Upload
tamrin-tbn
View
84
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
daaaaaaaaaa
Citation preview
MACAM-MACAM AHLI WARIS
A. Pengertian Ahli Waris
Didalam rumusan Kompilasi Hukum Islam, ahli waris adalah orang yang pada
saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris
(171 hu.utc KHI). Maka yang dimaksud dengan ahli waris adalah mereka yang jelas-
jelas mempunyai hak waris ketika pewarisnya meninggal dunia dan tidak ada
halangan untuk mewarisi.1
B. Macam-macam Ahli Waris
Orang-orang yang dapat menerima harta warisan pada saat si pewaris
meninggal dunia (ahli waris) dapat dibagi dalam beberapa macam:
1. Ahli waris sababiyah
Yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya dikarenakan suatu sebab, baik
karena sebab pernikahan, memerdekakan budak atau karena dikarenakan sebab
perjanjian (menurut sebagian Mazhab Hanafiah).2 Maka ahli waris yang termasuk
dalam golongan ini:
1- Suami atau isteri si pewaris
Maka masing-masing dapat mewarisi harta peninggalannya, jika salah
seorang diantara keduanya meninggal dunia dengan syarat:
- Perkawinan mereka sah menurut hukum syara’ yakni dengan akad
perkawinan yang dipenuhi rukun-rukun dan syarat-syaratnya.
- Hubungan perkawinan mereka masih berlangsung sampai pada salah
satu diantara mereka meninggal dunia.3
2- Mu’tiq (orang yang memerdekakan) dengan ‘atiq.
1 Ahmad Rafiq. Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 383.2 Ibid.3 Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama. Ilmu Fiqh,
(Jakarta: 1986), hlm. 51.
3- Muwali (orang pertama dalam perjanjian) dan muwala (pihak kedua).
2. Ahli waris nasabiyah
Yaitu ahli waris yang hubungan kewarisannya berdasarkan karena hubungan
darah (kekerabatan). Ahli waris yang termasuk nasabiyah dari golongan laki-laki
terdiri dari ayah, anak laki-laki, paman dan kakek. Sedangkan dari perempuan terdiri
dari ibu, saudara perempuan dan nenek.
3. Ahli waris laki-laki
Berdasarkan kedekatan kekerabatan ahli waris dengan si pewaris, maka dari
pihak laki-laki yang berhak menjadi ahli waris ada 13 orang, yaitu :
1. Ayah
2. Kakek (dari ayah)
3. Anak laki-laki.
4. Cucu laki-laki garis laki-laki
5. Saudara laki-laki sekandung.
6. Saudara laki-laki seayah
7. Saudara laki-laki seibu.
8. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung.
9. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah.
10. Paman, saudara laki-laki ayah sekandung.
11. Paman, saudara laki-laki ayah seayah.
12. Anak laki-laki paman sekandung.
13. Anak laki-laki paman seayah.
Semua ahli waris ini disebut juga ahli waris nasabiyah dari golongan pihak
laki-laki. Jika semua ahli waris itu ada, maka yang dapat warisan adalah anak laki-
laki dan ayah.
4. Ahli waris perempuan
1. Ibu.
2. Nenek dari garis ibu.
3. Nenek dari garis ayah.
4. Anak perempuan.
5. Cucu perempuan dari garis laki-laki.
6. Saudara perempuan sekandung.
7. Saudara perempuan seayah.
8. Saudara perempuan seibu.
9. Perempuan yang memerdekakan hamba sahaya.
Apabila semua ahli waris perempuan tersebut ada, maka yang dapat warisan
adalah ibu, anak perempuan, cucu perempuan dari garis laki-laki dan saudara
perempuan.4
5. Ahli waris zawil furudh
Disebut juga dengan ashhabul furudh yakni para ahli waris yang mempunyai
bagian yang telah ditentukan pada harta peninggalan dengan nash atau ijma’.5 Atau
ahli waris yang ditetapkan oleh syara’ mempunyai bagian tertentu dari al-furudhul
dalam pembagian harta peninggalan. Sedangkan al-furudhul muqaddarah bagian-
bagian yang ditentukan oleh syara’, bagi ahli waris tertentu dalam pembagian harta
peninggalan terdiri dari 1/2, 1/4, 1/3,
2/3, 1/8 dan 1/6.6 Maka sahabul furudh al-muqaddarah
antara lain:
1. Yang mendapat bagian 1/2
Suami, jika isterinya mati tidak meninggalkan anak laki-laki atau cucu
laki-laki dan perempuan dari anak laki-laki.
Anak perempuan, jika tidak ada saudara laki-laki atau perempuan.
4 Ahmad Rafiq. Op.,cit., hlm. 386-387.5 Hasbi ash-Shiddiqy. Fiqh Mawaris, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999), hlm. 60.6 Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Departemen Agama. Op.,cit., hlm. 70
Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika ia tunggal.
Saudara kandung perempuan tunggal yakni tidak ada saudara laki-laki,
ayah, anak laki-laki dan tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki.
Saudara perempuan dari pihak ayah jika tidak ada saudara laki-laki, ayah,
cucu laki-laki dari anak laki-laki.
2. Yang mendapat bagian 1/3
Ibu, jika tidak ada anak atau cucu baik laki-laki atau perempuan, tidak ada
dua saudara atau lebih baik laki-laki maupun perempuan.
Saudara laki-laki seibu dua orang atau lebih, jika tidak ada ayah, kakek,
anak, cucu laki-laki atau perempuan.
3. Yang mendapat bagian 1/4
Suami, jika ada anak atau cucu dari anak laki-laki baik laki-laki maupun
perempuan.
Isteri, jika tidak ada anak atau cucu dari anak laki-laki baik laki-laki
maupun perempuan.
4. Yang mendapat bagian 1/6
Ibu, jika ada anak atau cucu baik laki-laki maupun perempuan, atau ada
saudara laki-laki ataupun perempuan dua orang ataupun lebih, saudara
sekandung, seayah atau seibu.
Nenek jika tidak ada ibu
Ayah
Kakek jika tidak ada ayah
Saudara laki-laki atau perempuan seibu tunggal, jika tidak ada ayah,
kakek, anak cucu laki-laki atau perempuan.
Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika yang ada hanya seorang
perempuan, tidak ada saudara laki-laki dan tidak ada anak laki-laki paman
dari ayah.
Saudara perempuan seayah jika memiliki satu saudara perempuan
sekandung dan tidak ada saudara laki-laki seayah, ibu, anak, cucu laki-
laki dan dari anak laki-laki.
5. Yang mendapat bagian 1/8
Bagian ini hanya diperuntukkan untuk isteri, jika ada anak atau cucu laki-laki
atau perempuan dari anak laki-laki.
6. Yang mendapat bagian 2/3
Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki atau saudara
laki-laki.
Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak
kandung baik laki-laki maupun perempuan dan tidak ada cucu laki-laki
dari anak laki-laki.
Dua saudara perempuan atau lebih dengan tidak ada ayah, anak kandung
laki-laki atau perempuan dan tidak ada saudara laki-laki sekandung.
Dua saudara perempuan seayah atau lebih, jika keduanya sendiri dan
tidak ada saudara laki-laki seayah.7
6. Ahli waris dzawil arham
Dzawil arham (dzul rahmi) adalah orang yang mempunyai kerabat secara
mutlak, baik dia shahih, faradl atau asabah atau bukan. Diartikan pula dengan sebagai
orang-orang yang mempunyai kerabat dengan orang yang meninggal, tapi mereka
tidak termasuk ashabul furudh dan tidak pula termasuk ashabah seperti cucu
perempuan dari anak perempuan, cucu laki-laki dari anak perempuan, anak
perempuan dari saudara laki-laki sekandung, anak laki-laki dari saudara perempuan
sekandung, saudara perempuan ayah, saudara laki-laki atau perempuan ibu.
7 Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri. Pedoman Hidup Muslim, (Jakarta : Putaka Litera Antarnusa, 2003), hlm. 759.
Menurut jumhur ulama, dzawil arham dapat mewarisi harta peninggalan,
apabila orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris ashabul furudh atau
ashabah atau jika orang yang meninggal dunia tersebut meninggal ahli waris ashabul
furudh tetapi masih ada sisa harta yang tidak dapat ditambahkan kepada ashabul
furudh. Pendapat ini didasarkan kepada firman Allah SWT:
Artinya: Dengan mengartikan bahwa sebagian mereka (orang yang mempunyai hubungan nasab) lebih utama mewarisi harta peninggalan sebagian yang lain (orang yang sama-sama dalam hubungan nasab) menurut yang ditetapkan oleh Allah.
7. Ashabah
a. Pengertian ashabah
Ashabah menurut bahasa berarti semua kerabat seorang laki-laki yang berasal
dari ayah.8 Sedangkan menurut istilah, ashabah adalah orang yang mungkin
memperoleh harta warisan ketika ia sebagai pewaris tunggal atau hanya sekedar
memperoleh sisanya jika masih ada atau sama sekali tidak memperolehnya saat harta
warisan tersebut habis terambil oleh ahli waris lain yang mempunyai kadar tertentu.9
Dalam ilmu hukum waris Islam, ashabah disebut sebagai ahli waris yang tidak
memperoleh bagian yang tertentu dalam suatu pembagian harta warisan.
Sebutan ashabah ditunjukkan kepada kelompok yang kuat sebagaimana
firman Allah SWT:
Artinya: Mereka berkata jika benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), sesungguhnya kami adalah orang-orang yang merugi. (QS. Yusuf : 14).
Nabi SAW juga bersabda:
8 Dian Khoirul Umam. Fiqh Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hlm. 75.9 Abu Bakar Jabir al-Jaza’iri. Op., cit., hlm. 762.
Artinya: Berikanlah harta warisan kepada yang berhak menurut ketentuan bagiannya, sedangkan sisanya untuk ahli waris yang paling dekat. (HR. Muttaqa ‘alaih).
Dalam hal ini, ulama faradiun berpendapat bahwa ashabah adalah ahli waris
yang tidak mendapat bagian yang sudah dipastikan besar kecilnya yang telah
disepakati oleh seluruh fuqaha (seperti ashabul furudh), yang belum sipastikan oleh
mereka (seperti dzawil arham). Jadi, ashabah adalah semua ahli waris yang tidak
mempunyai bagian tetap dan tertentu baik yang diatur dalam al-Qur'an maupun
hadits.
Ahli waris ashabah mendapat harta warisan setelah harta tersebut terlebih
dahulu diambil oleh ahli waris ashabul furudh menurut bagian masing-masing. Bila
harta warisan habis dibagikan, maka ahli waris ashabah tidak mendapat bagian
kecuali apabila ahli waris ashabah itu anak, karena anak tidak dapat terhalang oleh
siapapun dan saudara laki-laki sekandung.
Ahli waris ashabah terdiri dari:
1- Anak laki-laki
2- Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki dari anak laki-laki)
3- Saudara sekandung
4- Saudara seayah
5- Saudaranya ayah sekandung
b. Macam-macam ashabah
1- Ashabah nasabiyah
Ashabah nasabiyah adalah seseorang yang menjadi ahli waris ashabah
karena mempunyai hubungan nasab dengan orang yang meninggal dunia.10
Ashabah nasabiyah terbagi tiga yaitu:
10 Depag. Op., cit., hlm. 78.
- Ashabah bi nafsih adalah ahli waris laki-laki dalam hubungan nasabnya
dalam hubungan nasabnya dengan orang yang meninggal tidak diselingi
oleh perempuan. Ashabah bi nafsih dikelompokkan menjadi empat:
1. Fur’ul mayit, yaitu para ahli waris ashabah bi nafsih yang arah
hubungan nasab mereka dari orang yang meninggal adalah arah
lurus ke bawah yaitu anak laki-laki, cucu laki-laki dari anak laki-
laki dan seterusnya ke bawah.
2. ushulul mayit, yaitu para ahli waris ashabah bi nafsih yang arah
hubungan nasab mereka dari orang yang meninggal adalah lurus ke
atas meliputi ayah, kakek (bapaknya bapak), dan seterusnya keatas.
3. Al-Hawasyin yaitu para ahli waris ashabah bi nafsih yang arah
hubungan nasab dari orang yang meninggal adalah arah
menyamping yang masih dekat meliputi saudara laki-laki
sekandung, saudara laki-laki seayah, anak saudara laki-laki seayah
terus ke bawah.
4. Al-hawasyil ba’idah, yaitu para ahli waris ashabah bi nafsih yang
arah hubungan nasab mereka dari orang yang meninggal adalah
arah menyamping yang sudah jauh meliputi keturunan kakek si
pewaris betapa pun jauhnya seperti saudara laki-laki ayah seayah
dan anak laki-laki mereka.
- Ashabah bil ghairi adalah setiap ahli waris perempuan yang mempunyai
bagian tertentu yang membutuhkan ahli waris lain untuk menjadi
ashabah bersama-sama dengannya dalam suatu pembagian harta
warisan peninggalan. Oleh karena itu, untuk menjadikan mereka
sebagai ashabah bilghairi diperlukan beberapa syarat berikut :
1. Perempuan tersebut tergolong ahli waris ashabul furudh
(mempunyai bagian tetap).
2. Antara perempuan yang mempunyai bagian tetap (ashabul
furudh) dengan orang yang mengashabahkan (muasib) memiliki
tingkatan (dalam jihat) yang sama.
3. Orang yang mengashabahkan (muasib) harus sama derajatnya
dengan perempuan yang mempunyai bagian tetap (ashabul
furudh).
4. Adanya persamaan kekuatan kerabat antara perempuan ashabul
furudh dengan muasibnya.
- Ashabah ma’al ghairi adalah setiap perempuan yang memerlukan orang
lain untuk menjadikan ashabah tetapi orang lain tersebut tidak
berserikat dalam menerima ashabah. Ashabah ini hanya diberlakukan
secara tertentu kepada saudara-saudara perempuan sekandung atau
seayah dengan anak perempuan jika tidak ada saudara laki-laki. Kedua
orang tersebut dapat menjadi ashabah ma’al ghair dengan beberapa
syarat yakni :
1. Berdampingan dengan seorang atau beberapa orang anak perempuan
dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah.
2. Tidak berdampingan dengan saudaranya menjadi muasibnya sebagai
dasar hukum ashabah ma’al ghair dalam beberapa hadist dijelaskan
salah satunya.
Artinya : Aku putuskan masalah itu sesuai dengan putusan Nabi Muhammad SAW anak perempuan memperoleh 1/2, untuk anak perempuan dari anak laki-laki 1/6 sebagai pelengkap 2/3
dan sisanya untuk saudara perempuan. (HR Jamaah Ahli Hadist kecuali Muslim dan Nasai).
2- Ashabah sababiyah
Ashabah nasabiyah ialah seseorang yang menjadi ahli waris ashabah karena
memerdekakan orang yang meninggal dunia yang semulanya adalah hamba.
Ahli waris sababiyah juga diartikan sebagai ahli waris yang hubungan
kewarisannya karena suatu sebab pernikahan, sebab ada hubungan agama
orang yang meninggal, sebab memerdekakan budak, atau menurut sebagian
mazhab Hanafiah karena sebab perjanjian (janji setia).11
C. Penutup
Dari uraian yang singkat diatas, kami mengharapkan dapat memberikan
pemahaman kepada kita bersama tentang
11 Titik Triwulan Tutik. Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2006), hlm. 319.