. No. 63, h. 21.
29 Ahmad Syarhuddin. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah
Agung RI No. 1 Tahun 2008, h. 4.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 39/89
29
tentan fakta dan posisi menurut versinya masing-masing. Mediator sebagai pendengar
yang aktif dan dapat mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan harus juga
menerapkan aturan keputusan dan sebaliknya mengontrol interaksi para pihak. Dalam
tahap ini mediator harus memperhatikan semua informasi yang disampaikan masing-
masing pihak, karena masing-masing informasi tentulah merupakan kepentingan-
kepentingan yang selalu dipertahankan oleh masing-masing pihak agar pihak lain
menyetujuinya.30
Dalam menyampaikan para pihak juga mempunyai gaya yang
berbeda-beda, hal-hal seperti itulah yang harus diperhatikan oleh mediator. Setelah
pengumpulan dan pembagian data maka langkah ketiga dilanjutkan negosiasi pemecah
masalah. Yaitu diskusi dan tanggapan terhadap informasi yang disampaikan oleh
masing-masing pihak. Para pihak mengadakan tawar-menawar (negosiasi diantara
mereka).
Terdapat 12 faktor yang menyebabkan proses mediasi menjadi efektif, yaitu:
1)
Para pihak memiliki sejarah pernah bekerja sama dan berhasil
menyelesaikan beberapa masalah mengenai beberapa hal.
2) Para pihak yangbersengketa (terlibat dalam proses mediasi) tidak
memiliki sejarah panjang saling menggugat di pengadilan sebelum
melakukan proses mediasi.
3) Jumlah piahk yang terlibat dalam sengketa tidak meluas sampai pada
pihak yang berada diluar masalah.
30 Ahmad Syarhuddin. Petunjuk Teknis Pelaksanaan Mediasi Menurut Peraturan Mahkamah
Agung RI No. 1 Tahun 2008, h. 5
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 40/89
30
4) Pihak-pihak yang terlibat sengketa telah sepakat untuk membatasi
permasalahan yang akan di bahas.
5) Para pihak mempunyai keinginan besar untuk menyelesaikan masalah
mereka.
6) Para pihak telah mempunyai atau akan mempunyai hubungan lebih
lanjut dimasa yang akan datang.
7) Tingkat kemarahan dari para pihak masih dalam batas normal.
8) Para pihak bersedia menerima bantuan pihak ketiga.
9)
Terdapat alasan-alasan yang kuat untuk menyelsaikan sengketa.
10) Para pihak tidak memiliki persoalan psikologis yang benar-benar
menggangu hubungan mereka.
11) Terdapat sumber daya untuk tercapainya sebuah kompromi.
12) Para pihak memiliki kemauan untuk saling menghargai31
.
Alokasi yang terbear dalam mediasi biasanya terjadi pada tahap negosiasi,
karena dalam negosiasi ini membicarakan masala krusial yang diperselisihkan32
. Pada
tahap ini terbuka kemungkinan terjadi perdebatan bahkan dapat terjadi keributan
antara para pihak yang bersengketa. Seorang mediator harus bisa menjalin kerja sama
dengan para pihak secara bersama-sama dan terpisah untuk mengidentifikasikan isu-
31
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Bandung: PT Aditya
bakti, 2003), h.102-103.
32 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 104.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 41/89
31
isu, memberikan pengarahan para pihak dari posisi masing-masing menjadi
kepentingan bersama33
. Yang bisa dilakukan mediator pada tahap ini, ialah:
1) Membantu para pihak menaksir, menilai dan memprioritaskan
kepentingan masing-masing.
2) Memperluas atau mempersempit sengketa bilaman perlu.
3) Membuat agenda negosiasi.
4) Memberikan penyelesaian alternatif.
3. Tahap Pengambilan Keputusan
Pada tahap ini para pihak saling berkerja sama denga bentuan mediator untuk
mengevaluasi pilihan, mendapatkan trade off dan menawarkan paket, memperkecil
perdebatan-perdebatan dan mencari basis yang adil bagi alokasi bersama. Dalam tahap
penentuan keputusan mediator dapat juga menekan para pihak, mencarikan rumusan-
rumusan untuk menghindari rasa malu, membantu para pihak dalam menghadapi para
pemberi kuasa (kalau dikuasakan)34.
33 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 105.
34 Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, h. 106.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 42/89
32
BAB III
MEDIASI DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
A. Dasar Hukum Mediasi
Dasar hukum mediasi terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadis Nabi Saw. Prinsip- prinsip untuk menyelesaikan perselisihan dengan cara damai termaktub dalam
beberapa ayat al-Qur’an, diantaranya:
: اسن ل ا )(
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,
Maka kirimlah seorang hakamdari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscayaAllah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
lagi Maha Mengenal. (Q.S. An-Nisa Ayat 35)
ا ر ج حل ا ): -(
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang
hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjianterhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai
surut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antarakeduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berlaku adil.
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat: 9-10)
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 43/89
33
: اسن ل ا )٢
Artinya: Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh
dari suaminya, Maka tidak Mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yangsebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik (bagi mereka) walaupun manusia itu
menurut tabiatnya kikir. dan jika kamu bergaul dengan isterimu secara baik danmemelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tak acuh), Maka Sesungguhnya Allah
adalah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. ( Q.S. An-Nisa: 128)
B. Konsep Peradamaian (As-Sulhu) Dalam Penyelesaian Perselisihan Suami Isteri
As-Sulhu berasal dari kata Sholuha, yang berarti perdamaian.35
Wahbah
Zuhaily mengartikan secara bahasa berarti memutus pertikaian atau persengketaan.36
Sedangkan secara syara’, as-Sulhu adalah akad yang bertujuan untuk mengakhiri
persengketaan yang terjadi antara dua belah pihak yang berselisih.37
Sedangkan
musholih berarti juru damai atau pendamai.38
Rukun-rukun as-sulhu adalah adanya orang atau pihak yang berakad untuk
melakukan perdamaian disebut mushalih, adanya objek yang disengketakan disebut
mushalih ‘anhu. Adanya tindakan yang dilakukan salah satu pihak untuk memutuskan
35 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal 1186. Lihat juga Ahmad Warson
Munawwir, Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progresif,1997). Hal.788.
36 Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, (Syiria: Dar-alfikr, 1985), juz V, Cet.II.
h.293
37 Wahbah zuhaily, al-Fiqh al-islami wa aadilatuhu, (Syiria: Dar-alfikr, 1985), juz V, Cet.II.
h.293
38 Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer Arab-Indonesia, (Yogyakarta:
Yayasan Ali Maksum Pondok Pesantren Krapyak, 1996), hal 1186
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 44/89
34
perselisihan dengan jalan damai yang disebut dengan Masalih ‘alaihi atau Badalush
sulh, dan adanya ijab dan qabul dari kedua pihak yang melakukan perdamaian.
Adapun syarat-syarat Mashalih bih atau barang-barang yang disengketakan
adalah berbentuk harta yang dapat dinilai, dapat diserah terimkan dan bermanfaat, dan
barang haruslah diketahui secara jelas agar memperkecil kemungkinan timbulnya
perselisihan kembali. Selain itu barang yang disengketakan tidak terdapat hak orang
lain didalamnya. Dalam hal ini para ulama sepakat bahwa tidak sah untuk bentuk
kesepakatan, jika terdapat hak orang lain dalam benda/harta yang disengketakan.39
Mushalih ‘anhu tidak sah jika terkait dengan hak Allah seperti perbuatan zina,
mencuri atau minum khamar kemudian berdamai dengan orang yang menangkapnya
atau berdamai dengan memberikan sejumlah uang kepada hakim agar melepasnya, dan
lain-lain. karena syarat utama dari sulhu adalah bukan menghalalkan yang haram dan
bukan mengharamkan yang halal.40
Syarat ini di dukung dengan sabda Rasulullah SAW :
Artinya: dari Abi Hurairah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Perdamaian itu boleh
(diadakan/dilakukan) diantara sesama muslim, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram.” (Hadis Riwayat Ibnu
HIbban).41
39 Tenngku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar
Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2001), h.55.
40 Tenngku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy, Hukum-hukum Fiqh Islam: Tinjauan Antar
Mazhab, (Semarang: PT. Pustaka Rizky Putra,2001), h.56.
41 Seperti yang dikutip oleh Wahbah Zuhaily bahwa menurut At-Tirmidzi hadist ini derajatnya
adalah shahih. Lihat Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam wa adilatuhu, juz yang ke V, Syira. Dar-al-fikr.
Cet.II. 1985.h.294.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 45/89
35
Sedangkan Sayyid sabiq 42
dan Wahbah Zuhaily43
mengkatagorikan tiga jenis
perdamaian, yakni;
1. Perdamaian ikrar, yakni perdamaian yang terjadi jika pihak tergugat
membenarkan gugatan penggugat dan kemudian mereka berdamai.
2. Perdamaian ingkar, yakni gugatan yang diajukan penggugat
kepengadilan dengan alasan tergugat telah ingkar terhadap suatu perjanjian yag dulu
telah mereka sepakati. Apabila mereka berdamai maka disebut perdamaian ingkar
3. Perdamaina sukut yakni jika seorang menggugat orang lain tentang
suatu hal, kemudian ia hanya berdiam diri tanpa membenarkan maupun menyangkal.
Apabila kedua belah pihak berdamai maka telah terjadi perdamaian sukut.
Perdamaian sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Dalam Firman Allah
dikatakan bahwa;
:تا ر ج ح ل ا )- (
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperanghendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar perjanjian
terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampaisurut kembali pada perintah Allah. kalau dia Telah surut, damaikanlah antara
keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; Sesungguhnya Allahmencintai orang-orang yang berlaku adil. Orang-orang beriman itu Sesungguhnya
42 Sayyid sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: PT.Al-Ma’arif, 1987), juz 13, H. 213.
43 Wahbah Zuhaily, al-fiqh al-Islam wa adilatuhu, (Syiria: Dar-al-Fikr, 1985) Juz yang ke V,
Cet.II, h. 295-297
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 46/89
36
bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itudan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (Q.S. Al-Hujurat: 9-10)
Berdasarkan ayat diatas , kata ح ال ص ا disebutkan sebanyak dua kali. Menurut
Quraish Shihab ayat kedua dikaitkan dengan kata عد ل ا ب (dengan adil). Menurut beliau,
upaya islah pertama banyak kemungkinan menyinggung perasaan yang mengganggu
jalannya proses perdamaian. Untuk itu perlu mengupayakan perdamaian lagidengan
hati-hati hingga lahirlah keadilan bagi kedua belah pihak.44
Kata ص لحوا berasal dari kata , ح ال ص ا yang asalanya adalah ح صل yang berarti
mufakat.45
Lawan kata ح ال ص ا adalah فس yang berarti rusak. Sedangkan ح ال ص ا adalah
upaya menghentikan kerusakan atau meningkatkan kualitas sehingga manfaatnya lebih
banyak lagi. Menurut Quraish Shihab, dalam konteks hubungan sosial, nilai-nilai
tersebut tercermin dalam keharmonisan hubungan antara manusia, dan jika hubungan
ini terganggu maka terjadilah kerusakan atau paling tidak berkurang manfaat tersebut.
Hal ini menuntut adanya صال ا yakni perbaikan agar keharmonisan hingga menjadi
pulih kembali. Dengan demikian terpenuhilah nilai-nilai manfaat dalam hubungan
tersebut hingga lahirlah manfaat dan kemaslahatan bagi keduanya.46
Terdapat dua kunci pada ayat ini, yakni kata عدل (Al-‘adl) dan kata س ق (Al-
Qisth). Kata دل ع (Al-‘Adl) itu, bermakna lurus atau tidak condong kearah manapun.
Jika dikaitkan dengan salah satu Asma Allah, kata عدل ( Al-a‘dl) bermakna bahwa Dia
tidak condong kepada nafsu atau keinginan-keinginan yang dapat membuat dia
44 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002), Volume 13, h.245-246.
45 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
Progresif,1997),Cet,XIII h.788
46 Quraish Shihab, Tafsir Misbah, (Jakarta: Lentera Hati,2002), Volume 13, h.245-246.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 47/89
37
condong kearah lain yang mempengaruhi penetapan-penetapan-Nya.47
Adil dapat juga
dikatakan menepatkan sesuatu pada tempatnya.48
Sebab kata سط ق (Al-Qisth), banyak
disamakan artinya dengan Al-adl.49
Namun sebenarnya terdapat perbedaan antara
keduanya. Mengenai hal ini Quraish Shihab berpendapat bahwa kata قس (Al-Qist)
dan kata دل ع (‘Adl) memiliki perbedaan. Kata سط ق berarti keadilan yang diterapkan
di atas dua pihak atau lebih atau keadilan yang menjadikan mereka semua senang.
Sedangkan ل عد adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya walau tidak
menyenangkan salah satu pihak.50
Dengan demikian konsep win-win solution dapat
merupakan salah satu bentuk dari kataسط ق
Ini berarti konsep yang ditawarkan proses
mediasi lebih disukai Allah, karena banyak manfaat bagi kedua belah pihak yang
bersengketa.
Lebih lanjut Quraish Shihab menambahkan, bahwa Allah lebih menyukai jika
ditegakkannya keadilan walaupun hal tersebut mengakibatkan kerenggangan
hubungan diantara kedua belah pihak yang berselisih, tetapi ia lebih menyukai lagi
jika keadilan tersebut dirasakan oleh kedua belah pihak sehingga perselisihan tidak
akan menjadi berlarut-larut.51 Dalam hal penyelesaian perselisihan rumah tangga, Al-
47
Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
Progresif,1997),Cet,XIII h.904
48 Ibnu Mandzur, Lisan al- ‘Arab, (Beirut:Darul As-Shodir,2000), Juz ke 10, h.60.
49 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
Progresif,1997),Cet,XIII h.1118
50 Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246.
51 Quraish Shihab. Tafsir Misbah. Volume 13, h.246.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 48/89
38
Quran telah mengatur beberapa metode dalam penyelesaian konflik yang terjadi di
antara kedua pasangan (suami-istri).
1. Musyawarah
Musyawarah merupakan salah satu pokok ajaran yang sangat penting dalam
islam. Dalam peribahasa orang Arab dikatakan: “Orang beristikharah tidak akan gagal,
orang yang bermusyawarah tidak akan menyesal”. Maka dari itu, al-Qur’an sangat
mengapresiasi musyawarah sebagai jalan untuk mencapai kesepakatan atau
kemaslahatan. Musyawarah yang dimaksud adalah musyawarah yang dilakukan oleh
kedua pasangan suami istri secara langsung. Terdapat tiga ayat yang berbicara dan
menyebutkan dalam al-Qur’an, yaitu:
) قرة: ب ل
(
Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayahmemberi makan dan Pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak
dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderitakesengsaraan Karena anaknya dan seorang ayah Karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya.
dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimuapabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada
Allah dan Ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S. Al-Baqarah (2) ayat 233)
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 49/89
39
:نا ر م ع ل ا )٥٩(
Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembutterhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlahampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepadaAllah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.
(Q.S. Ali “imran (3) ayat 159)
:را ؤ س ل ا )٨(
Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannyadan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang kami berikan kepadamereka. (Q.S. As-Syura’ (42) ayat 38)
Ketiga ayat diatas mengindikasikan bahwa dengan cara musayawarah, baik itu
kesepakatan ataupun kemaslahatan, dapat tercapai. Musyawarah memang bukan hanya
di peruntukan bagi yang sedang bertikai tetapi juga dalam satu kelompok yang
menghendaki adanya kemaslahatan bagi mereka. Dalam hal ini, penulis
mengkhususkan musyawarah dalam kaitannya dengan pertikaian diantara suami istri.
Memang sebaiknya segala persoalan dalam rumah tangga, baik itu hal yang
sepele sifatnya ataupun besar, diselesaikan lewat musyawara. Hal ini akan membuat
suami atau istri dihargai haknya. Di dalam musyawarah ada penghargaan atas
pendapat-pendapat pasangan yang juga memiliki hak untuk menentukan arah ataupun
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 50/89
40
hal yang ingin di capai. Misalnya saja pada ayat yang pertama di atas, ayat tersebut
mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun
Menentukan arah ataupun hal yang ingin dicapai. Misalnya saja pada ayat yang
pertama diatas, ayat tersebut mengisyaratkan bahwa dalam hal sekecil apapun
dianjurkan untuk melakukan musyawarah terutama dalam menyelesaikan konflik
rumah tangga. Dalam permusyarawaratan ini, kedua belah pihak dapat mengeksplor
lebih jauh keinginan mereka sehingga keduanya dapat meraih kesepakatan bersama
(win-win solution).
2.
Hakamain
Pada ayat diatas penyelesaiannya yang dianjurkan adalah penyelesaian dengan
jalan bermusyawarah yang dilakukan oleh kedua belah pihak secara langsung. Namun
jika masih menemukan jalan buntu, dapat ditempuh dengan mengutus pihak ketiga
yang disebut hakamain, yakni hakam dari pihak suami dan hakam dari pihak istri.
Adapun hakam yang di maksud disyaratkan haruslah mengetahui permasalahan yang
mereka hadapi. Seperti dalam Firman Allah SWT;
: اسن ل ل ا )٥(
Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya,Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari
keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan,
niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Maha Mengenal. (An-Nisa’: 33)
Pada ayat sebelumnya (An-Nisa ayat 34), dijelaskan bahwa terdapat tiga
langkah penyelesaian dalam perselisihan rumah tangga yang disebabkan oleh
pembangkang (nusyuz) yang dilakukan oleh istri, yakni: pertama, memberi nasihat
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 51/89
41
atau pendapat yang bisa membuat istri menyadari dan menginsyafi kesalahan-
kesalahan yang dilakukannya. Jika tidak dihiraukan oleh istri, maka untuk tidak tidur
dalam satu ranjang. Apabila istri tidak berubah juga maka dianjurkan untuk memukul
istri akan tetapi tidak mukanya.
Ayat ini diartikan secara literal oleh para ulama, and dijadikan dasar
hukum/hujjah untuk menggunakan kekerasan terhadap perempuan jika tidak mematuhi
suaminya. Padahal Rasulullah sendiri tidak pernah memukul istri-istrinya. Lebih
spesipik Fatima Mernisi menjelaskan bahwa, para mufassir banyak yang menjelaskan
bahwa nusyuz adalah suatu bentuk penolakan untuk mematuhi suami dalam masalah
hubungan badan, termasuk Al-Thabari. Dimana dijelaskan bahwa nusyuz itu adalah
istri yang memperlakukan suaminya dengan kesombongan, menolak untuk
berhubungan ditempat tidur yang dianggap telah melakukan penolakan yang nyata
untuk melakukan kepatuhan yang diinginkan oleh suami.52
Pada ayat selanjutnya dikemukakan terdapat strategi lain dalam menyelesaikan
permasalahan rumah tangga. Apalagi jika keduanya telah pisah rumah dan tidak
memungkinkan untuk berkomunikasi lagi karena diselimuti amarah. Srategi tersebut
adalah mengutus dua hakam untuk menengahi keduanya, yakni satu hakam dari pihak
suami dan satu hakam dari pihak isteri untuk bermusyawarah. Upaya ini diharapkan
agar dapat sebagai penyambung pesan atau tuntutan dari kedua belah pihak yang
bertikai dan mencapai kata sepakat.53
52 Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik (Surabaya,
Dunia Ilmu Offset),1997), h. 217.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 52/89
42
Sejalan dengan teori ini, terdapat suatu peristiwa menurut riwayat Imam As-
Syafi’I dalam kitab Al-Umm dan al-Baihaqi di dalam As-Sunan dan beberapa riwayat
lain (Ubaidah Al-Sulaimani)54
diceritakan bahwa suatu hari datanglah seorang laki-
laki dan seorang perempuan kepada Ali bin Abi Thalib r.a. mereka mengadukan
perselisihan /syiqaq yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Kemudian Ali
memerintahkan agar mengutus dua orang hakam yakni dari pihak suami dan dari pihak
suami dan dari pihak isteri. Kemudian Ali berkata pada dua orang hakam tersebut
tentang tugasnya agar menyelidiki tentang duduknya perkaranya. Namun Ali
menambahkan bahwa jika menurut hakam tersebut keduanya tidak dapat diceraikan
maka hakam tersebut diperintahkan untuk menceraikannya. Ibnu Abbas juga sepakat
ayat ini diperuntukan bagi mereka (suami-isteri) yang telah rusak hubungan rumah
tangganya.55
Menurut Ali dan Ibnu Abbas, kewenangan yang dimiliki seorang hakam
adalah memiliki hak penuh dalam menyatukan kembali hubungan suami isteri dan
bahkan menceraikannya. Berbeda dengan Hasan Bishri yang berpendapat bahwa
kewenangan hakam hanya sebatas pada hak untuk menyatukan kembali dan tidak
menceraikan.
Upaya ini banyak diterapkan Negara-negara muslim lain dalam hukum
beracara di pengadilan. Itu sebabnya metode mediasi secara utuh dikalangan Negara
muslim belum dikenal.
C. Konsep Perdamaian ( As-Sulhu) Dalam Sistem Perjanjian Hukum Islam
53 Fatima Mernisi, Menengok Kontroversi Peran Kaum Wanita Dalam Politik (Surabaya,
Dunia Ilmu Offset),1997), h. 217.
54 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar . Juz V-VI (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983)h. 54
55 Lihat Hamka. Tafsir Al-Azhar . Juz V-VI (Jakarta: PT. Pustaka Panjimas, 1983) h. 54.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 53/89
43
Perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua
pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang ada di dalam
persetujuan tersebut.56
Kesepakatan atau persetujuan yang diraih oleh para pihak yang
berperkara adalah merupakan tanda bahwa mediasi telah berhasil. Kesepakatan itu
timbul karena para pihak bersengketa telah melakukan al’aqdu (akad) dan al’ahdu
(janji). Kata عقد adalah mengikat sesuatu dengan sesuatu sehingga tidak menjadi
baginya dan tidak berpisah dengannya.57
Abdoerraoef menjelaskan bahwa terdapat
tiga tahap yang terjadi dalam suatu perikatan (al-‘aqdu), yakni:58
● Al-ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dan tidak ada kaitannya dengan orang lain yang
sifatnya mengikat mengikat kedua belah pihak.
● persetujuan, yakni pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yang dinyatakan
oleh pihak pertama.
● Apabila janji tersebut dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah yang
dinamakan ‘aqdu (perikatan).
Proses perikatan ini tidak jauh berbeda dengan konsep perikatan milik Subekti,
yakni satu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana
56 Departemen Penddidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
2005), cet. Ke-3, h.778.
57 Quraish Shihab, Tafsir Misbah: Peran, Kesan dan KeserasianAl-Qur’an, (Jakarta: Lentera
Hati,2002), Volume 3, Cet ,IX, h.7.
58 Munawwir A.W., Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, (Surabaya:Pustaka
Progresif,1997),Cet,XIII h.953
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 54/89
44
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain
berkewajiban untuk mematuhi tuntutan itu. Dari pejanjian ini, maka terciptalah
hubungan hukum diantara keduanya.59
Hasil akhir dari proses mediasi adalah kesepakatan atau perjanjian yang
tertuang dalam bentuk akta perdamaian. Konsep kesepaktan yang dibuat oleh kedua
belah pihak yang harus memenuhi asas-asas dalam hukum Islam. Syamsul Anwar
mengelompokan 8 (delapan) asas perjanjian dalam Islam ke dalam 8 kelompok 60
,
yakni;
1. Asas Ibahah (Mabda’ al-Ibahah)
2. Setiap perjanjian atau perikatan adalah dibolehkan, sampai adanya suatu
aturan yang mengharamkannya. Asas ini adalah asas umum hukum
mu’amalah dalam Islam. Rasulullah bersabda; “Perjanjian diantara orang-
orang muslim itu boleh, kecuali perjanjian yang menghalalkan yang haram
atau mengharamkan yang halal”. Dari Abu Daud, at-Tirmizi, Ibnu Majah,
al-Hakim dan Ibnu Hibban meriwayatkan dari ‘Amir bin Auf.
1. Asas kebebasan Berakad (Mabda’ Hurriyyah at-Ta’aqud)
Para pihak bebas melakukan transaksi apapun, bebas menentukan objek dari
transaksi, bebas menentukan dengan siapapun. Asas kebebasan berkontrak di dalam
hukum Islam dibatasi oleh ketentuan syari’at Islam. Dalam membuat perjanjian, tidak
dibolehkan ada paksaan, kekhilapan dan penipuan. Adapun kebebasan dalam berakad
59 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 1992), Cet.14, h.1.
60 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 55/89
45
dalam hukum Islam didasarkan pada Firman Allah, yakni: “wahai orang-orang yang
beriman penuhilah akad-akad (perjanjian-perjajian).” (Q.S. Al-Ma’idah (5):1)61
1. Asas konsensualisme (Mabda’ ar-Radha’iyyah)
Asas ini menghendaki terciptanya suatu perjanjian yang dicukupkan dengan
hanya kata sepakat antara kedua belah pihak tanpa harus dipenuhinya formalitas-
formalitas tertentu. Misalnya terjadi pada transaksi tukar-menukar barang. Pada
transaksi jenis ini para pihak cukup menggunakan kata sepakat saja. Dalil dari asas ini
adalah sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya jual beli itu berdasarkan kata sepakat”.62
2. Asas Janji itu Mengikat
Dari kesepakatan akan melahirkan janji. Janji tersebut punya kekuatan untuk
mengikat dalam hubungan hukum yang sudah terjalin dari adnya kesepakatan. Dalam
Al-Qur’an terdapat banyak ayat yang memerintahkan manusia agar memenuhi janji,
diantaranya ”…dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu akan dimintakan
pertanggung jawabannya”. (Q.S. Al-Isra’ (17):34). Dalam ayat ini jelas dikatakan
bahwa Allah memerintahkan umat manusia untuk memenuhi janji terhadap siapapun
orang yang kita janjikan. Karena janji yang kamu janjikan akan diminta pertanggung
jawabannya oleh Allah kelak di hari kemudian.63
3. Asas keseimbangan (Mabda’ at-Tawaazun fi al-Mu’awahah)
Dalam perjanjian atau perikatan, kedua belah pihak menanggung resiko dan
61 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83
62 Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, (Beirut: Dar al-Fikr,t.t), Hadis no.2185, Juz II, h.737.
63 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 56/89
46
keuntungan yang adil, hingga masiing-masing pihak tidak aka nada yang merasa
dirugikan.64
4. Asas Kemaslahatan (Tidak Memberatkan)
Asas kemaslahatan yang dimaksud disini adalah akad yang dibuat oleh para
pihak memiliki tujuan untuk kemasalahatandan tidak menimbulkan kesulitan bagi
salah satu pihak untuk memenuhi isi dari kesepakatan tersebut.65
5. Asas Amanah
Perjanjian yang dibuat dan disepakati kedua belah adalah bentk dari amanah
yang harus dilaksanakan. Kedua belah pihak harus beritikad baik untuk memenuhi isis
perjanjian dan terbuka dalam informasi apapun terkait dengan kesepakatan yang di
buat.66
6. Asas keadilan
Tujuan akhir yang hendak diwujudkan oleh hukum adalah keadilan. Dalam
Alqur’an dikatakan bahwa, “Berlaku adilah, karena itu lebih dekat kepada takwa”.
(Q.S. al-Ma’idah (5): 3). Sedangkan asas hukum perikatan menjadi 6 asas67
, yakni;
AsasIllahiyyah, asas kebebasan (al-Hurriyah), Asas kerelaan (al-Ridha), Asas
kejujuran dan kebenaran (al-Shidq), dan Asas Tertulis (al-Kitabah).
64 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.
65 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.
66 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta: PT.Rajawali Pres, 2007), h.83.
67 Faturrahman Djamil, Hukum Perjanjian Syari’ah, dalam Kompilasi Hukum Perikatan oleh
Mariam Darus Badrulzaman, (Jakarta: Citra aditya Bakti: 2001), Cet.1, h. 249-251. Lihat juga Gemala
Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Kencana, 2006), h. 30
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 57/89
47
Pada asas ini di jelaskan bahwa setiap upaya perdamaian haruslah memenuhi
unsur Ilahiyyah, kebebasan (asal tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan
yang halal), unsur kerelaan dari kedua belah pihak, unsur kebenaran dan kejujuran dari
keduanya dan dituangkan dalam bentuk tertulis. Dalam mediasi, asas tertulis dalam
sebuah kesepakatan dituangkan dalam bentuk akta perdamaian yang dibuat di depan
Notaris atau bawah tangan dan dapat pula dikukuhkan dalam bentuk putusan
perdamaian oleh hakim yang memaksa perkaranya.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 58/89
48
BAB IV
IMPLEMENTASI MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERCERAIAN
A. Profil Pengadilan Agama Depok
1. Dasar Pembentukan
Seiring dengan perkembangan dan pertumbuhan kota Depok yang berawal dari
satu wilayah Kecamatan Depok berkembang menjadi kota Adminstratif sebgai bagian
dari Kabupaten Bogor kemudian menjadi Kota Depok, dibentuk pula
PengadilanAgama Depok berlaqndaskan Keputusan Presiden Republik Indonesia
Nomor 62 Tahun 2002 tanggal 28 Agustus 2002. Pengadilan Agama Depok
diresmikan pada tanggal 25 juni 2003 oleh Walikota Depok di Balai Kota Depok dan
mulai menjalankan fungsinya sejak tanggal 1 Juli 2003. Selain itu yang menjadi dasar
pertimbangan perlunya dibentuk Pengadilan Agama Depok adalah antara lain:
a. Depok telah menjadi sebuah Pemerintahan Kota, yang berdiri sendiri
lepas Pemkab. Bogor yang perlu dibentuk/adanya sebuah Pengadilan Agama sesuai
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989.
b. Perkara-perkara yang harus diselesaikan oleh PA Cibinong, 55%nya
berasal dari penduduk yang berdomisili di Depok, sesuai hasil studi kelayakan.
c. Untuk melaksanakan asas cepat dalam penyelesaian perkara, karena
Pemerintah Kota Depok harus menempuh jarak yang jauh ke PA Cibinong.
d. Jumlah penduduk yang beragama Islam di Depok telah
mencapai…(…%) dari jumlah penduduk Kota Depok. 68
2. Yurisdiksi
68 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 59/89
49
Wilayah hukum (yurisdiksi) Pengadilan Agama Depok semula tunduk dan
menjadi kewenangan relatif Pengadilan Agama Cibinong. Namun setelah berdiri
sendiri berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2002
Tentang Pembentukan Pengadilan Agama Depok dan diresmikan operasionalnya oleh
Bapak Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Penyelengaraan Haji
Departemen Agama Republik Indonesia pada tanggal 25 Juni 2003 M, bertepatan
dengan tanggal 24 Rabiul Awal 1424 H, maka wilayah Pemerintah Kota Depok juga
merupakan wilayah hukum di Pengadilan Agama Depok 69
.
Selama tiga tahun beroperasi, Pengadilan Agama Depok berkantor di Jl.
Bahagia Raya No. 11 dengan mengontrak rumah penduduk, kemudian pada tangal 20
Februari 2007, Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia Bagir Manan,
meresmikan kantor Pengadilan Agama Depok yang baru di Bandung bersamaan
dengan peresmian kantor Pengadilan Agama Bandung. Kantor Pengadilan Agama
Depok yang baru tersebut, berdiri di atas tanah hibah Pemrintah Kota Depok seluas
1.417 m2 dengan luas bangunan 600 m2 yang beralamat di Jl. Boulevard Sektor
Anggrek Grand Depok City (d.h. Kota Kembang), Depok, dan sejak tanggal 1 Maret
2007 seluruh aktivitas pelayanan dipindahkan dari kantor Pengadila Agama yang lama
ke kantor Pengadilan Agama yang baru tersebut.70
Berdasarkan Keputusan Sekretaris Mahkamah Agung Republik Indonesia,
nomor 039/SEK/SK/IX/2008, tentang Peningkatan Kelas Pada 19 (Sembilan belas)
69 Jejen Nursalim,” Sejarah Pengadilan Agama Depok”. Artikel diakses pada 2 Agustus 2010
dari http://padepok.pta-bandung.net.
70 Jejen Nursalim,” Sejarah Pengadilan Agama Depok”. Artikel diakses pada 2 Agustus 2010
dari http://padepok.pta-bandung.net.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 60/89
50
Pengadilan Agama Kelas II Menjadi Kelas IB, tertanggal 17 September 2008,
Pengadilan Agama Depok yang semula kelas II kemudian menjadi Kelas IB.
a. Letak Geografis dan luas wilayah Pengadilan Agama Depok
Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat 6o 19’ 00”- 6o 28’ 00”
Lintang Selatan dan 106o 43’ 00” – 106o 55’ 30” Bujur Timur. Secara geografis, Kota
Depok berbatasan langsung dengan Kota Jakarta atau berada dalam lingkungan
wilayah Jabotabek.71
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan daerah dataran
rendah perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 – 140 meter diatas
permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15%. Kota Depok sebagai
wilayah termuda di Jawa Barat, mempunyai luas wilayah sekitar sekitar 200,29 km2.72
Kondisi geografinya dialiri sungai-sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan
Cisadane serta 13 sub Satuan Wilayah Aliran Sungai. Disamping itu pula terdapat pula
25 situ. Data luas pada Tahun 2005 sebesar 169,68 Ha, dengan kualitas air rata-rata
buruk akibat tercemar.
Kondisi tofografinya berupa dataran rendah bergelombang dengan kemiringan
lereng yang landai menyebabkan banjir di beberapa wilayah, terutama kawasan
71 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok,2005, h.4
72 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005. h,5
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 61/89
51
cekungan antara beberapa sungai yang mengalir dari selatan menuju utara: Kali
Angke, Sungai Ciliwung, Sungai Pesanggrahan dan Kali Cikeas.73
b.
Kompetensi Absolut dan Relatif Pengadilan Agama Depok
Kompetensi absolut yaitu kekuasaan Pengadilan yang berhubungan dengan
jenis perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama Depok. Adapun kompetensi
absolut Pengadilan Agama mengacu pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Pasal
49, yaitu:
1) Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan
menyelesaikan perkara-perkara di tiingkat pertama antara orang-orang
yang beragama Islam di bidang:
a) Perkawinan
b) Kewarisan, wasiat dan hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam
c) Wakaf dan shadaqah
2) Bidang perkawinan yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (a) ialah hal-
hal yang diatur dalam dalam atau berdasarkan Undang-undang
mengenai perkawinan yang berlaku.
3) Bidang kewarisan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) huruf (a)
ialah penentuan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, penetuan
mengenai harta peniggalan, penentuan bagian masing-masing ahli waris
dan melaksanakan pembagian harta peniggalan tersebut.
4) Bidang Ekonomi Syari’ah
73 Selayang Pandang Pengadilan Agama Depok, 2005.h.5
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 62/89
52
Sedangkan yang dimaksud dengan kompetensi relatif yaitu kekuasaan
Pengadilan Agama Depok dalam mengadili berdasarkan wilayah atau daerah
yurisdiksinya. Adapun kompetensi relatif Pengadilan Agama Depok adalah seluruh
wilayah yang secara administratif di naungi oleh Kotamadya Depok,
Kompetensi relatif ini memiliki arti sangat penting sehubungan dengan
pengadilan manakah seseorang akan mengajukan perkara dan sehubungan hak eksepsi
tergugat.
3.
Struktur Organisasi Pengadilan
Struktur organisasi Pengadila Agama Depok adalah Sebagai berikut:
1. Pimpinan:
Ketua : Dra. Nia Nurhamidah R, M.H.
Wakil Ketua : Drs. H. Toha Mansyur, S.H.,M.H.
Panitera sekretaris : Drs. H. Asop Ridwan, M.H
2.
Tenaga Fungsional:
Para Hakim yaitu:
1. Drs. Azid Izuddin. M.H.
2. Dra. Taslimah. M.H
3. Drs. Sarnoto. M.H.
4. Dra. Sulkha Harmiyanti. S.H.
5. Drs. Agus Abdullah. M.H.
6. Dra. Hj.Siti Nadirah
7. Drs. H.A. Baidowi. M.H
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 63/89
53
8. Dra. Nurmiwati
3. Kepaniteraan/Kesekretariatan:
a. Panitia Sektretaris dibantu oleh:
Wakil Panitera : Endang Ridwan, S.ag.
Panitera Muda Pemohon : Mumu, S.H., M.H.
Panitera Muda Gugatan : M. Ali Apriddy, S.H.
Panitera Muda Hukum : Drs. E. Arifudin
Serta beberapa orang Panitera Pengganti dan Jurusita Pengganti, sesuai dengan
Pasal 26 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989.
74
b. Sekretaris dibantu oleh:
Wakil Sekretaris : H. Supjadin, S.ag.
Kepala Urusan Kepegawaian : Indra Ari Setiawan, S.H.
Kepala Urusan Keuangan : Siti Aisah, S.H.
Kepala Urusan Umum : Mataris, S.H.
B.
Praktek Mediasi Di Pengadilan Agama Depok
Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
(Perma) Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, telah terjadi
perubahan fundamental dalam praktek peradilan di Indonesia. pengadilan tidak hanya
bertugas dan berwenang memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara yang
diterimanya, tetapi juga berjkewajiban mengupayakan perdamaian antara pihak-pihak
yang berperkara. Pengadilan yang selama ini berkesan sebagai lembaga penegakan
74 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 64/89
54
hukum dan keadilan, tetapi sekarang pengadilan juga menampakan diri sebagai
lembaga yang mencarikan solusi damai antara pihak-pihak yang bertikai.75
Pemberlakuan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan diharapkan menjadi tonggak awal keefektifan mediasi, bukan hanya dalam
tataran teoritis melaikan juga praktis, karena Perma tersebut adalah hasil
penyempurnaan dari pembacaan pengalaman dari Perma sebelumnya, yakni Perma No
2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang dianggap kurang begitu
efektif dalam penyelesaian perkara di pengadilan.
Secara prinsipnya, hukum mediasi tercantum dalam pasal 2 ayat (2) Perma
Nomor 01 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap hakim, mediator dan para pihak untuk
mengikuti prosedur mediasi menurut Perma ini merupakan pelanggaran terhadap Pasal
130 HIR dan atu pasal 154 Rbg. Yang mmengakibat kan putusan batal demi hukum.
Artinya, semua perkara yang masuk ke Pengadilan tingkat pertama tidak mungkin
melewatkan acara mediasi. Karena apabila hal ini terjadi resikonya akan fatal.76
Pemberlakuan Perma mediasi yang terbilang masih baru ini juga di praktikan
di Pengadilan Agam Depok sebagai salah satu institusi yang memperaktikan mediasi,
karenanya Pengadilan Agama Depok butuh waktu penyesuaian untuk bisa
memaksimalkan tingkat keefektifan Perma No 1 tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan.77
75 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2
76 Siddiki, Drs., Mediasi Di Pengadilan dan Asas Peradilan Sederhana, Cepat dan Biaya
Ringan, www.badilag.net, 2009, h.2
77 Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,
Depok, tgl 7 Agustus 2010
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 65/89
55
Dalam pemberlakuannya Perma tersebut, Pengadilan Agama Depok yang
berasakan sederhana, cepat dan biaya ringan mengambil langkah/pola fleksibel, yakni
setelah hakim menentukan mediator yang di tunjuk, maka para pihak dipanggil untuk
menghadap mediator pada hari itu juga, menentukan waktu mediasi secara bersama
dan hakimpun langsung menunda persidangan. Selain memudahkan para pihak yang
berperkara, hal tersebut juga dimaksudkan agar meringankan biaya dan penghematan
waktu. Meskipun demikian, Pengadilan Agama Depok tetap perpedoman pada Perma
no. 1 tahun 2008.
C.
Faktor-Faktor Penghambat Dalam Proses Mediasi di Pengadilan Agama Depok
Hampir segala hal yang berkenaan dengan mediasi sebagai salah satu bentuk
penyelesaian sengketa alternative atau ADR (alternative Dispute Resolution) telah
diatur dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan
sebagai revisi dari Perma sebelumnya. Hanya saja dalam prakteknya di pengadilan
Agama Depok, kefektifan yang maksimal dari peraturan tersebut belumlah dapat
dirasakan nyata bila dilihat dari tingkat keberhasilannya dalam mendamaikan
pasangan suami istri yang ingin bercerai tidak mencapai angka di atas 10%
(setidaknya pada kurun waktu 2007-2008).
Memang ada beberapa kendala teknis, dalam mengaplikasikan Perma 2008,
diantaranya:
1. Fasilitas
Ruangan mediasi yang kurang memadai, menjadi kendala utama dalam
ketidakefektifan acara mediasi. Tentunya dengan ruangan yang nyaman akan tercipta
suasana yang mendukung. Drs. Sarnoto, M.H. seorang hakim mediator di Pengadilan
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 66/89
56
Agama Depok mempunyai impian Pengadilan Agama Depok memiliki ruang mediasi
yang nyaman, bahkan kalau bisa di lengkapi tape yang akan mengiringi acara mediasi
dengan lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an atau nasyid agar sejuk.78
2.
Durasi waktu mediasi, yakni 40 hari yang bisa di tambah 14 hari.
Kurang adanya inisiatif dari pegadilan Agama Depok untuk memaksimalkan
waktu dari proses mediasi. Karena dengan pemaksimalan waktu maka akan semakin
menumpuk jumlah perkara yang tersisa dan akan memakan biaya yang lebih banyak.
3. Biaya.
Dalam pasal 10 ayat 1 Perma No.1 tahun 2008 tentang prosdur Mediasi di
Pengadilan mengenai Honorarium Mediator disebutkan bahwa Penggunaan jasa
Mediator sendiri tidak dipungut biaya, justru bisa menjadi kendala dan penyebab
kurang pedulinya hakim hakim mediator, sehinga ia kurang memaksimalkan upaya
perdamaian.
4. Kurang keseragaman format acara mediator
Tidak adanya keseragaman dalam format acara kadang menjadi tidak
berimbang antara perkara yang satu dengan yang lainnya, bahkan kadang para pihak
yang berperkara tidak dipanggil/diundang untuk acara mediasi.
5. Hakim yang bersertifikat mediator.
Kurangnya jumlah hakim yang bersertifikat sedikit banyak mempengaruhi
hasil dari keberhasilan mediasi, Karena bila seorang hakim telah memiliki sertifikat
tersebut, maka ia dianggap layak serta menguasai trik dan strategi dalam proses
78 Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,
Depok, tgl 7 Agustus 2010.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 67/89
57
perdamaian. Dalam hal ini Pengadilan Agama Depok baru memiliki dua hakim yang
bersertifikat mediator.
D. Analisa Penulis
Secara umum, pihak yang bersengketa menggunakan jalur mediasi sebagai
penyelesaian sengketa dapat menemukan beberapakeuntungan, diantaranya:
1. Proses cepat
Persengketaan yang banyak ditangani oleh pusat –pusat mediasi public dapat
dituntaskan dengan pemeriksaan yang hanya berlangsungdua hingga tingga minggu
dan rata-rata waktu yang digunakan setiap pemeriksaan atau setiap kali pertemuan
hanya berkisar satu sampai satu setengah jam saja. Hal ini sangat berbeda jauh dengan
jangka waktu yang digunakan dalam proses arbitrase dan proses litigasi.
2. Bersifat rahasia.
Segala sesuatu yang diucapkan selama pemeriksaan mediasi bersifat sangat
rahasia. Hal ini dikarenakan dalam proses mediasi pemeriksaannya tidak dihadiri oleh
publik. Hal tersebut sangat berbeda dengan pemeriksaan lewat proses litigasi. Untuk
perkara-perkara yang pemeriksaannya atau persidangannya terbuka untuk umum dapat
dihadiri oleh public atau diliputi oleh pers sehingga sebelumpengambilan keputusan
dan dapat bermunculan berbagai opini public yang ada gilirannya dapat berpengaruh
pada sikap para pihak yang bersengketa dalam menyikapi putusan majlis hakim.
3. Murah.
Sebagian besar pusat-pusat mediasi publik menyediakan pelayanan biaya
sangat murah dan juga tidak perlu membayar biaya pengacara karena dalam proses
mediasi kehadiran seorang pengacara kurang dibutuhkan.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 68/89
58
4. Adil.
Solusi bagi suatu persengketaan dapat diserasikan dengan kebutuhan-
kebutuhan atau keinginan-keinginan para pihak yang bersengketa dan oleh sebab itu
pulalah keputusan yang diambil atau dihasilkan dapat memenuhi rasa keadilan para
pihak.
5. Pemberdayaan individu.
Orang yang mengalokasikan sendiri masalah sering kali merasa mempunyai
lebih banyak kuasa dari pada mereka yang melakukan advokasi melalui wakil seperti
pengacara.
Keuntungan-keuntungan tersebut tentu saja dapat terjadi jika mediasi
dilaksanakan sesuai dengan prosedur aturan yang ada, bukan seperti yang acap kali
terjadi yang berakibat pada ketidak maksimalan bahkan kegagalan proses perdamaian
itu sendiri.
Pengadilan Agama Depok sendiri sebagai sebuah institusi yang
mengaplikasikan mediasi tersebut, meskipun secara prinsip mengacu pada Perma No.
1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, acap kali kurang
memaksimalkan waktu pelaksanaan mediasi sehingga berakibat juga pada kurang
maksimalnya hasil pencapaian dan kesuksesan dalam upaya perdamaian.
Menilai kekurang efektifan hasil mediasi ( setidaknya tahun 2009-2010) dan
melihat faktor-faktor yang selama ini kerap menghambat keberhasilan mediasi,
penyusun berasumsi bahwa perlu penegasan terhadap masalah penguasaan materi dan
strategi dalam mediasi, dengan mengikuti pendidikan bagi para mediator (khususnya
hakim), serta dengan benar-benar memaksimalkan waktu mediasi, karena substansi
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 69/89
59
mediasi adalah proses yang harus dijalani secara sungguh-sungguh untuk mencapai
perdamaian.
Barangkali untuk langkah kedapan ada beberapa hal masukan dari penulis
untuk menjadikan mediasi sebagai sarana upaya perdamaian yang lebih berdaya guna
dan berhasil-guna. Juga untuk menigkatkan profesionalisme mediator sebagai
komponen penting dalam mediasi. Pertama, menurut Pasal 7 ayat (1) Perma Nomor 01
Tahun 2008, pada hari siding yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak,
hakim mewajibakan para pihak untuk menempuh mediasi. Dari ketentuan ini bahwa
proses mediasi merupakan kewajiban pihak-pihak yang berperkara yang mana kalau
tahapan mediasi ini tidak dilalui oleh pihak-pihak, maka majelis hakim juga wajib
untuk menolak/tidak menerima gugatannya. Apabila majelis hakim terus memperoses
perkara tersebut maka putusannya batal demi hukum.
Persoalannya jika pada sidang hanya dihadiri oleh penggugat tetapi tidak
dihadiri oleh tergugat, maka terhadap perkara tersebut tidak wajib melalui proses
mediasi. Padahal menurut Pasal 4 Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur
Mediasi di Pengadilan, menyatakan bahwa semua sengketa perdata yang ajukan
kepengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui
perdamaian dengan bantuan mediator. Menurut Pasal 4 ini semestinya semua perkara
tanpa terkecuali harus melalui proses mediasi, apakah dihadiri oleh kedua belah pihak,
atau hanya dihadiri oleh satu pihak saja. Jalan keluar dari persoalan ini menurut
penulis, seharusnya bukan hakim pemeriksa perkara mediator yang menunjuk
mediator. Tetapi sejak perkara telah terdaftar di Pengadilan, maka Ketua Pengadilan
yang harus menunjuk mediator guna memediasi pihak-pihak yang berperkara supaya
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 70/89
60
berdamai. Apabila pihak-pihak belum melakukan proses mediasi secara formal sesuai
dengan penetapan Ketua Pengadilan, maka Ketua Pengadilan belum boleh menetapkan
Majlis Hakim untuk memeriksa perkaranya. Dengan ini mediasi akan lebih berdaya
guna karena sejak awal mediator secara proaktif akan menghubungi pihak-pihak yang
berperkara supaya berdamai. Resikonya biaya memang akan membengkak. Tetapi
biaya ini murni untuk proses mediasi. Masyarakat akan mendapatkan pelajaran bahwa
setiap mengajukan perkara ke pengadilan, perkaranya baru akan diperiksa majelis
hakim apabila sudah melalui proses mediasi secara formal. Secara proses alamiyah
nantinya masyarakat akan menjadi mandiri dengan mencari solusi sendiri secar damai
terhadap perkara yang dihadapinya. Setelah mediator bekerja dan member laporan
secara tertulis bahwa pihak-pihak yang berperkara tidak bisa didamaikan, maka baru
Ketua Pengadilan membuat penetapan tentang penunjukan majlis hakim pemeriksa
perkara. Apabila berhasil damai, perdamaian itu bisa dengan penetapan Ketua
Pengadilan, bisa juga cukup dengan tanda tangan mediator dan pihak-pihak yang
berperkara. Dengan demikian majelis hakim pemeriksa perkara tidak akan direpotkan
dengan proses mediasi, jadi murni sendirinya sudah melalui proses mediasi. Apabila
tidak, maka majelis hakim tersebut berwenang untuk menolak/tidak menerima
gugatannya.
Gagasan penulis tentang proses mediasi tidak akan menunggu asas peradilan
yang harus dilaksanakan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Bahkan justru
memperkuat asas tersebut karena membantu pihak-pihak yang berperkara untuk
menyelesaikan perkaranya sendiri.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 71/89
61
Kedua, mengenai biaya. Dalam pasal 10 ayat (1) Perma Nomor 1 Tahun 2008
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa penggunaan jasa mediator
hakim tidak dipungut biaya. Dalam ayat (2)nya disebutkan bahwa uang jasa mediator
bukan hakim ditanggung bersama oleh pihak atau berdasarkan kesepakata para pihak.
Ketentuan ini kurang adil. Menurut penulis semestinya semua mediator mendapatkan
uang jasa. Kalau non hakim uang jasanya dari para pihak-pihak, maka kalau unsure
hakim uang jasanya ditanggung oleh Negara. Pasal 25 ayat (1) Perma Nomor 01 Tahu
2008 M.A. menyediakan insentif bagi hakim yang berhasil menjalankan fungsi
mediator, tetapi ketentuan ini tidak bergigi karena Perma sebagaimana yang
dimaksudkan oleh ayat (2) nya sampai sekarang belum ada. Menurut penulis
semestinya semua hakim atau orang yang menjalankan fungsi mediator mendapatkan
uang jasa dari Negara berdasarkan Perma yang sudah ada, begitu juga dengan
mediator bukan hakim, ia dapat mengambil haknya, jika ia berhasil melaksanakan
tugasnya dengan baik, dan ini,merupakan suatu tantangan bagi para mediator untuk
bisa memaksimalkan mungkin menjalankan tugas sebagai juru damai dengan baik.
Dengan ketentuan yang ada sekarang, maka bisa jadi hakim atau siapapun yang
menjadi mediator akan bekerja secara asal-asalan atau hanya sekedar untuk memenuhi
standar legalitas formal bahkan ajang bisnis (bagi mediator non hakim). Kalau cara
kerja seperti ini terus berlanjut, maka mediasi sebagai alternative penyelesaian perkara
di pengadilan hanyabakan berwujud sebagai hayalan belaka.
Tapi seandainya uang jasa bagi mediator hakim benar terwujud, jangan sampai
para hakim menjadi salah niat. Drs. Sarnoto, M.H mengatakan bahwasanya ketentuan
ini sudah adil, mediasi adalah bagian dari tugas dan pekerjaan kami sebagai hakim,
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 72/89
62
kami hanya berniat membantu para pihak yang berpekara untuk menemukan jalan
keluar, titik temu dan kesepakatan.79
Tapi menurut saya alangkah lebih baiknya
seandainya Negara memberikan uang jasa dan sejenisnya kepada mediator hakim,
demi kesejahteraan hakim juga demi terselenggaranya mediasi yang baik.
Ketiga, perlunya pendidikan mediator bagi para hakim. Mengingat jumlah
hakim yang bersertifikat mediator sekarang jumlahnya masih sangat sedikit, padahal
dalam perdamaian sengketa (khususnya perceraian) perlu keahlian khusus, yang
mencakup berbagai disiplin ilmu, seperti ilmu jiwa, psikologi, dan memahami tentang
berbagai watak karakter.
Sejatinya, mediasi bukan hanya sekedar untuk memenuhi syarat legalitas
formal, tetapi merupakan upaya sungguh-sungguh yang harus dilakukan oleh pihak-
pihak terkait untuk mencapai perdamaian. Mediasi adalah merupakan upaya pihak-
pihak yang berperkara untuk berdamai demi kepentingan pihak-pihak itu sendiri.
79 Sarnoto, Drs., MH., Hakim Mediator Pengadilan Agama Depok, Wawancara Pribadi,
Depok, tgl 7 Agustus 2010.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 73/89
63
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji dan memaparkan pembahasan skripsi ini, maka dari
hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan:
1. Pengadilan Agama Depok secara prinsipnya telah menlaksanakan mediasi
sesuai dengan Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
menjadikan Perma tersebut sebgai acuan dalam mengaplikasikan Mediasi.
2. Tingkat kefektifan mediasi di Pengadilan Agama Depok masih kurang
maksimal, mengingat prosentase keberhasilan pada tahun 2009 tidak mencapai lebih
dari 10%.
3. Faktor-faktor yang menjadi penghambat keberhasilan mediasi di Pengadilan
Agama Depok diantaranya adalah kurang pemaksimalan waktu, biaya, tidak adanya
keseragaman dalam acara mediasi serta kurangnya hakim mediator bersertifikat yang
bisa berakibat pada mutu dan kualitas proses perdamaian itu sendiri.
B. Saran-saran
Diakhir penulisan skipsi ini, penulis mengajukan saran-saran, baik yang
berkaitan langsung maupun tidak berkaitan langsung dengan pokok pembahasan
dalam skripsi ini, sebagai sumbang saran yang sekiranya bermanfaat bagi segenap
civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pengadilan Agama Depok,
masyarakat pencari keadilan dan umat Islam pada umumnya.
1. Kepada pemerintah, sesuai dengan konsideran PERMA huruf (d), penulis berharap
proses mediasi tidak hanya sekedar PERMA namun dibuat peraturan-peraturan
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 74/89
64
perundang-undangan yang lebih tinggi tingkatannya agar kekuatan hukumnya lebih
kuat.
2. Kepada para hakim yang menangani perkara perdata supaya berusaha semaksimal
mungkinuntuk memberikan pencerahan perdamaian kepada para pihak. Karena
mediasi merupakan produk Islami dalam rangka penyelesaian sengketa di pengadilan.
Oleh sebab itu, mediasi melalui mediator harus dilaksanakan secara optimal sebagai
bagian dari sebuah proses ijthad demi mendapatkan keputusan yang dapat memenuhi
rasa keadilan bagi kedua belah pihak.
3.
Kepada para pihak yang berperkara di pengadilan agar mematuhi aturan yang telah di
tetapkan, sehingga tidak menghambat prosedur peradilan. Karena selain bermanfaat
untuk masa sekarang mediasi juga bermanfaat untuk kehidupan para pihak di masa
mendatang. Karena penyelesaian sengketa melalui mediasi mengutamakan prinsip-
prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat yang selaras dengan budaya bangsa
Indonesia, maka sudah selayaknya mediasi diterapkan secara meksimal dalam proses
penyelesaian sengketa dipengadilan.
4. Bagi peneliti selanjutnya yang hendak membahas tema yang sama, kami menyarankan
agar dapat membahas mengenai mediasi dalam masalah waris untuk lebih melengkapi
dan menyempurnakan data mengenai mediasi seperti pembahsan skripsi ini.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 75/89
65
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Karim dan Terjemahannya, Departemen Agama RI.
Abbas, Syahrizal, Prof. Dr., Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat,dan Hukum Nasional. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Abdurahman. Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Akademika Pressindo, 1997.
Al Albani, Muhammad Nashiruddin. Ringkasan Shohih Muslim Buku I . Cet. I. Jakarta:Pustaka Azzam, 2003.
Al kahlani, Sayyid Al Imam Muhammad bid Ismail dan As San’ani, Subulus As
Salam, Bandung: Maktabah Dahlan, tth, Jilid 3
Anshori, Abdul Ghofur. Peradilan Agama di Indonesia Pasca UU No. 3 Tahun 2006(sejarah, kedudukan dan kewenangan). cet. I. Yogyakarta: UII Press, 2007.
Bakri, A Rahman dan Ahmad Sukarja SH. Hukum Peerkawinan Menurut Undang-
undang Perkawinan dan Hukum Perdata BW . Jakarta: Hidakarya Ag Mg,1981.
Bambang Sunggono. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, cet. Ke.-6, 2003.
Budiardjo, Ali dkk. Reformasi Hukum di Indonesia. Jakarta Cyber Cunsult, 2000.
Buku Komentar Peraturan Mahkamah Agung RI No. 01 Tahun 2008 TentangPelaksanaan Mediasi di Pengadilan.
Daud Ali, Muhammad. Hukum Islam dan Peradilan Agama. Cet. Ke-2, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2002.
Effendi, M Zein, Satria. Analisis Yurisprudensi Tentang Pembatalan Nikah (Mimbar
Hukum). Jakarta: PT Intermasa, 1997.
Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtisar Baru Van Hoeve, 1997.
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta:
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2007.
Harahap, M. Yahya. Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradilan dan
Penyelasaian Sengketa. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1997.
Hasan Ayub, Syaikh. Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2004.
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 76/89
66
Manan, Abdul, H, DR., S.H., S.ip., M. Hum., Penerapan Hukum Acara Perdata di
Linkungan Peradila Agama. Jakarta: Al-Hikmah, 2000.
Manaf, Abdul. Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan
Agama. Bandung: Mandar Maju, 2008.
Mubarok, Dr Jaih. Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,
2004.
Muhammad, Abd Kodir. Hukum Acara Perdata Indonesia. Cet VIII, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2002.
Rafiq, Ahmad. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998.
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah Jilid 3. Penerjemah Nor Hasanuddin, dkk. Jakarta: Pena
Pundi Askara, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Cet. Ke-3. Bandung:Alfabeta, 2007.
Soeroso, R., Praktek Hukum Acara Perdata. Cet ke-5, Jakarta: Sinar Grafika, 2003.
Suma, Muhammad Amin. Hukum Keluarga Islam di Dunia Islam. Jakarta: PT.
Grafindo Persada, 2004
Tri Wahyudi, Abdullah. Peradilan Agama di Indonesia. Yogykarta: Pusaka Pelajar,2004.
Yanggo, Chuzaimah Tahido dan Anshari, Hafiz. Problematika Hukum Islam
Kontemporer , Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.
Waluyo, Bambang. Penelitian Hukum Dalam Praktek . Jakarta: Sinar Grafika, Cet. Ke-2, 2006
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 77/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 78/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 79/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 80/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 81/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 82/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 83/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 84/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 85/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 86/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 87/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 88/89
7/25/2019 Lukmanul Hakim.fsh
http://slidepdf.com/reader/full/lukmanul-hakimfsh 89/89